universitas indonesia analisis faktor yang...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABSENSI SAKIT PEKERJA DI PT.X
TESIS
DODI ARDIANSYAH
0806442342
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
JAKARTA
JUNI 2010
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABSENSI SAKIT PEKERJA DI PT.X
TAHUN 2010
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
DODI ARDIANSYAH
0806442342
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
JAKARTA
JUNI 2010
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Dodi Ardiansyah
NPM : 0806442342
Program Studi : Pasca Sarjana Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Judul Tesis : Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Absensi Sakit Pekerja di PT.X
Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima
sebagai persyaratan yang di perlukan untuk memperoleh gelar Magister
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Program Pasca Sarjana Magister
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Dodi Ardiansyah
NPM : 0806442342
Program Studi : Pasca Sarjana Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Departemen :
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive
Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Absensi Sakit Pekerja di PT.X.
beserta peragkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ format kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan sumber baik yang di kutip maupun di rujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Dodi Ardiansyah
NPM : 0806442342
Mahasiswa Program : Fakultas Kesehatan Masyarakat (Kesehatan dan
Keselamatan kerja
Tahun Akademik : 2008
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi/tesis/disertasi*) saya yang berjudul :
Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Absensi Sakit Pekerja di PT.X.
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan Dan Keselamatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini . Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
(1) dr. Izhar.M.OH. M.PH. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini
(2) dr. Suharnyoto Msc. Selaku penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam perbaikan tesis ini
(3) Dr. dr. Meily Kurniawidjaja.M.Sc.Sp.OK selaku penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam perbaikan tesis ini
(4) Emy Rianti M.KM selaku penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam perbaikan tesis ini.
(5) Pihak perusahaan yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan
(6) Kedua orang tua saya, adik saya : Yulis Niarti SE.MM, seseorang yang selalu ada di hati saya : dr. Dian Elawati, yang telah memberikan support, semangat baik moril dan material, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
(7) Serta rekan-rekan kuliah program Master Kesehatan dan Keselamatan Kerja angkatan tahun 2008, sdri. Kiki SKM, Hadian Tarzon, SKM, M.KM. M.Si. Dedi Wahyudi. ST. Very Rastanto S.si. M.KKK. sdri. Egi. serta semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian tesis ini
Akhir kata, saya berharap Allah SWT. Berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, 09 Juli 2010
Dodi Ardiansyah
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
ABSTRAK
Nama : Dodi Ardiansyah
Program Studi : Pasca Sarjana Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Judul : Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Absensi Sakit Dan
Prilaku Hidup Pekerja Terhadap Kejadian Absensi Sakit
Pekerja di PT.X
Tujuh puluh persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah pekerja.
Produktivitas kerja serta kelangsungan hidup para pekerja sangat dipengaruhi oleh
derajat kesehatan yang dimiliki oleh pekerja. Promosi kesehatan di tempat kerja
merupakan salah satu dari bagian integral dari pelayanan kesehatan kerja dan
merupakan unsur penting dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan
pekerja. Dari hasil laporan menunjukkan bahwa dengan adanya promosi
kesehatan di tempat kerja berdampak pada kesehatan pekerja, pekerja yang sehat
hanya sedikit sekali kehilangan hari kerja karena mengalami sakit. Tujuan
penelitian ini adalah diketahui gambaran faktor yang mempengaruhi absensi sakit
dan prilaku Pekerja hidup pekerja terhadap kejadian absensi sakit di PT.X selama
periode waktu Maret 2009-Maret 2010. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan desain cross sectional. Hasil yang didapatkan berdasarkan analisa bivariat
yaitu variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian absensi karena sakit
pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 adalah usia
(p = 0,030), jenis pekerjaan (p = 0,017), kebiasaan merokok (p = 0,014), pola tidur
Kata kunci :
Absensi Sakit, Pekerja, Prilaku Hidup
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
ABSTRAK
Name : Dodi Ardiansyah
Major : Pasca Sarjana Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Judul : Analysis of factor that related with sick absenteeism of
worker at PT X
Seventy percent of the entire population in Indonesia is worker. Work
productivity and the survival of the workers is strongly influenced by the degree
of health which is owned by workers. Health promotion in the workplace is one of
the integral part of occupational health services and is an important element in the
maintenance and improvement of health status of workers. From the results of the
report shows that with the existence of health promotion in the workplace affects
the health of workers, health workers has very little loss of working days due to an
illness. The purpose of this study is to be seen the illustration Factors Related to
sick absenteeism of worker at PT X during time period of March 2009-March
2010. This research is quantitative research with cross sectional design. Results
obtained based on bivariate analysis are variables associated with the incidence of
absenteeism due to illness of workers at the PT. X during the time period March
2009-March 2010 were age (p = 0.030), occupation (p = 0.017), smoking (p =
0.014), sleep pattern (p = 0.003). Researchers suggest to do health promotion in
the workplace
Key words:
sick absenteeism, worker, Lifestyle
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
1. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………….. 6
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….... 7
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………..… 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………….. 8
2. KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………… 9
2.1 Defenisi Kesehatan Kerja……………………………………………… 9
2.2 Defenisi Promosi Kesehatan di Tempat Kerja………....……………… 10
2.3 Manfaat Promosi Kesehatan di Tempat Kerja…………………………. 11
2.4 Kerangka Konsep Promosi Kesehatan di Tempat Kerja………………..16
2.5 Elemen Program Promosi Kesehatan di Tempat Kerja……………….... 17
2.2.4 Upaya Promosi Kesehatan………………………………………. 9
2.2.5 Strategi Promosi Kesehatan…………………………………….. 10
2.3 Promosi Kesehatan di Tempat Kerja…………………………………... 11
2.3.1 Defenisi Promosi Kesehatan di Tempat Kerja.……………..…… 11
2.3.2 Kerangka Konsep Promosi Kesehatan di Tempat Kerja ……….. 12
2.3.3 Manfaat Promosi Kesehatan di Tempat Kerja………………….. 13
2.3.4 Elemen Promosi Kesehatan di Tempat Kerja…………………… 14
2.6 Absensi Sakit…..……………………………………………………… 50
2.6.1 Defenisi Absensi Sakit………………………………………….. 50
2.6.2 Jenis-jenis Absensi Sakit………………………………………... 51
2.6.3 Pengukuran Absensi Sakit……………………………………… 53
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
iii
2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absensi Sakit……………… 53
2.6.5 Kerugian Akibat Absen………………………………………… 64
2.7 Konsep Penyakit………………………………………………………..67
2.8 Manajemen Absensi Sakit……………………………………………...68
3. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL……..………………………………………….……… 66
3.1 Kerangka Teori…………………………………………………….…. 66
3.2 Kerangka Konsep………………………………………………….…. 68
3.3 Definisi Operasional………………………………………………… 69
4. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………… 74
4.1 Desain Penelitian……………………………………………………. 74
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..………..………………………………. 74
4.3 Populasi dan Sampel…………..………….…………………………… 74
4.4 Tekhnik Pengumpulan Data…………………………………...……… 74
4.5 Manajemen Pengolahan Data………………………………………. 77
4.6 Analisa Data…………………………………………………………… 77
5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...…………...…. .79
5.1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……...……………...79
5.2 KELEMAHAN PENELITIAN………………………………..…..….83
6. KESIMPULAN DAN SARAN…………………...…………….…………85
7.1 Kesimpulan……………………………………………………….……....85
7.2 Saran……………………………………………………….……………..86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status kesehatan yang optimal merupakan harapan bagi setiap manusia,
termasuk diantaranya adalah bagi pekerja. Tujuh puluh persen dari seluruh
penduduk Indonesia adalah pekerja, baik di sektor swasta maupun pemerintah dan
sektor industri maupun non industri. Produktivitas kerja serta kelangsungan hidup
para pekerja sangat dipengaruhi oleh derajat kesehatan yang dimiliki oleh pekerja,
dan guna pencapaian produktivitas kerja yang optimal tentunya diperlukan derajat
kesehatan yang optimal pula (Depkes RI, 2007).
Guna pencapaian produktivitas dan kapasitas kerja yang optimal maka
tenaga kerja haruslah sehat, hal ini dapat diwujudkan melalui salah satunya
dengan upaya promosi kesehatan di tempat kerja. Promosi kesehatan di tempat
kerja merupakan salah satu dari bagian integral dari pelayanan kesehatan kerja.
Dan merupakan unsur penting dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan pekerja, sehingga yang menjadi tujuan dari promosi kesehatan di
tempat kerja dapat tercapai, yakni agar prilaku atau gaya hidup sehat pekerja dapat
membudaya dan mengkarakter.
Di tempat kerja terdapat empat sumber utama bahaya potensial yang
berhubungan dengan kesehatan pekerja, yaitu perilaku hidup pekerja dan perilaku
kerja, lingkungan kerja, pekerjaan, serta pengorganisasian pekerja dan budaya
kerja akibat manajemen yang belum terlatih tentang kesehatan dan keselamatan
kerja sehingga organisasi kerja dan budaya kerja yang ada tidak mendukung bagi
kesehatan dan keselamatan kerja (Depkes RI, 2007).
Pelayanan kesehatan kerja tidak cukup hanya melindungi kesehatan pekerja
dari pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh pemajanan dari bahaya kesehatan
yang berasal dari lingkungan kerja dan pekerjaan. Promosi Kesehatan di Tempat
Kerja (PKDTK) merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kerja yang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
2
Universitas Indonesia
melaksanakan upaya perbaikan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial pekerja
serta dalam rangka pencegahan penyakit yang tinggi prevalensinya pada pekerja
(terutama yang berkaitan dengan gaya hidup). PKDTK diharapkan mampu
mendukung sumber daya manusia dalam mencapai kinerja, jenjang karir dan
produktivitas organisasi atau tempat kerja yang setinggi-tingginya. (Depkes RI,
2007).
Akibat dari prilaku atau gaya hidup yang tidak sehat maka berbagai
penyakit degeneratif kronik kini telah menjadi penyebab kematian nomor satu
pada pekerja. Angka kematian akibat penyakit degeneratif kronik yang erat
kaitannya dengan prilaku atau gaya hidup pekerja melebihi kematian yang
disebabkan oleh Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja
(PAK) maupun penyakit menular.
Data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, 1995 dan
data Survei Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2001, menunjukan bahwa angka
kematian akibat penyakit degeneratif kronik lebih tinggi jika dibandingkan
dengan angka kematian karena KAK dan PAK. Selengkapnya penyebab kematian
secara umum dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini.
Tabel 1.1 Penyebab Kematian Umum di Indonesia
No 1992 % 1995 % 2001 %
1
2
3
4
Penyakit jantung
TB
Tidak diketahui
Infeksi pernafasan
16,0
11,0
9,8
9,5
Penyakit jantung
Saluran pernafasan
TB
Infeksi lainnya
18,9
15,7
9,6
7,9
Penyakit jantung
Saluran pernafasan
TB
Saluran pencernaan
26,4
12,7
9,4
7,0
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
3
Universitas Indonesia
5
6
7
8
9
10
Diare
Infeksi lainnya
Bronchitis, Astma, Emphysema
Kecelakaan
Saluran Pencernaan
Kanker
8,0
7,8
5,6
5,3
5,1
4,0
Diare
Saluran Pencernaan
Perinatal
Kecelakaan
Kanker
Syaraf
7,4
6,6
5,2
5,2
5
2,5
Kanker
Kanker
Perinatal
Typoid
Diarhoea
Endocrine
6,0
5,6
4,9
4,3
3,8
2,7
Sumber: Depkes RI, 2007
Dari tabel di atas dapat dilihat betapa tingginya angka kematian yang erat
kaitannya dengan prilaku atau gaya hidup. Keadaan ini akan membuat perusahaan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan kerugian yang diakibatkan oleh karna
biaya-biaya yang harus dikeluarkan serta produktivitas kerja yang menurun serta
penderitaan yang harus ditanggung oleh pekerja itu sendiri baik ketika statusnya
masih sebagai tenaga kerja maupun pada saat masa pensiun.
Sementara itu berdasarkan hasil survei di suatu pabrik semen pada tahun
1984-2005, didapatkan data bahwa penyebab kematian pekerja 28% karena
coronary vascular diseases (CVD), 27,2% kanker, 10,4% hati, dan 6,4% karena
kecelakaan (Depkes RI, 2007).
Upaya promosi kesehatan di tempat kerja merupakan suatu upaya agar
pekerja agar mampu mengenali masalah kesehatannya dan pekerja mampu
melakukan pengendalian akan kemungkinan resiko dan konsekuensi yang muncul
akibat dari prilaku atau gaya hidup pekerja tersebut. Dengan demikian orientasi
dalam promosi kesehatan di tempat kerja adalah orientasi agar pekerja dapat hidup
sehat produktif, dengan menekankan pada upaya pemeliharaan dan pencegahan
(promosi dan preventif) namun tidak mengabaikan pada upaya kuratif atau
pengobatan, sehingga pencapaian pola atau gaya hidup sehat dapat tercapai.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
4
Universitas Indonesia
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan bahwa upaya promosi
kesehatan di tempat kerja sangatlah menguntungkan baik bagi pihak perusahaan
dan pekerja itu sendiri.(munculkan table dari jurnal).
Tabel 1.2 Efek Promosi Kesehatan Kerja Dengan Absensi Sakit
NO STATUS PEKERJA PADA PROGRMAM HASIL
1 Mengikuti Program Promosi Penuruan Absensi sakit 10,5%
2 Tidak mengikuti Program Peningkatan Absensi Sakit 1,5 %
3 Partisipasi Tinggi Penurunan Absensi Sakit 14 %
4 Partisipasi Rendah Penurunan Absensi Sakit 5 %
Sumber : American Journal Public Health, Robert L. Bertera, DRPH
Kegiatan PKDTK adalah suatu upaya kegiatan promosi kesehatan pekerja
yang berfokus guna pencapaian kapasitas kerja dan kebugaran pekerja yang
optimal. Semua dapat dicapai apabila gaya hidup pekerja antara lain : kebiasaan
makan sehari-hari, kebiasaan olahraga, kebiasaan tidur pekerja dapat terpenuhi,
dan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol.
Untuk itulah pencapaian kapasitas kerja dan produktivias kerja tentunya
tidaklah datang dengan sendirinya, ada upaya dan usaha yang dilakukan guna
pekerja dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal dan kapasitas kerja serta
produktivitas kerja yang optimal pula. Gaya hidup yang tidak seimbang akan
mempengaruhi pencapaian tersebut, dan sebagai parameter yang dapat dilihat dari
pencpaian tersebut antara lain adalah dari kejadian angka atau mangkir pekerja
karna sakit.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari perusahaan tidak terlepas dari
produktivitas kerja para pekerjanya. sehingga setiap hambatan dalam melakukan
aktivitas kerja sedapat mungkin dihindari. Mangkir atau absen di tempat kerja
pada jam-jam kerja yang disebabkan oleh sakit atau penyebab lain, dapat
menimbulkan penurunan produktivitas dan kerugian pada perusahaan yaitu
kerugian dalam waktu kerja dan pengeluaran biaya untuk mengatasi penyakit
tersebut serta upah lembur yang harus dikeluarkan (Silalahi,1985).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
5
Universitas Indonesia
Dari hasil riset pasar di Inggris diperoleh bahwa lebih dari 50% pekerja
mengaku tidak masuk kerja atau minta izin hingga 4 hari dengan alasan sakit
dalam 1 tahun, dan dari 1.336 orang yang disurvei, tercatat 56% responden
mengaku tidak masuk kerja antara 1-4 hari dalam 1 tahun dengan alasan sakit, dan
sebanyak 33% responden mengaku tidak masuk kerja dengan alasan lelah atau
jenuh, dan sebanyak 27% mengaku stress, sementara itu 14% bolos dengan alasan
sakit karena masa cutinya telah habis, alasan lainnya sebanyak 15% tidak
menyukai pekerjaan dan 10% karena melakukan wawancara dengan perusahaan
lain, sehingga perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja mengalami kerugian
sekitar 13 miliar poundsterling dalam 1 tahun (Gloria Cyber Ministries 2001).
Menurut Wijaya, 2000 perhitungan kerugian yang disebabkan oleh absen
perlu dilakukan oleh perusahaan, karena persentase jumlah absen pekerja yang
kecil bisa berarti relatif. Ukuran yang kecil tersebut bisa menjadi signifikan jika
diterjemahkan dalam nilai rupiah. Banyak perusahaan yang belum menggunakan
metode kuantitatif untuk mengukur kerugian yang timbul akibat mangkir, karena:
pertama, tidak mengerti bagaimana cara mengukur yang tepat; kedua, mitos dalam
pengelolaan bahwa aktivitas dibidang kepersonaliaan tidak dapat diukur secara
kuantitatif; ketiga, sebagian pengelola enggan menghitung karena belum
mengetahui manfaatnya. Keempat kurangnya data (personel record) yang
mendukung.
Kegiatan PKDTK tentunya akan menguntungkan bagi pihak perusahaan
dan pekerja. Bagi perusahaan tentunya dapat menekan biaya
perawatan/pengobatan dan biaya upah lembur yang dikeluarkan serta biaya untuk
melatih pekerja baru yang dikarenakan turnover pekerja akibat ketidakpuasan
pekerja dari pelayanan kesehatan yang diberikan , sedangkan bagi pekerja dapat
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya dan terhindar dari
berbagai resiko penyakit .
Berdasarkan data-data yang diatas maka peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian mengenai prilaku hidup pekerja sehingga diketahui seberapa besar
pekerja yang melakukan prilaku sehat dan tidak sehat tersebut, dan guna
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
6
Universitas Indonesia
mengetahui apakah prilaku tersebut ada kaitannya atau ada hubungannya dengan
kejadian absensi sakit pekerja selama ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adanya kegiatan PKDTK sejak beberapa tahun terakhir di PT X, ternyata
trend absensi sakit justru meningkat, sehingga dengan demikian dianggap perlu
untuk melakukan penelitian “Analisis faktor yang berhubungan dengan absensi
sakit sakit pekerja di PT.X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010”.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran dari faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan
kejadian absensi sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret
2009-Maret 2010?
2. Faktor apa saja yang diduga berhubungan dengan absensi sakit pada pekerja
di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Diketahui gambaran faktor yang diduga berhubungan dengan absensi
sakit di PT.X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010.
Tujuan Khusus
1. Diketahui gambaran faktor yang diduga berhubungan dengan absensi
sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret
2010 yang terdiri dari: umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan
konsumsi alkohol.
2. Diketahui gambaran prilaku hidup pekerja di PT. X selama periode
waktu Maret 2009-Maret 2010 yang terdiri dari dari prilaku makan
pekerja (gizi), prilaku tidur, prilaku olahraga, dan prilaku merokok.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
7
Universitas Indonesia
3. Diketahui variabel yang diduga berhubungan dengan kejadian absensi
sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret
2010.
1.5 Manfaat Penelitian
• Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam
rangka memperbaiki dan meningkatkan program promosi kesehatan di
tempat kerja sehingga pekerja dapat mencapai derajat kesehatan optimal
yang akan berdampak pada penurunkan angka kejadiaan absensi sakit
pekerja sehingga biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan dapat ditekan.
• Bagi ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian yang
terdahulu tentang penerapan elemen promosi kesehatan di tempat kerja
khususnya dalam upaya penurunan angka kejadian absensi sakit bagi
pekerja.
• Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan
untuk melengkapi kajian pustaka yang menyangkut penerapan elemen
program promosi kesehatan di tempat kerja dengan absensi sakit dan faktor
individu yang mempengaruhinya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
absensi sakit pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2010 dengan desain studi cross
sectional. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan cara
wawancara ke responden, dan untuk data absensi sakit selain dari wawancara,
peneliti juga dapatkan dari rekapitulasi kehadiran pekerja (data sekunder)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
8
Universitas Indonesia
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Kesehatan kerja
Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial pada pekerja yang setinggi-
tingginya dan mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaannya. Perlindungan pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
disesuaikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya dan disimpulkan
sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaannya (WHO/ILO, 1995). Fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai
tiga tujuan :
a. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas
kerjanya.
b. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi
kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang
mendukung keselamatan dan kesehatan kerja (WHO/ILO, 1995).
Sedangkan yang ada dalam peraturan pemerintah seperti pada
UU.No.1/1970 tentang keselamatan kerja yang menyatakan bahwa kesehatan
kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja. Selanjutnya dalam
UU.No.25/1997 tentang ketenagakerjaan, pengaturan tentang kesehatan kerja
terdapat pada pasal 108 ayat (2), yang secara jelas menyebutkan bahwa ” Untuk
melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
maka diselenggarakan upaya kesehatan kerja”. Adapun upaya-upaya tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja baik pada awal bekerja maupun secara
periodik selama masa kerja
2. Gizi sehat tenaga kerja
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
9
Universitas Indonesia
3. Kebersihan lingkungan kerja, termasuk pencegahan dan pengolahan
limbah
4. Pencegahan dan penanggulangan sumber-sumber yang membahayakan
bagi kesehatan, antara lain :
a. Sumber fisik, seperti suara yang terlalu bising, suhu yang terlalu tinggi
atau rendah, penerangan dan ventilasi yang kurang memadai
b. Sumber kimia, seperti gas/uap, cairan, debu, bahan kimia yang
beracun.
c. Sumber biologis, seperti bakteri, jamur, serangga dan tumbuh-
tumbuhan lain yang timbul dalam lingkungan kerja
d. Sumber faal, seperti sikap keliru waktu bekerja, peralatan yang tidak
cocok dengan pekerja, kerja yang terus menerus berdiri atau duduk.
e. Sumber psikologis, seperti kerja yang dipaksakan, suasana kerja yang
tidak menyenangkan, serta pikiran yang tertekan
2.2 Definisi Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan bagian dari pemeliharaan dan
perlindungan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan kerja. Promosi
kesehatan kerja didefenisikan sebagai suatu proses yang memungkinkan pekerja
untuk dapat melakukan kontrol terhadap kesehatannya. Dan jika dilihat aspek
yang cukup yang lebih luas lagi, maka promosi kesehatan di tempat kerja
merupakan kesatuan kegiatan yang mencakup manajemen dan pencegahan
penyakit baik penyakit umum dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaannya serta guna meningkatkan kesehatan dan kapasitas kerja yang lebih
optimal.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan di tempat kerja
(health promotion at the workplace) adalah merupakan program kegiatan yang
direncanakan dan ditujukan pada peningkatan kesehatan para pekerja dan anggota
keluarganya menjadi tanggungan pekerja dalam kontek tempat kerja. Yang mana
promosi kesehatan di tempat kerja diselenggarakan berdasarkan suatu kerangka
konsep (framework), yang dibangun melalui beberapa kunci seperti : pendekatan
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
10
Universitas Indonesia
(approach), strategi (strategies), area prioritas (prioritas area), faktor yang
mempengaruhi (influence factors), dan lain-lain.(Depkes, 2007). Dan menurut
WHO, 2005 promosi kesehatan kerja adalah berbagai kebijakan dan aktivitas di
tempat kerja yang dirancang guna membantu pekerja (employee) dan perusahaan
(employer) di semua level untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan
pekerja dengan melibatkan partisipasi pekerja, manajemen dan stakeholder
lainnya.
Dalam penerapannya, khususnya di sektor swasta , saat ini penyelenggaraan
program-program PKDTK lebih ditentukan oleh para pemilik atau pemegang
saham, bila dianggap menguntungkan perusahaan maka manajemen akan
memutuskan untuk mengadakan program PKDTK, dan jika tidak menguntungkan
maka pihak manajemen tidak akan program PKDTK, Ini dikarenakan di Indonesia
masih minimnya aspek legal yang dapat memaksa perusahaan untuk
menyelenggarakan program PKDTK.
Pelatihan dan pendidikan kesehatan di tempat kerja (Workplace health
education and training) sebagai kesempatan pembelajaran terencana yang
ditujukan kepada masyarakat di tempat kerja dan dirancang untuk memfasilitasi
pengambilan keputusan dan memelihara kesehatan yang optimal. Pembelajaran
terencana dimulai dari topik kesehatan yang paling dibutuhkan, siapa sasaran
program, media komunikasi apa yang paling efektif hingga berbagaimana
mengevaluasi keberhasilan kegiatan pembelajaran tersebut.
2.3 Manfaat Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Dalam Occupational Environ Medicine Journal. 2001, menjelaskan bahwa
adanya pengaruh partisipasi pada program promosi kesehatan dengan kejadian
absensi pekerja, yang mana pekerja yang ikut berpartisipasi pada pelaksanaan
program tingkat absensinya lebih rendah dibandingkan dengan peserta yang tidak
mengikuti program, besaran penurunan absensi sakit tersebut sekitar 3% sampai
16%, dan dalam banyak studi yang dilakukan bahwa penurunan tidak muncul
sampai menjelang akhir evaluasi periode tapi pada saat berjalannya program telah
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
11
Universitas Indonesia
terjadi penurunan. Penelitian ini menggunakan metode preexperimental desain
dan quasi-experimental atau korelasi desain. Dan para peneliti telah menunjukkan
beberapa asosiasi yang jelas, terutama di bidang stres, obesitas, kebugaran dan
program promosi kesehatan partisipasi, dan beberapa faktor risiko kesehatan.
Namun dalam kevaliditasan dan keandalan ukuran absensi mempunyai
keterbatasan, karna tidak semua kemangkiran disebabkan oleh karena pekerja
benar-benar karna kondisi kesehatannya, kondisi kesehatan anggota keluarga
kadang menyebabkan pekerja tidak masuk kerja, dan lebih lanjut banyak pekerja
sering pergi bekerja ketika sakit atau bahkan sebaliknya, tinggal di rumah ketika
tidak sakit, sehingga ukuran ketidakhadiran pekerja karna sakit akan menjadi
lemah.
Upaya promosi kesehatan ditargetkan untuk mengurangi risiko kesehatan
atau terjadinya perubahan prilaku, ada banyak bukti nyata bahwa gaya hidup yang
sehat berhubungan dengan penurunan mortalitas, morbiditas, biaya pengobatan
dan kecacatan. Namun tidak boleh berasumsi bahwa kehadiran program promosi
kesehatan secara otomatis akan menghasilkan hasil yang baik karena
diperlukannya waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya. Seperti
disebutkan diatas, banyak tujuan promosi kesehatan lainnya, seperti manajemen
diri, dan meningkatkan efektivitas diri, sehingga tahun pertama dapat
menghasilkan hasil yang positif (O’Donnell, 2002).
Promosi kesehatan di Tempat Kerja mampu memberikan manfaat kepada
pekerja, perusahaan dan masyarakat, antara lain :
1. Pengurangan Absentisme
Dari hasil laporan menunjukkan bahwa dengan adanya promosi
kesehatan di tempat kerja berdampak pada kesehatan pekerja, pekerja yang
sehat hanya sedikit sekali kehilangan hari kerja karena mengalami sakit.
Dengan demikian akan berdampak pada perhitungan biaya pengobatan yang
dapat diselamatkan dalam jumlah yang tidak sedikit serta upah lembur
pekerja, dan program promosi kesehatan kerja juga dapat membantu
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
12
Universitas Indonesia
meringankan dan mengelola tingkat stres pekerja sampai pada tingkatan yang
lebih baik dan tentunya ini akan berkontribusi mengurangi kehilangan hari
kerja.
Dalam Occupational Environ Medicine Journal. 2001, menjelaskan
bahwa efek program promosi kesehatan dapat mempengaruhi absensi sakit
pekerja. Dijelaskan bahwa penurunan sekitar 0-20% dari semua absensi,
meskipun 20% tampaknya kecil, namun keuntungan ekonomi yang terkait
dengan ketidakhadiran bekerja akan menjadi besar, dan lebih dari cukup
untuk membayar biaya yang berkaitan dengan promosi kesehatan berulang-
ulang, dan pihak pengusaha juga memperoleh manfaat dengan menurunnya
perputaran keluar masuknya pekerja, biaya perawatan medis serta
meningkatkan produktivitas pekerja. Jika 15% sampai 23% dari absensi
terkait dengan risiko kesehatan, maka ketidakhadiran lainnya yang sebesar
77% hingga 85% terkait masalah lainnya seperti : hak mentalitas, masalah
keluarga, moral, kebijakan perusahaan, gaji, tunjangan, iklim perusahaan dan
lingkungan kerja.
Dan sekitar tahun 1999 beberapa perusahaan dalam mengendalikan
ketidakhadiran pekerja masih menggunakan cara-cara tradisional seperti,
tindakan indisiplioner, pembatalan bonus, penundaan kenaikan karir dan
jabatan dan lain sebagainya. Dengan demikian, investasi dalam strategi
promosi kesehatan dapat memberikan berbagai manfaat selain mengurangi
ketidakhadiran itu sendiri.
2. Pengurangan Klaim Biaya Pengobatan
Rata-rata biaya pengobatan per orang pertahun di Amerika Serikat
mencapai 3000 US dolar. Pencegahan penyakit menyumbang sekitar 70%
dari seluruh total biaya sakit. Sebagian besar dari biaya itu berhubungan
dengan kebiasaan hidup sehat. Langkah yang diambil guna pengurangan
konsumsi biaya pengobatan kesehatan adalah dengan dilakukan implementasi
progrma promosi kesehatan (Modjo.R, 2006).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
13
Universitas Indonesia
Pada pekerja yang mengikuti program promosi kesehatan di tempat
kerja, rata-rata angka ketidakhadiran karna absensi sakit adalah tiga kali lebih
sedikit jika dibandingkan bagi mereka yang tidak mengikuti program, dan
nilai financial yang diperoleh adalah, terjadi penghematan sebesar US $ 15,60
untuk setiap dolar yang dihabiskan untuk pelaksanaan program promosi
kesehatan di tempat kerja.(Steven G. Aldana, Phd, 2004)
3. Pengurangan Turnover Pekerja
Perusahaan yang menyelanggarakan program promosi kesehatan akan
membuat pekerja menjadi lebih senang dan bahagia dan mengurangi sebagai
calon pegawai yang ingin keluar dari pekerjaannya, dikarenakan pihak
perusahaan atau manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan
mereka, sehingga biaya untuk melatih pada pekerja yang baru dapat ditekan.
Sebuah studi di Tenneco menemukan bahwa pekerja yang
berpartisipasi dalam program promosi kesehatan memiliki peluang yang lebih
besar untuk terus dapat bekerja daripada yang tidak berpartisipasi.(Modjo, R
2006)
Dengan adanya kegiatan progra promosi kesehatan di tempat kerja
tidak hanya mengurangi angka ketidakhadiran pekerja, namun pengusaha
juga memperoleh manfaat dari perputaran keluar masuknya pekerja yang
menurun. (American College of Occupational And Environmental Medicine,
2001).
4. Peningkatan produktivitas dan kapasitas kerja
Program promosi kesehatan pekerja akan berpengaruh pada tingkat
kesehatan pekerja, dan tingkat kesehatan kerja akan mempengaruhi
produktivitas dan kapasitas pekerja. Jika tingkat kesehatan pekerja menurun
maka produktivitas kerja dan kapasitas kerja juga akan menurun dan jika
tingkat kesehatan pekerja baik maka produktivitas kerja dan kapasitas kerja
akan lebih baik.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
14
Universitas Indonesia
Union pacific Railroad menemukan bahwa 80% dari pekerjanya
percaya bahwa program exercise di perusahaan membantu mereka untuk
meningkatkan produktivitas mereka dan 75% pekerja merasakan bahwa
exercise yang teratur membantu mereka untuk lebih berkonsenterasi dalam
bekerja. (Modjo, R. 2006)
Dalam suatu studi quasi-eksperimental selama 12 bulan bahwa
dampak dari program promosi kesehatan kerja terhadap risiko kesehatan pada
pekerja dan produktivitas kerja adalah terjadinya pengurangan pada faktor-
faktor risiko kesehatan, dan terjadinya penurunan absensi pekerja sebesar
0,36 hari setiap bulannya, dan terjadinya peningkatan kinerja pada pekerja.
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program promosi kesehatan
yangmultikomponen dapat menghasilkan perubahan yang cukup besar pada
risiko kesehatan dan produktivitas kerja. (American Journal of Health
Promotion, 2007)
Dapat disimpulkan bahwa, selama 20 tahun terakhir program promosi
kesehatan dapat mengurangi biaya perawatan kesehatan pekerja, mengurangi
absensi sakit, pekerja yang keluar masuk perusahaan, dan meningkatkan
produktivitas kerja serta mengurangi biaya untuk melatih pekerja baru, serta
meningkatkan citra perusahaan. (American College of Occupational And
Environmental Medicine, 2001)
Menurut O’Donnel (1994) guna mengubah perilaku sehat pekerja maka
diperlukan beberapa pendekatan antara lain sebagai berikut :
a. Tingkat 1 : Pemberian Informasi
Pada tingkat ini dilakukan berbagai strategi untuk memberikan
informasi kesehatan bagi pekerja, misalnya membuat media cetak atau
menyelenggarakan pameran kesehatan di tempat kerja, tujuan yang
diharapkan adalah pekerja akan berminat atas topik-topik kesehatan tertentu.
Efek perubahan perilaku pada tingkat ini dianggap yang paling kecil atau
lemah.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
15
Universitas Indonesia
b. Tingkat 2 : Penjajakan Risiko Kesehatan
Strategi yang dilakukan pada tingkat ini untuk mengidentifikasi
permasalahan kesehatan pada pekerja baik di massa lalu, masa kini dan masa
yang akan datang. Kegiatan yang dilakukan biasanya pemeriksaan kesehatan
secara rutin., seseorang akan cenderung mengubah perilaku jika dia
mengetahui bahwa pada dirinya sudah terdapat risiko atau masalah kesehatan
tertentu.
c. Tingkat 3 : Pemberian tindakan
Setelah dilakukan penjajakan risiko kesehatan, pekerja diberitahu
bagaimana menyelesaikan permasalahan kesehatan. Misalnya, pekerja yang
teridentifikasi mempunyai risiko hipertensi akan diberitahu bagaimana
mengurangi atau menghilangkan risiko tersebut, strategi lain yang dapat
digunakan adalah menyediakan pelayanan konseling bagi pekerja agar
mampu berperilaku sehat sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami.
d. Tingkat 4 : Membuat Sistem dan Lingkungan yang Mendukung
Dengan membuat sistem dan lingkungan yang mendukung diharapkan
pekerja tidak mempunyai pilihan lain kecuali menampilkan perilaku sehat,
nasehat yang pernah ada adalah jangan mengubah orang tapi ubahlah sistem
(don’t change the people but change the system)
2.4 Kerangka Konsep Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja.
Promosi kesehatan di tempat kerja diselenggarakan berdasarkan suatu
kerangka konsep (framework), yang dibangun melalui beberapa kunci seperti :
pendekatan (approach), strategi (strategis), area prioritas (priority areas), faktor
yang mempengaruhi (influence factors), dan lain-lain. Bagan kerangka konsep
dikutip dan dimodifikasi dari tulisan Kepala Pusat Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan RI tahun 2005
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
16
Universitas Indonesia
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Pendekatan program promosi kesehatan di tempat kerja diselenggarakan
dengan menggabungkan aktivitas organisasi, pendidikan dan lingkungan,
sehingga kondusif bagi pelaksanaan program. Pendekatan organisasi yang
dimaksud adalah intervensi terhadap organisasi agar tercipta budaya organisasi
yang mendukung program promosi kesehatan di tempat kerja, misalnya kebijakan
dan komitmen, penyediaan sumber daya manusia, anggaran, waktu untuk
olahraga, sarana prasarana olahraga, surat edaran atau surat keputusan.
2.5 Elemen Program Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Cakupan, isi dan fokus elemen program promosi kesehatan di tempat kerja
yang diimplementasikan di lapangan tergantung pada kebutuhan organisasi,
kebutuhan pekerja, serta kondisi dan potensi yang ada yaitu antara lain
dipertimbangkan besar dan lokasi organisasi, tempat dan waktu yang sesuai
dengan berkumpulnya pekerja (berkaitan dengan letak geografis dan sistem kerja
bergilir), tersedianya sumber daya dalam bentuk dana, sarana prasarana, tehnologi
dan keterampilan, karakteristik pekerja yakni pendidikan dan status sosial,
keterampilan dan kemampuan koordinator program.
PKDTK
ORGANISASI
PEDIDIKAN KESEHATAN
LINGKUNGAN
KOMUNIKASI
PERSIAPAN
ANALISIS
PERENCANAAN
IMPLEMENTASI
EVALUASI
KONTINUITAS
REKOGNISI
Bekerja sesuai SOP
Manajemen stress
Penyalahgunaan obat dan alkohol
Aktivitas fisik
Pengendalian berat badan dan nutrisi
Penghentian merokok
Mitra
Koordinasi
Dukungan
Intervensi Memelihara & meningkatkan kesehatan Mencegah resiko terjadinya penyakit PEKERJA Melindungi diri dari ancaman penyakit Peran aktif dalamgerakan kesehatan
Peningkatan kesehatan, kapasitas kerja & produktivitas
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
17
Universitas Indonesia
Dengan kata lain tidak semua elemen program dapat dilaksanakan
sekaligus, namun manajemen dan pekerja harus menyusun prioritas dan
menetapkan elemen program pilihan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan.
Banyak penyebab ketidakhadiran pekerja disebabkan oleh karena status
kesehatan yang buruk, dan dikarenakan pekerja yang tidak pernah atau jarang
berolahraga, tidur yang tidak memadai serta penyalahgunaan alkohol. Dan
ketidakhadiran atau absensi pekerja juga erat kaitannya dengan kondisi stress
pekerja, yang semua ini dikarenakan akibat gaya hidup yang tidak sehat.
(Occupational Environ Medicine Journal. 2001; 43:36-46)
Beberapa penyebab absensi sakit yang memang dikarenakan dengan
masalah kesehatan pribadi, juga dikarenakan adanya issu baik dari faktor keluarga
dan kepentingan pribadinya, misalkan pekerja cenderung mengurusi anak-anak
atau orang tua mereka yang mungkin sakit dari penyakit yang disebabkan oleh
prilaku atau gaya hidup. Dapat disimpulkan disini bahwa jika ketidakhadiran
pekerja berkaitan dengan kesehatan pekerja yang buruk, dan jika status kesehatan
yang rendah disebabkan oleh karena sebuah risiko kesehatan, maka dapat
disimpulkan bahwa program promosi kesehatan pada pekerja dapat mengurangi
angka absensi pekerja. (Occupational Environ Medicine Journal. 2001)
Masih menurut Occupational Environ Medicine Journal. 2001, beberapa
program promosi kesehatan dirancang guna meningkatkan kesehatan dan
mengurangi risiko kesehatan, dan secara aktif mencegah timbulnya penyakit, ini
mencakup intervensi dan program yang dirancang untuk, yaitu :
a. Mengurangi stress
b. Meningkatkan aktivitas fisik dan kebugaran
c. Perbaikan gizi atau gizi seimbang
d. Mengurangi tembakau atau rokok
e. Mengurangi alkohol dan penggunaan narkoba
f. Mengurangi kelebihan berat badan
g. Mengurangi tekanan darah tinggi dan kolesterol
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
18
Universitas Indonesia
h. Penilaian risiko kesehatan
i. Dan berbagai kegiatan pendidikan.
Dibawah ini adalah lingkup elemen program promosi kesehatan di tempat kerja:
2.5.1 Olah Raga
Olahraga merupakan bagian dari kegiatan aktivitas fisik, banyak cara untuk
melakukan aktivitas fisik agar kita dapat mendapat manfaatnya. Adapun beberapa
cara untuk melakukan aktivitas fisik adalah sebagai berikut (Depkes, 2002).
Pertama aktivitas fisik dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit / hari
dengan baik dan benar, misalnya :turun dari kendaraan lebih awal menuju tempat
kerja yang kira-kira menghabiskan waktu 20 menit untuk berjalan kaki dan saat
pulang berhenti di halte yang menghabiskan waktu kira-kira 10 menit untuk
berjalan kaki menuju rumah., membersihkan rumah selama 10 menit 2 kali dalam
sehari ditambah 10 menit bersepeda. Kedua dilakukan secara bertahap hingga
mencapai 30 menit. Jika belum terbiasa dapat dimulai dengan beberapa menit
setiap hari dan ditingkatkan secara bertahap. Ketiga aktivitas fisik dianjurkan
minimal selama 30 menit, tapi lebih lama akan lebih baik lagi. Keempat aktivitas
fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang aman
dan nyaman, bebas polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya dirumah, sekolah,
tempat kerja, dan tempat-tempat umum (sarana olahraga, lapangan, taman, dan
tempat rekreasi). Kelima aktitivitas fisik dapat dimulai sejak usia muda hingga
usia lanjut dan dapat dilakukan setiap hari
Dalam Occupational Environ Medicine Journal. 2001, bahwa adanya
keterkaitan antara partisipasi program fitness dengan absensi pekerja dan
hubungan antara kebugaran/kegiatan fisik dengan absensi pekerja. Disini juga
dijelaskan bahwa program kebugaran dapat mengurangi angka absensi pekerja
maka tergantung pada kemampuan program untuk meningkatkan dan
mempertahankan tingkat kebugaran pada pekerja. Dan hubungan antara partisipasi
program dengan kejadian absensi sakit pekerja, ini juga dimungkinkan oleh
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
19
Universitas Indonesia
karena semangat kerja dan peningkatan komitmen pimpinan perusahaan terhadap
program kebugaran tersebut.
a. Definisi Olah Raga
Menurut UNESCO dalam Declaration of Sport dalam Harsuki,(2003)
menerangkan bahwa olahraga adalah merupakan setiap aktivitas fisik baik
berupa permainan yang berisikan pertandingan melawan orang lain, diri
sendiri ataupun dengan unsur-unsur alam. Sedangkan menurut Lutan et al
(1991), berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka olahraga
dikelompokkan menjadi :
• Olahraga prestasi, yang pekanannya pada pencapaian prestasi
• Olahraga rekreasi, yang pekanannya pada rekreasi
• Olahraga pendidikan, yang pekanannya pada pencapaian tujuan
pendidikan
• Olahraga kesehatan, yang pekanannya pada pencapaian tingkat
kesehatan.
Sedangkan untuk para pekerja di perusahaan, olahraga yang tepat
diterapkan adalah olahraga yang penekanannya untuk kesehatan guna
memperoleh kebugaran jasmani yang tentunya akan mendukung kegiatan
sehari-hari dalam bekerja
b. Bagaimana Olah Raga Dilakukan
Menurut Sumasardjono (1989) supaya olahraga dapat bermanfaat agar
dapat memperbaiki kesegaran jasmani, maka olahraga tersebut haruslah
cukup takarannya. Latihan-latihan yang tidak cukup takarannya maka tentu
tidak akan dapat memperbaiki dan mempertahankan kesegaran jasmani
individu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan supaya olahraga sesuai dengan
takarannya adalah sebagai berikut : Pertama intensitas latihan ; adalah
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
20
Universitas Indonesia
merupakan kerasnya dalam melakukan latihan, khususnya latihan yang
sifatnya aerobik. Mengukur intensitas latihan dapat dilakukan dengan cara
menghitung denyut nadi per menit guna mengetahui apakah intensitas
latihan yang dilakukan telah mencukupi, belum cukup atau melampaui batas
kemampuan tubuh. Denyut nadi maksimal (DNM) yang diperbolehkan
dicapai pada saat melakukan kegiatan olahraga adalah 220 dikurangi umur
(dalam tahun).
Pada olahraga kesehatan, intensitas latihan harus dapat mencapai
denyut nadi antara 60-70% dari denyut nadi maksimal. Kedua lamanya
latihan adalah lama latihan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Jika
insensitas latihan lebih tinggi maka waktu latihan dapat lebih pendek.
Sebaliknya bila insensitas latihan lebih kecil maka waktu latihan harus lebih
lama. takaran lamanya latihan untuk berolahraga kesehatan minimal 30
menit. Ketiga frekuensi latihan adalah frekuensi latihan berhubungan erat
dengan insensitas latihan dan lama latihan. Frekeunsi latihan 3-4 kali per
minggu, baik untuk olahraga kesehatan maupun olahraga prestasi. Hal ini
disebabkan karena ketahanan seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak
melakukan latihan. Sehingga kita harus usahakan sebelum ketahanan
menurun harus sudah berlatih lagi. Frekuensi lima hari latihan hasilny lebih
baik daripada empat hari.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa dua hari latihan perminggu
tidak efektif untuk menaikkan prestasi, dan bagi olahraga kesehatan tidak
efektif untuk melatih jantung dan peredaran darah. Ketiga macam takaran
tersebut di atas harus dipenuhi agar latihan-latihan yang kita lakukan dapat
memperbaiki kesegaran jasmani kita. Bila salah satu takaran tidak dipenuhi,
maka latihan-latihan yang dilakukan tidak akan dapat memperbaiki
kesegaran jasmani.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
21
Universitas Indonesia
c. Manfaat Olah Raga
Olahraga akan bermanfaat apabila dilakukan dengan baik, benar,
terukur, dan teratur secara berkesinambungan minimal 12 minggu. Manfaat
yang bisa didapatkan adalah sebagai berikut (Depkes, 2005) :
1) Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh, sehingga dapat
mengurangi terjadinya resiko cidera
2) Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan
mempertahankan berat badan ideal
3) Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang, pada anak-anak untuk
mengoptimalkan pertumbuhan. Pada orang dewasa untuk memperkuat
massa tulang, menurunkan nyeri sendi kronis pada pinggang, punggung,
dan lutut serta mencegah osteoporosis.
4) Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru, serta pembuluh darah yang
ditandai dengan :
• Denyut nadi istirahat menurun
• Isi sekuncup jantung bertambah
• Kemampuan fungsi paru meningkat
• Penumpukan asam laktat berkurang
• Meningkatkan pembuluh darah kolateral
• Meningkatkan kolesterol HDL
• Mengurangi arterosklerosis.
5) Mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit seperti pada : tekanan
darah tinggi dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan kolesterol HDL dan
mengurangi kadar lemak dalam darah, diabetes mellitus dapat
meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan sistem hormonal
melalui peningkatan sensitivitas hormonal terhadap jaringan tubuh,
meningkatkan aktivitas kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui
peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
22
Universitas Indonesia
Tabel 2.4 Efek kesehatan yang dapat merugikan berkaitan dengan kurangnya kebiasaan berolahraga
Risk Factor Mortality Morbidity
• Peningkatanserum
kolesterol
• Peningkatan
tekanan darah
• Penyakit jantung
• Strok
• Penyakit jantung
• Stroke
• Nephrosclerosis
• Gagal ginjal
• Angina pectoris
• Stroke
• Gagal ginjal
Sumber : Health Promotion in the Workplace ; Michael P.O’Donnell, ph.D.,M.B.A, M.P.H
2.5.2 Kebiasaan merokok
a. Epidemiologi Kebiasaan Merokok
Menurut laporan WHO di tahun 1996 yang dikutip oleh Aditama (1997)
menyatakan bahwa di negara berkembang sekitar 50-60% prianya merokok,
sementara perokok wanita hanyalah di bawah 10 %. Sementara itu, di negara-
negara maju sekitar 30% dan 30% juga wanitanya punya kebiasaan merokok.
Kebiasaan merokok diperkirakan mulai banyak di Indonesia pada awal abad 19
yang lalu. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh WHO seperti yang dikutip
oleh (Aditama, 1997) 3 (tiga) dari 4 (empat) pria di negara kita adalah perokok
dan sekitar 5% wanita kita juga punya kebiasaan sama.
Dalam SKKRT tahun 1986 yang dikerjakan di 7 (tujuh) propinsi ditemukan
bahwa jumlah perokok pria adalah 52,9% dan wanita sebanyak 3,6%. Perlu
diperhatikan pula, survei ini menemukan 13,2% remaja pria berumur 15-19 tahun
telah jadi perokok. Merokok telah menjadi kebiasaan, gaya hidup tanpa
memandang status sosial ekonomi, dari golongan bawah (miskin), menengah,
sampai ke golongan petani, tukang becak, supir, pedagang, manajer, direktur,
serta guru dan dosen. Penelitian-penelitian tentang rokok ini sudah tidak terhitung
jumlahnya, tetapi para perokok juga semakin bertambah (Modjo, 2003).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
23
Universitas Indonesia
Kebiasaan merokok (Smoking habits) menurut Arnio (2003) dibagi menjadi
empat kelas yaitu :
1) Bukan perokok ( Non smokers)
Adalah yang tidak pernah merokok, atau pernah mencoba merokok 1
batang.
2) Perokok kadang-kadang (Occasional Smokers)
Adalah yang pernah merokok antara 2-50 batang, tapi tidak pernah teratur
merokok.
3) Perokok teratur (Reguler Smokers)
Adalah yang pernah merokok antara 2-50 batang atau lebih selama hidupnya
4) Kelas lepas dari rokok (Quitters) adalah orang yang dilaporkan telah
berhenti merokok.
Adapun alasan mendasar yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu
kebutuhan untuk mengatasi masalah emosional. Dalam kehidupan sehari-hari ada
warna senang, susah, frustasi, marah, tegang, tidak sabar, mudah tersinggung,
gelisah dan sebagainya. Suasana emosi negatif ini dapat dipicu oleh masalah
dalam keluarga, pekerjaan, keuangan dan lingkungan sosial. Yang juga
merupakan salah satu bentuk ketegangan adalah pencarian identitas diri yang
dialami oleh remaja ketika berangkat dewasa, yaitu pengaruh teman sebaya, atau
melihat contoh orang dewasa merokok serta akibat pengaruh iklan (Modjo, 2003).
Menurut Markus Lamprecht dan Hanspeter Stamm (2002) yang bukan
perokok akan lebih aktif jika dibandingkan dengan perokok. Dengan
meningkatnya kebiasaan merokok maka akan menurunkan intensitas aktivitas.
b. Rokok dan Kesehatan
Menurut Aditama (1997) di seluruh dunia, kebiasaan merokok menyebabkan
kematian pada 2,5 juta orang setahunnya, artinya 1 kematian setiap 13 detik.
Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis
penyakit, seperti kanker paru, bronkitis, empisema,dan berbagai penyakit paru
lainnya. Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Setiap satu batang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
24
Universitas Indonesia
rokok yang dibakar, akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin,
gas, karbon, monooksida, nitrogen oksida, hidrogen cyanide, amminia, acrolein,
asetilen, berzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, 4 ethylcatechol,
ortocresol, perylene dan lain-lain.
Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar
yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel, sedangkan komponen
padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. Tar adalah kumpulan dari
ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen padat asap rokok
setelah dikurangi nikotin dan air. Tar mengandung bahan-bahan karsinogen (dapat
menyebabkan kanker), sedangkan nikotin (bahan adiktif) membuat orang menjadi
ketagihan dan menimbulkan ketergantungan (Aditama, 1997). Menurut Aditama
(1997) terdapat berbagai penyakit akibat rokok, yaitu :
1) Kanker Paru
Penyakit ini sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok sebagai
penyebab utamanya. Faktor lain yang mungkin dapat menambah risiko timbulnya
kanker paru adalah pencemaran udara dalam industri atau pertambangan industri
tertentu. Jadi faktor penyebab utama kanker paru adalah kebiasaan merokok.
Kanker paru merupakan penyebab kematian terpenting pada laki-laki, sedangkan
pada perempuan menduduki urutan keenam.
2) Kanker Lain
Kebiasaan merokok juga dihubungkan dengan berbagai kanker lain, mulai
dari kanker mulut sampai kanker leher rahim. Risiko bagi laki-laki perokok yang
terkena kanker mulut adalah lima kali lebih banyak daripada yang bukan perokok.
Risiko untuk kanker tenggorokan sembilan kali lebih tinggi dan risiko untuk
kanker kandung kemih 2-3 kali lebih tinggi daripada yang bukan perokok.
3) Penyakit Jantung
Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko penting, sampai
terjadinya penyakit jantung koroner disamping faktor risiko seperti tekanan darah
tinggi, tingginya kadar lipid atau lemak dalam darah, dan kegemukan. Nikotin
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
25
Universitas Indonesia
yang terkandung dalam asap rokok dapat mengganggu jantung, membuat irama
jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan kerusakan
lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan kerusakan lapisan dalam
pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah. Perokok akan
mengalami serangan jantung tiga kali lebih sering dibandingkan dengan bukan
perokok, dan banyak yang mendapatkan serangan jantung sebelum usia 50 tahun.
4) Kehamilan
Wanita hamil yang merokok lebih banyak melahirkan bayi yang
meninggal bila dibandingkan dengan wanita hamil yang bukan perokok.
Seandainya bila bayi itu lahir normal, maka bayi wanita perokok lebih sering
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
5) Penyakit Paru-Paru Lain
Paru-paru seorang perokok merupakan suatu alat tubuh yang langsung
berhubungan dengan asap rokok. Kebiasaan ini sering menimbulkan keluhan
batuk serta dahak yang banyak. Saluran asap rokok di paru dapat berupa
peradangan kronik dari saluran nafas. Jumlah sel radang akan meningkat dua
sampai empat kali. Oksidan yang dikeluarkan asap rokok dapat pula secara
langsung menimbulkan kerusakan pada jaringan paru.
Dua penyakit lain seperti kanker banyak dihubungkan dengan kebiasaan
merokok adalah bronkitis kronis dan empisema paru. Kedua penyakit ini tidak
jarang terjadi bersama-sama dan disebut PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik). Asap rokok telah secara nyata berhubungan dengan makin sering dan
makin beratnya serangan asma. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting
yang dapat mencetuskan serangan asma, memperberat serangan dan memperburuk
kemampuan pernafasan.
6) Penyakit Lain
Kebiasaan merokok juga berhubungan dengan penyakit-penyakit lain,
misalnya penyakit maag dan tukak lambung (ulkus peptikum) lebih sering
dijumpai pada perokok dan penyembuhannya menjadi lebih sulit selama mereka
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
26
Universitas Indonesia
tetap merokok. Keadaan alergi dan penurunan daya tahan tubuh lebih mudah
terjadi pada perokok. Pada penderita kencing manis (diabetes mellitus) pada
seorang perokok ternyata punya kemampuan lebih sering mendapat serangan
jantung, penyakit pembuluh darah perifer dan bahkan ada laporan yang
menghubungkan kebiasaan merokok pada penderita diabetes mellitus dengan
terjadinya kebusukan jaringan (gangren).
Para ahli juga menghubungkan kebiasaan merokok dengan katarak dan
kerapuhan pada tulang (osteoporosis). Tar pada rokok juga dikaitkan dengan
kerusakan kromosom pada manusia. Penelitian pada binatang percobaan
menemukan bahwa asap rokok menyebabkan perubahan genetik, gangguan
kromosom, menghambat perbaikan DNA (Deoxyribonucleic acid) yang rusak
serta menggangu sistim enzimatik.
Tabel 2.5 Efek kesehatan dari kebiasaan merokok Kematian Kesakitan Kecacatan Produkt
ivitas
• Arteriosclerosis
• Coronary artery
disease
• Aortic aneurysm
• Sudden cardiac death
• Kanker:Pernafasan,
GI, GU
• Stroke
• COPD
Pneomonia and
influenza
• SIDS
• Neonatal mortality
• Burns
• Injuries, Ulcer
• Artherosclerosis
• Angina pectoris
• Stroke sequlle
• Peripheral vascular
disease
• Burns
• Pneomonia
• Bronchitis
• Ashtma
• Emphysema
• Otitis media
• Tracheitis
• Low birth weight
• Prematury
• RDS
• Respiratory
compromise
• Paralysis
• Kelemahan
akitivitas
• Attention
deficit
disorder
• Cognitive
delays
• Amputations
• Claudication
• Halitosis
Congestive
hearth failure
• Kecela
kaan
• Kebaka
ran
• Hilang
jam
kerja
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
27
Universitas Indonesia
disease • Ulcer disease
• Periodontal disease
• Gastroesophageal
reflux disease
• Low back and neck
pain
• Epilepsy, Cerebral
palsy
Sumber : Health Promotion in the Workplace ; Michael P.O’Donnell, ph.D.,M.B.A, M.P.H
c. Cara Berhenti Merokok
Dengan makin meluasnya informasi tentang pengaruh buruk merokok bagi
kesehatan, maka tidak sedikit orang berusaha berhenti merokok. Laporan WHO
menyebutkan, dalam 2 (dua) dekade terakhir ini di Kanada lebih dari 5 (lima) juta
orang telah berhenti merokok. Di Inggris sekitar 10 juta orang dalam jangka
waktu 10-15 tahun terakhir ini (2000 orang berhenti merokok sehari) dan di
Amerika Serikat bahkan mencapai 40 juta orang berhenti merokok. Laporan dari
berbagai negara lain juga menunjukkan tingginya keinginan berhenti merokok.
Hanya saja, di pihak lain disadari sering kali tidak mudah bagi seseorang perokok
apalagi perokok berat untuk dapat menghentikan kebiasaannya ini (Aditama,
1997).
Mengapa orang tidak mudah berhenti merokok ? menurut Aditama (1997)
ada dua faktor yang berperan yaitu, pertama akibat ketergantungan atau adiksi
pada nikotin yang ada di dalam asap rokok, dan kedua karena faktor psikologis
yang merasakan adanya kehilangan sesuatu kegiatan tertentu kalau berhenti
merokok. Kebiasaan merokok yang telah dijalani bertahun-tahun ternyata
membentuk suatu pola tingkah laku sendiri yang telah mengakar, sehingga kalau
mencoba berhenti akan terasa ada sesuatu yang hilang pada dirinya.
Menurut (Aditama, 1997) ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai
untuk membantu usaha agar dapat berhenti merokok, tetapi diatas segala-galanya
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
28
Universitas Indonesia
faktor terpenting adalah kemauan yang kuat dari si perokok sendiri untuk berhenti
merokok. Kalau tidak ada kemauan yang kuat, metode apapun yang dipakai pasti
akan gagal dan kalaupun si perokok berhasil berhenti merokok untuk jangka
waktu tertentu, tidak lama lagi akan kembali merokok. Di pihak lain, kalau
memang sudah ada motivasi dan kemauan yang kuat untuk berhenti merokok ,
maka metode yang akan berhenti merokok harus menyadari bahwa tidak ada
satupun obat atau cara yang manjur seratus persen untuk menghentikan merokok
kalau ia sendiri belum termotivasi kuat untuk benar-benar berhenti merokok.
Menurut Aditama (1997) WHO pernah mengeluarkan beberapa petunjuk
yang mungkin dapat digunakan untuk sedikit mengurangi bahaya rokok pada
orang yang tetap merokok. Pertama, kurangilah jumlah isapan pada setiap batang
rokok. Makin jarang rokok itu dihisap tentu makin baik. Kedua, kurangilah
dalamnya dan lamanya isapan. Makin dangkal isapan dan makin singkat waktu
lamanya mengisap maka tentu makin sedikit bahan berbahaya yang masuk ke
dalam paru.
Ketiga, matikan dan buang puntung rokok setelah diisap setengah atau
paling banyak dua pertiganya. Kadar bahan berbahaya akan makin tinggi pada
puntung rokok setelah diisap setengah atau paling banyak dua pertiganya. Kadar
bahan berbahaya akan makin tinggi pada puntung yang makin pendek. Hal ini
juga menunjukan bahayanya merokok puntung. Keempat, jangan letakan rokok di
mulut atau bibir di antara dua isapan. Artinya, kalau sedang tidak diisap maka
rokok itu sebaiknya dipegang di tangan saja.
Keempat petunjuk ini tentu tidak bermaksud menghilangkan bahaya rokok
dan membuat rokok itu menjadi aman. Petunjuk yang disampaikan hanya akan
membantu untuk sedikit banyak mengurangi bahaya yang timbul akibat bahaya
rokok.
Menurut (Aditama, 1997) ada beberapa saran praktis yang dapat membantu
seseorang untuk berhenti merokok. Pertama, buanglah semua bekas rokok, korek
api dan sembunyikan asbak agar tidak mengganggu konsenterasi sewaktu berhenti
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
29
Universitas Indonesia
merokok. Kedua, buatlah daftar kerugian akibat merokok yang anda telah alami
serta catatlah berbagai keuntungan yang didapat setelah berhenti merokok
(hilangnya bau di rambut, hilangnya warna kecoklatan pada gigi, gigi yang lebih
bersih, dan lain-lain). Ketiga, adalah anjuran untuk berkumpul bersama teman-
teman yang tidak merokok atau yang ingin berhenti merokok.
Menurut Fujimoto dalam (Depkes, 2007) dorongan untuk merokok hanya
beberapa menit, tetapi sungguh sulit dihindari. Untuk menanggulangi dorongan
ini, American Cancer Society mengeluarkan petunjuk, antara lain: kegiatan
melompat (lompat tali, lompat jauh dan sebagainya), berenang, membaui minyak
wangi, makanan dan minuman, berolahraga, mendengar musik, kicauan burung,
menyanyi, menggambar, dan lain-lain.
d. Fase dan Metode Program Penghentian Merokok
Fase- fase penghentian merokok, adalah sebagai berikut :
1) Fase persiapan
Motivasi, pemantauan diri sendiri, tentukan hari memulai berhenti merokok,
pelatihan pengendalian diri
2) Fase Penghentian
• Menghilangkan reaksi ketagihan
• Menciptakan situasi menolak rokok
• Terapi dengan obat-obatan
3) Fase Pemeliharaan
• Pelatihan keterampilan mengatasi ketagihan
• Dukungan sosial dari teman sekerja dan keluarga
• Sesi tindak lanjut atau konseling
• Pengendalian berat badan dan pola makan/diet
• Program olahraga
• Terapi dengan obat-obatan
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
30
Universitas Indonesia
2.5.3 Kebutuhan gizi
Secara umum masalah gizi dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni
gizi kurang (undernutrition) dan gizi lebih (overnutrition). Gizi yang berlebih
baik yang overweight maupun obesitas telah menjadi masalah kesehatan baik di
negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, keadaan ini tentu akan
meningkatkan risiko berbagai penyakit.
Dari beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gizi lebih
dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner/PJK(Read and Blazos,
2002;Hu, 2003;Vasan;pencina,et al., 2005). Dan akibat lebih lanjut dari gizi lebih
adalah penurunan produktifitas kerja seseorang dan bahkan kematian.
a. Konsep Dasar Gizi Seimbang
Kata gizi berasal dari bahasa arab yakni ”Al Gizzai” yang artinya makanan
dan manfaatnya untuk kesehatan. Dan Al Gizzai juga dapat diartikan sari
makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Pemberian makanan sebaiknya harus
memperhatikan kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, umur,
jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil serta
menyusui.
Guna mempertahankan kualitas hidup maka setiap orang memerlukan lima
5 kelompok zat gizi antara lain : Karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
dengan takaran yang cukup, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Selain itu
juga manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali
dalam tubuh.
Menurut (Depkes RI. 2003), apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang
beranekaragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif, ini
dikarenakan beberapa makanan memiliki kelebihan dan kekurangan akan
kandungan zat gizi didalamnya. Sehingga untuk mencapai masukan zat gizi yang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
31
Universitas Indonesia
seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan,
melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan.
Pemahaman sebelumnya bahwa susu seringkali mendapatkan pujian
karena bernilai gizi tinggi, dan disisi lain makanan lain dinilai rendah karena
kurang bergizi. Sesuai konsep keterkaitan antar gizi maka setiap jenis makanan
memeliki peranan masing-masing dalam menyeimbangkan masukan zat gizi
sehari-hari. Keseimbangan gizi diperolah apabila hidangan makanan sehari-hari
terdiri dari sekaligus tiga kelompok bahan makanan, dan dari setiap kelompok
dipilih satu atau lebih jenis bahan makanan.
Adapun ketiga kelompok jenis bahan makanan tersebut adalah :
Pertama, sumber zat energi tenaga yaitu padi-padian dan umbi-umbian serta
tepung-tepungan, kedua, sumber zat pengatur yaitu sayuran dan buah-buahan,
ketiga, sumber zat pembangun yaitu kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil
olahan.
Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan,
dan makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur
zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas dan kuantitasnya. Adapun makanan
sumber zat tenaga antara lain adalah : beras, jagung,gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti dan mie. Minyak margarin dan santan yang mengandung
lemak dapat menghasilkan tenaga, makanan sember tenaga akan menunjang
aktivitas sehari-hari. Sedangkan makanan sumber zat pembangun yang berasal
dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe tahu, dan yang berasal
dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging susu serta hasil olahan keju.
Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang. Sedangkan makanan sebagai sumber zat
pengatur adalah dari sayur-sayuran dan buah-buahan, makanan ini mengandung
berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya
fungsi organ tubuh. (Depkes, RI. 2003)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
32
Universitas Indonesia
Keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari-hari yang dikonsumsi,
minimal harus berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis
makanan sumber zat pembangun dan satu jenis makanan sumber zat pengatur.
Idealnya adalah setiap kali makan, hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok
makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah). Dengan makanan yang
seimbang dan serat yang cukup maka dapat mencegah atau memperkecil
kemungkinan terjadinya penyakit degeneratif seperti, jantung koroner, darah
tinggi, diabetes mellitus dan lain sebagainya.
Dan dapat disimpulkan untuk mencapai masukan gizi yang lengkap dan
seimbang, maka kita perlu mengkonsumsi aneka ragam jenis bahan makanan, dan
bila mengkonsumsi hanya satu jenis makanan dalam jangka waktu yang relatif
lama, maka akan dapat mengakibatkan berbagai penyakit kekurangan gizi dan
gangguan kesehatan.
Beberapa makanan tidak sehat bagi kesehatan antara lain, kentang
goreng/french price, donat, cake, kfc, dan semua makanan yang digoreng antara
lain tempe, daging, ayam goreng, dan roti putih, nasi putih, makanan yang
mengandung gula antara lain soft drink, coca coca, sprite, fanta, alkohol, beer, mie
telor,kopi, the, creamer, lemak sapi,lemak kambing, lemak domba, jus buah, jus
sayur dan susu fullcream, dan sekitar dua puluh persen saja makanan tidak sehat
tersebut yang boleh dikonsumsi dari total makanan yang dikonsumsi.
Ukuran Bahan Makanan
Satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, yang
mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat. Dan untuk
satu porsi sayuran adalah sekitar 100 gram sayuran yang ukurannya lebih
kurang 1 mangkok (setelah dimasak dan ditiriskan), yang mengandung 50
kalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat.
Sedangkan untuk satu porsi buah adalah setara dengan 1 buah pisang
ambon ukuran sedang atau 50 gram, yang mengandung 40 kalori dan 10 gram
karbohidrat. Dan untuk lauk, antara lain tempe, 1 porsi tempe adalah 2 potong
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
33
Universitas Indonesia
sedang atau 50 gram, yang mengandung 80 kalori, 6 gram protein, 3 gram
lemak dan 8 gram karbohidrat, sedangkan untuk daging, 1 porsi daging
adalah satu potong sedang atau 50 gram, yang mengandung 95 kalori, 10
gram protein dan 6 gram lemak.
Dan untuk minyak, 1 porsi minyak adalah ½ sendok makan atau 5
gram yang mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak. Sedangkan untuk gula,
1 porsi gula adalah 1 sendok makan atau 10 gram, yang mengandung 37
kalori dan 9 gram karbohidrat.
a. Definisi Status Gizi
Secara umum status gizi adalah suatu keadaan kesehatan seseorang sebagai
gambaran konsumsi gizi serta penggunaannya oleh tubuh yang dihitung dari
perbandingan BB dalam Kg dengan TB dalam m dikuadratkan. Gizi lebih
merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jaringan adiposa (lemak) di
dalam tubuh (Guthrie & Picciano, 1995).
Guna menunjang kehidupan seseorang, maka di dalam tubuh manusia harus
ada lemak minimal sebanyak 3-5% pada laki-laku dan 5-9% pada perempuan,
yang disebut sebagai lemak esensial. Kandungan lemak normal pada pria adalah
5-25% dari berat badan sedangkan pada wanita adalah 12-32% dari berat badan.
Pada wanita dewasa, dikategorikan kegemukan atau obesitas bila lemak yang ada
di dalam tubuhnya > 32% dari berat badan. Sedangkan pada pria dewasa
dikategorikan kegemukan atau obesitas bila di dalam tubuhnya >25% dari berat
badan (Dashman, 1996)
Setiap hari manusia memakan makanan yang mengandung gizi seimbang.
Gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat gizi, yaitu karbohidrat,
lemak, protein dan vitamin serta mineral. Menurut (Sediaoetama, 2000), setelah
makanan dikonsumsi di dalam alat pencernaan, maka bahan makanan diurai
menjadi berbagai zat makanan atau zat gizi. Zat makanan inilah yang diserap
melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan jaringan tubuh. Di dalam
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
34
Universitas Indonesia
jaringan zat-zat makanan memenuhi fungsinya masing-masing. Fungsi zat-zat
makanan secara umum ialah :
1) Sebagai sumber energi.
Pada kondisi kekurangan gizi, fungsi sebagai penghasil energi yang
mula-mula dikorbankan. Badan akan berusaha menyesuaikan diri dengan
mengurangi pemakaian energi,
2) Menyokong pertumbuhan badan.
Fungsi menyokong dan pemeliharaan jaringan, pada dasarnya sejenis
yaitu pembentukan sel baru atau bagian-bagiannya. Pada pertumbuhan
dibentuk sel baru yang ditambahkan pada sel-sel yang telah ada, sedangkan
pada pemeliharaan jaringan dibentuk sel-sel baru untuk menggantikan sel-
sel lama yang telah rusak.
3) Memelihara jaringan, mengganti sel yang rusak.
Fungsi pemeliharaan berdampingan dengan fungsi pertumbuhan,
walaupun fungsi pertumbuhan selesai namun fungsi pemeliharaan jaringan
berjalan terus sampai saat meninggal.
4) Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan didalam
cairan tubuh.
Pengaturan metabolisme dilakukan melalui beberapa mekanisme.
Mekanisme yang langsung mempengaruhi dan mengatur sintesa berbagai
ikatan organik didalam tubuh dan pengaturannya melalui sistem enzim.
Pada gilirannya enzim-enzim ini diatur oleh sistem hormon dan sebagian
oleh sistem syaraf. Semua sistem pengaturan ini memerlukan zat gizi
sebagai bahan dasar.
5) Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas sistem seluler dan sistem
hormonal. Sistem selular dilaksanakan oleh sel-sel seperti leucocytas, sel-sel
Retikulo Endhotelial system (RES). Sedangkan sistem pertahanan tubuh
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
35
Universitas Indonesia
humoral dilakukan diantaranya melalui badan anti (antibodies). Badan-
badan ini pada umumnya berbentuk protein.
Dalam kondisi kekurangan gizi, biasanya fungsi pertahanan tubuh ini
paling akhir menderita kemunduran. Keadaan kesehatan gizi seseorang
tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukan adanya
semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan
perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan
hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun
kuantitasnya maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan yang sebaik-
baiknya.
Menurut (Sediaoetama ,2000), tingkat kesehatan gizi terbaik adalah
kesehatan gizi optimum. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja
dan efisiensi yang sebik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang
setinggi-tingginya.
Tingkat kesehatan gizi sebagai konsumsi berlebih, adalah kesehatan gizi
lebih. Kondisi ini mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah. Dalam
keadaan demikian timbul penyakit-penyakit tertentu yang sering dijumpai pada
orang kegemukan, penyakit-penyakit kardiovaskuler yang menyerang jantung dan
sistem pembuluh darah, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.
Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi defisien, ada dibawah orang
sehat. Terjadi gejala-gejala defisiensi gizi. Berat badan akan lebih rendah dari
berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi
sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut. Tempat penimbunan zat gizi
menjadi kosong. Reaksi-reaksi metabolik menjadi terhambat dan mengalami
perubahan abnormal sehingga terjadi pula perubahan dalam susunan biokimia
jaringan.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
36
Universitas Indonesia
Menurut Depkes RI dalam (Supariasa, 2001), kerugian berat badan kurang
sebagai manifestasi kurang gizi dan berat badan lebih sebagai manifestasi gizi
lebih akan mengalami kerugian kerugian, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6 Kerugian Akibat Berat Badan Kurang dan Berat Badan Lebih
Berat badan Kerugian
Kurang
(kurus)
Penampilan cenderung kurang baik
Mudah letih
Kurang mampu bekerja keras
Risiko sakit tinggi, antara lain : infeksi, depresi, anemia, diare
Lebih
(gemuk)
Penampilan kurnag menarik
Gerakan tidak gesit
Mempunyai risiko : jantung dan pembuluh darah, DM,
hipertensi, gangguan sendi dan tulang, gangguan ginjal,
gangguan kandung empedu, kanker. Sumber : Depkes RI 1994 dalam Supariasa et al, (2001, hal. 61-62) Tabel 2.7 Efek kesehatan yang dapat merugikan kesehatan berkaitan dengan kelebihan
berat badan
Faktor Risiko Mortality Morbidity Disability
• Berat Badan
Lebih
• Hearth
disease
• Diabetes
• Angina pectoris
• Arthritis
• Gallbladder disease
• Breast and
endometrial cancer
• Osteoarthritis
• Slipped capital
femoral epiphysis
• Arhtritis
• Activity
limitation
Sumber : Health Promotion in the Workplace ; Michael P.O’Donnell, ph.D.,M.B.A, M.P.H
b. Pengukuran Status Gizi
Menurut WHO dalam (Supariasa et al, 2001), batasan berat badan normal
orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI) yang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
37
Universitas Indonesia
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Indeks Masa Tubuh (IMT).
Penggunaan BMI atau IMT ini hanya berlaku untuk orang yang berumur diatas 18
tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus
seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah :
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,
yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang
normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan batas ambang untuk perempuan adalah
18,7-23,8. Lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas
ambang antara laki-laki dan perempuan.
Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki
untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas perempuan
untuk kategori gemuk tingkat berat. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan
rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan
dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kwadrat tinggi
badan (dalam ukuran meter) : IMT = BB/TB2 (Arisman, 2004).
c. Metode Pengumpulan Data Konsumsi Makanan
Menurut Jelliffe (1989) dan Gibson (2005), metode pengumpulan data
konsumsi makanan terdiri dari Recall 24 jam, Food Frequency Questionnaire
(FFQ), Pencatatan Makanan (Food Record). Penimbangan Bahan Makanan
(Weighing Food Record), dan Riwayat Makanan (Dietary History).
1) Recall 24 Jam (24-hours Recall)
Metode ini digunakan untuk menilai rata-rata asupan yang lazim. Subjek
diwawancarai tentang apa yang dimakan dalam kurun waktu 24 jam terakhir dan
dapat dilakukan sekali maupun ulangan. Kuantitas diestimasi dalam ukuran rumah
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
38
Universitas Indonesia
tangga (URT) yang menggunakan model makanan (food models) untuk membantu
mengingat kembali atau untuk membantu menghitung besar porsinya. Asupan zat
gizi dihitung menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Menurut Young (1981) dalam Gibson (1990) menyatakan bahwa recall
1x24 jam tepat untuk mengistimasi rata-rata asupan makanan dan gizi untuk
kelompok besar. Namun demikian metode ini tidak cocok bagi orang-orang yang
dengan keterbatasan daya ingat seperti pada anak-anak dan orang tua.
2) Pencatatan Makanan (Food Record)
Pencatatan makanan dilakukan dengan mencatat semua makanan yang
dikonsumsi (termasuk snack) pada periode tertentu (biasanya 1-7 hari). Kuantitas
diestimasi dalam ukuran rumah tangga (URT) dan intake zat gizi dihitung
menggunakan data komposisi makanan.
Dalam penggunaan metode ini maka responden harus mempunyai motivasi,
mampu menghitung dan tidak buta huruf (Johnson, 2002). Dan kemungkinan
responden untuk mengubah kebiasaan makannya karna untuk mempermudah dan
memberikan kesan yang baik pada peneliti.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang,
antara lain konsumsi makanan, aktifitas fisik, umur, jenis kelamin, ras/suku,
genetik, emosi, sosial-ekonomi, alkohol, merokok dan keadaan kesehatan.
1) Hubungan antara Energi Total dengan Status Gizi
Energi dapat diperoleh dari makanan yang mengandung lemak,
karbohidrat,dan protein. Kekurangan atau kelebihan asupan energi sebesar 10 kkal
per hari maka akan menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan
sebanyak 0.45 kg per tahun. Sedangkan penambahan atau penurunan berat badan
sebesar 5 kg per tahun disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi
sebesar 100 kkal per hari (Guthrie, Picciano 1995).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
39
Universitas Indonesia
Jumlah asupan energi dari makanan harus dibandingkan dengan angka
kecukupan energi (AKE). Di Indonesia, AKE dibedakan berdasarkan umur dan
jenis kelamin. AKE untuk wanita usia 19 tahun sampai > 65 tahun adalah 1500-
1800 kkal, sedangkan untuk pria dengan rentang umur yang sama adalah 1900-
2300 kkal. Semakin bertambah umur maka AKE akan menurun. Selain itu AKE
disesuikan dengan BB dan TB (Hardiansyah dalam WKNPG VIII tahun 2004).
2) Hubungan antara Karbohidrat dengan Status Gizi
Tipe umum dari karbohidrat dalam makanan antara lain adalah pati, gula
(karbohidrat sederhana), dan serat. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal. Di
negara berkembang karbohidrat mencapai 80% dari energi (Guthrie, Picciano,
1995). Dan karbohidrat menyumbang sekitar 50-70% dari total energi (Szepesi
dalam Ziegler & Filler, 1996). Menurut Pedoman Gizi Seimbang (PUGS), orang
Indonesia dianjurkan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat setengah
(50%) dari kebutuhan energi (Depkes RI, 1996).
3) Hubungan antara lemak dengan status gizi
Lemak (lipid) mengandung asam lemak yang terdiri dari beberapa kelas
yaitu triasilgliserol, glikolipid, glikolipid, fosfolipid, sfingolipid dan sterol (Jones
dalam Wahlqvist, 2002). Energi yang dihasilkan dari 1 gram lemak sangat besar 9
kkal (Guthrie, Picciano, 1995).
Asupan lemak diberbagai negara sangat bervariasi. Di Eropa, 40-45% energi
total dalam diet berasal dari lemak. Di Amerika Serikat, asupan lemak sedikit
lebih rendah yaitu 30-40% dari total energi, sedangkan di negara lain seperti di
Asia dan Afrika, asupan lemak sekitar 15-25% Grundy dalam Ziegler & Filler,
1996). Sedangkan untuk Indonesia, berdasarkan PUGS dianjurkan mengkonsumsi
lemak per orang perhari dibatasi sampai 25% dari kebutuhan energi (Depkes RI,
1996).
Berdasarkan laporan WHO (1995,2000, dan 2003), lemak diketahui
berkontribusi terhadap penambahan BB orang dewasa.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
40
Universitas Indonesia
4) Hubungan antara Protein dengan status Gizi
Sumber makanan yang tidak kalah penting adalah protein. Protein
menyumbang 15-20% dari total kebutuhan energi tubuh manusia. Fungsi utama
dari protein adalah guna pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Energi
yang dihasilkan dari 1 gram protein adalah sekitar 4 kkal (Guthrie, Picciano,
1995).
Data eksperimental juga menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa protein
memiliki daya mengeyangkan lebih tinggi per kalori daripada karbohidrat dan
lemak pada orang dewasa. Dengan demikian penggantian diet karbohidrat dengan
protein ad libitum bersamaan dengan diet rendah lemak dapat memperbaiki
kehilangan berat badan (Astrup, 2003).
5) Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi.
Aktifitas fisik terdiri dari aktifitas saat melakukan pekerjaan di kantor,
berolahraga, dan aktifitas di waktu luang (Baecke, 1982 dalam Kamso, 2000).
Suatu studi prospektif pada orang dewasa menunjukkan bahwa aktifitas fisik
berhubungan dengan pencegahan penambahan BB yang dihubungkan dengan
umur (William et al. Dalam WHO 1995).
Dalam laporan lebih lanjut, WHO (2003) menyatakan bahwa aktifitas
sedang sampai berat secara reguler protektif terhadap penambahan BB yang tidak
sehat akibat gaya hidup santai (sedentary lifestyle). Studi yang dilakukan oleh Lee
et al (2006) menunjukkan bahwa lebih dari 70% orang dewasa yang overweight
dan obesitas tidak melakukan olah raga secara teratur. Larsson, Lissner, et al
(2003) melakukan analisis potong-lintang terhadap aktifitas fisik baik saat waktu
luang maupun saat bekerja menurun sejalan dengan meningkatnya overweight dan
obesitas pada pria dan wanita.
Menurut Adams et al (2003), level aktivitas fisik menurun sejalan dengan
meningkatnya IMT. Pada IMT yang sama, wanita overweight dan obesitas kurang
aktif dibandingkan dengan pria. Peningkatan energy expenditure melalui olahraga
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
41
Universitas Indonesia
atau aktivitas fisik lainnya merupakan komponen penting dalam penurunan BB
dan pencegahan penambahan BB kembali (Jakicic & Otto, 2006). Penambahan
berat badan pada pria lebih disebabkan karena kurangnya aktifitas fisik di waktu
luang (Haslam & James, 2005).
Fogelholm dan Koski (2002) menyatakan bahwa penurunan aktifitas fisik
dapat meningkatkan obesitas dibandingkan dengan peningkatan intake energi.
Yang harus diperhatikan pada saat beraktifitas fisik adalah frekuensi, durasi, dan
intensitas. Anjuran untuk melakukan aktifitas fisik dengan intensitas sedang
sedikitnya 30 menit dalam sebagian besar hari dapat mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler. Sedangkan aktifitas fisik selama 60-90 menit per hari dapat
mencegah penambahan BB. Hasil konsensus lain menyatakan bahwa untuk
mencegah penambahan BB yang tidak sehat memerlukan aktifitas fisik selama 40-
60 menit dalam sebagian besar hari atau setiap hari (WHO, 2003).
2.5.4 Kebiasaan tidur
Kebutuhan tidur setiap orang tentu berbeda. Dilihat dari kebutuhan tidur
seseorang maka dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
disebut dengan short sleepers, adalah kelompok manusia yang membutuhkan
tidur kurang dari enam jam sehari. Umumnya kelompok ini efisien, ambisius,
pandai bergaul, dan cuek terhadap masalah, dan memiliki rasa puas diri
(Hartmann, EL.1980). Kelompok kedua disebut long sleepers adalah kelompok
manusia yang membutuhkan tidur lebih dari sembilan jam sehari. Mereka
umumnya pemalu, banyak kekhawatiran, banyak berpikir tentang masa depan, diri
sendiri dan masalah-masalah umum yang sebenarnya tidak perlu dirisaukan. Dan
biasanya terdapat psikopatologi ringan seperti anxietas dan depresi ringan
(Panteri, 1993 : 31).
Kebutuhan tidur untuk manusia dewasa normal antara 7-8 jam sehari. Tidur
yang berkualitas tinggi adalah tidur yang nyenyak, tidak terlalu sering terbangun
di tengah malam, dan jika terbangun mudah tertidur kembali serta tidak
mengalami gangguan-gangguan yang berarti (Hidayat, 1985 : 23). Ada beberapa
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
42
Universitas Indonesia
faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya kualitas tidur, diantaranya faktor
gangguan mental dan emosional, faktor terlalu lama tidur siang, serta kondisi-
kondisi seperti emosi, situasi lingkungan, situasi pekerjaan, konflik pekerjaan dan
lain sebagainya. Pada umumnya, seseorang tidak membutuhkan tidur yang lama
ketika dia merasa bahagia, bebas dari stress atau tidak begitu stress, dan
kehidupan yang stabil dan sebaliknya.
Dalam The American College of Occupational and Environmental
Medicine. 2001, Dalam sebuah studi cross-sectional yang dilakukan guna
mengevaluasi kontribusi kebiasaan tidur sehari-hari dan gejala absensi sakit dari
pekerja shift menjelaskan bahwa pada pekerja shift yang mengalami gangguan
tidur antara lain, kesulitan mempertahankan tidur dan kurang tidur pada malam
hari dan terbangun pada malam hari cenderung mengalami absensi sakit sampai
dengan 5 hari setiap tahunnya. Artinya disini adanya hubungan yang sangat kuat
antara parameter kurang tidur dengan gejala defresi berat yang dilaporkan sering
kali absen.
Ngoerah (1970) membagi tidur atas beberapa tipe, yaitu :
1) Tidur Multifase, yaitu tidur yang berlangsung beberapa kali sehari dalam 24
jam, misalnya pada anak-anak dibawah lima tahun
2) Tidur Monofase, yaitu tidur yang hanya berlangsung satu kali dalam 24 jam,
misalnya diketemukan pada orang dewasa
3) Tidur Bifase, yaitu tidur yang berlangsung dua kali sehari yaitu tidur ”sirep
sirepan” pada siang hari dan betul-betul tidur pada malam hari. Kebanyakan
dari kita kiranya termasuk dalam golongan bifase.
a. Gangguan tidur
Gangguan tidur erat kaitannya dengan kesulitan dalam tidur, pada dasarnya
terdapat dua keluhan yaitu kesulitan untuk bisa tidur dan kesulitan dalam
melanjutkan tidur. Menurut Hadiasman Habib, 1986 ada tiga gejala pada insomnia
(gangguan tidur), yaitu :
1) Kesulitan untuk memasuki tidur
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
43
Universitas Indonesia
2) Sering terbangun di malam hari
3) Bangun terlalu pagi
Pada umumnya gejala dua dan tiga hampir selalu terjadi secara bersama-
sama dan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab yang sama, Kesulitan dalam
memasuki tidur paling umum pada anak muda, sedangkan kesulitan dalam
menjalankan sisa tidur lebih sering terjadi pada orang yang lebih tua.
Gangguan tidur jika ditinjau dari bentuknya dapat dibagi menjadi tiga
bentuk, yaitu (Hidayat, 1985:24) :
1) Dapat segera tertidur (malam) tetapi terbangun di subuh sekali dan tidak
dapat tertidur kembali
2) Dapat segera tertidur, tetapi tidak dapat lagi tertidur jika terbangun di
tengah malam.
3) Sangat sulit dapat tidur dan jika terbangun di tengah malam sulit untuk
tertidur kembali, apalagi jika terbangun di subuh atau pagi harinya.
Setiap keluhan gangguan tidur hendaknya perlu diperhatikan dengan
seksama, karena gangguan tidur sering mendahului dan mengiringi berbagai
penyakit.
Menurut I Gusti Putu Panteri, 1993, gangguan tidur dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Gangguan masuk dan mempertahankan tidur (insomnia), berdasarkan lamanya
gangguan insomnia dibagi atas :
a) Insomnia sekilas (transient insomnia)
Yaitu : menghinggapi individu dengan pola tidur yang normal, tetapi
terpaksa karena perjalanan jauh dengan pesawat, opname di rumah sakit,
tidur di hotel, dan lain sebagainya.
b) Insomnia jangka pendek (short term insomnia)
Yaitu : diderita oleh individu yang mengalami stress situasional, misalnya
kematian keluarga, kesulitan pekerjaan, dan penyakit fisik.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
44
Universitas Indonesia
c) Insomnia jangka panjang (long term insomnia) yang terdapat pada
penyakit psikiatri dan fisik yang berat.
2) Insomnia berbentuk rasa mengantuk atau tidur yang berlebihan
(hiperinsomnia).
Hiperinsomnia yaitu tidur yang terlalu banyak. Tidur yang terlalu banyak
apalagi yang diikuti dengan gangguan kesadaran setelah penderita
dibangunkan seperti tahap mengantuk dan tidak memperhatikan sekitarnya,
harus diperhatikan dengan baik oleh karena sering merupakan gejala suatu
penyakit, yang menunjukkan bahwa penyakit primernya akan semakin parah.
Gejala hiperinsomnia ini dapat ditemukan pada :
• Proses patologik di otak seperti ensefalitis, tumor serebri
• Proses patologik sistemik seperti Diabetes Mellitus, penyakit hati,
kegagalan ginjal.
3) Disfungsi kondisi tidur (parasomnia, somnambolisme, night teror)
Somnabolisme, yaitu berjalan-jalan dalam keadaan tidur, yaitu berjalan-jalan
sambil melakukan perbuatan yang tampaknya bertujuan namu dalam keadaan
tidur. Misalnya membereskan koper seperti akan bepergian tetapi dalam
keadaan tidur
4) Gangguan irama tidur dan jaga
Ada individu yang tidak dapat tidur hanya dalam jangka waktu yang masih
dapat diterima, dan ada yang terlalu sering terbangun ditengah malam, ada
yang selalu sering terbangun ditengah malam, ada yang terbangun selalu di
dini hari, dan setelah terbangun sulit untuk tidur kembali.
b. Penyebab Gangguan Tidur
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
gangguan tidur, antara lain karena faktor fisiologik dan faktor psikis, dan ada pula
gangguan tidur yang disebabkan oleh faktor gen (keturunan), penyakit menahun
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
45
Universitas Indonesia
menahun yang diabaikan sehingga mengganggu sepanjang malam (misalnya
batuk yang kronis), ventilasi kamar yang tidak memenuhi syarat sehingga ruangan
menjadi pengap, dan terlalu banyak minum kopi, kemudian perasaan lapar,
perasaan bersalah atau berdosa, perasaan cemas dan lain sebagainya.
Bukan hanya hal yang negatif saja yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan tidur, tetapi hal-hal positif juga demikian, antara lain keuntungan atau
rejeki yang mendadak sehingga menimbulkan rangsangan-rangsangan berlebihan
dan menyebabkan sulit tidur.(Hartman, 1980)
c. Dampak kesehatan dan keselamatan apabila kurang tidur.
pada umumnya kebutuhan tidur manusia meningkat pada malam hari saat
suhu tubuh menurun, kemudian suhu tubuh meningkat pada pagi hari dan
kebutuhan untuk tidur menurun, tentunya ini akan berpengaruh pada pekerja yang
pola kerjanya adalah pola shift. Tidak sedikit sejumlah perusahaan dan instansi
yang memperkerjakan pekerja dengan pola shift, menurut Kundi et. al (1979)
menemukan bahwa kerja shift berpengaruh cukup besar terhadap kesehatan, yang
mana tidur berfungsi untuk memberikan waktu bagi tubuh untuk beristirahat dan
mempersiapkan tubuh untuk melanjutkan ke aktivitas selanjutnya, dan.
Menurut Carpentier & Cazamain (Pheasant, 1991) dalam peneltiannya pada
pekerja shift, baik yang permanen maupun yang rotasi dengan pekerja non shift
didapatkan hasil bahwa pekerja shift yang mengalami gangguan tidur hanya
sebesar 5-11%. Selanjutnya terdapat laporan dari pekerja yang dulunya pernah
bekerja shift bahwa 75-84% dari mereka mengalami gangguan tidur. Koller et.al
(Pheasant, 1991) menemukan masih banyak pekerja yang dulunya bekerja shift
mengalami gangguan tidur dan biasanya berhubungan dengan bising, hal ini
terjadi walaupun mereka sudah tidak bekerja shift lagi. Hal ini dikarenakan
adanya sensitization yang permanen.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
46
Universitas Indonesia
Kurang tidur dapat menyebabkan antara lain:
1) Memperlambat reaksi seseorang
2) Memperlambat respon
3) Gagal merespon pada saat yang tepat
4) Memberikan respon yang salah
5) Memperlambat pikiran dan berkurangnya daya ingat.
Hal-hal tersebut dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup seseorang,
bahkan dapat menimbulkan kelelahan, rasa kantuk, dan mengurangu motivasi
kerja, dan rasa ngantuk lebih banyak diderita oleh pekerja pada shift malam
daripada pekerja yang shift pagi. (Journal of Occupational Health and Safety,
1997). Dan pada pekerja malam yang tidak dapat beradaptasi maka akan
mengalami kelelahan kronik, yang ditandai dengan mudah marah, depresi,
kehilangan kendali, dan sebagainya. Dan diikuti dengan gejala kurang nafsu
makan, dispepsia (gangguan percernaan), konstipasi, dan gangguan fungsi
pencernaan lainnya (Carpentier & Cazamian, 1997) .
Menurut Andon Hestiantoro, 2001 staf bagian obstetri dan ginekologi
FKUI kaitan antara tidur dan stress bahwa, penyebab gangguan tidur akibat stress
secara statistik, 34% dialami oleh kaum perempuan dan pada kaum laki-laki
sekitar 22% yang mengalaminya.
2.5 Absensi Sakit
2.5.1 Defenisi Absensi sakit
Absensi sakit (sickness absence) menurut (Encyclopedia of Occupational
Health and Safety,1989), adalah semua ketidakhadiran dari pekerjaan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan, kecuali kondisi hamil/melahirkan.
sedangkan menurut (Searle,1989) absensi sakit yaitu mangkir atau tidak hadir di
tempat kerja karena kondisi sakit atau cedera.
The Australian Faculty of Occupational Medicine (1999) menggambarkan
absenteeism / sickness absence sebagai ketidakhadiran di tempat kerja yang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
47
Universitas Indonesia
berhubungan dengan penyakit, tidak tergantung pada surat keterangan, terkait
dengan kerugian produktivitas terhadap kondisi-kondisi yang berkaitan dengan
pekerjaan (seperti datang terlambat, adanya perselisihan industri), atau upaya
untuk menjadikan cuti sakit (dengan alasan masalah/gangguan kesehatan) untuk
kepentingan keluarga.
Dari definisi di atas dapat diambil suatu pengertian, absensi sakit ialah suatu
kondisi pekerja tidak dapat hadir di tempat kerja di luar kondisi hamil/melahirkan
pada jam kerja dengan alasan atau akibat dari suatu penyakit/cedera. Beberapa
faktor yang ikut berperan terhadap angka absensi juga telah diteliti. Taylor pada
tahun 1983 mengklasifikasikan faktor tersebut sebagai berikut :
Pertama geografi dan sosial ekonomi, termasuk diantaranya : cuaca, daerah
tempat tinggal, etnis, asuransi sosial, pelayanan kesehatan, epidemik penyakit,
kebiasaan sosial dan usia pensiun. Kedua organisasi, termasuk diantaranya :
besarnya organisasi, hubungan industrial, kebijakan personalia, kondisi kerja,
pelayanan kesehatan kerja. Ketiga personel, termasuk diantaranya : usia, jenis
kelamin, kepuasan bekerja, tanggung jawab dalam keluarga, aktifitas sosial.
2.5.2 Jenis-jenis Absensi Sakit
a. Absensi jangka pendek (Short term absence)
Menurut (Cooper,2002) kriteria absen jangka pendek mempunyai waktu
yang singkat tetapi sering, 1-8 hari absen, dengan frekuensi 3-6 kali dalam
rentang waktu 3 bulan. Doncaster & South Humber Health NHS Trust (2003)
memberikan batasan absensi sakit jangka pendek (short term/intermitten period
of absence) sebagai absen dengan jangka waktu kurang dari 1 minggu dengan
frekuensi berulang sampai 3 kali selama rentang waktu 4-5 bulan dalam
setahun.
Menurut University York (2006) absen jangka pendek terdiri dari :
Pertama occasional Short term absence yaitu absen dengan frekuensi absen
sekali-kali selama 3-12 hari absen, menggunakan surat izin pribadi maupun
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
48
Universitas Indonesia
dari dokter. Kedua Frequent short-term absence. Tipe absen ini mempunyai
pola penyakit yang tidak saling berhubungan dan secara relative berganti-ganti
mulai dari beberapa hari absensi tunggal (1 hari), sampai dengan absensi 1
minggu/lebih, atau gabungan dari hari absen tunggal dengan periode absen
yang lebih lama sampai batas 4 minggu (21 hari). Sama dengan keterangan di
atas, absensi jangka pendek bias menggunakan surat izin pribadi ataupun surat
keterangan dokter.
b. Absen jangka menengah (Medium term absence)
Menurut Cooper (2002) yaitu periode absen yang berlangsung 6 kali atau
≥ 18 hari dalam waktu 6 bulan.
c. Absen jangka panjang (Long term absence)
Suatu absensi akibat sakit lebih dari satu minggu sampai dengan
batas/trigger point 4 minggu (Doncaster & South Humber Health NHS Trust,
2003). Dengan periode waktu absensi lebih dari 4 minggu dan menggunakan
surat keterangan dokter, University York (2006) membagi absensi jangka
panjang dalam dua kategori meliputi :
1) Pertama absensi jangka panjang karena cacat atau penyakit tunggal.
Cooper (2002) memberikan batasan absen jangka panjang adalah absen
yang merupakan lanjutan dari kondisi penyakit atau cedera, menggunakan
surat keterangan dokter dan biasanya berlangsung 4-6 minggu atau lebih.
2) Kedua absensi periodik dan berulang yang merupakan kelanjutan dari
cacat atau penyakit tunggal. Chartered British Institute (2001) melaporkan
bahwa absen jangka pendek memiliki persentase yang lebih besar (79,6%)
dibandingkan dengan absen jangka panjang (20,4%).
3) Ketiga absen karena kondisi kronis (Chronic Condition). Tipe absen ini
merupakan absen yang disebabkan oleh penyakit kronis yang biasanya
menggunakan surat keterangan. Trigger Point (penentuan batasan waktu)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
49
Universitas Indonesia
tidak berlaku jika dalam batas waktu tertentu pekerja pulih dari
penyakit/cidera yang dialamainya (Cooper, 2002).
2.5.3 Pengukuran Absensi sakit
Berdasarkan the Permanent Commision and International Association For
Occupational Health (1973), pengukuran angka absensi yang digunakan adalah:
1) Mean spells per persons
Yaitu banyaknya absensi karena sakit yang tidak terputus yang diberikan
pada satu periode. Rumus yang dipakai adalah :
Jumlah absensi yang diberikan
Populasi
2) Mean days per persons
Yaitu lamanya absensi yang diberikan karena sakit. Rumus yang dipakai
adalah :
Jumlah absensi karena sakit
Populasi
3) Average duration per spell
Rumusnya adalah :
Jumlah hari hilang
Populasi
4) Percentage of persons ill, rumusnya :
Jumlah pekerja yang pernah diberi istirahat
Populasi
(Kuswadji, S, 1989)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
50
Universitas Indonesia
2.5.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absensi Sakit
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi absensi sakit antara lain :
2.5.4.1 Faktor Geografis
a. Daerah
Hasil studi banding tahun 1983-2001 oleh National Sosial Insurance
Board tahun 2003 pada 8 negara (Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman
Barat, Nederland, Norwegia lebih tinggi dan fluktuatif (berubah-ubah)
dibanding dengan negara lain (Bargendoff, 2003).
b. Iklim
Bagi masyarakat Amerika, iklim lebih hangat sangat dibutuhkan untuk
menetralisir dan mencegah temperatur dingin, memelihara kesehatan serta
mengurangi pengeluaran biaya karena harus membeli mesin pemanas, baju
ataupun selimut penghangat tubuh (Moore, 1996)
c. Etnis
Pria Bangladesh dan Pakistan mempunyai kontak sosial yang baik
dibandingkan dengan pria lain dari etnis dengan karakteristik yang sama,
sedangkan orang kulit hitam Afrika dan Karibia terutama para wanita
mempunyai tingkat sosial yang rendah dibandingkan kelompok lain karena
kebiasaan mengasingkan diri (untuk alasan kesejahteraan). Secara tidak
langsung kurangnya kontak sosial dapat mengurang akses untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan dan berhubungan dengan pola
penyakit berjangka waktu lama (Platt, 2006)
d. Pelayanan Kesehatan
Angka absensi sakit di tiap daerah umumnya bervariasi di setiap
negara. Sifat dan provisi jasa pelayanan kesehatan serta pemberian surat
keterangan sakit menunjukkan adanya keterkaitan dengan masalah absensi
di sejumlah negara (Taylor, 1989)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
51
Universitas Indonesia
e. Epidemik
Karakteristik absensi sakit yang berulang-ulang dalam waktu 7 hari
(repeated sick leave) dan absen yang diperpanjang (prolonged sickness
absence) dialami oleh sejumlah penderita SARS pada periode’post
outbreak’ di Singapore pada tahun 2003 (Esceduro, 2005).
f. Sistem asuransi
Studi literatur oleh Alexanderson et. Al., (2003) menyatakan bahwa
absensi sakit disebabkan oleh faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin,
status pekerjaan, pengangguran, tempat tinggal dan status sosial ekonomi),
sistem asuransi, masalah rumah tangga (status pernikahan, perceraian,
memiliki anak kecil) dan faktor beban kerja
g. Tingkat pengangguran
Jumlah absensi sakit berbanding terbalik dengan angka pengangguran.
Absensi sakit berkurang di saat angka pengangguran meningkat
(Alexanderson, et.al, 2003).
h. Sikap sosial
Faktor fisik, psikososial dan organisasi merupakan faktor penentu
yang penting terhadap absen yang disebabkan penyakit selain disamping
faktor jenis kelamin (Voss, M, Floderusa, B; Diderichsenc, F, 2001)
Perusahaan yang mengalami penurunan produksi dapat menimbulkan
sejumlah perubahan di tempat kerja antara lain, perubahan hubungan sosial
dan perilaku akibat adanya kegelisahan terhadap ketidakpastian
kelangsungan pekerjaan, meningkatnya kebutuhan fisik dan menurunnya
mutu pengawasan terhadap pekerjaan. Hal ini memicu peningkatan absensi
sakit (kivimaki, Mika.etal., 2000).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
52
Universitas Indonesia
i. Usia pensiun
Di Swedia, pada umumnya pria ataupun wanita berumur 60 tahun
masih aktif bekerja, sehingga angka absensi sakit lebih banyak didominasi
oleh kelompok umur ini (Rae, 2005)
j. Status sosial-ekonomi
Absensi sakit sensitif terhadap karakteristik sosial-ekonomi, karena
menyangkut adanya pengaturan upah sakit dan penggunaan waktu kerja
secara efektif (Barmbly, et. Al., 2004).
Di Nederland dan Swedia, absensi pada kelompok pekerja lebih tua
cenderung meningkat saat kenaikan harga perekonomian dan menurun pada
saat resesi. Biaya akibat absensi sakit cenderung tinggi pada pekerja yang
lebih tua (60 tahun ke atas). Hal ini karena adanya peraturan yang
menekankan agar semua pekerja berpartisipasi untuk tetap produktif
termasuk kelompok pekerja yang lebih tua (Bergendoff, 2003).
Dari hasil studi Arronsson dan Gustafsson (2005) pada 2536 sampel
di bursa tenaga kerja Swedia, diketahui 14% diantara pekerja mengambil
cuti sakit untuk menggantikan cuti tahunan yang tidak sempat diambil
sebelumnya. Sejumlah 15% menyatakan bahwa mereka sebenarnya tidak
benar-benar menggunakan cuti tersebut untuk beristirahat karena sakit
ataupun pemulihan kondisi tubuh. Hal ini berkaitan dengan masalah
keuangan dan mekanisme kerja di perusahaan.
2.5.4.2 Faktor Organisasi/Perusahaan
a. Jenis dan Ukuran Perusahaan
Pekerjaan di sektor umum seperti transportasi atau komunikasi
mempunyai tingkat absensi lebih tinggi dibanding sektor professional
seperti dokter atau pengacara (CBI, 2001).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
53
Universitas Indonesia
Perusahaan dengan grup yang besar cenderung membuat pekerja
merasa tanpa nama dan memiliki mutu pengawasan yang lemah, sehingga
dapat mendorong meningkatnya absen (Taylor, 1989).
b. Relasi Industri
Persyaratan kesehatan umum yang berhubungan dengan proses di
industri pengolahan makanan, dapat meningkatkan absensi sakit dengan
alasan preventif (menghindari penularan penyakit) pada pekerja, sedangkan
laboratorium riset cenderung memiliki tingkat absen yang lebih rendah
(Taylor, 1989).
c. Kebijakan Personalia
Michie S., et al (2003) menyimpulkan kebijakan di tempat kerja dapat
berperan dalam meningkatkan kontrol dan mengurangi absensi sakit. The
Chartered Institute of Personel Department (2001) melaporkan bahwa
pendekatan dengan cara penegakan disiplin terhadap absent (82%) dan
pelaporan kepada bagian manajer lini (81%) lebih sering diterapkan oleh
perusahaan dibandingkan dengan pendekatan melalui program
pemulihan/rehabilitasi (18%).
d. Insentif/Upah Sakit
Peneliti Henrekson (2006) menyatakan bahwa sejak tahun 50-an
ditemukan korelasi antara banyaknya jumlah absen sakit dengan program
pemberian tunjangan sakit (sick pay)
e. Kualitas Supervisor
Kualitas supervisi yang baik sangat diperlukan ketika kualitas
pekerjaan menurun dan terdapat stress di tempat kerja. Dengan kata lain
peningkatan kualitas supervisor merupakan salah satu alternatif dalam
mengatasi masalah peningkatan absensi sakit (Yardley & Noka, 2005).
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
54
Universitas Indonesia
f. Kondisi dan Bahaya di Tempat Kerja
Hasil riset Kivimaki, et.al. (2000) menyimpulkan bahwa adanya
keributan di rumah sakit yang termasuk sebagai salah satu tempat kerja
dapat menyebabkan peningkatan absensi dengan alasan sakit pada sejumlah
pekerja tanpa membedakan latar belakang daerah maupun jabatan.
g. Shift Kerja
Penelitian Best Europen Studies on Time (2000) menyatakan bahwa
pekerja shift mempunyai angka absen lebih tinggi daripada pekerja non
shift, diiringi dengan meningkatnya keluhan kesehatan
h. Fasilitas Perusahaan (Pelayanan Kesehatan Kerja)
Frekuensi dan lamanya absen karena masalah sakit maupun
kecelakaan ditentukan oleh banyak faktor antara lain tersedianya fasilitas
dan keserasian pekerja terhadap pengobatan, kondisi daerah dan jenis
pekerjaan, disamping faktor dari pekerja sendiri yaitu daya tahan dan
kepribadian pekerja (Fingret dan Smith, 1995)
Di negara-negara yang mewajibkan pemberi kerja membayar biaya
kesehatan untuk para pekerja, layanan kesehatan kerja di perusahaan
memperlihatkan efisiensi dari segi ekonomi berbanding terbalik dengan
negara-negara yang tidak menerapkan aspek ini (Taylor, 1989)
2.5.4.3 Individu
a. Umur
Umur mempengaruhi lama dan frekuensi absensi. Angka absen pada
awalnya menurun seiring dengan bertambahnya umur tetapi kemudian
meningkat, terutama di atas umur 50 tahun (Taylor, 1989).
Penelitian Norwegian Sosial Research tentang Luxembourg
Employment Study (1997) di 12 negara menyimpulkan terdapat hubungan
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
55
Universitas Indonesia
antara umur, jenis kelamin dengan absensi sakit. Pekerja wanita berumur
20-54 tahun mempunyai tingkat absensi tertinggi dibandingkan pria,
sementara pria dengan umur 55-64 tahun cenderung memiliki absen lebih
tinggi dibandingkan wanita. Distribusi angka absensi sakit terhadap
karakteristik umur, jenis kelamin dan tingkat keahlian pekerja tidak jauh
berbeda di masing-masing negara (Bamby, 2000).
b. Jenis Kelamin
Wanita cenderung lebih sering absen dibanding pria di tiap negara
kecuali di Jerman Barat. Di Swedia, absensi sakit didominasi oleh para
pekerja wanita yang lebih tua berusia 60 tahun ke atas (Bergendoff, 2003).
Hasil studi Faculty of Social Science University of Oslo (2005)
membuktikan bahwa absensi sakit tidak tergantung pada komposisi gender.
Tempat kerja yang didominasi baik oleh pekerja wanita maupun pria akan
mempunyai angka absen sesuai dengan jenis kelamin yang dominan. Hal ini
bertentangan dengan teori yang mengatakan jenis kelamin yang minoritas
akan mempunyai angka absen yang lebih tinggi (Mastekassa, 2004).
c. Pekerjaan (Status, Jenis Pekerjaan)
Status kerja mempunyai efek terhadap frekuensi dan lama absen. Para
pekerja non ahli mempunyai keungkinan tiga kali absen lebih banyak
daripada pekerja yang ahli (Taylor, 1989). Menurut Gimeno (2004),
masalah absensi sakit yang berhubungan dengan faktor psikosial lebih
banyak dialami oleh pekerja non permanen (kontrak) dibandingkan dengan
pekerja permanen.
Boedeker (2001) menyatakan terdapat hubungan antara absen sakit
dengan penyakit hipertensi, jantung ischemic, borok, gangguan saraf, dan
kecelakaan kerja pada pekerja metal processing dan retail trade
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
56
Universitas Indonesia
d. Kepuasan kerja
Teori yang membahas mengenai faktor-faktor kepuasan dan
ketidakpuasan adalah teori dua faktor dari Herzberg atau sering dikenal
dengan istilah Herzberg’s Two Factors Theory (Gibson, 1996). Herzberg,
menjelaskan bahwa motivasi identik dengan kepuasan kerja. Kepuasan dan
ketidak puasan tidak berada dalam satu kontinum, namun keduanya
merupakan hal yang berbeda khususnya mengenai penyebab atau faktor
yang mempengaruhinya. Dua faktor yang menjelaskan Herzberg yaitu
antara lain :
1) Faktor ekstrinsik (Hygine faktor / Maintenance factor = Kebutuhan
akan kesehatan/pemeliharaan)
Faktor ini dikatakan sebagai faktor yang
menyebabkan/mempengaruhi ketidakpuasan kerja atau faktor yang
mempertahankan pekerja. Jika faktor ini ada/dipengaruhi, maka
ketidakpuasan kerja dapat dicegah yang berarti bahwa kepuasan kerja
sudah tercapai, karena kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor lain.
Faktor ekstrinsik ini bersumber dari luar seseorang seperti :
• Gaji (Salary)
• Supervisi (Supervsion)
• Hubungan dengan atasan (Relationship with superior)
• Hubungan dengan rekan kerja (Relationship with peers)
• Hubungan dengan bawahan (Relationship with subbordinates)
• Peraturan dan kebijakan institusi
• Kondisi kerja (Work condition)
• Keselamatan kerja (Work Safety)
2) Faktor Intrinsik (Motivator Factors = Kebutuhan akan motivator)
Faktor ini disebut faktor motif atau pendorong, yaitu faktor
yang merupakan hal-hal yang mendorong seseorang berprestasi,
sumber dari dalam diri individu serta dapat meningkatkan efek pada
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
57
Universitas Indonesia
perilaku atau kinerja. Jika faktor ini ada maka pekerja dapat mencapai
kepuasan kerja, tetapi tidak berarti jika tidak ada akan terjadi
ketidakpuasan, faktor instrinsik ini antara lain :
• Prestasi/pengakuan
• Pengakuan
• Tanggung jawab
• Kemajuan/peningkatan status
• Tugas/pekerjaan itu sendiri
• Kemungkinan berkembang dalam pekerjaan
e. Kepribadian
Jones, Martyn C, et. Al (2005) meneliti bahwa dukungan manajerial
dan kepribadian berpengaruh secara tidak langsung terhadap absen dengan
alasan sakit. Umumnya pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya akan
menampilkan gangguan emosi yang ditempatkan berupa keluhan somatik
atau gejala tertentu yang dirasakan pada tubuh.
f. Krisis Kehidupan
Sebuah penelitian Longitudinal oelh Kivimaki, et al (2002)
menyatakan bahwa absen dengan alasan sakit merupakan salah satu indikasi
adanya masalah psikologis akibat stress yang dialami seseorang pada
tahapan kehidupan yang berhubungan dengan kesehatan. Wanita lebih kuat
menghadapi stress dibandingkan pria.
g. Kondisi Kesehatan
Kondisi fisik dalam pekerjaan perlu dijadikan pertimbangan. Seorang
pekerja dengan kondisi kaki yang mengalami dislokasi cenderung hadir, jika
bertugas di kantor, tetapi belum tentu hadir jika ditugaskan di lapangan
(Taylor, 1998).
Australian Faculty of Occupational Medicine (1997) menyatakan
bahwa gangguan kesehatan pekerja merupakan faktor paling utama
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
58
Universitas Indonesia
penyebab absen sakit di samping beberapa faktor lain seperti faktor
pekerjaan dan beberapa faktor yang mengharuskan seseorang hadir. Pada
tahun 2002, National Sosial Insurance Board melaporkan penyakit Musculo
Skeletal Disease (MDS) di Swedia menempati urutan teratas sebagai
penyakit penyebab absen baik pada laki-laki maupun perempuan
(Bergendoff, 2003). Riset oleh Morken et. al (2003) menyimpulkan bahwa
penyakit MSD berhubungan dengan absen jangka pendek dan lebih banyak
dialami oleh pekerja manual. Sedangkan nyeri pada bahu berhubungan
dengan absen jangka panjang.
h. Alkohol
Meningkatnya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada pria
berhubungan dengan masalah psikologi yang selanjutnya dapat pula
meningkatkan absensi sakit, sedangkan pada wanita masalah psikologi
hanya berpengaruh pada kebiasaan merokok dan tidak sampai menyebabkan
absen karena sakit (Kivimaki,2002). Menurut Vahtera et.al.m (2002)
hubungan konsumsi alkohol dengan absen sakit baik pada pria maupun
wanita yang menggunakan surat keterangan dokter membentuk kurva linier.
Peminum alkohol berat dan pemula mempunyai angka absen sakit lebih
tinggi dibandingkan dengan peminum alkohol ringan.
Tabel 2.9 Efek konsumsi alkohol terhadap kesehatan
Mortality Morbidity Disability Produktivity
• Cirrhosis
• Accident
• Homicide
• Cancer :
• GI
• Respiratory
• Stroke
• Trauma
• Pneumonia and
Influenza
• COPD
• Tuberculosis
• Pancreatitis
• Cirrhosis
• Mental
abilities : acute
• Chronic
• Developmental
delay
• Developmental
disability
• Mental
abilities :
acute
• Chronic
• Accident
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
59
Universitas Indonesia
• Hearth
disease
• AIDS
• Alcohol ulcer disease
• Peptic ulcer disease
• Gastritis
• Hypertension
• Angina
• Cardiomyopathy
• Dementia
• Psychosis
• Migraine
• Neoropathy
• Epilepsy
• Unintended Pregnancy
• Fetal alcohol syndrome
• Withdrawal
• Domestic
Violence
Sumber : : Health Promotion in the Workplace ; Michael P.O’Donnell, ph.D.,M.B.A, M.P.H
i. Tanggung jawab keluarga
Absensi sakit disebabkan oleh faktor-faktor demografi yaitu usia, jenis
kelamin, status pekerjaan, tempat tinggal dan status sosial ekonomi, sistem
asuransi, masalah rumah tangga sepertu status pernikahan, perceraian,
memiliki anak kecil dan faktor beban kerja (Alexanderson, et al., 2004)
j. Kegiatan Sosial
Peneliti Heselius et. Al (2004) menyimpulkan interaksi sosial
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan dalam kaitannya
dengan upaya untuk menurunkan absensi sakit
k. Perjalanan ke Tempat Kerja
Hasil review Costal, et al. (1998) menyatakan meningkatnya absen di
tempat kerja dipengaruhi oleh masalah transportasi, problem kehidupan dan
kondisi pekerjaan, dimana faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan suatu
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
60
Universitas Indonesia
tekanan (stressor) karena dapat mengurangi waktu untuk melaksanakan
aktivitas yang disenangi.
l. Status Pernikahan
Peneliti Bamby (2000) memperlihatkan kecenderungan tingginya
angka absensi sakit pada wanita yang sudah menikah dibandingkan yang
belum menikah.
Menurut Penelitian Allebeck (2004) tidak ada hubungan absensi sakit
dengan status pernikahan ataupun memiliki anak, tetapi lebih berhubungan
dengan alasan masalah penceraian.
2.5.5 Kerugian Akibat Absen
Konsekuensi akibat absen menurut Australian Faculty of Occupational
Medicine (1999) antara lain :
1. Meningkatnya beban kerja
2. Kerugian produksi
3. Berkurangnya provisi pelayanan
4. Meningkatnya biaya akibat kualitas produk yang dihasilkan
5. Meningkatnya biaya untuk pelatihan tenaga ahli
6. Menurunnya persepsi dan kepercayaan dari masyrakat
7. Dapat menimbulkan kerugian pada pelanggan
Menurut Wijaya (2000), absen dapat menimbulkan kerugian pada
perusahaan antara lain :
1. Kerugian langsung yang dialami perusahaan yaitu : Biaya, gaji/upah,
kompetensi finansial lain yang dibayarkan oleh perusahaan pada jam-jam
mangkir/absen
2. Kerugian tidak langsung seperti : penurunan produktivitas, efisiensi
penggunaan dana, efektivitas terselesaikannya pekerjaan serta biaya tambahan
lain karena menurunnya produktivitas (misalnya mengadakan lembur, sub
kontrak dan lain-lain)
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
61
Universitas Indonesia
2.6 Konsep Penyakit
2.6.1 Definisi Disease, Illness dan Sickness
Boyd (2000) Mendefinisikan disease sebagai suatu proses patalogis baik
fisik maupun psikis yang merupakan penyimpangan dari kondisi biologis normal
yang dpat didiagnosa secare medis. Illness adalah pengalaman (persepsi)
mengenai kondisi tidak sehat yang dirasakan individu, meskipun secara klinis
(medis) tidak terlihat tanda-tanda adanya penyakit. Sickness merupakan faktor
external (kondisi tidak sehat yang dipandang dari sudut sosial) dimana terjadi
perubahan peranan dari status sosial karena kondisi tidak sehat yang dialami
individu.
Menurut Kamus Internasional Webster Edisi ke-3 (1993) disease adalah
gangguan terhadap kondisi atau bagian-bagian tubuh suatu organisme yang
disebabkan oleh faktor lingkungan (misalnya malnutrisi, virus, bakteri) dan
gangguan pada faktor internal individu (seperti faktor genetik dan adanya
kelainan-kelainan). Illness yaitu kondisi tidak sehat yang oleh tubuh ataupun
pikiran, sedangkan sickness merupakan kondisi-kondisi tidak sehat yang dapat
diamati dari adanya gangguan konsenterasi, kelelahan atau gangguan
pendengaran. Ketiga istilah di atas pada prinsipnya adalah sama. Yang
membedakan adalah disease merupakan gangguan yang bersifat patologis
(merusak) pada bagian tubuh individu yang dapat diketahui melalui sejumlah
pemeriksaan klinis. Sedangkan Illness adalah persepsi/keluhan yang dirasakan
tubuh/pikiran yang dirasakan individu yang belum tentu dikarenakan suatu
penyakit (disease) dan Sickness adalah gangguan terhadap kondisi kesehatan yang
dimanifestasikan dalam bentuk gejala-gejala (simptom) yang timbul akibat adanya
disease.
Banyak orang yang mempunyai keluhan sakit, tetapi sedikit yang benar-
benar didiagnosa sebagai suatu penyakit. Dan bahkan lebih sedikit yang akhirnya
cuti (absen) dengan alasan sakit. Ada sedikit overlapping (tumpang tindih) antara
laporan seseorang yang absen karena benar-benar mempunyai suatu penyakit
dengan yang menjadikan keluhan sakit sebagai alasan untuk absen. Untuk itu
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
62
Universitas Indonesia
diperlukan kejelian dalam membedakan konsep penyakit (Wikman, Marklund,
dan Alexanderson, 2005)
2.6.2 Jenis Penyakit di Tempat Kerja
Kurniawidjaja (2006) memberikan batasan mengenai penyakit di tempat
kerja sebagai Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Work Related Disease) yaitu
semua penyakit yang timbul akibat pajanan bahan atau kondisi yang
membahayakan proses pekerjaan, dimana lingkungan dan kondisi kerja
merupakan salah satu faktor utama dari banyak faktor penyebab lain. Ada
beberapa kategori PAHK antara lain :
1. Pekerjaan langsung menyebabkan penyakit atau lebih dikenal sebagai
Penyakit Akibat Kerja (PAK/Occupational Disease).
a) WHO (1985) dalam Budiono (2000) membedakan PAK berdasarkan
karakteristik Populasinya tenaga kerja
b) Penyebab spesifik (khas) dan tunggal
c) Sangat ditentukan oleh pemajanan di tempat kerja
d) Mendapatkan kompensasi (biaya penggantian) dari perusahaan.
Contoh : Asbestosis pada pekerja yang disebabkan pajanan debu yang
mengandung asbes, silikosis (penyakit yang disebabkan oleh pajanan
debu yang mengandung silika)
2. Pekerjaan tidak langsung menyebabkan penyakit, misalnya penyakit asma
akibat kerja akibat adanya zat iritan seperti Formaldehid sebagai faktor
pencetus
3. Pekerjaan memperberat penyakit yang sudah ada. Contohnya pekerjaan
sebagai penerbang berisiko memperberat penyakit Hipertensi yang memang
sudah mempunyai riwayat penyakit tersebut.
4. Pekerjaan mempermudah terjadinya penyakit (karena kemudahan akses),
Alkoholisme pada pekerja di bar atau bunuh diri pada petugas anastesi di
rumah sakit
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
63
Universitas Indonesia
2.6.3 Pengendalian Penyakit di Tempat Kerja
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya penyakit di tempat kerja
menurut Nimpoeno, et. al (1985) yaitu :
1. Melaksanakan pemeriksaan kesehatan (baik pada saat perekrutan tenaga
kerja pemeriksaan berkala maupun pemeriksaan khusus).
2. Pengenalan dan penjelasan tentang bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja
kepada pekerja sebelum memulai pekerjaan
3. Substitusi yaitu menggantikan bahan yang berbahaya dengan yang kurang
atau tidak berbahaya
4. Ventilasi umum, mengalirkan udara ke ruangan kerja untuk menurunkan
ambang batas bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan.
5. Ventilasi lokal, merupakan cara untuk mengalirkan bahan yang berbahaya di
tempat tertentu ke luar ruangan
6. Isolasi menempatkan bahan yang berbahaya di suatu tempat khusus
7. Menggunakan alat pelindung diri selama bekerja
8. Promosi kesehatan (bisa melalui pendidikan ataupun pelatihan).
2.7 Manajemen Absensi Sakit
2.7.1 Kebijakan
Fingret dan Smith (1995) menjelaskan bahwa kebijakan yang teratur dan
jelas akan mempermudah dalam pengelolaan kasus absensi, mengidentifikasi
peraturan untuk pekerja dan melaksanakan pengusulan latihan pengelolaan
absensi. Manajer sebaiknya mempertimbangkan kapan pekerja perlu mendapatkan
advis dari bagian kesehatan ataupun praktisi eksternal serta bagaimana intervensi
yang akan dilakukan.
2.7.2 Prinsip Dasar
Ada beberapa prinsip dasar kebijakan dalam mengelola absensi sakit
(Bussiness Link, 2006) yaitu :
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
64
Universitas Indonesia
1. Prosedur dan peraturan yang jelas (misalnya tentang pemberian hak cuti dan
sistematika pelaporan absen)
2. Menyertakan perjanjian kontrak yang menyatakan izin pencatatan arsip
absensi pekerja
3. Mencatat dan memonitor absen secara akurat
4. Mengadakan pelatihan pengelolaan absen terhadap para manajer
5. Mengatur batas-batas absen yang dapat diterima perusahaan
6. Mengadakan wawancara kepada pekerja yang telah kembali dari absen
karena sakit untuk mengetahui penyebab-penyebab khusus pekerja absen
7. Memeriksa catatan kehadiran saat proses rekruitmen
8. Memberikan kesempatan untuk membicarakan masalah yang berhubungan
dengan alasan pekerja absen untuk mempertimbangkan kualitas pekerja
9. Mempertimbangkan alternatif yang dapat dilakukan untuk mendukung
kehadiran pekerja misalnya melalui : peningkatan kondisi, fleksibilitas
dalam bekerja, ketentuan konseling serta penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan kajian pustaka maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Absensi Sakit Dan Prilaku Hidup
Pekerja Terhadap Absensi Sakit Pekerja Di PT.X
Faktor Geografis • Daerah • Iklim • Etnis • Pelayanan Kesehatan • Epidemik • Sistem Ansuransi • Tingkat Pengangguran • Sikap Sosial • Usia Pensiun • Status Sosial Ekonomi
Faktor Individu • Umur • Jenis Kelamin • Pekerjaan (Status dan Jenis pekerjaan) • Stress Kerja • Krisis Kehidupan • Kondisi Kesehatan • Kebiasaan Minum Alkohol • Tanggungjawab Keluarga • Kegiatan Sosial • Perjalanan ke Tempat Kerja • Status Pernikahan
Faktor Organisasi/Perusahaan • Jenis dan Ukuran Perusahaan • Relasi Industri • Kebijakan Personalia • Insentif/Upah Sakit • Kualitas Supervisor • Kondisi dan Bahaya di Tempat Kerja • Shift Kerja • Fasilitas Perusahaan (Pelayanan Kesehatan)
Absensi Sakit
Elemen PKDTK• Status Gizi • Kebiasaan Olah raga • Kebiasaan Merokok • Program pengendalian
hipertensi • Diet tepat menuju sehat • Manajemen stress
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep yang merupakan
penerapan dari kerangka teori. Dalam kerangka konsep ini peneliti melakukan modifikasi pada
beberapa variabel yang ada pada kerangka teori, sehingga tidak semua variabel yang termasuk
dalam kerangka teori dimasukan ke kerangka konsep.
Hasil modifikasi dari kerangka teori didapat beberapa variabel yang tidak dimasukan
kedalam kerangka konsep, variabel‐variabel tersebut adalah sebagai berikut: semua faktor
geografis dan faktor organisasi atau perusahaan tidak dimasukkan kedalam kerangka konsep
karena pada penelitian ini peneliti hanya akan melakukan analisis kehilangan hari kerja akibat
absensi sakit berdasarkan faktor individu saja. Selain itu tidak dimasukkannya faktor geografis
dan faktor organisasi atau perusahaan karena pada kondisi pekerja yang bekerja pada
perusahaan yang sama dan pada lokasi atau tempat yang sama maka kedua faktor ini akan
relatif sama sehingga tidak ada varian.
Sedangkan dari faktor individu beberapa variabel yang tidak dimasukkan kedalam
kerangka konsep adalah: variabel keperibadian dan krisis kehidupan tidak dimasukkan karena
berdasarkan literatur bahwa keperibadian disini terkait dengan keluhan somatik dan gangguan
emosi yang berhubungan kepuasan kerja, sedangkan variabel kepuasan kerja sudah
dimasukkan kedalam kerangka konsep. Variabel kondisi kesehatan tidak dimasukkan kedalam
kerangka konsep karena setiap pekerja yang sudah dicek kesehatannya sebelum masuk kerja.
variabel status pernikahan dan variabel tanggungjawab keluarga tidak dimasukkan kedalam
kerangka konsep karena berdasarkan studi awal didapat data bahwa sebagian besar 96%
pekerja sudah berstatus menikah dan tanggungjawab keluarga relatif homogen.
Variabel perjalanan ke tempat kerja tidak dimasukkan ke dalam kerangka konsep karena
perjalanan ini relatif sama untuk semua pekerja, semua pekerja disediakan angkutan dari
perusahaan baik waktu berangkat maupun waktu pulang kerja. Sedangkan untuk variabel
kegiatan sosial tidak dimasukkan kedalam kerangka konsep karena kegiatan sosial yang
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
dilakukan oleh pekerja dalam satu organisasi yang sama akan cenderung sama. Untuk variabel
dari elemen promosi kesehatan di tempat kerja semua dimasukkan ke dalam kerangka konsep.
Dari uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian seperti tampak
pada gambar 3.2 dibawah ini
Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Absensi Sakit Dan Prilaku Hidup Pekerja Terhadap Absensi Sakit Pekerja Di PT.X selama periode waktu Maret 2009-
Maret 2010
Gaya hidup pekerja : 1. Prilaku Olahraga 2. Prilaku Merokok 3. Prilaku Tidur 4. Prilaku Makan 5. Kebiasaan
mengkonsumsi alkohol
Faktor Individu 1. Umur 2. Jenis Kelamin
Jenis Pekerjaan
Absensi Sakit pada pekerja di PT. X
Maret 2009‐Maret 2010
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional / survey (potong lintang). Dengan
menggunakan desain studi ini, outcome (variabel dependen) dan kausa (variabel independen)
yang akan diteliti dianalisis dalam waktu yang bersamaan. Melalui desain studi cross sectional
ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekilas tentang populasi studi serta keterkaitan
antara variable yang akan diteliti. Studi ini menggunakan sumber data primer melalui interview
ke pekerja di PT. X yang terpilih menjadi sampel dan data sekunder dari bagian sumber daya
manusia
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di PT. X dengan menggunakan sumber data primer melalui
interview pada pekerja yang terpilih menjadi sampel. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan
Mei 2010.
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di PT. X.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja di PT. X yang masih aktif bekerja
selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010.
Proses selanjutnya adalah penentuan kriteria inklusi dan eksklusi pada populasi
penelitian yang sudah dutentukan sebelumnya. Dalam penelitian ini sampel yang termasuk
dalam kriteria inklusi adalah seluruh Pekerja di PT. X yang aktif bekerja pada periode
waktu Maret 2009-Maret 2010, bersedia menjadi responden, dan memiliki kemampuan
baca tulis. Sedangkan sampel yang termasuk dalam kriteria eksklusi adalah seluruh Pekerja
di PT. X yang tidak aktif bekerja pada periode waktu Maret 2009-Maret 2010, tidak
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
bersedia menjadi responden, dan tidak memiliki kemampuan baca tulis.
Setelah memberlakukan kriteria inklusi dan eksklusi, maka tahap selanjutnya adalah
menentukan metode pengambilan sampel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode probability sampling dimana setiap unit yang ada di dalam populasi studi
memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai unit sampel. Lebih spesifik, metode
probability sampling yang digunakan yaitu simple random sampling (acak sederhana),
dimana setiap unit dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal
Z1-α/2 : Standar normal deviate pada α = 0,05 (1,96)
P : Proporsi kejadian absen sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu
Maret 2009-Maret 2010 (80%)
d : Presisi mutlak (0,1)
Berdasarkan rumus sampel diatas, dimana proporsi kejadian absensi sakit di PT. X
selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 diketahui sebesar 80% dengan presisi
mutlak sebesar 0,1 dan derajat kepercayaan 95% dengan nilai z = 1,96 maka jumlah
sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1,962 (0,8) (1-0,8)
n = --------------------------- = 61,46 = 62 sampel
(0,1)2
Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, diketahui bahwa jumlah sampel
minimal dalam penelitian ini adalah sebesar 62 sampel. Berdasarkan teori Timmreck
2α/21
2
dP).P(1Zn −
= −
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
(2001) yang menyatakan bahwa semakin kecil besar sampel, maka akan semakin besar
kesalahan dalam prediktabilitas, maka dalam penelitian ini untuk mengurangi kesalahan
dalam prediktabilitas, akan digunakan sampel sebanyak 80 pekerja yang dianggap cukup
untuk mewakili populasi studi.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa sumber data primer
yang diambil langsung dari responden melalui pertanyaan dalam kuesioner (data primer)
berdasarkan kerangka sampel yang sudah ada. Sedangkan untuk data sekunder (data
absensi sakit) diambil dari rekapitulasi absensi sakit yang ada di PT X.
b. Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner terstruktur yang disusun
berdasarkan variabel-variabel yang di teliti.
c. Cara Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner melalui interview.. Untuk data
absensi sakit diambil dari rekapitulasi absensi sakit yang ada di PT X.
4.5 Manajemen Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel-variabel yang akan diteliti
dengan menggunakan software statistik di komputer. Adapun tahapan pengolahan data yang
akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Coding (Pegkodean)
Merubah data berbentuk huruf kedalam bentuk kode berupa angka, hal ini dilakukan
untuk mempermudah proses analisis menggunakan software statistik.
b. Editing (Pengeditan)
Memeriksan kelengkapan data (variabel dan isi) sebelum di entry ke dalam
komputer.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
c. Data Entry (Pemasukan data)
Memasukkan data / input data dengan menggunakan program Ms. Excel di
computer.
d. Cleaning (Pembersihan data)
Mengecek ulang kebenaran data yang sudah di entry serta mengeluarkan variabel
maupun data yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi.
e. Pengolahan Data dan Analisa Data
Mengolah data di dalam software statistic. untuk kemudian dianalisis.
4.6 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer, yang
meliputi:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Pusdatin Depkes RI, 2004, h.41). Pada
variabel yang bersifat katagorik, analisis univariat dilakukan dengan melihat besaran
frekuensi dalam bentuk angka absolute dan proporsi (persentase) untuk masing-masing
kategori.
Pada variabel yang bersifat numeric, analisis univariat dilakukan dengan melihat
besaran nilai mean (rata-rata), mode (nilai yang paling sering muncul), median (nilai
tengah), serta nilai minimum dan maksimum.
b. Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat akan dilakukan uji statistik untuk melihat tingkat kemaknaan
hubungan antar variabel, yang disesuaikan dengan skala ukur dari masing-masing variabel
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
tersebut, yaitu:
• Uji t untuk melihat hubungan antara dua variabel yang bersifat katagori
(independen) dan numerik (dependen), dengan α = 0,05 dan CI = 95%.
• Uji Anova untuk melihat hubungan antara lebih dari dua variabel yang bersifat
katagori (independen) dan numerik (dependen).
• Uji Korelasi dan Regresi untuk melihat hubungan antara variabel yang besifat
numerik (independen) dan numerik (dependen).
Untuk mengetahui tingkat kemaknaan hubungan antar variabel yang diajukan, maka
dilihat dari besar nilai p untuk masing-masing variabel yang telah di uji, yaitu:
Nilai p > α (0,05) tidak cukup bermakna
Nilai p < α (0,05) bermakna
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara usia responden dengan kejadian absen sakit menunjukkan hubungan
yang lemah dan berpola negatif (-0,243), artinya semakin bertambah usia responden maka
semakin menurun jumlah absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret
2009-Maret 2010. Nilai koefisien determinasi 0,059 menunjukkan bahwa persamaan garis
regresi yang kita peroleh hanya dapat menerangkan 5,9 % variasi kejadian absen sakit pada
pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 atau dengan kata lain persamaan
garis yang diperoleh kurang baik untuk menjelaskan variabel kejadian absen sakit.
Tabel 5.1 Hasil uji Anova pada Tabel Distribusi Rata-rata Kejadian Absen Sakit menurut Kebiasaan
Olahraga pada Pekerja di PT. X selama Periode Waktu Maret 2009-Maret 2010
Variabel Mean Std. Deviasi 95% CI p value
Olahraga
- Kurang Bermanfaat 3.26 1.483 2.86 - 3.67
0.000 - Bermanfaat 1.58 1.017 1.09 - 2.07
- Lebih Bermanfaat 1.38 1.061 0.49 - 2.26
Rata-rata jumlah absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret
2009-Maret 2010 yang memiliki kebiasaan olahraga yang kurang bermanfaat adalah 3,26 hari
dengan standar deviasi 1,438. Pada pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga yang bermanfaat
rata-rata jumlah absen karena sakitnya adalah 1,58 atau 2 hari, sedangkan pada pekerja yang
memiliki kebiasaan olahraga lebih bermanfaat rata-rata jumlah absen karena sakitnya adalah 1,38
hari.
Hasil uji stastistik didapatkan nilai p sebesar 0,000, hal ini berarti pada alpha 5% dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga responden
dengan kejadian absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
Maret 2010 atau dengan kata lain ada perbedaan jumlah absen karena sakit pada pekerja dengan
tiga kategori kebiasaan olahraga (kurang bermanfaat, bermanfaat dan lebih bermanfaat).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin bermanfaat kebiasaan olahraga yang
dilakukan oleh para pekerja, maka akan semakin baik pula dampaknya pada kinerja di tempat
kerja yang ditandai dengan semakin sedikitnya jumlah hari absen karena sakit.
Occupational Environ Medicine Journal (2001) menyebutkan bahwa ada keterkaitan
antara partisipasi program fitness dengan absensi pekerja dan hubungan antara
kebugaran/kegiatan fisik dengan absensi pekerja. Disini juga dijelaskan bahwa program
kebugaran dapat mengurangi angka absensi pekerja maka tergantung pada kemampuan program
untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat kebugaran pada pekerja, serta hubungan
antara partisipasi program dengan kejadian absensi sakit pekerja, hal ini juga dimungkinkan oleh
karena semangat kerja dan peningkatan komitmen pimpinan perusahaan terhadap program
kebugaran tersebut.
Tabel 5.2
Hasil uji T Variabel Jenis Pekerjaan, Jenis Kelamin, Alkohol, Merokok, Tidur, Gizi dengan kejadian Absen Sakit pada karyawan PT. X selama Periode Waktu Maret 2009-
Maret 2010
Variabel Mean SD SE p value N
Jenis Pekerjaan
- Shift 2.98 1.603 0.222 0.017 52
- Non shift 2.11 1.37 0.259 28
Jenis Kelamin
- Pria 2.65 1.588 0.181 0.464 77
- Wanita 3.33 1.155 0.667 3
Alkohol
- Baik _ _ _ _ 80
- Buruk 0
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
Merokok
- Baik 2.28 1.436 0.219 0.014 43
- Buruk 3.14 1.619 0.266 37
Tidur
- Tidak Terganggu 2.22 1.396 0.208 0.003 45
- Terganggu 3.26 1.615 0.273 35
Gizi
- Baik 1.33 1.155 0.667 0.133 3
- Buruk 2.73 1.570 0.179 77
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa hasil uji statistik pada variabel jenis pekerjaan
dengan kejadian absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-
Maret 2010 menunjukkan hubungan yang signifikan/bermakna (nilai p = 0,017), hal ini berarti
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara responden yang berkerja dengan shift ataupun
non shift dengan kejadian absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret
2009-Maret 2010. Pada pekerja yang bekerja dengan shift, rata-rata memiliki absen karena sakit
sebanyak 2,98 hari dan pada pekerja yang tidak bekerja dengan shift (non shift), rata-rata
memiliki absen karena sakit sebanyak 2,11 hari.
Kundi et. al (1979), menemukan bahwa kerja shift berpengaruh cukup besar terhadap
kesehatan, yang mana tidur berfungsi untuk memberikan waktu bagi tubuh untuk beristirahat dan
mempersiapkan tubuh untuk melanjutkan ke aktivitas selanjutnya dan menurut Carpentier &
Cazamain (Pheasant, 1991) dalam peneltiannya pada pekerja shift, baik yang permanen maupun
yang rotasi dengan pekerja non shift didapatkan hasil bahwa pekerja shift yang mengalami
gangguan tidur hanya sebesar 5-11%. Selanjutnya terdapat laporan dari pekerja yang dulunya
pernah bekerja shift bahwa 75-84% dari mereka mengalami gangguan tidur.
Sebuah penelitian Best Europen Studies on Time (2000) menyatakan bahwa pekerja shift
mempunyai angka absen yang lebih tinggi daripada pekerja non shift, hal ini diiringi dengan
meningkatnya keluhan kesehatan pada pekerja shift. Pada pekerja yang bekerja dengan sistem
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
shift, terutama jika bekerja dengan sistem shift malam biasanya kondisi fisik mereka pun akan
menurun oleh karena beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah kurangnya
kuantitas dan kualitas tidur.
Nilai p sebesar 0,014 (signifikan) pada hasil uji statistik pada variabel kebiasaan merokok
dengan kejadian absen karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-
Maret 2010, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna jumlah absen karena sakit pada
pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok yang baik dan buruk. Pada pekerja dengan
kebiasaan merokok yang baik, rata-rata jumlah absen karena sakit lebih sedikit yaitu 2,28 hari
dibandingkan pada pekerja dengan kebiasaan merokok yang buruk yaitu sebanyak 3,14 hari.
Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan yang sudah terbentuk dalam kurun waktu yang
cukup lama. Seseorang sebenarnya dapat memilih untuk menjadi seorang perokok ataupun tidak.
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok, diantaranya adalah faktor
emosional, pikiran, stress, dan keinginan untuk mencoba (biasanya pada golongan usia beranjak
remaja.
Kebiasaan merokok pada seseorang akan berpengaruh pada kondisi kesehatan fisik orang
tersebut sehingga kebiasaan merokok ini pun akan mempengaruhi kinerja di tempat kerja, dan
salah satunya berdampak pada kejadian absen karena sakit.
Hasil uji statistik pada variabel pola tidur dengan kejadian absen karena sakit pada pekerja
di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 menunjukkan hubungan yang
signifikan/bermakna (nilai p = 0,003), hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara responden yang memiliki pola tidur yang baik dan buruk dengan kejadian absen karena
sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010. Pada pekerja dengan
pola tidur yang baik (tidak terganggu), rata-rata memiliki absen karena sakit lebih sedikit yaitu
sebanyak 2,22 hari dibandingkan pada pekerja dengan pola tidur yang terganggu yang memiliki
rata-rata memiliki absen karena sakit sebanyak 3,26 hari.
Kebiasaan tidur yang tidak terganggu atau memiliki kualitas tidur yang baik akan
meningkatkan kinerja seseorang di tempat kerja. Jika dikaitkan dengan jenis pekerjaan pada
pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010, dimana pada distribusi variabel
tersebut terlihat jelas bahwa sebagian besar responden bekerja dengan sistem kerja shift. Pekerja
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
yang bekerja dengan sistem kerja shift cenderung akan lebih terganggu pola tidurnya
dibandingkan pada pekerja yang bekerja dengan sistem kerja non shift.
Namun pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku tidur yang tidak terganggu, hal ini mungkin dikarenakan faktor internal dalam diri para
perkerja tersebut dimana mereka bisa mengontrol keadaan apapun, termasuk emosi dan stress di
tempat kerja dengan pola tidur yang baik dan berkualitas.
5.2 Kelemahan Penelitian
Kelemahan Penelitian ini adalah tidak dilakukannya verifikasi data absensi sakit pekerja, yakni
pekerja yang tidak masuk kerja dengan alasan sakit akan tetapi sebenarnya tidak sakit namun
menggunakan surat sakit. Hal ini dikarenakan sifatnya cukup rahasia, sehingga dimungkinkan
data yang diperoleh ada yang bias. Dan untuk kedepannya disarankan peneliti yang akan
melakukan penelitian tentang surat sakit ini agar melakukan verifikasi data absensi sakit pekerja
yang benar-benar sakit dan pekerja yang tidak masuk dengan alasan sakit akan tetapi tidak sakit
namun menggunakan surat sakit sehingga hasil penelitian yang diperoleh benar-benar
menginterprestasikan dari data yang diharapakan.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitan terhadap faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan
kejadian absensi karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret
2010, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
• Distribusi frekuensi dari total 80 responden yang bekerja di PT. X selama periode waktu
Maret 2009-Maret 2010 mendapatkan hasil bahwa sebagian besar responden bekerja dengan
jenis pekerjaan shift (65%), berjenis kelamin pria (96,2%), memiliki kebiasaan olahraga yang
kurang bermanfaat (66,2%), memiliki kebiasaan merokok yang baik (53,8%), pola tidur yang
tidak terganggu (56,3%), status gizi yang buruk (96,3%), dan seluruh responden (100%)
ternyata memiliki kebiasaan meminum alkohol yang baik (tidak mengkonsumsi alkohol) dan
dengan rentang kepercayaan 95%, diketahui bahwa rata-rata usia responden yang bekerja di
PT.X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 adalah 36 tahun, dimana responden yang
paling banyak bekerja di perusahaan tersebut berusia 26 tahun, sedangkan rata-rata dari
responden yang bekerja di PT.X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 telah absen
(tidak masuk kerja) karena sakit selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 (1 tahun)
adalah 3 hari.
• Berdasarkan hasil analisa, maka variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian absensi
karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 adalah:
- Jenis pekerjaan
- Kebiasaan merokok
- Pola tidur
- Prilaku olahraga
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
7.2 Saran
Bagi Perusahaan
• Lakukan program rotasi jenis atau waktu bekerja secara berkala pada pekerja
• Lakukan penyuluhan kesehatan dan bila memungkinkan diikuti dengan penetapan aturan
untuk meminimalisir kebiasaan merokok pada pekerja
• Lakukan penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan pola tidur dan kebiasaan olahraga
agar para pekerja mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pola tidur dan olahraga
sehingga mereka dapat memperbaiki kebiasaan yang berkaitan dengan pola tidur dan
kebiasaan olahraga yang belum tepat atau masih salah
• Lanjutkan dan tingkatkan program promosi kesehatan ditempatkan kerja
Bagi Ilmu Pengetahuan
Kiranya hasil penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian sebelumnya dan menjadi
referensi bagi kalangan akademisi dalam rangka mendalami ilmu kesehatan dan keselamatan
kerja, khususnya tentang kejadian absensi sakit pada pekerja.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Disarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan desain dan metode yang lain
untuk lebih mendalami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan absensi sakit pada pekerja
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. 1997. Rokok dan Kesehatan. Universitas Indonesia: Jakarta.
Alexanderson, et. Al. 2003. Sickness Absence. Causes Concequences and Physician Sickness
Certification Practise. Swedish Council on Technology Assesment in Health Care.
Australian Faculty of Occupational Medicine. 1999. Workplace Attendance and Absenteeism:
Sickness Absence Management Procedure. Australia
Bailey, J.t, et al. 1980. The Stress Audit : Indentifying The Stressor of ICU Nursing. Journal of
Nursing Education Vol. 5 No 3.
Barmby, Tim A, et. Al. 2000. Sickness Absence : An international Comparison. Luxemburg
Employment Study Working Paper Nc. 18 Maxwell School of Citizenship and Public
Affairs syracuse University: Syracuse, New York 13244-1020
_____________, et. Al. Sickness Absence in the UK 1984-2002, Swedish Economic Policy
Review, 11 (2004) 65-88
Boyd, Kenneth M. 2000. Disease, Illness, Health, Healing and Wholeness : Exploring Some
Elusive Concepts. Edinburg University Medical School and The Institute of Medical
Ethnics, BMJ Publishing Group, Journal of Medical Ethics 26:9-17.
Business Link.
Amin, Muhamad. 1996. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa 1 Antitripsin. Airlangga
University Press: Surabaya.
Depkes RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2000. Buku Panduan Strategi Promosi
Kesehatan di Indonesia. Direktorat Promosi Kesehatan: Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja RI. 2000. Profil Sumber Daya Manusia Indonesia. Badan
Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja: Jakarta.
Djoyodibroto, R Darmanto. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Editor. Budiono et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes & KK edisi kedua. Universitas Diponegoro:
Semarang.
Editor. Notoatmodjo & Wuryaningsih. 2000. Pendidikan Promosi dan Perilaku Kesehatan.
Universitas Indonesia: Depok.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bhakti: Bandung.
Ewles & Simnett. 1994. Promosi Kesehatan Petunjuk Praktis edisi kedua. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Goetsch, David L. 1996. Occupational Safety and Health in the age of high technology : for
technologist engineers and managers, second edition. Pretice Hall Inc.,Englewood
Cliffs: New Jersey.
Harsuki. 2003. Perkembangan Olah Raga Terkini Kajian Para Pakar. Radjagrafindo Persada:
Jakarta.
Hastono, Sutanto Priyo. 2001. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia: Depok.
Irianto & Waluyo. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya: Jakarta.
Kalimo, et al. 1987. Psychological Factors at work. World Health Organization.
Kuntaraf & Kuntaraf. 1992. Olah Raga Sumber Kesehatan. Advent Indonesia: Bandung.
Lutan et al. 1991. Manusia dan Olah Raga. Kerjasama ITB dan FPOK/IKIP Bandung: Bandung.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta: Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rhineka Cipta: Jakarta.
Septina, Emmy. 1996. Skripsi: Terjadinya Stres Kerja Pada Karyawan PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Citerup, Identifikasi Faktor-Faktor yang mempegaruhi. FKM-UI: Depok.
Analisis faktor..., Dodi Ardiansyah, FKM UI, 2010