ungkapan masalah-2

21
1.1 LATAR BELAKANG Guru yang baik selalu berusaha menciptakan pembelajaran yang efektif . Setiap guru berusaha untuk mengondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya . Kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya . Kegagalan siswa dalam pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan kapasitas yang diharapkan menjadi tanda adanya kesulitan belajar yang dialami oleh siswa (Suwarto, 2013). Fisika merupakan salah satu cabang ilmu alam yang dipandang penting untuk diajarkan karena Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari dan membekali peserta didik berupa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan

Upload: frilisa-dliyaul-haya

Post on 11-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: UNGKAPAN MASALAH-2

1.1 LATAR BELAKANG

Guru yang baik selalu berusaha menciptakan pembelajaran yang

efektif. Setiap guru berusaha untuk mengondisikan siswa sedemikian rupa

sehingga siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya. Kenyataannya tidak semua siswa dapat

mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Kegagalan

siswa dalam pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan

kapasitas yang diharapkan menjadi tanda adanya kesulitan belajar yang

dialami oleh siswa (Suwarto, 2013).

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu alam yang dipandang

penting untuk diajarkan karena Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan

masalah di dalam kehidupan sehari-hari dan membekali peserta didik berupa

pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan

untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu dan teknologi. Siswa dituntut dapat menguasai

konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan

pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan

pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006).

Guru Fisika kelas X di SMA Negeri 1 Demak memberikan informasi

jika siswa umumnya mengalami kesulitan belajar pada pembelajaran Fisika.

Empat guru Fisika dari sekolah lain juga memberikan informasi yang sama.

Page 2: UNGKAPAN MASALAH-2

Rumini dalam Suwarto (2011) menyatakan bahwa siswa dapat mengalami

kesulitan belajar siswa secara kompleks dan banyak faktor yang

menyebabkan hal itu terjadi. Salah satu bentuk kesulitan belajar siswa

adalah miskonsepsi.

Wahyuningsih, et al. (2013) menemukan bahwa dalam pembelajaran

Fisika, siswa tidak dapat terlepas dari miskonsepsi sehingga penelitian

tentang miskonsepsi perlu dikembangkan untuk mengetahui keberhasilan

pembelajaran konsep yang telah dilakukan guru. Penelitian tentang

pengukuran miskonsepsi pada pembelajaran Fisika pernah dilakukan

sebelumnya. Penelitian Djanette, et al. (2013) menemukan bahwa

mahasiswa Fisika mengalami miskonsepsi perambatan cahaya dalam ruang

hampa. Isliyanti dan Rizal (2011) menemukan siswa Sekolah Menengah

Atas (SMA) mengalami miskonsepsi sebesar 78,38% pada materi Gerak

Lurus Beraturan dan Gerak Lurus Berubah Beraturan. Penelitian Pujianto,

et al. (2013) menemukan sebesar 50% siswa SMA mengalami miskonsepsi

materi Kinematika Gerak Lurus. Penelitian Komalasari dan Eko (2012)

menemukan sebesar 63,7% siswa SMA mengalami miskonsepsi materi

Suhu dan Kalor. Penelitian Iriyanti, et al. (2012) menemukan miskonsepsi

siswa SMP materi Kalor sebesar 51,2%.

Rusilowati (2006) menyatakan bahwa untuk menyelidiki kesulitan

belajar yang dialami siswa dapat dilakukan dengan melakukan observasi,

interview, tes diagnostik, dan memanfaatkan dokumentasi. Salah satu cara

mengungkap miskonsepsi yang dialami siswa dengan melakukan uji

Page 3: UNGKAPAN MASALAH-2

miskonsepsi melalui pertanyaan-pertanyaan atau tes diagnostik. Bruecker

dan Melby dalam Suwarto (2010) menyatakan bahwa tes diagnostik dapat

digunakan untuk menentukan elemen-elemen dalam suatu mata pelajaran

yang mempunyai kelemahan-kelemahan khusus dan memberikan petunjuk

untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Tes untuk keperluan

diagnostik adalah tes yang harus berdasarkan pada analisa secara rinci yang

menempatkan secara tepat kelemahan dimana ada kesukaran, atau tahap

secara umum dimana ada kekurangan.

Lima guru SMA Fisika kelas X yang diwawancarai menyatakan

bahwa mereka tidak pernah melakukan pengukuran miskonsepsi siswa

selama pembelajaran Fisika melalui tes diagnostik. Biasanya, guru hanya

menggunakan tes ulangan harian untuk mengetahui siswa kesulitan di

bagian apa pada materi Fisika kemudian diberikan tindak lanjut berupa

penjelasan ulang dan remidi, sehingga tidak diperoleh informasi secara rinci

dan jelas tentang miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Lima guru Fisika

yang diwawancarai memiliki pengetahuan tentang pengertian miskonsepsi

dan tes diagnostik, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara membuat tes

diagnostik untuk pembelajaran Fisika.

Lima guru Fisika yang diwawancarai tidak memiliki pengetahuan

bagaimana mengembangkan tes diagnostik, tetapi menyadari bahwa tes

diagnostik sesungguhnya diperlukan untuk menemukan miskonsepsi siswa

sehingga dapat dilakukan tindak lanjut untuk memaksimalkan hasil belajar

siswa. Jika hasil belajar maksimal maka dapat dikatakan siswa menguasai

Page 4: UNGKAPAN MASALAH-2

semua konsep Fisika dan sesuai dengan konsep Fisika yang sebenarnya.

Lima guru Fisika yang diwawancarai menyebutkan waktu dan kesibukan

sebagai kendala utama yang menyebabkan guru tidak pernah membuat dan

menerapkan tes diagnostik selama pembelajaran Fisika berlangsung. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak adanya tes diagnostik yang tersedia untuk

mengungkap miskonsepsi yang dialami oleh siswa, khususnya di SMA

Negeri 1 Demak.

Ketidaktersediaan tes diagnostik dalam pembelajaran Fisika di SMA

Negeri 1 Demak untuk mengukur miskonsepsi siswa, memungkinkan jika

dulu siswa mengalami miskonsepsi pada materi tertentu dalam

pembelajaran Fisika maka miskonsepsi tersebut masih dimiliki oleh siswa

hingga sekarang. Untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan konsep yang

dialami siswa, maka guru perlu mengembangkan tes diagnostik. Seorang

dokter harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada pasiennya

sebelum memberikan obat untuk menyembuhkan penyakit pasien tersebut.

Hal ini juga berlaku dalam pembelajaran Fisika, guru Fisika memerlukan tes

diagnostik untuk menemukan apakah siswa mengalami miskonsepsi atau

tidak dalam belajar Fisika.

Berikut ini penelitian tentang pengembangan tes diagnostik untuk

mengukur miskonsepsi siswa SMA bidang kajian Fisika yang pernah

dilakukan di Indonesia, yaitu (1) Komalasari dan Eko (2012) menggunakan

tes diagnostik satu tingkat berupa pretes uji miskonsepsi berisi soal konsep

dan perhitungan materi Suhu dan Kalor, (2) Pujianto, et al. (2013)

Page 5: UNGKAPAN MASALAH-2

menggunakan tes diagnostik dua tingkat berupa soal pilihan ganda disertai

tingkat keyakinan untuk mengukur miskonsepsi siswa SMA materi

Kinematika Gerak Lurus, (3) Wahyuningsih, et al. (2013) menggunakan tes

diagnostik dua tingkat yaitu tes pilihan ganda dengan alasan terbuka untuk

mengukur miskonsepsi siswa SMA materi Fluida dan Teori Kinetik Gas, (4)

Isliyanti dan Rizal (2011) menggunakan tes diagnostik satu tingkat berupa

pilihan ganda untuk mengukur miskonsepsi materi Mekanika, (5) Nugraeni,

et al. (2013) menyusun tes diagnostik dua tingkat berupa tes pilihan ganda

dengan alasan terbuka untuk mengukur miskonsepsi siswa SMA materi

Listrik Dinamis.

Terdapat berbagai bentuk tes diagnostik, yaitu tes diagnostik satu

tingkat, dua tingkat dan tiga tingkat yang dapat digunakan untuk mengukur

miskonsepsi siswa. Pesman (2005) menyebutkan bahwa tes diagnostik tiga

tingkat lebih valid dalam menemukan konsepsi dan miskonsepsi siswa

dibandingkan tes satu atau dua tingkat dan menyarankan untuk

menggunakan tes diagnostik tiga tingkat dalam penelitian selanjutnya. Tes

diagnostik tiga tingkat yang akan dikembangkan adalah tes diagnostik

pilihan ganda tiga tingkat yang terdiri dari soal, alasan, dan tingkat

keyakinan siswa. Soal tes berupa pilihan ganda dipilih karena dapat

mencakup materi yang lebih luas dibandingkan tes esai seperti yang

dikemukakan oleh Arikunto (2007). Tes diagnostik pilihan ganda dapat

mengukur tingkat belajar yang berbeda, lebih objektif dalam penskoran

Page 6: UNGKAPAN MASALAH-2

sehingga lebih dapat diandalkan, dan cara menilainya lebih cepat dan mudah

(Pesman, 2005).

Format alasan yang akan dibuat berupa tiga alasan yang ditentukan

dan satu alasan terbuka. Tujuan pemilihan alasan yang ditentukan adalah

untuk menghindari siswa yang tidak menuliskan alasan di tingkat kedua

dalam tes diagnostik tiga tingkat yang akan dikembangkan. Satu alasan

terbuka dipilih karena tes diagnostik dengan alasan terbuka dapat

mendeteksi miskonsepsi yang lebih banyak (Voska dan Heikkinen, 2000).

Adanya tingkat keyakinan dalam tes diagnostik dapat menunjukkan

seberapa kuat siswa memegang konsep yang dimilikinya.

Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada 50 siswa SMA

Negeri 1 Demak yang terdiri dari 25 siswa kelas XI IPA 2 dan 25 siswa

kelas XII IPA 6, diperoleh gambaran pendapat siswa tentang pembelajaran

Fisika. Informasi lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.

Page 7: UNGKAPAN MASALAH-2

Tabel 1.1 Pendapat Siswa Tentang Mata Pelajaran Fisika

Kategori

Ya/*Selalu/

**Sulit semua(%)

Tidak/*Tidak selalu/**Tidak semua

(%)

Ragu-ragu/*Kadang-kadang/**Mudah semua

(%)Kelas

XIKelas XII

Kelas XI

Kelas XII

Kelas XI

Kelas XII

Siswa merasa senang belajar Fisika

44 40 4 24 52 36

Siswa merasa kesulitan belajar Fisika*

12 32 0 0 88 68

Siwa berpendapat Fisika adalah pelajaran sulit

40 68 12 16 48 16

Siswa merasa pernah mengalami salah konsep

72 76 12 0 16 24

Siswa merasa semua materi Fisika sulit**

0 4 96 96 4 0

Sebanyak 88% siswa kelas XI dan 68% siswa kelas XII masih merasa

kesulitan belajar Fisika. Sebanyak 72% siswa kelas XI dan 76% siswa kelas

XII menyatakan pernah mengalami salah konsep selama mereka belajar

Fisika. Meskipun siswa menyatakan mengalami kesulitan dan mengaku

pernah mengalami salah konsep, tetapi 96% siswa baik kelas XI dan XII

menyatakan tidak semua materi Fisika sulit, yang berarti bahwa kesulitan

belajar siswa terjadi pada materi tertentu.

Tabel 1.2 Pendapat Siswa Tentang Materi Fisika Kelas X Semester 2

Kategori

Suhu & kalor (%)

Optik(%)

Listrik dinamis(%)

Fluida statis(%)

Kelas XI

Kelas XII

Kelas XI

Kelas XII

Kelas XI

Kelas XII

Kelas XI

Kelas XII

Materi Fisika yang sulit

16 8 76 44 40 40 52 60

Materi Fisika paling sulit

0 4 56 52 20 28 24 16

Page 8: UNGKAPAN MASALAH-2

Tabel 1.2 memperlihatkan hasil bahwa materi Optik, Fluida Statis, dan

Listrik Dinamis sebagai materi Fisika kelas X semester 2 yang tergolong

lebih sulit bagi siswa kelas XI dan XII dibandingkan materi Suhu dan Kalor.

Dari keempat materi Fisika tersebut, sebanyak 56% siswa kelas XI dan 52%

siswa kelas XII menyebutkan bahwa materi Optik sebagai materi Fisika

kelas X semester 2 yang paling sulit untuk dipahami. Hal ini menjadi

landasan penelitian ini untuk mengetahui apakah kesulitan siswa dalam

memahami materi Optik dimungkinkan karena adanya miskonsepsi yang

dialami siswa sehingga dibutuhkan tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat

sebagai salah satu cara untuk mendeteksi miskonsepsi tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini berjudul

“PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA TIGA

TINGKAT UNTUK MENENTUKAN PROFIL MISKONSEPSI SISWA

SMA MATERI OPTIK”.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi:

1) Hasil belajar Fisika siswa SMA masih belum maksimal berdasarkan hasil

wawancara dengan guru.

2) Siswa mengaku mengalami kesulitan dalam belajar Fisika berdasarkan

hasil angket yang dipertegas oleh pernyataan guru.

3) Siswa mengaku materi Fisika kelas X semester 2 yang paling sulit

dipahami adalah materi Optik.

Page 9: UNGKAPAN MASALAH-2

4) Tes ulangan yang biasa digunakan oleh guru tidak dapat mengidentifikasi

kesulitan belajar siswa SMA khususnya miskonsepsi siswa.

5) Ketidaktersediaan tes diagnostik yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kesulitan belajar siswa khususnya miskonsepsi yang

dialami oleh siswa.

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Pembatasan masalah pada penelitian ini meliputi:

1) Pengembangan instrumen tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat untuk

menentukan miskonsepsi siswa SMA, berupa tujuan pembelajaran,

indikator pembelajaran, kisi-kisi soal, petunjuk pengerjaan, soal-soal tes

diagnostik, lembar jawab, kunci jawaban, pedoman penskoran, dan

pedoman interpretasi hasil.

2) Soal-soal pada tes diagnostik pilhan ganda tiga tingkat yang akan

dikembangkan hanya mencakup materi Optik.

3) Tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat yang akan dikembangkan, akan

digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik butir soal tes diagnostik.

4) Tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat yang akan dikembangkan, akan

digunakan mendeskripsikan profil miskonsepsi yang dialami oleh siswa

SMA pada materi Optik.

1.4 RUMUSAN MASALAH

Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana hasil pengembangan tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat

untuk menentukan miskonsepsi siswa SMA pada materi Optik?

Page 10: UNGKAPAN MASALAH-2

2) Bagaimana validitas tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat yang

dikembangkan untuk menentukan miskonsepsi siswa SMA pada materi

Optik?

3) Bagaimana reliabilitas tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat yang

dikembangkan untuk menentukan miskonsepsi siswa SMA pada materi

Optik?

4) Bagaimana karakteristik butir soal tes diagnostik pilihan ganda tiga

tingkat yang dikembangkan untuk menentukan miskonsepsi siswa SMA

pada materi Optik?

5) Miskonsepsi apa saja yang dialami oleh siswa SMA pada materi Optik?

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Aydin, S. 2012. Remediation of Misconceptions About Geometric Optics Using Conceptual Change Texts. Journal of Education Research and Behavioral Sciences, 1 (1), 1-12.

Caleon, I.S. dan R. Subramaniam. 2010. Do Students Know What They Know and What They Don’t Know? Using a Four-Tier Diagnostic Test to Assess the Nature of Students’ Alternative Conceptions. Res Sci Educ, 40, 313–337.

Chandrasegaran, A.L., David, F.T., dan Mauro, M. 2007. The Development of A Two-Tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability To Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation. Chemistry Education Research and Practice, 8 (3), 293-307.

Dahar, R. W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga

Page 11: UNGKAPAN MASALAH-2

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Tes Diagnostik. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Djanette, B., Chafiqi, F., dan Kendil, D. 2009. Students Misconceptions about Light in Algeria. Education and Training in Optics and Photonics. Conference Paper. St. Asaph, North Wales United Kingdom, 5-7 Juni.

Djanette, B., Chafiqi, F., dan Kendil, D. 2013. What Thinks The University's Students About Propagation of Light in The Vacuum?. European Scientific Journal, 9 (24), 197-213.

Gurel, D. K. dan Ali, E. 2013. A Content Analysis of Physics Textbooks as a Probable Source of Misconceptions in Geometric Optics. Hacettepe University Journal of Education, 28 (2), 234-245.

Iriyanti, N. P., Sri, M., dan Sri, R. D. A. 2012. Identifikasi Miskonsepsi Pada Materi Pokok Wujud Zat Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bawang Tahun Ajaran 2009/2010. Jurnal Pendidikan Kimia, 1 (1), 8-13.

Isliyanti, A. dan Rizal, K. 2011. Pembuatan Kumpulan Pembahasan Miskonsepsi pada Beberapa Topik Materi Mekanika. Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011. Bandung, 22-23 Juni 2011. Hal 144-147.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. 2013. http://kbbi.web.id/kembang [diakses 10-12-2013].

Komalasari, A.dan Eko S. K. 2012. Miskonsepsi Tentang Suhu dan Kalor Pada Siswa Kelas 1 di SMA Muhammadiyah Purworejo, Jawa Tengah. Berkala Fisika Indonesia, 4 (1&2), 46-49.

Kose, S. 2008. Diagnosing Student Misconceptions: Using Drawings as a Research Method. World Applied Sciences Journal, 3 (2), 283-293.

Kutluay, Y. 2005. Diagnosis Of Eleventh Grade Students’ Misconceptions About Geometric Optic by A Three-Tier Test. Tesis. Ankara: Middle East Technical University.

Marithawati. Y. D. 2011. “Pengembangan Perangkat Penilaian Berbasis Aktivitas (Activity-Based Assessment) Sebagai Asesmen Keterampilan Proses IPA Siswa SMP pada Materi Keaneka Ragaman Makhluk Hidup”. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes.

Nugraeni, D., Jamzuri, dan Sarwanto. 2013. Penyusunan Tes Diagnostik Fisika Materi Listrik Dinamis. Jurnal Pendidikan Fisika, 1 (2), 12-16.

Page 12: UNGKAPAN MASALAH-2

Ouattara, F. dan Barthelemie, B. 2012. Teaching and Learning in Geometrical Optics in Burkina Faso Third Form Classes: Presentation and Analysis of Class Observations Data and Students' Performance. British Journal of Science, 5 (1), 83-103.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Jakarta.

Pesman, H. 2005. Development of A Three-Tier Test To Assess Ninth Grade Students’ Misconceptions About Simple Electric Circuits. Tesis. Ankara: Middle East Technical University.

Pujianto, A., Nurjannah, dan I, W. D. 2013. Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako, 1 (1), 16-21.

Rusilowati, A. 2006. Profil Kesulitan Belajar Fisika Pokok Bahasan Kelistrikan Siswa SMA di Kota Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4 (2), 100-106.

Salirawati, D. 2011. Pengembangan Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kesetimbangan Kimia Pada Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 15 (2), 232-249.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Suniati, N.M.S., Wayan, S., dan Anggan, S. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Multimedia Interaktif Tehadap Penurunan Miskonsepsi (Studi Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran Cahaya dan Alat Optik di SMP Negeri 2 Amlapura). e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4.

Suparno, P. 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: PT Grasindo.

Suwarna, I. P. 2014. Analisis Miskonsepsi Siswa SMA Kelas X Pada Mata Pelajaran Fisika Melalui CRI (Certain Respon Index) Termodifikasi. Jurnal Laporan Penelitian. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Suwarto. 2010. Pengembangan The Two-Tier Diagnostic Tests Pada Bidang Biologi Secara Terkomputerisasi. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 14 (2), 206-224.

Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik Dalam Pembelajaran (Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 13: UNGKAPAN MASALAH-2

Suwarto dan Afif, A. 2011. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Program Komputer. Proceeding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2011. Sukoharjo, 7 Desember 2011. Hal 146-155.

Tan, K. C. D., Keith, S. T., Ngoh, K. G., dan Lian, S. C. 2005. The Ionisation Energy Diagnostic Instrument: A Two-Tier Multiple-Choice Instrument To Determine High School Students’ Understanding of Ionisation Energy. Chemistry Education Research and Practice, 6 (4), 180-197.

Tekkaya, C. 2002. Misconceptions As Barrier To Understanding Biology. Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi, 23, 259-266.

Tekos, G. dan Christina, S. 2009. Constructivist Learning and Teaching of Optics Concepts Using ICT Tools in Greek Primary School: A Pilot Study. J Sci Educ Technol, 18, 415-428.

Treagust, D. F. 2007. Diagnostic Assessment in Science as a Means To Improving Teaching, Learning and Retention. UniServe Science Assessment Symposium Proceedings. Hal 1-9.

Varidi, S. 2010. Pembelajaran Fisika: Asumsi Tersembunyi, Miskonsepsi, Cara Belajar Analogi, Peraga-Eksperimen Sederhana, dan Muatan Lokal. Pelatihan Kompetensi Tenaga Pendidik Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. 24-25 September 2010.

Vichitvejpaisal, P., Vorakran, J., Tippawan, P., Pinda, V., Parichad A., Suthisa, C., Kanitha, K., Phetcharee, C. 2011. Developing a Two-Tier Diagnostic Test to Assess Arterial Blood Gases Learning by Students With Different Background Knowledge in Anesthesiology. South East Asian Journal of Medical Education, 5 (2), 27-33.

Voska, K. W. dan Heikkinen, H. W. 2000. Identification and Analysis of Student Conceptions Used To Solve Chemical Equilibrium Problems. Journal of Research in Science Teaching, 37 (2), 160-176.

Wahyuningsih, T., Trustho, R., dan Dyah, F. M. 2013. Pembuatan Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan Fisika, 1 (1), 111-117.

Wang, J. R. 2004. Development and Validation of A Two-tier Instrument To Examine Understanding of Internal Transport in Plants and The Human Circulatory System. International Journal of Science and Mathematics Education, 2, 131–157.