ulkus kornea

36
BAB I PENDAHULUAN Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik 1

Upload: rizalmasdukianwar

Post on 07-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

refratttt

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan

ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini

dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini

dan diobati secara memadai.

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang

uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif

jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan

oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam

mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat

daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-

sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat

film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah

faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk

mempertahankan keadaan dehidrasi.

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan

dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke

dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea

merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,

menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat

terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan

yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi

1

berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea

yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab

kebutaan nomor dua di Indonesia.

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab

kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan

kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri,

jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat

akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang

luas.

Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi

karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui

penyebabnya.

2

BAB II

ISI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal

sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung

melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar

11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-

beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),

lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara

sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung

dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu

sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar

sehingga penderita akan melihat halo.

Gambar 1. Anatomi Kornea

3

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel

gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong

kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi

sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya

dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa

yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar

satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang

teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang

kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma

kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

4

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-

40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui

hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3

bulan.

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,

dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,

avaskularitasnya dan deturgensinya.1

B. DEFENISI

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian

jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek

5

kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel

sampai stroma.

C. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus

kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan

predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian

lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi

jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode

1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan

angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,

penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama

2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau

morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea,

kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di

USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki.

Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari

sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

D. PATOFISIOLOGI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan

seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di

permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,

segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan

yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera

datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka

badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,

6

segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah

ulkus kornea.6

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik

superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa

sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,

regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang

terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan

dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat

sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar

kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan

superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih

kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka

akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

E. ETIOLOGI 1,4,5,6

a. Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus

berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret

yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi

P aeruginosa.

7

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.

Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil

dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus

dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di

bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,

vacinia (jarang).

Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam

air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.

Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin

dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila

memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya

ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau

tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,

organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata

maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya

kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara

lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium

hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen

kornea.

8

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari

yang akan merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis

sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat

disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),

kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang

menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek

pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna

dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;

kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan

golongan imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

9

F. KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

1. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk

cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok

pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila

tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma

dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen

yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

10

Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48

jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.

Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea

Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.

Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan

gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi

sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat

dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak

kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding

dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan

dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa

minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak

kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada

bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian

sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,

seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong

11

dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.

Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan

perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada

mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea

keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk

dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes

zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi

tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan

infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes

simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan

tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan

epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat

hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran

kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai

dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

12

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan

dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan

infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,

toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya

lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan

lain-lain.

13

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah

sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai

sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori

hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang

satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan

kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,

kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang

dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya

tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

G. MANIFESTASI KLINIS4

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

14

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat

pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel

kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

H. DIAGNOSIS1,3,5

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan

adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang

bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering

kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien

seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,

virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat

penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi

imunosupresi khusus.

15

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi

siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus

berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau

KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula

kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan

pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi

jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya

dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

16

Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus Gambar 10 b .Pewarnaan gram

ulkus kornea herpes simplex herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 11. b Pewarnaan

gram ulkus bacteria

akantamoeba

I. PENATALAKSANAAN4,6,7

17

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis

mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada

ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi

peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien

tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat

sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin

dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum

yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki

dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,

pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks

dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,

yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid

0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya

cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan

sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan

bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

18

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.

Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada

hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya

akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan

lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau

tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan

salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

19

Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya

preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang

dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin

> 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,

Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai

jenis anti biotik

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid

lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas

untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media

yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban

memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi

rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

20

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni

trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang

mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna

keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan

perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru

yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan

ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar

limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi

perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau

sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas

atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan

gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja,

maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati

seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh

menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

21

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat

pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu

penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam

penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 14. Keratoplasti

J. PENCEGAHAN

22

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada

ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada

kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk

bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa

menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan

basah

- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan

merawat lensa tersebut.

K. KOMPLIKASI7

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

Prolaps iris

Sikatrik kornea

Katarak

Glaukoma sekunder

L. PROGNOSIS 3,8

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya

mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya

komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi.

23

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan

pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;

migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan

pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh

dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu

adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan

granulasi dan kemudian sikatrik.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-

04-14

2. Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org

3. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007

4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004

5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam :

Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran,

edisi ke 2, Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002

6. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito

Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari

www.tempo.co.id. 2007

7. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989

25