ulkus-kornea

19

Click here to load reader

Upload: ruliiyy-deangelo-tsii-monzterjackerz

Post on 07-Aug-2015

298 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Ulkus-Kornea

TRANSCRIPT

Page 1: Ulkus-Kornea

1

Makalah

Presentasi Kasus: Keratitis dan Ulkus Kornea

Disusun oleh:

Fahreza Aditya Neldy

0606065440

Ferdi

0606065535

Pembimbing:

Dr. Bondan Harmani Sp.M

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

2009

Page 2: Ulkus-Kornea

2

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah jendela dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa mata adalah salah satu indera

yang penting bagi manusia dikarenakan 83 persen informasi dari luar datang melalui mata.

Mata yang membuat manusia dapat melihat, membantu dalam berkomunikasi antar

sesama dan menjalani kehidupan sehari-hari sehingga kualitas mata akan berpengaruh

terhadap kualitas hidup seseorang. Dengan peran yang sangat penting itu, tak heran jika

mata mendapatkan perhatian khusus salah satunya dalam bidang kesehatan.

Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari kelainan

kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya angka kebutaan di

Indonesia. Salah satu penyakit mata tersering adalah keratitis. Keratitis atau peradangan

pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan

kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga

rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis akan

mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat menurunkan

kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai dokter umum untuk dapat mengenali

dan menanggulangi kasus keratitis (sejauh kemampuan dokter umum) yang terjadi di

masyarakat baik sebagai dokter keluarga ataupun dokter yang bekerja di strata pelayanan

primer. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami membuat pembahasan kasus

mengenai keratitis dan ulkus kornea ini.

Page 3: Ulkus-Kornea

3

BAB II

ISI

2.1 Aspek Anatomifisiologis Kornea

Kornea memiliki paling tidak 2 fungsi yaitu sebagai membran protektif dan sebagai

“jendela” bagi cahaya untuk masuk ke dalam retina. Epitel pada kornea menjadi barrier

efektif dalam masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Fungsi kornea sebagai “jendela”

ditunjang oleh 3 karakteristik yaitu strukur yang uniform, avaskular dan keadaan yang

relatif dehidrasi dari stroma kornea. Keadaan yang relatif dehidrasi ini sangat bergantung

pada endotel sehingga kerusakan pada endotel kornea akan menyebabkan kornea menjadi

edema dan hilangnya trasparansi. Kornea bersifat avaskular sehingga nutrisi didapatkan

dengan cara difusi dari pembuluh darah perifer di dalam limbus dan dari humour akueus

di bagian tengah.

2.2 Aspek Histologis Kornea

Kornea merupakan bagian tunika fibrosa yang

transparan, avaskular, dan kaya akan ujung-ujung

saraf. Tebal kornea rata-rata adalah 550 µm, dengan

diameter rata-rata horizontal 11,75 mm dan vertikal

10.6 mm. Kornea berasal dari penonjolan tunika

fibrosa ke sebelah depan mata. Secara histologi

kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu:

a. Epitel kornea

Merupakan lanjutan dari konjungtiva, disusun

oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk.

Lapisan ini merupakan lapisan kornea terluar yang

langsung kontak dengan dunia luar dan terdiri dari

7 lapis sel. Epitel kornea ini mengandung banyak

ujung-ujung serat saraf bebas. Sel-sel yang terletak

di permukaan cepat menjadi aus dan digantikan

oleh sel-sel yang dibawahnya yang bermigrasi

Bagan 1 histologi kornea

Bagan 2 epitel kornea

Page 4: Ulkus-Kornea

4

dengan cepat.

b. Membran Bowman

Merupakan lapisan fibrosa yang terletak di bawah epitel tersusun dari serat sel kolagen

tipe 1.

c. Stroma kornea

Merupakan lapisan kornea yang paling tebal tersusun dari serat-serat kolagen tipe 1

yang berjalan secara parallel membentuk lamel kolagen. Sel-sel fibroblas ini terletak di

antara serat-serat kolagen.

d. Membran Descement

Merupakan membran dasar yang tebal tersusun dari serat-serat kolagen.

e. Endotel

Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam tersusun dari epitel selapis

gepeng atau kuboid rendah. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan

untuk memelihara membrane Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan

dinding selnya mempunyai pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion

natrium ke dalam kamera okuli anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara

pasif. Kelebihan cairan di stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma

dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu faktor yang diperlulan untuk

mempertahankan kualitas refraksi kornea.

2.3 Ulkus Kornea

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan

kornea. Terbentuknya kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang

dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu

sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi

toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman

Staphylococcus aureus, Hemophillus influenzae, dan Moraxella lacunata.

Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi

inokulum. Selain radang dan infeksi, penyebab lain ulkus kornea ialah defisinsi vitamin A,

lagoftalmos akibat parese saraf VII, lesi saraf III, atau neurotrofik, dan ulkus Mooren.

Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, Acanthamoeba, dan Herpes simpleks.

Page 5: Ulkus-Kornea

5

Bakteri yang sering menyebabkan ulkus kornea adalah Streptococcus alfa hemolyticus, S.

aureus, M. likuefasiens, dan P. aeruginosa. Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur

dan bakteri akan terdapat defek epitel yang dikelilingi leukosit polimorfonuklear. Bila

infeksi disebabkan virus, akan terlihat reaksi hipersensitivitas di sekitarnya. Bentuk ulkus

marginal dapat fokal, multifokal, atau difus yang disertai dengan masuknya pembuluh

darah ke dalamnya.

Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi, atau membentuk jaringan parut.

Pada proses kornea yang progresif dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang

memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk. Pada pembentukan jaringan parut

akan terdapat epitel, jaringan kolagen baru, dan fibroblas. Dengan pemeriksaan

biomikroskopi tidak mungkin untuk mengetahui diagnosis ulkus kornea. Ulkus kornea

biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma enteng yang merusak epitel kornea.

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah sakit mata ringan hingga berat,

fotofobia, penglihatan menurun, dan kadang kotor. Ulkus kornea akan memberikan

kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang diberi pewarnaan

fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea

akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Gejala yang dapat menyertai adalah

terdapat penipisan kornea, lipatan Descemet, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan

vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema, dan sinekia posterior. Biasanya kokus

gram positif, S. aureus, dan S. pneumoniae akan memberikan gambaran ulkus yang

terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang

supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat

infiltrasi sel radang. Bila ulkus disebabkan Pseudomonas maka ulkus akan terlihat

melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada

permukaan ulkus. Bila ulkus disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu

dikelilingi infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit). Bila ulkus berbentuk dendrit

akan terdapat hipestesi pada kornea. Ulkus yang berjalan cepat dapat membentuk

descemetokel atau terjadi perforasi kornea yang berakhir dengan membuat suatu bentuk

leukoma adheren. Bila proses pada ulkus berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa

sakit, fotofobia, berkurang infiltrat pada ulkus dan defek epitel kornea menjadi bertambah

kecil.

Page 6: Ulkus-Kornea

6

Diagnosis laboratorium ulkus kornea adalah keratomalasia dan infiltrat sisa karat benda

asing. Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat diagnosis kausa.

Pemeriksaan jamur digunakan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.

Sebaiknya pada setiap ulkus kornea dilakukan pemeriksaan agar darah, Saboraud,

triglikolat, dan agar coklat.

Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotika yang

sesuai, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat

sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pengobatan ulkus kornea

bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi

radang dengan steroid. Secara umum ulkus diobati sebagai berikut:

1. Tidak boleh dibebat karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai

inkubator;

2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali/hari;

3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder;

4. Debridement sangat membantu penyembuhan;

5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali

keadaan berat.

Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali bila

penyebabnya Pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu. Pada

ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan pengobatan tidak

sembuh atau terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan.

2.4 Morfologi Infeksi Kornea

Keratitis epitelial

Perubahan epitel kornea bervariasi mulai dari edema ringan dan

vakuolisasi sampai erosi, pembentukan filament, keratinisasi parsial,

dan lain-lain. Lokasi lesi juga bervariasi. Semua bentuk keratitis

epitel ini memiliki pengaruh besar dalam menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan slitlamp dengan atau tanpa pewarnaan fluoresens

menjadi keharusan dari pemeriksaan mata luar.

Bagan 3 keratitis

epitel filamen

Page 7: Ulkus-Kornea

7

Keratitis Subepitel

Ada beberapa tipe lesi subepitel yang penting untuk diketahui. Contoh:

infiltrat subepitel dari epidemik keratoconjungtivitis, yang disebabkan

oleh adenoviruses 8 dan 19.

Keratitis Stroma

Respon stroma kornea terhadap penyakit berupa infiltrate

(representasi dari akumulasi sel-sel radang), edema (manifestasi

dari penebalan konea, opasifikasi atau scarring), nekrosis atau

melting yang mengakibatkan penipisan kornea, perforasi kornea,

dan vaskularisasi kornea.

Keratitis Endotel

Disfungsi endotel kornea menyebabkan edema kornea, yang pada awalnya melibatkan

stroma kemudian epitel. Selama kornea belum terlalu edema, morfologi abnormalitas

endotel dapat terlihat dengan slitlamp. Sel-sel inflamasi pada endotel (presipitat kornea)

tidak selalu menjadi tanda penyakit kornea karena dapat berupa manifestasi klinis dari

uveitis anterior yang dapat diikuti ataupun tidak diikuti keratitis stroma.

Bagan 5 keratitis stromal

Bagan 4 keratitis

subepitel

Page 8: Ulkus-Kornea

8

2.5 Keratitis Bakteri

Beragam jenis ulkus yang disebabkan bakteri yang berbeda memiliki bentuk yang sama,

dan hanya bervariasi derajat keparahannya, terutama pada bakteri opurtunistik seperti

streptokokus α hemolitikus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,

nocardia, dan M fortuitum-chelonei, yang menyebabkan ulkus yang cenderung menyebar

perlahan dan superfisial.

Streptococcus pneumoniae (pneumococcal) Corneal Ulcer

Ulkus kornea karena pneumokokus biasanya timbul 24-48 jam setelah inokulasi pada

kornea yang tidak intak. Ulkus biasanya berwarna keabu-abuan, berbatas tegas, dan

cenderung menyebar secara acak dari fokus infeksi ke arah sentral kornea. Dinamakan

acute serpiginous ulcer karena ulserasi aktif diikuti oleh jejak ulkus yang menyembuh.

Page 9: Ulkus-Kornea

9

Pada awalnya lapis superfisial saja yang terkena kemudian menuju lapis dalam kornea.

Kornea di sekitar ulkus biasanya tetap jernih. Hipopion tidak selalu menyertai ulkus.

Hasil dari kerokan ulkus memperlihatkan bakteri kokus Gram-positif: lancet-shaped

dengan kapsul.

Lesi kornea Pseudomonas aeruginosa

Ulkus kornea Pseudomonas dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau keabu-abuan

pada epitel kornea yang tidak intak. Ulkus kornea yang disebabkan Pseudomonas sering

disertai rasa sakit. Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke semua arah karena enzim

proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Pada awalnya hanya mengenai kornea

superficial, namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh kornea yang dapat

menyebabkan perforasi kornea dan infeksi intraocular berat. Perforasi berhubungan

dengan IL-12 yang dilepaskan pada saat inflamasi. Sering terdapat hipopion yang

membesar seiring dengan perluasan ulkus. Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan

karena pigmen yang diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan

patognomonic untuk infeksi P aeruginosa. Ulkus kornea karena Pseudomonas biasanya

berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak – terutama jenis pemakaian jangka

panjang. Selain itu juga berhubungan dengan pemakian larutan fluoresens dan tetes mata

yang terkontaminasi. Hasil kerokan pada lesi memperlihatkan batang Gram-negatif tipis.

Lesi kornea Moraxella liquefaciens

M liquefaciens (diplobacillus of Petit) menyebabkan ulkus berbentuk oval yang biasanya

terletak di inferior kornea kemudian menginfeksi stroma bagian dalam dalam periode

beberapa hari. Biasanya tidak disertai hipopion atau disertai namun hanya berupa

hipopion kecil berjumlah satu, kornea di sekitar ulkus biasanya jernih. Ulkus M

liquefaciens sering terjadi pada pasien dengan alkoholisme, diabetes, dan keadaan

imunosupresi.Hasil kerokan memperlihatkan nakteri batang Gram-negatif, besar, dan

square-ended diplobacilli.

Lesi kornea Group A Streptococcus

Ulkus yang disebabkan Streptokokus beta- hemolitikus grup A tidak memiliki ciri khusus.

Sekitar stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, terdapat juga hipopion. Hasil kerokan

lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk rantai.

Page 10: Ulkus-Kornea

10

Lesi kornea Mycobacterium fortuitum-chelonei & Nocardia

Ulkus karena M fortuitum-chelonei dan nocardia jarang terjadi. Biasanya menyertai

trauma dan terdapat riwayat kontak dengan tanah. Pada dasar ulkus terdapat garis radier

yang terlihat seperti kaca depan mobil yang pecah. Hipopion dapat menyertai atau tidak.

Hasil kerokan lesi memperlihatkan acid-fast slender rods (M fortuitum-chelonei) atau

bentuk filamen gram-positif (nocardia).

2.6 Keratitis Jamur

Umum terjadi pada petani dengan riwayat trauma atau kontak benda

organik seperti pohon atau daun, semakin sering pada populasi

urban sejak penggunaan kortikosteroid dalam bidang mata

diperkenalkan. Biasanya infeksi ini terjadi akibat jumlah inokulasi

yang cukup banyak. Jamur dapat menyebabkan nekrosis stromal

yang berat dan dapat masuk ke dalam bilik depan dengan melakukan penetrasi ke dalam

membran Descement. Ketika sampai di bilik depan, proses infeksi akan sulit untuk

dikendalikan. Organisme yang biasa ditemukan pada keratitis jamur adalah jamur

berfilamen (Aspergillus, Fusarium sp) dan Candida albicans. Infeksi candida sering

terjadi pada pasien dengan gangguan sistem imun.

Penampakan klinis : penderita keratitis jamur bisanya mengeluhkan sensasi benda asing,

fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal sekret. Progresi panyakit lebih lambat

dan lebih tidak sakit daripada keratitis karena bakteri. Penggunaan topikal steroid akan

meningkatkan replikasi jamur dan invasi kornea.

Tanda yang dapat ditemukan antara lain adalah keratitis dengan filamen berwarna

keabuan yang menginfiltrasi stroma dengan tekstur kering dan tepi yang tidak rata, lesi

satelit, plak endothelial dan hipopion. Pada keratitis candida biasaya ditandai dengan lesi

berwarna putih kekuningan.

Infeksi fungal memilki infiltrat abu-abu dengan tepi yang tidak beraturan, sering

ditemukan hipopion, tanda inflamasi, ulserasi yang superfisial, dan lesi satelit.

Kebanyakan infeksi kornea karena jamur disebabkan oleh oppurtunistik sepert kandida,

fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium dan lainnya. Tidak ada penampakan

spesifik yang dapat membantu membedakan ulkus jamur yang satu dengan yang lain.

Bagan 6 keratitis jamur

Page 11: Ulkus-Kornea

11

2.7 Keratitis Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas, menempati air yang

tercemar bakteri dan material organic. Infeksi kornea oleh achantamuba

biasanya berhubungan dengan pemakian lensa kontak lunak yang

berulang, termasuk lensa hidrogel silikon atau lensa kontak keras.

Keratitis karena Acanthamoeba juga dapat dialami bukan pemakai lensa kontak yang

mengalami kontak mata dengan tanah atau air yang tercemar.

Gejala awal berupa rasa sakit yang sangat dan tidak sebanding dengan tampilan klinisnya,

merah, dan fotofobia. Karakteristiknya adalah ulkus kornea dengan cincin pada stroma,

dan infiltrat perineural.

Dianosis Acanthamoeba cukup sulit karena gejala yang mirip dengan keratitis herpes

simpleks.Hilangnya sensasi kornea juga merupakan gejala yang mirip dengan keratitis

herpes simpleks. Diagnosis ditegakkan dengan media agar non-nutrien dengan biakan E.

coli. Spesimen lebih baik diambil dengan metode biopsi kornea daripada kerokan kornea,

jika pasien adalah pemakai lensa kontak, tempat dan cairan lensa juga perlu dikultur jika

bentuk diagnosis Acanthamoeba (trofozoit atau kista) tidak ditemukan pada

kerokan.biopsi kornea.

Pengobatan untuk keratitis Acanthamoeba adalah propamidine isethionate (1% solution)

topikal intensif dan polyhexamethylene biguanide (0.01–0.02% solution) atau tetes mata

mengandung neomisin. Sama seperti bakteri, Acanthamoeba juga dapat resisten terhadap

obat yang digunakan, penyulit lain adalah kemampuan organisme ini untuk membentuk

kista di dalam stroma kornea, jadi memerlukan pengobatan dengan waktu yang lebih

lama. Kortikosteroid topikal digunakan untuk mengontrol reaksi inflamasi pada kornea.

2.8 Keratitis Virus

Keratitis Herpes Simpleks (HSV)

HSV adalah virus DNA yang hanya menginfeksi manusia, sekitar 90

persen dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun

sebagian besar bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian

di atas pinggang dan HSV-2 pada bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan

ke mata melalui sekret genital yang terinfeksi dan persalinan pervaginam.

Infeksi primer terjadi pada masak kanak-kanak muda melalui droplet atau inokulasi

langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran karena proteksi dari antibodi si

Bagan 7 keratitis

Acanthamoeba

Bagan 8 keratitis

herpes simpleks

Page 12: Ulkus-Kornea

12

ibu. Rekuren mengandung arti bahwa selama ini HSV berada pada tubuh manusia di

akson saraf sensorik hingga ke gangglion dari saraf tersebut (periode laten). Periode laten

dapat kembali dan menyebabkan reaktivasi dari virus, berreplikasi dan berjalan ke bawah

melalui akson ke targer jaringan sehingga menyebabkan kambuhnya penyakit.

Infeksi okular primer biasanya terjadi pada umur 6 bulan hingga 5 tahun dan biasanya

dihubungkan dengan simptom umum dari penyakit virusnya. Blefarokonjungtivitis

biasanya jinak, self-limited dan hanya bermanifestasi pada anak-anak.

1. Tanda : vesikel pada kulit melibatkan alis dan area periorbital. Kondisi akut, unilateral,

konjungtivitis folikuler berhubungan dengan limphadenopathy preauriculer.

Pada kondisi ini tujuan pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya keratitis dengan

asiklovir salep mata lima kali dalam sehari selam tiga minggu. Epitelial keratitis dapat

terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan penglihatan kabur. Tanda yang muncul

secara kronologis opaknya sel epitelial yang tersusun dalam coarse punctate atau stellalte

pattern, deskuamasi sentral yang menghasilkan lesi garis linear bercabang (dendritik)

dengan akhir terminal bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada anterior stromal,

perluasan sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi amoeboid, dalam

masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten yang

mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel. Diagnosis banding dari lesi dendritik

adalah keratitis Herpes Zoster, abrasi kornea dalam pemulihan, keratitis anthamena dan

keropathi toksik sekunder akibat pemakaian obat topikal. Untuk tata laksana dapat

dilakukan secara topikal asiklovir 3% salep digunakan 5 kali sehari, dapat juga

menggunakan ganciklovir ataupun triflourotimidin. Lakukan juga tindakan debridement

untuk lesi dendritik dan menghilangkan virus yang ada untuk pasien dengan alergi

antiviral dan ketidaktersediaan obat. Caranya adalah dengan mengusapkan permukaan

kornea dengan spons selulosa 2mm dimulai dari tepi lesi hingga dendrit yang terlihat. Hal

ini bertujuan untuk mengeluarkan virus dan mencegah epitel yang sehat dari dari infeksi

dan stimulus antigenik yang dapat mengakibatkan inflamasi stroma. Penggunaan terapi

sistemik profilaksis dapat menurunkan kambuhnya keratitis epitelial dan stromal

sebanyak 45% per tahun. Efek ini menghilang ketika penghentian obat dilakukan.

Keratitis disciformis

Etiologi pasti tidak diketahui dan masih kontroversial. Dapat

saja infeksi dari keratosit atau hipersensitivitas terhapat antigen

virus.

Bagan 9 keratitis disciform

Page 13: Ulkus-Kornea

13

Keratitis stromal nekrotik

Disebabkan oleh invasi aktif virus dan nekrosis jaringan, dapat disertai dengan penyakit

epitelial ataupun tidak (epitelial intak). Tanda yang dapat ditemukan antara lain adalah

stroma nekrotik kekejuan, dapat berhubungan dengan anterior uveitis, jika tidak

tertangani dengan baik dapat menjadi jaringan parut, vaskularisasi, keropati lipid dan

bahkan perforasi. Tata laksana dengan agen antiviral untuk meredakan penyakit epitelial

yang aktif, mencegah iflamasi stromal.

Herpes Zoster Oftalmikus

Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks namun

beda dari segi antigen dan klinis. Zoster lebih sering menginfeksi

pasien usia lanjut. Kerusakan mata akibat penyakit ini dapat

dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan iflamasi

sekunder akibat mekanisme autoimun. Risiko keterlibatan mata

sebesar 15% dari total kasus herpes zoster, meningkat bila

dijumpai keterlibatan nervus ekternal nasal, keterlibatan nervus maksilaris, dan

peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yakni:

1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti infuenza, demam, malaise, sakit kepala

hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik, kemerahan

pada kulit, timbulnya keratitis dalam 2 hari setelah kemerahan muncul, keratitis

nummular yang mucul sekitar 10 hari setelah kemerahan muncul, dan keratitis disciform

yang dapat terjadi setelah tiga minggu.

2. Fase kronik, ditandai dengan keratitis nummular selama berbulan-bulan, keratitis

disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat menyebabkan infeksi

bakteri sekunderdan keratitis plak mukus yang dapat timbul setelah bulan ketiga hingga

keenam.

3. fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut. Hal ini

dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi yang paling umum

adalah episkleritis, skeleritis, iritis, glaukoma, keratitis numular, disciform atau plak

mukus.

Keratitis Thygeson superfisial punctata

Jarang terjadi, etiologi tidak diketahui. Gejala iritasi okular dan mata berair.

Bagan 10 keratitis numular

Page 14: Ulkus-Kornea

14

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Inisial : R

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 57 tahun

Alamat : Kebonjahe, Cengkareng

Pekerjaan : petani

Tanggal Pemeriksaan : 21 Desember 2009

Anamnesis

Keluhan Utama

Mata merah disertai dengan turunnya kemampuan penglihatan pada mata kanan sejak 2

bulan lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Tiga bulan lalu, ketika sedang bekerja pasien mematikan ulat dengan tangan dan mata

kanan terkena cipratan cairan ulat, tidak ada keluhan segera setelah itu. Dua bulan lalu

pasien mengeluhkan mata kanan menjadi merah, buram, nyeri dan merasa silau.

Pengobatan dilakukan sendiri dengan mencuci mata menggunakan air sirih beberapa

kali.Keluhan tidak hilang dan terus memberat. Pasien ke dokter mata di dekat rumahnya

dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik dan tetes air mata buatan. Keluhan sedikit

membaik, nyeri dirasa sedikit berkurang namun mata masih merah, buram jika melihat

dan silau. Pasien kadang-kadang merasa gatal pada mata. Riwayat trauma mata lain

disangkal. Penglihatan tertutup tirai disangkal. Benda melayang-layang dalam bidang

penglihatan disangkal. Pasien datang ke RSCM dengan harapan mata kanannya dapat

melihat seperti sebelumnya. Mata kiri tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita tuberkulosis 2 tahun lalu, sekarang sudah sembuh. Hipertensi

dan diabetes melitus tidak ada.

Page 15: Ulkus-Kornea

15

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Kandungan selama 9 bulan. Lahir normal dengan ditolong bidan.

Pemeriksaan Fisik Umum

Tekanan darah : 110/70 mmHg

RR : 16x/menit

HR : 86x/menit

Suhu : 37,1ºC

Kepala : tidak ada deformitas

Leher : tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, trakea di tengah

Thoraks : murmur dan gallop (-) pada auskultasi jantung, vesikuler pda

semua lapang paru.

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT < 3 detik

Pemeriksaan Mata

AVOD : 1/60

AVOS : 6/18

Posisi bola mata : Orthotropi

OD OS

Baik ke segala arah Pergerakan Baik ke segala arah

Edema (+), spasme (+) Palpebra Normal

Injeksi siliar dan

konjungtiva (+)

Konjungtiva Normal

Lesi numularis, multipel,

arkus senilis, ulkus

Kornea arkus senilis

Dalam Bilik mata depan Dalam

Iris bentuk regular, pupil

bulat, diameter 3 mm,

refleks cahaya langsung dan

Iris/pupil Iris bentuk regular, pupil

bulat, diameter 3 mm,

refleks cahaya langsung dan

Page 16: Ulkus-Kornea

16

tak langsung (+) tak langsung (+)

Keruh Lensa Keruh

Tidak dapat dinilai Vitreus Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai Fundus Tidak dapat dinilai

Pemeriksaan swab kornea ditemukan bakteri kokus gram positif, hifa tidak ditemukan.

Resume

Seorang laki-laki, berusia 57 tahun datang dengan keluhan utama mata kanan merah dan

visus turun. Sekitar 3 bulan lalu, mata kanan pasien terkena cairan ulat namun tidak

memberikan gejala saat itu. Saat itu, mata kanan dicuci dengan air sirih. Sejak 2 bulan

lalu, mata kanan pasien merah, visus turun, nyeri, berair, dan merasa silau.

Pada pemeriksaan mata didapatkan AVOD 1/60 dan AVOS 6/18. Ditemukan lesi

numularis pada sentral kornea mata kanan disertai edema, spasme papebra, injeksi

konjungtiva dan siliar. Pada kedua mata pasien didapatkan kekeruhan pada lensa mata.

Pada pemeriksaan kultur dari kerokan kornea mata kanan pasien didapatkan kokus gram

(+), tidak ada jamur.

Diagnosis kerja

1. Ulkus kornea OD ec viral dan bakteri;

2. Keratitis disciformis OD ec viral;

3. Katarak senilis imatur ODS.

Diagnosis banding

1. Keratitis Acanthamoeba

2. Keratitis jamur

Pengobatan

1. Levofloxacin ed MD strip tiap jam I OD;

2. Acyclovir No XXXV 500 mg 5 dd;

3. Canfresh 8 dd No 1 OD

4. Edukasi

Page 17: Ulkus-Kornea

17

BAB IV

PEMBAHASAN

Dipikirkan diagnosis ulkus kornea dan keratitis karena pada anamnesis ditemukan riwayat

kontak mata dengan benda asing (benda organik) mata merah, nyeri, penglihatan buram

dan silau jika terkena matahari. Mata juga berair dan Pada pemeriksaan mata ditemukan

edema dan spasme pada palpebra mata kanan, injeksi konjuntiva dan siliar, ulkus kornea

dan lesi numular multipel di bagian kornea mata kanan. Etiologi bakteri dipikirkan karena

pada pemeriksaan swab ditemukan bakteri kokus gram positif. Agen jamur sebagai

penyebab untuk sementara disingkirkan sebagai diagnosis kerja karena tidak

ditemukannya hifa pada pemeriksaan swab konea. Keratitis disciformis dipikirkan karena

lesi pada kornea yang berbentuk disc.

Levofoxacin diberikan sebagai agen antibiotik dalam mengobati infeksi bakteri yang

terjadi. Asiklovir diberikan untuk menangani keratitis yang terjadi dan mencegah

terjadinya infeksi yang lebih lanjut. Edukasi diberikan pada pasien untuk tidak mengucek-

ngucek mata ketika gatal. Cuci tangan setelah kontak dengan mata yang sakit diperlukan

agar penularan dari mata kanan ke mata kiri dapat dicegah.

Page 18: Ulkus-Kornea

18

BAB V

KESIMPULAN

Prognosis

1. Ad vitam : bonam

2. Ad functionam : dubia ad malam

3. Ad sanactionam : dubia ad malam

Page 19: Ulkus-Kornea

19

DAFTAR PUSTAKA

Frank F Berson. Basic Ophthalmology. Chapter 4 : The Red Eye. Edisi 6, 1993. Hal 57-

68

Hammersmith KM. Diagnosis and management of Acanthamoeba keratitis, 2006.

Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9097807?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEnt

rez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&lin

kpos=3&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed

pada tanggal 21 Desember 2009

Panuj HD, dkk. Decreased corneal sensation as an initial feature of Acanthamoeba

keratitis, 1995 Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9097807?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEnt

rez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&lin

kpos=3&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed

pada tanggal 21 Desember 2009

Jack J Kanski. Clinical ophthalmology : Cornea. Edisi ke 5. Hal 107-120

Paul RE dan John PW. Vaughan dan Asbury’s. General ophthalmology. Edisi 17. Mc

Graw Hill, 2007.

Ilyas S. Mata merah visus turun. Ilmu Penyakit Mata. 2nd

ed. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2006.

Sumber Gambar

http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/photos/dendritic-keratitis21.jpg