ulet kepompong
DESCRIPTION
ÂTRANSCRIPT
PUISI, JIWA, DAN, MUSIK:SEBUAH AUTOBIOGRAFI GRUP MUSIKALISASI PUISI ULET KEPOMPONG
Oleh: Fajar Timur
Berawal dari ketidaksengajaan ketika didaulat untuk mewakili kelas sebagai pengisi acara
pada kegiatan Temu Diksi Kubah Budaya pada pertengahan April 2012, terbentuklah Grup
Musikalisasi Puisi Ulet Kepompong. Hanya berbekal latihan di sore hari, tampillah saya
(Fajar Timur), Desma Yuliadi Saputra, Mulya Tiara Fauziah, Mutiara Ramdani, Agustia
Afriyani, Muhammad Saduri, dan Khoirun Nisa dalam sebuah kelompok musik pada malam
harinya membawakan sebuah kidung gubahan dari sajak “Prologue” karya Sapardi Joko
Damono.
Walaupun hanya sebagai partisipan dan tidak menjadu tamu utama, tapi lagu yang dibawakan
Ulet Kepompong teenyata langsung mengiang-ngiang di telingan para pendengarnya.
“Prologue” adalah sebuah kidung elegi yang mengeja sajak yang sarat akan imaji sunyi.
“Prologue” menjadi semacam prolog untuk kisah perjalanan Ulet Kepompong.
Seiring berjalannya waktu, para personil Ulet Kepompong secara tidak langsung mundur dari
grup musik yang konsisten di jalur musik puisi ini. Perkaranya sederana: kesibukan kuliah
dan urusan personal. Ulet Kepompong hanya menyisakan Saya, Mulya, dan Mutiara. Meski
begitu, dalan beberapa kesempatan, kami masih sering manggung bersama.
Prolog tanpa Epilog
Berada di jalur yang keluar mainstream (baca: musikalisasi puisi) nyatanya tidak membuat
Ulet Kepompong hilang dari peradaban. Beberapa kali Ulet kepompong diundang dalam
beberapa kegiatan dalan maupun luar kampus semisal Semarak Bulan Bahasa, Lilin Kecil
untu Khairil, Gebyar Diksatrasia, Perkenalan Musikalisasi Puisi di SMP 6 Kota Serang,
Peresmian Panggung Ters Budaya, dan event-event lain.
Selain “Prologue”, lagu lain yang rencananya akan dialbumkan pada penghujung 2014 antara
lain Sajak Kosong (Cakrawala), Derai-derai Cemara, Sajak yang Ingin Kubacakan, dan
beberapa lagu yang sedang dalam proses penggodokan.
Dalam hal bermusik, Ulet kepompong tidak pernah memberi spesifikasi terhadap genre lagu
yang dimainkan. Boleh itu pop, rock, swing, balada, blues, bahkan dangdut.
Musikalisasi Puisi
Kunci terpenting dalam memusikalisasi sebuah puisi terletak pada sejauh mana intuisi kita
terhadap puisi yang akan dimusikalisasi. Dalam hal ini, sensedan penjiwaan menjadi objek
vital.
Jika dalam puisi bahasa menjadi sebuah kode pesan untuk menyampaikan rasa, maka di
musikalisasi puisi musik menjadi penyokong yang dapat menstimulasi pendengar untuk lebih
cepat dan tepat memahami isi puisi. Hal ini lah yang jarang terjadi pada musik-musik populer
yang mengikuti mainstream.
Pada musik populer yang malang-melintang di panggung pementasan dan di acara-acara
musik di TV, tidak didapati kesinambungan rasa antara lirik atau syair dan lagu. Ada syair
yang punya sense tapi digarap dengan lagu yang seadanya, adapula liriknya tidak memiliki
makna yang jelas, namun lagunya menggoda feel dan intusisi pendengar.
Jika kita sejajarkan, dalam musikalisasi puisi terdapat sebuah garis lurus yang dinamis: nilai
rasa puisi (dari pengarang) – teks puisi (kode linguistik) – Notasi nada atau lagu (sebagai
katalis) – sense diterima oleh pembaca atau pendengar.