ulet kepompong

3
PUISI, JIWA, DAN, MUSIK: SEBUAH AUTOBIOGRAFI GRUP MUSIKALISASI PUISI ULET KEPOMPONG Oleh: Fajar Timur Berawal dari ketidaksengajaan ketika didaulat untuk mewakili kelas sebagai pengisi acara pada kegiatan Temu Diksi Kubah Budaya pada pertengahan April 2012, terbentuklah Grup Musikalisasi Puisi Ulet Kepompong. Hanya berbekal latihan di sore hari, tampillah saya (Fajar Timur), Desma Yuliadi Saputra, Mulya Tiara Fauziah, Mutiara Ramdani, Agustia Afriyani, Muhammad Saduri, dan Khoirun Nisa dalam sebuah kelompok musik pada malam harinya membawakan sebuah kidung gubahan dari sajak “Prologue” karya Sapardi Joko Damono. Walaupun hanya sebagai partisipan dan tidak menjadu tamu utama, tapi lagu yang dibawakan Ulet Kepompong teenyata langsung mengiang-ngiang di telingan para pendengarnya. “Prologue” adalah sebuah kidung elegi yang mengeja sajak yang sarat akan imaji sunyi. “Prologue” menjadi semacam prolog untuk kisah perjalanan Ulet Kepompong. Seiring berjalannya waktu, para personil Ulet Kepompong secara tidak langsung mundur dari grup musik yang konsisten di jalur musik puisi ini. Perkaranya sederana: kesibukan kuliah dan urusan personal. Ulet Kepompong hanya menyisakan Saya, Mulya, dan Mutiara. Meski begitu, dalan beberapa kesempatan, kami masih sering manggung bersama. Prolog tanpa Epilog

Upload: fajar-timur

Post on 31-Mar-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Ulet kepompong

PUISI, JIWA, DAN, MUSIK:SEBUAH AUTOBIOGRAFI GRUP MUSIKALISASI PUISI ULET KEPOMPONG

Oleh: Fajar Timur

Berawal dari ketidaksengajaan ketika didaulat untuk mewakili kelas sebagai pengisi acara

pada kegiatan Temu Diksi Kubah Budaya pada pertengahan April 2012, terbentuklah Grup

Musikalisasi Puisi Ulet Kepompong. Hanya berbekal latihan di sore hari, tampillah saya

(Fajar Timur), Desma Yuliadi Saputra, Mulya Tiara Fauziah, Mutiara Ramdani, Agustia

Afriyani, Muhammad Saduri, dan Khoirun Nisa dalam sebuah kelompok musik pada malam

harinya membawakan sebuah kidung gubahan dari sajak “Prologue” karya Sapardi Joko

Damono.

Walaupun hanya sebagai partisipan dan tidak menjadu tamu utama, tapi lagu yang dibawakan

Ulet Kepompong teenyata langsung mengiang-ngiang di telingan para pendengarnya.

“Prologue” adalah sebuah kidung elegi yang mengeja sajak yang sarat akan imaji sunyi.

“Prologue” menjadi semacam prolog untuk kisah perjalanan Ulet Kepompong.

Seiring berjalannya waktu, para personil Ulet Kepompong secara tidak langsung mundur dari

grup musik yang konsisten di jalur musik puisi ini. Perkaranya sederana: kesibukan kuliah

dan urusan personal. Ulet Kepompong hanya menyisakan Saya, Mulya, dan Mutiara. Meski

begitu, dalan beberapa kesempatan, kami masih sering manggung bersama.

Prolog tanpa Epilog

Berada di jalur yang keluar mainstream (baca: musikalisasi puisi) nyatanya tidak membuat

Ulet Kepompong hilang dari peradaban. Beberapa kali Ulet kepompong diundang dalam

beberapa kegiatan dalan maupun luar kampus semisal Semarak Bulan Bahasa, Lilin Kecil

untu Khairil, Gebyar Diksatrasia, Perkenalan Musikalisasi Puisi di SMP 6 Kota Serang,

Peresmian Panggung Ters Budaya, dan event-event lain.

Selain “Prologue”, lagu lain yang rencananya akan dialbumkan pada penghujung 2014 antara

lain Sajak Kosong (Cakrawala), Derai-derai Cemara, Sajak yang Ingin Kubacakan, dan

beberapa lagu yang sedang dalam proses penggodokan.

Page 2: Ulet kepompong

Dalam hal bermusik, Ulet kepompong tidak pernah memberi spesifikasi terhadap genre lagu

yang dimainkan. Boleh itu pop, rock, swing, balada, blues, bahkan dangdut.

Musikalisasi Puisi

Kunci terpenting dalam memusikalisasi sebuah puisi terletak pada sejauh mana intuisi kita

terhadap puisi yang akan dimusikalisasi. Dalam hal ini, sensedan penjiwaan menjadi objek

vital.

Jika dalam puisi bahasa menjadi sebuah kode pesan untuk menyampaikan rasa, maka di

musikalisasi puisi musik menjadi penyokong yang dapat menstimulasi pendengar untuk lebih

cepat dan tepat memahami isi puisi. Hal ini lah yang jarang terjadi pada musik-musik populer

yang mengikuti mainstream.

Pada musik populer yang malang-melintang di panggung pementasan dan di acara-acara

musik di TV, tidak didapati kesinambungan rasa antara lirik atau syair dan lagu. Ada syair

yang punya sense tapi digarap dengan lagu yang seadanya, adapula liriknya tidak memiliki

makna yang jelas, namun lagunya menggoda feel dan intusisi pendengar.

Jika kita sejajarkan, dalam musikalisasi puisi terdapat sebuah garis lurus yang dinamis: nilai

rasa puisi (dari pengarang) – teks puisi (kode linguistik) – Notasi nada atau lagu (sebagai

katalis) – sense diterima oleh pembaca atau pendengar.