uji materi pp 31 tahun 2007 - final

8
 TINJAUAN PUTUSAN MA NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG UJI MATERI TERHADAP PP NOMOR 31 TAHUN 2007 SEMINAR PERPAJAKAN Disusun oleh Kelompok 5 Kelas 9A Reguler: ASRI KUSUMA WARDHINI CHENRIS CINDYRAMA DENI RUMD ANI SY AHLAN HENI MARY ATI RINO AFRIANTORO  

Upload: kakakchen

Post on 02-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 1/8

 

TINJAUAN PUTUSAN MA NOMOR 70

TAHUN 2013 TENTANG UJI MATERI

TERHADAP PP NOMOR 31 TAHUN 2007

SEMINAR PERPAJAKAN

Disusun oleh Kelompok 5 Kelas 9A Reguler:

ASRI KUSUMA WARDHINI CHENRIS

CINDYRAMA DENI RUMDANI SYAHLAN HENI

MARYATI RINO AFRIANTORO

 

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 2/8

1

A. Pendahuluan

Salah satu program pembangunan jangka menengah di bidang perumahan yang telah

dicanangkan oleh Pemerintah, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Nasional untuk tahun 2004-2009 adalah penyediaan Rumah Susun Sederhana Milik. Rencana ini

ditetapkan sebagai upaya Pemerintah untuk membantu masyarakat dalam memenuhi salah satu

kebutuhan dasarnya yakni tempat tinggal yang layak dihuni dan dengan harga yang terjangkau.Untuk

mendukung berhasilnya program tersebut, perlu diberikan kemudahan/perlakuan khusus di bidang

perpajakan berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Rumah Susun Sederhana

Milik (RUSUNAMI). Oleh karenanya, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 hadir untuk

mendukung penyediaan/pembangunan rumah susun sederhana milik di kawasan perkotaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007juga ditujukan untuk mendorong pembangunan

nasional. Dalam peraturan ini, ketentuan mengenai kemudahan dalam kewajiban perpajakan bagi

pengusaha yang menyerahkan barang kena pajak tertentu yang berupa listrik, air dan barang hasil

pertanian dihilangkan sehingga dapat memberikan perlakuan yang sama kepada semua pengusaha

yang melakukan penyerahan atau impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 juga hadir dalam rangka melaksanakan ketentuan

Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan

Keempat atas Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor

12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat

Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

1) Jenis BKP yang Dibebaskan dari PPN Sebagaimana Diatur dalam PP Nomor 31

Tahun 2007

i. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang

maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang digunakan secara langsung

dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak (harus menggunakan SKB). Tatacara

permohonan SKB PPN untuk barang modal terdapat pada Lampiran I Keputusan

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-234/PJ/2003.

ii. Makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan

ternak, unggas dan ikan. impor/ penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKBPPN.

iii. Barang hasil pertanian (terbatas pada jenis BKP yang terdapat pada lampiran

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007). Impor/penyerahannya tidak memerlukan

permohonan SKB PPN.

iv. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

penangkaran, atau perikanan

v. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. Yang dimaksud

dengan Perusahaan Air Minum adalah perusahaan air minum milik pemerintah atau

swasta, baik merupakan kegiatan dari satu divisi atau seluruh divisi dari perusahaan

tersebut yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan dan melakukan penyerahan air

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 3/8

2

bersih. (lebih lanjut diatur pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

118/PJ/2009). Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.

vi. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam

ratus) watt. Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.

vii. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) dengan kriteria tertentu (diatur lebih

lanjut dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008).

Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.

2) Ketentuan Umum

i. Orang atau badan yang melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis

yang dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kepada DJP untuk dikukuhkan

sebagai PKP Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

ii. Menyimpang dari ketentuan pada nomor 1 diatas, terhadap orang atau badan yang

semata-mata melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat Strategis berupa air

bersih (yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali

untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt), tidak

diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 pasal 6 ayat 2)

iii. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP tertentu yang bersifat strategis wajib

menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP

NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR

DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007." (Pasal 6 ayat (3) PMK 31/PMK.03/2008)

iv. Atas Impor BKP Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan

PPN tidak diperlukan SSP.

v. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN

SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH

TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007 oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai";.(Pasal 5 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008)

B. Pengajuan Uji Materi atas PP Nomor 31 Tahun 2007

Pada tanggal 22 Oktober 2013, KADIN telah mengajukan permohonan uji materi atas PP Nomor

31 Tahun 2007 terutama pada Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruff, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c. Alasan pengajuan uji materi tersebut menurut KADIN, yaitu bahwa

dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2)

huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 terdapat kerugian nyata yang diderita oleh perusahaan pembayar

pajak (Pengusaha Kena Pajak), sebagai berikut:

1) Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur bahwa pemakaian oleh Barang Hasil

Pertanian merupakan barang bersifat strategis yang berdasarkan UU PPN diklasifikasikan

sebagai kena pajak, namun dengan adanya PP menjadi barang yang dibebaskan pajak.

 Akibat dari pajak yang dibebaskan, sistem perpajakan yang berdasarkan UU PPN

menganut indirect method   dengan mekanisme pengkreditan yaitu PPN Keluaran (PK)

dikurangi dengan PPN Masukan (PM) menjadi tidak berjalan. Bahwa PM yang berfungsi

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 4/8

3

sebagai kredit (mengurangi) PK, dengan keluarnya PP Nomor 31 Tahun 2007 menjadi tidak

dapat dijadikan sebagai kredit. Akibatnya PPN yang ditanggung menjadi lebih besar,

dibandingkan apabila sistem prengkreditan berjalan sesuai dengan apa yang telah di atur

dalam UU PPN.

2) Kerugian yang paling cepat dirasakan oleh WP adalah pengaruh cashflow   karena WP

harus menyetorkan PPN pada saat pembayaran atau pada akhir bulan terjadinya

penyerahan. Seringkali dalam dunia usaha, transaksi adalah dengan utang, sehingga WP

harus "mematangi" terlebih dahulu atas PPN yang harus disetorkan.

3) PM yang tidak bisa dikreditkan hanya memberikan pilihan untuk memasukkan PM dalam

komponen biaya usaha. Dengan komponen biaya yang bertambah menyebabkan turunnya

daya saing WP terlebih untuk kegiatan ekspor dan apabila sudah terjadi Perdagangan

Bebas.

4) Pada jenjang penjualan atas BKP dan/ atau JKP yang terdapat unsur PM di dalam

komponen biaya, menjadikan PI(atas BKP dan/ atau JKP tersebut mengandung PPN atas

PPN). Hal yang demikian dinamakan sebagai cascading effect . Cascading effect  

merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan baik secara teori perpajakan maupun UU

PPN itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa UU PPN Indonesia menganut indirect

method  dimana terdapat sistem pengkreditan.

C. Hasil Putusan MA atas Uji Materi PP Nomor 31 Tahun 2007

1) Putusan Nomor 70 Tahun 2013

i. Pendapat MA menyatakan bahwa secara parsial Pasal 1 ayat 1 huruf c, Pasal 1 ayat 2

huruf a, Pasal 2 ayat 1 huruf f, Pasal 2 ayat 2 huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 telah

bertentang dengan undang-undang yang lebih tinggi yaitu terhadap Pasal 4A UU 42

Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.

ii. Secara khusus, MA menyatakan bahwa pembebasan PPN atas penyerahan barang

pertanian, perkebunan, dan kehutanan telah menyebabkan terjadinya efek cascading

(pajak berganda) pada pengusaha CPO.

iii. Pengenaan PPN atas barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan tidak akan

merugikan petani karena adanya aturan tentang batasan pengusaha kecil sehingga

petani tidak perlu menjadi PKP.iv. Pada dasarnya barang hasil pertanian merupakan barang kena pajak yang wajib

dikenakan PPN atas penyerahannya berdasarkan UU PPN, tetapi karena terdapat

aturan pembebasan PPN sesuai PP Nomor 31 Tahun 2007, maka mengakibatkan

hilangnya PP negara dari sektor pertanian.

v. Berdasarkan pendapat MA atas substansi PPN dalam PP Nomor 31 Tahun 2007, MA

memutuskan bahwa Pasal 1 ayat 1 huruf c, Pasal 1 ayat 2 huruf a, Pasal 2 ayat 1

huruf f, dan Pasal 2 ayat 2 huruf c bertentangan dengan UU PPN sehingga alasan-

alasan KADIN selaku pemohon uji materi dapat diterima menurut hukum.

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 5/8

4

vi. MA pada akhirnya memutuskan bahwa uji materi yang diajukan oleh KADIN

dikabulkan dan menyatakan aturan dalam pasal-pasal yang menjadi pokok uji materi

menjadi tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.

2) SE DJP Nomor 24 Tahun 2014

Implikasi perpajakan atas Putusan MA Nomor 70 Tahun 2013 antara lain:

i. Barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana

ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 termasuk

barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A ayat

(2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun

ekspornya tidak dikenai PPN.

ii. Barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran Peraturan

Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007,  yaitu beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai

adalah barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A

ayat (2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun

ekspornya tidak dikenai PPN.

iii. Barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat,

tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan

Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN

berubah menjadi dikenakan PPN sehingga atas penyerahan dan impornya dikenai

PPN dengan tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0%.

iv. Pengusaha (orang pribadi maupun badan) yang melakukan penyerahan barang hasil

pertanian yang penyerahan dan impornya dikenakan PPN wajib memungut PPN dan

untuk itu wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali pengusaha yang

termasuk pengusaha kecil dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 milyar per tahun

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor  197/PMK.03/2013tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor  68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

D. Dampak Hasil Putusan MA atas Uji Materi PP Nomor 31 Tahun 2007

1) Bagi Wajib Pajak

i. Meningkatkan biaya kepatuhan (cost of compliance)  karena kerumitan dalampemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas BKP hasil pertanian. Pihak-pihak

yang selama ini tidak bersentuhan dengan PPN (petani, kelompok tani, pedagang

pengumpul) harus memahami aturan pengenaan PPN atas barang hasil pertanian.

Wajib pajak yang penyerahannya lebih dari Rp. 4,8 miliar harus mengajukan

permohonan menjadi PKP, membuat faktur pajak atas setiap penyerahan BKP hasil

pertanian, dan melakukan pelaporan SPT PPN dengan menggunakan e-filing.

ii. Wajib pajak yang bergerak di sektor industri terpadu (integrated) yang melakukan

penyerahan BKP hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagaimana putusan

MA diatas pada akhirnya dapat melakukan pengkreditan PPN Masukan atas perolehan

BKP dan/atau JKP dalam rangka penyerahan BKP dan/atau JKP yang sebelumnya

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 6/8

5

dibebaskan dari pengenaan PPN. Dalam skala tertentu, harga pokok produksinya

akan turun dan PPN yang dibayar semakin kecil atau bisa terjadi lebih bayar PPN.

iii. Memunculkan kecemburuan sektoral akibat manfaat perpajakan dari putusan MA

tersebut hanya dirasakan sebagian kecil wajib pajak di sektor usaha pertanian,

perkebunan, dan kehutanan. Manfaat pajak terbesar tentu dirasakan wajib pajak yang

melakukan usaha terpadu (integrated) karena PPN terutangnya bisa lebih kecil atau

lebih bayar. Sedangkan, wajib pajak yang hanya melakukan penyerahan komoditas

BKP hasil pertanian tanpa pengolahan lebih lanjut maka manfaat pajak yang dirasakan

tidak terlalu signifikan. Hal ini tentunya karena barang hasil pertanian yang diolah lebih

lanjut tentu memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan barang hasil pertanian

yang dijual sebagaimana perolehan panennya. Apabila hal ini dihubungkan dengan

perpajakan tentu dapat menyebabkan penurunan kepatuhan wajib pajak di sektor-

sektor ini.

2) Bagi DJP

i. Meningkatkan biaya kepatuhan karena DJP harus melakukan sosialisasi terhadap

wajib pajak di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan atas putusan MA tersebut.

Kegiatan ini tentunya akan menyita perhatian para pegawai pajak sehingga

mempengaruhi kinerja intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Sebagian sumber

daya waktu, tenaga, dan biaya DJP akan teralihkan untuk menindaklanjuti putusan MA

padahal saat ini upaya rutin dan extra effort terkait penerimaan pajak masih belum

menunjukkan kinerja yang memuaskan. Selain itu, akan ada kegiatan tambahan

berupa pengawasan kepada wajib pajak untuk memastikan pelaksanaan pengenaan

PPN sesuai putusan MA berjalan sebagaimana mestinya.

ii. Meningkatkan peluang penerimaan pajak dari PPN sektor pertanian, perkebunan, dan

kehutanan. Putusan MA yang membatalkan pembebasan pengenaan PPN atas

penyerahan BKP tiga sektor usaha diatas otomatis membuka peluang bagi DJP untuk

melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi PPN. Pengenaan PPN atas penyerahan dari

hulu ke hilir pada industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan tentunya memiliki

potensi PPN terutang yang besar. Tentunya hal ini menjadi hal positif untuk

mendongkrak kinerja penerimaan pajak secara agregat. Pembentukan satuan tugas(task force)  sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan perlu dilakukan oleh DJP

untuk melakukan kajian atas potensi PPN ketiga sektor tersebut dan menentukan

langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.

iii. Adanya risiko terkait realisasi penerimaan pajak di sektor-sektor diatas. Setidaknya

ada dua hal yang menyebabkan risiko tersebut yaitu pertama, ketidakpatuhan atas

pelaksanaan putusan MA diatas. Pada dasarnya putusan MA diatas akan membuat

pihak-pihak yang terlibat dalam industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan

bersentuhan dengan PPN, khususnya petani dan pedagang pengumpul. Bagi yang

telah menjadi wajib pajak harus menjadi PKP dan memungut PPN bila telah mencapai

peredaran usaha tertentu dan yang belum menjadi wajib pajak harus mendaftarkan diri

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 7/8

6

khususnya para petani dan pedagang pemasok. Kerumitan dalam proses

pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN bisa saja menjadi penghalang

kepatuhan pelaksanaan putusan MA. Alasan kedua atas munculnya risiko terhadap

penerimaan pajak adalah  potential loss  PPN dari wajib pajak industri terpadu

(integrated). PPN Masukan yang dulunya tidak bisa dikreditkan saat ini bisa menjadi

pengurang PPN Keluaran atas penyerahan BKP barang hasil pertanian. Secara kasat

mata, hal tersebut akan mengurangi potensi PPN dari sektor industri terpadu, terlebih

lagi bagi industri yang berorientasi ekspor. DJP harus mengupayakan langkah-langkah

strategis untuk menanggulangi risiko berkurangnya realisasi penerimaan pajak,

khususnya PPN sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

E. Langkah Strategis DJP untuk mengamankan penerimaan dari industri pertanian,

perkebunan dan kehutanan

1) Melakukan Sosialisasi

Menyampaikan/mensosialisasikan Putusan Mahkamah Agung tersebut beserta implikasi

perpajakannya kepada para pengusaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Sosialisasi ini penting karena tidak semua dari pengusaha update mengenai informasi

perpajakan terbaru. Dengan adanya sosialisasi maka diharapkan akan meningkatkan

compliance sehingga secara tidak langsung pelaporan PPN akan lebih tinggi dari tahun

sebelumnya.Sosialisasi harus di tambahkan juga materi konsekuensi menjadi seorang

PKP.

2) Mengawal pemenuhan kewajiban PPN

Memberikan pelayanan dan pengawasan yang memadai atas pelaksanaan pemenuhan

kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang melakukan penyerahan, impor, dan/atau

ekspor barang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dikenai PPN sebagai implikasi

dari Putusan Mahkamah Agung.

3) Mengantisipasi restitusi dengan cara memperketat pemeriksaan

Ketika produkpertanian, perkebunan dan kehutanan dikenai PPN maka sudah sangat pasti

akan ada potensi wajib pajak mengajukan restitusi. Maka atas pengajuan restitusi tersebut

harus dilakukan prosedur pemerikasaan yang ketat dan teliti karena akan berpotensi

mengurangi penerimaan PPN.4) Penyempurnaan Sistem Administrasi Perpajakan PPN

Bertambahnya sektor yang dikenai PPN maka bertambah pula pekerjaan administratif.

Oleh karena itu penggunaan electonic faktur (e-faktur) dalam administrasi Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) akan sangat menghemat waktu dan tenaga serta mengurangi

kebocoran.

5) Pelatihan terhadap AR dan Fungsional

Memberikan pelatihan pada AR dan Fungsional mengenai seluk beluk Industri pertanian,

perkebunan dan kehutanan. Agar pengawasan dan penggalian potensi lebih maksimal.

8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL

http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 8/8

7

DAFTAR REFERENSI

UU Nomor 42 Tahun 2009

Putusan MA Nomor 70 Tahun 2013

PP Nomor 31 Tahun 2007

http://agroindonesia.co.id/2014/08/19/polemik-dari-pengusaha-oleh-pengusaha/  (diunduh tanggal 21

 Agustus 2014)

http://agroindonesia.co.id/2014/08/19/pengusaha-tolak-ppn-produk-pertanian/  (diunduh tanggal 21

 Agustus 2014)

http://gaeki.or.id/produk-petani-dikenai-ppn-10/ (diunduh tanggal 21 Agustus 2014) 

http://citizendaily.net/nasib-petani-swadaya-yang-belum-terlembaga/  (diunduh tanggal 21 Agustus

2014)

http://ptpn13.com/news-selengkapnya&c=0114071708262221544-pajak-sawit--dmsi-minta-putusan-

ma-nomor-70-segera-dilaksanakan.html (diunduh tanggal 21 Agustus 2014)

http://amsyong.com/2014/08/bkp-strategis-bebas-ppn-setelah-uji-materiil-ma-se-24pj2014/  (diunduh

tanggal 21 Agustus 2014)

http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-barang-kena-pajak-strategis-bebas-ppn  (diunduh tanggal 21

 Agustus 2014)

http://hlpconsultant.org/barang-hasil-pertanian-dikenakan-ppn/ (diunduh tanggal 21 Agustus 2014)