uji efektivitas berbagai media selektif untuk isolasi ...repository.ub.ac.id/7089/1/binti miftakhun...
TRANSCRIPT
-
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI Trichoderma spp. DARI TANAH PADA BERBAGAI
LAHAN YANG BERBEDA
Oleh
BINTI MIFTAKHUN NIKMAH
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
-
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA SELEKTIF UNTUK ISOLASI Trichoderma spp. DARI TANAH PADA BERBAGAI
LAHAN YANG BERBEDA
Oleh
BINTI MIFTAKHUN NIKMAH
135040200111026
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG
2017
-
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Binti Miftakhun Nikmah
-
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Kedua orang tuaku tercinta Ibu Tutik Mubarokah dan Bapak Ahmad Muhtarom serta Keluarga yang selalu mendoakan, mendukung dan membimbingku.
-
i
RINGKASAN
BINTI MIFTAKHUN NIKMAH (135040200111026): Uji Efektivitas Berbagai Media Selektif untuk Isolasi Trichoderma spp. dari Tanah pada Berbagai Lahan yang Berbeda. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS., sebagai Pembimbing Utama dan Restu Rizkyta Kusuma, SP., MP., M.Sc., sebagai Pembimbing Pendamping
Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas dan hampir dapat ditemui di lahan pertanian ataupun hutan. Trichoderma sp. banyak digunakan sebagai agens hayati karena memiliki kemampuan antibiosis, parasitisme, dan kompetisi. Permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah petani masih bergantung pada penggunaan fungisida dalam teknik pengendalian penyakit. Penggunaan fungisida sintetis selain dapat menimbulkan kerusakan tanah juga dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem, berkurangnya mikroorganisme tanah, dan kerentanan tanaman. Isolasi Trichoderma spp. dari tanah seringkali sulit karena pesatnya pertumbuhan jamur tanah lainnya pada media agar biasa yang dapat menghambat pertumbuhan Trichoderma sp.. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah memperoleh media efekif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dan mengetahui pengaruh pengelolaan lahan terhadap keanekaragaman spesies Trichoderma spp. pada berbagai lahan.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Malang. Pengambilan sampel tanah uji dari hutan raya R. Suryo, Cangar dan sampel tanah dari lahan krisan milik Kelompok Tani bunga krisan Mulyo Joyo di desa Sidomulyo, Batu. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai bulan Juli 2017. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei, eksplorasi dan komparasi. Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua unit percobaan, yang pertama uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dengan menggunakan 4 media yaitu PDAC (Potato Dextrose Agar + Chloramphenichol), RBC (Rose bengal + Chloramphenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar + Chloramphenichol + propamocarb), dan RBCP (Rose bengal + Chloramphenichol + propamocarb). Percobaan kedua untuk melihat kelimpahan jenis Trichoderma spp. dari 4 lahan yang berbeda yaitu lahan krisan PHT, lahan krisan konvensional I, lahan krisan konvensional II, dan lahan hutan.
Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp.,
menunjukkan bahwa media RBCP dan RBC merupakan media yang lebih efektif dibanding media PDAC dan PDACP karena mampu menumbuhkan Trichoderma sp., meskipun belum selektif karena Penicillium sp. dan Fusarium sp. masih mampu tumbuh pada media. RBC merupakan media buatan yang mengandung rose bengal yang menghambat pertumbuhan jamur dan khamir, dan kloramfenikol sebagai antibakteri. Sedangkan RBCP merupakan media RBC yang ditambahkan propamocarb hydrochloride sebagai antimjaur. Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC dan RBCP pada lahan krisan PHT yaitu T. viride, T. harzianum dan T. longibrachiatum. Pada lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. harzianum. Pada pada lahan konvensional II ditemukan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan lahan hutan didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride.
-
ii
SUMMARY
BINTI MIFTAKHUN NIKMAH (135040200111026): Effectiveness Test of Selective Media for Isolation Trichoderma spp. from Soil on Different Areas. Supervised by prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. and Restu Rizkyta Kusuma, SP., MP., M.Sc.
Trichoderma sp. is one of the soil fungi and almost can be found in agricultural lands or forest. Trichoderma sp. widely used as a biological agent to control soil pathogens because it has the ability of antibiosis, parasitism, and competition. The problem that is still widely found in the community is that farmers still depend on the use of fungicides in disease control techniques. The use of synthetic fungicides in addition to causing soil damage can also leave residues in the soil as well as crops causing ecosystem damage, reduced microorganisms in it, and crop susceptibility. In addition, to isolate Trichoderma spp. from soil is often difficult because of the rapid growth of other soil fungi on ordinary media that can inhibit the growth of Trichoderma sp. The purpose of this research is to obtain an effective media for the isolation of Trichoderma spp. from the soil and know the effect of land management on the diversity of species Trichoderma spp. on various lands.
The research was conducted at Central Laboratory of Biological Sciences Universitas Brawijaya, Malang. Sampling of test ground from R. Suryo, Cangar and chrysanthemum field belonging to Chrysanthemum Group of Mulyo Joyo in Sidomulyo village, Batu. The research started from February to July 2017. The research was conducted by using survei method, exploration and comparison. The implementation of the research consisted of two experimental units, the first being to test the effectiveness of Selective Media Trichoderma sp. using four media, namely PDAC (Potato Dextrose Agar Chloramphenichol), RBC (Rose bengal Chloramphenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar Chloramphenichol propamocarb hydrochloride), and RBCP (Rose bengal Chloramphenichol propamocarb hydrochloride). The second experiment to see the diversity of Trichoderma spp. from various field uses soil samples from 4 different areas i.e
IPM chrysanthemum, first conventional chrysanthemum field, second conventional chrysanthemum field and forest.
The results of effectiveness test of a selective medium for Trichoderma spp. indicated that RBCP and RBC are more effective than PDAC and PDACP because they are able to grow Trichoderma sp., although Penicillium sp. and Fusarium sp. are still growing, but the numbers are fewer than on the PDAC and PDACP. RBC is an artificial medium containing rose bengal as an inhibitory growth of fungi and yeast, and chloramphenicol as antibacterial. While RBCP is an RBC that added propamocarb hydrolcoride as an anti-fungal. RBC and RBCP are then used for exploration of Trichoderma sp. on chrysanthemum field and forest. Species Trichoderma sp. most commonly found in the IPM chrysanthemum field of 3 Trichoderma species, including T. viride, T. harzianum and T. longibrachiatum. In the first conventional chrysanthemum field obtained 2 species of Trichoderma sp. namely T. viride and T. harzianum. In the second conventional chrysanthemum found 1 species of Trichoderma sp. namely T. harzianum. While In forest obtain 2 species of Trichoderma sp. are T. koningii and T. viride.
-
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Uji Efektivitas berbagai Media Selektif untuk Isolasi Trichoderma
spp. dari Tanah pada Berbagai Lahan yang Berbeda”.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, kepada Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. dan Restu Rizkyta Kusuma,
SP., MP., M.Sc., selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, saran,
motivasi dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS. dan Dr. Akhmad
Rizali, SP., M.Si., selaku penguji atas nasihat, arahan dan bimbingannya. Juga
kepada Ketua Jurusan Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS. beserta seluruh dosen dan
karyawan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Brawijaya atas
keramahan, fasilitas dan bantuan yang diberikan.
Penghargaan yang tulus penulis berikan kepada orang tua tercinta, kakek,
nenek serta seluruh keluarga penulis yang selalu mendoakan, memberikan
motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril ataupun materil kepada penulis.
Juga kepada Ahmad Ubaidillah, terima kasih atas dukungan, motivasi, doa dan
juga bantuannya. Seluruh teman – teman sebimbingan, khususnya Ismalia
Rosidah yang menjadi partner penulis selama penelitian. Ana Waumrina, Yayan
Nurkhasanah, Amalia Rizki, Rohiyatul Miskah, Asima Purba, Medi Humaidi dan
teman – teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungan dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman – teman Kos Bahagia
Anisa Mufida, Rozy Ifthaqul Fariha, Aprilia Nur Andhini, Fauziyah Ghina Tsamarah
dan Ima Fitriani atas dukungan, semangat dan doanya. Juga kepada teman –
teman di Buyung Kos Tutik, Fitri, Dinda, Afni, Mbak Nita atas motivasi dan
dukungannya serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Malang, Agustus 2017
Penulis
-
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 5 November 1994 sebagai putri
tunggal dari Bapak Ahmad Muhtarom dan Ibu Tutik Mubarokah.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Bakung 02 Blitar pada tahun
2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 01 Srengat
pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010. Setelah selesai menempuh
pendidikan SMP, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 01 Srengat pada tahun
2010 sampai tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata Satu (S-1)
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang, Jawa Timur, melalui jalur tes tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Mata Kuliah Dasar Budidaya Tanaman semester genap 2014/205 dan semester
genap 2015/2016, Ilmu Penyakit Tumbuhan semester genap 2016/2017 dan
Mikologi Pertanian semester genap 2016/2017. Penulis juga pernah mengikuti
kegiatan magang kerja selama 3 bulan yaitu bulan Juli – Oktober 2016 di Kampung
Organik Brenjonk, Trawas, Mojokerto.
-
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ............................................................................................................. i SUMMARY ............................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... iv DAFTAR ISI.............................................................................................................. v DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2 1.3. Tujuan ................................................................................................................... 2 1.4. Hipotesis ............................................................................................................... 2 1.5. Manfaat ................................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 2.1. Jamur Trichoderma sp. ....................................................................................... 4
2.1.1. Klasifikasi Trichoderma sp. ......................................................................... 4 2.1.2. Morfologi dan Fisiologi Trichoderma sp .................................................... 4 2.1.3. Ekologi Trichoderma sp. ............................................................................. 5 2.1.4. Peran Trichoderma sp ................................................................................. 6
2.2. Medium Pertumbuhan Mikroba ......................................................................... 7 III. METODE PENELITIAN.................................................................................... 10
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 10 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................. 10 3.3. Metode Pelaksanaan ........................................................................................ 10 3.4. Variabel Pengamatan ....................................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 18 4.1. Hasil Uji Efektivitas Media Selektif .................................................................. 18 4.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. .................................................................... 20
4.2.1. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC ......................... 20 4.2.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBCP ...................... 21
4.3. Kenampakan Morfologi Trichoderma sp. ....................................................... 23 4.4. Pembahasan Umum ......................................................................................... 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 29 5.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 29 5.2. Saran ................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 30 LAMPIRAN ............................................................................................................ 33
-
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Hal Teks
1. Jenis lahan pada percobaan II.......................................................................... 14 2. Hasil Isolasi jamur dari tanah hutan pada empat media selektif..................... 18 3. Hasil Isolasi jamur tanah dari lahan krisan dengan media RBC dan RBCP .. 20 4. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBC ........................ 21 5. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBCP ..................... 22
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal Teks
1. Diagram tahapan penelitian .............................................................................. 11 2. Penentuan titik pengambilan sampel tanah ..................................................... 15 3. Trichoderma koningii ......................................................................................... 23 4. Trichoderma viride ............................................................................................ 24 5. Trichoderma harzianum .................................................................................... 25 6. Trichoderma longibrachiatum ........................................................................... 25
Lampiran
1. Dokumentasi Lahan tempat pengambilan sampel tanah ................................. 33 2. Pengambilan sampel tanah di lapang .............................................................. 33 3. Media buatan untuk uji efektifitas media selektif .............................................. 34 4. Kegiatan penelitian ........................................................................................... 34 5. Hasil isolasi tanah hutan pada empat media.................................................... 34 6. Denah Lokasi Lahan Krisan di Desa Sidomulyo, Batu; ................................... 35
-
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar luas dan
hampir dapat ditemui di lahan pertanian ataupun hutan. Anggota jamur dari genus
Trichoderma merupakan jamur yang hidup bebas pada tanah dan daerah sekitar
akar tanaman (rhizosfer). Jamur ini bersifat menguntungkan, avirulen dan menjadi
parasit jamur lainnya (Harman et al., 2004). Trichoderma sp. merupakan jamur
tanah yang berperan dalam menguraikan bahan organik tanah, dimana bahan
organik tanah ini mengandung beberapa komponen unsur seperti N, P, S dan Mg
serta unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya (Tindaon,
2008). Trichoderma sp. banyak digunakan sebagai agens hayati untuk
mengendalikan patogen tular tanah. Mekanisme kerja jamur Trichoderma sp.
sebagai agens hayati adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen
berlangsung dengan proses antibiosis, parasitisme, kompetisi O2 dan ruang yang
dapat mematikan patogen tersebut (Tindaon, 2008). Hal ini merupakan salah satu
kelebihan pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai agens hayati khususnya untuk
patogen tular tanah.
Permasalahan yang masih banyak ditemui di masyarakat adalah mayoritas
petani masih bergantung pada penggunaan fungisida yang intensif dalam
mengendalikan OPT. Hasil survei tahun 1992 (Abadi, et.al, 1993) pada petani-
petani sayuran di Batu, Malang mengidentifikasikan penggunaan beberapa
fungisida berspektrum luas. Umumnya petani menyemprot fungisida pada
tanaman dengan interval 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200 liter air
yang setara dengan konsentrasi 5 gram/liter air. Penyemprotan fungisida dapat
ditambah intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan hama dan penyakit.
Pengelolaan lahan pertanian juga menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kelimpahan jamur tanah, termasuk Trichoderma sp. Penerapan
sistem pertanian konvensional yang masih menggunakan pestisida kimia sebagai
pilihan utama dalam pengendalian hama penyakit kurang tepat. Penggunaan
fungisida sintetis selain dapat menimbulkan kerusakan tanah, resistensi dan
resurgensi patogen target, juga dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan
juga tanaman sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem dan berkurangnya
mikroorganisme di dalamnya. Hal ini dikarenakan tanah merupakan habitat bagi
bermacam-macam mikroorganisme. Muhibbudin et al. (2011), menyebutkan
bahwa keberadaan mikroorganisme tanah berpengaruh terhadap sifat fisik dan
-
2
kimia tanah karena dapat berperan sebagai dekomposer, penambat unsur hara
dan sebagai agens biokontrol. Peningkatan keanekaragaman jamur tanah dapat
menekan kejadian dari dominasi tipe mikroorganisme yang menyebabkan patogen
sehingga dapat menurunkan kemungkinan adanya penyakit pada tanaman.
Di samping itu, untuk mengisolasi Trichoderma spp. dari tanah seringkali
sulit karena pesatnya pertumbuhan jamur tanah selain Trichoderma sp. pada
media agar biasa yang dapat menghambat pertumbuhan Trichoderma sp..
Sehingga diperlukan suatu media selektif yang mampu mengisolasi Trichoderma
sp. dari tanah. Penelitian terkait media selektif untuk isolasi Trichoderma spp. juga
tergolong masih sedikit. Di Indonesia, sampai saat ini belum pernah dilaporkan
penelitian mengenai media selektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menguji berbagai
media selektif yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dengan
penambahan antibiotik dan antijamur serta melihat kelimpahan Trichoderma spp.
dari berbagai jenis lahan. Sehingga, diharapkan memperoleh media yang efektif
untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah dan dapat mengetahui pengaruh
pengelolaan lahan terhadap keberadaan Trichoderma sp. di dalam tanah.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:
1 Apa media yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah?
2 Bagaimana pengaruh pengelolaan lahan terhadap keberadaan Trichoderma
sp. dalam tanah?
1.3. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui media yang efekif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah.
2. Mengetahui kelimpahan Trichoderma sp. pada berbagai lahan yang berbeda.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Media selektif dengan penambahan antibiotik dan antijamur yang tepat dapat
mengoptimalkan proses isolasi Trichoderma spp. dari tanah dibanding media
buatan yang sedikit atau tanpa penambahan antibiotik dan antijamur.
2. Kelimpahan Trichoderma sp. yang ditemukan pada lahan tanpa penggunaan
fungisida sintetis lebih tinggi dibanding pada lahan yang menggunakan
fungisida sintetis.
-
3
1.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai media
yang efektif untuk isolasi Trichoderma spp. dari tanah. Selain itu dapat
memberikan informasi terkait kelimpahan Trichoderma sp. pada berbagai lahan
sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan jenis Trichoderma sp. yang ada
di tanah secara optimal.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jamur Trichoderma sp.
2.1.1. Klasifikasi Trichoderma sp.
Trichoderma sp., merupakan mikroorganisme anggota Kingdom
Fungi, Divisi Ascomycota, Kelas Pyrenomycetes, Ordo Hypocreales, Famili
Hypocreaceae, Genus Trichoderma, dan Spesies Trichoderma sp. (Agrios,
2005)
2.1.2. Morfologi dan Fisiologi Trichoderma sp.
Trichoderma sp. memiliki koloni berwarna putih, kuning, hijau
muda, sampai hijau tua. Susunan sel Trichoderma sp. bersel banyak
berderet membentuk benang halus yang disebut hifa. Hifa Trichoderma sp.
berbentuk pipih, bersekat dan bercabang-cabang membentuk anyaman
yang disebut miselium. Percabangan hifa membentuk sudut siku-siku pada
cabang utama. Konidiofor bercabang dan pada ujungnya terbentuk fialid
(ujung percabangan) berjumlah 1 – 3. Fialid berbentuk pendek dengan
kedua ujungnya meruncing dan bagian tengah berukuran 5 – 7 µm. Konidia
berbentuk semi bulat hingga oval berukuran 2,8 – 3,2 µm, berlendir dan
berdinding halus (Gandjar, 1999).
Adapun karakteristik fisiologi Trichoderma sp. adalah sebagai
berikut:
a. Kandungan air
Pada umumnya, Trichoderma sp. memiliki hifa yang lebih tahan
terhadap kekeringan dibanding khamir atau bakteri. Namun, terdapat
batasan kandungan air total pada tanaman untuk pertumbuhan
Trichoderma sp. Estimasi batasan kandungan air total yaitu di
kandungan air di bawah 14 – 15% pada biji-bijian atau makanan kering
dapat mencegah atau memperlambat pertumbuhan Trichoderma sp.
b. Suhu
Mayoritas Trichoderma sp. termasuk dalam kelompok mesofilik,
yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum pada
kebanyakan jamur sekitar 25°C – 30°C. akan tetapi, beberapa jenis
jamur dapat tumbuh baik pada suhu 35°C - 37°C atau lebih. Sejumlah
jamur termasuk dalam psikrotofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada
suhu dingin dan beberapa masih dapat tumbuh pada suhu di bawah
-
5
pembekuan (-5 sampai 10°C). Hanya beberapa yang mampu tumbuh
pada suhu tinggi (termofilik).
c. Kebutuhan oksigen dan derajat keasaman
Jenis jamur yang memiliki hifa seperti Trichoderma sp. biasanya
bersifat aerob, yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang luas yaitu pH
2.0 – 8.5).
d. Kebutuhan makanan (nutrisi)
Trichoderma sp. pada umumnya mampu menggunakan
bermacam-macam nutrisi, dari yang sederhana sampai yang
kompleks. Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim
hidrolotik yaitu amylase, pectinase, proteinase dan lipase (Hidayat,
2006).
e. Senyawa penghambat
Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis mikroba yang
memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen
dengan menghasilkan senyawa aktif biologis secara in vitro. Senyawa
aktif tersebut meliputi alkaloid, paxillin, lolitrems, dan tetranone steroid
(Sudhanta & Abdul, 2011).
Trichoderma sp. mengeluarkan metabolit sekunder yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur dan beberapa bakteri dengan
adanya senyawa antibiotik berupa viridin dan trikomidin. Viridin dan
trikomidin dapat menghasilkan enzim β1,3 glukanase dan kitinase.
Enzim– enzim tersebut secara aktif mendegradasi sel-sel jamur lain
yang sebagian besar tersusun dari bahan β1,3 glukon dan kitin,
sehingga mampu melakukan penetrasi ke dalam hifa jamur lain
(Adriansyah, 2015).
2.1.3. Ekologi Trichoderma sp.
Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur tanah yang tersebar
luas dan hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian ataupun
perkebunan. Trichoderma sp. termasuk dalam salah satu jamur tanah yang
dominan dan bersifat saprob sehingga secara ekologis mampu
berkompetisi dengan jamur yang lain serta mampu mengkolonisasi
berbagai substrat yang ada di hutan, sehinga Trichoderma sp. dapat
dikembangkan sebagai agens pengendali hayati patogen tular tanah (Elad
-
6
et.al., 1983). Trichoderma sp termasuk saprofit pada tanah, kayu, dan
beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Trichoderma sp, bersifat
kosmopolit dan dapat diisolasi dari tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizosfer
kentang, gula bit, rumput, jerami, serta kayu. Suhu pertumbuhan optimum
15°C – 30°C dan maksimum 30°C – 36°C (Gandjar, 1999).
2.1.4. Peran Trichoderma sp.
Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami
merupakan parasit dan menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit
tanaman atau memiliki spektrum pengendalian yang luas. Dalam keadaan
lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, Trichoderma
sp. akan membentuk klamidospora sebagai propagul untuk bertahan dan
berkembang kembali jika keadaan lingkungan sudah menguntungkan.
Oleh karena itu, dengan sekali aplikasi Trichoderma sp. akan tetap tinggal
dalam tanah. Hal ini merupakan salah satu kelebihan pemanfaatan
Trichoderma sp. sebagai agens pengendalian hayati khususnya untuk
patogen tular tanah (Berlian, 2013).
Mekanisme pengendalian dengan agens hayati terhadap jamur
patogen tumbuhan secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu
kompetisi terhadap tempat tumbuh dan nutrisi, antibiosis, dan parasitisme
(Baker and Cook, 1982). Umumnya kematian mikroorganisme disebabkan
kekurangan nutrisi, oleh karena itu pengendalian dengan agens hayati
salah satunya bertujuan untuk memenangkan kompetisi dalam
mendapatkan nutrisi. Beberapa jenis Trichoderma sp. menghasilkan
siderofor yang mengikat besi dan menghentikan pertumbuhan jamur lain.
T. harzianum berhasil mengendalikan Fusarium oxysporum dengan cara
mengkoloni rizosfer dan mengambil nutrisi lebih banyak (Mohiddin et al.,
2010).
Antibiosis adalah mekanisme antagonis yang melibatkan hasil
metabolit penyebab lisis, enzim, senyawa folatil dan non-folatil atau toksin
yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Meskipun mikoparasitisme
dianggap sebagai mekanisme antagonisme yang utama, tetapi penelitian
lebih lanjut mengungkapkan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan
Trichoderma sp. juga berperan penting dalam aktifitas antijamurnya (Chet
et al., 2005). Proses antagonis muncul dikarenakan adanya persaingan
yang terjadi antara dua jenis jamur yang ditumbuhkan berdampingan
-
7
karena masing-masing membutuhkan tempat tumbuh dan nutrisi untuk
hidup (Dwiastuti, 2015).
Mekanisme parasitisme berperan penting dalam proses
pengendalian hayati. Trichoderma sp. biasanya menggunakan mekanisme
ini bersama mekanisme lain yaitu kompetisi dan antibiosis. Trichoderma
sp. telah diujikan terhadap beberapa patogen tanaman seperti Ganoderma
sp.. Pada umumnya mekanisme antagonis Trichoderma sp. dalam
menekan patogen yaitu sebagai mikoparasitik dan kompetitor yang agresif.
Awalnya, hifa Trichoderma sp. tumbuh memanjang, kemudian membelit
dan mempenetrasi hifa jamur inang sehingga hifa inang mengalami
vakuolasi, lisis dan akhirnya hancur. Trichoderma sp. melakukan penetrasi
ke dalam dinding sel inang dengan bantuan enzim pendegradasi dinding
sel yaitu kitinase, glukanase, dan protease, selanjutnya menggunakan isi
hifa inang sebagai sumber makanan. Pada saat melilit dan menghasilkan
enzim untuk menembus dinding sel inang, Trichoderma sp. juga
menghasilkan antibiotik seperti gliotoksin dan viridian (Harjono dan
Widyastuti, 2001).
2.2. Medium Pertumbuhan Mikroba
Mikroorganisme, termasuk jamur dapat hidup dimana-mana dan
termasuk spesies yang dapat tumbuh dengan variasi llingkungan yang luas
dengan menggunakan kumpulan-kumpulan substrat baik secara alami
maupun buatan. Beberapa diantaranya adalah jenis yang spesifik, hingga
sekarang belum diketaui nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Oleh
karena itu mereka tidak dapat tumbuh baik di media yang diformulasikan dari
bahan-bahan alami yang didapat dari tempat mereka diisolasi (Smith, 1994).
Syarat-syarat untuk pertumbuhan jamur dapat bervariasi dari satu jenis
ke jenis yang lain, walaupun kultur yang dilakukan dari spesies dan genus
ditunjukkan untuk petumbuhan terbaik pada media yang sama. Media akan
mempengaruhi morfologi koloni dan warna, dan mempengaruhi penyimpanan
dari isolat (Smith, 1994). Tujuan utama dalam menyusun media biakan bagi
setiap mikroorganisme adalah memberikan campuran dengan syarat nutrisi
yang berimbang dan pada konsentrasi yang dapat memungkinkan
pertumbuhan yang baik. Medium yang seluruhnya terdiri dari nutrisi yang
ditentukan secara kimiawi disebut medium sintetis. Medium yang berisi bahan-
-
8
bahan zat kimia yang komposisinya tidak diketahui disebut medium kompleks.
Jika mikroorganisme dapat tumbuh di atas beberapa bahan atau zat kimia di
laboratorium, bahan atau zat kimia tersebut dinamakan media kultur. Dari
ribuan media yang berbeda, telah ditemukan dan disusun ke dalam suatu
susunan kompleksitas yang didapat dari jaringan hidup sampai ke campuran
sederhana dari bahan – bahan anorganik (Sarles et al., 1956).
Secara umum, media diperuntukkan untuk tiga tujuan utama, yaitu
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, mempelajari reaksi mikroorganisme
terhadap zat-zat yang ada pada medium dan dengan penggunaan
mikroorganisme dapat membantu beberapa produk khusus atau kombinasi
dari beberapa produk (Sarles et al, 1956). Media dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. Media alami, yaitu bahan-bahan alami yang dapat digunakan sebagai
media kultur karena pada kenyataannya mikroorganisme parasit akan
tumbuh hanya pada jaringan hidup dan hasil sekresi atau ekstrak dari
jaringan hidup. Potongan kentang atau wortel dapat digunakan sebagai
media kultur dengan cara mengupas dan merebus kentang atau wortel
hingga lunak dan air rebusan tersebut disterilisasi. Dalam penggunaannya,
media tersebut terlebih dahulu dituang dari botol ke tempat yang akan
digunakan untuk menginokulasi jaringan tanaman yang telah
disterilisasikan.
b. Media buatan, yaitu media yang dibuat dari berbagai macam bahan atau
zat, jika komposisi dari bahan-bahan tersebut diketahui, maka medium ini
dinamakan medium sintetis. Tetapi jika komposisi dari bahan-bahan
tersebut belum diketahui maka medium ini dinamakan medium non sintetis.
Medium ini dapat digolongkan menjadi medium cair, semi padat dan
medium padat (Sarles et al., 1956).
Jenis medium untuk isolasi jamur atau mikroorganisme lainnya dapat
digolongkan menjadi empat jenis menurut Dharmaputra (1989), yaitu:
a. Medium umum, adalah medium yang mengandung kebutuhan pokok
penunjang pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme.
b. Medium efektif, adalah medium yang mengandung nutrisi dalam jumlah
minimum yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme tertentu.
-
9
c. Medium selektif, adalah medium yang dimodifikasi dengan pengaturan pH
medium atau dengan menambah zat penghambat sehingga pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak dikehendaki dapat dihambat.
d. Medium diferensial, adalah medium yang digunakan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi jamur tertentu.
-
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas
Brawijaya Malang. Pengambilan sampel tanah uji dari hutan raya R. Suryo, Cangar
dan sampel tanah dari lahan krisan milik Kelompok Tani bunga krisan Mulyo Joyo
di Desa Sidomulyo Kota Batu. Waktu penelitian dimulai bulan Februari sampai
bulan Juli 2017.
3.2. Alat dan Bahan
a) Pengambilan Sampel Tanah
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah adalah sekop
untuk mengambil sampel tanah, kantong plastik untuk tempat sampel tanah
dan spidol permanen untuk memberi label.
b) Isolasi, purifikasi dan identifikasi jamur Trichoderma sp.
Alat yang digunakan adalah kompor listrik, panci, autoklaf, botol media,
Laminar Air Flow (LAF), bunsen, cawan petri, gelas kimia, tabung reaksi, gelas
ukur, pipet, mikro pipet, jarum ose, timbangan, rak tabung reaksi, korek, kertas
penanda, objek glass, cover glass, mikroskop.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sampel, alkohol
70%, aquades steril, spirtus, plastik wrap, kapas, alumunium foil, dan tisu.
Media yang digunakan yaitu Potao Dextrose Agar (PDA), dan Rose bengal
Chloramphenicol (RBC) dengan penambahan antibiotik dan antijamur.
Komponen antibiotik yang ditambahkan yaitu chloramphenicol. Komponen
antijamur menggunakan rose bengal dan propamocarb hydrochloride.
Sehingga, media yang digunakan ada empat jenis yaitu: media PDAC (Potato
Dextrose Agar + Chlorampenichol), PDACP (Potato Dextrose Agar +
Chlorampenichol + propamocarb), RBC (Rose bengal Chlorampenichol), dan
RBCP (Rose bengal Chlorampenichol + propamocarb).
3.3. Metode Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, eksplorasi
dan komparasi. Metode survei dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait
kondisi lahan. Metode eksplorasi dilakukan untuk melihat keanekaragaman jenis
Trichoderma sp. dari tanah pada berbagai media selektif yang berbeda dan
metode komparasi untuk membandingkan Trichoderma sp. yang didapat dari dua
media selektif pada empat lahan berbeda.
-
11
Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua unit percobaan. Percobaan pertama
bertujuan mengetahui media yang efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dengan
indikator media tersebut selektif, artinya mampu menumbuhkan Trichoderma sp.
dan menghambat pertumbuhan bakteri ataupun jamur lain selain Trichoderma sp.
Sampel tanah dari hutan alami dipilih pada percobaan pertama karena tanah pada
hutan alami merupakan reservoir mikroba sehingga diindikasikan memiliki tingkat
biodiversitas mikroba yang tinggi, sehingga sesuai untuk menguji efektivitas media
selektif untuk Trichoderma sp.. Hasil dari percobaan I, yaitu 2 media yang paling
efektif kemudian digunakan untuk eksplorasi Trichoderma sp. dari lahan krisan
dengan berbagai pengelolaan lahan yang berbeda. Tujuannya untuk melihat
efektivitas dari kedua media tersebut dalam mengisolasi Trichoderma sp. dari
tanah pada lahan krisan dan melihat pengaruh pengelolaan lahan terhadap
kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram tahapan penelitian
Percobaan I(Uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma spp.)
Pembuatan empat jenis media selektif
Pengambilan sampel tanah hutan alami
Isolasi Trichoderma spp. pada 4 media biakan yang berbeda
Seleksi dua media yang selektif untuk digunakan pada percobaan II
Percobaan II(Melihat kelimpahan jenis Trichoderma sp. dari berbagai lahan)
Pengambilan sampel tanah dari 4 lahan berbeda
Isolasi Trichoderma spp. pada dua media yang paling selektif
Purifikasi
Identifikasi Trichoderma sp.
-
12
A. Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini ada empat media, yaitu:
1. Potato Dextrose Agar (PDA) + Chloramphenicol
Media PDA dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA instan
pada 990 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit kemudian
disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu
121°C. Chloramphenicol dilarutkan dalam 10 ml aquades steril dan
ditambahkan pada media yang telah di autoclave.
PDAC merupakan media yang mangandung sari kentang, dextrose,
agar, aquades dan penambahan kloramfenikol. Penambahan
kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik untuk menghambat
pertumbuhan bakteri pada media biakan.
2. Potato Dextrose Agar (PDA) + Chloramphenicol + propamocarb
Media PDACP dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA instan
pada 990 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit kemudian
disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu
121°C. Chloramphenicol dan propamocarb hydrochloride dilarutkan dalam
10 ml aquades steril dan ditambahkan pada media yang telah di autoclave.
PDACP merupakan media yang mangandung sari kentang,
dextrose, agar, aquades, kloramfenikol dan propamocarb. Penambahan
kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik untuk menghambat
pertumbuhan bakteri pada media biakan sedangkan propamocarb
berfungsi sebagai antijamur. Propamocarb merupakan salah satu bahan
aktif yang biasa digunakan dalam fungisida untuk mengendalikan jamur.
3. Rose bengal Chloramphenicol (RBC)
Media RBC dibuat dengan cara melarutkan 16 gram Rose bengal
Agar Base pada 500 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121°C. Didinginkan sampai suhu 43-46°C. Chloramphenicol
dicampurkan pada media yang sudah di autoclave.
RBC merupakan media selektif yang mengandung pepton, glukosa,
K2HPO4, MgSO4.7H2O, rose bengal, kloramfenikol, agar dan aquades
(Jarvis, 1973). Penghambat yang digunakan dalam media RBC adalah
rose bengal dan kloramfenikol. Penambahan rose bengal berfungsi untuk
menekan jumlah jamur atau khamir, sedangkan penambahan
-
13
kloramfenikol dalam media bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri. Jarvis (1973) menyebutkan bahwa media dengan pH 7-7,2 yang
dilengkapi dengan antibakteri seperti kloramfenikol atau klorotetrasiklin
dan agen penghambat jamur seperti rose bengal (RB) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, serta membatasi pertumbuhan koloni jamur.
4. Rose bengal Chloramphenicol (RBC) + propamocarb
Media RBCP dibuat dengan cara melarutkan 16 gram Rose bengal
Agar Base pada 500 ml aquades steril. Larutan dididihkan selama 30 menit
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121°C. Larutan didinginkan sampai suhu 43-46°C. Kemudian
0.05 gram chloramphenicol dan propamocarb hydrochloride (Previcur N-
12, solution concentrate, 722 g/l ), 0.08 gr dilarutkan pada media yang
sudah di autoclave.
RBCP merupakan media selektif yang mangandung pepton,
glukosa, K2HPO4, MgSO4.7H2O, rose bengal, kloramfenikol, agar, aquades
(Jarvis, 1973) dan penambahan propamocarb hydrocloride. Penambahan
propamocarb memiliki fungsi yang sama dengan rose bengal yaitu sebagai
anti jamur. FAO (2013) menyebutkan bahwa, Propamocarb merupakan
salah satu bahan aktif yang biasa digunakan dalam fungisida untuk
mengendalikan jamur. Propamocarb mengandung propamocarb
hydrochloride dan memiliki pH 2 – 4.
B. Pengambilan Sampel Tanah
Pada percobaan I, pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan
hutan alami. Lahan hutan dipilih karena tanah hutan umumnya memiliki tingkat
biodiversitas mikroorganisme yang tinggi dan menjadi habitat sejumlah besar
mikroba pendegradasi bahan-bahan organik. Pengambilan sampel tanah pada
percobaan II dilakukan pada lahan Krisan dan hutan (Tabel 1).
-
14
Tabel 1. Jenis lahan pada percobaan II No Jenis Lahan Deskripsi singkat
1 Lahan A
(Lahan krisan
PHT)
Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah,
pembuatan bedengan, penambahan pupuk kandang, pupuk organik
cair dan aplikasi PGPR yang dilakukan dengan cara merendam
pangkal bibit stek pada PGPR sebelum dibibitkan. Kemudian
dilakukan penyemprotan PGPR saat tanaman berumur 2 MST dan
9 MST.
Pengendalian OPT dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa
teknik pengendalian seperti pemasangan yellow sticky trap,
pengambilan hama secara langsung, pencabutan tanaman yang
terkena penyakit, penggunaan agens hayati yang mengandung
Trichoderma sp. Aplikasi Trichoderma sp. dilakukan saat tanaman
masih dalam masa awal vegetatif. Penggunaan pestisida/fungisida
sangat dibatasi. Hanya diaplikasikan apabila tingkat serangan OPT
sudah tinggi dan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas
bunga.
Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan
intensitas penyakit 5 – 10%. Kualitas bunga mayoritas masuk dalam
grade A dan warna bunga yang dihasilkan lebih cerah.
2 Lahan B
(Lahan krisan
konvensional
I)
Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah
dengan cangkul, pembuatan bedengan, penambahan pupuk
kandang dan penambahan dolomit pada tanah sebelum
penanaman.
Pestisida/ fungisida sintetis masih menjadi pilihan utama dalam
mengendalikan OPT. Fungisida yang dipakai pada lahan krisan
konvensional I adalah fungisida sintetis berbahan aktif metil tiofanat
dan propineb yang diaplikasikan secara terjadwal yaitu seminggu
sekali.
Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan
intensitas penyakit 40 – 50%. Kualitas bunga masuk dalam grade A
dan grade B.
3 Lahan C
(Lahan krisan
konvensional
II)
Pengolahan tanah yang dilakukan antara lain penggemburan tanah
dengan cangkul, penambahan pupuk kandang dan pupuk kimia
anorganik.
Pestisida/ fungisida sintetis masih menjadi pilihan utama dalam
mengendalikan OPT. Fungisida yang dipakai pada lahan krisan
konvensional II adalah fungisida sintetis berbahan aktif propineb
70%, mancozeb dan pyraclostrobin + metiram yang
diaplikasikaecara tejadwal yaitu seminggu sekali.
Penyakit yang biasa menyerang adalah karat daun dan layu dengan
intensitas penyakit 60 – 70%. Kualitas bunga masuk dalam grade A
dan grade B.
4 Lahan H
(Lahan hutan
alami)
Tanah hutan yang diambil berasal dari tanah Hutan raya R. Suryo
yang merupakan kawasan hutan konservasi Dinas Kehutanan
wilayah Batu.
Prosedur pengambilan sampel tanah yaitu menentukan terlebih dahulu
titik pengambilan sampel tanah. Pada setiap lahan diambil lima titik
-
15
pengambilan sampel (Gambar 2). Kemudian tanah pada masing-masing titik
sampel diambil menggunakan sekop dengan kedalaman 15 cm dan
dikompositkan. Pada setiap kantung berisi sampel tanah diberi label sesuai
tempat sampel tanah yang diambil. Setelah itu dimasukkan ke dalam kotak
pendingin yang berisi es batu untuk menjaga sampel tanah agar tetap dalam
kondisi optimum. (Sastrahidayat dan Djauhari, 2012).
Gambar 2. Penentuan titik pengambilan sampel tanah
C. Isolasi Jamur dari Tanah
Isolasi jamur dari sampel tanah dilakukan dengan menggunakan
metode soil dilution plate, yaitu 1 gr tanah dimasukkan dalam tabung rekasi
lalu ditambahkan aquades steril hingga mencapai 10 ml. Selanjutnya digojok
hingga homogen. Kemudian dari larutan tersebut diambil 1 ml, dimasukkan
dalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades streril hingga mencapai 10 ml.
Hal tersebut dilakukan hingga mencapai tingkat pengenceran 10-4. Hasil
pengenceran kemudian diambil 1 ml untuk dituangkan ke dalam cawan petri
yang telah berisi media agar yang sudah padat dan diratakan menggunakan
L-stick. Kegiatan penanaman jamur tanah pada media agar dilakukan pada
Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah adanya kontaminasi dari
mikroorganisme lain selama proses isolasi. Isolasi jamur dari tanah dilakukan
dengan tiga kali ulangan.
D. Purifikasi
Purifikasi dilakukan pada koloni jamur yang dimungkinkan merupakan
koloni dari Trichoderma sp. berdasarkan kenampakan morfologinya meliputi
warna koloni dan bentuk koloni. Purifikasi dilakukan dengan cara pengambilan
koloni jamur yang dimungkinkan merupakan koloni dari Trichoderma sp.
dengan menggunakan jarum ose dan ditanam pada cawan petri yang berisi
media agar padat. Kegiatan purifikasi dilakukan pada Laminar Air Flow (LAF)
untuk mencegah adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain selama proses
purifikasi. Setelah dilakukan purifikasi, hasil purifikasi tersebut diinkubasi dan
-
16
dilakukan pengamatan pada koloni. Apabila terdapat kontaminan, maka
dilakukan purifikasi lagi hingga mendapatkan koloni murni.
E. Identifikasi
Identifikasi dilakukan pada isolat jamur yang dimungkinkan merupakan
koloni dari Trichoderma sp. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis berdasarkan panduan buku identifikasi jamur. Buku identifikasi
yang digunakan adalah A Revision of The Genus Trichoderma (Rifai, 1969),
Trichoderma and Gliocladium (Kubicek et al., 2002) dan tambahan informasi
dari sumber pendukung lainnya.
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan menumbuhkan isolat murni
dari Trichoderma sp. pada cawan petri yang berisi media PDA. Kegiatan
tersebut dilakukan pada Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah adanya
kontaminasi dari mikroorganisme lain. Pengamatan mikroskopis dilakukan
dengan pembuatan preparat jamur terlebih dahulu. Pembuatan preparat jamur
dilakukan dengan cara pengambilan jamur dari cawan petri menggunakan
jarum ose yang sebelumnya sudah disterilkan menggunakan alkohol 70%.
Jamur tersebut diletakkan pada kaca objek yang sudah diberi sedikit media
yang selanjutnya ditutup dengan kaca penutup. Proses pembuatan preparat
dilakukan di dalam LAF. Preparat diinkubasi selama 2-3 hari di dalam wadah
yang telah dialasi dengan tisu lembab dan ditutup rapat agar tidak
terkontaminasi oleh spora jamur dari udara. Tujuan dari inkubasi adalah untuk
menumbuhkan spora jamur pada preparat sehingga lebih mudah pada saat
diidentifikasi menggunakan mikroskop. Pengamatan menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 400x (40 x 10).
3.4. Variabel Pengamatan
1. Jumlah jenis jamur tanah pada keempat media berbeda
Mengetahui jenis jamur tanah yang tumbuh dengan mengamati
hasil isolasi jamur tanah dari tanah hutan pada masing-masing media yang
berbeda. Selanjutnya jamur-jamur yang tumbuh dibedakan menurut
kenampakan morfologinya meliputi warna koloni, bentuk koloni, tepi koloni
dan tekstur koloni pada 5 hsi. Dari keempat media yang berbeda tersebut,
dipilih dua media dengan jenis jamur tanah yang paling sedikit tumbuh
untuk digunakan dalam tahap selanjutnya, yaitu eksplorasi Trichoderma
sp. dari empat lahan berbeda.
-
17
2. Identifikasi Trichoderma sp. dari empat jenis lahan berbeda
Identifikasi Trichoderma sp. dilakukan dengan mengamati
kenampakan makroskopis dan mikroskopisnya. Pengamatan makroskopis
dilakukan dengan cara mengamati kenampakan morfologi koloni jamur
secara makroskopis yang meliputi warna koloni, pola persebaran koloni
dan waktu yang dibutuhkan oleh koloni untuk memenuhi cawa petri (full
plate duration). Pengamatan warna koloni dilakukan dengan mengamati
warna koloni pada saat muda sampai tua. Pengamatan pola persebaran
koloni dalam cawan petri dilakukan dengan mengamati bentuk koloni
dalam cawan petri (konsentris dan tidak konsentris), sedangkan
pengamatan tekstur koloni meliputi kasar dan halus, rapat dan renggang,
serta tebal dan tipis koloni yang tumbuh pada media. Pengamatan full plate
duration dilakukan untuk mengetahui kemampuan tumbuh koloni jamur
tanah pada media agar dengan melihat waktu yang dibutuhkan koloni
untuk mencapai diameter 9 cm.
Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati
kenampakan morfologi koloni jamur dengan menggunakan mikroskop
yang meliputi ada atau tidaknya septa pada hifa, pertumbuhan hifa
(bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (gelap atau hialin), ada
tidaknya konidia, warna konidia, bentuk konidia (bulat, lonjong, elips, oval
atau tidak beraturan).
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Efektivitas Media Selektif
Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah
hutan berdasarkan perbedaan karakteristik morfologi jamur secara makroskopis
didapatkan 10 isolat pada media PDAC, 7 isolat pada media RBC, 8 isolat pada
media PDACP, dan 6 isolat pada media RBCP (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Isolasi jamur dari tanah hutan pada empat media selektif
Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada keempat media, yaitu media
PDAC, PDACP, RBC dan RBCP mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Pada
media PDAC didapatkan 10 jenis jamur yang berbeda berdasarkan ciri
morfologinya. Dari 10 jenis jamur, 2 diantaranya termasuk ke dalam genus
Trichoderma sp.. Media kedua yaitu media RBC, didapatkan 7 jenis jamur yang
berbeda berdasarkan ciri morfologinya dan 1 diantaranya merupakan jamur
Trichoderma sp. Media ketiga yaitu media PDACP, didapatkan 8 jenis jamur yang
berbeda berdasarkan ciri morfologinya dengan 1 jenis jamur yang tumbuh
merupakan jamur Trichoderma sp. Sedangkan pada media keempat yaitu media
RBCP, didapatkan 7 jenis jamur yang berbeda berdasarkan ciri morfologinya dan
No Jamur yang ditemukan Media Buatan
PDAC PDACP RBC RBCP*
1 Trichoderma sp. isolat 1 √ √ - -
2 Trichoderma sp. isolat 2 √ - - -
3 Trichoderma koningii - - √ √
4 Trichoderma viride - - - √
5 Penicillium sp. isolat 1 √ √ - -
6 Penicillium sp. isolat 2 √ √ √ √
7 Penicillium sp. isolat 3 √ - - -
8 Penicilium sp. isolat 4 - - √ √
9 Penicillium sp. isolat 5 - √ √ -
10 Aspergillus sp. isolat 1 √ √ - -
11 Aspergillus sp. isolat 2 √ - - -
12 Fusarium sp. isolat 1 √ - √ -
13 Fusarium sp. isolat 2 √ √ √ √
14 Fusarium sp. isolat 3 - √ √ √
15 Lecanicillium sp. isolat 1 √ √ - -
16 Mucor sp. isolat 1 √ - - -
Jumlah jenis jamur 10 8 7 6
-
19
2 diantaranya merupakan jamur Trichoderma sp.. Hal tersebut dilihat dari
kenampakan koloni yang semula putih menjadi kehijauan dan pertumbuhannya
yang cepat.
Keempat media selektif yaitu media PDAC, PDACP, RBC dan RBCP mampu
menumbuhkan Trichoderma sp. dan efektif menghambat pertumbuhan bakteri.
Media PDAC dengan penambahan antibiotik berupa kloramfenikol kurang efektif
dalam menghambat pertumbuhan jamur lain karena masih terdapat 8 jenis jamur
yang mampu tumbuh pada media yaitu dari genus Aspergillus sp., Penicillium sp.,
Fusarium sp., Lecanicillium sp., dan Mucor sp.. Media PDACP dengan
penambahan antijamur berupa propamocarb hydrochloride mampu mereduksi
beberapa jamur yang dapat tumbuh di media PDAC antara lain Penicillium sp.
isolat 3, Aspergillus sp. isolat 2, Fusarium sp. isolat 1 dan Mucor sp.
Media RBC yang mengandung rose bengal sebagai antijamur dan
kloramfenikol sebagai antibiotik mampu menumbuhkan 1 spesies Trichoderma sp.
yaitu T. viride dan lebih efektif menghambat jamur lain dibanding media PDAC dan
PDACP karena mampu menghambat jamur dari genus Asperillus sp.,
Lecanicillium sp., dan Mucor sp. Meskipun jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp.
masih tumbuh pada media tersebut. Media keempat, yaitu media RBCP yang
mengandung kloramfenikol sebagai antibiotik dan rose bengal serta propamocarb
hydrochloride sebagai antijamur lebih efektif digunakan untuk isolasi Trichoderma
sp. dari tanah. Media RBCP paling efektif dibanding media PDAC, PDACP, dan
RBCP karena terdapat 2 spesies Trichoderma sp. yang mampu tumbuh dan jenis
jamur lain yang dapat tumbuh pada media tersebut paling sedikit. Meskipun pada
media RBCP belum mampu menghambat jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp.,
akan tetapi Fusarium sp. isolat 1 dan Penicillium sp. isolat 5 yang tumbuh pada
media RBC mampu dihambat pada media RBCP.
Hasil uji efektivitas keempat media menunjukkan bahwa Media RBCP dan
RBC lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp. karena mampu mereduksi jamur
lain selain Trichoderma sp. lebih banyak dibanding media PDAC dan PDACP .
Kedua media tersebut selanjutnya digunakan untuk isolasi dan eksplorasi
Trichoderma sp. pada 3 lahan krisan, yaitu lahan krisan dengan sistem PHT,
Lahan Krisan Konvensional I, dan Lahan Krisan Konvensional II (Tabel 3).
-
20
Tabel 3. Hasil Isolasi jamur tanah dari lahan krisan dengan media RBC dan RBCP
Keterangan: LA (Lahan Krisan PHT), LB (Lahan Krisan Konvensional I), LC (Lahan Krisan
Konvensional II).
Hasil isolasi sampel tanah dari tiga lahan krisan menggunakan media RBP
dan RBCP didapatkan 11 jenis jamur yang berbeda berdasarkan kenampakan
makroskopisnya. Sesuai dengan hasil isolasi pada sampel tanah hutan, dari ciri
makroskopis, jenis jamur yang masih bisa tumbuh pada media RBC dan RBCP
yaitu dari genus Trichoderma sp, Penicillium sp, dan Fusarium sp. Hal ini
membuktikan bahwa media RBCP lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari
tanah meskipun belum cukup selektif karena Penicillium sp. dan Fusarium sp.
masih mampu tumbuh pada media tersebut.
4.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp.
4.2.1. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBC
Hasil eksplorasi Trichoderma sp. pada lahan hutan dengan media RBC
didapatkan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma koningii. Dari lahan
krisan PHT didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma viride dan
Trichoderma longibrachiatum. Dari lahan krisan konvensional I didapatkan 1
spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma harzianum dan dari lahan krisan
konvensional II didapatkan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu Trichoderma
harzianum (Tabel 4).
No Jamur yang ditemukan Media RBC Media RBCP
LA LB LC LA LB LC
1 Trichoderma harzianum - √ √ √ √ √
2 Trichoderma viride √ - - √ - -
3 Trichoderma longibrachiatum √ - - - - -
4 Trichoderma koningii - - - - √ -
5 Penicillium sp. isolat 2 - √ - - - -
6 Penicillium sp. isolat 3 √ - - - - -
7 Penicillium sp isolat 4 √ - - - - √
8 Penicillium sp. isolat 5 - √ - - √ -
9 Fusarium sp. isolat 1 √ - - √ - -
10 Fusarium sp. isolat 2 √ √ √ √ √ -
11 Fusarium sp. isolat 3 - - √ - - -
Jumlah jenis jamur 6 4 3 4 4 2
-
21
Hasil tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik morfologi jamur secara
makroskopis dan mikroskopis.
Tabel 4. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBC
No Nama Isolat Karakter Morfologi Hasil
Identifikasi
1 Trichoderma sp. isolat RH1 lahan H (tanah hutan)
Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih agak kuning kehijauan, bentuk koloni bulat, tipis. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm 4 hsi. Konidiofor bercabang, bentuk fialid mengerucut, di ujung fialid terbentuk fialospora. Bentuk fialospora oval.
Trichoderma koningii
2 Trichoderma sp. isolat RA2 lahan A (Krisan PHT)
Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau sedikit putih dan membentuk zonasi. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang serupa cemara. Fialid pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora bulat.
Trichoderma viride
4 Trichoderma sp. isolat RA4 lahan A (Krisan PHT)
Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau saat tua. Bentuk koloni bulat, agak tebal, padat dan tekstur kasar. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang seperti rumbai. Fialid berbentuk seperti botol dengan pangkal sedikit ramping. Fialospora berbentuk oval.
Trichoderma longibrachiatum
5 Trichoderma sp. isolat RB5 lahan
B (Krisan konvensional I)
Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau sedikit putih dan membentuk zonasi putih - hijau. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang menyerupai pohon. Fialid tunggal, beberapa 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat.
Trichoderma harzianum
6 Trichoderma sp. isolat RC1 lahan
C (Krisan konvensional II)
Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RB5 tanah fungisida I.
Trichoderma harzianum
4.2.2. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media RBCP
Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dari lahan hutan dengan media RBCP
didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride. Dari lahan
krisan PHT didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. viride dan T. harzianum,
-
22
dari lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T.
harzianum dan T. koningii, dan dari lahan krisan konvensional II didapatkan 1
spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil Eksplorasi Trichoderma sp. dengan media buatan RBCP
No Nama Isolat Karakter Morfologi Hasil
Identifikasi
1 Trichoderma sp. isolat RPH1
Lahan H (tanah hutan)
Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih sedikit kuning kehijauan. Bentuk koloni bulat, Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang dan ramping. Fialid mengerucut dan diujung fialid terdapat fialospora berbentuk oval
Trichoderma koningii
2 Trichoderma sp. isolat RPH10
Lahan A (tanah hutan)
Koloni berwarna putih kemudian berwarna putih agak kehijauan dan saat tua berwarna hijau, bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata. Diameter koloni mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang serupa cemara. Fialid pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora bulat.
Trichoderma viride
3 Trichoderma sp. isolat RPA2
lahan A (Krisan PHT)
Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RPH10 tanah hutan.
Trichoderma viride
4 Trichoderma sp. isolat RPA4
lahan A (Krisan PHT)
Koloni berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau tua. Bentuk koloni bulat dengan tekstur bertepung. Koloni tumbuh cepat dan merata dan mencapai diameter 9 cm pada 4 hsi. Konidiofor bercabang menyerupai pohon. Fialid tunggal, beberapa 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat.
Trichoderma harzianum
6 Trichoderma sp. isolat RPB5
lahan B (Krisan konvensional I)
Karakeristik sama seperti Trichoderma sp isolat RPA4 tanah PHT.
Trichoderma harzianum
7 Trichoderma sp. isolat RPB6
lahan B (Krisan konvensional I)
Karakteristik sama dengan Trichoderma sp isolat RPH1 tanah hutan.
Trichoderma koningii
8 Trichoderma sp. isolat RPC1
lahan C (Krisan konvensional II)
Karakeristik sama seperti Trichoderma sp isolat RPA4 tanah PHT.
Trichoderma harzianum
Dari tabel tersebut bisa dilihat juga bahwa jenis Trichoderma sp pada lahan
PHT lebih banyak dibandingkan lahan krisan konvensional dan lahan hutan.
Sedangkan spesies Trichoderma sp. paling sedikit ditemukan pada lahan
-
23
konvensional II yang menggunakan fungisida berbahan aktif propineb70%,
mancozeb dan pyraclostrobin + metiram saat budidaya krisan.
4.3. Kenampakan Morfologi Trichoderma sp.
Hasil eksplorasi Trichoderma sp. dari empat lahan yang berbeda, didapatkan
4 spesies Trichoderma sp. yang masing-masing memiliki ciri morfologi yang
berbeda-beda. Kenampakan morfologi tiap spesies Trichoderma sp. yang
ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Trichoderma koningii
Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi
berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih agak hijau
kekuningan. Permukaan koloni halus dan berbentuk bulat. Terbentuk miselium
udara yang menyerupai rambut. Pertumbuhan koloni cepat dan mencapai
diameter 9 cm pada hari ke-4 seteah inkubasi. Secara mikroskopis, jamur ini
memiliki bentuk konidiofor bercabang dan ramping. Fialidnya mengerucut dan
diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora pada jamur ini berbentuk oval
berwarna agak hijau (Gambar 3). Dari ciri-ciri morfologinya, jamur ini sesuai
dengan karakteristik T. koningii dalam Rifai (1996) yang menyebutkan bahwa
koloni T. koningii memiliki permukaan halus membentuk miselium udara yang
menyerupai rambut. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih transparan,
putih kehijauan, hijau kekuningan hingga hijau. Konidiofor bercabang mirip pohon
dan fialid yang terbentuk ramping. Fialospora berbentuk agak oval.
Gambar 3. Trichoderma koningii; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor, (c)
fialid, (d) fialospora
a b
c
d
20 µm 5 µm
-
24
2. Trichoderma viride
Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi
berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih agak hijau dan
membentuk zonasi. Pada hari kelima, warna koloni menjadi hijau tua sedikit putih.
Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 seteah inkubasi.
Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang serupa
cemara. Fialidnya pendek dan diujung fialid terbentuk fialospora. Fialospora pada
jamur ini berbentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 4). Dari ciri-ciri
morfologinya, jamur ini sesuai dengan karakteristik T. viride dalam Rifai (1996)
yang menyebutkan bahwa koloni T. viride memiliki permukaan halus.Terjadi
perubahan warna koloni mulai dari putih transparan, putih kehijauan hingga hijau.
Konidiofor bercabang. Beberapa cabang utama membentuk cabang lain sehingga
mirip seperti cemara. Fialospora berbentuk bulat dan jarang yang oval.
Gambar 4. Trichoderma viride; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor, (c)
fialid, (d) fialospora
3. Trichoderma harzianum
Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi
berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih kehijauan.
Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 setelah inkubasi.
Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang menyerupai
pohon. Fialid yang terbentuk antara 2-3 pada tiap percabangan. Fialospora
terkumpul di ujung fialid berbentuk bulat (Gambar 5). Dari ciri-ciri morfologinya,
jamur ini sesuai dengan karakteristik T. hazianum dalam Rifai (1996) yang
menyebutkan bahwa koloni T. harzianum memiliki permukaan halus dan dapat
membentuk miselium udara. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih
transparan, putih kehijauan hingga hijau. Konidiofor bercabang mirip pohon.
b
a
c
d
10 µm 5 µm
-
25
Cabang yang terbentuk biasanya tunggal, namun ada beberapa yang membentu
2 -3 percabangan. Fialospora terkumpul diujung fialid berbentuk bulat.
Gambar 5. Trichoderma harzianum; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b) konidiofor,
(c) fialid, (d) fialospora
4. Trichoderma longibrachiatum
Secara makroskopis, koloni jamur pada usia 1-2 hari setelah inkubasi
berwarna putih, kemudian pada hari ketiga koloni berwarna putih kehijauan yang
kemudian menjadi hijau tua. Permukaan koloni agak kasar dan rapat.
Pertumbuhan koloni cepat dan memenuhi cawan pada hari ke-4 seteah inkubasi.
Secara makroskopis, jamur ini memiliki bentuk konidiofor bercabang seperti
rumbai. Fialidnya berbentuk seperti botol dengan pangkal sedikit ramping.
Fialospora pada jamur ini berbentuk oval (Gambar 6). Dari ciri-ciri morfologinya,
jamur ini sesuai dengan karakteristik T. longibrachiatum dalam Rifai (1996) yang
menyebutkan bahwa koloni T. longibrachiatum awalnya memiliki permukaan halus
kemudian agak kasar. Terjadi perubahan warna koloni mulai dari putih transparan
menjadi hijau. Konidiofor bercabang dan membentuk seperti rumbai yang kompak.
Fialid yang terbentuk biasanya sedikit ramping di pangkal. Fialospora kebanyakan
berbentuk oval.
Gambar 6. Trichoderma longibrachiatum; (a) Koloni pada PDA umur 7 hsi, (b)
konidiofor, (c) fialid, (d) fialospora
10 µm 10 µm
10 µm 5 µm
b c
d a
c
b
d
a
-
26
4.4. Pembahasan Umum
Hasil uji efektivitas media selektif untuk isolasi Trichoderma sp.,
menunjukkan bahwa media RBCP dan RBC merupakan media selektif yang lebih
efektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah. Pada kedua media tersebut,
mampu menumbuhkan Trichoderma sp., dan mampu menghambat jamur lain
seperti Aspergillus sp., Lecanicillium sp. dan juga Mucor sp. yang merupakan
jamur-jamur kosmopolit. Akan tetapi, media dengan penambahan antijamur rose
bengal dan propamocarb hydrochloride belum mampu menghambatPenicillium sp.
dan Fusarium sp. Wojtkowiak-Gębarowska (2006) menyebutkan bahwa
propamocarb kurang efektif digunakan untuk mengandalikan Fusarium sp.
Media RBC yang mengandung rose bengal memiliki tingkat efektifitas yang
lebih tinggi dibanding media PDAC dan PDACP untuk isolasi Trichoderma sp. dari
tanah. Rose bengal merupakan garam sodium yang mengalami perubahan warna
menjadi merah keunguan yang biasa digunakan untuk menghambat beberapa
mikroorganisme pada media. Beberapa jamur yang mampu dihambat dengan
penambahan rose bengal diantaranya, jamur Penicillium sp., Mucor sp. dan
Aspergillus sp. Martin (1980), menjelaskan bahwa penambahan rose bengal
efektif dalam mereduksi persebaran koloni jamur dan mengeliminasi bakteri yang
tumbuh. Pada media yang menggunakan rose bengal, beberapa isolat
Trichoderma sp. tumbuh lebih cepat daripada yang lain, membentuk koloni yang
lebih besar yang menekan pertumbuhan isolat lainnya, sehingga mengurangi
jumlah koloni.
Media RBCP yaitu media RBC yang ditambahkan propamocarb
hydrochloride. Media RBCP dapat mengisolasi jamur Trichoderma sp. lebih
banyak dan mampu mereduksi jamur lain lebih banyak dibanding media RBC.
Propamocarb ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan jamur lain selain
Trichoderma sp. Propamocarb hydrochloride merupakan salah satu bahan aktif
fungsida yang dapat mengendalikan bebera patogen tular tanah seperti Phytium
sp., dan Sclerotium sp.. Hu (2007) menyebutkan Propamocarb hydrochloride pada
umumnya juga digunakan untuk mengendalikan Phythopthora sp.
Trichoderma sp. mampu tumbuh dalam media RBC dan RBCP karena
Trichoderma sp. termasuk jamur yang toleran dan pertumbuhannya sangat cepat.
Selain itu Trichoderma sp. dapat bertahan pada kondisi miskin unsur hara,
kekeringan, dan lingkungan yang tidak menguntungkan. Hal ini didukung oleh
pernyataan Berlian (2013) yang menyebutkan bahwa beberapa jenis Trichoderma
-
27
spp. dapat bertahan hidup dengan membentuk klamidospora pada kondisi yang
tidak menguntungkan dan cukup tahan terhadap fungisida dan herbisida. Hal ini
dipertegas dengan pernyataan Hu (2007) yang menerangkan bahwa Trichoderma
viride dan Trichoderma harzianum lebih resisten pada fungsida berbahan aktif
iprodione dan propamocarb. Kemampuan tersebut menjadikan satu kelebihan
dalam pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agens pengendalian hayati
khususnya untuk patogen tular tanah.
Media yang lebih efektif yaitu RBC dan RBCP selanjutnya digunakan untuk
isolasi Trichoderma sp. dari tanah pada 4 lahan berbeda meliputi lahan krisan
PHT, lahan krisan konvensional I, lahan krisan konvensional II, dan lahan hutan.
Spesies Trichoderma sp. paling barnyak ditemukan pada lahan krisan PHT yaitu
sebanyak 3 spesies Trichoderma sp., meliputi T. viride, T. harzianum dan T.
longibrachiatum. Pada lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies
Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. harzianum. Pada lahan konvensional II
hanya ditemukan 1 spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan pada
lahan hutan didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride.
Pengelolaan lahan yang berbeda pada lahan krisan berpengaruh terhadap
kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah. Pengelolaan lahan yang kurang tepat
akan berdampak pada menurunnya kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah.
Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah yang dapat berperan sebagai
agens hayati pengendali patogen khususnya patogen tular tanah, sehingga
apabila kelimpahan Trichoderma sp. dalam tanah menurun maka dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan ketahanan tanaman. Adanya pengelolaan lahan
dan pemberian bahan masukan lain kedalam tanah membentuk suatu lingkungan
yang sesuai dengan pertumbuhan Trichoderma sp. Hal ini tersebut mendukung
hasil yang menyatakan jumlah spesies Trichoderma sp. yang ditemukan di lahan
krisan PHT lebih banyak dibanding pada lahan hutan karena pada lahan hutan,
vegetasi yang ada dibiarkan tumbuh secara alami dan tidak ada pengolahan tanah
ataupun perlakuan khusus seperti penambahan input dari luar.
Suryanti et al., (2003) menyatakan bahwa agens hayati Trichoderma sp.
mampu mendekomposisi lignin, selulosa, dan kitin dari bahan organik menjadi
unsur hara yang siap diserap tanaman. Adapun Lehar (2012) menyebutkan
peranan agens hayati Trichoderma sp. yang ditambahkan adalah untuk
mendegradasi bahan organik menjadi hara. Bustaman (2000) menambahkan
pemberian mikroorganisme Trichoderma sp. dapat menimbulkan ketahanan pada
-
28
tanaman yang diberi pupuk organik yang menyediakan fosfor sehingga tanaman
tumbuh lebih kuat karena tanaman mampu membentuk epidermis yang lebih tebal.
Pengolahan lahan membantu dalam memberikan kecukupan ruang pori
untuk aerasi sehingga mendorong pertumbuhan mikroorganisme tanah termasuk
Trichoderma sp. yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Hidayat
(2006), menjelaskan bahwa Trichoderma sp. termasuk jamur yang bersifat aerob,
yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya dan kebanyakan dapat
tumbuh pada interval pH yang luas yaitu pH 2.0 – 8.5. Prihastuti (2011) juga
menerangkan bahwa pengelolaan tanah mempengaruhi keberadaan komunitas
mikroba. Penggunaan pestisida, kompos, kotoran ternak dan introduksi mikroba
akan mempengaruhi struktur komunitas mikroba dalam tanah.
Adapun keanekaragaman spesies Trichoderma sp. pada lahan
konvensional II paling rendah bisa disebabkan karena pengelolaan lahan yang
kurang tepat. Pengendalian OPT masih menggunakan pestisida/ fungisida yang
beranekaragam dan diaplikasikan secara terjadwal. Hasil wawancara dengan
petani krisan menyebutkan bahwa intensitas serangan penyakit pada lahan krisan
konvensional II paling tinggi diantara lahan krisan lainnya, yaitu mencapai 60 –
70%. Dampak penggunaan fungisida yang terus menerus dapat menurunkan
keanekaragaman dan aktivitas mikroba bermanfaat dalam tanah. Widiastuti (2011)
menjelaskan bahwa kelemahan fungisida sistemik yang perlu diwaspadai adalah
memiliki sasaran bunuh yang spesifik sehingga mengakibatkan munculnya
resistensi dari patogen yang timbul sebagai reaksi perlawanan dari patogen yang
terpapar suatu senyawa kimia secara terus menerus.
Mengacu pada buku A revision of the Genus Trichoderma oleh Rifai (1969),
terdapat 9 spesies Trichoderma sp. yang berhasil teridentifikasi. Sehingga secara
umum, keanekaragaman spesies Trichoderma sp. pada lahan krisan baik itu pada
lahan krisan PHT maupun konvensional bisa dikatakan cukup tinggi karena
ditemukan 4 spesies Trichoderma sp. yaitu T. viride, T. harzianum dan T.
longibrachiatum dan T. koningii.
-
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Media selektif RBCP dan RBC lebih efektif untuk isolasi Trichoderma sp.
dari tanah dibanding media PDAC dan PDACP.
2. Kelimpahan spesies Trichoderma sp. pada lahan krisan PHT lebih banyak
dibandingkan lahan lainnya. Pada lahan krisan PHT didapatkan 2 spesies
Trichoderma sp. yaitu T. viride, T. harzianum dan T. longibrachiatum. Pada
lahan krisan konvensional I didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T.
koningii dan T. harzianum. Pada pada lahan konvensional II didapatkan 1
spesies Trichoderma sp. yaitu T. harzianum. Sedangkan lahan hutan
didapatkan 2 spesies Trichoderma sp. yaitu T. koningii dan T. viride
5.2. Saran
Saran yang diajukan terkait hasil penelitian yang telah dilakukan adalah
media RBC dan RBCP efektif digunakan sebagai media untuk isolasi Trichoderma
sp., akan tetapi belum selektif karena jamur Fusarium sp. dan Penicillium sp masih
tumbuh sehingga perlu adanya penelitian lanjutan terkait perlakuan atapun bahan
lain yang dapat ditambahkan pada media tersebut sehingga bisa didapatkan
media yang selektif untuk isolasi Trichoderma sp. dari tanah. Selain itu, dalam
penggunaan fungisida sintetis perlu dibatasi karena pemakaian yang intensif
berdampak pada kesehatan tanah dan keanekaragaman mikroba bermanfaat
dalam tanah.
-
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L., A. Widodo., dan K. Hidayat. 1993. Studi Sistem Aplikasi Pestisida
Dalam Usaha Tani Hortikultura dan Upaya Pengendaliannya di Sub DAS
Brantas Jawa Timur. Jurnal Universitas Brawijaya 1: 1-12.
Adriansyah, A., M. Arri., M. Hamawi., dan A. Ikhwan. 2015. Uji Metabolit
Sekunder Trichoderma sp. Sebagai Antimikrobia Patogen Tanaman
Pseudomonas solanacearum Secara in Vitro. Gontor AGROTECH Science
Journal 2 (1): 19 – 30.
Agrios G. N. 2005. Plant Pathology 5th ed. New York: Academic Press.
Ariyanto, E. F., A. L. Abadi., dan S. Djauhari. 2013. Keanekaragaman Jamur
Endofit pada Daun Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Sistem
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan Konvensional di Desa Baye,
Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Jurnal HPT 1(2): 37 – 51.
Baker, K. F., and R. J. Cook. 1982. Biological Control of Plant Pathogens. The
American Phytopathology Society. Minnessota Fravel.
Berlian, I., B. Setyawan., dan H. Hadi. 2013. Mekanisme Antagonis Trichoderma
sp. Terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Warta Perkaretan 32(2): 74
– 82.
Bustaman, H. 2000. Penggunaan Jamur Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Jahe dan Penurunan Penyakit Layu. Seminar
Nasional BKS Barat Bidang Ilmu Pertanian. 23-24 September 2000.
Chet, I., N. Benhamou., dan S. Haran. 2005. Mycoparasitism and Lytic Enzymes.
In Harman, G. E. and C. P. Kubicek (Eds), Trichoderma and Gliocladium
enzymes biological control and commercial applications Volume 2. Taylor
and Francis. London.
Dharmaputra O. S., A.W. Gunawan., dan Nampiah. 1989. Mikologi Dasar.
Bogor: Penuntun Praktikum. Departemen dan kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Ilmu Hayat, IPB.
Dwiastuti, M.E., Fajri, M.N., dan Yunimar. 2015. Potensi Trichoderma spp.
sebagai Agens Pengendali Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu pada
Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa Dutch.). J. Hortikultura. 25(4): 331
– 339.
Elad Y. Chet I, 1983. Improved Selective Media for Isolation of Trichoderma sp.
or Fusarium sp. Phytoparasitica 11: 55 8.
FAO. 2013. FAO Specifications and Evaluations for Agricultural Pesticides
Propamocarb. (available on http://www.fao.org/agriculture/crops/core-
themes/theme/pests/jmps/en/).
Gandjar, I., R.A. Samson., K. Van den Tweel-Ver Meulen., A. Oetari., dan I.
Santoso. 1999. Pengenalan Jamur Tropik Umum. Jakarta. Yayasan Obor
Indonesia.
http://www.fao.org/agriculture/crops/core-themes/theme/pests/jmps/en/http://www.fao.org/agriculture/crops/core-themes/theme/pests/jmps/en/
-
31
Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Penerbit Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Harjono., S. M. dan Widyastuti. 2001. Antifungal Activity of Purified Endochitinase
Produced by Biocontrol Agent Trichoderma reseei Againsts Ganoderma
philippii. Pakistan J. Biol. Sc. 4 (10): 1232 – 1234.
Harman, G. E., C. R. Howell., A. Viterbo., I. Chet, and M. Lorito. 2004.
Trichoderma species – Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nat Rev
Microbiol 2: 43 – 56.
Hu, J., Hong, C., Stromberg, E. L., and Moorman, G. W. 2007. Effects of
propamocarb hydrochloride on mycelial growth, sporulation, and infection
by Phytophthora nicotianae isolates from Virginia nurseries. Plant Disease.
91 (4): 414 – 420.
Jarvis, B. 1973. Comparison of an Improved Rose-Bengal-Chlortetracycline Agar
with Other Media for the Selective Isolation and Enumeration of Moulds and
Yeasts in Food. J. Appl. Bacteriol. 36: 723 – 727.
Lehar, L. 2012. Pengujian Pupuk Organik Agens Hayati (Trichoderma sp.)
terhadap Pertumbuhan Kentang (Solanum Tuberlosum L). Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan 12(2): 115 – 124.
Mohiddin, F. A., M. R. Khan, S. M. Khan., and B.H. Bhat. 2010. Why Trichoderma
is Considered Super Hero (Super Fungus) Against the Evil Parasites?.
Plant Pathology Journal 9: 92 – 102..
Muhibbudin, A., Addina, L., Abadi, A. L., dan Ahmad, A. 2011. Biodiversity of Soil
Fungi on Integrated Pest Management Farming System. Agrivita 33(2):
111 – 118.
Prihastuti. 2011. Struktur Komunitas Mikroba Tanah dan Implikasinya dalam
Mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan. El-Hayah 1(4): 174-181.
Rifai, M.A. 1969. A Revision of the Genus Trichoderma sp.. Mycological Papers
116: 1 – 116.
Rostaman, T., L. Angria., dan A. Kasno. 2003. Ketersediaan Hara P dan K Pada
Lahan Sawah Dengan Penambahan Bahan Organik Pada Inceptisols.
Prosiding Seminar dan Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
(HITI) X. Buku 1: 116-124. Jurusan Ilmu tanah Fakultas Pertanian UNS
Bekerjasama dengan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI).
Sarles W. B., C. F. William, B. W. Joe, and G. K. Stanley. 1956. Microbiology
General and Applied 2nd edition New York: Harper and Brother.
Sastrahidayat, I. R. and S. Djauhari. 2012. Phytopathology Research Techniques
(Plant Pathology) (in Indonesian). Malang: UB Press. p. 174.
Smith D., and H. S Onions. 1994. The Preservation and Maintenance of Living
Fungi 2nd ed. London: Commonwealth Agricultural Bureaux Internasional.
Sudantha, I.M., dan A.L. Abadi. 2011.Uji Efektivitas Beberapa Jenis Jamur
Endofit Trichoderma spp. Isolat Lokal NTB Terhadap Jamur Fusarium
-
32
oxysporum f. sp. vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Bibit
Vanili. Crop Agro 4(2): 64 – 73.
Suryanti, T. Martoedjo, A-H. Tjokrosoedarmono, dan E. Bustaman, H. 2000.
Penggunaan Jamur Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Tanaman Jahe dan Penurunan Penyakit Layu. Seminar Nasional BKS
Barat Bidang Ilmu Pertanian. 23-24 September 2000.
Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan
Pupuk Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium
rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L) di Rumah Kasa.
Sumatera Utara. USU Repository.
Widiastuti, A., W. Agustina, A. Wibowo, dan C. Sumardiyono. 2011. Uji Efektivitas
Pestisida Terhadap Beberapa Patogen Penyebab Penyakit Penting pada
Buah Naga (Hylocereus sp.) Secara in Vitro. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia 12 (2): 73 – 76.
Wirawan, A.E., S. Djauhari, dan L. Sulistyowati. 2014. Analisis Perbedaan
Pengaruh Penerapan Sistem PHT dan Konvensional terhadap
Keanekaragaman Trichoderma sp. pada Lahan Padi. Jurnal HPT 2 (3):
66 – 73.
Wojtkowiak-Gębarowska. E., and S.J. Pietr. 2006. Colonization of Roots and
Growth Stimulation of Cucumber by Iprodione-resistant Isolates of
Trichoderma spp. Applied Alone and Combined with Fungicides.
Phytopathology. 41 : 51 – 64.
Bagian Depan.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDaftar Pustaka.pdf