uji daya antibakteri kulit buah rambutan

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya kurang memperhatikan penyakit-penyakit yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti disentri. Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian dibandingkan tipe diare akut yang lain. Di Indonesia kasus disentri dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare berat menderita disentri basiler. Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibta disentri basiler pada anak-anak sibawah 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Disentri basiler (Shigelosis) paling banyak disebabkan oleh infeksi dari bakteri golongan Shigella. Gejala yang timbul yaitu diare, demam, muntah-muntah, anoreksia, perut terasa nyeri dan mengejang. Penanganan terhadap kasus yang telah terjadi dilakukan dengan pemberian

Upload: san-san-noah

Post on 24-Jul-2015

1.591 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat pada umumnya kurang memperhatikan penyakit-penyakit yang

sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti disentri. Disentri merupakan tipe

diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian dibandingkan tipe diare

akut yang lain. Di Indonesia kasus disentri dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita

diare berat menderita disentri basiler. Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan

650.000 kematian terjadi akibta disentri basiler pada anak-anak sibawah 5 tahun.

Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang

dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Hal ini dikarenakan

faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial

ekonomi serta kultural yang menunjang. Disentri basiler (Shigelosis) paling

banyak disebabkan oleh infeksi dari bakteri golongan Shigella. Gejala yang timbul

yaitu diare, demam, muntah-muntah, anoreksia, perut terasa nyeri dan mengejang.

Penanganan terhadap kasus yang telah terjadi dilakukan dengan pemberian bahan-

bahan kimia yang mampu mengendalikan mikroorganisme berbahaya (patogen),

seperti antibakteri. Dengan demikian antibakteri sangat penting dalam penanganan

disentri.

Salah satu kendala yang dihadapi dari penggunaan antibakteri dalam upaya

pengendalian mikroorganisme berbahaya (patogen) adalah terjadinya resistensi

terhadap bahan-bahan antibakteri yang digunakan. Resistensi mikroorganisme yang

awalnya peka terhadap antibakteri, disebabkan oleh mutasi pada kromosom atau

pertukaran materi genetik antar mikroorganisme. Secara biokimiawi, resistensi

bakteri terhadap antibakteri dapat terjadi melalui mekanisme berkurangnya

permeabilitas bakteri terhadap obat, inaktivasi antibakteri oleh enzim yang dihasilkan

Page 2: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

oleh bakteri, modifikasi reseptor obat, dan meningkatnya sintesis senyawa yang

bersifat antagonis terhadap obat (Lamapaha dan Rupilu, 2008). Untuk mengatasi hal

tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang antibakteri berbahan aktif senyawa-

senyawa tanaman yang dapat memberikan efek antibakteri. Keanekaragaman hayati

yang dimiliki Indonesia telah memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari,

termasuk diantaranya dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Penelitian tentang

bahan kimia alam dewasa ini semakin banyak dieksplorasi untuk pengembangan obat

tradisional. Hal tersebut didukung oleh keanekaragaman struktur kimia yang

dihasilkan tanaman. Bahan alam biasanya mengurangi efek samping yang tidak

diinginkan dan mudah didapat. Salah satu tanaman obat tradisional di Indonesia

adalah buah rambutan. Secara empiris, masyarakat Indonesia menggunakan rebusan

kulit buah rambutan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti disentri, demam,

sariawan, diare, menghitamkan rambut.

Kulit buah rambutan mengandung flavonoid, tanin dan saponin (Dalimartha,

2005). Pada penelitian uji antibakteri ekstrak buah makasar terhadap bakteri Shigella

disentriae, dimana kandungan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Shigella disentriae adalah tannin, saponin, dan flavonoid (Rahayu,2009).

Dengan adanya kesamaan kandungan senyawa kimia, penelitian kulit buah rambutan

dapat di manfaatkan untuk menyembuhkan disentri, karena kandungan kulit buah

rambuatn sama dengan kandungan buah makasar, sehingga sama-sama dapat

menghambat bakteri Shigella dysenteriae. Selain itu berdasarkan penelitian terdahulu

terbukti bahwa ekstrak kulit buah rambutan dapat mengambat pertumbuhan bakteri

Echerichia coli dan Staphylococcus aureus (Yudaningtyas,2007), tetapi penilitan

ekstrak kulit buah rambutan terhadap bakteri Shigella disentriae belum pernah

dilakukan.

Beberapa fakta dan asumsi tersebut mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap

pertumbuhan Shigella dysenteriae. Dengan adanya penelitian ekstrak kulit buah

Page 3: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

rambutan terhadap bakteri penyebab disentri yaitu Shigella dysenteriae. Penelitian ini

di harapkan dapat membuka wawasan masyarakat mengenai kandungan kulit buah

rambutan yang juga dapat menghambat Shigella dysenteriae.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak kulit rambutan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella

dysenteriae?

2. Pada kosentrasi berapakah ekstrak kulit rambutan dapat mememberikan diameter

zona hambat yang paling besar terhadap Shigella dysenteriae?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kemampuan ekstrak kulit buah rambutan dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae

2. Mengetahui pada kosentrasi berapa ekstrak kulit buah rambutan dapat

memberikan diameter zona hambat yang paling besar terhadap Shigella

dysentriae.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Memberikan informasi kepada dunia kesehatan dan masyarakat mengenai

pemanfaatan tanaman obat.

3. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi.

Page 4: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Rambutan ( Nephelium lappaceum L.)

1. Taksonomi

Rambutan dikenal dengan berbagai macam nama lokal di

Indonesia seperti rambutan, rambot, rambut, rambuteun, rambuta,

jailan, folui, bairabit, puru biancak, p. Biawak, hahujam, kakapas,

likis, takujung alu (Sumatera), rambutan, corogol, tundun, bunglon,

buwa, buluwan (Jawa), buluan, rambuta (NusaTenggara), rambutan,

siban, banamon, beriti, sanggalaong, sagalong, beliti, maliti,

kayokan, bengayau, puson (Kalimantan), rambutan, rambuta,

rambusa, barangkasa, bolangat, balatu, balatung, walatu, wayatu,

wilatu, wulangas, lelamu, lelamun, toleang (Sulawesi), rambutan,

rambuta (Maluku). Selain itu juga memiliki nama asing Shao tzu

(Cina), ramboutan (Perancis), ramustan (Spanyol) (Dalimartha,

2005).

Kedudukan tanaman rambutan ( Nephelium lappaceum L.) dalam

ilmu urutan sistematika tumbuh-tumbuhan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Nephelium

Spesies : Nephelium lappaceum, L.

Page 5: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Gambar 1. Buah Rambutan ( Nephelium lappaceum L.)

2. Morfologi tanaman

Rambutan banyak ditanam sebagai pohon buah dan kadang-

kadang ditemukan tumbuh liar. Tumbuhan tropis ini memerlukan

iklim lembab dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2000 mm.

Rambutan merupakan tanaman dataran rendah yang ketinggiannya

mencapai 300- 600 m dpl. Pohon dengan tinggi 15-25 m ini

mempunyai banyak cabang. Daunnya merupakan daun majemuk

menyirip yang letaknya berseling dengan anak daun 2-4 pasang.

Helaian anak daun berbentuk bulat lonjong dengan panjang 7,5-20

cm dan lebar 3,5-8,5 cm, ujung dan pangkal daunnya runcing, tepi

rata, pertulangan menyirip, tangkai silindris, warnanya hijau dan

seringkali mengering. Bunga tersusun pada tandan di ujung ranting,

harum, kecil-kecil dan berwarna hijau muda. Bunga jantan dan

bunga betina tumbuh terpisah dalam satu pohon. Buah berbentuk

bulat lonjong yang mempunyai panjang 4-5 cm dengan duri tempel

yang bengkok, lemas sampai kaku. Kulit buahnya berwarna hijau

dan menjadi kuning atau merah kalau sudah masak. Dinding buah

tebal. Biji berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna putih

Page 6: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air,

rasanya bervariasi dari masam sampai manis. Kulit biji tipis

berkayu. Rambutan berbunga pada akhir musim kemarau dan

membentuk buah pada musim hujan, sekitar November sampai

Februari. Terdapat banyak jenis rambutan seperti ropiah, simacan,

sinyonya, lebakbulus dan binjei. Berkembangbiak dengan biji,

tempelan tunas atau dicangkok (Dalimartha, 2005).

3. Khasiat

Manfaat kulit buah rambutan adalah sebagai obat demam,

antioksidan (Thitilerdecha et al.) dan antibakteri terhadap bakteri

E.coli dan S.aureus (Yudaningtyas, 2007). Biji buah rambutan

berkhasiat sebagai hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah)

(Dalimartha, 2005). Senyawa fenolik dalam ekstrak biji buah

rambutan beraktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri

(Thitilerdecha et al., 2008).

4. Kandungan kimia

Buah rambutan mengandung karbohidrat, protein, kalsium,

vitamin C (Dalimartha, 2005), zat besi, fosfor dan lemak (Hariana,

2006). Kulit buahnya mengandung flavonoid, tanin dan saponin

(Dalimartha, 2005). Penelitian Thitilerdecha et al. (2010) berhasil

mengisolasi asam ellagat, corilagin dan geraniin dari ekstrak

metanol kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.). Biji rambutan

mengandung lemak dan polifenol (Dalimartha, 2005). Penelitian

Asrianti et al. (2006) menunjukkan biji rambutan memberikan hasil

positif terhadap golongan senyawa flavonoid. Daunnya

mengandung tanin dan saponin. Kulit batang mengandung tanin,

saponin, flavonoida, pectic substances dan zat besi (Dalimartha, 2005).

Page 7: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Pada penelitian serupa (Rahayu, 2009) kandungan kimia

pada kulit rambutan memiliki kesamaan pada buah makasar, yakni

mengandung flavonoid, tannin, dan saponin, manfaat dari

kandungan kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Shigella disentriae. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian terhadap

bakteri Shigella dysentriae, bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang

digunakan, maka daya hambat antibakteri yang dihasilkan semakin besar. Pada

konsentrasi 30% daya hambat antibakteri 212,67 mm2, konsentrasi 60% daya

hambat antibakteri 268,21 mm2, dan konsentrasi 90% daya hambat antibakteri

361,52 mm2.

B. Ekstraksi Pelarut

1. Pengertian

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Ekstrak adalah

sediaan pekat didapat dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati

atau hewani, memakai pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut dan

ekstrak yang tersisa diuapkan sedemikian rupa sehingga memenuhi ketentuan

baku yang ditetapkan (Anonim, 1995). Metode penyarian merupakan salah satu

bagian dari isolasi bahan alam. Metode penyarian tergantung kandungan zat dari

bahan yang diekstraksi. Bahan segar yang telah terkumpul dikeringkan

secepatnya tanpa penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan lebih baik dengan

aliran udara yang baik.

2. Soxhletasi

Page 8: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Prinsip sokhletasi penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara

serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring

sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga

menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul

cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia

dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan

turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.

Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak

noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

Metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet merupakan penyarian secara

berkesinambungan dengan menggunakan pelarut yang murni, cairan penyari

dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi

molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam

klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah

melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini yaitu cairan penyari yang diperlukan

lebih sedikit, secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat, serbuk simplisia

disari oleh cairan penyari yang murni, penyarian dapat diteruskan sesuai dengan

keperluan tanpa menambah volume cairan penyari. Namun kerugian dari metode

ini yaitu cairan penyari dipanaskan terus menerus sehingga kurang cocok untuk

zat aktif yang tidak tahan panas, cairan yang digunakan harus murni (Voight,

1994).

Pada soxhletasi bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah

kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) di bagian dalam alat ekstraksi

dan gelas yang bekerja berkesinambungan (perkolator). Wadah gelas yang

mengandung kantung diletakkan di antara labu penyulingan dengan pendingin

aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi

bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik

Page 9: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diektraksi

dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah

gelas, setelah mencapai tinggi maksimalnya secara otomatis dipindahkan ke

dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui

penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1994).

3. Larutan penyari

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk kandungan senyawa berkhasiat atau yang aktif, sehingga senyawa

tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari kandungan senyawa lainnya.

Ekstrak total hanya mengandung sebagian besar kandungan senyawa yang

diinginkan, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit

sekunder yang terkandung.

Pemilihan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

penyari yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu murah, mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak menguap dan tidak

mudah terbakar, selektif hanya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki,

tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan dalam peraturan. Farmakope

Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air,

atau eter (Anonim, 1986).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan

kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya

baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang

diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986). Etanol tidak

menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat

terlarut.

Etanol dapat melarutkan senyawa aktif tannin, polifenol, poliasetilen,

flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis, sedangkan air melarutkan pati,

tannin, saponin, terpenoid, polipeptida, dan lektin (Cowan, 1999). Etanol (70%)

Page 10: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana

bahan penggangu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan penyari (Voight,

1994).

C. Bakteri

1. Pengertian bakteri

Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan

tersebar luas, dibandingkan dengan organisme lainnya. Umumya merupakan

organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota, tidak mengandung klorofil,

serta berukuran mikroskopik (sangat kecil) (Dwidjoseputro, 1989).

2. Bentuk bakteri

Berdasarkan bentuknya bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu

coccus (bulat), bacil (batang atau silinder), dan spiral (batang melengkung atau

melingkar).

Coccus (bulat) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola–bola kecil.

Coccus ada yang bergandeng gandengan panjang serupa tali leher ini disebut

streptokokus, ada yang bergandeng dua–dua ini disebut diplokokus, ada yang

mengelompok berempat ini disebut tetrakokus, coccus yang mengelompok

merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, coccus yang mengelompok

merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedangkan coccus yang

mengelompok serupa kubus disebut sarsina (Dwidjoseputro, 1998).

Bacil (batang atau silinder) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris.

Sebagian besar bakteri berupa bacil. Bacil dapat bergandeng gandeng panjang,

bergandengan dua–dua, atau terlepas satu sama lain. Yang bergandeng-

gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua–dua disebut diplobasil. Ujung–

ujung bacil yang terlepas satu sama lain itu tumpul, sedangkan ujung–ujung yang

masih bergandengan itu tajam (Dwidjoseputro, 1998).

Page 11: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Spiral (batang melengkung atau melingkar) adalah bakteri yang bengkok

atau berbengkok–bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral itu tidak

banyak terdapat. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling kecil, jika

dibandingkan dengan kelompok coccus maupun bacil (Dwidjoseputro, 1998).

Bentuk tubuh bakteri terpengaruhi oleh keadaan medium dan oleh usia.

Maka untuk membandingkan bentuk serta besar kecilnya bakteri perlu

diperhatikan bahwa kondisi bakteri itu harus sama, temperatur di mana piaraan itu

di simpan harus sama, penyinaran oleh sumber cahaya apapun harus sama. Pada

umumnya bakteri dari piaraan yang masih muda, yaitu sekitar 6 sampai 12 jam,

lebih besar daripada bakteri berasal dari koloni yang lebih tua. Bakteri dari koloni

yang sudah tua sering menunjukkan kelainan–kelainan seperti sel–sel yang

mempunyai cabang, sel-sel yang besar dan tidak beraturan bentuknya

(Dwidjoseputro,1989).

3. Shigella dysenteriae

a. Klasifikasi

Kerajaan : Bakteria

Filum : Proteobakteria

Kelas : Gamma Proteobakteria

Ordo : Enterobakteriales

Famili : Enterobakteriaceae

Genus : Shigella

Species : Shigella dysenteriae (Anonim,2010)

Page 12: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Gambar 2. Shigella disentriae

b. Ciri-ciriShigella adalah batang gram negatif ramping, bentuk kokobasil

ditemukan pada biakan muda. Koloninya konveks, bulat,

transparan dengan pinggir-pinggir utuh, mencapai diameter 2 mm

dalam 24 jam

c. Struktur antigen

Shigella mempunyai sususnan antigen yang kompleks.

Sebagian mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enterik

lain.

d. Toksin dan enzim

1) Endotoksin

2) Eksotoksin : Shigella dysenteriae tipe 1 memproduksi eksotoksin

tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran

pencernaan dan susunan saraf pusat.

e. Patogenesis

Page 13: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Infeksi terbatas pada saluran pencernaan. Shigella sangat

menular, untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 103

organisme (Jawetz, 1995).

D. Antibakteri

1. Definisi Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat menggangu pertumbuhan atau bahkan

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang

merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan

menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibiotik

merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat

menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik saat ini dibuat

secara semi sintetik maupun sintetik seutuhnya. Obat yang digunakan untuk

membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus memiliki

sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya obat tersebut harus bersifat

sangat toksik terhadap mikroba, tetapi relative tidak toksik hospes. Antimikroba

yang ideal harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut :

a. Tidak terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen

b. Tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada tubuh, seperti alergi,

kerusakan syaraf, iritasi lambung

c. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme yang luas.

2. Penggolongan Mekanisme Kerja Antibakteri

Antibakteri dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu :

a. Antibakteri yang dapat menghambat metabolisme sel mikroba

Page 14: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakterostatik. Mikroba

membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan

mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus

mensintesis sendiri asam folat dari asm amino benzoate ( PABA ) untuk

kebutuhan hidupnya.

b. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin,

sikloserin.Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam sintesis

dinding sel. Pengaruh tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi dari pada

di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya

lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.

c. Antibakteri yang mengganggu keutuhan membrane sel mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin. Polimiksin

sebagai senyawa ammonium–kuartener dapat merusak membrane sel setelah

bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba.

d. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Untuk kehidupannya sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.

Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA,

pada bakteri ribosom terdiri atas sub unit, yang berdasarkan konstant

sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk dapat berfungsi

pada sintesis protein kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai

mRNA menjadi ribosom 70S.

e. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antibakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, salah

satu derivate rimfapisin berikatan dengan enzim polymerase–RNA sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut (Anonim, 2010).

E. Uji Antibiotik Antibakteri

Page 15: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Pada uji ini diukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme

terhadap agen antibakteri. Tujuan assay antibakteri (termasuk antibiotik dan

subtansi antibakteri nonantibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid), adalah untuk

menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa

antimikroba di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau

manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji

antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan

efisien. Terdapat macam–macam metode uji antibakteri seperti berikut :

1. Metode difusi

a. Metode disc diffusion (Tes Kirby & Bauer)

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi

agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh

agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

b. E- test

Untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau

KHM (kadar hambat minimum), yaitu kosentrasi minimal suatu agen

antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Pada metode ini digunakan strip plastic yang mengandung agen

antimikroba dari kadar terendah hingga tertingggi dan diletakkan pada

permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan

dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar

agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada

media agar (Pratiwi, 2008).

c. Ditch – plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antmikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong pada media agar dalam

Page 16: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji

(maksimum 6 macam) digoreskan kea rah parit yang berisi agen

antimikroba (Pratiwi, 2008).

d. Cup – plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat

sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan

pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi,

2008).

e. Gradient – plate technique

Pada metode ini kosentrasi agen antimikroba pada media agar secara

teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan

larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan

petri dan di letakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya ditung

di atasnya.

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen

antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji

(maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari kosentrasi tinggi ke

rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan

mikroorganisme maksimum yang mungkin di bandingkan dengan panjang

pertumbuhan hasil goresan (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth

dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

Metode dilusi cair (broth dilution) test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau

kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal

concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan

adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium

Page 17: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

cair yang di tambahkan dengan mikroba uji. Larutann uji agen

antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adnya

pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang

ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media

cair tanpa penambahan pada mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan

diinkubasi selama 18–24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah

inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

Metode dilusi padat (solid dilution tes )

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan

media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu kosentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba

uji (Pratiwi, 2008).

F. Hipotesis

1. Ekstrak kulit buah rambutan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella

dysentriae.

2. Pada kosentrasi 90% ekstrak kulit rambutan dapat memberikan diameter zona

hambat yang paling besar terhadap Shigella dysentriae.

Page 18: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan melihat ada dan

tidaknya zona hambat ekstrak kulit rambutan dengan kosentrasi 30%, 60%, 90%

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi

Nasional Surakarta pada bulan November tahun 2012 sampai Januari tahun 2013.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah daya antibakteri ekstrak kulit buah rambutan terhadap

Shigella dysentriae.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Page 19: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

Populasi dalam penelitian ini adalah kulit buah rambutan (Nephelium

lappaceum L.)

2. Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah ekstrak kulit buah rambutan (Nephelium

lappaceum L.) dengan konsentrasi 30%,60%,90%

Page 20: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit buah rambutan

(Nephelium lappaceum L.) dengan kosentrasi 30%, 60%, 90%

2. Variabel terikat

Diameter zona hambat ekstrak kulit buah rambutan terhadap bakteri Shigella

dysentriae.

F. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan analitik, lampu

spirtus, autoclave, ohse lurus, ohse bulat, petridisk steril, kapas, mikro pipet, pipet

steril,tabung reaksi steril, kertas saring.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak kulit buah rambutan, biakan murni

Shigella dysenteriae, ethanol 70%, spiritus , media NA plate.

Page 21: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

G. Kerangka Pikir

H. CARA KERJA

Page 22: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

1. Pembuatan serbuk kering kulit buah rambutan

Kulit buah rambutan dicuci bersih, ditiriskan kemudian dipotong kecil-kecil

dan dikeringkan. Potongan kulit buah rambutan yang telah kering kemudian

diblender dan diayak. Serbuk kulit buah rambutan dimasukkan dalam wadah

tertutup.

2. Pengujian Kandungan Kimia

a. Identifikasi Tanin

0,5 gram serbuk kulit buah rambutan dipanaskan dengan10 ml air selama 20

menit diatas penangas air, kemudian disaring dan bagi filtrat dalam 3 tabung.

Tabung 1 ditetesi dengan gelatin 1% hasil positif ditunjukan dengan adanya

endapan. Tabung 2 ditetesi dengan FeCl3, hasil positif ditunjukan dengan

perubahan warna biru atau hijau. Tabung 3 ditetes i dengan Pb asetat, hasil

positive ditunjukan dengan terbentuknya endapan berbau amoniak.

b. Identifikasi flavonoid

0,5 g serbuk kulit buah rambutan ditambah 10 ml metanol, disari diatas

penangas air selama 10 menit (cegah jangan sampai metanol menguap)

kemudian saring selagi panas. Encerkan filtrat dengan 10 ml air dan 5 ml

petrolium eter lalu pindahkan pada corong pisah. Bagian metanol dipisahkan

dan diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh kemudian ditambah dengan

5 ml etil asetat, bagian yang bening diuapakan sampai kering. Residu yang

diperoleh dibasahi aseton dan ditambah dengan asam borat, asam oksalat dan

eter, kemudian diamati dibawah sianr UV pada panjang gelombang 366 nm

(hasil positif maka akan berfluororesensi kuning).

c. Identifikasi Saponin

0,5 g serbuk kulit buah rambutan dimasukan dalam tabung reaksi. Kemudian

ditambah air panas 10 ml, didinginkan lalu dikocok kuat kuat selama 10 detik.

Hasil positif bila terbentuk buih mantap setinggi 1 cm samapi 10

cm.Penambahan 1 tetes HCl 2N biuh tidak hilang.

Page 23: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

3. Ekstraksi kulit buah rambutan

Serbuk kulit buah rambutan sebayak 50,0 gram dibungkus dengan kertas

saring kemudian dimasukan dalam alat soxhletasi, dengan penambahan etanol

70% hingga terjadi satu setengah sirkulasi. Proses ekstraksi dilakukan sampai

sampel terekstraksi semua ditandai dengan cairan penyarinya jerih. Ekstrak yang

didapat dipekatkan dengan alat evaporator sampai kental.

2. Pembuatan kultur cair dan uji pemastian bakteri Shigella dysenteriae.

Biakan murni Shigella dysenteriae di remajakan dengan cara di ambil dari

kultur murni menggunakan jarum ose di inokulasi ke dalam media NA miring

secara aseptis, kemudian di inkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37o C. Kultur murni

Shigella dysenteriae yang telah di remajakan di inokulasi pada medium selektif

Salmonela-Shigela Agar (SSA) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.

Penampakan koloni yang terjadi yaitu kecil, halus, tidak berwarna, konvek, tepid,

permukaan tidak rata. Kemudian diidentifikasi berdasarkan uji biokimia,

menggunakan SIM, KIA, LIA, dan Citrat.

4. Uji daya hambat ekstrak kulit buah rambutan terhadap Shigella dysenteriae

Inokulasikan koloni sampel kuman Shigella dysenteriae dari biakan Na

miring ke dalam NaCl 0,9% steril, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan

standar Neflometer Mc Farland seri tabung 5 hingga diperoleh kekeruhan yang

sama. Inokulasikan suspensi tersebut secara perataan menggunakan kapas lidi

steril pada NA plate. Biarkan mengering, inkubasi pada suhu 370C selama 15

menit. Kertas cakram dengan diameter 0,6 cm dan ketebalan 0,33 mm (kertas

saring Whatman 3) yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak kulit buah rambutan

dengan kosentrasi 30%, 60%, 90% diletakkan pada permukaan NA plate yang

telah diinokulasikan suspensi bakteri. Sebagai control positif menggunakan paper

disk antibiotik kotrimoxasol, control negatif menggunakan kertas cakram yang

dicelupkan pada aquadest steril. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Daerah

Page 24: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

bening di sekitar kertas cakram menunjukkan hasil uji positif mampu

menghambat pertumbuhan bakteri. Diameter daerah bening yang diperoleh

kemudian diukur menggunakan jangka sorong (Anonim, 1991).

Page 25: Uji Daya Antibakteri Kulit Buah Rambutan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi keempat, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1991. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Kedokteran. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dalimartha, 2005, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3, Puspa Swara,

Jakarta.

Dwidjoseputro. 1989. Dasar – Dasar Mikrobiologi Cetakan Kedua belas.

IKIP Malang : Malang.

Lamapaha,Rupilu.2008.Potensi Lengkuas (Lengkuas galangga) sebagai

Antimikroba (Studi in vitro pada bakteri gram negative).Jurnal.Jurusan

Pendidikan Biologi FKIP-Unpatti dan PPS Universitas Negeri Malang

Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Airlangga : Jakarta.

Rahayu, M.P., 2009, Uji Aktivitas Antibakteri ekstrak soxhletasi dan maserasi

buah makasar terhadap bakteri Shigella disentriae, Fakultas Biologi,

Universitas Setia Budi, Surakarta.

Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi V, diterjemahkan

oleh Soewandhi, S.N., dan Widianto, M.B., 564, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Yudaningtyas, A.D., 2007, Uji Aktivitas Antibakteri Kulit Buah Rambutan

(Nephelium lappaceum L.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus Dengan Metode Bioautografi, Skripi, Fakultas MIPA,

Universitas Malang, Malang.