uji beda karakteristik corporate governance antara
TRANSCRIPT
UJI BEDA KARAKTERISTIK CORPORATE GOVERNANCE ANTARA
PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS DAN NON
FINANCIAL DISTRESS
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI Tahun 2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Rafiq Syauqi
NIM: 1111082000061
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2016 M
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Rafiq Syauqi
NIM : 1111082000061
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan
bukti bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap dikenai sanksi
berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 22 Maret 2016
Rafiq Syauqi
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Rafiq Syauqi
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Agustus 1993
3. Alamat : Jalan Sumur Mangga 2 RT 01 RW 02,
Kel. Gaga, Kec. Larangan,
Kota Adm. Tangerang
4. Telepon : 08988084556
5. Email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1. SD Negeri Larangan 03 Tahun 1999-2005
2. MTS Negeri 13 Jakarta Tahun 2005-2008
3. MA Negeri 19 Jakarta Tahun 2008-2011
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Akuntansi Tahun 2011-2016
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Nama Ayah : Udin Rafiuddin
2. Nama Ibu : Karneti
6. Alamat : Jalan Sumur Mangga 2 RT 01 RW 02,
Kel. Gaga, Kec. Larangan,
Kota Adm. Tangerang
3. Anak Ke- dari : 2 dari 5 bersaudara
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Pengurus OSIS MAN 19 Jakarta Tahun 2010
2. Humas Dekan Cup Tahun 2012
3. Penanggung Jawab Futsal Accounting Fair UIN Tahun 2013
V. PENGALAMAN KERJA
1. Junior Auditor, KAP Heliantono dan Rekan Tahun 2015
2. Assitant Project, DPS Consulting Tahun 2015
vii
ABSTRACT
Different Test Corporate Governance Characteristic Between Financial
Distress Company and Non Financial Distress
By: Rafiq Syauqi
This research aims to find out difference either exist or not exist in
CorporateGovernance ’s Characteristic between Financial Distress Companies
and Non Financial Distress Companies that proxied by Earning per Share.
This research uses sample of manufacturing companies that listed in
IndonesiaStock Exchange (BEI) in 2014. Based on purposive sampling method,
thisresearch has total 58 companies, where is 29 companies for financial distress
and29 companies for non-financial distress and 148 observation data. In
thisresearch uses independent samples t-test and Mann Whitney (U-test).
The result of this result showed that the difference of Corporate
GovernanceCharacteristic just happened in board of directors. While the
institutionalownership and the proportion of independent board had not
difference which was significant.
Keywords: institutional ownership, the proportion of independent board, the
number of boards of directors, financial distress, non finansial distress.
viii
ABSTRAK
Uji Beda Karakteristik Corporate Governance Antara Perusahaan Financial
Distress dan Non Financial Distress
Oleh: Rafiq Syauqi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan karakteristik Corporate
Governance antara perusahaan Financial Distress dan Non Financial Distress
yang diproksikan dengan Earning Per Share.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan industri manufaktur yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014. Berdasarkan metode
purposive sampling, sampel perusahaan yang diperoleh sebanyak 58 perusahaan
dan terdiri dari 29 perusahaan financial distress dan 29 perusahaan non financial
distress dengan 148 data observasi. Metode analisis data menggunakan metode
statistik deskriptif kemudian uji normalitas data dan uji independent sampel t-test
serta uji mann whitney u.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemilikan institusional tidak
terdapat perbedaan antara perusahaan financial distress dan non financial distress,
pada proporsi dewan komisaris independen tidak terdapat perbedaan antara
perusahaan financial distress dan non financial distresssedankang jumlah dewan
direksi terdapa perbedaan antara perusahaan financial distress dan non financial
distress.
Kata kunci: kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,
jumlah dewan direksi, financial distress, non financial distress.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Beda Karakteristik Corporate
Governance Antara Perusahaan yang Mengalami Financial Distress dan Non
Financial Distress” dengan baik. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju
jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan,
bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Bapak Udin Rafiuddin dan Ibu Karneti tercinta, yang selalu mencurahkan
perhatian, cinta dan sayang, dukungan serta doa yang tertuju untukku sehingga
skripsi ini cepat selesai.
2. Kakak Naufal Yasir dan adik ku athoilah tantowi, abdul basit aulawi, siti nada
nabilah yang selalu membantu dan menemaniku ketika susah dan gembira.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan
pengarahandan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu
yang telah Bapak berikan selama ini.
x
7. Ibu Putriesti Mandasari, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, mencurahkan perhatian,
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terimakasih atas semua
ilmu yang telah Ibu berikan selama proses penyusunan skripsi.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada
penulis.
9. Sahabat seperjuangan penulis, Dwi Hirlana Desi, Haekal Syaukanie Putra,
Ichwan Sidik kami dipertemukan dalam ikatan silaturahmi yang indah, terima
kasih atas dukungan yang tiada henti dan bantuan yang diberikan kepada
penulis.
10. Akuntansi B UIN 2011, terimakasih selama empat tahun kita bersama-sama.
Semoga kita semua mencapai kesuksesan di masa depan.
11. Teman-teman yang rela membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, Dewi
Amelia, Ratri Nurjanati, Nur Vitriani, Lala, Agung Prabowo, Rian
Widyotomo, Fariz Arkan, terima kasih atas bantuan nya kepada penulis.
12. Teman terdekat yang selalu memberikan doa, semangat dan bantuan yang
selalu diberikan tanpa kenal lelah yaitu Indah Sari, terima kasih semoga segala
kebaikan dan bantuan nya dibalas oleh Allah SWT, Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 11 Maret2016
Rafiq Syauqi
xi
DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
ABSTRAK. .................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTARTABEL ................................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
A. Tinjauan Literatur ................................................................................. 10
1. Teori Agensi ................................................................................. 10
2. Financial Distress ......................................................................... 13
a. Pengertian Financial Distress. .................................................. 13
xii
b. Penyebab Financial Distress. .................................................... 15
c. Dampak Financial Distress. ...................................................... 18
3. Corporate Governance .................................................................. 20
a. Pengertian Corporate Governance. ........................................... 20
b. Prinsip Utama Good Corporate Governance ............................ 22
c. Kepemilikan Institusional. ......................................................... 23
d. Proporsi Dewan Komisaris Independen. ................................... 26
e. Jumlah Dewan Direksi............................................................... 28
B. Keterkaitan antara Variabel dan Perumusan Hipotesis ........................ 29
1. Uji beda antara kepemilikan institusional dari
perusahaan yang mengalami financial distress dan
non financial distress ...................................................................... 29
2. Uji beda proporsi dewan komisaris independen
dari perusahaan yang mengalami financial distress
dan non financial distress ............................................................... 32
3. Uji beda antara jumlah dewan direksi dari
perusahaan yang mengalami financial distress dan
non financial distress ...................................................................... 34
C. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 37
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 41
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 43
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 43
B. Metode Penentuan Sampel .................................................................. 44
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 46
D. Operasional Variabel........................................................................... 48
E. Metode Analisis Data .......................................................................... 48
1. Definisi Independent Sampel t-test. ............................................... 49
2. Tahapan Analisis Independent Sampel t-test ................................. 49
a. Statistik Deskriptif .............................................................. 49
b. Uji Normalitas .................................................................... 50
c. Pengujian Hipotesis Penelitian … ...................................... 51
xiii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 52
A. Sekilas Gambaran Objek Penelitian ................................................ 52
1. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................. 52
2. Deskripsi Objek Penelitian .......................................................... 54
3. Deskripsi Sampel Penelitian ........................................................ 54
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian......................................................... 58
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif. ........................................................ 58
2. Hasil Uji Normalitas. .................................................................... 61
3. Hasil Uji Beda T-Test. .................................................................. 64
a. Variabel Kepemilikan Institusional. .................................. 64
b. Variabel Proporsi Dewan Komisaris Independen. ............ 67
c. Variabel jumlah dewan direksi. ......................................... 69
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 72
A. Kesimpulan. .................................................................................. 72
B. Saran. ............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................78
xiv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................37
3.1 Definisi Operisionalisasi Variabel ............................................................48
4.1 Tahapan Seleksi Sampel Dengan Kriteria .................................................54
4.2 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress..........................56
4.3 Sampel Perusahaan yang Non Financial Distress.....................................57
4.4 Uji Statistik Deskriptif Keseluruhan Sampel Distress dan Non Distress..58
4.5 Uji Statistik Deskriptif Sampel Distress dan Non Distress ......................60
4.6 a. Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial Distress
dan Non Financial Distress Kepemilikan Institusional ............................62
b. Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial Distress
dan Non Financial Distress Proporsi Dewan Komisaris Independen …..63
c. Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial Distress
dan Non Financial Distress Jumlah Dewan Direksi ................................64
4.9 Hasil Uji Independent Sampel T-Test .....................................................65
4.10 Hasil Uji Mann Whitney U ......................................................................67
4.11 Hasil Uji Mann Whitney U ......................................................................70
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ......................................................................41
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
a. Data Sampel ........................................................................................79
b. Tabulasi Data .......................................................................................81
c. Hasil Olahan Data SPSS 22..................................................................85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Financial distress merupakan suatu fenomena yang terjadi pada
suatu perusahaan dimana perusahaan seringkali mengalami kondisi
kesulitan keuangan yang diakibatkan karena ketidakmampuan perusahaan
untuk membayar kewajibannya (Insolvency). Menurut Plattdan Platt(2002)
dalamAlmilia(2006)financial distress sebagai tahap penurunan kondisi
keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum
terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini umumnya ditandai
dengan adanya penundaan pembayaran, kualitas produk yang menurun.
Kondisi tersebut merupakan suatu sinyal distress untuk mengidentifikasi
adanya financial distress yang dialami perusahaan.
Sejalan dengan Platt,Widyasaputri(2012:2) juga menjelaskan
kondisi financial distress mempunyai arti bahwa perusahaan mengalami
kondisi keuangan pada setiap tahunnya semakin menurun. Sedangkan
kondisi perusahaan yang mengalami kebangkrutan mempunyai arti bahwa
perusahaan sudah tidak beroperasi, tidak dapat membayar kewajiban
perusahaan, tidak dapat membayar hutang, dan menutup semua kegiatan
perusahaan. Apabila keadaan perusahaan yang sudah mendekati kesulitan
keuanganbiasanya manajemen perusahaan mengambil keputusan untuk
2
menutup semua kegiatan dalam perusahaan baik itu kegiatan produksi
maupun kegiatan operasional lainnya sebelum terjadinya kebangkrutan.
Hanafi (2012) dalam Hadi (2014) menyatakan analisis
kebangkrutan dilakukan untuk memperolehperingatan awal kebangkrutan
(tanda-tanda kebangkrutan). Semakin awal tanda-tandakebangkrutan
tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen. Karena pihak manajemen
bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak
pemegang saham juga bisa melakukan persiapan-persiapan untuk
mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk, tanda-tanda kebangkrutan
tersebut dalam hal ini dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi.
Sedangkan menurut Almilia(2003) financial distress terjadi
sebelumkebangkrutan. Model financial distress perlu dikembangkan,
karena dengan mengetahuikondisi financial distress perusahaan sejak dini
diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakanuntuk mengantisipasi
kondisi yang mengarah pada kebangkrutan.Dengan melihat kondisi
financial distress diharapkan perusahaanmampu untukmelakukan tidakan-
tindakan yang dapat mengantisipasi kondisi yang mengarah
padakebangkrutan sedini ini Almilia (2003).
Faktor financial distress dapat dipicu oleh faktor eksternal
(bencana alam) atau internal (keasalahan manajemen). Financial distress
terjadi disaat perusahaan mengalami kesulitan dan untuk menutupi
kewajiban maupun likuidasi yang diawali dari tingkat kesulitan ringan
hingga yang lebih serius besarnya hutang yang melebihi aset, dampak dari
3
financial distress tersebut akan dirasakan oleh pengelola, pemegang saham
hingga kreditur Treskawati (2014).
Padahal perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang
saham. Pihak manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai tujuan
yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan
kompensasi yang akan diterima. Jika manajer perusahaan melakukan
tindakan – tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan
kepentingan investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para
investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka
tanamkan. Oleh karenanya dibutuhkan adanya suatu perlindungan
terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut
Almilia(2006). Masalah financial distressi yang dialami oleh perusahan-
perusahaan juga bisa disebabkan karena perusahaan mengalami laba bersih
negatif selama dua tahun berturut-turut atau lebih Almilia(2006).
Penelitian mengenai atau metode guna memberikan peringatan
dini (early warning) tentang terjadinya financial distress telah banyak
dilakukan, dimana sistem ini memberikan peringatan berdasarkan isi dari
laporan keuangan dan informasi yang terkait. Namun laporan keuangan
biasanya bersifat ex-post dan juga telah mengalami proses window
dressing agar bisa tampil cantik dan memenuhi harapan pemegang saham,
maka kita perlu mencari sumber informasi lain yang bersifat ex-ante agar
4
mampu digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress Lee
dan Yeh(2001)
Penelitian Dwijayanti(2010) menyatakan bahwafinancial distress
dapat berdampak buruk bagi perusahaan, pengumuman perusahaan tentang
financial distress dapat menimbulkan reaksi pasar modal dimana investor
kehilangan kepercayaan kepada perusahaan. Oleh karena itu, manajemen
perusahaan harus segera mengambil tindakan untuk bisa mengatasi
masalah financial distress dan mencegah kebangkrutan.
Menurut Porter (1991 dalam Wardhani(2007) menyatakan bahwa
alas an mengapa perusahaan sukses atau gagal mungkin lebih disebabkan
oleh strategi yang diterapkan oleh perusahaan, salah satu strategi yang
diterapkan di perusahaan adalah sistem corporate governance. Corporate
governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan
arah dan kinerja perusahaan Monks & Minow(2003) dalam bodroastuti
(2009).
Corporate governance juga merupakan salah satu elemen kunci
dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris dan para
pemegang saham yang harus berajalan secara bersama. Atas hal itu
penting bagi seorang manager selalu memastikan dan memiliki tujuan
dalam setiap segala tindakannya untuk melindungi perusahaan,
stakeholder perusahaan dan tidak mementingkan diri sendiri Al-Haddad et
5
al. (2011). Dengan penerapan mekanisme corporate governance yang baik
tentu akan meminimalisir terjadinya suatu kejadianfinancial distress.
Mekanisme coporate governance bertujuan untuk menciptakan
nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjadi
konflik antara pihak agen danprincipal yang berdampak pada penurunan
agency cost Bodroastuti(2009).Struktur kepemilikan menjadi
pentingdalam teori keagenan karena sebagian besarargumentasi konflik
keagenan disebabkankarena adanya pemisahan kepemilikan
danpengelolaan.
Pemegang saham sama-sama menginginkan keuntungan yang
maksimal, namun disisi lain pemegang saham dan manajer sama-sama
menghindari resiko. Salah satu komponen dalam struktur kepemilikan
adalah kepemilikan institusional merupakan salah satu yang dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan, dengan adanya kepemilikan oleh
investor institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang
lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham
mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau malah memperburuk kinerja manajemen.
Mekanisme corporate governance dan pengawasan di perlukan
untuk mengurangi ketidakefisienan yang timbul dari bahaya moral dan
pilihan-pilihan buruk. Sebagai salah satu contoh nyata yaitu: permasalahan
keagenan (agency problem), yang timbul ketika pihak manajer yang
memiliki informasi unggul bertindak sebagai agen untuk pemilik. Konflik
6
ini memungkinkan pihak manager untuk mengeksploitasi ataupun
mengambil alih sumberdaya bisnis yang lain, yang kalau tidak akan
memberikan pengembalian (return) kepada pemilikMiller, et al,.dalam
Linda(2012).
Rendahnya kualitas penerapan corporate governance juga
berdampak pada penurunan kinerja perusahaan secara kontinyu, membawa
perusahaan dalam kondisi keuangan yang memburuk dan mengalami
financial distress Syafruddin dan Fadhilah(2013).
Sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang financial
distress pada perusahaan-perusahaan dengan berbagai macam variabel
corporate governance yang dijadikan bahan acuan.Seperti Penelitian yang
dilakukan oleh Lee dan Yeh pada tahun 2001, tentang Corporate
Governance and Financial Distress: Evidences from Taiwan. Mereka
menghubungkan corporate governance danfinancial distress dengan
mengambil sampel yaitu perusahaan-perusahaan yang berada di Taiwan
dan mereka menyimpulkan bahwa perusahaan di Taiwan biasanya
dikendalikan oleh keluarga. Variabelcorporate governance yang
digunakan adalah variabel struktur kepemilikan dan komposisi dewan,
hasil dari penelitian mereka membuktikan bahwa variabel-variabel
tersebut positif berkaitan dengan resiko kesulitan keuangan.
Penelitian lain dari Parulian (2007) tentang hubungan struktur
kepemilikan, komisaris independen dan kondisi financial distress
perusahaan, dari penelitian ini dikemukakan bahwa variabel-variabel
7
tersebut yang merupakan bagian dari corporate governance memiliki
hubungan yang signifikan dengan terjadinyafinancial distress.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, peneliti
termotivasi untuk melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian
yang lainnya karena uji beda karakteristik corporate governanceantara
perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial
distressmasih belum banyak diteliti. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listed di BEI tahun 2014
dan atas hal tersebut peneliti melakukan penelitian yang berjudul “ Uji
Beda Karakteristik Corporate Governance antara Perusahaan yang
Mengalami Financial Distress dan Non Financial Distress ”.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian
sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan
Purwanto(2013). Pebedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan dalam penentuan pengukuran, dalam penelitian
ini pengukurannya menggunakan Earning Per Share.
2. Penelitian ini melakukan uji beda dengan adanya karaktersitik
corporate governance pada perusahaan financial distress dan
perusahaan non financial distress.
8
B. Perumusan Masalah
Padapenelitian ini peneliti ingin menemukan uji beda karakteristik
corporate governance antara perusahaan yang mengalami financial
distress dan non financial distress.
Maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada beda signifikan dalam karakteristik corporate governance
antara perusahaan yang mengalamifinancial distress dan non financial
distress.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahuiujibeda dalam
karakteristik corporate governance antara perusahaan yang
mengalami financial distress dan non financial distress.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan bukti empiris mengenai ujibeda karakteristik
coporate governance antara perusahaan financial distress dan non
financial distress di perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
b. Dapat dijadikan referensi oleh peneliti lainnya untuk mengetahui
dan meneliti tentang ujibeda karakteristik coporate governance
antara perusahaanfinancial distress dan non financial distress di
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
9
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk menerapkan teori-
teori yang telah dipelajari selama ini sehingga dapat
memperdalam pengetahuan tentang penelitian dan menambah
wawasan serta pemahaman yang lebih baik terhadap uji beda
karakteristik coporate governance antara perusahaan financial
distress dan non financial distress di perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Literatur
1. Teori Agensi
Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya agency
conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu principal (yang
mengkontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak
dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang saling
bertentangan. Apabila agen dan principal berupaya memaksimalkan
utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang
berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan
principal Jensen dan Meckling (1976) dalam Bodroastuti(2009).
Hubungan keagenan dalam kontrak kerja adalah hubungan antara
pemegang saham (principal) dengan manajer (agent), yang pemegang
saham memperkerjakan manajer untuk memberikan jasa kepada pemegang
saham untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham melakukan
pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada manajer
perusahaanLo(2012).Husnan (2001) juga menjelaskan tentang hubungan
tersebut dengan mengatakan bahwa masalah tata kelola perusahaan dapat
ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan
bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik
11
perusahaan dan kreditur) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya
mempunyai kepentingan yang berbeda.
Namun perbedaan kepentingan dapat menimbulkan asimetri
informasi (kesenjangan informasi),principal hanya tertarik pada hasil
keuangan yang bertambah atau investasi dalam perusahaan. Sedangkan
agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan
syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut Zeptian dan
Rohman(2013:2).Tentu saja manager sebagai pengelola perusahaan
cenderung lebih bersifat oportunistik dalam mencapai tujuan tertentu.
Manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham).
Adanya asimetri informasi ini menimbulkan dua permasalahan
yang disbebakan oleh kesulitan principal untuk mengawasi dan melakukan
pengendalian terhadap tindakan-tindakan agen. Dua permasalahan
tersebut, yaitu adverse selection dan moral hazard. Menurut Scott 2000
dalam Amaliah (2010:3), pengertian dari dua macam asimetri informasi itu
yaitu:
a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar dan fakta yang
mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada
pemegang saham.
12
b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang
manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan
sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Treskawati (2014) menyatakan bahwa masalah agensi yaitu
perbedaan kepentingan antara principal dengan agent yang diyakini
sebagai basis dari perilaku manipulasi laporan keuangan oleh managemen
kepada principal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul
karena adanya konflik kepentingan antara principal (pemilik perusahaan)
dan agen (yang menjalankan perusahaan) yang mempunyai kepentingan
untuk keuntungan diri sendiri. Masalah keagenan ini juga terjadi karena
adanya asimetris informasi dari agen selaku pihak yang memiliki banyak
informasi dibandingkan principal selaku pemilik. Namun masalah
keagenan ini dapat diatasi apabila perusahaan menerapkan corporate
governance dengan baik sehingga akan dapat memberikan nilai tambah
bagi pihak-pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
2. Financial Distress
a. Pengertian Financial Distress
Menurut Luciana Spica Almilia (2004), mendefinisikan financial
distress kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana
13
perusahaanmengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas
negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.
Financial distressjuga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban financial yang telah
jatuh tempo Beaver et aI,. (2011) dalam Dwijayanti (2010).Sedangkan
Hadi (2014) mendefinisikan kesulitan keuangan(financial distress)
adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal
kebangkrutan.Menurut Brigham dan Gapenski(1997) dalam
Fachrudin(2008) terdapat 5 tipe kondisi kesulitan keuangan yaitu
economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in
bankruptcy, dan legal bankruptcy.
1) Economic failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan
dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya,
termasuk cost of capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan
operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan
pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di
bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat sudah
harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.
2) Business failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang
menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.
14
3) Technical insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical
insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban ketika jatuh
tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis
menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang
jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya
dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala
awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama
menuju bencana keuangan (financial disaster).
4) Insolvency in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvency in
bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar. Kondisi ini
lebih serius daripada technical insolvency karena, umumnya, ini
adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada
likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in
bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara
hukum.
5) Legal bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah
diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang Brigham
dan Gapenski (1997).
Financial distress dimulai ketika perusahaan tidak dapat
memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
15
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat
memenuhi kewajibannya Brigham dan Daves (2003) dan menurut
Widyasaputri (2012) kondisi financial distress mempunyai arti bahwa
perusahaan mengalami kondisi keuangan pada setiap tahunnya semakin
menurun.
Sehingga dapat disimpulkan kondisi perusahaan yang mengalami
financial distress secara terus-menerus akan berdampak pada
kebangkrutan yang mempunyai arti bahwa perusahaan sudah tidak
beroperasi, tidak dapat membayar kewajiban perusahaan, tidak dapat
membayar hutang, dan menghentikan semua kegiatan perusahaan.
b. Penyebab Financial Distress
Financial Distress bisa terjadi pada semua perusahaan, penyebab
terjadinya financial distress juga bermacam-macam. Menurut Lizal,
(2002) dalam Fachurdin, (2008) mengelompokkan penyebab kesulitan,
yang disebut dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas
Penyebab Kesulitan Keuangan. Terdapat 3 alasan utama mengapa
perusahaan bisa mengalami financial distress dan kemudian bangkrut,
yaitu:
1) Neoclassical model
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi
sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang
kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di
16
perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan. Mengestimasi
kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi.
Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan
liabilities/assets.
2) Financial model
Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah
dengan liquidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus
bangkrut juga dalam jangka pendek. Campuran aset benar tapi
struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan
likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat
bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga
dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak
sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus
ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi.
Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator
keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets,
revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover,
receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash
flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity,
short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover
17
per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity
per share, EPS ratio, dan sebagainya.
3) Corporate governance model
Menurut model ini, kebangkrutan mernpunyai campuran
aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the
market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola
perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan
dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan
struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.
Brigham dan Gapenski (1997) mengatakan bahwa semakin
besar pembiayaan dari hutang, dan semakin besar beban bunga tetap,
semakin besar probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah
kepada kesulitan keuangan, karena itu semakin tinggi probabilitas
biaya kesulitan keuangan akan dikenakan. Jadi hutang dapat pula
menyebabkan kesulitan keuangan.
Liou dan Smith(2007 dalam Dwijayanti(2010)
mengemukakan beberapa faktor makro ekonomi yangbisa
menyebabkan financial distress antara lain fluktuasi dalam inflasi,
sukubunga, Gross National Product, ketersediaan kredit, tingkat
upah pegawai, dansebagainya Liou dan Smith (2007) dalam
Dwijayanti(2010).
18
Dwijayanti (2010) dalam penelitiannya pun juga
menyatakan bahwa financial distress bisa disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain: a) kesalahan dalam alokasi sumber daya, b) struktur
keuangan yang salah. c) tata kelola yang buruk, dan d) kondisi
makro ekonomi yang buruk.
c. Dampak Financial Distress
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan bisanya
berdampak pada terlambatnya pembayaran hutang yang sudah jatuh
tempo kepada kreditor.Menurut NetTel Africa(2002)dalam
Fachrudin(2008) kerugian utama perusahaan yang mempunyai tingkat
hutang yang lebihtinggi adalah peningkatan resiko kesulitan keuangan,
dan akhirnya likuidasi.
Hal ini mungkin mempunyai pengaruh merugikan bagi pemilik
ekuitas dan hutang. Akibat dari kesulitan keuangan akan dijelaskan
sebagai berikut:
1) Resiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak
negatifterhadap nilai perusahaan yang mengoffset nilai
pembebasanpajak (tax relief) atas peningkatan level hutang.
2) Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika
kesulitan, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja dan
kreditor menjadi rusak parah.
19
3) Supplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih
berhati-hati, atau bahkan mengehentikan pasokan sama sekali, jika
mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan perusahaan dalam
beberapa bulan.
4) Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan supplier
mereka, dan merencanakan sendiri produksi mereka dengan
andaian ada keberlanjutan dari hubungan tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan dampak dari adanya financial distress
ini dapat mengakibatkan pada reaksi dari investor maupun kreditor
untuk cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi maupun
memberikan pinjaman pada perusahaan. Hal ini semakin diperparah
ketika pelanggan mulai melakukan hubungan dengan pemasok untuk
memproduksi suatu produk barang maupun jasa sehingga perusahaan
akan kehilangan pelanggan dan semakin membuat perusahaan menjadi
bangkrut.
3. Corporate Governance
a. Pengertian Corporate Governance
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-117/M-/MBU/2002, corporate governance adalah suatu proses
dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
20
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.
Gideon(2005) dalam Widyasaputri(2012) menyatakanmekanisme
corporate governance adalah suatu sistem yang digunakan untuk
mengendalikan dan melakukan pengawasan kegiatan yang ada dalam
perusahaan. Adanya praktek corporate governance yang baik di dalam
suatu perusahaan diharapkan dapat mengurangi resiko yang merugikan
bagi perusahaan itu sendiri. Karena menurut Porter(1991) dalam
Wardhani(2007) menyatakan bahwa mengapa perusahaan sukses atau
gagal mungkin lebih disebabkan oleh strategi yang diterapkan oleh
perusahaan. Resiko tersebut juga timbul dari adanya konflik yang
terjadi didalam suatu perusahaan mengenai perbedaan kepentingan
antara agen dengan principal.
Airesanti (2015) menyatakan bahwa perusahaan sangat
memerlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang
efektif dalam mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta
kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang memiliki
kepentingan agar dapat mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan
memastikan pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Fachrudin (2008) tata kelola perusahaan atau corporate
governance dapat juga didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan
prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency, accountability, dan
responsibility yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
21
manajemen perusahaan (direksi dan komisaris), pihak kreditur
pemerintah, karyawan, serta stakeholders lainnya yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tujuannya adalah
untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh stakeholders dalam
perusahaan. Adanya nilai tambah bagi stakeholders ini akan menarik
investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan yang
bersangkutan.
Kaen(2003) dalam Bodroastuti(2009) menyatakan bahwa
corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who)
yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan
mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya
korporasi yang dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang saham,
sedangkan ”mengapa” adalah karena adanya hubungan antara
pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan.
b. Prinsip Utama Good Corporate Governance
Suatu perusahaan harus memenuhi prinsip-prinsip good corporate
governance diterapkan pada setiap aspek bisnis serta di semua jajaran
perusahaan dan menurut Komite Nasional Corporate Governance
(2006) terdiri dari:
1) Keadilan (fairness), yaitu dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
22
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kewajaran dan kesetaraan.
2) Transparansi (transparency), yaitu untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan
harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya
masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
3) Akuntabilitas (accountability), yaitu perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transaparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan hari dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
4) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu perusahaan harus
mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
23
5) Independensi (independency), yaitu untuk melancarkan
pelaksanaan asas good corporate governance, perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mondominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
c. Karakteristik Corporate Governance
Karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Berdasarkan
definisi tersebut dapat diartikan bahwa karakeristik merupakan suatu
ciri atau sifat yang melekat dan menjadi bagian pada suatu hal tertenu.
Corporate governance didefinisikan sebagai cara untuk mengatur,
mengawasi dan menjaga tata kelola perusahaan. Corporate governance
muncul sebagai suatu fenomena ekonomi untuk memberikan pandangan
kepada shareholder atas apa yang harus dilakukan perusahaan dan apa
saja yang seharusnya tidak dilakukan Wiley (2009).
Berdasarkan definisi mengenai karakterisik dan corporate
governance di atas, maka karakterisik corporate governance
merupakan suatu ciri yang melekat dalam suatu tata kelola perusahaan
dan menjadi bagian dalam melakukan tata kelola perusahaan yang baik.
Ada beberapa karakteristik corporate governance yang sering
digunakan, Dalam penelitian ini karakteristik corporate governance
yang digunakan untuk mengetahui perbedaan perusahaan yang
24
mengalami financial distress dan non financial distress adalah
Kepemilikan Institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan
Jumlah Dewan Direksi.
d. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional merupakan persentase kepemilikan
saham yang dimiliki oleh badan hukum atau institusi keuangan seperti
perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, bank, dan institusi-
intitusi lainnya Brigham dan Houston(2006) dalam Ayuningtyas(2013).
Kepemilikan institusional akan membuat manajer memfokuskan
perhatian pada kinerja perusahaan, sehingga dapat mengurangi tindakan
manajer perusahaan yang mementingkan diri sendiri Cornet et,
al.(2006) dalam Merkusiwati (2014).
Kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen. Hal ini disebabkan karena kepemilikan saham mewakili
suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau
sebaliknya terhadap keberadaan manajemen sehingga dengan
kepemilikan institusional biaya agensi dapat diminimalkan Bodroastuti
(2009). Sehingga kepemilikan tersebut akan mengurangi masalah
keagenan karena pemegang saham institusional akan mengawasi
25
perusahaan sehingga manajemen tidak akan merugikan pemegang
saham.
Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam memonitor kinerja
manajemen, karena semakin besar kepemilikan institusional
mengakibatkan adanya efisiensi dalam penggunaan aktiva perusahaan,
sehingga dapat mengurangi pemborosan yang dilakukan oleh manajer
dalam menjalankan perusahaan yang bersangkutan Faizal(2004) dalam
Syafruddin(2012), maka atas hal tersebut juga mengindikasikan bahwa
kepemilikan institusional dengan jumlah yang besar dalam perusahaan
akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan Sastriana
dan Fuad (2013).
Kepemilikan institusional merupakansalah satu faktor yang dapat
mempengaruhikinerja perusahaan. Dengan adanyakepemilikan oleh
investor institusionaldapat mendorong peningkatan pengawasanyang
lebih optimal terhadap kinerjamanajemen, karena kepemilikan
sahammewakili suatu sumber kekuasaan yangdapat digunakan untuk
mendukung ataumalah memperburuk kinerja manajemenMuchsin et,al.
(2013).
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi
mekanisme monitoringyang efektif dalam setiap keputusan yang
diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investorinstitusional terlibat
26
dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah
percayaterhadap tindakan manipulasi laba Hadi (2014:5).
e. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen Muchsin et al,.(2014). Teori keagenan menilai
bahwa komisaris independen dibutuhkan pada dewan komisaris untuk
mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi, sehubungan
dengan perilaku oportunistik mereka Jensen dan Meckling(1976).
Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance
adalah adanya CEO yang memilikikekuatan yang lebih besar
dibandingkan dengan dewan komisaris, Padahal fungsi daridewan
komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang
dipimpin oleh CEO tersebut, Efektivitas dewan komisaris dalam
menyeimbangkan kekuatan CEOtersebut sangat dipengaruhi oleh
tingkat indepedensi dari dewan komisaris tersebut Lorsch et
al,.(1989)dalam Wardhani(2006). Daily dan Dalton(1994) dalam
Febrianto(2010)juga menyatakan bahwa apabila ada resistensi dari
CEO untuk menerapkan strategi yang agresif untuk mengatasi kinerja
27
perusahaan yang terus menurun, maka adanya dewan dari luar akan
mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan.
Sastriana dan Fuad (2013) menyatakan bahwa adanya fungsi dari
komisaris independen dalam mengawasi kinerja dewan direksi dalam
hal mengontorol mengenai masalah keuangan agar tidak terjadi suatu
tindakan yang dapat merugikan perusahaan, dapat membuat komisaris
independen berperan penting supaya perusahaan dapat terhindar dari
krisis keuangan (financial distress).
Komisaris independen merupakan mekanisme corporate
governance yang dapat mengurangi masalah dalam teori agency yang
disebut agency problem, karena dengan adanya komisaris independen
ini, dapat menghindari Assymetric Informationantara kedua belah pihak
yang dapat menimbulkan kemungkinan kondisi kesulitan keuangan
Hanifah dan Purwanto(2013). Semakin berfungsinya komisaris
independen dalam mengawasi manajer, pengawasanterhadap direksi
dalam kebijakan finansial atau penggunaan dana yang merugikan
perusahaan dandapat mengarahkan perusahaan ke dalam kesulitan
keaungan (financial distress) dapatdiminimalkanChariri dan Ariesta,
(2013).
f. Jumlah Dewan Direksi
Direksi adalah organ perusahaan pemegang perusahaan kekuasaan
eksekutif diperusahaan. Direksi mengendalikan operasi perusahaan
sehari-hari dalam batas yang ditetapkan oleh UUPT, anggaran dasar,
28
dan RUPS serta di bawah pengawasan dewan komisaris. Tugas dan
fungsi utama dewan direksi adalah menjalankan roda manajemen
perseroan secara menyeluruh, selain itu mengupayakan perusahaan
dapat melaksanakan tanggungjawab sosialnya dan juga harus
memperhatikan kepentingan stakeholders, serta mendorong penerapan
good corporate governance yang dilaksanakan dengan konsisten.
Tunggal (2013) dalam Okkyrianto(2014).
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan
yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka
pendek maupun jangka panjang Wardhani (2007). Pentingnya porsi
dewan dalam sebuah perusahaan dapat mengindikasikan dua hal,
apakah perusahaan yang memiliki dewan dengan jumlah besar dapat
meminimalisasi permasalahan agensi antara pemegang saham dengan
direksi atau justru sebaliknya.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Darmawati (2004)
dalam Bodroastuti(2009) menyatakan bahwa kemungkinan jumlah
direksi yang kecil tidak mampu menjalankan perusahaan dengan
optimal sedangkan jumlah dewan direksi yang besar memberikan
manfaat yang besar bagi perusahaan karena terciptanya network
dengan pihak luar dalam menjamin ketersediaan sumber daya. Sehingga
dengan adanya jumlah dewan direksi yang besar akan dapat membantu
perusahaan dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang efektif serta
dapat meningkatkan kinerja dan nilai tambah bagi perusahaan.
29
Namun hal tersebut tidak sependapat dengan penelitian yang
dilakukan Widyasaputri(2012) yang menyatakan bahwa banyaknya
jumlah dewan dapat mempengaruhi kondisi keuangan karena setiap
hasil keputusan yang dijalankan perusahan berasal dari hasil keputusan
dewan, banyaknya dewan direksi dalam perusahaan mengindikasikan
terjadinya kolusi dalam perushaan dan perusahaan yang mengalami
tekanan keuangan yang besar biasanya membutuhkan pertimbangan
keadaan keuangan perusahaan dari para direktur.Direksi bertugas dan
bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan.
Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan
wewenangnya Hadi (2014).
g. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
1. Uji beda kepemilikan institusional antara perusahaan yang
mengalamifinancial distress dan non financial distress
Schleifer dan Vishny (1986) dalam Wardhani(2007) menyatakan
bahwa tingginya kepemilikan investor institusional akan mendorong
aktivitas monitoring karena besarnya kekuatan voting mereka yang akan
mempengaruhi kebijakan manajemen. Parulian (2007) dalam
penelitiannya menyatakan kepemilikan saham oleh investor institusional
akan dapat mengawasi manajemen dalam melaksanakan operasi sehingga
lebih terhindar dari kondisi financial distress.
30
Widyasaputri(2012) menguji pengaruh kepemilikan institusional
terhadap kondisi financial distress dengan sampel perusahaan yang
terdaftar di BEI tahun 2008-2010 yang menunjukkan bahwa seberapapun
besarnya persentase kepemilikan institusional dapat membuktikan adanya
kondisifinancial distress. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka
keadaan kondisi keuangan perusahaan semakin terpuruk, karena intitusi
perusahaan kurang memiliki kemampuan dalam mengontrol kinerja
manajerdan hasil dari penelitian Widyasaputri(2012) tersebut juga
menjelaskan bahwa tidak terdapat pengaruh kepemilikan institusional
terhadap kondisifinancial distress.
Penelitian yang dilakukan oleh Bodroastuti (2009) tentang
pengaruh struktur corporate governanceterhadap financial distress.
Struktur corporate governance yang berpengaruh positif secara
siginifikan terhadap financial distress adalah variabel jumlah dewan
direksi, dewan komisaris pada suatu perusahaan. Sedangkan variabel
jumlah direksi yang keluar, kepemilikan institusional, kepemilikan oleh
direksi dan komisaris terbukti tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kondisi financial distress.
Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif
perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel jumlah
dewan direksi, persentase kepemilikan dan persentase saham yang dimiliki
direksi dan komisaris pada perusahaan yang mengalami financial distress
memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan non financial
31
distress. Sedangkan variabel jumlah dewan komisaris, jumlah direksi
keluar, serta persentase kepemilikan institusipada perusahaan yang
mengalami financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar
dibandingkan perusahaan non financial distress.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Deviacita dan achmad
(2013) tentang analisis pengaruh mekanisme corporate
governanceterhadap financial distress dan karakteristikcorporate
governance yang berpengaruh positif terhadap financial distress adalah
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan insitiusional dan keahlian
komite audit pada suatu perusahaan. Sedangkan variabel ukuran dewan
komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan aktivitas dewan
komisaris terbukti tidak berpengaruh terhadap kondisi financial dstress.
Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif
perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan keahlian komite
audit pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih
besar dibandingkan perusahaan yang mengalami financial distress.
Sedangkan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
independen dan aktivitas dewan komisaris pada perusahaan non financial
distress memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan
financial distress. Sehingga dalam penelitian ini hipotesis yang
dirumuskan sebagai berikut:
32
H1: Ada beda signifikan jumlah kepemilikan institusional antara
perusahaan yang mengalamifinancial distressdan non financial
distress.
2. Uji beda proporsi dewan komisaris independen antara perusahaan
yang mengalami financial distress dan non financial distress.
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen Muchsin et al,.(2014).
Wardhani (2006) melakukan penelitian tentang mekanisme
corporate governance dalam perusahaan yang mengalami permasalahan
keuangan (financially distressed firms). Hasil dari penelitian nya
menyatakan bahwa komisaris independen justru tidak signifikan baik pada
peursahaan financial distress maupun non financial distress. Penelitian
tersebut juga membandingkan statistik deskriptif perusahaan financial
distress dan non financial distress, variabel proporsi komisaris independen
pada perusahaan non financial distress memiliki nilai rata-rata lebih besar
dibandingkan perusahaan financial distress.
Parulian(2007) dalam penelitian nya menyatakan kemungkinan
terjadinya financial distress akan lebih besar justru apabila perusahaan
memiliki lebih banyak komisaris independen. Kriteria independen hanya
33
dilihat dari kepemilikan saham, padahal sangat mungkin komisaris yang
dianggap independen justru memiliki hubungan yang sangat independen.
Misalnya, walaupun tidak memiliki saham perusahaan, namun komisaris
independen tersebut memiliki hubungan sanak saudara dan lainnya dengan
pengelola perusahaan.
Fadhilah dan Syafrudin(2013) juga melakukan penelitian tentang
pengaruh dewan komisaris independen terhadap financial distress, dari
hasil penelitian yang dilakukannya itu dinyatakan bahwa semakin besar
proporsi komisaris independen dalam perusahaan maka, kemungkinan
terjadinya financial distress semakin menurun. Independensi dewan
komisaris merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi
pengawasan yang dilakukan olehnya, sehingga jumlah komisaris yang
independen dalam struktur dewan komisaris menentukan kekuatan
independensi pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen.
Secara umum, apabila suatu perusahaan memiliki proporsi
komisaris independen yang tinggi dalam struktur dewan komisaris yang
tinggi, mekanisme pengawasan akan berjalan lebih independen dan bebas
dari benturan kepentingan manajer, dari hasil yang berbeda-beda tersebut
dapat dikatakan bahwa pengaruh banyaknya proporsi dewan komisaris
independen terhadap financial distress tergantung pada tingkat
pengawasan yang dilakukan dari banyaknya komisaris independen itu
sendiri.
34
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Chariri dan Ariesta
(2013) tentang analisis pengaruh struktur dewan komisaris, struktur
kepemilikan saham dan komite audit terhadap financial distress. Faktor-
faktor yang berpengaruh positif terhadap perusahaan mengalami financial
distress adalah variabel proporsi komisaris independen sementara variabel
independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap perusahaan yang
mengalami financial distress.
Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif
perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel proporsi
dewan komisaris independen pada perusahaan non financial distress
memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan perusahaan financial
distress. Sehingga dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan sebagai
berikut:
H3: Ada beda signifikan proporsi dewan komisaris independen antara
perusahaan yang mengalamifinancial distressdan non financial distress
3. Uji beda jumlah dewan direksi antara perusahaan yang mengalami
financial distress dan non financial distress.
Jensen (1993) mencatat bahwa ukuran dewan direksi yang banyak
dapat memonitor proses pelaporan keuangan dengan lebih efektif
dibandingkan ukuran dewan direksi yang sedikit. Lebih lanjut Jensen
(1993) menyatakan bahwa dari rata-rata ukuran dewan direksi untuk
35
perusahaan yang tetap sehat, memang lebih besar dibandingkan ukuran
dewan direksi dari perusahaan yang mengalami financial distress.
Wardhani (2007) dalam penelitiannya tentang pengaruh ukuran
direksi terhadap financial distress menyatakan bahwa semakin besar
jumlah direksinya maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan
mengalami kondisi tekanan keuangan. Hal ini di karenakanresources
dependence dan banyaknya direksi tersebut justru akan memperparah
kinerja perusahaan karena dengan banyaknya direksi masalah koordinasi
dan komunikasi akan semakin membesar sehingga perusahaan tidak dapat
mengambil keputusan untuk data menyelamatkan perusahaan dengan
cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Sastriana dan Fuad (2013) tentang
pengaruh corporate governancedan firm size terhadap perusahaan yang
mengalami kesuiltan keuangan (financial distress). Struktur corporate
governance yang berpengaruh terhadap financial distress adalah variabel
jumlah dewan direksi dan jumlah komite audit pada suatu perusahaan.
Sedangkan variabel proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan (firm size)
terbukti tidak berpengaruh terhadap kondisi financial dstress.
Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif
perusahaan financial distress dan non financial distress, variabel jumlah
anggota dewan direksi pada perusahaan non financial distress memiliki
nilai rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan financial distress.
36
Variabel komite audit ada perusahaan non financial distress memiliki nilai
rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan financial distress.
Sedangkan untuk perusahaan non financial distress pada variabel
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen,
kepemilikan institusional dan firm size memiliki nilai rata-rata lebih kecil
dibandingkan perusahaan financial distress.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Purwanto (2013)
tentang pengaruh struktur corporate governance dan financial indicators
terhadap kondisifinancial distress, hasil dari faktor-faktor yang
berpengaruh dalam struktur coporate governance pada perusahaan yang
mengalami financial distress adalah ukuran dewan direksi, kepemilikan
manajerial, kepemilikan intitusional.
Penelitian tersebut juga membandingkan statistik deskriptif
perusahaan financial distress dan non financial distress, ukuran dewan
direksi pada perusahaan yang mengalami financial distress lebih kecil dari
ukuran dewan direksi pada perusahaan non financial distress. Sehingga
dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut:
H2: Ada beda signifikan jumlah dewan direksi antara perusahaan
yang mengalamifinancial distressdan non financial distress.
37
h. Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu mengenai penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Ratna
Wardhani
(2007)
Mekanisme
Corporate
Governance Dalam
Perusahaan yang
Mengalami
Permasalahan
Keuangan
(Financial
Distressed Firms)
Variabel proporsi dewan
komisaris Independen,
jumlah dewan direksi,
jumlah keluar direksi alat
pengujian yang
digunakan analisis hasil
model logit
Variabel ukuran dewan
komisaris dan struktur
kepemilikan.
Variabel proporsi dewan
komisaris independen, Jumlah
dewan direksi berpengaruh
negatif, ukuran dewan komisaris,
jumlah keluar direksi, struktur
kepemilikan berpengaruh positif.
2. Tri
Bodroastuti
(2009)
The Influence of
Corporate
Governance
Structure to
Financial Distress
Variabel jumlah dewan
direksi, proporsi dewan
komisaris independen,
jumlah keluar dewan
direksi, kepemilikan
institusional.
Variabel dewan komisaris,
kepemilikan publik,
kepemilikan direksi dan
komisaris
Jumlah dewan direksi, dewan
komisaris berpengaruh positif
signifikan terhadap financial
distress. Sehingga apabila
perusahaan sendang mengalami
financial distress maka lebih baik
perusahaan memperbesar jumlah
direksi dan komisaris.
38
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
3. Dian
Sastriana
dan Fuad
(2013)
Pengaruh
Corporate
Governance dan
Firm Size
Terhadap
Perusahaan Yang
Mengalami
Kesulitan
Keuangan
(Financial
Distress)
Variabel jumlah dewan
direksi, proporsi dewan
komisaris independen,
kepemilikan intitusional
Variabel kepemilikan
manajerial, konite audit,
ukuran perusahaan,
leverage, likuiditas
Hasil penelitian yang
menunjukkan berpengaruh
negatif terhadap financial
distress adalah variable
jumlah dewan direksi dan
anggota komite audit,
sementara proporsi komisaris
independen, kepemilikan
intitusional, kepemilikan
manajerial dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh
terhadap kondisi financial
distress
4. Fauziah
Nurul
Fahilah dan
Muchamad
Syafruddin
(2013)
Analisis Pengaruh
Karakteristik
Corporate
Governance
Terhadap
Kemungkinan
Financial
Distress
Variabel ukuran dewan
direksi, komisaris
independen, kepemilikan
institusional
Variabel dewan komisaris,
kepemilikan manajerial,
komite audit, likuiditas,
leverage, profitabilitas,
operating capacity
Variabel yang berpengaruh
terhadap financial distress
adalah ukuran dewan direksi,
kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional,
leverage dan operating
capacity
39
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
5. Dwiki Ryno
Ariesta dan
Anis Chariri
(2013)
Analisis Pengaruh
Struktur Dewan
Komisaris,
Struktur
Kepemilikan
Saham dan
Komite Audit
Terhadap
Financial
Distress
Variabel proporsi dewan
komisaris independen
Variabel kepemilikan
saham direksi, kepemilikan
saham komisaris,
kepemilikan saham
outsider, independensi
komite audit
Hasil penelitian menunjukkan
variabel proporsi dewan
komisaris independen
berpengaruh positif terhadap
financial distress, yang
berpengaruh negatif terhadap
financial distress adalah
variable independensi komite
audit, sementara variabel
kepemilikan saham komisaris,
kepemilikan saham outsider
tidak berpengaruh terhadap
kondisi financial distress
6. Arieany
Widya
Deviacita,
Tarmizi
Achmad
(2012)
Analisis Pengaruh
mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap
Financial
Distress
Variabel kepemilikan
institusional, proporsi
anggota komisaris
independen
Variabel ukuran dewan
komisaris, kepemilikan
manajerial, keahlian komite
audit, jumlah rapat dewan
komisaris
Variabel yang berpengaruh
positif terhadap financial
distress yaitukepemilikan
manajerial, kepemilikan
institusional dan keahlian
komite audit, sementara
ukuran dewan komisaris,
proporsi dewan komisaris
independen, dan aktivtas
dewan komisaris terbukti
tidak berpengaruh terhadap
financialdistress.
40
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
7. Oktita
Earning
Hanifah,
Agus
Purwanto1
(2013)
Pengaruh Struktur
Corporate
Governance dan
Financial
Indicators kondisi
Financial
Distress
Variabel jumlah dewan
direksi, proporsi dewan
komisaris independen,
kepemilikan intitusional
Variabel ukuran dewan
komisaris, kepemilikan
manajerial, ukuran komite
audit, ukuran perusahaan,
leverage, likuiditas,
profitabilitas
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ukuran dewan direksi,
kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional,
leverage, dan operating
capacity berpengaruh
terhadap financial distressdan
5 Hipotesis lainnya tidak
diterima.
41
i. Kerangka Pemikiran
Menurut Hamid (2007) mendefinisikan kerangka berpikir yaitu
kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi
dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.1 dibawah:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
UJI BEDA
Berlanjut ke halaman berikutnya
Karakteristik Tata Kelola Perusahaan antara Perusahaan Financial
Distress dan Non Financial Distress
Basis Teori: Teori Keagenan
Kepemilikan
Institusional (X1) Financial
Distress
Jumlah Dewan
Direksi (X2)
Non
Financial
Distress
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen (X3)
42
Gambar 2.1 (Lanjutan)
Sumber: Data Diolah, 201
Statistik Deskriptif
Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov
Mann-Whitney U Test
Independent Sampel T-Test
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
43
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yaitu penelitian
yang bersifat membandingkan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan
pendekatan ilmu statistik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beda
karakteristik dalam corporate governance antara perusahaan yang
mengalami financial distressdan non financial distress pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Inonesia Tahun 2014.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah data-data mengenai
karakteristik corporate governance yaitu kepemilikan institusional,
proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan direksi dan
kondisi financial distress dan non financial distress. Jumlah populasi
dalam penelitian ini sebanyak 58 perusahaan yang terbagi dalam 29
perusahaan financial distress dan 29 perusahaan non financial distress
yang semuanya itu terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun
2014.
45
B. Metode Penetuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan dalam industri
manufaktur yang berdasarkan laporan tahunan dan laporan kekuangan
perusahaan go public yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2014.
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling)dengan teknik
berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yang merupakan tipe
pemilihan secara acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan
pertimbangan tertentu, umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah
penelitian Indiantoro dan Supomo (2012). Adapun sampel yang
dugunakan dalam penelitian ini menggunakan variabel dependen dummy.
Oleh karena itu, peneliti mengambil sampel dari 2 (dua) jenis perusahaan
yang memiliki kriteria berbeda. Jenis perusahaan tersebut adalah
perusahaan yang mengalami financial distress dan perusahaan non
financial distress.
1. Perusahaanfinancial distress
Adapun kriteria untuk sampel perusahaan financial distress pada
penelitian ini sebagai berikut:
a. Perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2014.
b. Perusahaan mengalami laba bersih negatif pada tahun 2014.
c. Perusahaan memiliki laporan tahunan dan laporan keuangan
46
2. Perusahaan non financial distress
Adapun kriteria untuk sampel perusahaan non financial distress
pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2014.
b. Perusahaan mengalami laba bersih positif pada tahun 2014.
c. Perusahaan memiliki laporan tahunan dan laporan keuangan
Perusahaan dalam industri manufaktur yang digunakan dalam
penelitian ini mencakup beberapa kelompok industri berdasarkan
klasifikasi industri dari BEI. Beberapa kelompok industri yang termasuk
dalam jenis industri manufaktur antara lain: cement; ceramics, glass,
porcelain; metal and allied products; chemicals; plastics and packaging;
animal feeds; wood industries; pulp and paper; machinery and heavy
equipments; automotive and components; textile, garment; footwear;
cable; electronics; food and beverages; tobacco manufacturers;
pharmaceuticals; cosmetics and household; dan houseware.
Berdasarkanmetode penentuan sampel yang digunakan maka
peneliti menggunakan sampel sebanyak 58 perusahaan go public industri
manufaktur, 29 perusahaan yang dikatakan mengalami financial distress
(1) dan 29 perusahaan non financial distresss (0) di Bursa Efek Indonesia.
47
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa laporan tahunan dan keuangan perusahaan, IDX Fact
Book, serta data dokumente yang diperoleh dari buku, jurnal, internet pada
perusahaan yang listed di BEI Tahun 2014 (http://www.sahamoke.com,
http://www.idx.co.id.)
D. Operasional Variabel
Dalam penelitian ini menggunakan variabel berupa elemen
corporate governance yang meliputi :
1. Kepemilikan Institusional, yaitu jumlah persentase hak suara yang
dimiliki oleh institusi. Dalam penelitian ini kepemilikan institusional
diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang
dimiliki institusi dari seluruh jumlah saham perusahaan Deviacita dan
Achmad (2013). Informasi mengenai kepemilikan institusioanl
diperoleh dari laporan tahunan perusahaan
2. Proporsi Dewan Komisaris Independen, yaitu proporsi keberadaan
komisaris independen dalam struktur dewan komisaris perusahaan.
Dalam penelitian ini proporsi dewan komisaris independen diukur
dengan membandingkan jumlah komisaris independen dalam
perusahaan dengan total jumlah komisaris Hanifah dan Purwanto
(2013).
48
3. Jumlah Dewan Direksi, merupakanbagian pada perusahaan yang
menentukan kebijakan dan strategi yang diambil oleh perusahaan.
Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia,
jumlah anggota dewan direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan
keputusan. Dalam penelitian ini, jumlah dewan direksi diukur dengan
jumlah dewan direksi yang ada dalam perusahaan pada periode t atau
pada tahun 2014 Sastriana dan Fuad (2013).
4. Kondisi financial distress dan non financial distress diperoleh dari hasil
laporan tahunan perusahan yang dilihat dari laporan laba rugi
perusahaan yang mengalami laba bersih positif dan laba bersih negatif.
Perusahaan yang merupakan variabel kategori, 1 untuk perusahaan yang
mengalami financial distress dan 0 untuk perusahaan non financial
distress Bodroastuti (2009).
Berdasarkan hasil dari pernyataan diatas dapat dibuat
ringkasanberbentuk tabel mengenai definisi operasionalisasi variabel
tersebut berikuttabel dari definisi opersionalisasi pada dibawah ini:
49
Tabel 3.1
Definisi operasionalisasi variabel
NO VARIABEL PENGUKURAN SKALA
1. Financial
Distress
1 Jika mengalami financial distress, 0 jika
tidak mengalami financial distress.
Nominal
2. Kepemilikan
Institusional
Persentase Saham yang dimiliki oleh institusi
lain.
Rumus menghitung kepemilikan institusional:
KI=
X100%
Keterangan:
KI : Kepemilikan institusional.
SI : Jumlah saham yang dimiliki institusional.
SB : Jumlah modal saham perusahaan yang
beredar.
Rasio
3. Proporsi
Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah komisaris independen dibagi dengan
total jumlah dewan komisaris.
Proporsi komisaris independen dihitung
dengan cara:
X100%
Rasio
4. Jumlah
Dewan
Direksi
Total keseluruhan anggota dewan direksi. Nominal
E. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu proses penelitian yang
dilakukan setelah semua data yang diperlukan guna memecahkan
permasalahan yang diteliti sesudah diperoleh data secara lengkap.
Ketajaman dan ketepatan dalam penggunaan alat analisis sangat
menentukan keakuratan pengambilan kesimpulan, karena itu kegiatan
analisis data merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan begitu saja
dalam proses penelitian.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara
50
menganalisis permasalahan yang diwujudkan dengan data yang dapat
dijelaskan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif
dilakukan dengan cara mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga
menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam analisis data.
1. Definisi Independent Sample t – test
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
independent sample t- test. Uji ini digunakan ketika dalam sebuah
penelitian memiliki dua sampel atau kelompok yang berbeda atau tidak
saling berhubungan. Independent samples t- test merupakan uji statistik
parametrik yang digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang
tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Ghozali
(2006). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel
yang dibandingkan yakni financial distress, yang diukur melalui
earning per share.
2. Tahapan Analisis Independent Samples t- test
Tahapan analisis independent samples t-test dalam penelitian ini
adalah statistik deskriptif dan uji hipotesis yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian Ghozali
(2006). Statistik deskriptif yang digunakan adalah nilai rata-rata
(mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum.
51
Meandigunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi
yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk
menilai disperse rata-rata dari sampel. Maksimum dan minimum
digunakan untuk melihat nilai maksimum dan minimum dari
populasi. Hal ini diperlukan untuk menggambarkan keseluruhan
dari sampel yang telah dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk
dijadikan sampel penelitian.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam
model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya
mempunyai data distribusi normal atau mendekati normal. Untuk
menghindari bias, data yang digunakan harus berdistribusi normal.
Ghozali (2006). Dalam menguji normalitas, dapat dilakukan
dengan plot probabilitas normal, analisis grafik histogram, dan Uji
Kolmogorov-Smirnov. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya. Normalitas dipenuhi
apabila titik-titik data terkumpul di sekitar garis lurus Ghozali
(2006).
Dasar pengambilan keputusan uji statistik dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov adalah Ghozali (2006) :
1) Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05 maka H0
ditolak. Hal ini berarti data terdistribusi tidak normal.
52
2) Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 maka H0
diterima. Hal ini berarti data terdistribusi normal.
Dalam penelitian ini jika salah satu data tidak berdistribusi
secara normal maka akan digunakan uji statistik non parametrik
yaitu uji Mann-Whitney untuk menguji hipotesis yang melibatkan
data yang tidak berdistribusi secara normal dan menggunakan uji
beda t untuk menguji hipotesis yang melibatkan data yang
berdistribusi secara normal.
c. Pengujian Hipotesis Penelitian
1) Uji beda t
Uji beda t yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji t dengan dua sampel bebas. Uji ini merupakan uji
statistik parametrik yang digunakan untuk menentukan apakah
dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata
yang berbeda Ghozali (2006). Hasil uji beda t dapat dilihat
melalui nilai signifikansi t pada hasil output SPSS. Tingkat
signifikansi yang digunakan adalah 0,5 , jika nilai signifikansi
lebih besar daripada 0,5 maka hipotesis ditolak. Apabila nilai
signifikansi lebih kecil daripada tingkat signifikansi maka
hipotesis diterima Ghozali (2006).
2) Uji Mann- Whitney U
Uji Mann-Whitney U merupakan uji statistik non
parametrik yang digunakan apakah dua sampel yang tidak
53
berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Ghozali
(2006). Melalui analisis uji statistik Mann-Whitney u akan
diketahui tingkat signifikansi hipotesis. Tingkat signifikansi
yang digunakan adalah 0.5 , jika nilai signifikansi lebih besar
daripada 0,5 maka hipotesis ditolak. Apabila nilai signifikansi
lebih kecil daripada tingkat signifikansi maka hipotesis
diterima Ghozali (2006).
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan industri
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun
2014. Industri manufaktur terbagi dalam beberapa sektor, yaitu sektor
industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri
barang konsumsi.
Berdasarkan populasi perusahaan manufakturyang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 tersebut, penelitian ini
menggunakan beberapa sampel perusahaan manufaktur, jenis yang
ditentukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu penentuan
sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun data yang
digunakan adalah data sekunder yang berasal dari laporan tahunan
tahun 2014, melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia pada alamat
website www.idx.co.id.
Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
corporate governance yaitu kepemilikan institusional, proporsi dewan
komisaris independen dan jumlah dewan direksi pada perusahaan yang
mengalami financial distress dan non financial distress. Berikut ini
55
adalah rincian perolehan sampel perusahaan manufaktur dengan
kriteria-kriteria yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan analisis.
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria
Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014 142
Jumlah perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan 2014 58
Jumlah sampel perusahaan yang financial distress 29
Jumlah perusahaan yang non financial distress 113
Jumlah perusahaan yang non financial distress yang digunakan
sebagai sampel (purposive) 29
Jumlah perusahaan sampel yang digunakan 58
Tahun Pengamatan (tahun) 1
Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama tahun 2014 berjumlah 142 perusahaan. Dari
142 perusahaan manufaktur tersebut yang akan dijadikan sampel
hanya 58 perusahaan yang terdiri dari 29 perusahaan financial distress
dan 29 perusahaan non financial distress. Jumlah perusahaan yang
menerbitkan laporan tahunan yang di butuhkan sesuai dengan sampel
sebanyak 58. Adapun jumlah perusahaan yang non financial distress
sebanyak 113 perusahaan sedangkan tahun pengamatan nya hanya 1
tahun yaitu tahun 2014.
2. Deskripsi Objek Penelitian
Objek penelitian berupa perusahaan go public sector manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dikelompokkan
56
kedalam dua kategori berdasarkan kondisi kesehatan perusahaan
tersebut, yaitu:
a. Perusahaan yang mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut mengalami rugi saham dasar per tahun 2014.
b. Perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut mengalami laba bersih saham dasar per tahun
2014.
Sebagaimana tujuan penelitian yang melakukan uji beda antara
kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan
jumlah dewan direksi antara perusahaan yang mengalami kondisi
financial distress dan non financial distress serta diuji dengan
menggunakan statistik independen sampel t-test untuk data yang
terdistribusi normal dan statistik non parametrik apabila data tidak
terdistribusi normal ketika dilakukan uji normalitas data.
3. Deskripsi Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive
sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
Sampel dipilih bagi perusahaan yang mengalami laba bersih negatif dan
laba bersih positif selama satu tahun.
57
Tabel 4.2
Sampel perusahaan yang mengalami financial distress
No Kode Nama Perusahaan Tahun Listing
1. AKKU Alam Karya Unggul Tbk. 01-10-2004
2. MYTX Apac Citra Centertex Tbk. 10-10-1989
3. ARGO Argo Pantes Tbk. 07-01-1991
4. POLY Asia Pacific Fibers Tbk. 12-03-1991
5. BPRT Barito Pacific Tbk. 01-10-1993
6. RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk. 05-03-1990
7. ETWA Eterindo Wahanatama Tbk. 16-05-1997
8. ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk. 13-10-1992
9. GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk. 23-12-2009
10. IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk. 15-09-1993
11. IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk. 04-06-1997
12. JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. 06-08-1997
13. JPRS Jaya Pari Steel Tbk. 08-08-1989
14. KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 11-07-2008
15. KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk. 10-11-2010
16. FPNI Lotte Chemical Titan Tbk. 08-01-1992
17. MAIN Malindo Feedmill Tbk. 10-02-2006
18. SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk. 23-07-1981
19. LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk 05-02-1990
20. HDTX Panasia Indo Resources Tbk. 06-07-1990
21. NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk. 14-12-2009
22. ADMG Polychem Indonesia Tbk. 20-10-1993
23. PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk. 18-10-1994
24. PTSN Sat Nusapersada Tbk. 08-11-2007
25. SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk. 20-08-1997
26. TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk. 26-02-1980
27. ALTO Tri Banya Tirta Tbk. 10-07-2012
28. VOKS Voksel Electric Tbk. 20-12-1990
29. YPAS Yanaprima Hastapersada Tbk. 05-03-2008
Sumber: Bursa Efek Indonesia 2015
Dalam tabel 4.2 dapat diketahui bahwa perusahaan yang
mengalami financial distress tahun 2014 dan telah di seleksi sesuai
dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan di atas, maka didapatkan
sampel sebanyak 29 perusahaan.
58
Tabel 4.3
Sampel perusahaan yangnon financial distress
No Kode Nama Perusahaan Tahun Listing
1. ALKA Alakasa Industindo,Tbk 12-07-1990
2. AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk 18-12-1992
3. AMFG Asahimas Flat Glas Tbk 08-11-1995
4. ASII Astra International Tbk 04-04-1990
5. AUTO Astra Otoparts Tbk. 15-06-1998
6. BRNA Berlina Tbk. 06-11-1989
7. TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk. 26-05-2008
8. CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk. 18-03-1991
9. CTBN Citra Tubindo Tbk 28-11-1989
10. EKAD Ekadharma International Tbk. 14-08-1990
11. GJTL Gajah Tunggal Tbk 08-05-1990
12. GDYR Goodyear Indonesia Tbk. 01-12-1980
13. SMCB Holcim Indonesia Tbk 10-08-1997
14. IMPC Impack Pratama Industri Tbk. 17-12-2014
15. INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. 16-07-1990
16. INAI Indal Aluminium Industry Tbk. 05-12-1994
17. BRAM Indo Kordsa Tbk. 05-09-1990
18. LMSH Indocement Tunggal Prakarsa 05-12-1989
19. INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. 14-07-1994
20. INCI Intanwijaya Internasional Tbk. 24-07-1990
21. KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 29-07-1996
22. LION Lion Metal Works Tbk. 20-08-1993
23. LMSH Lionmesh Prima Tbk. 04-06-1990
24. TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk 03-04-1990
25. SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk 08-07-1991
26. TOTO Surya Toto Indonesia Tbk 30-10-1990
27. UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk. 06-11-1989
28. UNTX Unitex Tbk. 16-06-1989
29. WTON Wijaya Karya Beton Tbk 29-10-2007
Sumber: Bursa Efek Indonesia 2015
Dalam tabel 4.3 dapat diketahui bahwa perusahaan yang
mengalami nonfinancial distress tahun 2014 dan telah di seleksi sesuai
dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan di atas, maka didapatkan
sampel sebanyak 29 perusahaan.
59
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tujuan dari hasil uji statistik deskriptif adalah untuk melihat
kualitas data penelitian yang ditunjukkan dengan angka atau nilai yang
terdapat pada mean dan standar deviasi. Dapat dikatakan apabila mean
lebih besar daripada standar deviasi atau penyimpangan maka kualitas
data adalah lebih baik
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,
jumlah dewan direksi, financial distress dan non financial distress.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh sebanyak 58
data pengamatan yang dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Uji Statistik Deskriptif Sampel Keseluruhan Distress dan Non Distress
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KI 58 .00 .98 .6921 .20974
PDKI 58 .00 .67 .3748 .12818
DIR 58 2 13 5.43 2.507
Valid N (listwise) 58
Sumber : Output SPSS 22, 2016
Pada tabel 4.4 menunjukkan statistik deskrpitif masing-masing
variabel penelitian dengan sampel secara keseluruhan baik perusahaan
financial distress maupun non financial distress. Berdasarkan tabel 4.4
hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial
60
distress pada variabel kepemilikan institusional (KI) yang diukur
berdasarkan persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi
menunjukkan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 0,98
dengan mean sebesar 0,6921 dan standar deviasi 0,20974.
Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
variabel proporsi dewan komisaris independen (PDKI) yang diukur
berdasarkan jumlah komisaris independen dibagi total jumlah komisaris
menunjukkan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 0,67
dengan mean 0,3748 dan standar deviasi 0,12818. Hasil analisis dengan
menggunakan statitik deskriptif tehadap variabel jumlah dewan direksi
(DIR) yang diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan direksi
yang ada dalam perusahaan pada periode t menunjukkan nilai minimum
sebesar 2, nilai maksimum sebesar 13 dengan mean sebesar 5,43 dan
standar deviasi 2,507.
61
Tabel 4.5
Uji Statistik Deskriptif Distress dan Non Distress
S
umber : Output SPSS 22, 2016
Berdasarkan tabel 4.5 hasil analisis dengan menggunakan statistik
deskriptif terhadap variabel financial distress dan non financial
distress.Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
kepemilikan institusional (KI) yang diukur berdasarkan persentase
kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi menunjukkan nilai
minimum sebesar 0, sementara pada perusahaan non financial distress
sebesar 0, nilai maksimum pada perusahaan financial distress sebesar
0,98, sementara pada perusahaan non financial distress sebesar 0.98.
Nilai mean pada perusahaan financial distress sebesar 0,70, sementara
pada perusahaan non financial distress sebesar 0,68. Standar deviasi
pada perusahaan financial distress sebesar 0,21, sementara pada
perusahaan non financial distress sebesar 0,21.
Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
Proporsi Dewan Komisaris Independen (PDKI) yang diukur
berdasarkan jumlah komisaris independen dibagi total jumlah komisaris
pada perusahaan financial distress menunjukkan nilai minimum sebesar
Perusahaan Financial Distress
Perusahaan NonFinancial
Distress
Min Max Mean Std dev Min Max Mean Std Dev
KI .00 .98 .70 .21 .00 .98 .68 .21
PDKI .00 .67 .35 .15 .27 .67 .40 .11
DIR 2 8 4 1.4 3 13 7 2.7
62
0, sementara pada perusahaan non financial distress sebesar 0,27, nilai
maksimum pada perusahaan financial distress sebesar 0,67, sementara
pada perusahaan non financial distress sebesar 0.67. Nilai mean pada
perusahaan financial distress sebesar 0,35, sementara pada perusahaan
non financial distress sebesar 0,40. Standar deviasi pada perusahaan
financial distress sebesar 0,15, sementara pada perusahaan non
financial distress sebesar 0,11.
Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
Jumlah Dewan Direksi (DIR) yang diukur berdasarkan yang diukur
dengan menghitung jumlah anggota dewan direksi yang ada dalam
perusahaan pada periode t pada perusahaan financial distress
menunjukkan nilai minimum sebesar 2, sementara pada perusahaan non
financial distress sebesar 3, nilai maksimum pada perusahaan financial
distress sebesar 8, sementara pada perusahaan non financial distress
sebesar 13. Nilai mean pada perusahaan financial distress sebesar 4,
sementara pada perusahaan non financial distress sebesar 7. Standar
deviasi pada perusahaan financial distress sebesar 1,4, sementara pada
perusahaan non financial distress sebesar 2,7.
2. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah data dari variabel independen dan dependen yang digunakan
dalam penelitian memiliki distribusi yang normal atau tidak. Ada
63
beberapa metode dan aplikasi komputer yang dapat digunakan untuk
melakukan uji normalitas. Salah satunya adalah uji Smirnov-
Kolgomorov yang terdapat dalam SPSS Ghozali (2006).
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial Distressdan Non Financial
DistressKepemilikan Institusional
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KI Financial Distress
KI Non Financial
Distress
N 29 29
Normal
Parametersa,b
Mean .7014 .6828
Std. Deviation .21377 .20899
Most Extreme
Differences
Absolute .113 .122
Positive .096 .077
Negative -.113 -.122
Test Statistic .113 .113
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
.200c,d
Sumber: Output SPSS 22, 2016
Hasil tabel 4.6uji Kolmogrov-Smirnov pada variabel kepemilikan
insititusional yang dimiliki perusahaan financial distress menunjukkan
hasil pengujian nilai sebesar 0,200 dan perusahaan non financial
distress memiliki nilai 0.200. Nilai signifikansi pada perusahaan
financial distress dan non financial distress lebih besar dari 0,05
sehingga dapat dinyatakan variabel kepemilikan institusional memiliki
data terdistirbusi normal.
64
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial Distressdan Non Financial
DistressProposi Dewan Komisaris Independen
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PDKI
Financial
Distress
PDKI
Non Financial
Distress
N 29 29
Normal
Parametersa,b
Mean .3531 .3966
Std. Deviation .14519 .10671
Most Extreme
Differences
Absolute .264 .285
Positive .218 .285
Negative -.264 -.128
Test Statistic .264 .264
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c .000
c
Sumber: Output SPSS 22, 2016
Hasil tabel 4.7 uji Kolmogrov-Smirnov pada variabel proporsi
dewan komisaris independen yang dimiliki perusahaan financial
distress menunjukkan hasil pengujian nilai sebesar 0,000 dan
perusahaan non financial distress memiliki nilai 0.000. Nilai
signifikansi pada perusahaan financial distress dan non financial
distress lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan variabel
proporsi dewan komisaris independen memiliki data tidak terdistirbusi
normal.
65
Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas Perusahaan Financial DistressdanNon Financial
DistressJumlah Dewan Direksi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
DIR
Financial
Distress
DIR
Non Financial
Distress
N 29 29
Normal Parametersa,b
Mean 4.17 6.69
Std. Deviation 1.416 2.740
Most Extreme Differences Absolute .210 .113
Positive .210 .113
Negative -.169 -.111
Test Statistic .210 .113
Asymp. Sig. (2-tailed) .002c .200
c,d
Hasil tabel 4.8 ujiKolmogrov-Smirnov pada variabel jumlah dewan
direksi yang dimiliki perusahaan financial distress menunjukkan hasil
pengujian nilai sebesar 0,002 dan perusahaan non financial distress
memiliki nilai 0.200. Nilai signifikansi pada perusahaan financial
distress lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan variabel
proporsi dewan komisaris independen memiliki data tidak terdistirbusi
normal.
3. Hasil Uji Beda T-Test
Uji beda t-test dalam meneliti variabel kepemilikan institusional,
proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan direksi
melalui uj beda t-test. Hasil uji normalitas di atas menunjukkan bahwa
66
data terdistribusi normal untuk variabel kepemilikan institusional
sehingga menggunakan metode uji yang digunakan independen samples
t-test. Sedangkan data terdistribusi tidak normal untuk variabel proporsi
dewan komisaris independen dan jumlah dewan direksi menggunakan
metode uji non parametric test (Uji Mann Whitney U). Hasil pengujian
hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Kepemilikan Institusional
Hasil uji normalitas yang menunjukkan data terdistribusi
normal adalah variabel kepemilikan institusional sehingga metode
uji yang digunakan independen sample t-test.
Tabel 4.9
Hasil Uji Independen Sample t-test
Independent Samples Test
KI
Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
T -.335
Df 55.971
Sig. (2-tailed) .739
Mean Difference -.01862
Std. Error Difference .05552
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -.12983
Upper
.09259
Sumber: Output SPSS 22, 2016
H1: Adabedasignifikan dalam kepemilikan institusional antara
perusahaan financial distress dan non financial distress.
67
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas dapat dikatakan
bahwa nilai sginifikansi variabel kepemilikan institusional sebesar
0,739 atau lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan hipotesis H1 ditolak dan H0 diterima
yang artinya tidak ada perbedaan dalam kepemilikan institusional
antara perusahaan financial distress dan non financial distress.
Hasil pengujian menunjukkan berapapun persentase
kepemilikan yang dimiliki oleh institusi atau perusahaan lain tidak
selalu menentukan perusahaan tersebut termasuk kedalam
perusahaan yang terindikasi mengalami financial distress dan non
financial distress.
Hasil penelitian ini didukung dari hasil statistik deskriptif
yang dilakukan oleh Parulian (2007), Bodroastuti (2009), Sastriana
dan Fuad (2013).Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa berapapun
besarnya persentase kepemilikan oleh insitusi keuangan,
kemungkinan perusahaan tersebut mengalami tekanan keuangan
adalah sama.
Namun penelitian ini tidak didukung dengan penelitian
yang dilakukan Deviacita dan achmad (2012), Hanifah dan Purwanto
(2013) yang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan saham
olehinstitusi yang lebih besar secara nyata mampu meningkatkan
pengawasan terhadap kondisikeuangan sehingga dapat menjadi
68
acuan dan motivasi bagi manajemen untuk melakukanperbaikan dan
peningkatan kinerja.
b. Variabel Proporsi Dewan Komisaris Independen
Pada data yang terdistribusi tidak normal untuk variabel
proporsi dewan komisaris independen menggunakan uji non-
parametric test yaitu uji mann whitney u.
Tabel 4.10
Hasil Uji Mann Whitney U
Data olahan SPSS 22, 2016
H2: Ada beda signifikandalam proporsi dewan komisaris independen
antara perusahaan financial distress dan non financial distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas dapat
disimpulkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris
independen yang berada di dua perusahaan berbeda yaitu
perusahaan financial distress dan non financial distress
memperlihatkan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) 0,399 > 0,005. Dengan
demikian dapat disimpulkan hipotesis H0 diterima dan H2 ditolak
yang artinya tidak ada perbedaan dalam proporsi dewan komisaris
Test Statisticsa
PDKI
Mann-Whitney U 369.000
Wilcoxon W 804.000
Z -.843
Asymp. Sig. (2-tailed) .399
a. Grouping Variable: GROUP
69
independen antara perusahaan financial distress dan non financial
distress.
Hasil pengujian menunjukkan berapapun tingkat proporsi
dewan komisaris independen yang dimiliki oleh perusahaan tidak
selalu menentukan perusahaan tersebut termasuk kedalam
perusahaan yang terindikasi mengalami financial distress dan non
financial distress. Hasil ini juga dapat dilihat dari hasil statistik
deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini :
Hasil penelitian ini didukung dari hasil statistik deskriptif
yang dilakukan oleh Deviacita dan achmad (2012), Hanifah dan
Purwanto (2013). Menurut Hanifah dan Purwanto (2013)
berapapun besarnya proporsi komisaris independen dalam
perusahaan tidak mampu dalam menghindari kemungkinan
terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan.
Fungsi dari komisaris independen sebagai salah satu
mekanisme corporate governance adalah bertanggung jawab atas
upaya perusahaan untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang
andal, yaitu dengan memastikan bahwa perusahaan mematuhi
hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang
ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Namun
fungsi tersebut tampaknya tidak berjalan dengan semestinya
seperti yang diatur dalam Peraturan BAPEPAM No.29/PM/2004
mengenai Pedoman tentang Komisaris Independen. Hal tersebut
70
diduga disebabkan karena keberadaan anggota dewan komisaris
independen pada perusahaan di Indonesia hanya sekedar
memenuhi ketentuan regulasi demi menghindarkan perusahaan
dari ancaman sanksi atas ketidakpatuhan terhadap peraturan
tersebutDeviacita dan achmad (2012).
Namun penelitian ini tidak didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fadhilah dan Syafruddin (2013), Ariesta dan
Chariri (2013) dan Okkyrianto (2014), menurut Ariesta dan
Chariri (2013) semakin besar proporsi komisaris independen akan
meningkatkan kemungkinan perusahaanmengalami kondisi
financial distress.Secara umum, apabila suatu perusahaan
memiliki proporsi komisaris independen yang tinggi dalam
struktur dewan komisaris yang tinggi, mekanisme pengawasan
akan berjalan lebih independen dan bebas dari benturan
kepentingan manajer Fadhilah dan Syafruddin (2013).
c. Variabel Jumlah Dewan Direksi
Pada data yang terdistribusi tidak normal untuk variabel
jumlah dewan direksi menggunakan uji non-parametric test yaitu
uji mann whitney u. berikut hasil dari variabel jumlah dewan
direksi dengan menggunakan uji mann whitney u seperti dibawah
ini:
71
Tabel 4.11
Hasil Uji Mann Whitney U
Data olahan SPSS 22, 2016
H3: Ada bedadalam jumlah dewan direksi antara perusahaan
financial distress dan non financial distress.
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas dapat
disimpulkan bahwa variabel jumlah dewan direksi yang berada di
dua perusahaan berbeda yaitu perusahaan financial distress dan
non financial distress memperlihatkan nilai Asymp.Sig.(2-tailed)
0,000 < 0,005. Dengan demikian dapat disimpulkan hipotesis H3
diterima dan H0 ditolak yang artinya ada perbedaan dalam jumlah
dewan direksi antara perusahaan financial distress dan non
financial distress.
Hasil pengujian ini menunjukkan ada beda jumlah dewan
direksi yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat menentukan
perusahaan tersebut termasuk kedalam perusahaan yang terindikasi
mengalami financial distress atauperusahaan non financial
distress.
Hasil penelitian inididukung oleh penelitian Wardhani
(2006), Bodroastuti (2009), Hanifah dan Purwanto (2013), Sastriana
Test Statisticsa
DIR
Mann-Whitney U 185.000
Wilcoxon W 620.000
Z -3.717
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: GROUP
72
dan Fuad (2013). Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa perusahaan
yang memiliki jumlah direksi yang besar, kemungkinan mengalami
financial distress lebih kecil. Keadaan ini dimungkinkan bahwa
jumlah dewan direksi yang kecil tidak mampu menjalankan
perusahaan dengan optimal, sedangkan jumlah dewan direksi yang
besar memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan karena
terciptanya network dengan pihak luar dalam menjamin ketersediaan
sumber daya. Berdasarkan hal tersebut mengindikasikan bahwa
semakin besar jumlah dewan direksi akan membuat kemungkinan
perusahaan terkena financial distress semakin kecil.
Hal ini juga sesuai dengan statisik deskriptif pada penelitian
ini, dimana jumlah dewan direksi yang ada pada perusahaan
financial distress yang memiliki nilai minimum 2 dan maksimum 8
dengan rata-rata 4tentu lebih sedikit dibandingkan perusahaannon
financial distress yang memiliki nilai minimum dan maksimum 13
dengan rata-rata 7. Sehingga hal ini dapat disimpulkan dengan
jumlah dewan direksi yang lebih besar dapat lebih efektif melakukan
tugas nya masing-masing para direksi dan dapat menghindari
perusahaan dari kondisi financial distress. Semenara dengan jumlah
dewan direksi yang lebih sedikit dan tidak melakukan tugasnya
secara efekif dapat membuat perusahaan mengalami kondisi financia
distress. Berikut hasil data statistik deskriptif seperti pada penjelasan
diatas :
73
Tabel 4.12
Uji Statistik Deskriptif Distress dan Non Distress
Sumber : Output SPSS 22, 2016
Hal tersebut juga semakin diperkuat oleh hasil statistik
deskriptif yang dilakukan oleh Hanifah dan Purwanto (2013) yang
dapat dilihat dari rata-rata ukuran dewan direksi pada
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yaitu lebih
rendah dibanding rata-rata ukuran dewan direksi pada perusahaan
yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Sehingga hasil tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar anggota dewan direksi maka
semakin kecil kemungkinan terjadinya kondisi financial distress
pada perusahaan.
Perusahaan Financial Distress
Perusahaan Non Financial
Distress
Min Max Mean Std dev Min Max Mean Std Dev
KI .00 .98 .70 .21 .00 .98 .68 .21
PDKI .00 .67 .35 .15 .27 .67 .40 .11
DIR 2 8 4 1.4 3 13 7 2.7
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik
corporate governance berupa kepemilikan institusional, proporsi dewan
komisaris independen dan jumlah dewan direksi antara perusahaan
financial distress dan non financial distress. Sampel penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2014.
Berdasarkan metode purposive sampling sampel yang digunakan
sebanyak 58 perusahaan yang terdiri dari 29 perusahaan dengan laba
bersih negatif dan 29 perusahaan dengan laba bersih positif. Metode
analisis yang dilakukan dengan menggunakan uji bedat-test dengan
bantuan Software Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 22.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan,
maka dapat dikemukakan beberapa simpulan penelitian sebagai berikut:
1. Hasil pengujian variabel kepemilikan institusional pada uji normalitas
kolmogrov-smirnof didapatkan hasil data berdistirbusi normal
sehingga diuiji dengan menggunakan uji independen sampel t-test
dan ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara
perusahaan financial distress dan non financial distress. Hasil ini
didukung oleh hasil statistik deskriptif penelitian terdahulu yang
75
dilakukan Parulian (2007), Bodroastuti (2009), Sastriana dan Fuad
(2013). Namun penelitian ini tidak didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Deviacita dan achmad (2012), Hanifah dan Purwanto
(2013).
2. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen pada
uji normalitas kolmogrov-smirnof didapatkan hasil data tidak
berdistribusi normal sehingga diuji dengan menggunakan uji mann
whitney u dan ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
antara perusahaan financial distress dan non financial distress. Hasil
ini didukung oleh hasil statistik deskriptif penelitian terdahulu yang
dilakukan Deviacita dan achmad (2012), Hanifah dan Purwanto
(2013). Namun penelitian ini tidak didukung oleh penelitian yang
dilakukan Fadhilah dan Syafruddin (2013), Ariesta dan Chariri (2013)
dan Okkyrianto (2014).
3. Hasil pengujian variabel jumlah dewan direksi pada uji normalitas
kolmogrov-smirnof didapatkan hasil data tidak berdistribusi normal
sehingga diuji dengan menggunakan uji mann whitney u dan
ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara
perusahaan financial distress dan non financial distress. Hasil ini
didukung seperti hasil statistik deskriptif penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Wardhani (2006), Bodroastuti (2009), Hanifah dan
Purwanto (2013), Sastriana dan Fuad (2013).
76
B. Saran
Penelitian mengenai uji beda karakteristik corporate governance
antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial
distress di masa mendatang diharapkan mampu mempertimbangkan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Pengembangan Akademik
a. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menggunakan
variabel karakteristik corporate governance yang lebih beragam,
seperti kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komite audit.
b. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas periode
penelitian dimana akan menambah data observasi penelitian,
sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih mendekati kondisi
sebenarnya.
c. Pada penelitian selanjutnya disarankan juga untuk menggunakan
indikator lain dalam pengukuran pengukuran financial
distressselain earning per share. Seperti nilai buku ekuitas,
interest coverage ratio guna melihat keberagaman dalam hasil
penelitian.
77
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, T dan Deviacita, A. W. 2012.“Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance terhadap Financial Distress”.Hal. 1-14. Diponegoro
Journal Of Accounting.Hal. 1-14. Semarang.
Al-Haddad, W. Shaleh, T.A. dan Fares, J.S. 2011. “The Effect of Corporate
Governance on the Performance of Jordania Industrial Companies: An
Almilia, L. S dan Kristijadi. 2003."Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
BEJ",Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol.7. No. 2. Hal 183-
206.
Almilia, L. S. 2006. “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public
Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”.“Jurnal Ekonomi
dan Bisnis. Vol. 12, No. 1, Hal. 1-26. STIE Perbanas Surabaya.
Ariesta, D.R dan Chariri A. 2012.“Analisis Pengaruh Struktur Dewan Komsaris,
Struktur Kepemilikan Saham dan Komite Audit terhadap Financial
Distress”.Diponegoro Journal Of Accounting.Vol. 1. No. 1. Hal. 1-9
Semarang.
Bodroastuti, T. 2009. “Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap
Financial Distress”.Jurnal Kajian Akuntansi dan Bisnis. Vol. 11. No.
2. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala.Semarang.
Dwijayanti, S. P. F. 2010. “Penyebab, Dampak, dan Prediksi dari Financial
Distress Serta Solusi Untuk Mengatasi Financial Distress”. Jurnal
Akuntansi Kontemporer. Vol. 2. No. 2. Hal. 191-205. Universitas
Katolik Widya Mandala, Surabaya.
Ellen dan Juniarti. 2013. “Penerapan Good Corporate Governance, Dampaknya
terhadap Prediksi Financial Distress pada Sektor Aneka Industri dan
Barang Konsumsi”.Journal Business Accounting Review. Vol. 1. No.
2. Akuntansi Bisnis Universitas Kristen Petra.
Fachrudin, K. A. 2008. “Faktor-Faktor yang Meningkatkan Peluang Survive
Perusahaan Kesulitas Keuangan”.Jurnal Manajemen Bisnis. Vol. 1.
No.1. Hal.1-9. Universitas Sumatera Utara.
Fadhilah, F. N dan Syafruddin M. 2013. “Analisis Pengaruh Karakteristik
Coporate Governance terhadap Kemungkinan Financial Distress”.Diponegoro Journal Of Accounting.Vol. 2. No. 2.
Semarang.
78
Febrianto, R. 2011.“Mekanisme Corporate Dalam Perusahaan yang Mengalami
Permasalahan Keuangan (Financial Distress Firms)”.Jurnal Akuntansi
dan Keuangan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Cetakan
Keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadi, S. A. F. 2014. “Mekanisme Corporate Governance dan Kinerja Keuangan
pada Perusahaan yang Mengalami financial distress”.Jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi. Vol. 3 No. 5 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
(STIESIA). Surabaya.
Hanifah, O. Edan Purwanto, A. 2013. “Pengaruh struktur corporate governance
dan financial indicators terhadap kondisi financial distress (Studi pada
perusahaan manufaktur yang di bursaefek Indonesia periode 2009-
2011”).Diponegoro Journal Of Accounting. Vol. 2. No. 2. Hal. 1.
/Semarang.
Indiantoro, N dan Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Jensen, M.C. and Meckling, W.H. (1976).“Theory of the firm: managerial
behaviour, agency costs, and ownership structure”.Journal of
Financial Economics. Vol. 3. pp. 305-60.No. 1. pp. 15-23.
Okkyrianto, R. 2014. “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan(Studi pada Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)”.Jurnal Ilmiah
Mahasiswa UB.Universitas Brawijaya Malang.
Parulian, S. R. 2007. “Hubungan Struktur Kepemilikan, Komisaris Independen
dan Kondisi Financial Distress Perusahaan Publik”.Integrity. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1, No. 3. Hal. 263-274. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. 2006. Komite Nasional
Kebijakan Governance. Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. 09/MBU/2012. 2012.
PenerapanTata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha Milik
Negara. Jakarta.
Platt, H.D. and Platt, M.B. 2002.„„Predicting corporate financial distress:
reflections on choice based sample bias‟‟.Journal of Economics and
Finance. Vol. 26 No. 2. pp. 184-99.
79
Sastiana, D dan Fuad. 2013. “Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size
terhadap Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial
Distress)”.Diponegoro Journal Of Accounting. Vol. 2. No. 3.
Semarang.
Treskawati, P. 2014. “Hubungan Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial
Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2010-2012”. Vol. 3 No. 2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Surabaya.
Wardhani, Ratna. 2006. “Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan
yang Mengalami Permasalahan Keuangan”.Simposium Nasional
Akuntansi IX.
Widyasaputri, Erlindasari. 2012. “Analisis Mekanisme Coporate Governance
pada Perusahaan yang Mengalami Kondisi Financial Distress”.
Accounting Analysis Journal. Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
Wiley, J. 2009. “Corporate Governance and Ethics” Sons, Inc. United States.
80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
81
Data Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
No Kode Nama Perusahaan TahunListing
1. AKKU AlamKaryaUnggulTbk. 01-10-2004
2. MYTX Apac Citra Centertex Tbk. 10-10-1989
3. ARGO Argo PantesTbk. 07-01-1991
4. POLY Asia Pacific Fibers Tbk. 12-03-1991
5. BPRT Barito Pacific Tbk. 01-10-1993
6. RMBA BentoelInternasionalInvestamaTbk. 05-03-1990
7. ETWA EterindoWahanatamaTbk. 16-05-1997
8. ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk. 13-10-1992
9. GDST GunawanDianjaya Steel Tbk. 23-12-2009
10. IMAS IndomobilSuksesInternasionalTbk. 15-09-1993
11. IKAI IntikeramikAlamasriIndustriTbk. 04-06-1997
12. JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. 06-08-1997
13. JPRS Jaya Pari Steel Tbk. 08-08-1989
14. KBRI KertasBasukiRachmat Indonesia
Tbk
11-07-2008
15. KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk. 10-11-2010
16. FPNI Lotte Chemical TitanTbk. 08-01-1992
17. MAIN MalindoFeedmillTbk. 10-02-2006
18. SCPI Merck Sharp DohmePharmaTbk. 23-07-1981
19. LPIN Multi Prima SejahteraTbk 05-02-1990
20. HDTX Panasia Indo Resources Tbk. 06-07-1990
21. NIKL PelatTimah Nusantara Tbk. 14-12-2009
22. ADMG Polychem Indonesia Tbk. 20-10-1993
23. PSDN Prasidha Aneka NiagaTbk. 18-10-1994
24. PTSN Sat NusapersadaTbk. 08-11-2007
25. SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk. 20-08-1997
26. TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk. 26-02-1980
27. ALTO Tri BanyaTirtaTbk. 10-07-2012
28. VOKS Voksel Electric Tbk. 20-12-1990
29. YPAS YanaprimaHastapersadaTbk. 05-03-2008
Sumber: Bursa Efek Indonesia 2015
82
Data Sampel Perusahaan Non Financial Distress
No Kode Nama Perusahaan TahunListing
1. ALKA AlakasaIndustindo,Tbk 12-07-1990
2. AKPI ArghaKarya Prima Industry Tbk 18-12-1992
3. AMFG Asahimas Flat GlasTbk 08-11-1995
4. ASII Astra International Tbk 04-04-1990
5. AUTO Astra OtopartsTbk. 15-06-1998
6. BRNA BerlinaTbk. 06-11-1989
7. TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk. 26-05-2008
8. CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk. 18-03-1991
9. CTBN Citra TubindoTbk 28-11-1989
10. EKAD Ekadharma International Tbk. 14-08-1990
11. GJTL Gajah Tunggal Tbk 08-05-1990
12. GDYR Goodyear Indonesia Tbk. 01-12-1980
13. SMCB Holcim Indonesia Tbk 10-08-1997
14. IMPC ImpackPratamaIndustriTbk. 17-12-2014
15. INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. 16-07-1990
16. INAI IndalAluminium Industry Tbk. 05-12-1994
17. BRAM Indo KordsaTbk. 05-09-1990
18. LMSH Indocement Tunggal Prakarsa 05-12-1989
19. INDF Indofood SuksesMakmurTbk. 14-07-1994
20. INCI IntanwijayaInternasionalTbk. 24-07-1990
21. KDSI KedawungSetia Industrial Tbk 29-07-1996
22. LION Lion Metal Works Tbk. 20-08-1993
23. LMSH Lionmesh Prima Tbk. 04-06-1990
24. TKIM PabrikKertas Tjiwi Kimia Tbk 03-04-1990
25. SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk 08-07-1991
26. TOTO Surya Toto Indonesia Tbk 30-10-1990
27. UNIC Unggul Indah CahayaTbk. 06-11-1989
28. UNTX UnitexTbk. 16-06-1989
29. WTON WijayaKaryaBetonTbk 29-10-2007
Sumber: Bursa Efek Indonesia 2015
83
No. Kode
Perusahaan
Nama
Perusahaan
Kepemilikan
Institusional
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah
Dewan
Direksi
1 ALKA PT. Alakasa
Industindo,Tbk
0,90 0,50 3
2 AMFG PT Asahimas
Flat Glas Tbk
0,84 0,33 11
3 CTBN PT Citra
Tubindo Tbk
0,82 0,33 6
4 INTP PT Indocement
Tunggal
Prakarsa Tbk
0,64 0,29 9
5 SMCB PT Holcim
Indonesia Tbk
0,86 0,33 7
6 SMGR PT Semen
Indonesia Tbk
0,98 0,43 7
7 TOTO PT Surya Toto
Indonesia Tbk
0,96 0,67 11
8 WTON PT Wijaya
Karya Beton
Tbk
0,78 0,50 6
9 INAI Indal
Aluminium
Industry Tbk.
0,77 0,50 5
10 LION Lion Metal
Works Tbk.
0,57 0,33 4
11 LMSH Lionmesh
Prima Tbk.
0,32 0,33 3
12 UNTX Unitex Tbk. 0,69 0,67 8
13 TPIA Chandra Asri
Petrochemical
Tbk.
0,90 0,29 7
14 EKAD Ekadharma
International
Tbk.
0,75 0,50 3
15 INCI Intanwijaya
Internasional
Tbk.
0,00 0,33 3
TABULASI DATA FINANCIAL DISTRESS FINANCIAL
DISTRESS
84
No. Kode
Perusahaan
Nama
Perusahaan
Kepemilikan
Institusional
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah
Dewan
Direksi
16 INDF Indofood
Sukses
Makmur Tbk.
0,50 0,38 9
17 UNIC Unggul Indah
Cahaya Tbk.
0,79 0,33 5
18 AKPI Argha Karya
Prima Industry
Tbk
0,65 0,33 5
19 BRNA Berlina Tbk. 0,51 0,33 4
20 IMPC Impack
Pratama
Industri Tbk.
0,67 0,50 6
21 CPIN Charoen
Pokphand
Indonesia Tbk.
0,55 0,33 7
22 INKP Indah Kiat
Pulp & Paper
Tbk.
0,52 0,44 10
23 KDSI Kedawung
Setia Industrial
Tbk
0,75 0,50 4
24 TKIM Pabrik Kertas
Tjiwi Kimia
Tbk
0,60 0,43 9
25 ASII Astra
International
Tbk
0,50 0,36 9
26 AUTO Astra Otoparts
Tbk.
0,80 0,27 9
27 GDYR Goodyear
Indonesia Tbk.
0,94 0,33 4
28 GJTL Gajah Tunggal
Tbk
0,59 0,33 13
29 BRAM Indo Kordsa
Tbk.
0,65 0,31 7
85
No. Kode
Perusahaan
Nama
Perusahaan
Kepemilikan
Institusional
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah
Dewan
Direksi
1 IKAI Intikeramik
Alamasri
Industri Tbk.
0,36 0,50 3
2 GDST Gunawan
Dianjaya
Steel Tbk.
0,87 0,33 5
3 JKSW Jakarta
Kyoei Steel
Works Tbk.
0,59 0 3
4 JPRS Jaya Pari
Steel Tbk.
0,69 0,50 4
5 KRAS Krakatau
Steel
(Persero)
Tbk.
0,80 0,33
7
6 NIKL Pelat Timah
Nusantara
Tbk.
0,80 0,33 5
7 BPRT Barito
Pacific Tbk.
0,67 0,33 3
8 ETWA Eterindo
Wahanatama
Tbk.
0,48 0,25 4
9 AKKU Alam Karya
Unggul Tbk.
0,86 0,33 2
10 YPAS Yanaprima
Hastapersada
Tbk.
0,89 0,33 3
11 MAIN Malindo
Feedmill
Tbk.
0,51 0,60 8
12 KBRI Kertas
Basuki
Rachmat
Indonesia
Tbk.
0,75 0,33
3
TATABULASI DATA NON FINANCIAL DISTRESS
86
No. Kode
Perusahaan
Nama
Perusahaan
Kepemilikan
Institusional
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah
Dewan
Direksi
13 IMAS Indomobil
Sukses
Internasional
Tbk.
0,90 0,33
6
14 LPIN Multi Prima
Sejahtera
Tbk.
0,44 0,50 4
15 MYTX Apac Citra
Centertex
Tbk.
0,80 0,50 3
16 ARGO Argo Pantes
Tbk.
0,55 0,40 4
17 POLY Asia Pacific
Fibers Tbk.
0,63 0,33 5
18 ESTI Ever Shine
Textile
Industry Tbk.
0,73 0,67 3
19 HDTX Panasia Indo
Resources
Tbk.
0,90 0,00 3
20 ADMG Polychem
Indonesia
Tbk.
0,75 0,20 5
21 SSTM Sunson
Textile
Manufacturer
Tbk.
0,70 0,33
3
22 TFCO Tifico Fiber
Indonesia
Tbk.
0,98 0,20 6
23 VOKS Voksel
Electric Tbk.
0,54 0,40 5
24 PTSN Sat
Nusapersada
Tbk.
- 0,33 3
25 PSDN Prasidha
Aneka Niaga
Tbk.
0,72 0,33 6
26 RMBA Bentoel
Internasional
Investama
0,98 0,40 4
87
No. Kode
Perusahaan
Nama
Perusahaan
Kepemilikan
Institusional
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Jumlah
Dewan
Direksi
27 SCPI Merck Sharp
Dohme
Pharma Tbk.
0,98 0,33 4
28 FPNI Lotte
Chemical
Titan Tbk.
0,81 0,50 3
29 ALTO Tri Banya
Tirta Tbk.
0,66 0,33 4
HASIL UJI STATISTIK DEKSRIPTIF DAN UJI NORMALITAS
PERUSAHAAN FINANCIAL DISTRESS
UJI STATISTIK DESKRIPTIF
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KI 29 .00 .98 .7014 .21377
PDKI 29 .00 .67 .3531 .14519
DIR 29 2 8 4.17 1.416
Valid N (listwise) 29
88
UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KI PDKI DIR
N 29 29 29
Normal Parametersa,b
Mean .7014 .3531 4.17
Std. Deviation .21377 .14519 1.416
Most Extreme Differences Absolute .113 .264 .210
Positive .096 .218 .210
Negative -.113 -.264 -.169
Test Statistic .113 .264 .210
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
.000c .002
c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
HASIL UJI STATISTIK DEKSRIPTIF DAN UJI NORMALITAS
PERUSAHAAN NON FINANCIAL DISTRESS
STATISTIK DESKRIPTIF
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KI 29 .00 .98 .6828 .20899
PDKI 29 .27 .67 .3966 .10671
DIR 29 3 13 6.69 2.740
Valid N (listwise) 29
89
UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KI PDKI DIR
N 29 29 29
Normal Parametersa,b
Mean .6828 .3966 6.69
Std. Deviation .20899 .10671 2.740
Most Extreme Differences Absolute .122 .285 .113
Positive .077 .285 .113
Negative -.122 -.128 -.111
Test Statistic .122 .285 .113
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
.000c .200
c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
HASIL UJI STATISTIK DEKSRIPTIF DAN UJI NORMALITAS
PERUSAHAAN NON FINANCIAL DISTRESS SAMPEL SECARA
KESELURUHAN
UJI STATISTIK DESKRIPTIF
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KI 58 .00 .98 .6921 .20974
PDKI 58 .00 .67 .3748 .12818
DIR 58 2 13 5.43 2.507
Valid N (listwise) 58
90
UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KI PDKI DIR
N 58 58 58
Normal Parametersa,b
Mean .6921 .3748 5.43
Std. Deviation .20974 .12818 2.507
Most Extreme Differences Absolute .092 .240 .181
Positive .085 .240 .181
Negative -.092 -.208 -.149
Test Statistic .092 .240 .181
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
.000c .000
c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
HASIL UJI INDEPENDEN SAMPEL T-TEST
VARIABEL KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL (KI)
Group Statistics
GROUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KI 0 29 .6828 .20899 .03881
1 29 .7014 .21377 .03970
91
HASIL UJI MANN-WHITNEY U
VARIABEL PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN (PDKI)
DAN DEWAN DIREKSI (DIR)
Ranks
GROUP N Mean Rank Sum of Ranks
PDKI 0 29 31.28 907.00
1 29 27.72 804.00
Total 58
DIR 0 29 37.62 1091.00
1 29 21.38 620.00
Total 58
Lower Upper
Equal variances assumed
.000 .986 -.335 56 .739 -.01862 .05552 -.12983 .09259
Equal variances not assumed
-.335 55.971 .739 -.01862 .05552 -.12983 .09259
KI
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2- tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
92
PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN
Test Statisticsa
PDKI
Mann-Whitney U 369.000
Wilcoxon W 804.000
Z -.843
Asymp. Sig. (2-tailed) .399
a. Grouping Variable: GROUP
JUMLAH DEWAN DIREKSI
Test Statisticsa
DIR
Mann-Whitney U 185,000
Wilcoxon W 620,000
Z -3,717
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Grouping Variable: GROUP