ugamo malim

6
Ugamo Malim : bersemayam di tanah Batak Jika melihat hamparan peta Bumi, maka kita dengan mudah menemukan Sumatera. Sumatera dianugerahi berbagai peradaban dari suku-suku dimulai dari Aceh, Minangkabau, Nias, Mentawai, Melayu. Salah satu suku yang besar adalah Batak. Diantara suku Batak yang berada disekitar Danau Toba, ada dari mereka yang masih memegang teguh kepercayaannya yaitu Ugamo Malim yang berada di Kabupaten Samosir, Para Malim, begitulah penganutnya disebut. Jika hendak ke pusat bersembahayangan mereka yang terletak di Bale Pasogit, Huta Tinggi maka tujuan pertama adalah kota Medan, kemudian menuju ke Danau Toba. Diperjalanan kita akan menjumpai Danau Toba yang indah. Danau ini adalah segala-galanya bagi seluruh warga Batak. Danau Toba merupakan sumber sejarah kehidupan, sumber inspirasi, sumber mata pencaharian dan kumpulan berbagai kisah kehidupan dan kenangan bagi masyarakat Batak. Proses budaya Batak yang panjang bisa kita jumpai dalam perkampungan Batak. Dalam perkampungan khas Batak ini dapat kita jumpai patung Panalu Gala atau Ulu Gala, patung tersebut diyakini bisa sebagai pelindung atau penjaga desa, khususnya saat penduduk desa sedang meninggalkan desa untuk bertani. Pada saat-saat tertentu, patung ini diberi Kelea, atau persembahan, dengan demikian artinya patung ini diberi roh, diberikan tugas untuk melindungi desa. Sudah menjadi adat istiadat bagi masyarakat Batak untuk memberikan tempat yang terhormat untuk tamu-tamunya yang dinyatakan dengan selembar kain ulos yang diselempangkan ke pundak si tamu. Inilah tradisi keramah tamahan masyarakat Batak dalam menyambut tamu hingga sekarang. Ulos merupakan kain tenun khas Batak yang berbentuk selendang. Ulos melambangkan kasih sayang antara orang tua dan anak-anak serta sebaliknya, juga antara seseorang dan orang lain.

Upload: sadariyahariningrum

Post on 11-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kebudayaan

TRANSCRIPT

Page 1: ugamo malim

Ugamo Malim : bersemayam di tanah Batak

Jika melihat hamparan peta Bumi, maka kita dengan mudah menemukan Sumatera. Sumatera dianugerahi berbagai peradaban dari suku-suku dimulai dari Aceh, Minangkabau, Nias, Mentawai, Melayu. Salah satu suku yang besar adalah Batak. Diantara suku Batak yang berada disekitar Danau Toba, ada dari mereka yang masih memegang teguh kepercayaannya yaitu Ugamo Malim yang berada di Kabupaten Samosir, Para Malim, begitulah penganutnya disebut. Jika hendak ke pusat bersembahayangan mereka yang terletak di Bale Pasogit, Huta Tinggi maka tujuan pertama adalah kota Medan, kemudian menuju ke Danau Toba. Diperjalanan kita akan menjumpai Danau Toba yang indah. Danau ini adalah segala-galanya bagi seluruh warga Batak. Danau Toba merupakan sumber sejarah kehidupan, sumber inspirasi, sumber mata pencaharian dan kumpulan berbagai kisah kehidupan dan kenangan bagi masyarakat Batak.

Proses budaya Batak yang panjang bisa kita jumpai dalam perkampungan Batak. Dalam perkampungan khas Batak ini dapat kita jumpai patung Panalu Gala atau Ulu Gala, patung tersebut diyakini bisa sebagai pelindung atau penjaga desa, khususnya saat penduduk desa sedang meninggalkan desa untuk bertani. Pada saat-saat tertentu, patung ini diberi Kelea, atau persembahan, dengan demikian artinya patung ini diberi roh, diberikan tugas untuk melindungi desa.

Sudah menjadi adat istiadat bagi masyarakat Batak untuk memberikan tempat yang terhormat untuk tamu-tamunya yang dinyatakan dengan selembar kain ulos yang diselempangkan ke pundak si tamu. Inilah tradisi keramah tamahan masyarakat Batak dalam menyambut tamu hingga sekarang. Ulos merupakan kain tenun khas Batak yang berbentuk selendang. Ulos melambangkan kasih sayang antara orang tua dan anak-anak serta sebaliknya, juga antara seseorang dan orang lain.

Kantor Bupati Toba Samosir sengaja didesain letaknya persis di lereng bukit menghadap Danau Toba. Masyarakat Toba sangat pluralis sekaligus religius, mayoritas dari mereka penganut agama Kristen. Dan warga Toba Samosir dikenal sangat toleran dan mampu hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, seperti dengan Islam, Budha, hingga Parmalim. Masyarakat yang menganut nilai-nilai religi yang tumbuh dan berproses dari nenek moyang suku bangsa Batak yang masih tetap eksis hingga kini.

Jika melihat fisik bangunan rumah ibadah, Parmalim maka terdapat lambing tiga ekor ayam yang berarti partondian atau keimanan. Dalam ajaran Parmalim, ada tiga partondian yaitu Batara Guru, Debata sori, dan Bala Bulan, yang dilambangkan dengan warna putih, merah, hitam. Jadi perlambangnya itu ada umbul-umbul seperti bendera warna putih, merah, hitam yang merupakan lambang kerohaniannya.

Tertib, suatu tindakan yang harus dilakukan dalam Parmalim, seperti yang ada pada acara makan bersama ini yang wajib diawali dan diakhiri dengan doa. Seperti yang diungkapkan Raja Nasiak Bagi yang memberi bekal kepada penganutnya, “Inilah yang kamu makan, makanan yang telah

Page 2: ugamo malim

ku sediakan, seiya sekata-lah kamu untuk kami membagi-baginya, sebab ini ku sediakan agar kelak kamu tidak berkekurangan.”

Kamis, 17 Juli 2008, bertepatan dalam kalender Batak adalah bulan Sipaha Lima, Parmalim yang berpusat di Hutta Tinggi Kabupaten Tapanuli Toba, Samosir akan melaksanakan upacara peribadatan akbar besar yaitu Pamilium Sipaha Lima. Di sini pada saat ini, seluruh warga Parmalim secara serentak melaksanakan upacara peribadatan di Hutta Tinggi. Peribadatan ini adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Mulajadi Nabolon atas berkat yang diterima . Berkat itu bermacam-macam melalui hasil panen melimpah, anak-anak yang tumbuh secara sehata, hasil ternak yang berkembang biak. Ini disyukuri oleh Parmalim. Dan Parmalim melakukan persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itulah inti dari acara Pamilium Sipaha Lima. Di sini dikorbankan hewan pilihan, pada saat itu adalah kerbau. Selain itu, masih banyak lagi pilihan-pilihan hewan lainnya.

Dalam keramah tamahan masyarakat Batak dalam menyambut tamu yaitu dengan memberikan ulos, hal itu juga yang dilakukan oeh Permalim sebagai bagian dari masyarakat Batak. Selain memberi ulos, Permalim juga mengajak tamunya untuk melakukan tari tor-tor, menari bersama sebagai ucapan terima kasih kepada tuhan YME yang telah mempertemukan, menghargai dan saling hormat antar sesama umat manusia.

Permalim yang melakukan ajaran Ugamo Malim mengantarkan persembahannya agung kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkah kehidupan, kesehatan, limpahan hasil pertanian, peternakan dan usaha hasil lainnya. Dalam setiap rangkaian doa yang terdiri dari 10 rangkaian. Pertama, doa untuk Mulajadi Nabolon, Tuhan Pencipta langit dan bumi. Kedua, doa untuk Debata Natolu (Batara Guru, Debata sori, dan Bala Bulan). Ketiga doa untuk Siboru Deak Parujar, yang memberi sumber pengetahuan dan keturunan. Keempat, doa untuk Naga Padoha Niaji, penguasa di dalam tanah. Kelima, doa untuk Saniang Naga Laut, penguasa air dan kesuburan. Keenam, doa untuk Raja Uti yang diutus Tuhan sebagai perantara pertama bagi manusia (Batak). Ketujuh doa untuk Tuhan Simarimbulu Bosi. Kedelapan, doa untuk Raja Naopat Puluh Opat yakni semua nabi yang diutus Tuhan kepada bangsa-bangsa melalui agama-agama tertentu, termasuk Sisingamangaraja yang diutus bagi orang Batak, doa untuk Raja Sisingamangaraja, raja yang pernah bertahta di negeri Bakkara. Dan yang terakhir doa untuk Raja Nasiak Bagi, yang dianggap sebagai penyamaran atau inkarnasi Raja Sisingamangaraja, atau biasa disebut Patuan Raja Malim

Secara teologis, Ugamo Malim menganut paham percaya kepada Tuhan yang Maha Esa karena semua doa tetap ditujukan kepada tetap berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Debata Mulajadi Nabolon. Selesai berdoa, Ikhutan bergerak ke depan altar persembahan. Terakhir, Ikhutan menerima persembahan Gondang Hasalatan sebagai tanda bahwa persembahan telah selesai dilaksanakan. Kepada pimpinan rombongan, Ikhutan menyerahkan pisau halasan sebagai tanda hewan persembahan telah diserahkan kepada mereka untuk diambil dari morotan. Mereka kemudian bersiap untuk merobohkan kerbau persembahan.

Page 3: ugamo malim

Dalam keadaan hidup, hewan kurban tersebut telah dipersembahkan melalui doa-doa ritual. Hewan persembahan yang selesai dimasak, dimasukkan ke Bale para Tonggoan, untuk dipersembahkan kembali dengan dihadiri seluruh warga Parmalim.

Isi kitab Debata Sori adalah pemberi jalan kehidupan dan penghukum manusia yang salah, agar manusia jangan jatuh ke dalam dosa. Tor-tor untuk membuat batin menjadi tentram. Tor-tor bukan sekedar tari. Gondang bukan sekedar musik. Tari dan musik bukan hiburan, melainkan untuk khusyuk menghadap dan berserah diri kepada Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan sang pencipta semesta, Tuhan yang Maha Esa.

Tor-tor merupakan gerak hati, iramanya menyentuh jiwa, mencipta sanubari penuh getar, gemulai penuh curahan, sadar dan hati-hati. Tor-tor adalah persembahan.

Bunyi yang mengiringi berasal dari gondang 7 (tujuh) perangkat. Bunyi gondang yang dipukul, tiada melukai, tiada menyakitkan, tiada rasa menindas, tiada rasa memecah belah, bunyi yang jernih, getar rasa yang terdengar dari gondang amat menghanyutkan dan mengalir ke dalam kalbu, mengusik nurani, menggetarkan naluri. Persembahan penuh kesakralan. Tiada kata-kata yang dinyanyikan, yang hadir hanyalah kata hati, kata-kata dalam hati. Seluruh yang hadir sadar memasuki alam yang lain dalam keheningan. Para Malim menyatu dengan tatap mata hati, dengan sikap yang agung, telapak kiri dan kanan menyatu penuh hormat, penuh kasih, memberi kasih dalam kerendahan hati. Terompet Batak mengalun, terdengar jernih, ada kehadiran sukma memasuki relung-relung yang tetap menyala. Dupa dan bara menyebarkan kepulan asap, melayang memberikan aroma khusyuk, ke arah tujuan sukma. Getar sukma yang menggerakan raga. Raga yang sadar akan sukma. Sukma yang sadar menyatu dalam raga. Sukma yang menangkap bunyi, raga berayun-ayun menari dalam gerak sukma. Menortor, Parmalim beriring satu per satu menghadap altar penuh dengan telea, persembahan tulus ikhlas. Bunyi gondang terus memupus ke seluruh jagat raya. Mengingatkan kembali bait kitab Debata Sori, cerminan Mulajadi Nabolon, Tuhan yang Maha Esa, memberi petunjuk ke manusia, apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat. Para Malim terpukur pada alam yang seimbang, mengalir dalam nurani.

Aturan yang besar dalam ugamo malim adalah sibasada yaitu awalan penanggalan dalam kalender batak, dan saat itulah diperingati kelahiran Tuhan dan itulah yang disebut dengan penebus ajaran Parmalim. Dan setelah kelahiran itu diberikan patit, itulah penuntun dan pencerah hidup. Dalam Patit itu disebutlah aturan yang harus dilaksanakan. Jadi Permalim kalau tidak mkelaksanakan aturan maka tidak akan sah. Jadi Parmalim bukan asal beragama tapi tunduk dan patuh pada aturan agama. Pertama, Mararisantu, setiap sabtu diadakan Peribadatan. Kedua, Martutuaek, kelahiran anak satu bulan setelah anak itu lahir harus didoakan dan disyukuri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, Pasahat Tondi, yaitu apabila seorang warga meninggal dunia, maka wajib selama sebulan itu dipersembahkan dimohonkan kepada Tuhan yang Maha Esa menerima rohnya dan segala dosa-dosanya diampuni. Keempat adalah Mardebata, yaitu niat bagi warga Permalim secara perseorangan untuk memberikan persembahan khusus kepada Mulajadi Nabolon sesuai dengan kemampuannya. Kelima, Mangan Mapaet yaitu setiap akhir

Page 4: ugamo malim

tahun dalam kalender Batak, Parmalim harus introspeksi diri dalam membaca dirinya, dia misalnya sudah banyak membuat dosa, tidak benar-benar mengikuti aturan Tuhan, sehingga dia harus memohon ampun dosanya selama setahun penuh dengan berpuasa selama 24 jam, itu dilakukan secara masal oleh Parmalim setiap akhir tahun di kalender Batak. Jadi selesai akhir tahun itu Sipaha Sade yaitu inilah penyambutan kelahiran Tuhan, penebus umat manusia menurut Parmalim. Dari situlah Parmalim begerak bekerja sehari-hari, dan hasil pekerjaan itu disaring dan dinilai benar atau tidak, apabila banyak melanggar ajaran Ugamo Malim, maka dia harus melakukan pengampunan dosa, lalu baru dia berhak mengantarkan hasil jerih payahnya ke Bale Pasogit.

Seperti yang Anda tahui, Parmalim di tanah Batak banyak, tapi kita otonom, kita melaksanakan ajaran kita, tidak mencampuri Parmalim di sana dan di sini, ya terserah kepada mereka.

Itulah kekuatan batin, semakin kokoh kita mengamalkan ajaran sehari-hari maka semakin kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri, bagi keluarga dan masyarakat.