tuty
DESCRIPTION
dkdjksbfTRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA SERANGAN STROKE PADA PASIEN HYPERTENSI
1. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala, yang akan
berkelanjutan pada organ target, seperti Stroke (untuk otak) (Arif, 2001). Makin tinggi tekanan
darah, maka makin keras jantung harus bekerja untuk tetap memompa melawan hambatan.
Karena beban berlebihan yang diletakannya pada arteri, tekanan darah tinggi dapat mempercepat
pelapukan dan kerusakannya, terutama pada organ-organ yang dituju, yakni otak. Oleh karena
itu, hipertensi yang tidak di obati sering mengakibatkan Stroke yang berbahaya. Stroke yang
fatal mempunyai peluang dua kali lebih besar pada orang yang menderita hipertensi yang tidak
diobati dibandingkan pada mereka yang memiliki tekanan darah normal di usia yang sama.
Beberapa penyebab hipertensi dikarenakan asupan makanan yang tinggi sodium, stress psikilogi,
kegelisahan dan hiperaktivitas. Sekitar 20% dari semua orang dewasa menderita hipertensi dan
menurut statistik angka ini terus meningkat. Sekitar 40% dari semua kematian dibawah usia 65
tahun adalah akibat hipertensi (Wikipedia, 2011).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke
(terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi
pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal
ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain. 2–4 Penderita hipertensi sangat
heterogen, hal ini membuktikan bahwa hipertensi bagaikan mozaik, diderita oleh orang banyak
yang datang dari berbagai sub-kelompok berisiko di dalam masyarakat.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti
neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat eksogen, seperti rokok, nutrisi,
stresor dan lain-lain. 5,9 Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius.
Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan
datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit
jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian
mendadak. Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian
keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan
seumur hidup. 4,6 Di Amerika, data statistik pada tahun 1980 menunjukkan bahwa sekitar 20%
penduduk menderita hipertensi. Sedangkan di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat
penelitian yang bersifat nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi
secara tepat. Banyak penelitian dilakukan secara terpisah dengan metode yang berbeda-beda.
Pada tahun 1997 sebanyak 15 juta penduduk Indonesia mengalami hipertensi tetapi hanya 4%
yang melakukan kontrol rutin. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan
penduduk umur 25 tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita
hipertensi; 0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke. Terdapat 50% penderita tidak
menyadari sebagai penderita, sehingga penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan
menghindari faktor risiko. Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, maka banyak
diabaikan/terabaikan sehingga menjadi ganas (hipertensi maligna) dan 90% hipertensi esensial
dan hanya 10% penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal dan kelainan
pembuluh darah. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan
Hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut
peningkatan usia. Beberapa penyakit tidak menular yang ada tersebut, penyakit kardiovaskular
mempunyai kontribusi cukup besar terhadap tingginya angka kesakitan, kecacatan dan kematian
akibat PTM. 1,8 Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 25,41% (tahun
1980) menjadi 48,53% (tahun 2001). Hipertensi sebagai salah satu pencetus terjadinya penyakit
jantung dan stroke, ikut andil dalam peningkatan proporsi kematian penyakit tidak menular
tertentu seperti proporsi kematian karena penyakit kardiovaskular meningkat dari 9,1% (tahun
1986) menjadi 26,3% (tahun 2001), jantung iskemik dari 2,5% (tahun 1980) menjadi 14,9%
(tahun 2001), dan stroke dari 5,5% (tahun 1986) menjadi 11,5% (tahun 2001).1
2. Definisi Stroke
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu (WHO, 1989).
Sedang definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan
kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit.
Lamsudin, 1998).
Epidemiologi Stroke
Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis
stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia.
Di Oxfordshire, selama tahun 1981 – 1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun)
stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk
dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun keatas
(Lumbantobing, 2001). Sedangkan di Aucland, Seland ia Baru, insiden stroke pada
kelompok usia 55 – 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk dan di Soderhamn,
Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk.
Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di
Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderhamn, Swedia
(Fieschi, et al, 1998).©2003 Digitized by USU digital library 5
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per
100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke
270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens
stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia,
insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita
(Fieschi, et al, 1998).
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan
insidens stroke. Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari
1 Januari 1991 sampai dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1)
angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi
stroke wantia adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per
100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok umur 30 – 50 tahun adalah 27,36
per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 – 70 tahun adalah 142,37 per 100.000
penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk, (4)
proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke
perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin,
1998).
Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh
data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal
Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut :
dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% ,
dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach,
1999).
Di Amerika Serikat, perbandingan stroke antara pria dan wanita yakni 1,2 : 1
serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 : 1 ( Ozer et
al, 1994).
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%)
dari semua penderita yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan
angka kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan
intraserebral (Widjaja, 1999). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi
mortalitas stroke yang tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas
untuk stroke jenis ini sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini.
Kemudian disusul oleh stroke perdarahan subarakhnoidal (46,7%) dan stroke
iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah masing- masing jenis stroke tersebut
(Lamsudin, 1998).
Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO,
1989; Ali, et al, 1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999).
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa (Ali, et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi
tersebut, antara lain : (Misbach, 1999)
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
A. Stroke Iskemik
TIA©2003 Digitized by USU digital library 6 b. Trombosis serebri c . Embolia serebri
B.Stroke Hemoragik
Perdarahan intra serebral b. Perdarahan subarachnoid
Hubungan Stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari
pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam
otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan
yang juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka
pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki
prognosis yang tidak baik. Hipertensi adalah faktor resiko Stroke yang utama disamping
merokok dan riwayat penyakit jantung, sebanyak 70% dari pasien Stroke memiliki Hipertensi
(Arif, 2001). Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini dapat dikatakan sebagai
pengobatan seumur hidup bilamana ingin dihindari terjadinya komplikasi yang tidak baik
(wordpress.com/2011).
Stroke (Cerebrovascular Accident/ CVA) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah
ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf
di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak
negara industri di Eropa. Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang penderita mengalami
kelumpuhan di anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya.
Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak. Istilah ini berpadanan
dengan istilah yang sudah dikenal luas, yaitu "serangan jantung". Stroke terjadi karena cabang
pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol atau udara. Stroke dibagi
menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Sebuah prognosis hasil
sebuah penelitian di Korea menyatakan bahwa, 75,2% stroke iskemik diderita oleh kaum pria
dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
(wikipedia.org/2011).
Hal-hal yang di lakukan untuk pencegahan terjadinya stroke pada pasien hipertensi
Hipertensi diderita oleh lebih dari 65 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan faktor
risiko utama terjadinya infark serebri maupun perdarahan intraserebral. Hubungan antara
tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular adalah ”kontinyu, konsisten, dan tidak
terpengaruh faktor risiko lainnya,” Semakin tinggi tekan¬an darah, semakin besar risiko
terjadinya stroke. Tekanan darah, terutama sistol, meningkat sesuai dengan peningkatan
umur. Sebuah studi di Framingham menemukan bahwa individu dengan normotensi pada
usia 55 tahun memiliki risiko 90% untuk menjadi hipertensi. Lebih dari dua pertiga orang
dengan usia >65 tahun menderita hipertensi.
Selama ini terdapat bukti bahwa lebih dari 30 tahun dengan mengontrol tekanan darah yang
tinggi dapat membantu mencegah stroke sama baiknya dengan pencegahan atau
mengurangi kerusak¬an target organ, termasuk gagal jantung kongestif dan gagal ginjal.
Sebuah meta-analisis dari 18 percobaan random jangka panjang menemukan bahwa baik
terapi dengan -blocker (RR = 0.71; 95% CI 0.59 hingga 0.86) ataupun dengan diuretik
(RR = 0.49; 95% CI 0.39 hingga 0.62) sama efektifnya dalam pencegahan stroke. Secara
keseluruhan, terapi antihipertensi dapat menurunkan insi¬densi stroke 35% hingga 40%.
Pada sebuah penelitian, tidak didapatkan perbedaan yang signifikan dari kejadian stroke di
antara kelompok penderita hiper¬tensi (rata–rata tekanan darah diastole antara 100 dan 115
mmHg) dan yang mempunyai tekanan diastolik rata–rata 85.2, 83.2, atau 81.1 mmHg.
Pedoman penatalaksanaan nasional yang terbaru merekomendasikan penurunan tekanan
darah hingga < 140/90 mmHg (dengan target lebih rendah pada beberapa kelompok,
misalnya individu dengan diabetes; lihat bagian diabetes), dan penelitian masih terus
dilakukan untuk menentukan target terendah yang paling optimal secara umum.
Banyak kategori dari obat antihipertensi, termasuk diuretik thiazid, penghambat konversi
enzim angiotensin (ACEIs), bloker reseptor angiotensin (ARBs),bloker reseptor -
adrenergik, dan bloker kanal kalsium, mampu mengurangi risiko kardiovaskular, termasuk
risiko dari stroke, pada pasien dengan hipertensi. Tekanan darah yang terkontrol dapat
dicapai oleh banyak pasien, tetapi mayoritas membutuhkan kombinasi dengan ≥ 2 agen
antihipertensi.
Keuntungan dari terapi hipertensi sebagai prevensi primer untuk stroke sudah jelas. Pilihan
dari terapi spesifik yang diguna¬kan sangat individual, namun keberhasilan penurunan
tekanan darah umumnya lebih penting daripada obat spesifik mana yang digunakan untuk
mencapai target ini. Hipertensi sering tidak ter¬obati di masyarakat, dan program untuk
meningkatkan pemenuhan akan kebutuhan terapi perlu dikembangkan dan didukung.
Dianjurkan skrining teratur untuk hipertensi (sedikitnya setiap 2 tahun pada mayoritas
orang dewasa dan dengan frekuensi yang lebih sering untuk golongan tertentu dan orang
tua) dan manajemen yang tepat, termasuk perubahan diet, modifikasi gaya hidup, dan terapi
farmakologis seperti yang tercantum dalam JNC 7, sangat dianjurkan. (Chobanian et al,
2003).
Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg, jika
menderita Diabetes Mellitus atau penyakit ginjal kronik dianjurkan tekanan darah < 130/80
mmHg. (PERDOSSI, 2007).
Dan juga ada beberapa hal untuk mencegah terjadinya stroke yaitu :
Tidak mengkonsumsi alcohol
Diet dengan menu yang seimbang
Tidak merokok
Olaraga
Memelihara bobot yang ideal
Penyalahgunaan obat