tujuh gelombang pilkada serentak

3
Tujuh Gelombang Pemilihan Kepala Daerah Pilkada (pemilihan kepala daerah) yang di undang-undang terbarunya (UU No 1 / 2015 serta UU hasil Rapat Paripurna DPR tanggal 17 Pebruari 2015 dan hingga saat ini masih belum bernomor) dikenali sebagai pemilihan gubernur, pemilihan bupati serta pemilihan walikota adalah instrumen utama dalam proses seleksi pejabat publik di level non- nasional. Sedangkan di level nasional instrumennya bernama pemilihan umum. Meski hanya menyebut orang pertama di tiap level daerah tapi di isi undang-undang itu tetap bermakna pemilihan orang pertama dan orang keduanya dalam satu paket. Karena menyebutnya agak panjang, undang-undang itu sendiri menamai proses utama yang dilandasinya dengan istilah ‘pemilihan’. Ini juga untuk menginisialkan perbedaannya dengan ‘pemilihan umum’ anggota DPR, DPD dan DPRD (di sebut juga pemilu, tanpa embel-embel) dan perbedaannya dengan ‘pemilihan umum’ presiden dan wakil presiden (dipendekkan menjadi ppwp atau pilpres). Dalam dua undang-undang tadi instrumen seleksi pejabat yang harus terjadi dalam setiap lima tahun ini akan menjadi wujud/representasi berdenyutnya nadi sebuah kehidupan daerah, dan seterusnya menjadi wujud adanya sebuah negara. Menjadi representasi berdenyutnya daerah yang demokratis, selanjutnya menjadi bagian dari denyut demokrasi se- negara. Itu yang tersebut dalam arah pembangunan politik RI 2005- 2025 pada sisi penataan proses politik. Tentang apakah kedua undang-undang tadi merupakan kunci memasuki pintu tahapan pemantapan pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan titik berat pada prinsip-prinsip toleransi, non diskriminasi dan kemitraan (RPJMN 2015-2019) dari tahapan sebelumnya -yaitu tahap perbaikan peran negara dan masyarakat melalui penguatan kapasitas OMS (organisasi masyarakat sipil) dan Parpol (RPJMN 2010-2014), di dalam siklus konsolidasi demokrasi (2005-2025)? Penulis belum menemukan ulasan evaluatif yang bisa dijadikan pegangan. Kerangka RPJPN – Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, belum pernah menilai hasil pembangunan politik dalam era Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis (SBY-JK) atau era 11 Prioritas Nasional (SBY-BOEDIONO).

Upload: fadjar-riawan

Post on 16-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

telah dimuat di Harian Bhirawa 26 Maret 2014

TRANSCRIPT

Tujuh Gelombang Pemilihan Kepala DaerahPilkada (pemilihan kepala daerah) yang di undang-undang terbarunya (UU No 1 / 2015 serta UU hasil Rapat Paripurna DPR tanggal 17 Pebruari 2015 dan hingga saat ini masih belum bernomor) dikenali sebagai pemilihan gubernur, pemilihan bupati serta pemilihan walikota adalah instrumen utama dalam proses seleksi pejabat publik di level non-nasional. Sedangkan di level nasional instrumennya bernama pemilihan umum. Meski hanya menyebut orang pertama di tiap level daerah tapi di isi undang-undang itu tetap bermakna pemilihan orang pertama dan orang keduanya dalam satu paket.Karena menyebutnya agak panjang, undang-undang itu sendiri menamai proses utama yang dilandasinya dengan istilah pemilihan. Ini juga untuk menginisialkan perbedaannya dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD (di sebut juga pemilu, tanpa embel-embel) dan perbedaannya dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden (dipendekkan menjadi ppwp atau pilpres).

Dalam dua undang-undang tadi instrumen seleksi pejabat yang harus terjadi dalam setiap lima tahun ini akan menjadi wujud/representasi berdenyutnya nadi sebuah kehidupan daerah, dan seterusnya menjadi wujud adanya sebuah negara. Menjadi representasi berdenyutnya daerah yang demokratis, selanjutnya menjadi bagian dari denyut demokrasi se-negara. Itu yang tersebut dalam arah pembangunan politik RI 2005-2025 pada sisi penataan proses politik. Tentang apakah kedua undang-undang tadi merupakan kunci memasuki pintu tahapan pemantapan pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan titik berat pada prinsip-prinsip toleransi, non diskriminasi dan kemitraan (RPJMN 2015-2019) dari tahapan sebelumnya -yaitu tahap perbaikan peran negara dan masyarakat melalui penguatan kapasitas OMS (organisasi masyarakat sipil) dan Parpol (RPJMN 2010-2014), di dalam siklus konsolidasi demokrasi (2005-2025)? Penulis belum menemukan ulasan evaluatif yang bisa dijadikan pegangan. Kerangka RPJPN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, belum pernah menilai hasil pembangunan politik dalam era Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis (SBY-JK) atau era 11 Prioritas Nasional (SBY-BOEDIONO). Atau sebagai penilai secara prespektif terhadap Nawacita-nya JOKOWI-JK.

Namun faktanya, kedua undang-undang tadi menjawab sebagian kritik terhadap pelaksanaan pemilihan paska masa transisi politik 1998-1999 dan setelah masa pemerintahan demokrasi (1999-2004), dimana pemilihannya justru melahirkan sejumlah problem nasional dan lokal. Salah satu jawaban itu adalah rintisan pemilu serentak yang diakomodir dalam tujuh gelombang. Gelombang-gelombang ini hendak mengantar pemilihan dan dua jenis pemilihan umum menjadi pemilihan umum serentak nasional. Mulanya diproyeksikan terjadi pada 2025 untuk sekaligus mengawali RPJPN berikutnya. Tapi setelah tarik ulur sedikit sejak Nopember tahun lalu sampai medio Pebruari kemarin, serentak nasional itu disiapkan mulai 2027. Berikutnya, setiap lima tahun akan dilaksanakan hal yang sama secara teratur.Dua undang-undang itu memandu gelombang-gelombang tadi dengan basis AMJ (akhir masa jabatan) kepala daerah. Semisal Kab. Situbondo, amj-nya adalah 6 September 2015, Kab. Banyuwangi adalah 21 Oktober 2015, atau Kab. Pacitan di tanggal 19 Pebruari 2016. Berbekal daftar amj masing-masing daerah maka gelombang gelombang tersebut diatur oleh revisi Pasal 201 dengan jadwal yang telah ditentukan, yaitu : mulai gelombang 1 di Desember 2015 hingga pada tanggal dan bulan yang sama di Tahun 2027 (gelombang 7).

Jadwal-jadwal tersebut ada yang menyalahi periode tugas kepala daerah, baik salah lebih atau salah kurang. Urusan inipun sudah diantisipasi di pasal-pasal akhir, seperti : Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201 diberi kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode. Juga di pasal lainnya: Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat pejabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan . Bila gelombang-gelombang dalam dua undang-undang berproyeksi hingga tahun segitu, maka bersiaplah menuju ke sana. Termasuk mempersiapkan calon kepala daerah tersebut , karena bisa-bisa saja ia masih akan masuk SMP/Mts tahun ajaran depan, wallaahu alam. ([email protected])..