tugas_kelompok_03_kelompok-9

18
Nomor 1 Peer review adalah suatu penilaian terhadap suatu jurnal yang dilakukan oleh orang yang merupakan ahli di bidang tersebut. Peer review berasal dari kata peer yang berarti rekan sejawat dan review yang berarti telaah kembali, dengan demikian peer review adalah telaah kembali suatu pekerjaan yang dilakukan oleh rekan sejawat ( satu profesi ). Peer review kantor akuntan publik atau auditor merupakan telaah kembali pekerjaan kantor akuntan publik atau auditor oleh kantor akuntan publik atau auditor yang lain. Timbulnya peer review mempunyai tujuan untuk saling mengendalikan pekerjaan yang telah dilakukan, sehingga diharapkan mutu suatu profesi dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Tujuan utama dari adanya peer review adalah untuk menjamin adanya standar yang tinggi dari quality control pada publikasi penelitian. (Robert M. Davison, Gert-Jan de Vreede). Telaah dari rekan auditor (peer review) merupakan mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit (Harjanti, 2002:59) dalam (Elfarini, 2007). Menurut Arens, et al (2005), “peer reviews can beneficial to the profession and individual firms. By helping firms meet quality qontrol standards, the

Upload: detoxaza

Post on 07-Aug-2015

157 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

Nomor 1

Peer review adalah suatu penilaian terhadap suatu jurnal yang dilakukan

oleh orang yang merupakan ahli di bidang tersebut. Peer review berasal dari kata

peer yang berarti rekan sejawat dan review yang berarti telaah kembali, dengan

demikian peer review adalah telaah kembali suatu pekerjaan yang dilakukan

oleh rekan sejawat ( satu profesi ). Peer review kantor akuntan publik atau

auditor merupakan telaah kembali pekerjaan kantor akuntan publik atau auditor

oleh kantor akuntan publik atau auditor yang lain. Timbulnya peer review

mempunyai tujuan untuk saling mengendalikan pekerjaan yang telah dilakukan,

sehingga diharapkan mutu suatu profesi dapat dipertahankan bahkan

ditingkatkan.

Tujuan utama dari adanya peer review adalah untuk menjamin adanya

standar yang tinggi dari quality control pada publikasi penelitian. (Robert M.

Davison, Gert-Jan de Vreede).

Telaah dari rekan auditor (peer review) merupakan mekanisme

monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa

akuntansi dan audit (Harjanti, 2002:59) dalam (Elfarini, 2007).

Menurut Arens, et al (2005), “peer reviews can beneficial to the

profession and individual firms. By helping firms meet quality qontrol

standards, the profession gains from improved practioner performance and

higher-quality audits.” Ini berarti bahwa dengan mematuhi mematuhi standar

pengendalian mutu dan peer review, profesi memperoleh keuntungan dalam

peningkatan kinerja praktisi serta audit yang berkualitas, sehingga dapat

dikatakan bahwa penerapan system pengendalian mutu yang meliputi general

policy, personnel, audit management, inspection, and review akan

mempengaruhi kinerja auditor.

Glover dan Prawitt (2005:418) menyatakan bahwa tujuan atas review

mutu rekan seprofesi adalah untuk memastikan KAP memenuhi standar

pengendalian mutu yang relevan. Review suatu pekerjaan merupakan kegiatan

membandingkan antara pekerjaan yang telah dilakukan dengan standar

professional pekerjaan yang telah disusun bersama kalangan profesi tersebut.

Page 2: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas

menuntut tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan

Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang

sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban

terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Oleh karena itu

pekerjaan akuntan publik dan operasi Kantor Akuntan Publik perlu dimonitor

dan di audit guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan

kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang

dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai

mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas

jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi

klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim

peer review.

Peer review adalah review yang dilakukan oleh auditor terhadap

kepatuhan suatu kantor akuntan public pada sistem pengendalian kualitasnya.

Tujuan dari dilakukannya menurut PSPM no.3 adalah untuk meningkatkan mutu

kinerja anggota IAI dalam perikatan audit, atestasi, akuntansi dan review,

konsultansi. Tujuan program ini dicapai melalui tindakan pendidikan dan

perbaikan, serta tindakan koreksi. Tujuan tersebut digunakan untuk melayani

kepentingan masyarakat umum dan sekaligus untuk meningkatkan arti

pentingnya keanggotaan IAI. Lima elemen pengendalian kualitas yang akan

direview ialah:

1. Independensi, integritas, dan objektivitas

2. Personnel management

3. Penerimaan dan kelanjutan dari klien dan penugasan

4. Kinerja penugasan

5. Monitoring

Peer review penting dilakukan karena dalam perikatan jasa profesional, KAP

bertanggung jawab untuk mematuhi SPAP. Dalam pemenuhan tanggung jawab

tersebut, KAP wajib:

Page 3: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

1. mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan

profesionalnya; bahwa KAP dan para stafnya akan independen

terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Aturan Etika

Kompartemen Akuntan Publik; dan

2. bahwa staf KAP kompeten secara profesional, objektif, dan akan

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama

(due professional care)

sehingga apabila peer review dilakukan secara tepat maka akan menghasilkan

beberapa manfaat, antara lain (Heru Sulistiyo, Peer Review Kantor Akuntan

Publik):

1. Mengembangkan budaya belajar dan saling memberikan advis antar KAP

dan SDMnya.

2. Memotivasi KAP akan selalu memperbaiki perencanaan, prosedur dan

tehnik dalam melaksanakan pekerjaannya.

3. Sebagai media banch maker dan studi banding guna peningkatan kinerja

KAP.

4. Menjamin mutu pekerjaan dilaksanakan secara seksama.

5. Mengembangkan stándar profesional akuntan publik.

6. Melindungi pengguna jasa KAP.

7. Meningkatkan kepercayaan dan performa KAP dalam masyarakat bisnis.

Tipe pengujian peer review menurut PSPM Nomor 3 ada 2 jenis, yakni:

Tipe pengujian yang dilakukan menggunakan On Site Quality Review,

tipe ini dipilih karena KAP yang akan direview diasumsikan memberikan

pelayanan jasa audit atas laporan keuangan tahunan klien.

1. On-Site Quality Review, yakni pengujian mutu atas KAP yang melakukan

audit atas laporan keuangan.

2. Off-Site Quality Review, yakni KAP yang hanya menyediakan jasa

kompilasi dan review

Page 4: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

Nomor 2

Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan

materialitas sebagai berikut: Besarnya suatu penghilang atau salah saji informasi

akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya,

memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan

pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilang atau salah saji

tersebut.

Statement on Auditing Standard (SAS) no 47 menyatakan tentang

materialitas sebagai berikut: kebijakan materialitas dibuat dalam kaitannya

dengan kegiatan sekelilingnya dan melibatkan pertimbangan kualitatif dan

kuantitatif. Tingkat materialitas laporan keuangan suatu entitas tidak akan sama

dengan entitas yang lain, tergantung pada ukuran entitas tersebut (AICPA, 1983:

paragraf 5).

Sedangkan SPAP menjelaskan materialitas adalah besarnya nilai yang

dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang

melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau

pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas

informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.

Dalam menentukan materialitas, auditor harus mempertimbangkan :

1. Ukuran dan karakteristik satuan usaha.

2. Kondisi yang berkaitan dengan perusahaan.

3. Informasi yang diperlukan pihak yang mengandalkan laporan

keuangan.

Suatu jumlah yang material bagi suatu perusahaan tertentu, mungkin

tidak material bagi perusahaan lain yang berbeda ukuran maupun sifatnya.

Selain itu, tingkat materialitas suatu perusahaan dapat berubah dari periode ke

periode.

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama

standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas

mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas

laporan keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit

Page 5: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan

materialitas dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran laporan

keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Materialitas audit menggambarkan jumlah maksimum kemungkinan terdapat

kekeliruan dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut masih

dapat menunjukkan posisi keuangan perusahaan dan hasil operasi perusahaan

berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum (William J, 1987). Dua alasan

mengapa konsep materialitas penting dalam audit (Febriyanti, 2012), yaitu :

1. sebagian pemakai informasi akuntansi tidak dapat memahami informasi

akuntansi dengan mudah, maka pengungkapan data penting harus

dipisahkan dari data yang tidak penting, karena pengungkapan data penting

yang bersamaan dengan data tidak penting cenderung menyesatkan

pemakai laporan keuangan,

2. proses pemeriksaan akuntansi dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat

jaminan (guarantee) yang layak mengenai kewajaran penyajian laporan

keuangan pada suatu waktu tertentu.

Pertimbangan materialitas berpengaruh terhadap pendapat auditor karena

berhubungan dengan tanggung jawab auditor atas pernyataan kewajaran

penyajian laporan keuangan yang diperiksanya. Dengan memperhatikan sifat

audit yang memberikan keyakinan (assurance) atas kewajaran penyajian laporan

keuangan, maka akan timbul risiko tidak ditemukannya hal-hal yang material.

Risiko audit merupakan risiko yang terjadi karena auditor tanpa sengaja tidak

memodifikasi pendapatnya secara tepat terhadap laporan keuangan yang

mengandung salah saji material (SPAP 2001, SA seksi 312.02). Risiko audit

diperhitungkan dalam audit karena dalam hal bukti audit yang diperoleh, auditor

hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai, bukan mutlak bahwa salah

saji material terdeteksi. Semakin yakin auditor akan pendapat yang diberikannya

maka semakin rendah risiko audit yang bersedia ditanggungnya.

Page 6: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

Metode untuk melakukan penilaian materialitas

Materialitas terutama berhubungan dengan standar auditing pekerjaan lapangan

dan standar pelaporan. SA seksi 312 mengenai Risiko dan Materialitas Audit

Dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan Auditor menentukan materialitas

dalam: (1) perencanaan audit dan merancang prosedur audit, dan (2)

mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Dalam perencanaan audit, auditor melakukan pertimbangan awal terhadap

materialitas. Pertimbangan tersebut terdiri dari dua tingkatan,

1. pertimbangan pada tingkat laporan keuangan,

Pada tingkat laporan keuangan materialitas dihitung sebagai keseluruhan

salah saji minimum yang dianggap penting atau material atas salah satu

laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan pada

dasarnya adalah saling terkait satu sama lain dan sama halnya dengan

prosedur audit yang dapat berkaitan dengan lebih dari satu laporan

keuangan.

Pada saat ini belum ada pedoman resmi yang berasal dari standard

akuntansi mapun standard auditing terkait pengukuran meterialitas secara

kuantitatif, berikut merupakan gambaran mengenai beberapa pedoman

yang di gunakan dalam praktik:

5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba

yang lebih kecil, 5% untuk laba yang lebih besar)

½% hinga 1% dari total aktiva

1% dari ekuitas

½% hingga 1% pendapatan kotor

Suatu persentase variable berdasarkan mana yang lebih besar

antara total aktiva atau total pendapatan

2. pertimbangan pada tingkat saldo akun.

Pada tingkat saldo akun, materialitas merupakan salah saji terkecil yang

mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang material. Dalam

mempertimbangkan materialitas pada tingkat ini auditor harus juga

Page 7: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

mempertimbangkan dengan materialitas pada tingkat laporan keuangan

karena salah saji yang mungkin tidak material secara individu dapat

bersifat material terhadap laporan keuangan bila digabungkan dengan

saldo akun yang lain .

Nomor 3

Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab

utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya

pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan

bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit, dan risiko audit. Berikut

ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut

Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :

1. Kegagalan bisnis : kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidakmampu

membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para

investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi,

keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga

dalam industri itu.

2. Kegagalan audit :kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan

pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-

persyaratan standar auditing yang berlaku umum.

3. Risiko audit :adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan

keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam

kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.

Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar

profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi

oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus

bertanggung jawab.

Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari

kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi

ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).

Page 8: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

1. Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik,

ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat

(reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang

berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur

standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan

mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik

bertindak.

2. Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik

mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal

yang harus dipenuhi.

3. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence)

dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang

dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik

dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik

dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit,

pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-

benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat

diminta pertanggung jawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang

menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah

(Loebbecke dan Arens,1999,h.786):

1. meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung

jawab akuntan public

2. meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal

sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan

investor

3. bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan

lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi,

dsb

Page 9: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

4. kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum

diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

Kewajiban Hukum Bagi Auditor

Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum

dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti

kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini

sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang

digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan

Shinneke,2003,h.69).Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila

adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut

Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul

Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah

seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini :

No Kewajiban Hukum Uraian

1 Kewajiban kepada klien

(Liabilities to Client)

Kewajiban akuntan publik terhadap klien

karena kegagalan untuk melaksanakan tugas

audit sesuai waktu yang disepakati,

pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal

menemui kesalahan, dan pelanggaran

kerahasiaan oleh akuntan public

2 Kewajiban kepada pihak

ketiga menurut Common

Law (Liabilities to Third

party)

Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga

jika terjadi kerugian pada pihak penggugat

karena mengandalkan laporan keuangan yang

menyesatkan

3 Kewajiban Perdata

menurut hukum sekuritas

federal (Liabilities under

securities laws)

Kewajiban hukum yang diatur menurut

sekuritas federal dengan standar yang ketat.

4 Kewajiban kriminal Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat

Page 10: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

(Crime Liabilities) kemungkinan akuntan publik disalahkan karena

tindakan kriminal menurut undang-undang.

Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara

eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada

seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar

Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau

Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan

kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).

Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat

dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan

main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat

menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang

tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila

sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional

terhadap akuntan publik.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang

akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga

jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor,

maka akuntan publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai

bentuk kewajiban hukum auditor

Meminimalkan Risiko Litigasi Bagi Akuntan Publik:

1. menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa professional. Sesuai

dengan SPAP standar umum dan kode etik peraturan 102.

2. melakukan investigasi yang menyeluruh atas klien prospektif. Sesuai

dengan SPAP standar pekerjaan lapangan

3. lebih menekankan mutu jasa daripada pertumbuhan

4. mematuhi sepenuhnya ketentuan professional

5. mengakui keterbatasan ketentuan profesional.

Page 11: Tugas_Kelompok_03_Kelompok-9

6. menetapkan dan menjaga standar yang tinggi atas pengendalian mutu.

Sesuai dengan SPAP standar umum.

7. memperhatikan tindak pencegahan dalam perikatan tentang keterlibatan

klien dalam kesulitan keuangan.

8. mewaspadai resiko audit.

9. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas

10. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi

dengan pantas

11. Mempertahankan independensi

12. Memahami usaha klien

13. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai

14. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan

15. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia

16. Perlunya asuransi yang memadai; dan Mencari bantuan hukum

Sumber:

1. Febrianty. Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Pertimbangan

Tingkat Materialitas Audit Atas laporan Keuangan. Jurnal Ekonomi Dan

Informasi Akuntansi (JENIUS). Vol 2, No.2. 2012

2. Sulistyo, Heru. Peer Review Kantor Akuntan Publik.

3. Iqbal A, M. Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Pada Kantor Akuntan

Publik Non-Afiliasi Di Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 2 No.7.

2008

4. Standar Professional Akuntan Publik (SPAP)

5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

6. Kode Etik Kompartemen Akuntan Publik Indonesia-IAI

7. Sarbannes Oxley Act

8. Berbagai Peraturan Menteri Keuangan dan Ketua Bapepam

9. http://bambangbima.blogspot.com/2009/12/kewajiban-hukum-auditor.html

10. http://d2bnuhatama.blogspot.com/2012/06/materialitas-audit.html