tugas1_rizki sahputra
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
DEPARTEMEN PEDIDIKAN NASIONALJURUSAN TEKNIK SIPIL S1FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS RIAUKampus Bina Widya, KM. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru
STRUKTUR BAJA 1SIFAT SIFAT BAJATEKNIK SIPIL – UNIVERSITAS RIAU
DISUSUN OLEH :
RIZKI SAHPUTRA (1207113604)KELAS A
MARET 2016
A. Macam-Macam Baja
(Salmon, Johnson, & Malhas, 2008) pada bukunya yang berjudul Steel
Structures Design and Behaviour menjelaskan bahwa ada tiga macam jenis baja,
yaitu :
1. Baja karbon
Sebutan baja karbon berlaku untuk baja yang mengandung unsur
bukan besi dengan persentase maksimum sebagai berikut : karbon 1,7% ;
mangan 1,65% ; silikon 0,6% ; dan tembaga 0,6%. Baja ini terbagi lagi
atas 4 kategori yaitu :
a. Karbon rendah ( < 0,15% )
b. Karbon lunak ( 0,15% hingga 0,29% )
c. Karbon sedang ( 0,3% hingga 0,59% )
d. Karbon tinggi ( 0,6% hingga 1,7% )
Penambahan persentase karbon pada baja akan menaikkan tegangan leleh
tetapi mengurangi daktilitas, sehingga lebih sulit dilas. Pengelasan yang
ekonomis dan memadai umumnya dapat dicapai bila kandungan karbon
<0,30% . Oleh karenanya, beberapa tahun terakhir kandungan karbon
berbagai baja dibatasi agar kemampuan dilasnya lebih baik. Contoh dari
baja karbon ini yaitu baja A36 dan baja BJ37 ( Tegangan leleh BJ37
masuk dalam range baja A36, sehingga A36 ≈ BJ37 )
2. Baja Paduan Rendah Kekuatan Tinggi (High Strength Low-Alloy Steels)
Kategori ini meliputi baja yang tegangan lelehnya berkisar antara
40 dan 70 ksi (275 dan 480 MPa). Baja ini diperoleh dari baja karbon
dengan menambah unsur paduan seperti chrom, columbium, tembaga,
mangan, molybdenum, nikel, fosfor, vanadium dan zirconium agar
beberapa sifat mekanisnya lebih baik. Jika baja karbon mendapatkan
kekuatan dengan menaikkan kandungan karbon, unsur paduan menaikkan
kekuatan baja dengan memperhalus mikrostruktur yang terjadi selama
pendinginan baja.
3. Baja Paduan ( Alloy Steels )
Baja paduan rendah dapat didinginkan dalam air dan dipanasi
kembail untuk memperoleh kekuatan leleh sebesar 80 sampai 110 ksi (550
sampai 760 MPa). Kekuatan lelehnya biasanya didefinisikan sebagai
tegangan pada regangan tetap 0,2%, karena baja ini tidak menunjukkan
titik leleh yang jelas.
Berikut kurva tegangan-regangan yang umum dipakai untuk ketiga jenis
baja diatas :
Gambar 1. Kurva tegangan-regangan yang umum (Salmon, Johnson, &
Malhas, 2008)
B. Kurva Tegangan Regangan
Pada bagian ini akan dibahas tentang kurva tegangan-regangan dari A36
yang tipikal dengan BJ37
Gambar 2. Typical Stress Strain Curve A36 (Oentoeng, 1999)
Gambar 3. Stress-strain curves daerah yang diarsir pada gambar 2 (Oentoeng,
1999)
Kurva pada gambar 2 menjelaskan tentang diagram tegangan-
regangan dari batang yang ditarik aksial. Dalam kurva tegangan regangan
ini batang tarik diberi beban terus menerus hingga batang patah. Awalnya
batang ditarik terus sampai mencapai yield point (titik leleh) dengan
tegangan leleh untuk A36 adalah 36 ksi. Setelah mencapai titik leleh,
tegangan tidak berubah besarnya, tetapi regangannya bertambah mencapai
εst = 0,014 (Strain hardening / penguatan regangan ). Tegangan 0-36 ksi
merupakan garis lurus dengan slope yaitu :
E= stressstrain
=konstan=2.900 ksi 2.050.000 kg /cm2
Nilai E merupakai nilai modulus elastisitas (Young’s Modulus).
Umumnya semua mutu baja mempunyai E yang sama. Selama tegangan
yang terjadi belum mencapai Fy = 36 ksi bila beban dilepas, batang akan
kembali seperti semula (panjang batang tidak berubah, tidak ada residual
strain), tidak ada pertambahan panjang yang menetap (sesuai Hukum
Hooke). Ini berarti bahwa batang dalam keadaan elastis. Daerah antara
regangan = 0 dan regangan maksimal (max elastic range) seperti terlihat
pada gambar 3 merupakan daerah elastis (Elastic range).
Setelah mencapai tegangan = 36 ksi, tegangannya akan tetap tidak
berubah, tetapi regangannya bertambah sampai mencapai εst = 0,014.
Daerah ini disebut daerah plastis (plastic range). Disini terjadi modulus
penguatan regangan (strain hardening modulus) yaitu sebesar Est = tg β =
900 ksi.
Naiknya tegangan dan regangan kemudian tidak lagi berbanding
lurus, melainkan merupakan lengkungan hingga mencapai tegangan
ultimate (ultimate tensile strength). Disini batang masih belum patah
karena batang tersebut masih mempunyai kemampuan ulur. Batang baru
akan patah setelah mencapai ε = 0,35. Daerah melebihi εst = 0,014 disebut
strain hardening range.
C. Daktilitas (Ductility)
Daktilitas didefinisikan sebagai banyaknya regangan tetap
(permanent strain). Untuk baja A36 misalnya, mempunyai daktilitas
sebanyak regangan sampai batang patah. Daktilitas sangat penting, karena
ia mengizinkan konsentrasi tegangan (locally high stress) untuk
didistribusikan. Prosedur perencanaan selalu didasarkan atas ultimate
strength behaviour yang membutuhkan kesatuan daktilitas yang besar,
terutama untuk memperbaiki tegangan-tegangan dekat lubang atau
perubahan mendadak pada bentuk batang seperti untuk perencanaan
sambungan. (Oentoeng, 1999)
D. Keliatan (Toughness) dan Kekenyalan (Resilience)
Keliatan dan kekenyalan adalah ukuran dari kemampuan baja
untuk menyerap energi mekanis. Untuk tegangan uniaxial (satu sumbu),
besaran ini dapat diperoleh dari kurva uji tarik (gambar 2).
(a) (b)
Gambar 4. Kurva (a) kekenyalan (resilience) dan (b) keliatan (toughness)
(Oentoeng, 1999)
Kekenyalan menunjukkan tenaga penyerap elastis (elastic energy
absorption) dari bahan. Kadang-kadang ditunjukkan sebagai modulus of
resilience. Kekenyalan atau resilience adalah banyaknya elastic energy
yang dapat diserap oleh satu satuan volume dari bahan yang dibebani
tarikan (Oentoeng, 1999). Pada gambar 4(a) yaitu luas daerah tegangan-
regangan diagram sampai tegangan leleh.
Keliatan menunjukkan total energi kedua elastis dan inelastis, yang
dapat diserap oleh satu satuan volume dari bahan sebelum kehancurannya
(Oentoeng, 1999). Pada gambar 4(b) dapat dilihat yaitu luas daerah
dibawah kurva tegangan-regangan melebihi fracture point dimana diagram
berhenti.
E. Poisson’s Ratio
Jika tegangan dipakai dalam satu arah, regangan yang disebabkan
tidak hanya dalam satu arah tegangan saja yang dipakai tetapi juga yang
terjadi pada dua arah yang lain, yaitu tegak lurus arahnya.
Harga μ yang biasa dipakai ialah yang diperoleh dari uniaxial
stress condition, dimana merupakan rasio antara regangan yang tegak
lurus dan regangan yang searah beban. Untuk baja konstruksi, nilai
Poisson’s Ratio = 0,3 dalam batas elastis, dan 0,5 dalam batas plastis.
F. Modulus Elastisitas dan Modulus Geser
Pembebanan dalam geser murni menghasilkan kurva tegangan
regangan dengan bagian lurus yang kemiringannya menunjukkan modulus
elastisitasnya.
Jika nilai Poisson’s Ratio μ dan modulus elastisitas E diketahui
maka nilai modulus geser G dibatasi theory of elasticity sebagai berikut :
G= E2(1+μ)
Dimana nilai modulus elatisitas menurut SNI 03-1729-2002 yaitu
sebesar 200.000 MPa dan nilai modulus gesernya yaitu 80.000 MPa.
DAFTAR PUSTAKA
Oentoeng. (1999). Konstruksi Baja. Yogyakarta: ANDI yogyakarta.
Salmon, C. G., Johnson, J. E., & Malhas, F. A. (2008). Steel Structures Design
and Behaviour . New Jersey: Pearson Prentice Hall.
SNI 03-1729-2002. (2002).