tugas v (konsekuensi penggunaan asas diskresi)

Upload: rere

Post on 14-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Politik Hukum MH

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangPrinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam negara hukum modern, tugas dan wewenang pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurzorg).[footnoteRef:1] Tugas dan wewenang pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. [1: Bega Ragawino, Hukum Administrasi negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran, Bandung, 2006, hlm.36]

Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai public service, dan menjalankan wewenangnya pemerintah atau alat administrasi negara dapat melakukan berbagai macam perbuatan sebagai instrumen. Kemudian dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh alat administrasi negara berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum perdata tidak tergolong dalam hukum administrasi negara.Pendayagunaan kekuasaan diskresi (freis ermessen) dalam penyelenggaraan pemerintahan sudah menjadi notoir feit. Kekuasaan diskresi merupakan konsep yang kontroversial. Sumber kontroversi tersebut adalah adanya inisiatif sendiri dari pemegang kekuasaan dalam hal ini pemerintah untuk mencapai tujuan negara. Penggunaan kekuasaan diskresi berpotensi menabrak asas the rule of law mengingat diskresi mempunyai sifat bawaan kekuasaan yang dijalankan tanpa ada peraturan perundang-undangan atau tidak menunggu adanya peraturan perundang-undangannya terlebih dahulu.[footnoteRef:2] Memang senyatanya dalam praktik, penggunaan kekuasaan diskresi berpotensi menimbulkan dampak negatif merugikan warga negara atau akan berbenturan dengan kepentingan dan hak warga negara. [2: Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2008, hlm. 52]

Di Indonesia freies ermessen muncul bersamaan dengan pemberian tugas kepada pemerintah untuk merealisir tujuan negara seperti yang tercantum dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena tugas utama pemerintah dalam konsep welfare state itu memberikan pelayanan bagi warga negara, maka muncul prinsip Pemerintah tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya[footnoteRef:3] [3: Hartono hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2011, hlm.75]

Secara konseptual, latar belakang munculnya tuntutan kebutuhan atas diskresi, baik pada ranah pemerintahan maupun yudisial adalah sama. Sebuah tindakan harus dilakukan meskipun dalam situasi rules-nya membisu, tidak menyediakan suatu preskripsi (lacunae), atau sekurang-kurangnyanya tidak jelas atau kabur.Dengan demikian pemerintah dituntut untuk bertindak menyelesaikan segala aspek atau persoalan yang menyangkut kehidupan warga negaranya, walaupun belum ada dasar aturan yang mengaturnya. Atas dasar ini maka pemerintah diberikan kebebasan untuk dapat melakukan atau bertindak dengan suatu inisiatif sendiri untuk menyelesaikan segal persoalan atau permasalahan guna kepentingan umum.

A. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:1. Pengertian dari Asas Diskresi?2. Konsekuensi Yuridis yang Muncul Sehubungan Dengan Lahirnya Produk Hukum yang Mendasarkan Asas Diskresi?

BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian DiskresiSebelum membahas lebih jauh mengenai diskresi, terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan diskresi itu sendiri. Asas diskresi dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah discretion atau discretion power, di Indonesia lebih populer dikenal dengan istilah diskresi yang diterjemahkan kebebasan bertindak atau keputusan yang diambil atas dasar penilaian sendiri. Secara etimologis, istilah Freies Ermessen berasal dari bahasa jerman, frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, merdeka. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat dan merdeka. Sedangkan Ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, memperkirakan. Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu.[footnoteRef:4] [4: Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm 133]

Adapun secara istilah, berikut ini penulis kutipkan beberapa pendapat:1. Yan Pramadya Puspa dalam Kamus Hukum, menyatakan discretionair (Bel) berarti kebijaksanaan; memutuskan sesuatu tidak berdasarkan ketentuan-ketentaun peraturan, undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan.[footnoteRef:5] [5: Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2004, hlm.84]

2. Indarti Erlyn mendefinisikan diskresi sebagai kemerdekaan dan atau otoritas atau kewenangan untuk membuat keputusan serta kemudian mengambil tindakan yang dianggap tepat atau sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, yang dilakukan secara bijaksana dan dengan memperhatikan segala pertimbangan maupun pilihan yang memungkinkan.[footnoteRef:6] [6: Erlyn Indarti, Diskresi Polisi, Badan Penerbit Undip, Semarang, 2010, hlm.120]

3. Prajudi Admosudirjo menyatakan diskresi adalah suatu kebebasan bertindak atau mengambil keputusan menurut pendapat sendiri.[footnoteRef:7] [7: Sadjijono, op.cit, hlm.64]

4. Nata Saputra memaknai diskresi adalah suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum.[footnoteRef:8] [8: Ibid, hlm. 65]

Dilihat dari beberapa pengertian freies ermessen diatas, dapat disimpulkan secara khusus, bahwa freies ermessen atau diskresi (discretion) adalah suatu wewenang untuk bertindak atau tindak bertindak atas dasar penilainnya sendiri dalam menjalankan kewajiban hukum. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan atas dasar penilaian dan pertimbangannya sendiri, maka tepat dan tidaknya penilaian sangat dipengaruhi oleh moralitas pengambil tindakan.Timbulnya penilaian yang diyakini untuk bertindak bagi setiap pejabat pemerintahan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang konkrit yang mengharuskan untuk bertindak. Namun demikian penilaian yang diyakini setiap individu sangatlah berbeda-beda tergantung dari pengalaman, pengetahuan, kecerdasan dan moralitas masing-masing. Berkait dengan hal tersebut setiap pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang freies Ermessen tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa alasan yang rasional dan logis, akan tetapi selektif dan proporsional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Wewenang untuk bertindak berdasarkan penilaiannya sendiri tersebut dalam rangka menjalankan kewajiban hukum dan kewajiban tugas, maka di dalam melakukan tindakan hukum wajib berpegang pada norma hukum maupun moral. Norma moral berkaitan dengan tindakan tersebut berdasarkan hati nuraninya, sedangkan norma hukum karena wewenang tersebut dijalankan atas dasar undang-undang (rechtmatigheid), sehingga dalam menilai suatu situasi konkrit diperlukan persyaratan-persyaratan bagi setiap aparat pemerintahan.[footnoteRef:9] [9: Tri Widodo W.Utomo, Etika dan Hukum Administrasi Publik, Lembaga Administrasi Perwakilan Jawa Barat, 2000, hlm.45]

Meskipun pemberian wewenang freies Ermessen kepada pemerintah merupakan konsekuensi logis dari konsepsi Negara kesejahteraan (walfare state), namun demikian dalam Negara hukum wewenang bebas bertindak tersebut tidak dapat digunakan tanpa batas dan tidak bisa hanya pendekatan kekuasaan saja, akan tetapi harus ada pembatasan-pembatasan tertentu. Pembatasan-pembatasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:[footnoteRef:10] [10: Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.27-28]

a.Tidak boleh bertentangan dengan system hukum yang berlaku (kaidah hukum positif)b. Hanya ditujukan untuk kepentingan umum.

B. Pembentukan Produk Hukum melalui Asas DiskresiUntuk membentuk suatu peraturan atau produk hukum melalui asas diskresi harus dibentuk dengan cara sebagai berikut:[footnoteRef:11] [11: Eny Kusdarini, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang baik, UNY Press, Yogyakarta, 2011, hlm.85]

a. Isi pengaturan dalam keputusan diskresi merupakan perbuatan hukum dari pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu:1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam rangka negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.2. Asas keseimbangan adalah penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai3. Asas kesamaan4. Asas bertindak cermat5. Asas motivasi6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan7. Asas permainan yang layak8. Asas Keadilan atau kewajaran9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar10. Asas meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal11. Asas perlindungan pandangan hidup pribadi12. Asas kebijaksanaan13. Asas pelaksanaan kepentingan umumb. Isi pengaturan perbuatan hukum diskresi meliputi:1. Kepastian hukum2. Keseimbangan3. Kecermatan atau kehati-hatian4. Ketajaman dalam menentukan sasaran5. Kebijakan6. Gotong royongMenurut Prof.Muchsan, asas diskresi berlandaskan pada 2 (dua) hal:1. Landasan yuridis2. KebijakanKebijakan disini menjadi duai kategori, pertama kebijakan yang bersifat mutlak (absolut) dan yang kedua yaitu kebijakan yang bersifat tidak mutlak (relatif). Hal ini dapat terjadi karena hukumnya tidak jelas.Berikut ini penulis memberikan contoh diskresi positif yang dilakukan oleh aparat pemerintah: Seseorang tidak ditilang oleh polisi meski melanggar lampu merah serta batas kecepatan karena sedang dalam situasi darurat mengantarkan seorang ibu yang hendak melahirkan.Extraordinary freies ermessen dapat dilakukan sepanjang memenuhi kriteria berikut:[footnoteRef:12] [12: Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2004, hlm.91]

1. Adanya kondisi darurat yang nyata sangat akut dan tiba-tiba2. Ketiadaan pilihan lain kecuali melakukan suatu tindakan yang berpotensi melanggar hukum3. Kerugian yang ditimbulkan akibat dilakukannya tindakan tersebut sengat kecil dibandingkan dengan tujuan atau maksud dilakukannya tindakan tersebut.4. Tindakan tersebut hanya untuk hal yang bersifat kepentingan umum yang harus segera dilindungi dan pihak yang dirugikan juga dalam jumlah yang sangat sedikit.5. Adanya kompensasiKriteria diatas bersifat integral dan komulatif artinya merupakan syarat yang menyatu dan harus dipenuhi semuanya untuk dapat dilakukan tindakan yang melanggar hukum, sehingga apabila salah satu saja syarat diatas tidak dipenuhi, maka tindakan tersebut tetap merupakan tindakan yang murni perbuatan melanggar hukum beserta dengan segala akibat-akibatnya.C. Konsekuensi Yuridis Terhadap Suatu Produk Hukum Yang Lahir Mendasarkan Asas DiskresiTerhadap diskresi perlu ditetapkan adanya batas toleransi, hal ini diperlukan agar tidak kewenangan yang kebablasan. Batasan toleransi dari diskresi ini dapat disimpulkan dari pemahaman yang diberikan oleh Sjahran Basah yaitu adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannta untuk itu, tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.Jika kita berbicara mengenai pertanggungjawaban, maka diskresi akan terkait dengan permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi, maka subyek yang berwenang untuk membuat suatu diskresi adalah administrasi negara dalam pengertian sempit, yaitu eksekutif argumentum yang dikedepankan sehubungan dengan hal ini adalah bahwa eksekutif lah yang lebih banyak bersentuhan dengan masalah pelayanan publik oleh karena itu diskresi hanya ada di lingkungan pemerintahan (eksekutif).[footnoteRef:13] Bentuk-bentuk sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK), surat penetapan, dan lain-lain. [13: Irfan Fachurddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Negara Terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004, hlm.49]

Menurut Prof.Muchsan, pelaksanaan diskresi oleh aparat pemerintah (eksekutif) dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:[footnoteRef:14] [14: Prof. Muchsan, Catatan Materi Perkuliahan Politik Hukum, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2014]

1. Apabila terjadi kekosongan hukumIndonesia termasuk negara baru berkembang dan pada umumnya negara yang baru berkembang ketinggalan dalam pergerakan pembangunan hukumnya dibandingkan dengan gerak kehidupan masyarakat. Sehingga ada aspek yang belum diatur oleh hukum, sedangkan untuk melakukan perubahan hukum ataupun pembuatan hukum baru membutuhkan waktu lama dan biaya yang besar. Oleh sebab itu hukum tertinggal dari pergerakan kehidupan masyarakat.2. Apabila terjadi kebebasan penafsiranProduk hukum apapun bentuknya, informasi atau adanya tafsir dimuat dalam bagian penjelasan. Tetapi seringnya dalam suatu produk memiliki pasal yang jumlahnya banyak tetapi hampir semuanya menuliskan cukup jelas. Sehingga disinilah kebebasan penafsiran boleh dilakukan karena dalam produk hukumnya tidak menjelaskan (tidak diberikan penjelasan yang pasti).3. Apabila ada delegasi peraturan perundang-undanganSebenarnya merupakan kewenangan dari peraturan perundang-undangan tetapi dilimpahkan atau di delegasikan kepada pelaksananya (sengaja oleh perundang-undangan).4. Apabila pemenuhan kepentingan umumKepentingan umum dalam politik yaitu menghalalkan segala cara sedangkan kepentingan umum dalam hukum yaitu membenarkan segala cara.Kepentingan umum begitu penting karena berhubungan kewenangan alat negara sehingga rawan penyalahgunaan dan kesewenangan. Anehnya pengertian kewenangan umum dalam suatu bentuk hukum belum dibuat sampai sekarang, sehingga tidak ada pengaturan pengertian kepentingan umum.Keempat hal ini bersifat alternatif, dengan keempat hal ini alat negara dapat menyingkirkan peraturan perundang-undangan dan memakai asas diskresi.Selain itu terdapat beberapa alasan terjadinya diskresi yaitu:[footnoteRef:15] [15: Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo, Jakarta, 2006, hlm.88]

1. Mendesak dan alasannya mendasar serta dibenarkan motif perbuatannya;2. Peraturan perundang-undangan yang dilanggar dalam menetapkan kebijaksanaan diskresi, khusus untuk kepentingan umum, bencana alam dan keadaan darurat, yang penetapannya dipertanggungjawabkan secara hukum;3. Untuk lebih cepat, efisien, dan efektif dalam mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Undang-undang, penyelenggaraan pemerintahan Negaram dan untuk keadilan serta kesejahteraan masyarakat.Dalam rancangan Undang-undang, diskresi juga disebutkan poin-poin apa saja yang membatasi diskresi berikut poin-poin tersebut:1. Hak yang dimiliki seorang pejabat yang memiliki kewenangan delegasi diatur dalam pertaura perundang-undangan dan ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan seseorang pejabat;2. Untuk mengatasi suatu kasus dan permasalahan umum atau bencana alam, atau Negara dalam keadaan darurat3. Karena konstitusi dan Undang-undang yang berlaku belum jelas atau belum mengaturDalam Rancangan Undang-undang Administrasi Publik terutama dalam Pasal 25 menyatakan bahwa:[footnoteRef:16] [16: Rancangan Undang-undang Administrasi Publik Pasal 25]

(1). Jika seorang Pejabat Administrasi Pemerintahan harus menggunakan diskresi dalam pembuatan suatu keputusan Administrasi Pemerintahan, pejabat yang bersangkutan wajib memperhatikan tujuan pemberian diskresi, batas-bats hukum yang berlaku serta kepentingan umum;(2). Batas-batas hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:a. Tidak bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusiab. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undanganc. Wajib menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baikd. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaanAsas diskresi sah apabila dilakukan dalam pembuatan produk hukum apabila, batas-batas bagi seorang pejabat Administrasi Pemerintahan yang menggunakan diskresi dalam pembuatan suatu keputusan administrasi pemerintahan, wajib memperhatikan:1. Tujuan dari pemberian diskresi2. Dasar hukum yang berlaku3. Kepentingan umum4. Negara dalam keadaan darurat, bencana alam,5. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baikPerlu diperhatikan bahwa dalam diskresi terdapat batas prosedural murni yang meliputi:[footnoteRef:17] [17: W.Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm.90]

a. Tidak ada kepentingan antara pejabat dengan produk diskresib. Adanya persetujuan dari masyarakat, jika diskresi akan merugikanc. Didasarkan pertimbangan dan perbuatan hukum pejabat administrasi pemerintahan berdasarkan fakta yang benar.

D. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Asas Diskresi Dalam Pelaksanaan Fungsi PemerintahKewenangan freies ermessen sebagai penyelenggara pemerintahan bukanlah sebagai kekuasaan tidak terbatas, akan tetapi tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan, hukum tertulis berupa asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Oleh karena itu penggunaan wewenang tindakan bebas dilakukan dengan syarat:[footnoteRef:18] [18: Irfan Fachurddin, op.cit, hlm.55]

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukumb. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukanc. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkup jabatannyad. Pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa, dane. Menghormati hak asasi manusiaAda beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan prinsip Freies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu diantaranya:[footnoteRef:19] [19: Ibid]

a. Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemeirntah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekalib. Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinamis seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.c. Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas.Namun begitu, disisi lain kebebasan bertindak oleh aparatur pemerintahan yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception). Memang harus diakui apabila tidak digunakan secara cermat dan hati-hati maka penerapan asas freies ermessen ini rawan menjadi konflik struktural yang berkepanjangan antara penguasa dan masyarakat.Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak di antisipasi secara baik yakni diantaranya:[footnoteRef:20] [20: Ibid, hlm.57]

a. Sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak populer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenangb. Sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat jumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontrproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnyac. Aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakatd. Aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat dan terkahir adalah terjadi krisis kepercyaan publik terhadap penguasa dan menurunnya wibawa pemerintah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat.

KONSEKUENSI YURIDIS YANG MUNCUL SEHUBUNGAN DENGAN LAHIRNYA PRODUK HUKUM YANG MENDASARKAN ASAS DISKRESI(Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum)

Oleh:BAMBANG TRI WAHYUDINo. Mahasiswa: 14/371443/PHK/8206

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTAMAGISTER HUKUM2014

DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN........... 1A. Latar Belakang .........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah .........................................................................................................2BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3A. Pengertian Diskresi ........................................................................................................3B. Pembentukan Produk Hukum melalui Asas Diskresi .....................................................5C. Konsekuensi Yuridis Terhadap Suatu Produk Hukum Yang Lahir Mendasarkan Asas Diskresi ...........................................................................................................................7D. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Asas Diskresi Dalam Pelaksanaan Fungsi Pemerintah ................................................................................................................... 10BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 13A. Kesimpulan .................................................................................................................. 13B. Saran ............................................................................................................................ 13DAFTAR PUSTAKA

PENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan pembahasan diatas, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:1. Secara sederhana yang dimaksud asas diskresi atau freies ermessen ialah asas kebebasan bertindak yang dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam menjalankan kewenangan dan perbuatan hukumnya yang berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas diskresi atau freies ermessen dalam hukum administrasi negara adalah kebebasan atau keleluasaan bertindak administrasi negara yang dimungkinkan oleh hukum untuk bertindak atas inisiatif sendiri guna menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang mendesak yang aturannya belum ada dan tindakan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan.2. Konsekuensi yuridis lahirnya produk hukum yang didasari atas asas diskresi yaitu produk hukum tersebut bisa saja sah, bisa tidak sah serta bisa rusak. Asalkan tidak bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaedah hukum positif), ditujukan untuk kepentingan umum, Tindakan itu diambil untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dianggap krusial, dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada tuhan maupun secara hukum maka produk hukum tersebut bisa dilaksanakan.B. Saran1. Diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dan administratif, sehingga perlu diawasi oleh masyarakat beserta organisasi-organisasi yang concern terhadap good governance agar tidak terjadi perbuatan pemerintahan yang sewenang-wenang2. Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan, hendaknya digunakan secara proporsional oleh aparat pemerintah dan tidak merugikan rakyat dengan dalih kepentingan umum.