tugas urgensi pengesahan undang

23
POLICY BRIEF URGENSI PENGESAHAN UNDANG –UNDANG KESEHATAN JIWA DI INDONESIA RINGKASAN Kesehatan jiwa telah dipandang dengan penuh stigma sejak lama. Kehadirannya dianggap tidak lebih penting dibandingkan dengan kondisi kesehatan fisik. Padahal, dalam definisi kesehatan jiwa menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan individu tidak hanya bergantung pada tiadanya penyakit tetapi juga keseimbangan psikologis dan fungsi sosialnya juga (Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity, WHO). WHO (1990) melaporkan dari 10 masalah kesehatan utama yang menyebabkan disabilitas, 5 diantaranya adalah masalah kesehatan jiwa yaitu; depresi (1), alkoholisme (4), ganguan bipolar (6), skizofrenia (9) dan obsesif kompulsif (10). Selain itu WHO

Upload: nasrija

Post on 29-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

POLICY BRIEF

URGENSI PENGESAHAN UNDANG –UNDANG KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

RINGKASAN

Kesehatan jiwa telah dipandang dengan penuh stigma sejak lama.

Kehadirannya dianggap tidak lebih penting dibandingkan dengan kondisi

kesehatan fisik. Padahal, dalam definisi kesehatan jiwa menurut Badan Kesehatan

Dunia (WHO), kesehatan individu tidak hanya bergantung pada tiadanya penyakit

tetapi juga keseimbangan psikologis dan fungsi sosialnya juga (Health is a state of

complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of

disease or infirmity, WHO).

WHO (1990) melaporkan dari 10 masalah kesehatan utama yang

menyebabkan disabilitas, 5 diantaranya adalah masalah kesehatan jiwa yaitu;

depresi (1), alkoholisme (4), ganguan bipolar (6), skizofrenia (9) dan obsesif

kompulsif (10). Selain itu WHO memprediksikan pada tahun 2020 mendatang

depresi akan menjadi penyakit urutan kedua dalam menimbulkan beban

kesehatan. Besarnya masalah kesehatan mental di Indonesia mencapai 13.8% dari

seluruh beban penyakit di Indonesia.

Rasio jumlah individu yang mengalami gangguan jiwa sangat besar.

Diperkirakan 30% penduduk mengalami berbagai bentuk masalah gangguan jiwa

semasa kehidupannya, 10% diantaranya mengalami gangguan jiwa berat. Dengan

Page 2: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

populasi yang mencapai angka 238 juta jiwa, maka terdapat 66 juta penduduk

Indonesia pernah mengalami gangguan jiwa. Jumlah orang yang terkena dampak

meningkat sangat bermakna bila menghitung minimal 8 orang anggota keluarga

dari penderita ikut terkena dampak dari gangguannya. Jelas gangguan jiwa di

Indonesia berdampak pada lebih dari separuh penduduk. Dan keadaan seperti ini

tidak dapat dibiarkan terus menerus.

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia kurang menjadi perhatian para

pemangku kebijakan. Dilihat dari sedikitnya peran pemerintah dalam optimalisasi

pelayanan kesehatan bagi ODMK. Contoh nyatanya, di sebagian besar Puskesmas

di Indonesia, tidak menjalankan program pelayanan kesehatan jiwa dengan

alasan bahwa kesehatan jiwa tidak termasuk kedalam program pengembangan.

Selain itu juga banyak Dinas Kesehatan yang tidak memiliki program kesehatan

jiwa bagi warganya.Itu apabila dilihat dari segi program,dan apabila dilihat dari

segi dana, alokasi dana pemerintah untuk program kesehatan jiwa ini sangat kecil

dan tidak sebanding dengan beban yang ditimbulkannya.

CONTEXT AND IMPORTANCE PROBLEMS

Majalah TIME edisi 10 November 2003 melaporkan bahwa Indonesia

adalah negara yang memiliki peringkat terendah dalam penyediaan pelayanan

kesehatan mental di Asia. Hal ini diindikasikan oleh rendahnya rasio psikiater

dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia, sebesar 1: 500.000 dan jumlah

sarana perawatan psikiatrik 1 : 30.000. Indikator lain adalah rendahnya jumlah

Page 3: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

pekerja kesehatan mental dan terbatasnya anggaran untuk kesehatan mental (1%

dari seluruh total anggaran kesehatan).

Kondisi ini, jika dibiarkan berlanjut, akan semakin memarginalisasikan

layanan kesehatan mental dan akhirnya akan membawa banyak masalah

psikososial di komunitas seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks

bunuh diri, adiksi zat psikoaktif, kekerasan dan banyaknya penderita psikotik

kronik yang menggelandang.

Diperlukan suatu usaha untuk mengadvokasi pentingnya layanan

kesehatan fisik, sementara hak-hak bagi para penderita tidak seluruhnya

diakomodasi oleh hukum. Oleh karenannya perbaikan aspek legal diharapkan

akan membawa perbaikan pada masalah klinis dan persepsi tentang kesehatan

jiwa dalam komunitas.

Beberapa fakta menyebutkan masalah yang terjadi dalam lingkup

kesehatan jiwa diantara kurangnya penyediaan layanan kesehatan mental di

Indonesia; penderita gangguan jiwa seringkali menjadi korban ketidakadilan dan

perlakuan yang semena-mena oleh amsyarakat (kekerasan fisik, emosi, stigma,

eksploitasi oleh media, diskriminasi kebijakan publik seperti asuransi dan layanan

kesehatan umum, kedudukan dalam hukum, pekerjaan dan pendidikan).

Merujuk permasalahan di atas, perlu adanya undang-undang yang lebih

melindungi. Kebutuhan akan perundang-undangan ini memiliki landasan filosofis,

landasan sosiologis, dan landasan yuridis.

Page 4: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

FOKUS PERMASALAHANNYA

ODMK (orang dengan maslaah kesehatan jiwa) selama ini mendapat

perlakuan diskriminasi dari pihak sekitrnya, tidak hanya itu, perhatian pemerintah

terhadap mereka pun terkesan minim. Padahal, dengan cara ini, pemerintah secara

tidak langsung melanggar HAM mereka. HAM dari ODMK jelaslah harus

dihargai dan dipenuhi. Akan tetapi, guna terwujudnya kepastian hukum dan

keseimbangan dalam kehidupan ,masyarakat, perlu diupayakan bagi orang-orang

dengan gangguan jiwa untuk melaksanakan kewajiban asasi mereka.

Oleh karena itu, perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan

bagaimana pelaksanaan HAM dari ODMK yang disesuaikan dengan kondisi

keadaaan mereka dan dijustifikasikan dengan kesejahteraan masyarakat; serta

penting untuk diatur tentang kewajiban asasi dari ODMK.

Merujuk pada persoalan diatas, diperlukan kebijakan umum kesehatan

dalam bentuk undang-undang yang baru yang mengakomodasi perbaikan sistem

perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban hukum bagi ODMK.

Untuk mengurangi perlakuakan salah kepada ODMK, diharapkan dapat

dirumuskan aturan yang lebih lanjut dari ketentuan UU No.23 tahun 1992 tentang

Kesehatan berkenaan dengan edukasi atau pemberian informasi kepada

masyarakat tentang kesehatan jiwa.

Dengan melihat besaran masalah yang telah diuraikan diatas, jelas sangatlah perlu

untuk membentuk UU Kesehatan Jiwa yang materinya mencakup :

Page 5: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

Pencegahan perlakuan salah dan diskriminasi pada penderita gangguan jiwa

Perlindungan hak-hak penderita gangguan jiwa terhadap perlakuan salah dan diskriminasi

Meningkatkan upaya layanan kesehatan jiwa masyarakat.

Gambaran singkat penyebab terjadinya permasalahan.

Kemiskinan dan himpitan ekonomi menjadi penyebab tingginya jumlah

orang yang mengkhiri hidup. Faktor penyebab orang nekat bunuh diri karena

kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, serta

penggusuran. Semua itu berpotensi meningkatkan depresi akibat bertambahnya

beban hidup. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health

Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50 ribu orang Indonesia

bunuh diri. Jumlah kematian itu belum termasuk kematian akibat overdosis obat

terlarang yang mencapai 50 ribu orang setiap tahun. Dan dari jumlah tersebut,

41% bunuh diri dilakukan dengan cara gantung diri dan 23% dengan cara

meminum racun serangga. (www.vhrmedia.com)

Data Departemen Kesehatan menyebutkan, beberapa daerah memiliki

tingkat bunuh diri tinggi, antara lain Provinsi Bali mencapai 115 kasus selama

Januari – September 2005 dan 121 kasus selama tahun 2004. Pada 2004 di

Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tercatat 20 kasus bunuh diri dengan korban

rata-rata berusia 51-75 tahun. Kasus bunuh diri di Jakarta sepanjang 1995-2004

mencapai 5,8% per 100 ribu penduduk, kebanyakan lelaki. Dari 1.119 orang

bunuh diri di ibu kota negara, 41% dengan cara gantung diri, 23% menenggak

Page 6: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

racun. Selain itu, 256 orang menemui ajal akibat overdosis obat. Tingginya angka

bunuh diri di Indonesia mendekati negara pemegang rekor dunia seperti Jepang

mencapai lebih dari 30 ribu orang per tahun dan China yang mencapai 250 ribu

orang per tahun. (www.vhrmedia.com)

Semua tragedi diatas hanya merupakan ujung gunung es dari

permasalahan kesehatan jiwa yang dihadapi oleh seluruh penduduk Indonesia.

Krisis ekonomi yang belum mereda telah menimbulkan dampak terjadinya

pengangguran dan persaingan yang makin ketat dalam berbagai bidang, baik

dalam pekerjaan maupun sekolah. Masyarakat dituntut untuk lebih cepat

beradaptasi, namun tidak semua individu dalam masyarakat mempunyai

kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Pada

kota-kota besar faktor pemicu penyakit jiwa ditambah lagi dengan carut marutnya

lalu lintas dan kerawanan sosial yang tinggi membuat stres dan meningkatnya

perilaku agresif penduduk kota. Khusus untuk masyrakat Papua perubabahan

socio-politik dan factor ekonomi akan merupakan stressor pemicu kelainan jiwa

pada penduduk.

Kondisi demikian sangat rentan terhadap terjadinya stress, anxietas,

konflik, depresi, ketergantungan terhadap NAPZA, perilaku seksual menyimpang,

serta masalah-masalah psikososial lainnya. Lebih lanjut, Persatuan Dokter

Spesialis Kedokteran Jiwa memperkirakan 1 dari 4 penduduk Indonesia mengidap

penyakit jiwa. Artinya, diperkirakan sekitar 25% penduduk Inonesia diperkirakan

mengidap penyakit jiwa dari tingkat paling ringan sampai berat.

Page 7: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

Perbandingan kepekaan pemerintah terhadap masalah kesehatan jiwa, yang

terjadi di negara-negara lain.

Berbagai negara telah memberlakukan Undang-undang Kesehatan Jiwa,

diantaranya UU Kesehatan Jiwa Korea, UU Publik Italia (1978), UU Kesehatan

Mental di Inggris dan Wales (1983), UU Perawatan Psikiatri Federasi Rusia

(1992), UU Kesehatan Jiwa Belarusia (1999), UU Kesehatan Jiwa Jepang (1950),

UU Kesehatan Jiwa Austria, UU Kesehatan Jiwa Argentina (1991), UU

Kesehatan Jiwa Pakistan (2001), UU Kesehatan Jiwa Tunisia (1992), RUU

Kesehatan Jiwa Cina (berlangsung lebih dari 16 tahun). Juga Sri Lanka yang

membuat The Mental Health Policy of Sri Lanka (2005-2015) sebagai respon dari

pasca tsunami 2004 (padahal dampak tsunami 2004 lebih berat dirasakan di

Indonesia). Bahkan Ghana juga sedang berproses memformulasikan UU

Kesehatan Jiwa untuk menanggulangi stigma sebagai penghambat utama

pelayanan Kesehatan Jiwa.

 Sebenarnya Republik Indonesia juga pernah mempunyai UU Kesehatan

Jiwa Nomor 3 Tahun 1966.  Disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 11

Juni 1966 oleh Presiden Republik Indonesia, Sukarno, dan Sekretaris Negara,

Mohd. Ichsan. Namun “terlipatnya” masalah Kesehatan Jiwa yang sesungguhnya

begitu universal (tidak mempan dan tidak cukup hanya dengan pendekatan medis)

dan meminta pertanggungjawaban lintas kementerian dan lembaga, ke dalam

Undang-undang Kesehatan, merupakan sebuah deteriorasi atau kemunduran.

Page 8: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN

Dilakukan FGD dengan banyak pihat yang terkait terhadap keswa ini,

baik yang terkait secara langsung, maupun yang tidak langsung. Lalu Hasil dari

pelaksanaan Focus Group Discussion ini nantinya akan diserahkan ke Badan

Legislasi pada bulan November. Sebagai catatan bahwa Indonesia semakin

tertinggal dari bangsa-bangsa lain, setelah Ghana mulai menyusun RUU

Kesehatan Jiwa.

Ada 3 alternatif untuk meloloskan RUU Kesehatan Jiwa menjadi sebuah

undang-undang yang berdiri sendiri:

1. Amandemen amanat PP Kesehatan Jiwa dalam UU No. 36 tahun 2009

2. Pengayaan Bab Kesehatan Jiwa dengan tetap di bawah paying UU No. 36

tahun 2009

3. Membuat UU Kesehatan Jiwa dengan penjelasan bahwa Bab Kesehatan

Jiwa dan pasal-pasal terkait Kesehatan Jiwa dalam UU No. 36 tahun 2009

TIDAK LAGI BERLAKU karena digantikan oleh UU Kesehatan Jiwa.

Namun perlu diperhatikan, content dari RUU Kesehatan Jiwa ini jangan

sampai saling tumpang tindih dengan undang-undang yang lain, misalkan UU

Kesehatan, Disabilitas, dsb. Sedangkan aspek mengenai tenaga kesehatan yang

bekerja di RSJ, pembahasannya masuk dalam RUU Keperawatan yang sampai

hari ini masih dibahas di Komisi IX DPR.

Page 9: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

Adapun beberapa masukan dari Rahmat Hidayat selaku legal drafter,

bahwa tugas dari DPR diantaranya wajib menyerahkan draft RUU Kesehatan Jiwa

ini kepada pemerintah melalui Badan Legislasi. Mengenai RUU Kesehatan Jiwa

ini merupakan keputusan politik dari DPR dan diserahkan kepada pemerintah,

apakah pemerintah menyetujuinya atau tidak.

Ada 3 kemungkinan RUU Kesehatan Jiwa ini setelah dimasukkan ke Badan

Legislasi, diantaranya:

1. Diterima, berarti RUU inisiatif DPR ini diserahkan kepada pemerintah

untuk dijadikan undang-undang

2. Ditolak, ini berarti perjalanan RUU Kesehatan Jiwa berhenti dan bisa

diusulkan kembali pasca pemilu 2014

3. Dikembalikan untuk diperbaiki, berarti masih ada kesempatan untuk

diperbaiki kembali dalam beberapa kali masa sidang.

Target penyerahan draft RUU Keswa kepada Badan Legislasi DPR

selambat-lambatnya pada bulan November untuk kemudian dibahas pada sidang

paripurna. Empat sampai dengan lima kali pertemuan tim perumus dan pokja

RUU Keswa, diharapkan sudah dapat melahirkan Naskah Akademik baru beserta

draft RUU Kesehatan Jiwa, demikian disampaikan Rahmat Hidayat.

Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat menanyakan

positioning dari komisi VIII dan kementerian sosial dalam pembahasan RUU

Keswa ini. Yeni mengatakan, bahwa pihaknya ketika ada di lapangan seringkali

Page 10: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

harus berurusan dengan Kementerian Sosial terkait advokasinya kepada

penyandang gangguan kejiwaan (ODMK) dan lain-lain.

Pada bulan Maret yang lalu pihaknya melakukan RDPU dengan Komisi

VIII untuk menyampaikan beberapa hal terkait keberadaan panti-panti yang ada

hubungannya dengan Kementerian Sosial. Dalam hal ini terkait dengan unit-unit

usaha, kesempatan kerja, dll.Isu-isu strategis tersebut menjadi penting dan wajib

untuk dimasukkan dalam Draft Ruu Kesehatan Jiwa. Harus ada keterlibatan lintas

komisi dan lintas kementerian dalam pembahasan RUU ini, terang Yeni.

CRITIQUE OF POLICY OPTIONS

Keberlakuan undang-undang yang khusus mengatur tentang kesehatan

jiwa seyogyanya dapat merumuskan peraturan yang jelas mengenai kriteria dan

batasan “cakap” dari para penderita tangguan jiwa, yang dikaitkan dengan

gangguan jiwa yang dideritanya. Baik di bidang hukum perdata maupun hukum

pidana.

Beberapa perbuatan di bidang hukum perdata yang perlu diatur antara

lain adalah : perkawinan, adopsi anak, wali atas anak serta mengadakan perikatan.

Pengaturan kriteria “cakap” untuk mengadakan perikatan dimaksudkan untuk

memberikan batasan yang jelas mengenai perikatan yang dapat diadakan sendiri

oleh si penderita gangguan jiwa.

Dengan demikian, hednaknya diatur dengan lebih komperhensif siapakah

yang berwenang menentukan keadaan atau kondisi seorang penderita gangguan

Page 11: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

jiwa, termasuk kualifikasi dan batasan kewenangannya. Menginat penilaiannya

memiliki dampak hukum kepada penderita gangguan jiwa, tentu perlu diatur

dengan jelas jangka waktu keberlakuan penilaian tersebut; dalam hal ini kalau

perlu dapat diminta evaluasi berkala.

Bagi para penderita gangguan jiwa dengan kondisi tertentu dapat

dikenakan kewajiban mengikuti pelatihan khusus sebelum dapat melakukan

perbuatan hukum tertentu, khususnya bagi para penderita gangguan jiwa yang

tingkat keparahan gangguan jiwa yang diderita sempat membuat penderita

dikategorikan “tidak cakap” untuk kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu,

hendaknya dirumuskan badan atau lembaga yang berwenang melakukan pelatihan

khusus bagi para penderita gangguan jiwa tersebut.

Lebih lanjut, perlu diatur mengenai kriteria seorang terdakwa yang tidak

dapat dimintakan pertanggungjawaban berkenaan dengan kejahatan dan atau

pelanggaran yang dilakukannya akibat gangguan jiwa yang dideritanya. Untuk

itulah, perlu dirumuskan persyaratan dan kualifikasi badan yang memiliki

wewenang untuk mengadakan pemeriksaan dan memberikan penilaiain dan atau

mengambil keputusan tentang dapat atau tidaknya seorang penderita gangguan

jiwa dimintakan pertanggungjawabannya atas kejahatan atau pelanggaran yang

dilakukannya, serta kekuatan mengikat dari penilaian tersebut.

Apabila seorang penderita gangguan jiwa diputuskan tidak dapat

dimintakan pertanggungjawabannya atas kejahatan dan atau pelanggaran yang

dilakukannya, hednaknya dirumuskan pengobatan atau perawatan yang wajib

Page 12: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

diikutinya sebagai pengganti hukuman, sehingga, asas keadilan dalam hukum

pidana dapat tetap dijunjung.

Diharapkan dengan keberadaan undang-undang yang khusus mengatur

tentang kesehatan jiwa, dapat tercipta kepastian hukum dan perlindungan hukum,

baik dalam bidang hukum pidan dan hukum perdata, bagi para penderita

gangguan jiwa, masyarakat dan aparat penegak hukum.

Kenapa pendekatan ini selalu gagal ?

RUU Kesehatan Jiwa yang disepakati Komisi IX DPR RI sebagai salah

satu dari 4 RUU Prioritas 2012, tidak lolos sebagai RUU Prioritas karena menurut

Badan Legislasi setiap komisi hanya mendapatkan 2 jatah RUU untuk dibahas

pada tahun 2012. Komisi IX DPR RI mendapatkan 3 jatah RUU Prioritas: revisi

UU 39/2004, RUU Keperawatan, dan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT).  RUU

PRT sudah tiga tahun menjadi prioritas dan masih belum membuahkan hasil.

HARAPAN PENULIS

Policy Brief ini diharapkan dapat merubah pandangan pembaca tentang

pentingnya pengesahan UU Kesehatan Jiwa di Indonesia dan memperoleh

banyaknya opini positif dan dukungan masyarakat luas tentang percepatan waktu

pengesahannya, karena dapat membantu meningkatkan status aturannya dan

menyempurnakan atau memperbaiki materi Peraturan Pemerintah dan Peraturan

Menteri Kesehatan yang bersangkutan, sehingga merupakan aturan yang

menghadirkan kepastian hukum dan keadilan yang merupakan tujuan hukum kita,

sehingga meningkatkan pula perlindungan kepada profesi medis, memajukan ilmu

Page 13: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

kedokteran demi pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi pembagunan kesehatan

seluruh rakyat atau warga negara Indonesia. Keluaran yang diharapkan adalah

adanya kebijakan umum kesehatan dalam bentuk undang-undang baru yang

mengakomodasi perbaikan sistem perundang-undangan yang mengatur hak dan

kewajiban hukum bagi penderita gangguan jiwa.

Kebijakan yang baru tersebut diharapkan mampu mencakup materi mengenai

pencegahan perlakuan salah dan diskriminasi pad apenderita gangguan

jiwa,perlindungan hak-hak penderita gangguan jiwa terhadap perlakuan salah dan

diskriminasi, serta upaya peningkatan upaya layanan kesehatan jiwa masyarakat

yang kesemuanya diharapkan dapat mengoptimalkan kualitas hidup penderita

gangguan jiwa.

Beberapa materi pokok yang penting tercantum dalam undang-undang kesehatan

jiwa meliputi :

a. Definisi atau batasan yang jelas mengenai kesehatan jiwa, gangguna jiwa

dan berbagai macam jenisnya, upaya kesehatan jiwa, tenaga kesehatan

jiwa, serta kemampuan bertanggung jawab.

b. Penetapan Status. Perlu adanya Komisi Perlindungan dan Badan

Penetapan Status penderita gangguan jiwa yang bertugas untuk melakukan

advokasi terhadap penderita gangguan jiwa yang beresiko mengalami

perlakuan salah.

c. Akses terhadap layanan kesehatan jiwa.

Page 14: Tugas Urgensi Pengesahan Undang

d. Penyedia layanan kesehatan jiwa lain. Perlu mekanisme pengaturan dan

pengawasan kegiatan di fasilitas-fasilitas tersebut, misalnya seperti

wewenang yang dapat dilakukan dan kontrol terhadap kualitas layanan

yang diberikan.

e. Kerahasiaan informasi kesehatan jiwa. Kerahasiaan dokumen medis dan

informasi mengenai kondisi kesehatan pasien gangguan kesehatan jiwa

perlu diatur secara khusus dalam undang-undang. Hal tersebut untuk

melindungi pasien gangguna jiwa dari diskriminasi maupun perlakuan

pelanggaran hak asasi manusia terhadap pasien.

f. Pengembangan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Perlunya suatu

perangkat perundang-undangan yang mengatur kewajiban pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah untuk menumbuhkembangkan upaya

kesehatan jiwa berbasis masyarakat.

g. Perlindungan terhadap kelompok resiko tinggi.

h. Pembiayaan. Perlunya pengaturan sumber pendanaan layanan kesehatan

jiwa dari keluarga, negara, atau sistem pendanaan seperti asuransi.

Page 15: Tugas Urgensi Pengesahan Undang