tugas sip model builder - analisa kesesuaian lahan permukiman di kota makassar

9
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan dalam pembangunan kota memiliki peran yang penting. Hal ini dikarenakan kesesuaian lahan berhubungan dengan daya dukung lahan. Pembangunan yang dilakukan di atas lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat memberikan efek negatif yang merugikan berbagai pihak dalam perkembangannya ke depan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang dilakukan di wilayah yang secara fisik tidak memenuhi kesesuaian lahan seperti topografi, iklim, dan tanah dapat menimbulkan permasalahan seperti banjir, land subsidence, dan lain sebagainya. Tentunya hal ini dapat memberikan kerugian kepada masyarakat di kemudian hari. Selain itu, kesesuaian lahan juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, dan faktor lingkungan yang apabila dalam perkembangan lahan suatu kota tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut maka dapat dipastikan dalam perkembangannya akan menimbulkan berbagai dampak negatif di atas lahan tersebut. Kota Makassar sebagai pusat pelayanan di Kawasan Timur Indonesia, memiliki peran sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut, maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sebagai pusat dari berbagai kegiatan, kota ini dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal ini memicu pembangunan kota yang berjalan dengan cepat. Sehingga dalam proses pembangunannya tidak terlepas dari isu pembangunan, salah satunya adalah isu ketidaksesuaian lahan permukiman. Kota Makassar memiliki kondisi topografi berupa dataran rendah yang dekat dengan pantai dan tempat bermuaranya dua sungai besar yaitu Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Kota Makassar juga memiliki topografi yang landai dengan hamparan dataran rendah yang berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Kemudian dari segi iklim, Kota Makassar memiliki karakteristik curah hujan tinggi pada setiap tahun khususnya pada Bulan Desember-Februari. Sehingga dengan kondisi tersebut, dari segi fisik, kota ini memiliki kerentanan mengalami genangan dan banjir terutama saat hujan turun. Menurut Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011, dari luas total keseluruhan lahan Kota Makassar sebesar 175 km 2 , hanya 54% yang dapat terkendali limpasan air permukaan melalui sistem drainase kota. Sedangkan 46% lainnya merupakan daerah yang rawan terhadap genangan dan banjir. Berdasarkan fakta tersebut maka apabila aspek-aspek kesesuaian lahan permukiman tidak ditinjau secara cermat dalam proses perencanaan pembangunan Kota Makassar maka di masa yang akan datang, seiring pesatnya laju pembangunan di seluruh penjuru kota, akan semakin banyak masyarakat yang berpotensi terkena dampak negatif dari pembangunan yang dilakukan di atas lahan yang tidak sesuai untuk permukiman. 1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengidentifikasi kesesuaian lahan permukiman di Kota Makassar. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan analisis berbasis geografis dalam ArcGIS. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan model builder. 2. TINJAUAN PUSTAKA Analisa kesesuaian lahan untuk permukiman bertujuan untuk mengetahui wilayah yang memiliki karakteristik fisik yang sesuai dengan pengembangan permukiman. Permukiman sendiri menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman adalah sebuah lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Berdasarkan sumber berbagai literatur, terdapat beberapa faktor dalam pemilihan lokasi permukiman yang dapat dikelompokkan menjadi faktor fisik/alam, faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, dan faktor lingkungan. Dalam makalah ini, fokus pembahasan hanya mengambil dua faktor, yaitu faktor fisik/alam dan faktor aksesibilitas. 2.1 Faktor Fisik dan Lingkungan Faktor fisik dalam pemilihan lokasi adalah topografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah, tingkat curah hujan, jenis tanah, dan lokasi yang merupakan daerah bebas banjir (Pacione, 1995). Dalam makalah ini, faktor fisik yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan permukiman mencakup kondisi topografi (kelerengan lahan), jenis tanah, curah hujan, kemampuan lahan.

Upload: derezara1

Post on 26-Dec-2015

278 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Tugas Perkuliah terkait Sistem Informasi Perencanaan dalam pengaplkasian Model Builder

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan dalam pembangunan kota memiliki peran yang penting. Hal ini dikarenakan kesesuaian lahan berhubungan dengan daya dukung lahan. Pembangunan yang dilakukan di atas lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat memberikan efek negatif yang merugikan berbagai pihak dalam perkembangannya ke depan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang dilakukan di wilayah yang secara fisik tidak memenuhi kesesuaian lahan seperti topografi, iklim, dan tanah dapat menimbulkan permasalahan seperti banjir, land subsidence, dan lain sebagainya. Tentunya hal ini dapat memberikan kerugian kepada masyarakat di kemudian hari. Selain itu, kesesuaian lahan juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, dan faktor lingkungan yang apabila dalam perkembangan lahan suatu kota tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut maka dapat dipastikan dalam perkembangannya akan menimbulkan berbagai dampak negatif di atas lahan tersebut.

Kota Makassar sebagai pusat pelayanan di Kawasan Timur Indonesia, memiliki peran sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut, maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sebagai pusat dari berbagai kegiatan, kota ini dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal ini memicu pembangunan kota yang berjalan dengan cepat. Sehingga dalam proses pembangunannya tidak terlepas dari isu pembangunan, salah satunya adalah isu ketidaksesuaian lahan permukiman.

Kota Makassar memiliki kondisi topografi berupa dataran rendah yang dekat dengan pantai dan tempat bermuaranya dua sungai besar yaitu Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Kota Makassar juga memiliki topografi yang landai dengan hamparan dataran rendah yang berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Kemudian dari segi iklim, Kota Makassar memiliki karakteristik curah hujan tinggi pada setiap tahun khususnya pada Bulan Desember-Februari. Sehingga dengan kondisi tersebut, dari segi fisik, kota ini memiliki kerentanan mengalami genangan dan banjir terutama saat hujan turun. Menurut Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011, dari luas total keseluruhan lahan Kota Makassar sebesar 175 km2, hanya 54% yang dapat terkendali limpasan air permukaan melalui sistem drainase kota. Sedangkan 46% lainnya merupakan daerah yang rawan terhadap genangan dan banjir. Berdasarkan fakta tersebut maka apabila aspek-aspek kesesuaian lahan permukiman tidak ditinjau secara cermat dalam proses perencanaan pembangunan Kota Makassar maka di masa yang akan datang, seiring pesatnya laju pembangunan di seluruh penjuru kota, akan semakin banyak masyarakat yang berpotensi terkena dampak negatif dari pembangunan yang dilakukan di atas lahan yang tidak sesuai untuk permukiman.

1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengidentifikasi kesesuaian lahan permukiman di Kota Makassar. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan analisis berbasis geografis dalam ArcGIS. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan model builder.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Analisa kesesuaian lahan untuk permukiman bertujuan untuk mengetahui wilayah yang memiliki karakteristik fisik yang sesuai dengan pengembangan permukiman. Permukiman sendiri menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman adalah sebuah lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Berdasarkan sumber berbagai literatur, terdapat beberapa faktor dalam pemilihan lokasi permukiman yang dapat dikelompokkan menjadi faktor fisik/alam, faktor aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, dan faktor lingkungan. Dalam makalah ini, fokus pembahasan hanya mengambil dua faktor, yaitu faktor fisik/alam dan faktor aksesibilitas.

2.1 Faktor Fisik dan Lingkungan Faktor fisik dalam pemilihan lokasi adalah topografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah, tingkat curah hujan, jenis tanah, dan lokasi yang merupakan daerah bebas banjir (Pacione, 1995). Dalam makalah ini, faktor fisik yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan permukiman mencakup kondisi topografi (kelerengan lahan), jenis tanah, curah hujan, kemampuan lahan.

Page 2: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

a. Kriteria Kelerengan Lahan

Menurut Sampurno (2001), kesesuaian penggunaan lahan untuk permukiman disarankan dengan kemiringan lereng 0% sampai dengan 15%, dimana 8%-15% dibutuhkan rekayasa teknis. Kemiringan lahan >40% merupakan daerah yang curam dan tidak cocok untuk permukiman.

b. Kriteria Ketinggian Lahan Faktor ketinggian lahan untuk kawasan permukiman tidak ada ketentuan yang mensyaratkan sepanjang tidak mengganggu keseimbangan lingkungan (Sugiharto, 2001). Menurut SNI-03-1773 Th. 2004, bahwa ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air laut, kecuali dengan rekayasa teknis.

c. Kriteria Jenis Tanah Jenis tanah sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi. Di wilayah Kota Makassar terdapat dua jenis tanah, yaitu tanah ultisol dan inceptisol. Tanah ultisol pada umumnya dicirikan sebagai tanah yang berph rendah (<5) dengan bahan induk berupa batuan liat. Kondisi berupa akumulasi batuan liat pada horizon bawah permukaan berdampak kepada pengurangan daya resap air, sehingga meningkatkan aliran air permukaan dan erosi tanah. Tanah inceptisol pada umumnya merupakan tanah muda yang cocok untuk cocok tanam. Berdasarkan hal tersebut tanah ultisol sebaiknya tidak didirikan bangunan. Hal tersebut dikarenakan bangunan sebaiknya dibangun pada lokasi yang memiliki daya kerja yang baik (Astuti, 2006).

d. Kriteria Curah Hujan Curah hujan menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi, karena hal ini akan berpengaruh kepada jumlah kandungan air tanah. Curah hujan juga dapat menjadi kendala bila dalam jumlah besar berupa bencana banjir, erosi, dan longsor apabila karakteristik lahan tidak dapat menampung dan menyalurkan air hujan tersebut. Oleh karena itu, wilayah dengan curah hujan tinggi tidak dianjurkan untuk tidak dikembangkan kawasan permukiman padat (tanpa rekayasa teknis), karena beresiko akan ancaman banjir dan erosi.

2.2 Faktor Daerah Rawan Berdasarkan UU No. 1 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 140, menyebutkan bahwa

setiap orang dilarang membangun perumahan atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi orang ataupun barang. Wilayah yang termasuk berpotensi menimbulkan bahaya adalah daerah rawan bencana, daeran sempadan sungai, daerah sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah SUTET (saluran Udara Tegangan Ekstra TInggi), dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer. Berdasarkan hal tersebut salah satu kriteria kesesuaian lahan permukiman yang digunakan untuk makalah ini daerah rawan bencana. Kriteria daerah rawan lainnya tidak dipilih dikarenakan tidak ada di wilayah Kota Makassar ataupun tidak tersedia data mengenai daerah rawan tersebut. Kriteria rawan bencana untuk kesesuaian lahan permukiman di Kota Makassar, melihat kepada keberadaan daerah rawan bencana seperti banjir di suatu wilayah, dimana wilayah rawan bencana banjir seharusnya tidak didirikan bangunan rumah.

2.3 Faktor Aksesibilitas Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Najid, 2005). Faktor aksesibilitas dapat menentukan nilai kestrategisan lokasi, karena menyangkut kemudahan pencapaian lokasi tersebut dari berbagai tempat (Golany, 2000). Kriteria yang menjadi indikator tersebut adalah kedekatan lokasi dengan jaringan jalan. Aksesibilitas yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihan lokasi permukiman, karena akan mempermudah mobilisasi dari satu kawasan ke kawasan lainnya (Wilson et al, 1977; Srour et al, 2002). Aksesibilitas yang baik diindikasikan antara lain dengan ketersediaan ketersediaan jaringan jalan. Idealnya aksesibilitas yang baik pada suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut dapat terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.

3. METODOLOGI PENELITIAN Dalam mencapai tujuan dalam makalah ini, yaitu untuk mengevaluasi kesesuaian lahan permukiman di Kota Makassar, maka dibutuhkan analisis spasial yang dapat memperlihatkan fenomena tersebut dalam sebuah peta. Salah satu tool yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan aplikasi berbasis sistem informasi geografis seperti ArcGIS.

Page 3: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

A. Model Builder Dalam melakukan analisa spasial tersebut menggunakan ArcGIS perlu dilakukan tahapan beruntun,

untuk menghasilkan satu peta yang berisikan hasil tumpang tindih berbagai kriteria untuk menilai kesesuaian lahan. Tool dalam ArcGIS yang dapat meringkas tahapan tersebut adalah Model Builder. Model Builder adalah sebuah aplikasi untuk membuat, mengedit, dan mengelola model. Model adalah cara untuk menerangkan suatu proses dengan menyederhanakan obyek dan kinerjanya. Dengan menggunakan Model Builder direpresentasikan dengan bentuk aliran atau flow chart yang memudahkan dalam memahami proses dari sebuah model. Model Builder terdiri dari tiga komponen, antara lain: elements, connectors, dan text labels.

B. Tools Analisa

Dalam melakukan analisa kesesuaian lahan, terdapat beberapa tools analisa yang digunakan. Analisa overlay merupakan analisa utama yang digunakan untuk melakukan tumpang tindih tiap layer kriteria kesesuaian lahan. Analisa overlay sendiri adalah teknik analisis spasial dengan melakukan tumpang tindih pada peta-peta untuk menghasilkan tujuan atau peta yang diharapkan. Sebelum dilakukan analisa overlay tersebut dilakukan pula beberapa analisa, antara lain: euclidean distance, buffer, dan reclassify.

C. Kriteria Kesesuaian Lahan Permukiman

Untuk menghasilkan sebuah peta yang memiliki bobot penilaian sehingga terlihat klasifikasi peta terhadap kesesuaian lahan permukiman di suatu wilayah. Oleh karena itu, harus dibandingkan dengan nilai kelas antar layer dengan cara memberikan nilai angka pada masing-masing kelas dalam sebuah layer yang sama. Teknik ini dikenal dengan nama reklasifikasi. Dengan memiliki ukuran pada skala nilai yang sama maka masing-masing layer akan memiliki pembagian kelas dengan tingkat kepentingan yang sama untuk menentukan lokasi permukiman yang sesuai. Oleh karena itu seluruh data layer akan diklasifikasikan ke dalam penskalaan angka baru dengan skor 1 hingga 3. Skor ini akan digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan antar kelas kesesuaian yaitu: tinggi, sedang, rendah/tidak sesuai.

Tabel 1. Klasifikasi Kriteria Kesesuaian Lahan Permukiman

No. Kriteria

Klasifikasi Kriteria

Kesesuaian Rendah

(1)

Kesesuaian Sedang

(2)

Kesesuaian Tinggi (3)

1 Ketinggian Lahan <= 0 m 0-2 m >2 m

2 Kelerengan Lahan >15% 8-15% 0-8%

3 Jenis Tanah Ultisol - Inceptisol

4 Curah Hujan Tinggi

(>3830 mm/tahun)

Sedang (2715-3830 mm/tahun)

Rendah (<1600-2715 mm/tahun)

5 Jarak dari Jalan >400 m 40-400 m <40 m

6 Rawan Banjir Ya - Tidak

Sumber: Hasil Analisa, 2014 Tabel 2. Kelas Kesesuaian Lahan Permukiman

No. Kelas Kesesuaian Lahan Klasifikasi Kriteria

Rentang Nilai Keterangan

1 Rendah 6-10 Nilai minimum 1 kriteria adalah 1, sehingga nilai minimum adalah 6, dan nilai maksimum 1 kriteria adalah 3, sehingga nilai maksimum adalah 18. Berdasarkan nilai tersebut, maka pembagian kelas akan dilakukan secara equal, dari rentang nilai 6 hingga 18, dengan pembagian 3 kelas.

2 Sedang 11-14

3 Tinggi 15-18

Sumber: Hasil Analisa, 2014

Page 4: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Grafik Model Builder Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman di Kota Makassar

4.2 Tahapan 1 – Persiapan dan Penyeragaman Bentuk Data

Pada tahapan pertama analisa kesesuaian lahan permukiman di Kota Makassar dengan menggunakan tool model builder adalah menyeragamkan bentukan data tiap kriteria yang digunakan. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 6 variabel yaitu: ketinggian lahan, kelerengan lahan, jenis tanah, curah hujan, jarak dengan jalan, dan daerah rawan banjir. Untuk kriteria curah hujan, jenis tanah, ketinggian lahan, dan kelerengan lahan dilakukan analisa konversi dengan tool feature to raster. Sedangkan untuk kriteria jalan dilakukan analisa jangkauan dengan tool euclidean distances, hasil dari analisa jangkauan tersebut akan menciptakan peta jangkauan jalan yang berbasis raster. Untuk kriteria rawan banjir, dilakukan analisa overlay terlebih dahulu dengan batas wilayah, dimana hasil overlay tersebut dilakukan analisa konversi dengan tool feature to raster. Lebih jelasnya mengenai proses pada tahapan ini dapat dilihat di bawah ini.

Page 5: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

A. Analisa Jangkauan (Euclidean Distance) untuk Kriteria Jarak dengan Jalan

[Input] Data shapefile jalan menggambarkan keberadaan eksisting jalan di Kota Makassar. Untuk dapat melihat distribusi jarak dari jalan di Kota Makassar, maka digunakan analisa jangkauan dengan tool euclidean distance, dengan menggunakan shapefile jalan sebagai input. [Proses] Data jalan tersebut dikonversikan dalam

bentuk sel raster, yang terdistribusi dari data eksisting jalan hingga jarak yang tidak terbatas. Distribusi sel raster direpresentasikan dalam bentuk gradasi warna yang mengindikasikan klasifikasi jarak dari jalan (ed_Jalan). Untuk membatasi jarak jangkauan, maka dilakukan analisa tambahan, yaitu analisa ekstraksi dengan tool extract by mask. Analisa tersebut bertujuan untuk membatasi jarak jangkauan jalan hingga pada batas yang ditentukan, dimana batas yang digunakan adalah batas wilayah Kota Makassar. [Output] Hasil dari analisa tersebut, akan memperlihatkan distribusi jarak dari jalan eksisting di wilayah Kota Makassar (ed_Jalan1).

B. Analisa Overlay (Union) untuk Kriteria Rawan Banjir Data shapefile Rawan Banjir menggambarkan wilayah di Kota Makassar yang memiliki tingkat kerentanan tinggi akan bencana banjir, dikarenakan pada wilayah tersebut memiliki-

sejarah kejadian banjir dengan intensitas yang cukup sering. Namun, data dalam shapefile tersebut, tidak menampilkan daerah yang tidak rawan banjir, sehingga ada kekosongan data yang dapat menganggu proses pada analisa selanjutnya. Oleh karena itu, dilakukan analisa overlay dengan tool union, yang bertujuan untuk mengabungkan data rawan banjir dengan batas wilayah Kota Makassar itu sendiri, sehingga akan menghasilkan klasifikasi daerah rawan banjir di Kota Makassar, yaitu daerah rawan banjir, dan daerah tidak rawan banjir (banjir2.shp).

Gambar x. Hasil Analisa Euclidean Distances untuk Kriteria Jalan

yang (Telah Dibatasi hingga pada Batas Wilayah Kota Makassar)

Gambar x. Hasil Analisa Union (Overlay) untuk Kriteria Rawan

Banjir di Kota Makassar

Page 6: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

C. Analisa Konversi Vector to Raster (Feature to Raster) untuk Seluruh Kriteria Kecuali Kriteria Jalan Kriteria lainnya seperti curah hujan, jenis tanah, ketinggian lahan, dan kelerengan lahan telah memiliki klasifikasi wilayah berdasarkan karakteristik masing-masing kriteria, sehingga langsung dikonversikan menjadi raster yang bertujuan menyeragamkan data untuk kepentingan tahapan analisa selanjutnya. Sedangkan kriteria rawan banjir, sebagaimana diketahui, dilakukan analisa overlay terlebih dahulu, sebelum dikonversikan ke dalam bentuk raster.Tool analisa konversi yang digunakan adalah tool feature to raster. Kriteria-kriteria yang menjadi input tool ini, akan dikonversikan ke dalam bentuk data raster (pada awalnya berupa data vector) dengan langkah-langkah antara lain: 1. Memberikan garis konektor antar kriteria dengan tool analisa yaitu

feature to raster, sebagai langkah untuk menginputkan kriteria tersebut dalam tool analisa.

2. Masing-masing kriteria akan dipilih basis fieldnya (lebih jelas lihat pada tabel di bawah ini) yang bertujuan untuk menjadikan field tersebut sebagai basis reklasifikasi pada tahapan selanjutnya.

Tabel 3. Basis Field dan Output Masing-Masing Kriteria

Kriteria Field yang Dipilih Keterangan Output

Curah Hujan CH Field yang dipilih merupakan field yang menunjukkan kelas daerah terhadap masing-masing kriteria, yang berfungsi sebagai basis reklasifikasi pada tahapan selanjutnya

curah_hujan

Jenis Tanah NAME jenis_tanah

Kelerengan Lahan KEMIRINGAN kelerengan

Ketinggian Lahan ELEVASI elevasi

Rawan Banjir (banjir2.shp) daerah banjir3

3. Pemilihan ukuran cell, yaitu 10, yang bertujuan untuk menciptakan

data raster yang memiliki tingkat kepadatan pixel cukup tinggi, sehingga data raster yang dihasilkan akan lebih detail dan pada akhirnya akan menghasilkan peta kesesuaian lahan permukiman yang lebih baik. Hasil dari beberapa tahapan tersebut akan menghasilkan data raster seperti curah_hujan, elevasi, dll yang berfungsi sebagai input pada analisa overlay untuk tahapan selanjutnya.

4.3 Tahapan 2 – Reklasifikasi Kelas Nilai Masing-Masing Kriteria a. Kriteria Curah Hujan

Setelah data curah hujan yang berbasis vektor ditransformasikan ke dalam

bentuk raster selanjutnya dilakukan reklasifikasi (reclassify) values pada field

CH (curah hujan). Old value dari kriteria

curah hujan yang memiliki 3 bentuk nilai

kemudian diubah ke dalam bentuk nilai

sesuai deng an kelas kriteria curah hujan

yang telah dirumuskan terlebih dahulu

pada sub bab metode. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar di

samping:

Page 7: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

b. Kriteria Jenis Tanah

Data jenis_tanah yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk

raster kemudian dilakukan reklasifikasi (reclassify) values pada

field NAME (jenis tanah). Selanjutnya old value dari kriteria jenis

tanah yang memiliki 3 bentuk nilai diubah ke dalam bentuk nilai

(new values) sesuai dengan kelas kriteria jenis tanah yang telah

dirumuskan pada sub bab metode. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar di samping:

c. Kriteria Kelerengan Lahan (Kemiringan)

Data kelerengan yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk

raster dilakukan reklasifikasi (reclassify) values pada field

KEMIRINGAN. Selanjutnya old value dari kriteria kemiringan yang

memiliki 3 bentuk nilai diubah ke dalam bentuk nilai (new values)

sesuai dengan kelas kriteria kemiringan yang telah dirumuskan

pada sub bab metode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar di samping:

d. Kriteria Elevasi

Data elevasi yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk raster

dilakukan reclassify values pada field ELEVASI. Selanjutnya old

value dari kriteria elevasi yang awalnya memiliki 5 bentuk nilai

diubah ke dalam bentuk nilai (new values) sesuai dengan kelas

kriteria elevasi yang telah dirumuskan pada sub bab metode.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di samping:

e. Kriteria Daerah Rawan Banjir

Data banjir3 (rawan banjir) ditransformasikan ke dalam bentuk

raster dilakukan reklasifikasi (reclassify) values pada field

DAERAH. Selanjutnya old value dari kriteria daerah rawan banjir

yang memiliki 2 bentuk nilai diubah ke dalam bentuk nilai (new

values) sesuai dengan kelas kriteria daerah rawan banjir yang

telah dirumuskan pada sub bab metode. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar di samping:

f. Kriteria Jarak terhadap Jalan

Data jarak terhadap jalan yang telah ditransformasikan ke dalam

bentuk raster, dilakukan reclassify values pada field VALUE.

Selanjutnya old value dari kriteria jalan yang memiliki 3 bentuk

nilai diubah ke dalam bentuk nilai (new values) sesuai dengan

kelas kriteria jarak terhadap jalan yang telah dirumuskan pada sub

bab metode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di

samping:

Page 8: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar

4.4 Tahapan 3 –Overlay Kriteria Kesesuaian Lahan(Weighted Sum)

Setelah dilakukan analisis reclassify, output masing-masing kriteria kemudian

dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis overlay. Analisis overlay yang

digunakan adalah weighted sum overlay. Weighted sum overlay merupakan

analisis spasial dengan menggunakan teknik overlay beberapa peta yang

berkaitan dengan faktor-

faktor yang berpengaruh

terhadap suatu penilaian.

Analisis ini biasanya

dilakukan untuk

menganalisis suatu zona

dalam lingkup kawasan dan

mengklasifikasikannya ke

dalam zona yang memiliki

tingkatan. Namun dalam

penggunaan weighted sum overlay ini, setiap kriteria dinilai

memiliki pengaruh yang sama dalam mengidentifikasi

kesesuaian lahan, sehingga setiap kriteria diberikan bobot

yang sama. Setelah dilakukan analisis weighted sum overlay,

maka didapatkanlah peta kesesuaian lahan (oraster). Lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar di samping.

4.5 Tahapan 4 – Reklasifikasi Hasil sesuai dengan Kelas Kesuaian Lahan

Setelah didapatkan peta kesesuaian lahan (oraster) melalui analisis

weighted sum overlay, langkah selanjutnya adalah melakukan

analisis reclassify. Analisis ini perlu dilakukan karena pada peta

kesesuaian lahan yang didapatkan sebelumnya masih terdiri dalam

banyak nilai. Untuk mempermudah dalam melakukan analisa kesesuaian lahan maka dalam analisis reclassify ini

nilainya dibagi ke dalam tiga kelas. Sehingga didapatkan peta kesesuaian

lahan dengan tiga kelas/kategori yaitu kesesuaian tinggi, sedang, rendah.

Namun, berdasarkan hasil analisa overlay, komposisi nilai berada di atas

12, sehingga kelas kesesuaian rendah tidak terdapat di wilayah Kota

Makassar. Oleh karena itu, pembagian kelas kesesuaian, dibagi menjadi 2

kelas saja, yaitu kesesuaian sedang (10-14) dan kesesuaian tinggi (15-18).

Hasil akhir dari analisa ini peta kesesuaian lahan berdasarkan kelas

kesesuaiannya

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis diketahui kecenderungan karakteristik kawasan untuk masing-masing

kategori. Untuk kategori kesesuaian tinggi untuk permukiman memiliki karakteristik yaitu secara umum berada

dekat dengan jalan, tidak rawan banjir, dan memiliki kemampuan lahan meliputi jenis tanah, ketinggian lahan,

kelerengan yang sesuai standar. Sedangkan untuk kesesuaian rendah memiliki karakteristik kebalikan dari

kategori kesesuaian tinggi. Kemudian untuk kategori kesesuaian sedang untuk permukiman memiliki karakteristik

yaitu pada dasarnya berada dekat dengan jalan namun berada di wilayah yang rawan banjir dan ada beberapa

kemampuan lahan yang tidak memenuhi standar.

Hasil analisis menunjukkan luas lahan yang termasuk ke dalam kategori kesesuaian tinggi adalah

12104,4 Ha, kesesuaian sedang adalah 5006,24 Ha. Berdasarkan luasan tersebut maka diketahui bahwa pada

dasarnya Kota Makassar memiliki wilayah dengan kesesuaian lahan yang tinggi untuk permukiman. Melihat dari

luasan tersebut pula diketahui bahwa lahan kesesuaian lahan rendah juga tergolong besar, sehingga dalam

pengembangan kota ke depan, perlu mempertimbangkan wilayah-wilayah yang tersebut untuk diberikan perlakuan

teknis khusus sebelum mengembangkan wilayah tersebut.

Page 9: Tugas SIP Model Builder - Analisa Kesesuaian Lahan Permukiman Di Kota Makassar