tugas proyeksi peta - makalah polyeder dan listing program
DESCRIPTION
Makalah PolyederTRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH PROYEKSI PETA
PROYEKSI POLYEDER DAN
PROGRAM TRANSFORMASINYA
Disusun Oleh :
Dany Puguh Laksono
07/256988/TK/33449
JURUSAN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................................................3
I.1. Definisi dan Kondisi Ideal Peta.......................................................................................................3
I.2. Proyeksi Peta....................................................................................................................................3
I.3. Klasifikasi Proyeksi Peta..................................................................................................................4
I.4. Pemilihan Proyeksi Peta..................................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................................................6
II.1. Karakteristik Proyeksi Polyeder.....................................................................................................6
II.2. Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia...................................................................................7
II.3. Sistem Penomoran Bagian Derajat Proyeksi Polyeder.................................................................7
II.4. Keuntungan dan Kerugian Sistem Proyeksi Polyeder..................................................................8
DAFTAR REFERENSI.............................................................................................................................9
LAMPIRAN.............................................................................................................................................10
1. Diagram Alir (Flowchart) untuk program hitungan dengan koreksi (t-T)....................................10
2. Listing Program dengan menggunakan bahasa Pemrograman Matlab........................................12
3. Hasil Output Program dalam Matlab..............................................................................................17
2
BAB I : PENDAHULUAN
I.1. Definisi dan Kondisi Ideal Peta
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam ukuran yang lebih kecil pada bidang datar
[Prihandito, 1988]. Suatu peta idealnya harus dapat memenuhi ketentuan geometrik sebagai berikut :
Jarak antara titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Luas permukaan yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan luas sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan
besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi
Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).
Pada daerah yang relatif kecil (30 km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebagai bidang
datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta dan tetap memenuhi
semua persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secara keseluruhan merupakan
permukaan yang melengkung, maka pemetaan pada bidang datar tidak dapat dilakukan dengan
sempurna tanpa terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yang sebenarnya sehingga tidak semua
persyaratan geometrik peta yang ‘ideal’ dapat dipenuhi. [Mutiara, 2004].
Persoalan ditemui dalam upaya menggambarkan garis yang nampak lurus pada muka
lengkungan bumi ke bidang datar peta. Bila cakupan daerah pengukuran dan penggambaran tidak terlalu
luas, seperti halnya dalam ilmu ukur tanah (plane surveying) yang muka lengkungan bumi bisa dianggap
datar, maka tidak ditemui perbedaan yang berarti antara unsur di muka bumi dan gambarannya di peta
[Rio, online 2009].
Untuk memenuhi satu atau lebih syarat-syarat peta yang ideal, dapat dilakukan dengan dua
macam cara :
Membagi daerah yang dipetakan menjadi bagian-bagian yang tidak begitu luas
Menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan (kalau didatarkan tidak
mengalami distorsi), yaitu bidang kerucut dan bidang silinder.
I.2. Proyeksi Peta
Proyeksi Peta merupakan segala metode untuk merepresentasikan permukaan suatu bola atau
bentuk lain dalam sebuah bidang datar [Wikipedia : Map Projection]. Bisa juga diartikan sebagai
3
prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa
digambarkan diatas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit
untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan
secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut. Dalam hal ini, model bumi yang digunakan adalah
ellipsoid [Mutiara, 2004]. Berbagai model proyeksi peta tersedia dengan karakteristik tertentu yang
menjaga minimal satu syarat peta yang ideal. Tidak ada batasan jumlah yang mungkin dalam membuat
model proyeksi peta [Wikipedia : Map Projection].
I.3. Klasifikasi Proyeksi Peta
Proyeksi peta dapat diklasifikan menurut bidang proyeksi yang digunakan, posisi sumbu simetri
bidang proyeksi, kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, dan ketentuan geometrik yang dipenuhi.
1. Menurut bidang proyeksi yang digunakan
Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran permukaan
bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut bidang proyeksi yang
digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
Proyeksi Azimuthal. Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu
simetri dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap
bidang proyeksi.
Proyeksi Kerucut (Conic). Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu
simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
Proyeksi Silinder (Cylindrical). Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu
simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi [Mutiara,
2004].
2. Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi
Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
Proyeksi Normal (Polar). Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi
Proyeksi Miring (Oblique). Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap
sumbu bumi
Proyeksi Transversal (Equatorial). Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap
sumbu bumi
3. Menurut kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi
Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
Proyeksi Tangent (Menyinggung). Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan
permukaan bumi
4
Proyeksi Secant (Memotong). Apabila bidang proyeksi berpotongan dengan permukaan
bumi
Proyeksi Polysuperficial. Apabila banyak bidang proyeksi yang digunakan [Prihandito,
1988]
4. Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi :
Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
Proyeksi Ekuidistan. Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Proyeksi Konform. Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta
sama dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan
memperhatikan faktor skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai
dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.
Proyeksi Ekuivalen. Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta). [Mutiara,
2004]
5. Berdasarkan cara penurunan peta:
Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral.
Proyeksi Matematis: Semuanya diperoleh dengan hitungan matematis.
Proyeksi Semi Geometris: Sebagian peta diperoleh dengan cara proyeksi dan sebagian
lainnya diperoleh dengan cara matematis [Prihandito, 1988]
I.4. Pemilihan Proyeksi Peta
Pemilihan macam proyeksi peta yang akan digunakan, tergantung pada :
Ciri-ciri yang harus dipertahankan, berhubungan dengan tujuan peta
Besar dan bentuk daerah yang dipetakan
Lokasi/letak daerah di permukaan bumi [Prihandito, 1988]
5
BAB II : PEMBAHASAN
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pemilihan model proyeksi peta diantaranya harus
memperhatikan lokasi yang akan dipetakan. Salah satu model proyeksi peta yang banyak digunakan di
Indonesia adalah Polyeder. Peta dengan proyeksi Polyeder dibuat di Indonesia sejak sebelum Perang
Dunia II, meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan Sulawesi [Rio, online 2009].
II.1. Karakteristik Proyeksi Polyeder
Polyeder merupakan model proyeksi peta dengan karakteristik sistem proyeksi Kerucut (bidang
proyeksi berupa kerucut), Polysuperficial (terdiri dari banyak kerucut), Normal (arah sumbu simetri
berimpit dengan sumbu bumi), Tangent (bidang proyeksi menyinggung bola bumi/ellipsoid) dan
Konform (mempertahankan besar sudut atau arah pada peta) [Prihandito, 1988].
Proyeksi Polyeder digunakan untuk daerah 20' x 20' (37 km x 37 km), sehingga bisa
memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis paralel dengan lintang
sebesar 20' atau tiap jalur selebar 20' diproyeksikan pada kerucut tersendiri.
Proyeksi Polyeder
6
Bidang kerucut menyinggung pada garis paralel tengah yang merupakan paralel baku (faktor
skala k = 1).
Meridian tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub, ke arah KU (Kutub
Utara) untuk daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah KS (Kutub Selatan) untuk daerah di selatan
ekuator. Paralel-paralel tergambar sebagai lingkaran konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30 km,
koreksi jurusan kecil sekali sehingga bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi bagian derajat di
wilayah Indonesia maksimum 1.75'. [Prihandito, 1988]
Secara praktis, pada kawasan 20' x 20', jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak lurusnya di
bidang proyeksi mendekati sama atau bisa dianggap sama.
II.2. Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia
Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (Bujur
Jakarta jakarta=106o 48’ 27”,79 BT) [Mutiara, 2004]
Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan untuk pemetaan topografi dengan cakupan:
94° 40 BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap 20' atau menjadi 139 bagian,
11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20' atau menjadi 51 bagian.
Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3, ... , 139. (menggunakan Angka Arab)
dan penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ... , LI. (menggunakan Angka Romawi)
o, o Paralel Standard
Meridian Standard
20’
20’
Bagian Derajad Proyeksi Polyeder [Mutiara, 2004]
Gratikul Polyeder untuk belahan Bumi Utara
7
II.3. Sistem Penomoran Bagian Derajat Proyeksi Polyeder
Wilayah Indonesia dengan 94o 40' BT – 141o BT dan 6o LU – 11o LS dibagi dalam 139 x LI
bagian derajat, masing-masing 20' x 20'.
Setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit dengan
meridian tengah dan sumbu Y tegak lurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik
tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O.
Koordinat titik-titik lain seperti titik triangulasi dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik
pusat bagian derajat masing-masing bagian derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok) geografis
lembar peta dihitung berdasarkan skala peta, misal 1 : 100 000, 1 : 50 000, 1 : 25 000 dan 1 : 5 000.
Pada skala 1 :50 000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20' x 20') tergambar dalam 4 lembar
peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah
garis tegak lurus sumbu Y yang melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar
peta mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar sumbu X,Y dari
sistem koordinat bagian derajat.
II.4. Keuntungan dan Kerugian Sistem Proyeksi Polyeder
Keuntungan proyeksi polyeder:
Karena perubahan jarak dan sudut pada satu bagian derajat 20' x 20', sekitar 37 km x 37 km bisa
diabaikan, maka proyeksi ini baik untuk digunakan pada pemetaan teknis skala besar.
Kerugian proyeksi polyeder:
a. Untuk pemetaan daerah luas harus sering pindah bagian derajat, memerlukan tranformasi
koordinat,
b. Grid kurang praktis karena dinyatakan dalam kilometer fiktif,
c. Tidak praktis untuk peta skala kecil dengan cakupan luas,
d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km [Prihandito, 1988].
8
DAFTAR REFERENSI
- Ensiklopedi online Wikipedia (en.wikipedia.org), “Map Projection”, online 2009.
- Mutiara, Ira. 2004. “Materi Diklat Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota”. FTSP-ITS,
Surabaya
- Prihandito, Aryono. 1988. “Proyeksi Peta”. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
- Rio. Blog riotropolis.blogspot.com. online 19 September 2009
9
LAMPIRAN
1. Diagram Alir (Flowchart) untuk program hitungan dengan koreksi (t-T)
Koordinat Pendekatan msg2 titikSudut dan Jarak Terkoreksi Bowditch
Data EllipsoidKoordinat Geodetik Titik 1
Azimuth AwalKoord. Pusat Peta Polyeder
Hitung N0, M0, R0
Begin
Temporary Variable :MatTMP = [0]
Hitung Harga K dan Koreksi Jarak
Koreksi Kesalahan Penutup Sudut
Hitung Koreksi (t-T) : Variable [MatT]
A B
10
[DmaT] <
0.01”?
Koordinat Baru (Xbr, Ybr)
End.
Selisih (t-T)n dan (t-T)n-1 : [MatT] – [MatTMP] = [DmatT]
Hitung Azimuth Baru
Hitung Koordinat Baru
A B
Pemberian nilai :[MatTMP] := [MatT]
Y
T
Iterasi := Iterasi + 1
11
2. Listing Program dengan menggunakan bahasa Pemrograman Matlab
% Program Hitungan Proyeksi Peta
% Koreksi (t-T) dan jarak (faktor skala)
clc
clear all
format long g
format compact
% Fungsi Konversi Sudut
rad = inline('sdt*pi/180');
% deg = inline('sdt*180/pi');
% decideg = inline('deg+(min/60)+(sec/3600)','deg','min','sec');
% decideg2deg = inline('[fix(dd) (fix((dd-fix(dd))*60)) (((dd-fix(dd))*60)-fix((dd-
fix(dd))*60))*60]');
% Fungsi hitungan
tTab = inline('(1/(6*(r0^2)*sin((1/3600)*pi/180)))*(x2-
x1)*(2*y1+y2)','r0','x1','y1','x2','y2');
tTba = inline('(1/(6*(r0^2)*(-sin((1/3600)*pi/180))))*(x2-
x1)*(y1+2*y2)','r0','x1','y1','x2','y2');
k = inline('1+(((y1^2) + (y1*y2) + (y2^2))/(6*(r0^2)))','r0','y1','y2');
No = inline('a/sqrt(1-e2*(sin(lintg))^2)','a','e2','lintg');
Mo = inline('(a*(1-e2))/(1-e2*(sin(lintg))^2)^(3/2)','a','e2','lintg');
fprintf('\n\n');
fprintf(1,'------------------------------------------------------------------------\n');
fprintf(1,' PROGRAM HITUNGAN PROYEKSI PETA\n');
fprintf(1,' Koreksi (t-T) dan Faktor Skala Proyeksi Polyeder\n');
fprintf(1,'------------------------------------------------------------------------\n\n');
% Input data koordinat pendekatan (hasil hitungan bowditch)
fid = fopen('c:\matlab6\work\inp_propet.txt');
F = fread(fid);
inp1 = sscanf(char(F),'%f',[3,5])';
fprintf('Koordinat pendekatan (hasil hitungan bowditch)\n');
inp1
% Plotting Data dalam variabel
for n = 1:5,
koordX(n,1) = [inp1(n,2)];
koordY(n,1) = [inp1(n,3)];
end
% Input data ukuran terkoreksi (sudut dan jarak terkoreksi bowditch)
12
fid2 = fopen('c:\matlab6\work\inp_propet2.txt');
F2 = fread(fid2);
inp2 = sscanf(char(F2),'%f',[5,5])';
fprintf('Data ukuran terkoreksi (sudut dan jarak terkoreksi bowditch)\n');
inp2
% Plotting Data dalam variabel sudut(n) dan matriks sudut
for n = 1:5,
eval(['sdt' num2str(n) ' = inp2(n,2)+(inp2(n,3)/60)+(inp2(n,4)/3600);']);
jrk(n,1) = [inp2(n,5)]
end;
sdt = [sdt1; sdt2; sdt3; sdt4; sdt5];
% Data Hitungan
fprintf('\n.: Data Ellipsoid : \n');
WGS84.a = 6378137.0;
WGS84.finv = 298.257223563
WGS84.e2 = 2*(1/WGS84.finv)+(1/WGS84.finv)^2;
fprintf('.: Koordinat Geodetik Titik 1 :');
fprintf('\n Lintang = 8o 25'' 8".042 LS ');
Geod1.lintg = -(8+(25/60)+(8.042/3600));
fprintf('\n Bujur = 7o 35'' 50".22 BT ');
Geod1.bjr = (7+(35/60)+(50.22/3600));
fprintf('\n.: Azimuth awal Titik P - Titik 1,2 :');
fprintf('\n Az. P12 = 30o 12'' 20"');
Azp12 = (30+(12/60)+(20/3600));
% Pusat Polyeder
fprintf('\n.: Koord Pusat Lembar Peta Polyeder :');
fprintf('\n Lintang = 8o 30'' LS ');
Poli.lintg = -(8+(30/60));
fprintf('\n Bujur = 7o 30'' BT ');
Poli.bjr = (7+(30/60));
fprintf('\n\nHitungan N0, M0, dan R0 (meter)\n');
N0 = No(WGS84.a,WGS84.e2,rad(Poli.lintg))
M0 = Mo(WGS84.a,WGS84.e2,rad(Poli.lintg))
R0 = sqrt(M0*N0)
% -------------------------------e - T e r a s i-------------------------------
iterasi = 1;
matTmp = zeros(10,1);
while 1
fprintf('\n\nIterasi ke : %2.0f\n',iterasi);
13
% Harga k
fprintf('\n # Faktor Skala : \n');
for n = 1:5
if n<5,
m = n+1;
else
m=1;
end
K(n,1) = k(R0, koordY(n), koordY(m));
end
K
% Koreksi Jarak
fprintf('\n # Jarak terkoreksi k : \n');
jrk = jrk .* K
% timinti
fprintf('\n # Nilai koreksi (t-T) (dalam detik) :\n')
for n = 1:5
if n<5,
m = n+1;
else
m=1;
end
eval(['tT',num2str(n),num2str(m),' = tTab(R0, koordX(n), koordY(n),koordX(m),koordY(m))']);
eval(['tT',num2str(m),num2str(n),' = tTba(R0, koordX(n), koordY(n),koordX(m),koordY(m))']);
end %endfor
matT = [tT12;tT21;tT23;tT32;tT34;tT43;tT45;tT54;tT51;tT15];
% fprintf('\n\nKoreksi sudut dengan koreksi (t-T) :\n'); %(t-T) dalam detik
sdt(1) = sdt(1) + tT12/3600 + tT15/3600;
sdt(2) = sdt(2) + tT23/3600 + tT21/3600;
sdt(3) = sdt(3) + tT34/3600 + tT32/3600;
sdt(4) = sdt(4) + tT45/3600 + tT43/3600;
sdt(5) = sdt(5) + tT51/3600 + tT54/3600;
% Koreksi Sudut dengan kesalahan penutup sudut
korsdt = (1260-(sdt(1)+sdt(2)+sdt(3)+sdt(4)+sdt(5)))/5;
for n = 1:5,
sdt(n) = sdt(n) + korsdt;
end
fprintf('\n\n # Hitungan Azimuth (derajat) :\n');
Az12 = Azp12
Az23 = sdt(2) -180 + Az12
14
Az34 = sdt(3) -180 + Az23
Az45 = sdt(4) -180 + Az34
Az51 = sdt(5) -180 + Az45-360
Azm = [Az12; Az23; Az34; Az45; Az51];
% Hitungan Dsin Alpha, SigmFx, dan koreksinya
SigmD = sum(jrk);
dsinAlph = jrk .* sin(rad(Azm));
SigmFx = sum(dsinAlph);
for n = 1:5,
KorDsinA(n,1) = (-jrk(n)/SigmD)*SigmFx;
end
CtDsinA = dsinAlph + KorDsinA;
% Hitungan Dcos Alpha, SigmFy, dan koreksinya
dcosAlph = jrk .* cos(rad(Azm));
SigmFy = sum(dcosAlph);
for n = 1:5,
KorDcosA(n,1) = (-jrk(n)/SigmD)*SigmFy;
end
CtDcosA = dcosAlph + KorDcosA;
% Hitungan Koordinat Baru
fprintf('\n\n # Koordinat Baru :\n');
xBr(1,1) = [koordX(1)];
xBr(2,1) = [xBr(1,1) + CtDsinA(1)];
xBr(3,1) = [xBr(2,1) + CtDsinA(2)];
xBr(4,1) = [xBr(3,1) + CtDsinA(3)];
xBr(5,1) = [xBr(4,1) + CtDsinA(4)];
xBr
yBr(1,1) = [koordY(1)];
yBr(2,1) = [yBr(1,1) + CtDcosA(1)];
yBr(3,1) = [yBr(2,1) + CtDcosA(2)];
yBr(4,1) = [yBr(3,1) + CtDcosA(3)];
yBr(5,1) = [yBr(4,1) + CtDcosA(4)];
yBr
% Batas Iterasi dan pemberian nilai baru ke variabel temporary
fprintf('\n # Selisih (t-T)n dan (t-T)n-1 :\n');
DmatT = matT-matTmp
matTmp = matT;
if (DmatT<0.01), % Toleransi batas iterasi
break;
end %if
iterasi = iterasi + 1;
end %while
15
fprintf(1,'\n------------------------------------------------------------------------\n');
fprintf(1,' Program Selesai\n');
% xBr(6,1) = xBr(1,1);
% yBr(6,1) = yBr(1,1);
% plot(xBr, yBr);
% title('Plotting Titik Hasil Hitungan');
Isi File “inp_propet.txt” :
1 10713.61246 8968.120328
2 60981.47386 95503.6059
3 134718.66451 50580.25671
4 30282.51941 -19032.76964
5 -21555.81299 24874.53632
Isi File “inp_propet2.txt” :
1 93 57 12 100061
2 271 9 12 86425
3 294 54 12 125476
4 254 00 12 67870
5 345 59 12 36010
16
3. Hasil Output Program dalam Matlab
------------------------------------------------------------------------
PROGRAM HITUNGAN PROYEKSI PETA
Koreksi (t-T) dan Faktor Skala Proyeksi Polyeder
------------------------------------------------------------------------
Koordinat pendekatan (hasil hitungan bowditch)
inp1 =
1 10713.61246 8968.120328
2 60981.47386 95503.6059
3 134718.66451 50580.25671
4 30282.51941 -19032.76964
5 -21555.81299 24874.53632
Data ukuran terkoreksi (sudut dan jarak terkoreksi bowditch)
inp2 =
1 93 57 12 100061
2 271 9 12 86425
3 294 54 12 125476
4 254 0 12 67870
5 345 59 12 36010
.: Data Ellipsoid :
WGS84 =
a: 6378137
finv: 298.257223563
.: Koordinat Geodetik Titik 1 :
Lintang = 8o 25' 8".042 LS
Bujur = 7o 35' 50".22 BT
.: Azimuth awal Titik P - Titik 1,2 :
Az. P12 = 30o 12' 20"
.: Koord Pusat Lembar Peta Polyeder :
Lintang = 8o 30' LS
Bujur = 7o 30' BT
Hitungan N0, M0, dan R0 (meter)
N0 =
6378605.03926884
M0 =
6336690.71857507
R0 =
6357613.33754979
Iterasi ke : 1
17
# Faktor Skala :
K =
1.00004147303744
1.00006807770676
1.00000807340744
1.00000209288722
1.00000380283996
# Jarak terkoreksi k :
jrk =
100065.149833599
86430.883615807
125477.013018873
67870.1420442557
36010.136940267
# Nilai koreksi (t-T) (dalam detik) :
tT12 =
4.8499995681013
tT21 =
-8.54973189665705
tT23 =
15.1511867349949
tT32 =
-12.333813563543
tT34 =
-7.29501829783873
tT43 =
1.11162304529744
tT45 =
0.581586745820701
tT54 =
1.3542711467493
tT51 =
1.6115440427144
tT15 =
-1.17497872620115
# Hitungan Azimuth (derajat) :
Az12 =
30.2055555555556
Az23 =
121.360983366966
Az34 =
236.259124987627
18
Az45 =
310.263189397636
Az51 =
116.250940642477
# Koordinat Baru :
xBr =
10713.61246
60981.8877612743
134721.010913618
30285.6949534321
-21555.6907261819
yBr =
8968.120328
95509.5420956316
50582.4641612375
-19033.8214025101
24873.0296915286
# Selisih (t-T)n dan (t-T)n-1 :
DmatT =
4.8499995681013
-8.54973189665705
15.1511867349949
-12.333813563543
-7.29501829783873
1.11162304529744
0.581586745820701
1.3542711467493
1.6115440427144
-1.17497872620115
Iterasi ke : 2
# Faktor Skala :
K =
1.00004147303744
1.00006807770676
1.00000807340744
1.00000209288722
1.00000380283996
# Jarak terkoreksi k :
jrk =
100069.299839305
19
86436.767632157
125478.026045924
67870.2840888087
36010.2738810548
# Nilai koreksi (t-T) (dalam detik) :
tT12 =
4.8499995681013
tT21 =
-8.54973189665705
tT23 =
15.1511867349949
tT32 =
-12.333813563543
tT34 =
-7.29501829783873
tT43 =
1.11162304529744
tT45 =
0.581586745820701
tT54 =
1.3542711467493
tT51 =
1.6115440427144
tT15 =
-1.17497872620115
# Hitungan Azimuth (derajat) :
Az12 =
30.2055555555556
Az23 =
121.363077845044
Az34 =
236.256027753032
Az45 =
310.260823239716
Az51 =
116.249659062732
# Koordinat Baru :
xBr =
10713.61246
60982.301645404
134723.357052939
20
30288.87045503
-21555.5684184786
yBr =
8968.120328
95515.4785457359
50584.6715254108
-19034.8730767849
24871.5230840307
# Selisih (t-T)n dan (t-T)n-1 :
DmatT =
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
------------------------------------------------------------------------
Program Selesai
21
Hasil Hitungan Program :
Titik Koordinat X Lama Koordinat Y Lama
1 10713.61246 8968.120328
2 60981.47386 95503.6059
3 134718.66451 50580.25671
4 30282.51941 -19032.76964
5 -21555.81299 24871.53632
Titik Koordinat X Baru Koordinat Y Baru
1 10713.61246 8968.120328
2 60982.301645404 95515.4785457359
3 134723.357052939 50584.6715254108
4 30288.87045503 -19034.8730767849
5 -21555.5684184786 24871.5230840307
22