tugas perkembangan berfikir kreatif

20
PERKEMBANGAN PENELITIAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA I. Pendahuluan Latar Belakang Kreativitas dari para matematikawan adalah daerah yang paling jarang diteliti dalam matematika dan pendidikan matematika. Salah satu masalah dalam pembelajaran Matematika di SMP adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Soal Cerita), khususnya soal non rutin atau terbuka (open ended). Hal itu disebabkan salah satunya karena kelemahan siswa dalam aspek-aspek kemampuan berfikir kreatif yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Untuk itu diperlukan pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dengan pengajuan masalah (problem posing). Tahun 2010 pemerintah Indonesia mancanangkan sebagai tahun “Indonesia Kreatif”. Pertanyaan yang muncul adalah : Apakah masyarakat Indonesia telah siap? Apakah sekolah sebagai ujung tombak pembangunan sumber daya manusia, sudah melakukan terobosan-terobosan kearah tersebut? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan membayangi kita. Dalam hal ini sekolah sebagai tempat menempah generasi muda bangsa ini harus sudah mempersiapkan siswanya untuk mampu berfikir kreatif (asosiasi bebas, imajinasi, intuisi dan rasa ingin tahudan selalu bertanya) sebagai dasar untuk dapat hidup kreatif (mandiri, kreasi dalam

Upload: sultan-andilah

Post on 02-Feb-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berfikir kreatif

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

PERKEMBANGAN PENELITIAN BERPIKIR KREATIF

MATEMATIKA

I. Pendahuluan

Latar Belakang

Kreativitas dari para matematikawan adalah daerah yang paling jarang diteliti

dalam matematika dan pendidikan matematika.

Salah satu masalah dalam pembelajaran Matematika di SMP adalah rendahnya

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Soal Cerita), khususnya soal non rutin

atau terbuka (open ended). Hal itu disebabkan salah satunya karena kelemahan siswa

dalam aspek-aspek kemampuan berfikir kreatif yang diperlukan untuk memecahkan

masalah. Untuk itu diperlukan pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah

pembelajaran dengan pengajuan masalah (problem posing).

Tahun 2010 pemerintah Indonesia mancanangkan sebagai tahun “Indonesia

Kreatif”. Pertanyaan yang muncul adalah : Apakah masyarakat Indonesia telah siap?

Apakah sekolah sebagai ujung tombak pembangunan sumber daya manusia, sudah

melakukan terobosan-terobosan kearah tersebut? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang

akan membayangi kita. Dalam hal ini sekolah sebagai tempat menempah generasi

muda bangsa ini harus sudah mempersiapkan siswanya untuk mampu berfikir kreatif

(asosiasi bebas, imajinasi, intuisi dan rasa ingin tahudan selalu bertanya) sebagai dasar

untuk dapat hidup kreatif (mandiri, kreasi dalam berkarya, berbuat/bertindak luar biasa

dan inovatif). Salah satu mata pelajaran yang berpotensi untuk mengembangkan

kemampuan berfikir kreatif adalah matematika. Aspek penting yang ikut berkontribusi

dalam keberhasilan pendidikan matematika adalah pembelajaran dalam rangka

mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Oleh sebab itu upaya peningkatan proses

pembelajaran matematika khususnya tentang mengembangkan kemampuan berpikir

matematik perlu dilakukan sejak dini dan secara berkesinambungan. Mengembangkan

kemampuan berpikir seperti berpikir kreatif sangat dibutuhkan dalam mempelajari

matematika, ilmu-ilmu lain dan teknologi dan bagi pengembangan diri siswa. Padahal

pelaksanaan pembelajaran matematika di SD, pengembangan kemampuan berfikir

umumnya kurang mendapat perhatian. Kebanyakan guru mengajar matemattika

menggunakan cara biasa (tradisional) yang hanya memfokuskan pada pelatihan symbol

Page 2: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

matematika dan penerapan algoritma. Pembelajaran seperti ini kurang mendukung

pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa, dan akibatnya prestasi belajar

matematika siswa rendah.

Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif matematis serta

menumbuhkan minat dan motivasi dalam belajar adalah dengan cara mengubah

pendekatan pembelajaran yang selama ini cenderung tradisional. Perubahan

pendekatan pembelajaran sangat perlu karena melalui pendekatan tersebut bagaimana

siswa dapat memahami konsep, prinsip, prosedur serta fakta yang dapat digunakan

dalam pemecahan masalah.

Kebanyakan orang diasumsikan kreatif, tetapi derajat kreativitasnya berbeda.

Gagasan tingkat berpikir kreatif siswa telah diungkapkan oleh para ahli melalui

berbagai penelitian. Siswa memiliki berbagai latar belakang dan kemampuan yang

berbeda. Mereka memiliki berbagai potensial dalam pola pikir, imajinasi, fantasi dan

kinerja. Oleh karena itu siswa memiliki berbagai tingkat berbagai kreatif. Oleh karena

itu perlu dikaji tingkat berpikir kreatif matematika siswa di dalam kelas.

II. Rumusan Masalah dan Tujuan

a. Rumusan Masalah

1. Apakah model Gestalt daam kreatifitas matematika masih diaplikasikan hingga

saat ini?

2. Apakah karakteristik dari proses berfikir kreatif dalam matematika?

3. Apakah penerapan pembelajaran pengajuan masalah (problem Posing) akan

meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa kelas VIID di SMP Negeri 6

Sidoarjo?

4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan

kemampuan matematis rendah yang mendapat pembelajaran open ended dengan

perlakuan pemberian tugas tambahan lebih baik daripada peningkatan kemampuan

berpikir kreatif siswa yang mendapat pembelajaran open ended tanpa perlakuan

pemberian tugas tambahan?

5. Apakah Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dapat meningkatkan kemampuan

berpikir siswa SD?

Page 3: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

b. Tujuan

1. Untuk Mendapatkan pandangan yang mendasar tentang kreativitas matematika,

terutama dalam menguji keterpakaian model gestalt

2. Untuk mengetahui karakteristik dari pemikiran para matematikawan dalam

menghasilkan keativitas matematikanya

3. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan pengajuan masalah (problem

posing) dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa dalam matematika.

4. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara

siswa dengan kemampuan matematis rendah yang mendapat pembelajaran open

ended dengan perlakuan pemberian tugas tambahan dan yang mendapat

pembelajaran open ended tanpa perlakuan pemberian tugas tambahan?

5. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa SD melalui

Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

III. Kajian Pustaka

a. Berpikir

Presseisen (2001), berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi

mental ketika pengetahuan diperoleh.

Sementara, menurut Fisher (dalam Ratnaningsih, (2007), berpikir berkaitan erat

dengan apa yang terjadi dalam otak manusia dan fakta-fakta yang ada di dunia,

berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (apabila diekspresikan) bisa

diobservasi dan dikomunikasikan.

b. Berpikir Kreatif

Isaksen et al (Grieshober, 2004) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai proses

konstruksi ide yang menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan

keterincian.

McGregor (2007), berpikir kreatif adalah berpikir yang mengarah pada pemerolehan

wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami

sesuatu.

Page 4: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

Martin (2009), kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menghasilkan

ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Pada umumnya, berpikir kreatif

dipicu oleh masalah-masalah yang menantang.

Sharp (Briggs dan Davis, 2008) mengidentifikasi beberapa aspek berpikir kreatif,

yaitu kebaruan, produktivitas, dan dampak atau manfaat. Kebaruan merujuk pada

strategi penyelesaian masalah yang bersifat unik. Kebaruan tidak harus dikaitkan

dengan ide yang betul-betul baru, melainkan baru menurut siswa. Ketika siswa

menemukan solusi masalah untuk pertama kalinya, ia telah menemukan sesuatu yang

baru, setidaknya bagi dirinya sendiri. Produktivitas merujuk pada konstruksi sebanyak

mungkin ide, tak peduli apakah ide itu baru atau tidak. Sedangkan dampak atau

manfaat merujuk pada kebermanfaatan suatu ide. Dalam konteks pembelajaran, salah

satu bentuk dampak tersebut adalah meningkatnya kepercayaan diri siswa setelah

mampu menyelesaikan soal yang baru. Komponen dampak atau manfaat ini penting

dikemukakan karena betapapun suatu produk dikategorikan baru, tetapi bila tidak

bermanfaat atau bahkan merugikan, produk itu tidak dapat dikategorikan kreatif.

Harris (2000) terdapat tiga aspek kemampuan berpikir kreatif, yaitu kesuksesan,

efisiensi, dan koherensi. Kesuksesan berkaitan dengan kesesuaian solusi dengan

masalah yang diselesaikan. Efisiensi berkaitan dengan kepraktisan strategi

penyelesaian masalah. Sedangkan aspek koherensi berkaitan dengan kesatuan atau

keutuhan ide atau solusi. Ide yang koheren adalah ide yang terorganisasi dengan baik,

holistis, sinergis, dan estetis.

Martin (2009) mengemukakan tiga aspek kemampuan berpikir kreatif, yaitu

produktivitas, originalitas atau keaslian, dan fleksibilitas atau keluwesan. Produktivitas

berkaitan dengan banyaknya hasil karya yang dihasilkan. Originalitas berkaitan dengan

suatu hasil karya yang berbeda dengan hasil karya serupa di sekitarnya. Fleksibilitas

merujuk pada kemauan untuk memodifikasi keyakinan berdasarkan informasi baru.

Silver (1997) menyatakan bahwa kreativitas bukan sebagai domain segelintir individu

yang istimewa, melainkan lebih sebagai orientasi atau disposisi terhadap aktivitas

matematikyang dapat dikembangkan secara luas di sekolah-sekolah umum.

Munandar (2002) menyatakan bahwa kreativitas dapat dirumuskan sebagai

kemampuan yang mencerminkan aspek-aspek kelancaran, keluwesan, originalitas

dalam berfikir dan kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,

memperinci) suatu gagasan

Page 5: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

Sriraman (2004) mendefinisikan kreativitas sebagai proses yang hasilnya tidak biasa,

solusi yang dalam dari persoalan yang diberikan dan terlepas dari tingkat

kompleksitas.

c. Berpikir Kreatif Matematis

Krutetski (Park, 2004) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai

kemampuan menemukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel.

Holland (Mann, 2005) mengidentifikasi aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif

matematis, yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan sensitivitas. Menurut

Livne (2008), berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk

menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah matematika yang

bersifat terbuka.

Ervynk (1991) menyatakan bahwa kreativitas matematik adalah kemampuan untuk

memecahkan masalah-masalah dan untuk mengembangkan pemikiran dalam struktur-

struktur dengan sifat deduktif logic. Konsep-konsep yang dihasilkan mengintegrasi ke

dalam hal-hal penting di matematik.

Pehnoken (1997), kreativitas tidak hanya terjadi pada bidang-bidang tertentu, seperti

seni, sastra,atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan,

termasuk matematika. Pembahasan mengenai kreativitas dalam matematika lebih

ditekankan pada prosesnya, yakni proses berpikir kreatif. Oleh karena itu, kreativitas

dalam matematika lebih tepat diistilahkan sebagai berpikir kreatif matematis. Meski

demikian, istilah kreativitas dalam matematika atau berpikir kreatif matematis

dipandang memiliki pengertian yang sama, sehingga dapat digunakan secara

bergantian.

Pentingnya kreativitas dalam matematika dikemukakan oleh Bishop (Pehnoken, 1997)

yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua keterampilan berpikir matematis,

yaitu berpikir kreatif yang sering diidentikkan dengan intuisi dan kemampuan berpikir

analitik yang diidentikkan dengan kemampuan berpikir logis.

Kiesswetter (Pehnoken, 1997) menyatakan bahwa kemampuan berpikir fleksibel yang

merupakan salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan

penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Pendapat ini menegaskan eksistensi kemampuan berpikir kreatif matematis.

Page 6: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

d. Pengajuan Masalah (Problem Posing)

Problem Posing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu problem

dan posing. Menurut Echols & Shadily (1990 : 448 & 439) “problem” diartikan

sebagai soal atau masalah sedangkan “posing” dari kata pose yang artinya

mengajukan. Dari kata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa problem posing

diartikan mengajukan masalah/mengajukan soal.

Problem posing menurut Silver & Cay dalam Abdussakir (2009 :1) memiliki beberapa

pengertian yakni : (1) perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada

dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka

memecahkan soal yang rumit, (2) perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat

pada soal yang telah diselesaiakan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain, (3)

perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum,

ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal.

Stoyanova dalam Abdussakir (2009:1) mengklasifikasikan informasi atau situasi

problem posing menjadi 3 bagian yakni (1) situasi yang bebas, (2) semiterstruktur dan

(3) terstruktur.

Problem posing merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran matematika.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) merekomendasikan agar dalam

pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal

sendiri. Surtini dkk (2003:13) menjelaskan bahwa pemberian soal merupakan kegiatan

yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif.

Pengajuan masalah (problem posing) adalah tugas yang meminta siswa untuk

mengajukan atau membuat masalah (soal) baru sesudah menyelesaikan masalah awal

yang diberikan. Soal yang baru tersebut juga harus diselesaikan siswa sendiri atau

dipertukarkan dengan siswa lain.

Pengajuan masalah intinya merupakan tugas kepada siswa untuk membuat atau

merumuskan masalah sendiri yang kemudian dipecahkannya sendiri atau dipecahkan

teman lainnya

Dunlap (2001) menjelaskan bahwa pengajuan masalah sedikit berbeda dengan

pemecahan masalah, tetapi masih merupakan suatu alat valid untuk mengajarkan

berpikir matematis.

Page 7: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

Moses (dalam Dunlap, 2001) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong

berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan masalah. Pertama, memodifikasi

masalah-masalah dari buku teks. Kedua, menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang

mempunyai jawaban ganda. Masalah yang hanya mempunyai jawaban tunggal tidak

mendorong berpikir matematika dengan kreatif, siswa hanya menerapkan algoritma

yang sudah diketahui.

e. Teori Gestalt

Kreativitas pembentukan Gestalt dari pola-pola yang kurang terstruktur

Kreativitas dimulai dari permasalahan

Kreativitas menghaslkan gagasan baru/insight melalui imajinasi bukan melalui

pikiran logis yang realistis

Empat tahap berpikir kreatif menurut Gestalt :

1. Preparation (Persiapan)

2. Inkubation (Inkubasi)

3. Illumination (Illuminasi)

4. Verification (Verifikasi)

f. Open Ended

Masalah matematika yang memiliki berbagai macam cara penyelesaian atau lebih dari

satu jawaban yang benar disebut open ended. Pendekatan open ended lebih

menekankan pada proses atau bagaimana seorang siswa sampai pada hasil. Hal ini

sejalan dengan pendapat Suherman, (2001:113) yang menyatakan bahwa masalah yang

diformulasikan tidak mendapat jawaban tunggal yang benar disebut open ended.

Menurut Shimada (1997) bahwa pendekatan pembelajaran yang menampilkan suatu

problem yang dapat diselesaikan dengan multi jawaban atau metode solusi disebut

pendekatan open ended. Menurut Nohda (Suherman, 2001) tujuan pembelajaran open

ended untuk membantu mengembangkan kegiatan kreativitas dan pola piker matematis

siswa melalui problem solving secara simultan.

Pendekatan open ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan

eksplorasi, menemukan, mengenali dan memecahkan masalah dengan berbagai cara.

Melalui pendekatan open ended siswa diberi kebebsan untuk mengemukakan ide atau

gagasan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri.

Page 8: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

g. Pembelajaran Matematika Realistic

Pembelajaran yang menggunakan PMR, dimulai dari mengerjakan masalah yang

langsung dalam kehidupan sehari-hari (matematika realistic). Melalui mengerjakan

masalah matematika yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyat, siswa

membangun konsep dan pemahaman matematika mereka dengan menggunakan naluri,

insting, daya nalar dan konsep yang sudah diketahui. Mereka membentuk sendiri

struktur pengetahuan matematika merekamelalui bantuan guru dengan mendiskusikan

kemungkinan alternative jawaban yang ada. Membangun konsep dan pemahaman

matematika inilah yang dapat menunjang kemampuan berpikir kreatif siswa.

Hipotesis Penelitian

1. Proses Kreativitas para matematikawan mengikuti empat model Gestalt

2. Interaksi social, perbandingan, heuristic, intuisi dan pembuktian adalah

karakteristik umum dari kreativitas matematika

3. Pembelajaran dengan pengajuan masalah (problem posing) dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa

4. Peningkatan Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan kemampuan

matematis rendah yang mendapat pembelajaran open ended dengan perlakuan

pemberian tugas tambahan lebih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir

kreatif siswa yang mendapat pembelajaran open ended tanpa perlakuan pemberian

tugas tambahan

IV. Metode Penelitian

a. Penelitian pertama

Penelitian ini menggunakan metode wawancara sebagai metode utama yang

dimodifikasi dengan kuisioner dari L’Enseigemen Mathematique (1902) dan Muir

(1988).Rasionalisasi dari penggunaan kuisioner yang sudah dimodifikasi adalah untuk

memungkinkan para matematikawan mengekspresikan dirinya secara bebas ketika

merespon pertanyaan-pertanyaan umum dan untuk menguji keterpakain model gestalt.

Oleh karena itu instrument yang disusun dimodifikasi untuk mengoperasionalkan teori

gestalt dan untuk mendorong munculnya ide alami.

Lima matematikawan dari Fakultas Pascasarjana matematika untuk program doktor

(Ph.D) yang berada di Universitas-Universitas Barat yang dipilih. Para matematikawan

Page 9: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

dipilih berdasarkan kecakapan(kepandaian) dan bermacam-macam bidang matematika

yang telah dikerjakan, diukur berdasarkan berdasarkan banyaknya makalah yang

diterbitkan dalam jurnal-jurnal terkemuka, disamping itu berbagai kajian matematika

telh mereka lakukan dalam penelitian-penelitiannya. Empat orang matematikawan

yang dipilih berkedudukan sebagai profesor penuh, mereka telah mengabdikan diri

sebagai para matematikawan selama kurang lebih 30 tahun. Satu dari matematikawan

tersebut masih muda tetapi sudah berkedudukan sebagai asosiate profesor. Selrurh

wawancara dilaksanakan secara formal, dengan setting ruangan tertutp, di ruangan

kantor mereka masing-masing. Wawancara yang dilaksanakan direkam oleh tape

recorder.

b. Penelitian kedua

Penelititan dilakukan menggunakan Penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua

siklus dengan tiap-tiap siklus 2 kali pertemuan. Untuk dapat melihat kemampuan

berfikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah garis dan sudut dan persentase

kebenarannya, maka sebelumnya di berikan tes diagnostic yang berfungsi sebagai

evaluasi awal (initial evaluation). Prosedur penelitian meliputi (1) perencanaan

(planning), (2) pelaksanaan tindakan (action), (3) observasi (observation), dan (4)

refleksi (reflection) dalam setiap siklus

c. Penelitian ketiga

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen, sedangkan desain

penelitiannya adalah randomized pretes-postes control group design. Penelitian ini

dilakukan di salah satu SMU negeri di Kabupaten Muna. Populasinya adalah seluruh

siswa SMU kelas XI semester 2 tahun pelajaran 2007/2008. Sebagai sampel penelitian,

peneliti memilih 2 kelas siswa SMU Negeri 1 Napabalano yang terdiri dari kelas

eksperimen dan kelas control. Pemilihan kedua kelas tersebut dengan menggunakan

teknik Cluster Random Sampling. Untuk memperoleh data dalam penelitian digunakan

dua macam instrument yaitu 1) Bentuk tes, yang terdiri dari seperangkat soal untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif 2) Bentuk non tes, yang terdiri dari skala sikap

siswa, lembar pengamatan kegiatan pembelajaran siswa.

Page 10: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

d. Penelitian keempat

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, populasi penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas V SD di Kota kendari. Sedangkan sampel di ambil dari dua sekolah level

sedang. Pada masing-masing sekolah diambil dua kelas dengan teknis purpose

sampling, satu kelas menjadi kelas eksperimen dan satu kelas lainnya menjadi kelas

control. Disamping itu siswa dikelompokkan berdasarkan kategori tingkat kemampuan

matematika tinggi, sedang dan rendah. Desain penelitian yang digunakan adalah desain

kelompok control non-ekuivalen.

Teknik Analisis Data

Karena kreativitas adalah suatu konstruksi yang luar biasa rumit yang meliputi ruang

lingkup yang luas dari interkasi sikap dan kemampuan. Sehingga peneliti sangat yakin

bahwa penelitian ini harus dilakukan secara holistik. Prinsip induksi analisis ( Patton,

2002) diguanakan dalam transkrip wawancara untuk menemukan tema dominan yang

menjelaskan kelakuan selama penelitian.

Data hasil tes dianalisis dengan Rumus Gain ternormlisasi (N-Gain), yaitu

membandingkan skor pretes dan postes.

Rumus yang digunakan adalah : Indeks Gain = Postes−P retes

Skor MAksimum−P retes Meltzer,

(Kurniawan : 2006)

Kriteria indeks Gains (g) adalah : g > 0,7 (tinggi); 0,3 < g ≤ 0,7 (sedang); ≤ 0,3

(rendah) Hake (Guntur, 2004).

Data yang diperoleh dari hasil tes, kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai

berikut : (1) Menguji normalitas data tes kedua kelompok dengan uji Chi – kuadrat; (2)

Menguji homogenitas varians data tes akhir kedua kelompok; (3) Uji perbedaan dua

rata-rata pada kedua kelompok dengan melakukan uji -t

Data kemampuan berpikir kreatif diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kreatif

(KBK). Tes tersebut diberikan kepada siswa kelompok eksperimen dan kelompok

control, sebelum perlakuan (pretes) dan setelah perlakuan (postes). Skor pretes dan

Page 11: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

postes kemudian dihitung gain ternormalisasinya (N gain). Analisis data menggunakan

uji-t Data n-Gain KBK

V. Hasil penelitian

1. Secara umum proses kreatif para matematikawan mengikuti empat model Gestalt

yaitu preparation, incubation, illumination dan verification. Ditemukan pula

bahwa interaksi social, perbandingan, heuristic, intuisi dan pembuktian adalah

karakteristik umum dari kreativitas matematika.

2. Pembelajaran dengan pengajuan masalah belum meningkatkan empat aspek

kemampuan berfikir siswa, terutama fleksibilatas dalam memecahkan masalah.

Tetapi untuk aspek pemahaman terhadap informasi masalah kebaruan dan

kefasihan dalam menjawab soal mengalami peningkatan..

3. Kemampuan pengajuan masalah siswa meningkat dengan ditunjukkan semakin

banyaknya siswa yang dapat membuat soal sekaligus penyelesaiannya dengan

benar.

4. Siswa dan guru member respon positif terhadap pembelajaran yang dilakukan

dengan pengajuan masalah. Hambatan terutama ketika menghadapi siswa yang

heterogen dan memerlukan penanganan berbeda-beda ketika penerapan

pembelajaran dengan pengajuan masalah.

5. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan kemampuan matematis

rendah yang mendapat pembelajaran open ended dengan perlakuan pemberian

tugas tambahan lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa yang

mendapat pembelajaran open ended tanpa perlakuan pemberian tugas tambahan.

6. Siswa yang mendapat PMR memperoleh peningkatan kemampuan berpikir kreatif

yang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, baik ditinjau

dari keseluruhan siswa maupun berdasarkan tingkat kemampuan matematika siswa

(tinggi, sedang, rendah). Di samping itu pembelajaran dan tingkat kemampuan

matematika siswa berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan berpikir

kreatif siswa.

Page 12: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

VI. Implikasi/saran

1. Bagi peneliti yang mereplikasi penelitian ini pada sekolah/kelas atau materi yang

berbeda perlu memperhatikan pemilihan “masalah” yang setara untuk tiap siklus

atau pertemuan

2. Untuk penelitian selanjutnya (penelitian lain) mungkin perlu lebih memfokuskan

pada penerapan pengajuan masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah, karena pemecahan masalah sendiri masih merupakan kesulitan bagi siswa

3. Meskipun penerapan pengajuan masalah belum meningkatkan semua aspek

kemampuan berfikir kreatif, tetapi telah menunjukkan manfaat dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, aktivitas siswa ataupun

kemampuan berfikir kritis siswa, sehingga dapat diterapkan untuk materi yang lain

maupun kelas lain.

4. Pembelajaran dengan pendekatan PMR harus terus dilanjutkan karena berpotensi

besar untuk mengembangkan kreativitas siswa berkemampuan matematika sedang

5. Perangkat pembelajaran (RPP, LAS, soal-soal latihan/PR) dan tes kemampuan

berpikir kreatif matematikyang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan

acuan bagi guru SD untuk menerapkan pendekatan matematika realistik

Page 13: Tugas Perkembangan Berfikir Kreatif

DAFTAR PUSTAKA

Awaludin. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pada

Siswa Dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open Ended

dengan Pemberian Tugas Tambahan.

Lambertus. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir kreatif Siswa SD melalui

Pendekatan matematika realistic. Jurnal Pendidikan Matematika universitas

Haluoleo, Kendari. Juli 2010, Volume 1, Nomor 2, ISSN : 2086-8235, hal 153-166.

Siswono,TYE. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kretif siswa

Melalui pengajuan Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains ,FMIPA

Universitas Yogyakarta. Tahun X, No. 1, Juni 2005. ISSN 1410-1866, hal 1-9.

Sriraman, B. 2004. The Characteristics of Mathematical Creativity. Tersedia :

http://www.barathsriraman.edu.vn/cstc/en/creative/conten.html.