tugas pengayaan (3)
TRANSCRIPT
Nama : Suko Abdi Nagoro
NPT : 13.11.2392
KELAS : Meteorologi - 3B
Dosen : Amsari Mudzakir Setiawan
EFEK RUMAH KACA LANJUTAN
Radiasi
Mekanisme ketiga untuk transfer energi termis adalah radiasi
dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Laju energi radiasi termis
sebanding dengan luas benda dan dengan pangkat empat temperatur
absolutnya. Hasil ini ditemukan secara empiris oleh Josef Stefan pada
1879 dan diturunkan secara teoritis oleh Ludwig Boltzman kira-kira lima
tahun kemudian sehingga dinamakan hukum Stefan Boltzman.
P = eσATE4 (1)
Dengan P adalah daya yang diradiasikan dalam watt, A adalah luas, e
adalah emisivitas benda, dan σ adalah konstanta universal yang
dinamakan konstanta Stefan yang nilainya
σ = 5,6703 x 10-8 W/m2.K4 (2)
emisivitas e adalah pecahan yang berkisar dari 0 sampai 1 dan
tergantung pada komposisi permukaan benda.
Bila radiasi jatuh pada benda tak tembus cahaya, sebagian radiasi
direfleksikan dan sebagian lagi diserap. Benda-benda berwarna terang
memantulkan sebagian besar radiasi tampak, sedangkan benda-benda
gelap , menyerap sebagian besar dari padanya. Laju penyerapan radiasi
yang dilakukan seatu benda dinyatakan dalam:
Pa = eσAT04 (3)
Dengan T0 adalah temperatur sekitarnya.
Jika sebuah benda memancarkan radiasi yang lebih banyak
daripada yang diserapnya, maka benda menjadi dingin sementara
sekitarnya menyerap radiasi dari benda dan menjadi panas. Jika benda
menyerap lebih banyak dari yang dipancarkannya, maka benda akan
menjadi panas dan sekitarnya akan menjadi dingin. Bila sebuah benda
dalam keadaan kesetimbangan termis dengan sekitarnya, T = T0, dan
benda memancarkan serta menyerap radiasi pada laju yang sama. Daya
neto yang diradiasi oleh sebuah benda pada temperatur T dalam
lingkungan pada temperatur T0 adalah
Pneto = eσA(T4 – T04) (4)
Semua benda yang menyerap semua radiasi yang datang padanya
dan mempunyai emisivitas 1 dinamakan benda hitam. Sebuah benda
hitam juga merupakan radiator ideal. Konsep benda hitam ideal adalah
penting karena ciri radiasi yang dipancarkan oleh benda semacam itu
dapat dihitung secara teoritis. Bahan-bahan seperti beludru hitam
mendekati sebagai benda hitam ideal. Pendekatan praktis benda hitam
ideal yang paling baik adalah lubang hitam kecil yang menuju ke sebuah
rongga, seperti lubang kunci pada pintu gudang (lihat gambar). Radiasi
yang jatuh pada lubang mempunyai kemungkinan yang kecil untuk
dipantulkan kembali keluar dari lubang sebelum ia diserap oleh dinding
rongga. Jadi, radiasi yang dipancarkan lewat lubang adalah ciri
temperatur benda tersebut.
Radiasi yang dipancarkakan oleh sebuah benda pada temperatur di
bawah sekitar 600oC tidak tampak. Kebanyakan daripadanya dipusatkan
pada panjang gelombang cahaya tampak. Bila sebuah benda dipanaskan,
laju pemancaran energi naik dan energi yang diradiasi meluas kepanjang
gelombang yang semakin pendek. Antara sekitar 600oC dan 700oC, cukup
banyak energi yang diradiasikan berada dalam spectrum tampak yang
menyebabkan benda hitam sebagai fungsi panjang gelombang untuk
berbagai temperatur berbeda. Panjang gelombang pada saat daya
maksimum berubah secara terbalik dengan temperatur, sebuah hasil yang
dikenal dengan pergeseran wien:
λmax = constant/T
λmax = 2897 μm K /T (in K) (5)
Hukum ini digunakan untuk menentukan temperatur bintang dari
analisis radiasinya. Hukum ini juga dapat juga digunakan untuk
memetakan varaisi temperatur meliputi daerah-daerah yang berbeda dari
permukaan sebuah benda. Peta semacam ini dinamakan termograf.
Termograf dapat digunakan untuk mendeteksi kangker karena bahan
yang mengandung kanker mempunyai temperatur yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan jaringan sekitarnya.
Bumi
Manusia telah menghuni planet ini selama berjuta-juta tahun, tetapi
hanya sekitar ratusan tahun yang lalu sebagai akibat dari pertumbuhan
populasi dan industrialisasi kita mulai mempengaruhi iklim kita.
Temperatur global telah naik dengan 0,5 K sejak 1900, permukaan lautan
telah naik dan sungai es di pedalaman menyususut. Pembakaran bahan
bakar dan penebangan hutan bergabung mengakibatkan pertambahan
tingkat karbon dioksida (CO2) di atmosfer, bergabung dengan hasil gas
lain dari industrialisasi (misalnya nitrous oxide, chlorofluorocarbon, dan
ozon) ini mengacu pemanasan global disebabkan suatu proses yang
biasanya disebut “efek rumah kaca”.
Masih diperdebatkan apakah model-model klimatologi yang
sekarang membuktikan secara khusus bahwa kenaikan pemanasan
global telah terjadi. Namun ada suatu konsesus dalam masyarakat ilmiah
bahwa kelanjutan kehidupan manusia sekarang akan menghasilkan
pemanasan bumi tambahan yang mencolok (1,5 sampai 5,5 K) pada 50-
100 tahun yang akan datang. Pemanasan global sebesar ini akan
mempunyai efek yang amat besar dan berkepanjangan terhadap
pertanian, margasatwa, dan masyarakat manusia.
Temperatur Bumi
Bila bumi hanya menyerap radiasi matahari, temperaturnya akan terus-
menerus naik. Namun, bumi selalu meradiasi energi keruang angkasa.
Melalui proses penyerapan dan radiasi ini, kondisi keseimbangan
dipertahankan yang biasanya dihubungkan dengan keseimbangan energi
bumi. Laju datang dan perginya energi dari bumilah yang diimbangi
sehingga ini sebenarnya adalah keseimbangan daya.
Untuk memahami proses pemanasan bumi, adalah penting untuk
mengerti mekasisme mempertahankan temperatur bumi. Pada jarak rata-
rata bumi dari matahari, energi radiasi dari matahari tiba dengan laju 1353
W/m2 (konstanta solar, S) karena temperatur permukaan matahari
mendekati 6000 K, spectrum radiasinya terdiri dari panjang gelombang
yang sangat pendek yang dipusatkan sekitar mendekati 0,5 µm. Hal ini
diamati secara eksperimen dan juga diperoleh dari hukum pergeseran
wien jika matahari dianggap sebagai benda hitam.
Radiasi matahari yang diserap oleh bumi tergantung pada luas
penampang bumi seperti yang dilihat dari matahari πRE2 ( dengan RE
adalah jari-jari bumi, 6,4 x 106m). Tidak semua radiasi matahari yang
ditangkap oleh bumi diserap, sebagaian dipantulkan ( ini adalah cahaya
bumi yang dilihat para astronot dari ruang angkasa). Oleh karena itu kita
dapat menuliskan persamaan berikut ini
Daya yang disepar oleh bumi = (1 – r) πRE2SW (6)
Bumi meradiasi kembali sebagaian dari daya yang diserap ini ke
angkasa. Walaupun temperatur permukaan rata-rata adalah sekitar 13oC
(286 K), temperatur radiatif rata-rata atmosfer bumi hanya sekitar -22oC
(251 K). Konstanta emisivitas relatif e digunakan untuk menjelaskan
perbedaan pernyataan radiasi benda hitam (e = 0,6). Daya yang diradiasi
oleh tiap meter persegi permukaan bumi digambarkan lewat persamaan
berikut:
Kerapatan daya yang diradiasi = eσTE4 W/m2 (7)
Dengan σ adalah konstanta radiasi Stefan Boltzman dan TE adalah
temperatur permukaan bumi. Permukaan bumi sebagian besar ditutupi
dengan air dengan temperatur yang relatif stabil, ini berarti bahwa TE
sedikit berubah dari siang ke malam. Karena hal ini dan karena kenyataan
bahwa energi matahari diserap hanya oleh bagian permukaan bumi yang
menghadap matahari tetapi diradiasi dari seluruh permukaan bola dunia,
maka perilaku radiatif bumi dapat didekati oleh radiator bola dengan
temperatur uniform:
Daya yang diradiasi oleh bumi = 4πRE2eσTE
4 W (8)
Untuk kondisi setimbang, daya yang diserap dan diradiasi oleh bumi harus
sama:
(1 – r)πRE2S = 4πRE
2eσTE4 W (9)
Persamaan ini, untuk pendekatan yang diajukan, adalah
kesetimbangan energi atau daya bumi, dibagi dengan luas permukaan
bumi. 4πRE2, kita dapatkan
W/m2 (10)
Yang adalah laju rata-rata penyerapat energi dan selanjutnya
diradiasi oleh tiap meter persegi permukaan bumi ( /m2 sekitar kekuatan
empat bola lampu 60 watt untuk tiap meter permukaan bumi).
Penurunan pada reflektifitas bumi (r) atau emisifitas relatif (e) akan
menghasilkan kenaikan pada temperatur rata-rata. Inilah pada dasarnya
sifat gas yang membuat atmosfer bumi mempengaruhi besaran-besaran
ini.
Beberapa Gas Atmosfer Menyerap Radiasi Termis
Atmosfer cukup transparan bagi radiasi matahari yang masuk dari
matahari. Walaupun gas-gas utama yang masuk dari atmosfer oksigen
(O2) dan nitrogen (N2), adalah transparan bagi radiasi termis tidaklah
demikian untuk semua gas dalam atmosfer bumi, namun sebagian
terjebak ketika diradiasikan kembali sebagai radiasi termis panjang
gelombang yang lebih tinggi dengan menghasilkan pemanasan bumi.
Kita sudah sangat karab dengan istilah “efek rumah kaca" untuk
menggambarkan pemanasan global dan “gas rumah kaca” untuk memberi
ciri gas yang berkontribusi pada pemanasan global dengan menyerap
radiasi termis.
Gas paling lazim yang menyerap radiasi termis adalah uap air dan
korbondioksida. Tanpa keuntungan termis dari uap air dan
karbondioksida, temperatur bumi sebenarnya akan tak cukup untuk
kebanyakan bentuk kehidupan yang ada. Hubungan antara “gas rumah
kaca” adalah rumit. Ketika tingkatan total mereka naik dan temperatur
global naik maka laju penguapan air laut akan diperkuat/diperbesar.
Sementara ini akan menimbulkan lingkaran umpan balik positif dengan
memborong konsentrasi atmosferik uap air, juga sangat mungkin
mempengaruhi penutup awan bumi. Awan memiliki peran yang sampai
sekarang sangat kurang dimengerti dalam persamaan secara
keseluruhan. Awan menaikkan reflektifitas bumi, dengan demikian
mengurangi pemanasan global, pada saat yang sama awan mereduksi
laju energi termis yang dapat diradiasi ke dalam ruang angkasa dan
dengan demikian menguatkan pemanasan global. Efek awan dapat lebih
rumit dengan perubahan kondisi musim.
Tabel konstribusi permukaan rata-rata pada kesetimbangan energi bumi
dari berbagai sumber kecil energi termis
Sumber Konstribusi
Peluruhan radioisotop
Konsumsi bahan bakar
Gesekan pasang surut
0,06
0,018
0,005
Karbon Dioksida
Tingkatan atmosfer CO2 kontemporer sedang dipengaruhi oleh
pembakaran fosil bahan bakar dan oleh hasil neto akumulasi atau
perusakan biomassa global. Sejak tahun 1957, pengukuran-pengukuran
CO2 atmosferik yang teliti dilakukan di Mauna Loa Observatory, Hawai.
Dengan mengalihkan fluktuasi musim yang terutama menyebabkan
variasi musim dalam tingkatan total kegiatan fotosintetik tanaman, dapat
dilihat disana suatu pertambahan yang mantap dan berkesinambungan
dalam konsentrasi CO2 atmosferik. Ini sekarang berada pada 350 bagian
perjuataan pervolume (ppmv). Didasarkan pada analisis udara yang
terjebak bertahun-tahun yang lalu dalam es dari sungai, konsentrasi CO2
atmosferik pada 1750 adalah sekitar 280 ppmv, oleh karena itu ada 25
persen kenaikan sejalan dengan dimulainya industrialisasi modern.
Emisi karbondioksida adalah akibat langsung dari proses konversi
energi karbon dioksida bahan bakar. Perhatikan kasus batu bara yang
bahan utamanya adalah karbon
C + O2 = CO2
Pembakaran bahan bakar hidrokarbon, minyak bumi dan gas alam
menghasilkan efek yang serupa, juga menimbulkan uap air lewat oksidasi
hydrogen dari bahan bakar.
Tiap tahun hamper 5 x 1012 kg karbon dalam bentuk CO2
dilepaskan ke atmosfer sebagai hasil konsumsi bahan bakar fosil global.
Pada 1988, secara rata-rata masing-masing individu di Amerika serikat
mengkonsumsi sekitar 3,6 ton batubara, 73.000 feet kubik gas alam, dan
1070 galon minyak bumi. Dengan kurang dari 5 % jumlah populasi dunia.
Amerika serikat bertanggungjawab untuk hampir 33 % konsumsi bahan
bakar fosil di dunia. Mayoritas penduduk dunia memiliki tingkat kegiatan
ekonomi rendah dan sejalan dengan itu laju pemakaian yang rendah tapi
memiliki aspirasi untuk standar hidup yang lebih tinggi. Kenaikan
pemakaian bahan bakar fosil global dianggap tidak dapat dihindarkan.
Walaupun kenaikan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi
alternatif dapat mengatur pertumbuhan penggunaan bahan bakar fosil,
konsentrasi atmosferik CO2 sebesar 440 sampai 550 ppmv diantisipasi
pada tahun 2100. Karena tingakat CO2 yang larut di air laut bertambah,
penebangan hutan dan hujan asam mengambil karbon mereka, kapasitas
bumi untuk menyerap tingkat CO2 atmosferik yang bertambah akhirnya
hilang.
Gas rumah kaca lain
Walaupun ada dalam jumlah yang kecil saja, gas-gas lain (
methane, ozone, nitrous oxide dan chlorofluorocarbon) juga menyerap
radiasi termis panjang gelombang yang panjang. Konsentrasi methane
(CH4) dalam atmosfer adalah kurang dari 1% konsentrasi CO2, namun tiap
molekul CH4 sama dengan sekitar dua puluh kali seefektif CO2 dalam
menyerap radiasi. Lagipula, konsentrasinya telah naik dengan laju 1 %
per tahun dan telah menjadi dua kali lipat selama 250 tahun yang lalu.
Lingakran umpan balik positif dapat berkembang karena kenaikan dalam
temperatur global menguatkan laju peluruhan organik neto ( misalnya
dalam rawa-rawa), dengan demikian mempecepat keseluruhan kenaikan
konsentrasi atmosferik dari CH4).
Ozon (O3) dibentuk sebagai hasil proses fotokimia yang terutama
melibatkan cahaya matahari, methane, karbon monoksida, dan nitrogen
oksida. Konsentrasi O3 di troposfer telah naik 10% (belum
memperhitungkan pengurangan konsentrasinya di strotosfer di atas kutub-
kutub). Kenaikan serupa telah terjadi pada nitrous axide , ini muncul
terutama karena penggunaan pupuk berbasis nitrogen, penebangan hutan
dan pembakaran biomassa.
Pemanasan Global
Temperatur global rata-rata telah naik sekitar 0,5 K sejak 1900.
Pada hal ini, enam tahun terpanas yang tercatat sampat saat ini terjadi
sejak 1980. Lebih banyak data diperlukan sebelum mungkin menyatakan
tanpa dalih bahwa perubahan iklim sedang terjadi dan bahwa kenaikan
konsentrasi “gas rumah kaca” memang merupakan penyebab perubahan
itu. Namun memang tidak ada keraguan bahwa kenaikan terus menerus
pada suatu saat akan menuju efek ini. Menunda tanggapan kita mengenai
hal ini sampai analisis disimpulkan akan berarti kerusakan akan lebih
jelas dan lebih sulit dikontol atau musnah.
Efek neto yang diakibatkan pemanasan global pada daerah
tertentu adalah tidak pasti. Pola hujan global diharapkan berubah secara
dramatis, dengan gangguan yang konsekuen terhadap pertanian,
perdagangan dan ekonomi dunia. Ekspansi termis lautan karena
pemanasan global keseluruhan dan pencairan sebagian daratan es
diduga menaikkan permukaan laut. Pantai rendah dan daerah pedalaman,
dimana bagian yang besar dari populasi dunia akan terancam oleh akibat-
akibat social ekonomi dan lingkungan yang dahsyat.
Pergeseran cuaca terdahulu dan perubahan-perubahan yang terjadi
merupakan akibat langsung dari kegiatan kita sendiri., bukan efek
kejadian-kejadian alamiah dimasa kita tak mempunyai kendali. Dengan
mengubah kegiatan kita maka akan dapat melunakkan dan mungkin
dapat mencegah perubahan cuaca yang diantisipasi. Dengan mengetahui
biaya ekonomi, kita harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan
ikut mempertimbangkan tingkat kepastiannya saat ini dan skala akibat-
akibat yang mungkin dari pilihan-pilihan kita.
Radiasi gelombang panjang (Infrared)
Panjang gelombang yang lebih panjang dari 4 microns diemisikan
oleh permukaan Bumi dan atmosfer. Atmosfer benar-benar menyerap
panjang gelombang yang diemisikan dari permukaan, kecuali celah 8-11
micron (yang merupakan puncak emisi Bumi sebagai benda hitam).
Radiasi ini diserap oleh awan, Uap air, CO2 dan GRK yang lain juga
merupakan penyerap yang kuat. Awan menyerap hampir semua panjang
gelombang yg diemisikan dari permukaan. Efek Rumahkaca atmosferik.
Atmosfer mentransmisikan hampir seluruh panjang gelombang visibel,
menyerap hampir seluruh infrared. Sebagian besar gelombang panjang
yang hilang ke angkasa diemisikan oleh atmosfer. Tanpa efek rumah
kaca, suhu permukaan akan menjadi 255K. Kenyataan suhu permukaan
adalah sekitar 33K lebih hangat karena efek rumah kaca. Permukaan
dipanasi oleh fluks gelombang panjang dari atmosfer ke bawah, maupun
gelombang pendek yg datang. Uap air dan CO2 adalah GRK yang paling
penting (CO2 mempunyai waktu tinggal yang lama di atmosfer sedangkan
uap air[H2O] tidak). Kenaikan CO2 dan GRK yang lain nampaknya
menguatkan efek rumah kaca. 160 satuan energi dari Bumi diserap
atmosfer oleh GRK : Uap air yang paling penting, CO2 dan GRK yang lain
juga penyerap kuat.
Gambar diatas menunjukan porsi penyerapan radiasi matahari oleh
gas-gas yang ada di atmosfer. Penyerapan yang dilakukan oleh masing-
masing gas tersebut berbeda-beda, mereka memiki rentang penyerapan
efektifitasnya sesuai dengan panjang gelombang dari radiasi matahari.
Gas-gas tersebut antara lain: N2O, CH4, O2 dan O3, H2O, dan CO2. Jika
kita gabungkan seluruh hasil penyerapan pada masing-masing gas
tersebut, maka akan tampak seperti gambar di pojok kanan bawah.
Gambar tersebut menunjukkan jumlah seluruh penyerapan radiasi
matahari oleh atmosfer.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
AEROSOL
Pengertian Aerosol
Istilah aerosol digunakan untuk menyebut partikel-partikel halus
yang tersebar di atmosfir Bumi dalam ukuran yang berbeda-beda, pada
kisaran 0.001 micrometer hingga 1000 micrometer (1 micrometer = satu
per sejuta meter). Meningkatnya jumlah aerosol yang dilepas ke atmosfir
(misalnya partikel-partikel sulfat, komponen organik instabil, karbon, dsb.)
akibat emisi alamiah dan antropogenik (istilah yang mengacu pada
aktifitas buatan manusia), telah mengurangi intensitas radiasi matahari
yang sampai ke permukaan bumi dalam ukuran 0.5 hingga 2 W/m2.
Satuan radiasi itu menyiratkan bahwa pada permukaan bumi seluas 1 m2,
intensitas cahaya matahari mengalami hambatan/terhalang aerosol di
atmosfir sebesar 0,5 hingga 2 Watt. Besarnya angka kisaran perkiraan
para ahli itu diakibatkan oleh sangat miskinnya pengetahuan kita
mengenai sifat alami pembentukan aerosol dan proses-proses yang
terlibat di dalamnya. Selain itu data pengukuran yang akurat dan rinci
mengenai aerosol ini sangat terbatas keberadaannya. Kompleksitas
aerosol di atmosfir ini juga menjadi semakin tinggi akibat emisi gas-gas
efek rumah kaca yang menyebabkan terjadi efek pemanasan global,
sehingga angka ini juga mengalami berbagai kompensasi. Sifat aerosol
yang sangat dinamis karena senantiasa bergerak dan berubah di atmosfir,
baik secara fisis maupun kimiawi menyebabkan para ahli mengalami
kesulitan dalam mengukur besaran radiasi ini padahal kemampuan untuk
memprediksi perubahan cuaca akibat perubahan aerosol ini memerlukan
tidak hanya pengetahuan mengenai emisinya saja, melainkan
perpindahan dan reaksinya yang sangat kompleks di atmosfir.
Efek radiasi aerosol
Partikel-partikel aerosol menghamburkan (atau memantulkan) dan
menyerap radiasi sinar matahari. Sifat menyerap radiasi mengakibatkan
memanasnya lapisan atmosfir yang mengandung aerosol, sementara sifat
menghambur radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran
kembali) radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar
bumi (luar angkasa). Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat
fisis yang disebut sebagaisingle scattering albedo (SSA. SSA didefinisikan
sebagai perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap
oleh partikel-partikel aerosol. Di atmosfir, partikel-partikel berukuran 0.1 –
1 micrometer merupakan partikel yang paling efektif menghambur radiasi,
sehingga sangat penting peranannya dalam mengatur cuaca global. Ada
3 parameter fisis yang sangat penting dalam mengukur sifat radiatif
aerosol, yakni: distribusi ukuran (size distribution), indeks refraktif dan
kepadatan (densitas). Ukuran partikel aerosol yang sangat halus berkisar
antara 1 nm ( 1 nanometer = satu per satu milyar meter) (disebut partikel
ultra-halus) terbentuk melalui proses-proses konversi gas-ke-partikel di
atmosfir. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka bisa berkumpul dalam
gugus-gugus (clusters) dalam ukuran yang lebih besar (antara 50-100 nm)
sehingga bisa mempengaruhi secara langsung bujet radiasi.
Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-kota
besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini. Sebagai contoh, di Asia, dari
pengukuran yang dilakukan lebih dari 7000 stasiun cuaca selama 5 tahun
antara 1994-1998, kawasan ini didapati area yang paling berkabut
udaranya akibat haze adalah di selatan pegunungan Himalaya,
membentang mulai dari Pakistan utara, India, hingga Bangladesh bagian
selatan. Dari pengukuran berjangka, diketahui koefisien
serapan (extinction coefficient/EC) tertinggi aerosol lokal di kawasan
tersebut tercatat pada bulan Desember, Januari dan Februari. Sementara
yang terendah, tercatat pada bulan September, Oktober dan November.
Kawasan lain yang juga memiliki intensitas kabut dan asap tinggi (hazy
region) adalah Thailand utara dan Laos. EC terbesar yang tercatat adalah
0.5 km-1, yang dapat dikonversi menjadi jarak pandang(visibility) sejauh
24 km. Yang menarik, di Indonesia dan Malaysia, akibat kebakaran hutan
hebat, khususnya antara September-November 1994-1998 (musim
kemarau), 75% kawasannya memiliki angka EC terbesar di dunia. Enam
buah stasiun cuaca mencatat EC lebih dari 1 km-1, yang jika dikonversi
menjadi jarak pandang hanya sekitar 2 km saja.
Aerosol dan hujan
Untuk menggambarkan salah satu peran aerosol, yakni dalam
pembentukan awan dan penentuan curah hujan, Frank Raes dalam
Konferensi IGAC ke 6 di Bologna tahun 1999, menggarisbawahi bahwa:
Tanpa aerosol, kita tidak akan punya awan dan tumbuh-
tumbuhan (without aerosols we don’t have cloud and vegetation). Secara
ringkas, aerosol dari baik berasal dari molekul-molekul gas, maupun dari
emisi permukaan bumi (gas buang industri, misalnya), dapat berubah
menjadi aerosol melalui kondensasi, nukleasi dan koagulasi sehingga
mengalami berbagai reaksi kimia yang berbeda-beda (baik secara
homogen dengan sesamanya, maupun heterogen dengan partikel lain).
Partikel terbesar hasil proses-proses tersebut adalah butiran-butiran awan
yang akhirnya mempengaruhi curah hujan (presipitasi).
Emisi aerosol
Emisi aerosol dapat terbagi dua:
Emisi vulkanik: berasal dari letusan gunung berapi. Misalnya pada tahun
1991, gunung Pinatubo meletus dan melepas sejumlah besar gas sulfur
dioksida (SO2) ke atmosfir disamping material debu lainnya. Reaktif gas
seperti SO2 ini diketahui dapat berubah menjadi H2SO4/H2O langsung
melalui konversi gas ke partikel serta reaksi heterogen dengan uap air
pada ketinggian tertentu.
Emisi biogenik: berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa komponen organic
tidak stabil (VOC: volatile organic compounds). Sifat emisi jenis ini sangat
sulit diketahui mengingat beragamnya vegetasi, bahkan pada area yang
dikatakan homogen sekalipun seperti hutan tropis (lebih dari 5000 spesies
tumbuhan per 10,000 km2). Dimethyl sulfide (DMS) merupakan spesies
VOC utama yang dilepaskan phytoplankton di lautan dan berperan
penting dalam siklus sulfur di atmosfir. Emisi antropogenik (akibat aktifitas
manusia): gas-gas yang dilepaskan akibat penggunaan bahan bakar fosil,
kebakaran hutan mengakibatkan hujan asam yang mengakibatkan
fertilisasi pada vegetasi dan kerusakan pantai di berbagai belahan bumi.
Hujan asam
Tingkat perubahan, atau lebih tepat pertumbuhan partikel aerosol
sangat bervariasi tergantung pada kondisi sebelumnya (berupa gas),
distribusi ukuran dan konsentrasi aerosol primernya, selain proses-proses
kimianya. Aerosol biogenik (terpene, isoprene) merupakan faktor-faktor
pengendali terbentuknya inti kondensasi awan (CCN: Cloud Condensation
Nuclei) dan butiran-butiran awan di atas kawasan hutan. Perubahan
cakupan vegetasi dan lahan misalnya dari kawasan hutan menjadi
pertanian, urban dan kawasan industri akan berdampak langsung pada
pembentukan CCN dan akhirnya mengubah pola serta besaran presipitasi
(curah hujan). Apalagi jika kawasan tersebut mengeluarkan aerosol
antropogenik dari buangan industri, gas buang kendaraan, dsb.
Perubahan komposisi kimiawi aerosol ini otomatis mengubah sifat kimiawi
presipitasi. Jika kita bicara mengenai hujan asam, misalnya, di atmosfir,
komposisi yang bersifat asam adalah sulfur oksida dan nitrogen. Asam-
asam format dan asetat merupakan komponen organik asam utama yang
mengubah tingkat keasaman air hujan. Sementara komponen alkali di
atmosfir dapat berupa mineral yang terurai menjadi Ca2+, K+ dan gas
amoniak yang reaktif. Keasaman presipitasi ini sering digunakan sebagai
besaran untuk menentukan hujan asam (pH<5,6) atau tidak. Namun
sebenarnya besaran ini tidak sepenuhnya mewakili keseluruhan tingkat
keasaman yang terjadi, karena deposisi gas-gas dan aerosol yang bersifat
asam tidak tercermin dalam nilai pH tersebut (4th CAAP Workshop
Proceedings, 1998). Pada era tahun 1940-60an, kerusakan lingkungan
yang signifikan akibat hujan asam terjadi di Amerika utara dan Eropa.
Fenomena ini sepenuhnya akibat terbentuknya asam dari sulfat dan nitrat
yang bersumber pada aktifitas manusia. Saat ini emisi sulfat antropogenik
mulai menurun di kawasan tersebut, demikian halnya dengan nitrat.
Namun, di belahan dunia lainnya, semisal Cina, Afrika Selatan, Amerika
tengah dan selatan, emisi gas-gas SO2, NOx and NH3 terus meningkat.
Jenis Aerosol
Berdasarkan sumbernya, aerosol dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
aerosol alami dan aerosol antropogenik. Aerosol alami dapat dihasilkan
oleh tumbuhan, proses di laut, ataupun oleh letusan gunung berapi.
Sedangkan aerosol antropogenik merupakan aerosol yang dihasilkan oleh
aktivitas yang dilakukan manusia, baik itu aktivitas industri,
pertambangan, rumah tangga ataupun transportasi. Jenis aerosol dapat
pula dibedakan berdasarkan ukurannya. Ukuran partikel aerosol biasanya
dinyatakan dalam radius partikel dengan mengasumsi partikel berbentuk
bulatan. Menurut versi Aitken ukuran partikel dibedakan dalam tiga
kategori yaitu : partikel Aitken (nucleation mode) dengan range ukuran
diantara 0.001–0.1 mm; large particles (accumulation mode) berukuran
antara 0.1–1 mm, dan giant particles (coarsa particle mode) yang
ukurannya > 1 mm radius. Terdapat pula superfine aerosol, yaitu partikel
yang terkecil dengan diameter yang hanya beberapa nanometer dan
dapat bertahan di atmosfer dalam waktu yang cukup lama. Aerosol
mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam mempengaruhi
perubahan iklim, karena aerosol memberikan efek radiatif, baik
memencarkan atau menyerap radiasi. Hal tersebuttergantung pada jenis
aerosol. Beberapa jenis aerosol seperti debu dapat menyerap radiasi
sehingga memanaskan udara dimana aerosol itu berada. Beberapa jenis
aerosol lain (terutama aerosol yang berukuran kecil) dapat memencarkan
radiasi matahari yang mengenainya, sehingga radiasi matahari yang
sampai ke permukaan bumi dapat berkurang. Jenis aerosol ini dapat
memberikan efek dimming yang berlawanan dengan efek rumah kaca.
Besarnya pengaruh aerosol terhadap radiasi dapat dinyatakan dalam
AOD atau Aerosol Optical Depth (tanpa satuan). Semakin tinggi nilai
AOD, berarti semakin besar pengaruhnya terhadap pengurangan radiasi,
yang mengindikasikan semakin tinggi konsentrasi aerosol. Efek aerosol
pada Kesehatan Pada waktu dihirup, partikel-partikel aerosol dapat
menyingkirkan pertahanan alami dari system pernafasan dan lodge deep
dalam paru-paru. Aerosol sangat berbahaya untuk orang dengan penyakit
seperti asma, bronkitis, dan empisema (bengkak pada paru-paru karena
pembuluh darah kemasukan udara), sama berbahayanya untuk orang
dengan penyakit hati. Tingginya kadar benda-benda tersebut dalam udara
dapat memicu serangan asma, merusak paru-paru, serta mendukung
carcinogenesis, dan kematian dini.
Efek aerosol pada Lingkungan
Aerosol dapat merusak tanaman, pohon-pohon, dan semak-semak,
juga dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan metal, kain, dan
lain-lain. Partikel-partikel halus juga merusak pandangan dengan
menyebarkan cahaya dan mengurangi jarak pandang. Pengaburan yang
disebabkan oleh partikel-partikel halus dapat menurunkan hasil panen
pertanian dengan mengurangi cahaya matahari. Aerosol memiliki peran
penting dalam sistem iklim. Partikel-partikel aerosol memiliki sifat yang
dapat menghamburkan (atau memantulkan) dan/atau menyerap radiasi
sinar matahari. Sifat menyerap radiasi mengakibatkan memanasnya
lapisan atmosfir yang mengandung aerosol, sementara sifat menghambur
radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran kembali)
radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar bumi (luar
angkasa). Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat fisis yang
disebut sebagai single scattering albedo (SSA). SSA didefinisikan sebagai
perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap oleh
partikel-partikel aerosol. Ada 3 parameter fisis yang sangat penting dalam
mengukur sifat radiatif aerosol, yakni: distribusi ukuran (size distribution),
indeks refraktif dan kepadatan (densitas). Sifat refraktif dan absorbsi yang
dimiliki aerosol, sangat tergantung pada jenis dan ukurannya. Diatmosfir,
partikel-partikel berukuran 0.1 - 1 micrometer merupakan partikel yang
paling efektif menghambur radiasi, sehingga sangat penting peranannya
dalam mengatur cuaca globa. Ukuran partikel aerosol yang sangat halus
berkisar antara 1 nm (1 nanometer = satu per satu milyar meter) (disebut
partikel ultra-halus/superfine) terbentuk melalui proses-proses konversi
gas-ke-partikel di atmosfir. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka bisa
berkumpul dalam gugus-gugus (clusters) dalam ukuran yang lebih besar
(antara 50-100 nm) sehingga bisa mempengaruhi secara langsung bujet
radiasi. Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-
kota besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini. Untuk mengetahui
seberapa besar dampak aerosol pada sistem kehidupan manusia,
pengukuran aerosol menjadi sangat penting.