tugas pai

10

Click here to load reader

Upload: sri-endah-wahyuni

Post on 25-Jul-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas PAI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat Islam Indonesia sebagai komunitas muslim terbesar di dunia idealnya

memiliki lembaga yang berwibawa dan diikuti umat dalam penetapan awal Ramadhan,

Idul Fitri, dan Idul Adha sehingga dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut dapat

dilaksanakan secara serentak dan bersama seluruh komponen umat Islam di Indonesia.

Tetapi realitas yang terjadi, setiap tahun hampir selalu terjadi perbedaan dalam penetapan

waktu ibadah tersebut. Meski demikian, kita tetap berkewajiban untuk berusaha mencari

jalan agar persatuan dan kesatuan umat dapat terwujud terutama dalam melakukan

ibadah yang bersifat kolektif seperti menunaikan puasa dan berhari raya.

Kami memandang bahwa puasa Ramadhan, sholat Idul Fitri, dan Idul Adha pada

dasarnya merupakan ibadah yang seharusnya dilaksanakan secara berjamaah dan

bersama-sama. Berbagai hadits yang terkait menunjukkan betapa hari raya adalah syiar

Islam yang hanya tegak ketika dilaksanakan secara bersama-sama oleh umat Islam. Salah

satu contoh ketika berita tentang terlihatnya hilal di wilayah Syam yang baru sampai

kepada Nabi di Madinah menjelang dzuhur, maka sikap Rasulullah SAW meminta kaum

muslimin untuk membatalkan puasa meski harus menunda shalat Iednya di keesokan

harinya. Hal itu menunjukkan Rasulullah SAW sangat memperhatikan betapa Hari Raya

Idul fitri sedianya dilakukan bersama-sama oleh seluruh umat Islam dengan serentak.

Demikian juga pelaksanaan shaum Arafah dan sholat Idul Adha adalah syiar Islam yang

dilaksanakan secara bersama-sama dan dalam waktu yang sama.

Sebagaimana beliau bersabda: “Puasa adalah di hari kalian berpuasa, berbuka

adalah di hari kalian berbuka dan ‘Iedul Adha adalah di hari kalian berkurban” (HR At-

Tirmidzi).

Berdasarkan hal tersebut, perlunya kami membahas mengenai perbedaan

pendapat mengenai pelaksanaan Idul Fitri di Indonesia agar hari raya Idul Fitri ini

menjadi  hari raya yang penuh berkah bagi umat Islam di Indonesia. Pada hari raya

tersebut, umat Islam dapat merayakannya secara serentak. Tidak terdapat penetapan

pemerintah melalui sidang Isbat yang dilaksanakan oleh  Depaertemen

Agama Republik Indonesia dengan keputusan ormas-ormas Islam seperti

1 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 2: Tugas PAI

Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Persis, Hizbut Tahrir Indonesia, maupun yang

lainnya. Kondisinya relatif hampir sama dengan hari raya Idul Fitri lalu.

B. Rumusan Masalah

Mengapa perbedaan pelaksanaan idul fitri dapat terjadi ?

Bagaimana cara menyikapi perbedaan pelaksanaa hari idul fitri ?

Bagaimana kita menanggapi perbedaan pelaksanaan hari idul fitri ?

C. Tujuan

Dapat mengetahui penyebab perbedaan pelaksanaan idul fitri.

Dapat menyikapi perbedaan pelaksanaan hari idul fitri.

Dapat menanggapi perbedaan pelaksanaan hari idul fitri.

2 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 3: Tugas PAI

BAB II

ISI

A. Perbedaan Pelaksanaan Idul Fitri

Perbedaan pelaksanan idul fitri di Indonesia bisa disebabkan karena para ulama

menggunakan metode yang berbeda pada penetepan idul fitri itu sendiri. Sebagaimana

kita ketahui bahwa metode tersebut ada dua, yaitu metode Hisab dan metode Rukyat.

Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan

posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Dalam

dunia Islam, istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk

memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi

penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat.

Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda

masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk

menentukan awal Ramadhan saat Muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri),

serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10

Dzulhijjah).

Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Tuhan memang

sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan

lainnya. Terdapat juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari

dan bulan beredar menurut perhitungan.

Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda

langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh

perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah

mengembangkan metode Hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al

Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.

Dewasa ini, metode Hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi

dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada.

Hisab seringkali digunakan sebelum Rukyat dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah

penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi

sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat

matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak

terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.

3 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 4: Tugas PAI

Sedangkan Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni

penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi).

Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti

teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah

Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding

dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada

petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila

hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya

Selain dari metode-metode diatas, perbedaan tersebut dapat disebabkan karena

adanya perbedaan ijtihad diantara golongan-golongan Islam.

B. Cara Menyikapi Perbedaan Waktu Idul Fitri

Fenomena shalat Ied dua kali dalam satu negara karena perbedaan pendapat

dalam menentukan tanggal 1 Syawwal. Akhir-akhir ini muncul di beberapa negara Islam,

tidak hanya di Indonesia, di Pakistan juga demikian. Mudah-mudahan ini tidak sampai

menimbulkan perpecahan antar umat Islam. Mudah-mudahan perbedaan seperti itu bisa

dijadikan penggugah kesadaran umat Islam bahwa mereka memang terkadang berbeda

dalam masalah furu'iyah, atau amalan ibadah, namun hati mereka tetap satu, tidak pernah

berbeda. 

Secara hukum fiqh, hari raya yang benar adalah yang diumumkan oleh

pemerintah, sesuai hadist A'isyah bahwa Rasulullah SAW bersabda "Hari raya Idul Fitri

kalian adalah dimana mereka semua ber-Idul Fitri, hari Idul Adha kalian adalah dimana

mereka semua ber-Idul Adha dan hari Arafat kalian adalah dimana mereka semua

melaksanakan wukuf" (H.R. Tirmidzi).

Para Fuqaha juga sepakat mengatakan bahwa apabila ada satu atau dua orang

melihat hilal sehingga belum kuat untuk dijadikan landasan bagi pemerintah untuk

menentukan hari Ied, ia wajib berbuka puasa sendiri dan mengikuti shalat Ied besoknya

bersama masyarakat. Namun kalau kita mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang

melaksanakan shalat ied sebelum pemerintah tidak sah shalatnya, tentu ini juga kurang

bijaksana tidak membawa maslahah apapun, selain akan memicu perpecahan juga akan

membuka prasangka buruk antar sesama muslim, karena mereka yang melaksanakan

shalat Ied lebih dulu mempunyai alasan dan dalil sendiri.

4 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 5: Tugas PAI

Para ulama, imam-imam masjid, dan da’i publik selayaknya memberikan

penjelasan kepada masyarakat awam tentang fenomena perbedaan metodologi dalam

penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri, termasuk wawasan tentang Rukyat dan

Hisab serta landasan metodologisnya. Ini akan membantu memperluas wawasan

masyarakat terhadap masalah perbedaan dan khilafiyah yang wajar terjadi dalam

pemahaman agama, sehingga tidak mengarah kepada ketegangan antar umat Islam.

Bagi yang melaksanakan Iedul Fitri lebih dulu, sebaiknya tidak perlu

menyalahkan yang belum Iedul Fitri dan tidak melakukan tindakan provokatif yang tidak

sehat, seperti sengaja makan dan minum di depan yang masih puasa demi tujuan

provokatif.

Masyarakat hendaknya diberi kebebasan dalam memilih masjid untuk sholat Ied.

Apabila seseorang ikut Idul Fitri hari ini, padahal masjid di dekat rumahnya

melaksanakan sholat Idul Fitri besok, maka ia cukup buka puasa diam-diam di rumah

dan besoknya bisa ikut berjamaah Idul Fitri bersama masyarakat sekitarnya. Ini seperti

orang yang melihat hilal sendirian tanpa dua orang saksi sehingga pendapatnya tidak

dijadikan pijakan oleh pemerintah.

Mengenai masalah hukum keharaman puasa pada hari Idul Fitri, selayaknya

dikembalikan kepada keyakinan masing-masing dalam menentukan hari Idul Fitri. Allah

Maha Adil dalam menghukumi amalan hamba-Nya. Tidak perlu membahas siapa yang

dosa dan siapa yang menanggung dosa. Semua kita kembalikan kepada Allah Yang

Maha Bijaksana.

Fenomena perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri selayaknya kita

angkat sebagai wahana mengembangkan toleransi di antara umat Islam maupun antar

umat beragama. Fenomena ini jangan dijadikan pemicu perpecahan umat Islam, namun

layaknya dijadikan tauladan bagi kehidupan beragama yang ragam namun tetap

menjunjung kebersamaan dan persatuan.

Bagaimana kalau  ikut sholat Ied dua kali?  Apakah boleh seseorang

melaksanakan satu shalat yang sama dua kali, padahal seharusnya dilaksanakan sekali?

Kalau itu shalat Witir, jelas ada nash hadist yang mengatakan "Tidak ada dua witir dalam

satu malam" (Tirmidzi diperkuat oleh Bukhari).  Ini juga karena Witir yang artinya ganjil

kalau dilaksanakan dua kali menjadi genap. Ada juga hadist yang berbunyi "Jangan

kalian sholat yang sama dua kali dalam sehari" (h.r. Abu Dawud). Tetapi hadist ini

secara eksplisit mengatakan dilarang kalau dilakukan dalam satu hari.

5 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 6: Tugas PAI

Masalah mengulangi sholat jamaah, ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama

mengatakan makruh dengan dalil pernah Rasulullah SAW ingin sholat di satu masjid di

pinggiran kota Madinah, tetapi beliau menemukan mereka telah sholat, lalu beliau

pulang lalu mengumpulkan keluarganya untuk sholat jamaah" (H.R. Thabrani-Dlaif).

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh saja mengulang jamaah. Pendapat

ini menggunakan dalil hadist Abu Said al-Khudri : Suatu hari datang seseorang ke

masjid, padahal Rasulullah SAW telah selesai jamaah, lalu beliau berkata: "Siapa yang

ingin mendapatkan pahala dengan menemani orang ini sholat?" lalu berdirilah salah

seorang sahabat dan sholat bersama orang tadi. (H.R. Tirmidzi, Abu Dawud dll. – sahih).

Ini menunjukkan diperbolehkannya mengulang sholat yang sama dua kali.

C. Cara Menanggapi Perbedaan Waktu Idul Fitri

Kita sebagai umat Muslim hendaknya berpikir bijak dan jangan menjadikan hal

tersebut menjadi suatu masalah yang akhirnya menyebabkan suatu perpecahan di antara

sesama Muslim karena pada dasarnya golongan-golongan tersebut mempunyai

pegangannya masing-masing baik berdasarkan Al-Hadist maupun Al-Qur’an. Ikuti

sesuai dengan keyakinan yang kamu pegang agar di akhirat kelak kita mempunyai imam

yang jelas.

6 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Page 7: Tugas PAI

BAB III

KESIMPULAN

Hari raya Idul Fitri merupakan hari yang sangat penting bagi umat Islam karena

pada hari tersebut semua umat Islam di dunia kembali pada kesucian. Namun seiring

berjalannya waktu, sering kali terjadi perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri diantara

golongan-golongan Islam di Indonesia. Contohnya saja pada tahun 2011 lalu, sebagian

umat Islam merayakan Idul Fitri pada hari Selasa dan yang lainnya pada hari Rabu.

Sebagian umat Islam sering mempermasalahkan hal tersebut. Untuk mengurangi masalah

yang ada, sebaiknya kita sebagai umat Islam berpegang teguh kepada apa yang kita

yakini.

7 | Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri