tugas meyla tentang eeg
DESCRIPTION
EEGTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman
EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-
gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan
ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang
ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang
alfa, beta, theta dan sebagainya.
Tujuan penggunaan sinyal EEG dikalangan kedokteran untuk mendiagnosa
penyakit yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun
penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang non-
destruktif. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi
mental dan pikiran, serta menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar.
Transformasi sinyal EEG menjadi suatu model, merupakan suatu cara yang
sangat efektif dalam membantu klasifikasi sinyal EEG, mengidentifikasi serta
mengestimasi spektrum sinyal EEG. Sinyal EEG mengandung komponen-komponen
tertentu, yang dikenal sebagai gelombang alfa (8-13 Hz), beta (14-30 Hz), teta (4-7
Hz), dan delta (0.5-3 Hz), sehingga transformasi sinyal EEG menjadi daerah-daerah
frekuensi merupakan hal yang sangat berguna, terutama dalam identifikasi
gelombang-gelombang di otak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
EEG Normal adalah gambaran EEG tanpa adanya pola abnormal yang
berhubungan dengan kelainan secara klinik. EEG normal tidak menjamin fungsi dan
struktur serebral yang normal, karena tidak semua kelainan struktur dan fungsi otak
menyebabkan abnormalitas pada EEG. Sedangkan EEG Abnormal tidak selalu
menggambarkan abnormalitas serebral.
Prosedur Kerja
2
2.2. EEG Normal pada Anak dan Dewasa
Gambaran EEG normal bervariasi pada individu dengan usia yang sama,
sedangkan gambaran variasi EEG normal dapat terjadi pada individu dengan usia
berbeda.
Pada pembacaan hasil EEG perlu diperhatikan :
Lokasi / distribusi
Frekuensi
Pola / gambaran khas
Usia
Bangun
Tidur
Gambaran EEG yang perlu diketahui adalah :
Irama latar belakang di Posterior
Mu
Beta
Theta dan Delta
Prosedur Aktivasi : hiperventilasi dan stimulasi fotik
Gelombang di posterior :
1. Gelombang Alpha
Frekuensi 8 – 13 Hz, saat bangun, relaks, tutup mata
3
Distribusi : bagian posterior kepala (oksipital, parietal dan temporal
posterior)dapat meluas ke sentral, verteks dan midtemporal
Karakteristik : sinusoidal, waxes and wanes, Amplitudo : 20 – 70 uV
( Ka>Ki)
Reaktivitas : Amplitudo berkurang saat buka mata, aktivitas mental sedangkan
frekuensi berkurang saat mengantuk
Anak : Frekuensi tergantung usia
3-4 bln : 3.5 – 4.5 Hz 3 thn : 8 Hz
12 bln : 5 – 6 Hz 9 thn : 9 Hz
24 bln : 7 Hz 15 thn: 10 Hz
Gambar 1. Gelombang Alpha
4
2. Gelombang lambda
Karakteristik : dapat terlihat saat bangun, buka mata, polaritas positif, asimetri
(normal), di daerah oksipital, jelas terlihat usia 2 – 15 thn, dan jarang terlihat pada
usia tua . Gelombang Lambda mempunyai amplitudo : 20 – 50 uV .
Reaktivitas : gelombang ini tampak jika melihat suatu objek,dan menghilang saat
tutup mata.
Gambar 2. Gelombang Lambda.
3. Gelombang Mu
Gelombang ini sering disebut juga comb rhythm, rolandic alpha. Frekuensi
seperti Alpha ( 8 - 10 Hz)terdapat pada 20 % orang dewasa ,sering pada usia 8 – 16
tahun dan lokasinya di daerah sentral, dapat tampak unilateral atau bilateral.
5
Karakteristik : Bentuk lengkung, amplitudonya 20 – 60 uV, gelombang ini akan
menurun frekuensinya atau hilang dengan gerakan aktif, pasif atau stimulus taktil
kontralateral, maupun berpikir tentang gerakan. Gelombang ini berasal dari korteks
sensorimotor.
Gambar 3. Gelombang Mu
4. Gelombang Beta
Gelombang Beta mempunyai frekuensi : 16 Hz - 30 Hz, distribusi terutama
frontal dan central dengan amplitudo : 10 – 20 uV (dewasa) dan 60 uV (anak usia 12-
18 bulan). Gelombang Beta dapat lebih jelas terlihat saat mengantuk, maupun atas
pengaruh obat-obatan (barbiturat, benzodiazepin). Perbedaan amplitude kanan dan
kiri lebih dari 35 % merupakan suatu abnormalitas.
6
Gambar 4. Gelombang Beta
5. Gelombang Theta
Gelombang Theta mempunyai frekuensi : 4 – 7 Hz, di daerah frontal atau fronto-
central (tutup mata) , dan Temporal (4 – 7 Hz) biasanya pada orang tua .Gelombang
theta jelas terlihat saat hiperventilasi,mengantuk dan tidur. Amplitudo : 30 – 80 uV.
7
Gambar 5. Gelombaang Theta
6. Gelombang Delta
Frekuensi : 0.5 – 3 Hz
Jelas terlihat saat hiperventilasi, mengantuk , tidur
Temporal Delta pada orang tua ≈ temporal Theta
8
Gambar 6. Gelombang Delta
2.3. Aktivasi
Selama pemeriksaan EEG, dilakukan aktivasi yang bertujuan untuk
mempermudah mendapatkan gambaran EEG yang khas maupun yang abnormal.
Aktivasi yang digunakan adalah Hiperventilasi dan stimulasi fotik.
1. Hipervenrilasi
Aktivasi ini digunakan untuk melihat gambaran EEG pada kejang bentuk Lena
(absance). Saat hiperventilasi pasien di suruh untuk nafas dalam, anak – anak
biasanya disuruh untuk meniup balon, atau kertas. Lama hiperventilasi ini 3 menit,
tetapi bila kemumngkinan kejang bentuk lena, dilakukan selama 5 menit. Gambaran
normal akan terlihat gelombang lambat yang menyeluruh (Theta sampai Delta).
Hati-hati bila dilakukan pada pasien usia tua, kelainan serebrovaskuler, tumor otak
dan tekanan tinggi intra kranial.
9
2. Stimulasi Fotik.
Saat rekaman EEG diberikan stimulasi cahaya dengan frekuensi 1 – 20 kali /
detik. Respon yang akan didapat adalah photic driving yang terlihat di bagian
oksipital bilateral. Bila photic driving tidak ada, tidak dikatakan bahwa abnormal.
Gambar 7. Photic driving
2.4. EEG Saat Tidur
Pada rekaman EEG diperlukan gambaran EEG saat bangun maupun saat tidur.
Rekaman EEG saat tidur dapat ditemukan gelombang yang abnormal, karena itu di
dalam setiap rekaman EEG diusahakan pasien dapat tidur.
Gelombang Normal saat tidur perlu dikenali oleh para pembaca EEG, agar tidak
keliru dengan gelombang yang abnormal.
10
A. Gelombang Verteks ( gelombang)
Amplitudo maksimum di Central, monofasik, durasi 100 – 200 msec,
amplitudo : 40 – 100 uV , terlihat pada saat tidur stadium 1. Pada anak mulai terlihat
saat usia 5 bulan .
Gambar 8. Gelombang Verteks
B. Gelombang K Kompleks
Komponen gelombang sharp (gelombang tajam) diikuti gelombang lambat yang
menyeluruh, maksimum di Fronto-central, bifasik , durasi lebih atau sama dengan
500 msec , amplitudo lebih dari 100 µV, bersamaan dengan spindle, merupakan
respon terhadap rangsang sensorik yang tiba-tiba (suara, dibangunkan), tampak saat
tidur stadium 2.
11
Gambar 10. K Kompleks
C. Gelombang Spindel
Frekuensi : 14 – 15 Hz, bilateral, sinkron, ritmis, terutama di Verteks, sentral juga
Frontal. Pada anak usia 2 bulan dapat asinkron dan asimetris, tetapi saat anak berusia
18 bulan gel spindel sinkron bilateral, dan saat usia 2 tahun, sudah seperti dewasa.
Durasi 0.5 – 1 detik, jelas terlihat saat tidur stadium 2.
12
Gambar 11.Gelombang Spindel
D. Gelombang POST
Gelombang tajam, monofasik dengan amplitudo : 20 – 70 µV, merupakan
gelombang positif dengan distribusi di oksipital bilateral, snkron, frekuensi 4-5 Hz,
dan terlihat saat tidur stadium 1.
13
Gambar 12. Gelombang POST
E. Hipnagogik hipersinkroni
Saat transisi tidur – bangun berupa akktivitas Theta – delta, dengan amplitudo
tinggi, menyeluruh, maksimum di fronto-central, sinkron, ritmik. Terutama anak usia
1-5 thn, jarang setelah 11 thn.
Gambar 13.
14
Stadium Tidur dibagi menjadi:
Tidur Stadium 1
Aktivitas Beta meningkat di Fronto-central dan tampak pula aktivitas Theta di
posterior dan temporal. Gelombang Verteks dan POST juga terlihat.
Tidur Stadium 2
Gelombang yang tanpak saat tidur stadium 1 adalah : Spindel , K kompleks ,
Beta di fronto-central, aktivitas theta di posterior dan temporal, dijumpai gelombang
Vertex, POSTs. Aktivitas alpha tidak terlihat.
Tidur Stadium 3 dan 4
Pada tidur stadium 3 , 20 – 50 % terdiri dari gelombang dgn frekuensi < 2
Hz, amplitude > 75 µV. Pada tidur stadium 4, lebih dari 50 % terdiri dari gelombang
dengan frekuensi kurang dari 2 Hz, tampak pula gelombang Spindel , dan K
kompleks . Tidak tampak gelombang Alpha , gelombang verteks dan POSTs.
2.5. Gambaran EEG pada beberapa penyakit pada anak.
a. Kejang demam dan Epilepsi
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang
baru terjadi sekali tanpa adanya deficit neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksikan akan timbulnya kejang tanpa demam
dimasa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap
resiko berulangnya kejang demam atau epilepsy. EEG dapat memperlihatkan
gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88 % pasien bila EEG dikerjakan pada hari
kejang dan ditemukan pada 33 % pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari
setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien
15
kejang demam sederhana. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak
khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam
adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan,
kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan
pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa
faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang
demam dan tidak ada faktor resiko.
Gambar 14
16
Fig. 1. Epileptic discharges on EEG in children with FS+. (A) The ictal EEG of an
absence seizure showing typical 3 Hz spike and wave complex in a 7-year 11-month-old
boy with late FS. (B) Coexisting diffuse spike and wave complex and multifocal spikes
during sleep in a 6-year 1-month old girl having FS, an afebrile seizure and a seizure
induced by watching TV (photo-paroxysmal responses shown in Fig. 2A). (C,D)
Migration of epileptic foci in a girl with late FS and later complex partial seizures (CPS)
from bilateral temporal regions at 7 years 5 months of age (C) to Cz at 13 years 6
months when she suffered from CPS (D).
Gambar 15
17
Fig. 2. Non-epileptic EEG patterns indicating genetic predisposition to seizure
disorders in children with FS+. (A) Spike and wave complex induced by intermittent
photic stimulation in a girl suffering from FS+ and a TV-induced seizure (identical
EEG record to Fig. 1B). (B) ‘Pseudo-petit mal discharge’ during drowsy state in an
8-year 11-month-old girl with late FS. (C) Parietal dominant monomorphous 6–7 Hz
theta rhythm unresponsive to eye-opening on awake EEG in a 5-year 6-month-old
girl with FS and an afebrile seizure. (D) Occipital dominant high-amplitude
sinusoidal 2–4-Hz rhythm on awake EEG in a 3-year 8-month-old girl with FS and
afebrile seizures.
b. Encefalitis
Encefalitis merupakan peradangan pada parenkim otak. Ensefalitis terjadi dalam dua
bentuk, yaitu bentuk primer dan sekunder. Ensefalitis primer melibatkan infeksi virus
langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi
virus pertama terjadi di tempat tubuh lain dan kemudian ke otak.
Gambar 16
Keterangan gambar: EEG showing left sided periodic discharges every 2 seconds in HSV type 1 encephalitis.
Gambar 17.
18
Ket gambar: Herpes simplex encephalitis: left sided slow activity and repetitive periodic epileptiform discharges (PEDs).
c. Subacute sclerosing pan-encephalitis (SSPE)
SSPE merupakan komplikasi dari infeksi virus campak semasa kanak-kanak.
Pada gambaran EEG menunjukkan terdapat perubahan yang relative spesifik.
Meskipun jarang, ahli saraf Inggris cenderung untuk melihat lebih banyak kasus di
tahun-tahun mendatang karena penurunan vaksinasi campak. Gambaran EEG
karakteristik adalah stereotip kompleks tinggi periodik tegangan, biasanya umum atau
bilateral. Morfologi kompleks sangat stereotip dalam individu, tetapi berbeda antara
pasien. Periodisitas bervariasi dari beberapa detik, dengan pengurangan interval
bertahap antara kompleks, dan hilangnya akhir kompleks sebagai kemajuan penyakit.
Latar Belakang aktivitas otak pada awalnya normal antara kompleks, dengan lambat
meningkatkan aktivitas dan kemudian atenuasi dalam tahap-tahap selanjutnya.
Kompleks biasanya terkait dengan tersentak mioklonik (para myoclonus mungkin
negatif). Kebanyakan SSPE terjadi pada anak-anak dan remaja. Pada orang dewasa
onsetnya jarang.
19
Keterangan gambar: Stereotyped high amplitude periodic
complexes in an adolescent female with subacute sclerosing pan-
encephalitis.
d. Panayiotopoulos Syndrome
Panayiotopoulos syndrome (PS) adalah anak yang diakui epilepsi dengan
semiologi kejang yang tidak biasa pada anak. Kejang terjadi dengan gejala otonom
menonjol berlangsung selama ½ jam atau lebih. Migrain dan muntah dapat
didiagnosis meskipun ketika sinkop, kejang hemiclonic. EEG pada pasien dengan PS
menunjukkan variabilitas ditandai dari segi lokasi dan EEG mungkin normal. Bila
dilihat, paku oksipital mendominasi dan biasanya dari tegangan tinggi (gambar A).
Kejang mungkin menunjukkan pergeseran onsets dengan rekaman kepala dari
anterior ke posterior onset (gambar B) meskipun dengan manifestasi klinis yang
serupa. Durasi berkepanjangan adalah karakteristik dan telah diakui sebagai status
epilepticus otonom. Pemeriksaan neuropsikologi adalah normal kecuali perubahan
20
visual dan visuoperceptual dan perhatian kecil dan jarang terjadi gangguam memori.
Kebanyakan pasien memiliki <5 kali kejang meskipun sekitar 5% yang berulang.
Figure: (Figure A) Interctal EEG demonstrating bilateral occpital spike and waves
during light sleep. (Figure B) A left occipital seizure during photic stimulation
captured during VEEG. Recording parameters include; longitudinal bipolar
montage, sensitivity 7 uv, and filter settings of 1-70.
21
e. Jeavon's Syndrome
Jeavon’s sindrom (JS) ditandai dengan kelopak mata myoclonia. JS
biasanya terjadi pada anak perempuan yang sebetulnya normal dan merupakan jenis
yang unik epilepsi genetik . Puncaknya terjadi di masa kecil dan mungkin memiliki
onset awal dalam hidup sebelum onset epilepsi pada anak dan biasanya kondisi
seumur hidup. Video-EEG monitoring sangat penting untuk diagnosis definitif, untuk
mengukur kejang, dan mengkonfirmasi photosensitivity. EEG menunjukkan 3-Hz
atau GSW cepat yang mungkin berisi polyspikes setelah penutupan mata. Kelainan
oksipital tidak ditemukan pada pasien meskipun memiliki inisiasi fokus dari sistem
thalamo-kortikal pada beberapa pasien.
Figure: (A) EEG demonstrating generalized symmetrical bifrontal 3-Hz spike-and-waves
during an AS (note the slight left asymmetry at onset). (B) Demonstrates her self-limited
photoparoxysmal response. Recording parameters: longitudinal bipolar montage; sensitivity
7 uv; filter settings of 1-70.
22
BAB III
SIMPULAN
Setiap pembaca EEG perlu memahami dan mengetahui pola EEG Normal,
sehingga dapat terhindar dari interpretasi yang berlebihan .
EEG normal dipengaruhi oleh usia, keadaan pasien (tidur, bangun, mengantuk) dan
aktivasi saat rekaman. EEG yang normal tidak menyingkirkan keadaan otak yang
abnormal
Gambar Hasil pemeriksaan EEG.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] 2009. Availablefrom :
URL ;www.mayoclinic.com/health/encephalitis/DS00226 diunduh 13
september 2012.
2. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15
EGC. Jakarta 2000.
3. Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, Buchhalter J, Cross HJ, Van Emde Boas
W et al. Revised terminology and concepts for organization of seizures and
epilepsies: Report of the ILAE Commission on Classification and
Terminology, 2005-2009. Epilepsia 2010.
4. Bruce J, Fisch & Spehlmanns. EEG Primer: Basics Principles of Digital and
Analog EEG.Elsevier.1999.
5. EEG atlas : e-medicine http://www.emedicine.com/neuro/topic701.htm
6. EEG in neurological condition other than epilepsy. Neurol Neurosurg
Psychiatry 2005;76:ii8-ii12 doi:10.1136/jnnp.2005
http://jnnp.bmj.com/content/76/suppl_2/ii8.full diunduh 13 September 2012.
7. Kneen , R,. Solomon T. Management and outcome of viral encephalitis in
children. Neurology and heads the Brain Infections Group at the University of
Liverpool.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S175172220700282X.
Elsivier 2007. diunduh 13 September 2012.
8. Kobayashi , K, dkk. Clinical and electroencephalographic characteristics of
children with febrile seizures plus.
http://www.sciencedirect.com/science/article. Elsivier. 2004. diunduh 13
September 2012.
24
9. Ners, Z.A. http://www.elektromedik.info/2008/04/eeg-elektro-
encelografi.html, diakses 10 September 2012.
10. Primer of EEG with mini-atlas A James Rowan, Eugene Tolunsky;
Butterworth Heinamann 2003
11. S. Soetomenggolo, Taslim, Ismail, S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan
Kedua BP. IDAI. Jakarta 2000.
12. Selim R Benbadis, MD; Chief Editor: Helmi L Lutsep, MD.
http://emedicine.medscape.com/article/1140563-overview#a30, diakses 10
September 2012.
13. Specchio N, Trivisano M, DiCiommo V, Cappelletti S, Masciarelli G, Volkov
J et al. Panayiotopoulos syndrome: A clinical, EEG, and neuropsychological
study of 93 consecutive patients. Epilepsia 2010.
14. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian IKA FK UI. Jakarta1985.
15. Viravan S, Go C, Ochi A, Akiyama T, Snead III OC, Otsubo H. Jeavons
syndrome existing as occipital cortex initiating generalized epilepsy. Epilepsia
2011
25