tugas mata kuliah kebijakan pembangunan daerah

17
TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN DAERAH ; Modal Manusia Versus Modal Fisik Disusun Oleh : Rasyid Wisnuaji Puspita Sari PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU EKONOMI

Upload: rasyid-gumoong

Post on 10-Dec-2015

241 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

pembangunan ekonomi

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN DAERAH ; Modal

Manusia Versus Modal Fisik

Disusun Oleh :

Rasyid Wisnuaji

Puspita Sari

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2015/2016

Page 2: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

Pendahuluan

Dalam buku Public Policy for Regional Development karangan Jorge Martinez

Vazquez dan François Vaillancourt membahas Ekonomi Regional dan permasalahannya.

Pada Bab IV yang merupakan bahasan yang akan di kupas oleh penulis menitik beratkan

pada Peran pemerintah dalam pembangunan daerah; manusia versus modal fisik.

Di dalam Bab IV, dapat diketahui bahwa pembangunan daerah di Amerika tidaklah

seimbang di tiap masing – masing negara bagian bahkan pada pemerintahan lokal

dikarenakan perbedaan yuridikasi di tiap daerah sehingga ketersediaan tenaga kerja, barang

dan arus modal yang berbeda pula. Oleh karena itu pemerintah pusat mencoba menjalankan

program guna mengatasi kesenjangan pembangunan di tiap daerah dengan menitik beratkan

pada modal fisik dan atau pada modal manusia.

Dalam bab ini, saya menjelajahi perbedaan antara program pemerintah yang

berfokus pada modal fisik (baik untuk infrastruktur publik dan sektor swasta tanaman dan

peralatan) dibandingkan dengan mereka yang menargetkan modal manusia, melalui

pendidikan, pelatihan, kewirausahaan dan intervensi terkait. Saya berpendapat bahwa

pembangunan daerah telah dilihat hampir seluruhnya sebagai produk investasi modal fisik,

sehingga sebagian besar belanja publik telah tenggelam ke dalam sementara ini jumlah yang

sangat kecil dihabiskan, kontras, modal manusia, meskipun analisis ekonomi yang sehat yang

menekankan signifikansi yang terakhir. Sebuah tanda dari bias ini adalah keunggulan analisis

industri dan menargetkan dalam pembangunan daerah. Saya berpendapat untuk co-sama

menekankan pada analisis pekerjaan dan penargetan, membawa visi stereo 'untuk

pembangunan ekonomi daerah.

Pada bagian pertama dari bab ini, saya merenungkan fisik dibandingkan debat modal

manusia dalam pembangunan ekonomi regional dan menyimpulkan bahwa yang terakhir

adalah menyedihkan terbelakang, mengingat pentingnya ditunjukkan. Pada bagian kedua,

saya kontras pendekatan modal fisik untuk pembangunan daerah, menggunakan lensa

industri, dengan pendekatan modal manusia, menggunakan lensa kerja. Aku menunjukkan,

untuk beberapa daerah di California termasuk salah satu wilayah pedesaan, bagaimana

masing-masing menggambarkan perekonomian daerah dan pelaku utama dengan siapa

pembuat kebijakan pemerintah memahami diri mereka sebagai bekerja. Pada bagian ketiga

dari bab ini, saya menjelajahi elemen yang ada dan baru dari modal / pendekatan kebijakan

occupationally ditargetkan manusia.

Page 3: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

Modal fisik dan manusia dalam pembangunan daerah

Ekonomi Regional mulai dipelajari semenjak pertengahan abad ke-20, sebagian

besar diadopsi dari teori pertumbuhan ekonomi tradisional, yang dimana model ini menitik

beratkan pada pertumbuhan output (pendapatan) yang merupakan fungsi dari modal fisik dan

tenaga kerja. Modal fisik disini meliputi tanah, tanaman, dan peralatan yang digunakan

selama jangka waktu tertentu dan bisa ditambahkan sengan investasi. Sedangkan tenaga kerja

dipengaruhi oleh ukuran angkatan kerja dan jam kerja. Karena ada kendala tentang ukuran

tenaga kerja pada suatu wilayah, maka guna meningkatkan output dengan membuat invetasi

pada modal fisik baik di sektor publik maupun swasta.

Seiringnya waktu, banyak pendapat para ahli ekonomi yang terus mengevaluasi teori

pertumbuhan ekonomi tradisional. Wassily Leontieff pada tahun 1953 mengemukakan

bahwa Perekonomian Amerika secara keseluruhan akan berhasil bila dipengaruhi oleh tenaga

kerja terampil, bukan modal fisik. Pada Tahun 1956, Robert Solow menambahkan peran

teknologi sebagai kekuatan ketiga selain modal fisik dan modal manusia. Pada tahun 1986,

Romer berpendapat bahwa eksternalitas sosial dapat menjelaskan pertumbuhan agregat

bahkan ketika ada semakin berkurang modal dan tidak ada perubahan teknologi. Lucas

(1988) membuat argumen yang sama tentang efek eksternal dari modal manusia (Malizia dan

Feser, 1999, Bab 6). Perkembangan ini dalam teori pertumbuhan, bersama dengan

kekecewaan dengan langkah-langkah pertumbuhan modal fisik, telah mendorong ekonom

regional, ilmuwan politik dan perencana untuk menyerukan pendekatan modal manusia yang

lebih eksplisit untuk pembangunan daerah (Reich, 1991; Clarke dan Gaile, 1997; Mathur ,

1999; Markusen, 2004).

Pada kenyataannya, Amerika lebih banyak condong pada investasi modal fisik

dibandingkan investasi sederhana di bidang pembinaan keterampilan pada sumber daya

manusia. Investasi Fisik yangg dilakukan Amerika bisa dikatakan investasi besar-besaran

dimana pengambil alihan tanah dari warga asli guna pembuatan kanal, rel kereta api,

pelabuhan dan jalan raya guna mengintegrasikan negara-negara bagian di Amerika. Dengan

terbukanya akses antar negara dan masih banyaknya sumberdaya lahan yang masih kosong

serta tenaga kerja yang masih relatif langka maka pemerintah memberikan tanah pada

masyarakat dan swasta untuk melakukan eksploitasi baik di bidang pertanian serta industri.

Strategi ini lebih dikenal sebagai Investasi padat modal yang dimana banyak negara seperti

Page 4: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

negara di Eropa dan Asia yang meniru kan strategi ini dengan harapan bisa seperti Amerika

yang bisa menggabungkan transportasi guna memfasilitasi ekspor pasar Internasional serta

bendungan dan pembangkit guna mendukung industrialisasi.

Kerugian pemerintah dari adanya Investasi modal fisik baik secara langsung maupun

tidak langsung :

Banyak Investasi infrastruktur secara fisik hanya mendukung pada suatu

tempat saja. Pada tahun 1989, Isserman menunjukan bahwa kota - kota yang

terletak di jalan utama antar negara bagian akan lebih maju dibandingkan

dengan kota – kota yang tidak dilewati jalan utama antar negara bagian

Infrastruktur transportasi yang ditujukan untuk mempermudah ekspor juga

pada akhirnya memungkinkan banyaknya barang impor yang masuk.

Banyaknya pelabuhan dan akses jalan yang memadai memudahkan barang

dari China yang harganya lebih murah untuk masuk pada kota – kota yang

terpencil sehingga produksi di Amerika loyo.

Proyek investasi padat karya yang dilakukan oleh pihak pemerintak ataupun

swasta melibatkan tenaga kerja dengan jumlah yang sangat banyak sehingga

menciptakan ledakan penduduk sehingga melemahkan kota – kota kecil

disekitarnya.

Pada beberapa daerah negara bagian banyak pembangunan yang lebih dititik

beratkan pada nilai investasi masa depan seperti bangunan mewah, real

estate, dan mobil. Hal ini menyebabkan pemborosan sektor publik tanpa

pengembalian yang jelas. Ini sangat berbeda jauh sekali dengan Jepang yang

melihat investasi masa depan dengan melakukan perubahan dan renofasi

pelabuhan dengan menggunakan padat modal baik konstruksi ataupun

menggunakan sedikit tenaga kerja digabungkan dengan teknologi guna

menciptakan pelabuhan mega trans pasifik.

Brain drain merupakan keprihatinan serius tentang strategi sumber daya manusia di

tingkat regional. Dalam Gunnar Myrdal ini (1957) yang terkenal Model 'penyebab kumulatif'

pembangunan antar daerah, ia mengemukakan bahwa perusahaan upah-mencari bergerak

tenaga kerja terampil dari tempat pedesaan dan kota-kota yang lebih kecil untuk aglomerasi

besar lebih cepat daripada-biaya yang lebih rendah mencari lebih tinggi pindah ke bekas.

Dalam beberapa tahun terakhir, para analis telah memperkirakan bahwa itu bukan hanya upah

Page 5: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

dan kesempatan kerja, tetapi juga fasilitas yang menarik pekerja mobile dari pedesaan.

Namun, tidak semua orang berpendidikan akan memilih untuk meninggalkan komunitas

mereka, dan pendidikan akan sangat mempercepat tingkat kewirausahaan lokal. Bahkan

mereka yang meninggalkan dapat memilih untuk kembali kemudian dalam kehidupan

pekerjaan mereka. Bahkan Jika mereka tidak melakukannya, semakin dipahami bahwa

migran terampil untuk daerah yang lebih kaya dapat bertindak sebagai jembatan kembali ke

komunitas mereka, mentransfer pengetahuan dan kadang-kadang memobilisasi sumber daya

ada untuk kegiatan berbasis ekspor (Saxenian, 1999).

Peran alokatif pemerintah dalam perekonomian

Dalam kehidupan ekonomi, setiap orang atau masyarakat selalu

mempunyai preferensi tertentu terhadap barang-barang dan jasa yang ingin di konsumsi atau

hendak diproduksi. Barang ekonomi, berdasarkan peruntukannya, dapat dibedakan menjadi

barang pribadi dan barang sosial. Yang disebut terakhir ini bukan berarti barang bebas atau

barang non ekonomi. Barang pribadi ialah barang yang dapat dimiliki atau untuk dinikmati

secara pribadi, oleh perorangan atau sekelompok orang mempunyai harga yang jelas dan

diperoleh melalui proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang mengandung sifat-

sifat sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh pribadi dan tidak untuk dinikmati secara pribadi.

Contoh barang atau jasa sosial misalnya jalan umum, jembatan, pertahanan, dan keamanan

negeri. Barang semacam ini tidak menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta untuk

memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual. Mengapa tidak bisa dijual

karena tidak bisa dimiliki atau dnikmati secara pribadi.

Adanya barang sosial mencerminkan bahwa mekanisme pasar telah

gagal menyediakan barang-barang itu. Padahal barang social tersebut sangat dibutuhkan oleh

masyarakat untuk melanjutkan usahanya. Pihak swasta enggan memproduksinya, baik karena

tidak bisa dijual ataupun karena investasi yang sangat besar. Pemerntah harus turun tangan

untuk menydiakan atau memulainya. Cara yang ditempuh untuk pengadaannya bisa macam-

macam, ditangani sendiri oleh instansi teknis pemerintah seperti departemen atau lembaga

non departemen atau perusahaan negara. Atau pengadaannya dipercayakan kepada

perusahaan swasta, namun biasanya pemerintah harus memberikan subsidi untuk itu. Barang-

barang tadi , begitu tersedia, pada umumnya dapat dinikmati oleh setiap orang secara Cuma-

Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri selaku pemasok juga tidak dapat

Page 6: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

menjualnya. paling-paling ia hanya bisa memungut retribusi atau iuran kepada yang

menggunanakan atau menikmati.yang jelas pemerintah mengeluarkan biaya tidak sedikit.

Peran alokatif pemerintah dalam perekonomian daerah penting

dalam menyediakan aspek-aspek ekonomi secara adil dan merata. Peran ini juga dapat

memberikan stimulasi bagi berkembangnya kewirausahaan di daerahnya. Sepertinya

masyarakat akan mengalami kesulitan jika peran alokatif pemerintah ini tidak berjalan secara

stabil, apalgi masyarakat kecil sangat membutuhkan peran alokatif dari pemerintah. Pasar

tidak dapat menyediakan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata. Tanpa

pemerintah sulit sekali fasilita infrastruktur dapat dapat terpenuhi terutama infrastruktur

sosial yang dapat menunjang perekonomian rakyat seperti pembangunan jalan, pembangunan

irigasi, pembangunan pusat-pusat informasi perdesaan dan sebagainya. Fasilitas ini di

samping memerlukan banyak investasi juga dari sudut pandang ekonomi perolehan

keuntungannya sangat lama.

Kegagalan pasar mengundang pemerintah untuk turut campur tangan dalam

perekonomian. Pemerintah harus merencanakan peruntukan dan mengatur penggunaan

sumber-sumber daya ekonomi yang ada agar teralokasi secara efisien. Peran alokatif ini tidak

cukup sekedar melibatkan pemerintah selaku pelindung masyarakat, tetapi juga menuntut

pengeluaran biaya. Keterlibatan peran dan pengeluaran pemerintah biasanya cukup besar di

negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, karena pemerintah bertindak pula

selaku pelopor dan pengendali pembangunan.

A.3.2.Peran distributif pemerintah dalam perekonomian

Pemilikan sumberdaya dan kesempatan ekonomi disetiap negara

acapkali tidak merata baik diantara lapisan-lapisan masyarakat, diantara wilayah-wilayah

negara yang bersangkutan, maupun diantara sektor-sektor ekonomi. Begitu pula dengan

kecenderungan pembangian hasil-hasilnya. Tanpa kesenjangan Anugerah awal pun (Initial

endowment : maksudnya kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ) ketimpangan

penikmatan atau pembagian hasil dapat terjadi. Konon lagi apabila kesenjangan sudah

bermula sejak awal. Oleh karenanya ketidakmerataan, dalam bentuk apapun haruslah

dikurangi (meniadakannya sama sekali tentu saja utopis) alasannya bukan semata-mata

karena ketidakmerataan bersifat tidak manusiawi, tetapi juga dan bahkan jauh lebih penting

lagi karena hal itu secara ekonomi tidak produktif.

Page 7: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

Kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi akan

cenderung mengkonsentrasikan kekuatan dan kekuasaan ekonomi di tangan segelintir pihak

(lapisan masyarakat, wilayah,sektor) tertentu. Daya tawar (bergaining position) antar pelaku

ekonomi menjadi seimbang. Dalam hal kosentarasi kekuatan dan kekuasaan tadi berdimensi

antara lapisan masyarakat, segmen-segemen tertentu dalam perekonomian akan mengarah ke

struktur pasar ologopolistik dan bahkan monopolistik. Efisiensi produksi menjadi semu,

begitu pula optimalitas alokasi sumber daya, Mengapa ? karena tingginya produktivitas dan

harga barang-barang bukan terbentuk oleh proses mekanisme pasar (kekuatan tarik menarik

antara penawaran dan permintaan) yang seimbang, melainkan lebih karena ekonomi biaya

tinggi akibat kesewenang-wenangan pihak yang menggenggam kekuatan dan kekuasaan

ekonomi.

Disisi lain, ketidak seimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar.

Permintaan bisa merosot akibat ketidakmampuan jajaran konsumen menjangkau harga tawar

yang dilambungkan oleh kalangan produsen. Ketidakmampuan permintaaan menyerap

penawaran berakibat melesuhnya produksi. Pada gilirannya, perekonomian secara makro

turut terimbas dampaknya. Dalam perpektif nonekonomi, ketidak merataan ekonomi

potensial menyulut keresahan sosial. Berawal dari kecemburuan sosial, keresahan bisa marak

menjadi kerusuhan sosial. Muara ongkos itu tak pelak lagi adalah instabilitas nasional.,

sesuatu hal yang memporak porandakan segala kenyamanan dan kemapanan kehidupan,

termasuk kehidupan berekonomi. Siapakah yang terpanggil untuk bertanggung jawab

mencegah serta menggulangi semua itu ? Niscaya bukan orang perorangan ataupun sebuah

perusahaan, melainkan pemerintah.

Peran distributif pemerintah dapat ditempuh baik melalui jalur

penerimaan maupun lewat jalur pengeluarannya. Disisi penerimaan, pemerintah mengenakan

pajak dan memungut sumber-sumber pendapatan lainnya untuk kemudian diredistribusikan

secara adil proporsional. Dengan pola serupa pula pemerintah membelanjakan

pengeluarannya.

A.3.3. Peran Stabilisatif Pemerintah dalam perekonomian.

Isu stabilisasi merupakan alasan lain bagi pemerintah untuk turut

mencampuri perekonomian. Alasan ini bertolak dari kenyataan objektif sering tidak

berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah yang timbul, bahkan kadang-kadang

tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara objektif kalangan

Page 8: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

swasta tidak berdaya mengatasinya misalnya adalah jika perekonomian dalam negeri dilanda

inflasi, resesi atau serbuan barang-barang import dari luar daerah, ini akan mematikan usaha

lokal. Sedangkan contoh fakta objektif dimana pihak swasta tidak mampu menyelesaikan

sendiri masalah mereka misalnya dalam kasus tingginya tingkat suku bunga perbankan,

untuk menolong pengusaha lokal pemerintah dapat mengambil langkah-langkah seperti

mendirikan koperasi atau pinjaman lunak lainnya. Perang harga akibat politik dumping yang

dilakukan oleh segelintir perusahaan besar dan kuat modal dalam suatu industri, akibatnya

harga produk yang dihasilkan pengusaha lokal kalah bersaing . Campurr tangan pemerintah

berperan strategis untuk memecahkan kemelut-kemelut seperti itu melalui penekanan

retribusi daerah bagi barang yang masuk ke daerah seperti menaikkan retribusi dispensasi

penggunaan jalan dan membebaskan retribusi dispensasi penggunaan jalan bagi produk lokal.

Ketidakmampuan pihak swasta mengatasi sejumlah kemelut pada

umumnya bersifat objektif, memang berada diluar kendali mereka, sehingga wajar

mengundang campur tangan pemerintah. Namun kadangkala ketidakberdayaan pihak

swasta itu justru diciptakan sendiri secara subjektif oleh pemerintah, dalam arti pemerintah

secara apriori berpendangan pihak swasta tidak mampu mengatasi masalahnya. Misalnya

dalam kasus tuntutan kenaikan upah pekerja. Dalam kemelut internal yang dicontohkan ini,

acapkali pemerintah terlalu dini berintervensi, biasanya dengan dalil untuk menjaga atau

memulihkan stabilitas.

A.3.4. Peran dinamisatif pemerintah dalam perekonomian

Adalah kenyataan bahwa dalam beberapa hal kalangan swasta tidak

memiliki keberanian yang memadai untuk menjalankan kegiatan ekonomi tertentu atau

bahkan memulainya. Kenyataan demikian amat lazim dijumpai dinegara-negara sedang

berkembang . Ataupun jika keberanian itu cukup karena siap menantang risiko dan modal

tersedia, misalnya perkembangan boleh jadi sangat lambat. Menghadapi fakta atau gejala

yang seperti ini biasanya pemerintah tidak sabar, lalu turun tangan untuk merintis atau

memacunya. Jadi peran administratif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintis kegiatan-

kegiatan ekonomi tertentu seperti penyediaan angkutan kejalur baru yang masih kering

sehingga arus informasi dapat diterima merata di wilayahnya, atau pemekaran kota dengan

jalan antara lain memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta

bentuk percepatan pertumbuhan bidang bisnis tertentu, misalnya, dengan mengalokasikan

anggaran yang lebih besar kebidang bersangkutan.

Page 9: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

Argumen Pemerintah bahwa ia harus berperan sebagai dinamisator

didukung pula oleh sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekannya sendiri. Karena

dialah yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka ia merasa paling bertanggung

jawab atas pelaksanaannya, atas dasar itu ia merasa berhak melakukan apa saja yang

menurutnya pantas ditempuh demi pembangunan. Kalau perlu, demi pembangunan

(biasanya didahului atau diiringi dengan dalih untuk memelihara stabilitas) pemerintah

berhak mengambil alih kegiatan yang semula dijalankan oleh pihak swasta. Premis tadi tak

lain merupakan perwujudan dari isme- pembangunan atau ,”developmentalism,” (lebih

sempit lagi merupakan manifestasi dari isme-pertumbuhan atau ,”growthism,”) yang

membelunggu karangka berfikir (term of thinking) pemerintah dibanyak daerah , termasuk

para perumus kebijaksanaan pembangunannya. Peran demikian yang sebenarnya mematikan

kreatifitas pelaku ekonomi atau masyarakat itu sendiri.

Keempat macam peranan pemerintah tadi potensial menimbulkan

kesulitan penyerasian atau bahkan pertentangan kebijaksanaan. Sebagai contoh dalam

kapasitas selaku stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu

ditempuh dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar pemintaan aggregat terkendali

sehingga tidak tambah memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah

untuk lapisan masyarakat atau pihak /sektor yang harus dibantu dapat turut berkurang.

Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah menjalankan peran distributifnya.

Untuk itu pemerintah daerah harus mampu memposisikan peran dalam pembangunan

ekonomi, agar tidak terjadi kesenjangan pembangunan dalam satu daerah

A.4. Aspek-aspek Pemerataan hasil pembangunan .

Dinegara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema kompleks

antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun

hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan

menuntut dikorbankannya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih

tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan pilihan yang harus

diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan soal bagaiamana caranya memacu

pertumbuhan, tetapi siap melakukan dan berhak menikmati hasil-hasilnya, kalangan elit kaya

raya yang minoritas, ataukah mayoritas rakyat yang miskin. Seandainya yang diserahi

wewenang itu adalah kelas elit yang kaya , maka mereka akan mampu memacu

Page 10: Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah

pertumbuhan dengan baik; hanya saja ketimpangan pendapatan dan kemiskinan absolut akan

semakin parah. Tetapi jika yang dipilih adalah mayoritas miskin , segenap hasilnya harus

dibagi secara lebih merata, dan hal kurang memungkinkan terpacunya GNP secara Aggregat

atau nasional.

Terlepas dari hal itu, sekarang banyak negara-negara dunia ketiga yang

cukup berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mulai menyadari

bahwa pertumbuhan yang tinggi ternyata belum membuahkan manfaat yang tinggi bagi

anggota masyarakatnya yang paling miskin dan paling membutuhkan perbaikan taraf hidup.

Kini negara-negara maju maupun negara–negara berkembang mulai

muncul himbauan dan tuntutan dari masyarakat luas yang semakin lama semakin kuat bagi

dilakukannya peninjauan kembali atas tardisi “pengutamaan GNP” sebagai sasaran ekonomi

yang utama. Kecenderungan ini mulai berlangsung sejak dekade 1970-an. Upaya

pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatanpun mulai dikedepankan sebagai fokus

utama pembangunan.