tugas makalah papid

13
COVER 1

Upload: tiawidayanti

Post on 29-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TUGAS MAKALAH PAPID

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS MAKALAH PAPID

COVER

1

Page 2: TUGAS MAKALAH PAPID

DAFTAR ISI

Daftar Isi .......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3

BAB. II PEMBAHASAN...............................................................................................5

I. Kronologi Kasus (ini ada ga?)..............................................................................II. Analisis. ..........................................................................................................

BAB. III PENUTUP .......................................................................................................III. Kesimpulan. .....................................................................................................IV. Saran................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

2

Page 3: TUGAS MAKALAH PAPID

BAB I PENDAHULUAN

Hukum pidana dapat dikatakan ruang lingkup hukum yang paling ketat dalam menerapkan aturan perundang-undangan. Bahkan lebih dari itu, suatu perbuatan tidak akan dianggap sebagai perbuatan hukum tanpa ada sistem aturan yang mengaturnya. Dalam konteks itulah lahir apa yang dinamakan asas legalitas.1

Bellefroid mengemukakan bahwa asas merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Senada dengan Homes mengemukakan pula bahwa asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum bagi petunjuk yang berlaku. (W. Friedman: 1994)

Kembali pada arti lebih lanjut dari asas legalitas, secara sedehana dapat diartikan bahwa sahnya suatu perbuatan sehingga menjadi perbuatan pidana jika ada undang undang yang mengaturnya.Tentu pertanyaan akan muncul berdasarkan pendefenisian tersebut: apakah perbuatan ataukah kejahatan yang tidak dirumuskan dalam sebuah aturan bukan tindak pidana?

Berangkat dari pertanyaan tersebut, maka dapat diidentifikasi cikal bakal lahirnya asas legalitas, yang pada hakikatnya; jika ada perbuatan tanpa ada Undang-Undang yang mengaturnya kemudian serta merta digolongkan sebagai tindak pidana, maka pihak yang menegakkan perbuatan itu akan cenderung melahirkan kesewenang-wenangan. Dengan seenaknya saja kekuasaan yang telah terberi pada organ kekuasaan terkait akan menggunakan hukum pidana menurut kehendak dan kebutuhannya.

Menurut sejarahnya asas legalitas pertama kali dicetuskan oleh Paul Johan Anselm von Feurbach. Setidaknya asas legalitas terkunci dalam postulat “nullum dellictum nulla poena sine praevia lege poenali”—-tidak ada perbuatan pidana atau tidak ada pidana tanpa Undang-Undang pidana sebelumnya.Jika principat dalam hukum pidana ini diturunkan lebih lanjut.maka akan menjadi tiga frasa, meliputi:

1. Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut Undang-Undang);

2. Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana);3. Nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut

Undang-Undang)

Eddy O.S. Hiariej (2012) memberikan makna dalam tiga frasa itu, sebagai asas yang memiliki dua fungsi: (i) Fungsi melindungi yang berarti Undang-Undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan Negara yang sewenang-wenang; (ii) Fungsi instrumentasi, yaitu dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang, pelaksanaan kekuasaan oleh Negara tegas-tegas diperbolehkan. Fungsi melindungi lebih pada hukum pidana materil (hukum pidana) yang mengacu pada frasa pertama (nulla poena sine lege) dan kedua (nulla poena sine crimine), sementara fungsi instrumentalis lebih pada

1 Abidin, Andi Zainal, Asas-Asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1987.

3

Page 4: TUGAS MAKALAH PAPID

hukum pidana formil (hukum acara pidana) yang mengacu pada frasa ketiga (nullum crimen sine poena legali).2

Satu dan lain dalam perkara-perkara pidana, untuk pemecahan kasus-kasus perbuatan pidana, penting untuk diketahui; empat makna asas legalitas diantaranya:

1. Terhadap ketentuan pidana, tidak boleh berlaku surut (nonretroatkif/ nullum crimen nulla poena sine lege praviae/ lex praeviae);

2. Ketentuan pidana harus tertulis dan tidak boleh dipidana berdasarkan hukum kebiasaan (nullum crimen nulla poena sine lege scripta/ lex scripta);

3. Rumusan ketentuan pidana harus jelas (nullum crimen nulla poena sine lege certa/ lex certa);

4. Ketentuan pidana harus ditafsirkan secara ketat dan larangan analogi (nullum crimen poena sine lege stricta/ lex stricta).

Berdasarkan keempat makna asas leglitas di atas, menjadi dasar dalam menganggap, kemudian membuktikan sejelas-jelasnya, dari setiap orang yang telah melakukan perbuatan pidana, sehingga patut mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.3

Menegenai analogi, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu argentum peramalogiam atau sering disebut analogi dan argentum a contariao. Perihal analogi, disini suatu peraturan khusus dalam undang-undang dijadikan umum yang tidak tertulis dalam undang-undang, kemudia digali asas yang terdapat didalamnya dan disimpulkan dari ketentuan umum itu suatu peristiwa yang khusus. Peraturan umum yang tidak tertulis dalam undang-undang itu diterapkan terhadap peristiwa tertentu yang tidak diatur dalam udang-undang tersebut, tetapi mirip atau serupa dengan peristiwa yang iatur dalam udang-undang. Sedangkan argentum a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada pengertian sebaliknya dari peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.

Moeljatno membedakan interpretasi ektensif dengan analogi sebagai berikut: Dalam interpretasi ektensif, hakim berpegang pada aturan yang ada. Disitu ada perkataan yang diberi arti menurut makna yang hidup dalam masyarakat sekarang, tidak menurut maknanya pada waktu undang-undang dibuat. Sedangkan dalam analogi, perbuatan menjadi persoalan tidak bisa dimasukkan dalam aturan yang ada. Selanjutnya perbuatan itu menurut pandangan hakim seharusnya dijadikan perbuatan pidana pula, karena termasuk inti dari aturan yang ada itu, maka perbuatan tadi lalu dapat dikenai aturan yang ada dengan menggunakan analogi. Ada batas batas yang hampir sama antara Analogi dan Interpretasi Ekstensif sehingga pada pelaksanaannya memang sulit dibedakan.

BAB II PEMBAHASAN

2 Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum Dalam Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta, 20123Boot, Machteld, Nullum Crimen Sine Lege and The Subject Matter Jurisdiction of The International Criminal Court, Genocide, Crimes Against Humanity, War Crimes, Intersentia, Leiden, 2001

4

Page 5: TUGAS MAKALAH PAPID

I. Kronologi KasusII. Analisis

BAB III PENUTUP

5

Page 6: TUGAS MAKALAH PAPID

I. KesimpulanKasus ini menyangkut tentang seorang pria yang melakukan hubungan

suami-isteri terhadap perempuan yang bukan istrinya dan didahului dengan janji akan mengawini perempuan tersebut bila ia memberikan keperawanannya kepada sang pria namun pada akhirnya setelah perempuan tersebut hamil dan perempuan tersebut meminta pertanggung jawaban, pria tersebut tidak menepati janjinya dan tidak bertanggung jawab. Maka dari itu korban mengajukan perkara ini ke pihak berwajib untuk diteruskan ke pengadilan.

Dalam putusan hakim terdakwa dikenakan dakwaan melakukan penipuan dan karenanya melanggar Pasal 378 KUHP , bahwa tentang melanggar Pasal 378 KUHP unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut (1) dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain; (2) melawan hukum; (3) dengan memakai nama palsu, keadaan palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan; (4) memberikan/menyerahkan barang tertentu.

Dalam kasus ini berdasarkan bukti keterangan saksi-saksi dan sebagainya yang diajukan terbukti adanya janji terdakwa, unsur pertama dianggap terbukti. Unsur kedua melawan hukum dari peristiwa yang terjadi, hakim melakukan penafsiran berdasarkan norma agama, adat dan kebiasaan masyarakat setempat bahwa hubungan suami-isteri yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan isterinya adalah perbuatan melawan hukum maka unsur kedua terpenuhi. Unsur ketiga mengenai tipu muslihat atau rangkaian kebohongan juga telah terpenuhi karena terdakwa terbukti melakukan janji-janji palsu terhadap korban. Tentang unsur keempat yaitu memberikan/menyerahkan barang tertentu, dipertimbangkan sejalan dengan perkembangan teknologi modern dan kebudayaan, pengertian tentang “barang” ini semakin luas, Pengadilan Tinggi khususnya dalam perkara ini memperluas pengertian tersebut dimana pengertian “barang” dalam Pasal 378 KUHP termasuk juga “jasa”.

Dalam peristiwa yang telah terjadi dengan pertimbangan saksi korban telah mengizinkan terdakwa melakukan hubungan suami-isteri terhadapnya dan memberikan serta menyerahkan kehormatannya yang paling berharga kepada terdakwa dengan harapan untuk dikawini, dalam hubungan suami-isteri tersebut dapat dikatakan memberi keuntungan kepada terdakwa dalam hal ini terdakwa dianggap telah menerima suatu “jasa” dari korban dan mengenai sesuatu yang melekat bersatu dalam diri seseorang dalam hal ini yang dimiliki oleh korban, juga termasuk pengertian “barang” karena kalau bukan karena janji akan dikawini korban tidak akan menyerahkan kehormatannya.

Dalam kasus ini Hakim Bismar Siregar berusaha melakukan tugas hakim sebagai pencipta hukum yaitu berusaha mencari penyelesaian terhadap perkara yang

6

Page 7: TUGAS MAKALAH PAPID

belum ada aturannya di dalam undang-undang dengan melakukan penafsiran hukum dengan maksud untuk menemukan hukum dan demi tercapainya kepastian hukum agar tidak terjadi kekosongan hukum. Terlihat dalam putusannya Bismar berusaha memperluas pengertian barang yakni termasuk juga jasa, yang dimaksudkan jasa disini adalah “jasa seks” dan pada dasarnya upaya memperluas pengertian barang termasuk jasa adalah termasuk analogi hukum. Yang dimaksud dengan analogi hukum adalah metode penemuan hukum oleh hakim dimana hakim mencari esensi yang lebih umum pada suatu perbuatan yang diatur oleh undang-undang dan pada perbuatan atau peristiwa yang secara konkrit dihadapinya.

Pada pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa salah satu asas fundamental dalam hukum pidana yakni adanya larangan menggunakan analogi untuk diterapkan dalam perkara pidana, dengan demikian tindakan Bismar yang menganalogikan barang dengan jasa adalah suatu penyimpangan asas hukum pidana, namun melihat pertimbangan tindakannya yang menganalogikan barang dengan jasa diyakini untuk memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, nilai kepribadian dan kehormatan wanita, baik korban maupun kaum wanita pada umumnya. Oleh karena itu adalah menjadi tanggung jawab kita untuk memberikan penghormatan dan perlidungan kepada kaum wanita. Dengan demikian menurut kelompok kami Bismar dalam kapasitasnya menjalankan tugas sebagai hakim bukan hanya sekedar penerap undang-undang yang hanya terbelenggu oleh peraturan perundang-undangan namun berusaha merumuskan galian dan temuan nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan masyarakat yang menjadi hukum positif yang akan menjadi dasar putusannya serta menemukan hukum guna memberikan perlindungan terhadap kaum wanita dari kejahatan kesusilaan dan menyuarakan keadilan yang belum didapat di perundang-undangan yang ada. Dengan demikian kelompok kami berpendapat bahwa Bismar dalam putusannya berusaha untuk menegakan hukum berdasarkan perasaan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Kaitannya kasus ini dengan asas legalitas yaitu, kelompok kami berpendapat bahwa penggunaan analogi dalam perkara pidana perlu ditinjau kembali dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, kebudayaan dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat karena selain mencegah terjadinya kekosongan hukum, penemuan hukum dengan penafsiran analogi bermaksud untuk menemukan hukum positif yang belum ada ketentuannya sehingga menjadi berlaku sah dan bagi para pelanggarnya wajib mempertanggungjawabkan tindakannya sehingga kepastian dan keadilan hukum dapat tercapai tanpa merugikan salah satu pihak. Selain itu menjadi terobosan hukum dan perundnag-undangan yang sebelumnya tidak memberikan perlindungan terhadap kaum wanita dari kejahatan kesusilaan.

II. Saran

7

Page 8: TUGAS MAKALAH PAPID

1. Dalam rangka menciptakan hukum terutama yang belum ada ketentuan peraturannya dalam perundang-undangan diharapkan hakim dapat melakukan tugasnya sebagai pencipta hukum yang tidak hanya terbelenggu oleh peraturan perundang-undangan namun berusaha merumuskan galian dan temuan nilai-nilai hukum dengan tetap memperhatikan asas-asas pidana yang berlaku agar tidak melenceng dari ketentuan hukum yang seharusnya namun dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan dan ditinjau kembali dengan norma agama, kebiasaan, kebudayaan dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

2. Dalam rangka menciptakan hukum demi tercapainya kepastian hukum dan agar tidak terjadi kekosongan hukum, diharapan para penegak hukum memiliki kepribadian moral dan intergitas yang tinggi agar dapat menyuarakan keadlian bedasarkan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan masyarakat.

3. Dalam rangka menciptakan generasi penegak hukum yang ideal diperlukan lembaga pendidikan tinggi yang dapat menanamkan nilai-nilai moralitas sehingga para calon penegak hukum memiliki integritas tinggi dan etos kerja yang profesional. Selain itu lembaga pendidikan diharapkan melakukan penyempurnaan dalam pendidikan hukum nya, pendidikan hukum tidak boleh hanya menguasai hukum yang terbatas dalam perundang-undangan dan asas-asas hukum namun diperlukan keterampilan dalam menggunakannya dan para calon penegak hukum diarahkan agar mampu menyelesaikan masalah hukum secara bijak dan dapat berpikir kritis serta mandiri.

Yang dimerahin bisa diataroh di analisis kalo kepanjangan dikesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

8

Page 9: TUGAS MAKALAH PAPID

1. Abidin, Andi Zainal, Asas-Asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1987.

2. Boot, Machteld, Nullum Crimen Sine Lege and The Subject Matter Jurisdiction of

The International Criminal Court, Genocide, Crimes Against Humanity, War Crimes,

Intersentia, Leiden, 2001

3. Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, Yogyakarta: UII Press, 2006

4. O.S. Hiariej , Eddy, Asas Legalitas dan Penemuman Hukum Dalam Hukum Pidana,

Jakarta: Erlangga, 2009

5. Mertokusumo, Sudikno, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bhakti,

Bandung, 1993

6. Siregar, Bismar, Berbagai Segi Hukum Dan Perkembangannya Dalam Mayarakat,

Bandung: Alumni, 1983

7. Siregar, Bismar, Bunga Rampai Hukum Dan Islam, Jakarta: Rajawali, 1989

8. Soekanto, Soerjono, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1981

9