tugas makalah agama
DESCRIPTION
adnanTRANSCRIPT
I.PENDAHULUAN
Rasulullah saw menganjurkan kepada kita untuk
menghidupkan
malam Ramadhan dengan memperbanyak sholat. Abu
Hurairah r.a. menceritakan bahwa Nabi saw. Sangat
mengajurkan qiyam ramadhan dengan tidak
mewajibkannya. Kemudian Nabi saw. Bersabda, “Siapa
yang mendirikan shalat di malam Ramadhan dengan
penuh keimanan dan harapan, maka ia diampuni dosa-
dosanya yang telah lampau.” (muttafaq alaih)
II.PERMASALAHAN
Dan fakta sejarah memberi bukti, sejak zaman Rasulullah
saw. Hingga kini, umat Islam secara turun temurun
mengamalkan anjuran Rasulullah ini.
Alhamdulillah. Tapi sayang, dalam pelaksanaannya
terdapat perbedaan di beberapa hal yang kadang
mengganggu ikatan ukhuwah di kalangan umat.
Seharusnya itu tak boleh terjadi jika umat tahu sejarah
disyariatkannya shalat tarawih.
Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan Nabi saw.
dengan sebagian sahabat secara berjamaah di Masjid
Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi
membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara
sendirisendiri.
Hingga dikemudian hari, ketika menjadi Khalifah, Umar
bin Khattab menyaksikan adanya fenomena shalat
tarawih terpencar-pencar di dalam Masjid Nabawi.
Terbersit di benak Umar untuk menyatukannya.Umar
memerintahkan Ubay bin Kaab untuk memimpin para
sahabat melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah.
‘Aisyah menceritakan kisah ini seperti yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim. Untuk selengkapnya silahkan
lihat Al-Lu’lu War Marjan: 436. berdasarkan riwayat
itulah kemudian para ulama sepakat menetapkan bahwa
shalat tarawih secara berjamaah adalah sunnah.
Bahkan, para wanita pun dibolehkan ikut berjamaah di
masjid,
padahal biasanya mereka dianjurkan untuk
melaksanakan shalat wajib di rumah masing-masing.
Tentu saja ada syarat: harus memperhatikan etika ketika
di luar rumah. Yang pasti, jika tidak ke masjid ia tidak
berkesempatan atau tidak melaksanakan shalat tarawih
berjamaah, maka kepergiannya ke masjid tentu akan
memperoleh kebaikan yang banyak.
III.PEMBAHASAN
Jumlah Rakaat
Berapa rakaat shalat tarawih para sahabat yang diimami
oleh Ubay bin Kaab? Hadits tentang kisah itu yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari tidak menjelaskan hal
ini. Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah.
Hanya menyebut Rasulullah saw. shalat tarawih
berjamaah bersama para sahabat selama tiga malam.
Berapa rakaatnya, tidak dijelaskan. Hanya ditegaskan
bahwa tidak ada perbedaan jumlah rakaat shalat malam
yang dilakukan Rasulullah di bulan Ramadhan maupun di
luar Ramadhan. Jadi, hadits ini konteksnya lebih kepada
shalat malam secara umum. Maka tak heran jika para
ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil untuk shalat
malam secara umum. Misalnya, Iman Bukhari
memasukkan hadits ini ke dalam Bab Shalat Tahajjud.
Iman Malik di Bab Shalat Witir Nabi saw. (Lihat Fathul Bari
4/250 dan Muwattha’ 141).
Inilah yang kemudian memunculkan perbedaan jumlah
rakaat. Ada yang menyebut 11, 13, 21, 23, 36, bahkan
39. Ada yang berpegang pada hadits ‘Aisyah dalam
Fathul Bari, “Nabi tidak pernah melakuka shalat
malam lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan
maupun di luar Ramadhan.”
Sebagian berpegang pada riwayat bahwa Umar bin
Khattab –seperti yang tertera di Muwattha’ Imam Malik—
menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim Ad-Dari untuk
melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat den gan rakaat
rakaat yang panjang. Namun dalam riwayat Yazid bin Ar-
Rumman dikabarkan jumlah rakaat shalat tarawih yang
dilaksanakan di zaman Umar adalah 23 rakaat.
Dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, Imam At-
Tirmidzi
menyatakan bahwa Umar, Ali, dan sahabat lainnya
melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat selain witir.
Pendapat ini didukung Imam At-Tsauri, Imam Ibnu
Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.
Di Fathul Bari ditulis bahwa di masa Umar bin Abdul Aziz,
kaum
muslimin shalat tarawih hingga 36 rakaat ditambah witir
3 rakaat. Imam Malik berkata bahwa hal itu telah lama
dilaksanakan.
Masih di Fathul Bari, Imam Syafi’i dalam riwayat Az-
Za’farani
mengatakan bahwa ia sempat menyaksikan umat Islam
melaksanakan shalat tarawih di Madinah dengan 39
rakaat dan di Makkah 33 rakaat. Menurut Imam Syafi’i,
jumlah rakaat shalat tarawih memang memiliki
kelonggaran.
Dari keterangan di atas, jelas akar persoalan shalat
tarawih bukan pada jumlah rakaat. Tapi, pada kualitas
rakaat yang akan dikerjakan. Ibnu Hajar berkata,
“Perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih
mucul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang
didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat
yang panjang, maka berakibat pada
sedikitnya jumlah rakaat; dan demikian sebaliknya.”
Imam Syafi’i berkata, “Jika shalatnya panjang dan
jumlah
rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika
shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu
juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang
pada yang pertama.” Selanjutnya beliau
mengatakan bahwa orang yang menjalankan
tarawih 8 rakaat dengan 3 witir dia telah
mencontoh Rasulullah, sedangkan yang
menjalankan tarawih 23 rakaat
mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat
dan tabi’in. Bahkan, menurut Imam Malik, hal itu
telah berjala lebih dari ratusan tahun.
Menurut Imam Ahmad, tidak ada pembatasan yang
signifikan dalam
jumlah rakaat tarawih, melainkan tergantung panjang
dan pendeknya rakaat yang didirikan. Imam Az-Zarqani
mengkutip pendapat Ibnu Hibban bahwa tarawih pada
mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat
panjang,kemudian bergeser menjadi 20 rakaat tanpa
witir setelah melihat adanya fenomena keberatan umat
dalam melaksanakannya. Bahkan kemudian dengan
alasan yang sama bergeser menjadi 36 rakaat tanpa witir
(lihat Hasyiyah Fiqh Sunnah: 1/195)
IV.PENUTUP
Jadi, tidak ada alasan sebenarnya bagi kita untuk
memperselisihkan jumlah rakaat. Semua sudah selesai
sejak zaman sahabat. Apalagi perpecahan adalah tercela
dan persatuan umat wajib dibina. Isu besar dalam
pelaksanaan shalat tarawih adalah kualitas shalatnya.
Apakah benar-benar kita bisa memanfaatkan shalat
tarawih menjadi media yang menghubungkan kita
dengan Allah hingga ke derajat ihsan?
Cara Melaksanakan Tarawih
Hadits Bukhari yang diriwayatkan Aisyah menjelaskan
cara
Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam adalah
dengan tiga salam. Jadi, dimulai dengan 4 rakaat yang
sangat panjang lalu ditambah 4 rakaat yang panjang lagi
kemudian disusul 3 rakaat sebagai witir (penutup).
Boleh juga dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat dan
ditutup satu rakaat. Ini berdasarkan cerita Ibnu Umar
bahwa ada sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.
tentang cara Rasulullah saw. mendirikan shalat malam.
Rasulullah saw. menjawab, “Shalat malam didirikan dua
rakaat dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu
subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat
(muttafaq alaih, lihat Al-Lu’lu War Marjan: 432).
Rasulullah saw. sendiri juga melakukan cara ini (lihat
Syarh Shahih Muslim 6/46-47 dan Muwattha’: 143-144).
Dari data-data di atas, Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa
Rasulullah saw. kadang melakukan witir dengan satu
rakaat dan kadang tiga rakaat. Jadi, sangat tidak pantas
jika perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih menjadi isu
yang pemecah persatuan umat.
V.DAFTAR PUSTAKA
Maraji’ :
1.Shalatut Tarawih. Syaikh Nashiruddin Al Albani.
2.Qiyamul Lail. Syaikh Nashiruddin Al Albani.
3.Tamamul Minah. Syaikh Nashiruddin Al Albani.
4.Shifatu Shalatin Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam. Syaikh Nashiruddin Al Albani.
5.Al Qaulul Mubin Fi Akhta’il Mushalin. Syaikh
Masyhur Hasan Salman.
6. Ilmu Ushulil Bida’. Syaikh Ali Hasan Abdul
Hamid.