tugas khusus tempe tentang mikroba selain rhizopus oryzae

21
TUGAS KHUSUS PERCOBAAN PEMBUATAN TEMPE MENGENAI RAGI PEMBUATAN TEMPE SELAIN RHIZOPUS ORYZAE, RHIZOPUS STOLONIFER, RHIZOPUS ARRHIZUS DAN INDUSTRINYA Rhizopus achlamydosporus 1. Aktivitas protease tertinggi no.3 2. Memiliki aktivitas amilase cukup baik 3. Bagus untuk tempe tetapi belum umum Rhizopus cohnii Bagus untuk tempe koro benguk/kedelai. Rhizopus Oligosporus Rhizopus oligosporus termasuk dalam jenis fungi berfilamen sehingga disebut juga kapang ( mold ) Rhizopus oligosporus. Kapang ini digunakan dalam pembuatan tempe melalui fermentasi dengan bahan dasar kedelai. Rhizopus oligosporus membentuk hifa penetrasi rata-rata 1400 µm 2 ( ± 300 µm 2 ) di luar permukaan kotiledon dan 1010 µm 2 ( ± 340 µm 2 ) pada bagian dalam ( flat ). Hifa terinfiltrasi pada kedalaman 742 µm / sekitar 25% rata-rata lebar kotiledon kedelai. Kemudian proses fermentasi terjadi secara aerob melalui lubang berpori pada pembungkus. Proses fermentasi

Upload: abraham-umank-umank

Post on 19-Dec-2015

246 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Tempe

TRANSCRIPT

TUGAS KHUSUS PERCOBAAN PEMBUATAN TEMPE MENGENAI

TUGAS KHUSUS PERCOBAAN PEMBUATAN TEMPE MENGENAI

RAGI PEMBUATAN TEMPE SELAIN RHIZOPUS ORYZAE, RHIZOPUS STOLONIFER, RHIZOPUS ARRHIZUSDAN INDUSTRINYARhizopus achlamydosporus1. Aktivitas protease tertinggi no.3

2. Memiliki aktivitas amilase cukup baik

3. Bagus untuk tempe tetapi belum umum

Rhizopus cohniiBagus untuk tempe koro benguk/kedelai.

Rhizopus Oligosporus

Rhizopus oligosporus termasuk dalam jenis fungi berfilamen sehingga disebut juga kapang ( mold ) Rhizopus oligosporus. Kapang ini digunakan dalam pembuatan tempe melalui fermentasi dengan bahan dasar kedelai. Rhizopus oligosporus membentuk hifa penetrasi rata-rata 1400 m2 ( 300 m2 ) di luar permukaan kotiledon dan 1010 m2 ( 340 m2 ) pada bagian dalam ( flat ). Hifa terinfiltrasi pada kedalaman 742 m / sekitar 25% rata-rata lebar kotiledon kedelai.

Kemudian proses fermentasi terjadi secara aerob melalui lubang berpori pada pembungkus. Proses fermentasi mengakibatkan semakin meningkatnya nilai protein dan gizi dibandingkan dengan bahan dasarnya yaitu kedelai. Pada proses fermentasi, protein dalam kedelai dapat terurai menjadi asam-asam amino yang mudah dicerna oleh tubuh dan oleh enzim fitase yang berfungsi memecah fitat yang merugikan yaitu mengikat beberapa mineral sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dalam tubuh, serta adanya pengaruh dari enzim -glukosidase yang menghidrolisis glukosida isoflavon sehingga kandungan daidzein-genistein dalam tempe meningkat yang berfungsi sebagai antioksidan terhadap kanker.

Rhizopus Oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak menghasilkan enzim protease. R. oligosporus banyak ditemui di tanah, buah, dan sayuran yang membusuk, serta roti yang sudah lama.

Rhizopus oligosporus termasuk dalam Zygomycota yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat memfermentasi substrat lain, memproduksi enzim, dan mengolah limbah. Salah satu enzim yang diproduksi tersebut adalah dari golongan protease.

Rhizopus oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter.

Beberapa manfaat dari R. oligosporus antara lain meliputi aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotik alami yang secara khusus dapat melawan bakteri gram positif, biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.Tempe adalah makanan hasil fermentasi di buat dari kacang-kacangan yang diinokulasi dengan jamur Rhizopus Oligosporus sehingga membentuk miselium (jaringan hifa) yang berupa padatan kompak yang berwarna putih sehingga terbentuklah tempe. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus oligosporus).

Kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae merupakan kapang yang telah terseleksi dengan berbagai keunggulan untuk digunakan sebagai bibit dalam pembuatan tempe. Namun, kedua jenis kapang tersebut perlu diformulasikan dalam bentuk ragi atau inokulum tempe dengan menggunakan spora yang diproduksi dari masing-masing kapang tersebut.

Ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizoporous Oligosporus. Ini adalah jamur berjenis filamentous, dan bukan dari jenis bacteri. Jamur jenis ini adalah jamur baik; mirip dengan jamur yang digunakan pada pembuatan keju.

Jamur ini memainkan peranan penting pada mencerna dini sebagian besar protein kedelai, merubah protein menjadi asam amino yang menjadikan tempe mudah dicerna oleh manusia.

Jamur ini juga menghasilkan ensim phytase yang mengurai phytase pada kedelai. Dengan demikian, membantu penyerapan lebih optimal untuk mineral seperti zinc, zat besi dan kalsium pada pencernaan manusia.

Jamur Rhizoporous juga menghasilkan agen antibiotik alami yang stabil terhadap panas untuk melawan organisme penyebab penyakit. Sejarah Indonesia telah membuktikan bahwa mereka yang mengkonsumsi tempe sebagai diet sehari-harinya mengenal benar manfaat tempe sebagai obat disentri, dan juga manfaatnya dalam memelihara kesehatan usus dari penyakit-penyakit umumnya yang selalu menyerang mereka.

Menurut Sarwono (2001) dalam Wijayanti (2002) selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan terjadi peningkatan kandungan fosfor karena hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan oleh kapang R. olygosporus. Selain itu kapang tersebut juga dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan fosfat yang bebas. Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil aflatoksin. Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi kapang selama fermentasi berlangsung. Konsumen tidak perlu khawatir terhadap aflatoksin, yang dihasilkan oleh kapang kontaminan, karena kapang-kapang yang dipakai untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar aflatoksin hingga 70%. Selain adanya daya hambat kapang pada tempe terhadap aflatoksin, kedelai juga mengandung seng yang menghambat sintesis aflatoksi.

Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai (Kasmidjo, 1990). Tempe mempunyai ciri-ciri putih, tekstur kompak. Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi asam, penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi dengan ragi tempe, pengemasan, inkubasi dan pengundukan hasil (Rahayu, 1988). Tahapan proses yang melibatkan jamur dalam pembuatan tempe adalah saat inokulasi atau fermentasi.

Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).

Inokulum tempe juga dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain (Kasmidjo, 1990) :

1. Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang telah mengalami sporulasi.

2. Berupa tempe segar, yang dikeringkan dibawah sinar matahari atau yang mengalami liofilisasi.

3. Berupa ragi tempe, yaitu pulungan beras (bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan kecil) yang mengandung miselia dan spora jamur tempe.

4. Sebagai biakan murni R.oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau lembaga pendidikan (Kasmidjo, 1990).

5. Inokulasi tempe yang disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun dalam bungkusan tempe yang sedang mengalami fermentasi. Potongan-potongan daun tersebut akan terselubungi miselia jamur tempe selama berlangsungnya fermentasi tempe, yang kemudian diambil, dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian disimpan sampai saat digunakan. Daun yang biasanya digunakan untuk keperluan tersebut ialah daun dadap (Erythrina spp), daun waru (Hibiscus similis B1), daun jati (Tectona grandis Linn) atau daun pisang (Musa spp) (Kasmidjo, 1990).

Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah R.oligosporus. R.oligosporus Saito mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mm dan diameter 10-18 mm. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mm.

Kolumela globosa sampai sub globosa dengan apofisa apofisa berbentuk corong. Ukuran sporangiospora tidak teratur dapat globosa atau elip dengan panjang 7-10 mm. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 mm atau 12-45 mm x 7-35 mm.

Suhu optimum, minimum, maksimum berturut-turut adalah 30-35o C, 12 oC dan 42 oC. Ditemukan di Jepang, China dan Indonesia yang diisolasi dari tempe (Samson, et al., 1995). Pitt dan Hocking (1985) R.oligosporus memiliki panjang sporangiosfor pada media Malt Extract Agar (MEA) 150-400 mm lebih pendek dari R.oryzae yaitu lebih dari 1500 mm. R.oligosporus biasanya memiliki rhizoid yang pendek, sporangium dengan diameter 80 120 mm dan pada saat 7 hari akan pecah yang menyebabkan spora keluar kolumela dengan diameter 25-75 mm. Sedangkan R.oryzae memiliki diameter sporangium lebih dari 150 mm, kolumela dengan diameter lebih dari 100 mm. Beberapa sifat penting dari R.oligosporus antara lain meliputi aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990). Rhizopus oligosporus termasuk dalam jenis fungi berfilamen sehingga disebut juga kapang (mold) Rhizopus oligosporus. Kapang ini digunakan dalam pembuatan tempe melalui fermentasi dengan bahan dasar kedelai. Rhizopus oligosporus membentuk hifa penetrasi rata-rata 1400 m2 (+300m2) diluar permukaan kotiledon dan1010m2 (340m2) pada bagian dalam (flat). Hifa terinfiltasi pada 742 m2 atau sekitar 25% rata-rata lebar kotiledon kedelai. Kemudian proses fermentasi terjadi secara aerob melalui lubang berpori pada pembungkus. Proses fermentasi mengakibatkan semakin meningkatnya nilai protein dan gizi dibandingkan dengan bahan dasarnya, yaitu kedelai. Pada proses fermentasi ini, protein dalam kedelai dapat terurai menjadi asam-asam amino yang mudah dicerna oleh tubuh dan oleh enzim fitase yang berfungsi memecah fitat yang merugikan, yaitu mengikat beberapa mineral, sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dalam tubuh, serta adanya pengaruh dari enzim-enzim -glukoksidase yang menghidrolisa glukosa isoflavon sehingga kandungan daidzein geinsten dalam tempe meningkat berfungsi sebagai antioksidan terhadap kanker.

Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi:

1. Aktivitas enzimatiknya,

2. Kemampuan menghasilkan antibiotika,

3. Biosintesa vitamin-vitamin B,

4. Kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen,

5. Perkecambahan spora, dan

6. Penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

Pada proses fermentasi tempe di samping terdapat mikroorganisme utama (Rhizopus oligosporus) juga ditemukan mikroorganisme kontaminan misalnya bakteri Micrococcus luteus yang aktivitasnya membawa dampak positif yaitu kemampuan bakteri tersebut melepas ikatan senyawa isoflavon yang terdapat di tempe. Salah satu sifat biokomia Micrococcus luteus adalah tidak menghasilkan enzim arginin dihidrolase. Oleh karena tidak menghasilkan enzim tersebut, maka Micrococcus luteus tidak dapat menghidrolisis lebih lanjut asam amino arginin yang terdapat dalam tempe kedelai, sehingga diasumsikan bahwa dengan tidak terhidrolisisnya asam amino arginin maka kandungan asam amino argininnya tetap tinggi dan jumlah nitrogen terlarutnya pun tetap tinggi sehingga kandungan protein juga tetap tinggi. Berdasarkan latar belakang ini timbul permasalahan apakah ada pengaruh pemberian bakteri Micrococcus luteus pada proses pembuatan tempe terhadap kandungan protein terlarut tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

bakteri Micrococcus luteus pada proses pembuatan tempe terhadap kandungan protein tempe. Populasi dalam penelitian ini adalah tempe, sedangkan sampel yang digunakan adalah tempe yang dibuat dengan penambahan bakteri Micrococcus luteus. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor, yaitu jenis inokulum dan lama fermentasi. Faktor jenis inokulum terdiri dari 2 taraf, yaitu ragi dan ragi ditambah Micrococcus luteus. Faktor lama fermentasi terdiri dari 4 taraf, yaitu hari fermentasi ke-0, 1, 2 dan 3. Data berupa kandungan protein terlaruttempe yang dianalisis dengan uji ANAVA dua arah. Analisis varian dua arah digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis inokulum dan lama fermentasi sebagai faktor tunggal atau interaksinya terhadap kandungan protein terlarut tempe. Bila hasilnya berbeda signifikan maka dilanjutkandengan uji beda nyata terkecil (BNT).

Hasil uji ANAVA dua arah kandungan protein terlarut tempe diperoleh harga Fh > Ft 5%. Berarti ada pengaruh jenis inokulum dan lama fermentasi sebagai faktor tunggal atau interaksinya terhadap kandungan protein terlarut tempe. Hasil uji BNT didapatkan bahwa antar semua perlakuan tidak semuanya berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pemberian bakteri Micrococcus luteus pada proses pembuatan tempe memberikan pengaruh positif terhadap kandungan protein terlarut tempe. Saran yang diberikan dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu, bagi produsen tempe dapat menambahkan bakteri Micrococcus luteus pada proses pembuatan tempe guna meningkatkan kandungan protein tempe, serta diperlukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji aspek gizi yang lain misalnya vitamin, asam amino, karbohidrat dll. Tempe merupakan produk pangan yang sangat populer di Indonesia yang diolah dengan proses fermentasi kedelai dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus oligosporus. Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan produk tempe dengan cara menambahkan yeast (Saccharomyces cerevisiae) pada fermentasi tempe. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae terhadap kandungan nutrisi dan sifat organoleptik tempe.

Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah F0 sebagai kontrol yakni perlakuan dengan penambahan ragi tempe sebanyak 0,2 g, F1 perlakuan dengan penambahan ragi tempe sebanyak 0,2 g dan Fermipan sebanyak 1,1 g, serta F2 perlakuan dengan penambahan ragi tempe sebanyak 0,2 g dan biakan murni Saccharomyces cerevisiae sebanyak 107 sel/ml masing-masing ke dalam 100 g kedelai, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 36 jam. Pengamatan meliputi uji protein, kadar serat pangan total dan sifat organoleptik pada setiap perlakuan serta dilakukan pengamatan terhadap kandungan vitamin B1, B12, asam folat dan Isoflavon pada tempe dengan hasil perlakuan terbaik. Perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan data analisis nutrisi yang diperoleh disajikan secara deskriptif sedangkan data analisis sensori diuji secara statistik menggunakan anara dan uji lanjut Duncan chart 5%.

Penambahan yeast (Saccharomyces cerevisiae) mempunyai pengaruh terhadap kadar protein, kadar serat pangan total, sifat organoleptik, asam folat dan isoflavon tetapi tidak berpengaruh terhadap vitamin B1 dan vitamin B12. Produk tempe terbaik adalah tempe dengan penambahan Fermipan (F1) dengan kandungan nutrisi dan sifat organoleptik sebagai berikut: protein 25,334 %, serat pangan 15,813 %, aroma 3,517 (khas tempe, sedikit lebih harum), rasa 3,567 (suka), tekstur 4,133 (kompak), penampakan 3,717 (miselium banyak), penerimaan keseluruhan 3,467 (netral), vitamin B1 0,195 mg/100g, vitamin B12 4,15 mcg/100g, asam folat 2,55 mcg/100g dan isoflavon 101,48 mg/100g.

Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.

Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp adalah bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan).

Adanya bakteri Micrococcus sp pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.

Fadhilah, Aisyah. 2012. Pengertian Jamur. http://aisyah-fadhilah.blogspot.com/2012/12/laporan-hasil-pengamatan-morfologi-jamur.htmlJamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik, berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung khitin atau selulosa atau keduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar tubuhnya terdiri dari bagian vegetatif berupa hifa dan generatif yaitu spora. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk duniajamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-cirijamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh,pertumbuhan, dan reproduksinya.Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa (Pelczar and Reid, 1958). Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik.Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atauhifasenositik.Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma.Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat. Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari ingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Parasit obligat merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya,Pneumonia carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS). Parasit fakultatif adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.Saprofit merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahan bahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.Jamur benang yang berukuran kecil dan biasanya bersifat uniseluler dapat diamati dengan mikroskop. Mikroskop merupakan alat bantu yang memungkinkan kita dapat mengamati obyek yang berukuran sangat kecil. Hal ini membantu memecahkan persoalan manusia tentang organisme yang berukuran kecil. Ada dua jenis mikroskop berdasarkan pada kenampakan obyek yang diamati, yaitu mikroskop dua dimensi (mikroskop cahaya) dan mikroskop tiga dimensi (mikroskop stereo). Sedangkan berdasarkan sumber cahayanya, mikroskop dibedakan menjadi mikroskop cahaya dan mikroskop elektron.Pablo, Julian. 2012. Mikrobiologi Industri. http://Julian-Pablo.blogspot.com/2012/06/mikrobiologi-industri.htmlKegiatan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Perubahan dilingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroorganisme. Beberapa golongan mikroorganisme resisten terhadap perubahan lingkungan karena dengan cepat melakukan adaptasi dengan lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang sering mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain (Anonim, 2010):

a) Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba. Beberapa mikroba mampu hidup dalam kisaran suhu yang luas. Terkait dengan suhu pertumbuhan maka dikenal suhu minimum, maksimum dan optimum. Suhu minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih berlangsung. Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan mikroba. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisisologi yang paling rendah.

Atas dasar suhu perkembangannya mikroba dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu psikofil, mesofil dan termofil.

Mikroba psikofil/kriofil dapat tumbuh pada suhu antara 0o C-30o C, dengan suhu optimum 15OC. Kebanyakan tumbuh ditempat-tempat dingin, baik di daratan maupun dilautan.

Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, dengan suhu minimum 15oC dan suhu maksimum antara 45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada tanah dan perairan.

Mikroba termofil mempunyai suhu pertumbuhan antara 40-75oC, dengan suhu optimum 55-60oC.

b) Kelembaban

Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur. Banyak mikroba yang tahan tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora dan mentuk-bentuk Krista.

c) pH

Berdasarkan pH yang ada, mikroba dikenal dengan asidofil, neurofil, dan alkalifil. Asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0. Mikroba neutrofil adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kisaran pH 5,5-8,0 sedangkan mikroba alkalifil dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4-9,5.