tugas ke 3 hukum transportasi

16
TUGAS KE 3 PENDAHULUAN Dalam kehidupan manusia, pengangkuta 1 n memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat PENGERTIAN PENGANGKUTAN Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan . Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan. JENIS PENGANGKUTAN Pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda atau jenisnya (modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifikasi transportasi sebagai berikut: 1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi: a. Angkutan penumpang (passanger); b. Angkutan barang (goods); 1 http://arizaekky.blogspot.com/2013/09/sumber-hukum-dan- asas-hukum-pengangkutan.html

Upload: indira-devika

Post on 09-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tugas Ke 3 Hukum Transportasi

TRANSCRIPT

TUGAS KE 3

PENDAHULUANDalam kehidupan manusia, pengangkuta[footnoteRef:1]n memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat [1: http://arizaekky.blogspot.com/2013/09/sumber-hukum-dan-asas-hukum-pengangkutan.html]

PENGERTIAN PENGANGKUTANPengangkutan adalahperjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.

JENIS PENGANGKUTANPengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda atau jenisnya (modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifikasi transportasi sebagai berikut:

1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:a. Angkutan penumpang (passanger);b. Angkutan barang (goods);c. Angkutan pos (mail);

2. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi menjadi;a.Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;b.Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan diseterusnya sampai ke Timur Tengah;c.Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;d.Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;e.Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur;f.Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain.

3. Dilihat dari sudut teknis dan alat angkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:a. Angkutan jalan raya atau highway transportation (road transportation), seperti pengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dan sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang keduanya digabung dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau land transportation (angk[footnoteRef:2]utan darat); [2: http://bppt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/KUHD_new_version.pdf]

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation), seperti pengangkutan sungai, kanal, danau dan sebagainya;d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkut atau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan dengan menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitu pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan udara.

Sumber Hukum Pengangkutan Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam Kitab Undang-UndangHukum Dagang dapat ditemukan di dalam beberapa pasal, yaitu sebagai berikut:

1. Buku 1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai dengan Pasal 98 TentangPengangkutan darat Dan Pengangkutan Perairan Darat;

Bagian 2Pasal 90Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihakpihak bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi:1. nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merekmereknyadan bilangannya;2. nama yang dikirimi barang-barang itu;3. nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal;4. jumlah upah pengangkutan;5. tanggal penandatanganan;6. penandatanganan pengirim atau ekspeditur. Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst., 506.)Bagian 3Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai Dan Perairan PedalamanPasal 91Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar kekuasaan mereka atau oleh kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur sendiri. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst., 93, 95, 98, 342 dst., 533,693.)Pasal 92Pengangkut atau juragan kapal tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila hal itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)Pasal 93Setelah pembayaran upah pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diangkut atas dasar pesanan diterima, maka gugurlah segala hak untuk menuntut kerugian kepada pengangkut atau juragan kapal dalam hal kerusakan atau kekurangan, bila cacatnya waktu itu dapat dilihat dari luar. Jika kerusakan atau kekurangannya tidak dapat dilihat dari luar, dapat dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan setelah barang-barang itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum dibayar upah pengangkutan, asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu dua kali dua puluh empat jam setelah penerimaan, dan ternyata barang-barang itu masih dalam wujud yang semula. (KUHD 485 dst., 746,753.)Pasal 94(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Bila terjadi penolakan penerimaan barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau bila tidak ada, hakim karesidenan atau jika Ia tidak ada, terhalang atau tidak di tempat, maka kepala pemerintahan setempat memerintahkan, atas surat pemohonan sederhana untuk diambil tindakan-tindakan seperlunya guna pemeriksaan barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak lainnya, bila Ia berada di tempat itu juga, didengar, dan dengan demikian pula dapat memerintahkan juga untuk menyimpannya secara memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan upah pengangkutan dan biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal. Raad van justitie atau Hakim Karesidenan atau Kepala Daerah setempat berwenang dengan cara seperti ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di depan umum barang-barang yang mudah rusak atau sebagian dari barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah pengangkutan dan biaya lain. (KUHD 81, 493 dst.)Pasal 95Semua hak-menuntut terhadap ekspeditur, pengangkut atau juragan kapal berdasarkan kehilangan barang-barang seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada barangbarang dagangan atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman yang dilakukan dalam wilayah Indonesia, selama satu tahun dan selama dua tahun dalam hal pengiriman dari Indonesia ke tempat-tempat lain, bila dalam hal hilangnya barang-barang, terhitung dari hari waktu seharusnya pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barangnya selesai, dan dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian, terhitung dari hari waktu barang-barang itu seharusnya akan sampai di tempat tujuan. Kedaluwarsa ini tidak berlaku dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967; KUHD 86 dst., 91, 93.)Pasal 96Dengan tidak mengurangi hal-hal yang mungkin diatur dalam peraturan khusus, maka ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku pula terhadap para pengusaha kendaraan umum di darat dan di air. Mereka berkewajiban menyelenggarakan registrasi untuk barang-barang yang diterimanya. Bila barang-barang itu terdiri dari uang, emas, perak, permata, mutiara, batu-batu mulia, efek-efek, kupon-kupon atau surat-surat berharga lain yang semacam itu, maka pengirim berkewajiban untuk memberitahukan nilai barang-barang itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan hal itu dalam register tersebut. Bila pemberitahuan itu tidak terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan, pembuktian tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja. Bila pemberitahuan nilai itu ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan segala alat bukti menurut hukum, dan malahan hakim berwenang untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan pengirim setelah diperkuat dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan ganti rugi berdasarkan pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)Pasal 97Pelayaran-bergilir dan semua perusahaan pengangkutan lainnya tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang ada dalam bidang ini, selama hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.Pasal 98Ketentuan-ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pembeli dan penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S.

2. Buku II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 Tentang Pencarteran Kapal, BAB VMENCARTERKAN DAN MENCARTER KAPALsub 1Ketentuan-ketentuan UmumPasal 453Yang diartikan dengan mencarterkan (vervrachten) dan mencarter (bevrachten) ialah pencarteran menurut waktu (carter waktu) dan pencarteran menurut perjalanan (carter perjalanan). Percarteran menurut waktu ialah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk bagi pihaklainnya (pencarter), agar digunakan untuk keperluannya guna pelayaran di laut, dengan membayar suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu. (KUHD 460 dst., 517z, 518 dst., 518f, 533n dst. Pencarteran menurut perjalanan adalah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk untuk seluruhnya atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (pencarter), agar baginya dapat diangkut orang atau barang melalui laut dengan satu perjalanan atau lebih dengan membayar harga tertentu untuk pengangkutan ini. (KUHD 618h dst., 521, 533q dst.; S. 1933-47.)Pasal 454Masing-masing pihak dapat mengharap bahwa dari perjanjian itu dibuat suatu akta. Akta ini disebut carter-partai. (KUHD 90, 347, 453, 457, 511; Zeg. 23-l-, 31-II-2.)Pasal 455Barangsiapa mengadakan perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga karena itu terikat terhadap pihak lainnya, kecuali bila dalam perjanjian itu Ia bertindak dalam batas kuasanya dan menyebutkan pemberi kuasanya. (KUHPerd. 1792 dst., 1806; KUHD 62 dst., 76 dst.)Pasal 456Dengan pemindahtanganan sebuah kapal, perjanjian pencarteran yang diadakan oleh pemilik sebelumnya tidak menjadi putus. Pemilik baru wajib memenuhi perjanjian tersebut di samping yang memindahtangankan. (KUHPerd. 1243, 1280, 1576; KUHD 453.)Pasal 457Bila carter-partai dibuat atas nama, maka pencarter dapat mengalihkan hak dan kewajibannya kepada orang lain dengan endosemen dan penyerahan akta itu. Bila carter-partai tidak dibuat atas nama, maka setelah endosemen dan penyerahan akta, penearter tetap terikat terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi kewajiban perjanjian itu. (KUHPerd. 613, 1152bis; KUHD I 10 dst., 174, 176, 191, 454, 506.)Pasal 458Bila kapalnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian tidak tersedia bagi pencarter, ia dapat memutuskan perjanjian itu, dan memberitahukan dengan tertulis kepada pihak yang lain. Bagaimanapun juga Ia mempunyai hak atas ganti rugi tanpa disyaratkan adanya pernyataan lalai, kecuali bila yang mencarterkan membuktikan, bahwa kelambatannya tidak dapat dipersalahkan kepadanya. (KUHPerd. 1238, 1243 dst., 1267; KUHD 456, 460, 463.)Pasal 459Sebelum menggunakan apa yang ditentukan dalam carter-partai, pencarter berwenang untuk menyuruh memeriksa kapal itu oleh seorang ahli atau lebih atas biayanya. Para ahli diangkat oleh ketua raad van justitie di daerah kapal itu berada, setelah mendengar atau memanggil yang mencarterkan secukupnya atau orang yang mewakilinya. Panggilan ini dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera Di luar afdeling (kini dapat disamakan dengan kabupaten) yang ada raad van justitie, para ahli itu diangkat oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, yang di daerahnya kapal itu berada. Yang mencarterkan atau wakilnya wajib, bila perlu, membantu pemeriksaannya dengan ancaman hukuman ganti rugi. Selama tidak ditunjukkan ketidakbenarannya, berita para ahli berlaku antara pihak-pihak pada perjanjian penearteran sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan kappa itu pada waktu pemeriksaan. Pencarter wajib mengganti kerugian yang mencarterkan, yang sekiranya diderita olehnya karena pemeriksaan dan kelambatan yang disebabkan oleh itu, kecuali bila dari pemeriksaan itu terbukti, bahwa kapal ada dalam keadaan tidak cukup terpelihara, tidak dilengkapi dengan cukup atau tidak cocok untuk penggunaan yang ditunjuk dalam carter-partai. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 342 dst., 359 dst., 460, 470a, 524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)sub 2Pencarteran Menurut WaktuPasal 460Bila diadakan pencarteran menurut waktu, yang mencarterkan harus menyediakan kapalnya untuk digunakan oleh pencarter, dan selama berlangsungnya perjanjian itu menjaga agar tetap dalam keadaan cukup terpelihara, cukup dilengkapi dan diberi anak buah kapal dan cocok untuk penggunaan seperti yang ditunjuk dalam carter-partai. Ia menjamin kerugian yang diderita oleh pencarter akibat keadaan kapal, kembali bila Ia membuktikan telah memenuhi kewajibannya dalam hal ini.Bila perjanjiannya mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, maka bahan bakar untuk mesinnya menjadi beban pencarter. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 342 dgt., 359 dst., 460, 470a, 524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)Pasal 461Upah penolongan yang diperoleh oleh kapal itu selama berlangsungnya perjanjian, setelah dikurangi dengan semua biaya dan bagian yang menjadi hak orang lain, dibagi sama rata oleh yang mencarterkan dan pencarter. (KUHD 560 dd.)Pasal 462Perjanjian berakhir dengan karamnya kapal, dan bila kapal hilang, pada hari pemberitaan terakhir. Uang carternya tidak harus dibayar selama kapal dalam keadaan tidak dapat an akibat kerusakan yang diderita, karena kekurangan anak buah kapal atau bekal yang cukup. (KUHPerd. 1444; KUHD 460, 465, 517r, 519d, 533f, s.) Pasal 463Bila uang carternya tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka pihak yang mencarterkan dapat memutuskan perjanjian itu, asalkan pemberitahuan tentang hal itudilakukan secara tertulis kepada pihak lainnya. (KUHPerd. 1238, 1267; KUHD 453, 458, 464 dst.)Pasal 464Masing-masing pihak dapat memutuskan perjanjian dengan pemberitahuan tentang hal itu secara tertulis kepada pihak lainnya, jika karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang, pelaksanaan perjanjiannya terhalang dan tidak dapat dimulai kembali dalam waktu yang layak. Bila kapal itu berisi muatan atau penumpang di dalamnya dan tidak berada dalam suatu pelabuhan, kapal itu harus menuju ke pelabuhan pertama yang dapat dicapai. (KUHD 517s, 520a dst., 533m, u, y.)Pasal 465Dalam segala kejadian di mana perjanjian berakhir sebelum habis waktunya, uang carternya harus dibayar sampai dengan hari berakhirnya. Namun bila dalam hal dari pasal 463 dan pasal 464 kapal berisi muatan atau penumpang di dalamnya, uang carter itu harus dibayar sampai hari muatan telah dibongkar atau penumpangnya telah diturunkan. (KUHD 462 dst., 521 dst.) Buku IIBab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 Tentang Pengangkutan Barang, dan Buku IIBab V B Pasal 521 sampai Pasal 544a Tentang Pengangkutan Orang;

Buku II Bab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 Tentang Pengangkutan Barang

3. Buku I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai Kedudukan Para Ekspeditur sebagai Pengusaha Perantara; Bagian 2EkspediturPasal 86Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakan pengangkutan barangbarang dagangan dan barang-barang lain di darat atau di perairan. Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam register harian secara berturut-turut tentang sifat dan jumlah barang-barang atau barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta, juga tentang nilainya. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1792 dst.; KUHD 6 dst., 76, 90,95.)Pasal 87Ia harus menjamin pengiriman dengan rapi dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala sarana yang dapat diambilnya untuk menjamin pengiriman yang baik. (KUHPerd. 1244, 1367, 1800 dst.; KUHD 88.) Pasal 88Ia juga harus menanggung kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barangbarangsesudah pengirimannya yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledorannya. (KUHD 91 dst.)Pasal 89Ia harus juga menanggung ekspeditur-perantara yang digunakannya. (KUHPerd. 1803.)Pasal 90Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihakpihak bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi:1. nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merekmereknyadan bilangannya;2. nama yang dikirimi barang-barang itu;3. nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal;4. jumlah upah pengangkutan;5. tanggal penandatanganan;6. penandatanganan pengirim atau ekspeditur. Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst., 506.)

4. Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal 754 mengenai Kapal-Kapal yang melalui perairan darat5. Sedangkan ketentuan-ketentuan tentang pengangkutan di luar KUH Dagang terdapat dalam sumber-sumber khusus, yaitu antara lain:1. Konvensi-konvensi internasional;2. Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;3. Peraturan perundang-undangan nasional;4. Yurisprudensi5. Perjanjian-perjanjian antara: a. Pemerintah-Perusahaan Angkutan b. Perusahaan Angkutan- Perusahaan Angkutan c. Perusahaan Angkutan- pribadi/swasta

7. Sedangkan peraturan-peraturan khusus untuk tiap-tiap jenis pengangkutan tersebut,yaitu diatur di dalam:A.Pengangkutan Darat, diatur di dalam:1.Pasal 91 sampai dengan Pasal 98 tentang surat angkutan dan tentang pengangkut danjuragan perahu melalui sungai dan perairan darat2.Ketentuan di luar KUH Dagang/ KUH Perdata, terdapat di dalam:a)Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang Posb)Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian[footnoteRef:3] [3: http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html]

c)Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalansebagaimana telah dirubah dengan UU No. 9 tahun 2009Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.B.Pengangkutan Laut, diatur di dalam:1. KUH Dagang yaitu pada:a)Buku II Bab V Tentang perjanjian carter kapalb)Buku II Bab VA Tentang Tentang Pengangkutan barang-barangc)Buku II Bab V B Tentang Pengangkutan Orang.2. Ketentuan lainnya dapat ditemukan pada:a)Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 Tentang Pelayaranb)Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalanc)Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang kepelabuhand)Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraandan Penguasaan Angkutan Laut.C.Pengangkutan udara; ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengaturtentang angkutan udara, antara lain:a)Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangana)Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 (luchtervoerordonanntie) tentang tanggungjawab pengangkut udarab)Peraturan pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara.Selain hukum positif nasional yang mengatur mengenai angkutan udara juga terdapatbeberapa ketentuan-ketentuan internasional. Di dalam tata urutan sumber hukum konvensi-konvensiinternasional dan perjanjian multilateral/bilateral diletakkan di atas peraturanperundang-undangan nasional. Karena hukum udara termasuk di dalamnya hokumpengangkutan udara yang lebih bersifat internasional, hukum udara dan hukum pengakutanudara nasional di setiap negara pada umumnya mendasarkan diri bahkan ada yang turunansemata dari konvensi-konvensi internasionaldalam bidang angkutan udara tersebut.Beberapa sumber hukum angkutan udara yang bersifat ineternasional,(Konvensi-konvensi internasional dalam bidang angkutan udara)yaitu sebagaiberikut:a)Konvensi Warsawa (Warsaw Convention) 1929.Konversi Warsawa ini nama lengkapnya adalah Convention for The Unification ofThe Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air, ditandatangani pada tanggal 12Oktober 1929 di Warsawa dan berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.Konvensi ini antara lain mengatur hal pokok, yaitu pertama mengatur masalah dokumenangkutan udara (chapter II article 3-16) dan yang kedua mengatur masalah tanggungjawabpengangkut udara.Konvensi Warsawa penting artinya karena ketentuan-ketentuan yang terkandung didalamnya dengan atau tanpa perubahan di beberapa negara dipergunakan pula bagi angkutanudara domestik, seperti di Inggris, Negeri Belanda, dan Indonesia. Dengan demikian, makasetiap perubahan pada Konvensi Warsawa harus pula diikuti dengan seksama di Indonesia,karena perkembangan dalam hukum udara perdata internasional akan berpengaruh pula padahukum udara perdata nasional di Indonesia. Terutama ketentuan mengenai besarnya ganti rugi,baik untuk penumpang maupun barang harus sama besarnya, ini berlaku untuk penerbangandomestik maupun internasional.b)Konvensi Geneva.Konvensi Geneva ini mengatur tentang International Recognition of Right inAircraft. Dalam Konvensi Geneva Indonesia tidak turut serta. Namun demikian dari segi ilmuhukum konvensi ini penting sekali adanya, karena baik mortage (dalam hukum Anglosaxon)maupun hipotik (dalam hukum Kontinental) atas pesawat udara dan peralatannya dapatdiakui secara internasional oleh negara-negara pesertanya.c)Konvensi Roma 1952Nama lengkap dari Konvensi ini adalah Convention on Damage Caused by ForeignAircraft to Third Parties on the Surface, ditandatangani di Roma pada tanggal 7 Oktober1952 dan merupakan pengganti dari konvensi Roma sebelumnya (tahun 1933). KonvensiRoma tahun 1952 ini mengatur masalah tanggungjawab operator pesawat terbang asingterhadap pihak ketiga di darat yang menderita kerugian yang ditimbulkan oleh operatorpesawat terbang asing tersebut.Peserta Konvensi Roma tahun 1952 tersebut pesertanya tidak begitu banyak, danIndonesia pun tidak ikut serta di dalamnya.d)Protokol Hague 1955Nama lengkap dari protokol Hague adalahProtokol to Amend the Convention for theUnification of Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air, Signet at Warsaw 12Oktober 1929. Tetapi lazimnya disebut sebagai Hague Protocol 1955.Protocol Hague 1955 yang ditandatangani pada tanggal 28 September 1955, berisi beberapaamandemen terhadap Konvensi Warsawa 1929 seperti masalah kenaikan limit ganti rugi untukpenumpang, penyederhanaan dan penyempurnaan tiket penumpang dan surat muatan udara.Jumlah peserta Protocol Hague ini sampai dengan tahun 1981 sebanyak 105 negara. Didalam peserta Protocol Hague ini negara Indonesia tidak tercatat di dalamnya, tetapisebenarnya Indonesia melalui piagam pernyataan Menteri Luar Negeri RI tanggal 12 Agustus1960 untuk turut serta (instrument of accession) sebagai negara peserta kepada PemerintahPolandia sebagai Depositary State Protocol Hague ini melalui Kedutaan Besar Indonesia diMoscow untuk diteruskan di Polandia.e)Konvensi Guadalajara 1961Nama lengkap daripada Konvensi Guadalajara 1961 adalah ConventionSupplementary to The Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules Relating toInternational Carriage by Air Performed by a person other than the Contracting Carrier.Konvensi Guadalajara ditandatangani pada tanggal 18 September 1961 dan muali berlakusejak tanggal 2 Mei 1964 setelah diratifikasi oleh 5 negara pesertanya. Konvensi Guadalajara1961 merupakan suplemen atas Konvensi Warsawa, suplemen tersebut mengatur masalahtanggungjawab pengangkut udara terhadap pihak-pihak tidak tersangkut dalam mengadakanperjanjian pengangkutan udara, karena dalam praktek sering terjadi pengangkut yangsebenarnya bukanlah pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Hingga dengandemikian dalam konvensi dikenal adanya istilah actual carrier dan contracting carrier.Pada pokoknya Konvensi Guadalajara memperlakukan ketentuan Konvensi Warsawaterhadap angkutan udara yang dilakukan oleh pengangkut yang bukan merupakan pengangkutyang mengadakan perjanjian pengangkutan udara. Sehingga dengan demikian systemtanggungjawab yang dianut sama dengan Konvensi Warsawa.f)Protokol GuatemalaProtokol Guatemala yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 memuatperubahan-perubahan penting atas beberapa ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan ProtocolHague, terutama dalam hal prinsip tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang danbagasi.Dalam ProtocolGuatemalaini ditentukan :a.Tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi digunakan sistem tanggungjawab yang prinsip absolute liability dengan prinsip limitation of liability dan untuklimit ganti ruginya ditetapkan sebesar 1.500.000,- Gold Franc.b.Tanggung jawab terhadap muatan digunakan kombinasi prinsipPresumption of Liabilitydengan Limitation of Liability.c.Tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan kelambatan terhadap penumpang,bagasi dan barang digunakan kombinasi prinsip presumption on non liability denganlimitation of liability.Dalam Protocol Guatemala ini, Indonesia ikut serta mengirimkan delegasinya tetapitidak ikut menandatanganinya, karena delegasi Indonesia beranggapan bahwa limit tanggungjawab yang ditentukan oleh Protokol Hague ini terlalu tinggi.