tugas jurding

15

Click here to load reader

Upload: arrosy-syarifah

Post on 09-Jul-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhhh

TRANSCRIPT

Page 1: tugas jurding

Definisi

Fetal distress atau gawat janin adalah denyut jantung janin kurang dari

100 per menit atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin terjadi

bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia.

Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut. Gawat

janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup

(Dewi & Cristine, 2010).

Patogenesis dan Patofisiologi

Aliran oksigen ke janin yang berkurang dapat mengakibatkan terjadinya

fetal distress dan akan berkelanjutan sebagai asfiksia. Pada proses kelahiran selalu

menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini dianggap perlu

untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping

yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak

mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya

(Aurora &Snyder, 2006). Bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

oksigen selama kehamilan atau persalinan akan terjadi keadaan fetal distress dan

mengalami asfiksia (Desfauza, 2008).

Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan

karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya

karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik (Aurora &Snyder, 2006).

Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana

anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen

terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi

akan menyebabkan asidosis metabolic (Dharmasetiawan, 2008). Pada tingkat

selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa

keadaan di antaranya (Peramal, 2011):

a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan memengaruhi fungsi jantung.

b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

Page 2: tugas jurding

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya

resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem

sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.

Sehubungan dengan proses fisiologis tersebut maka fase awal asfiksia

ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode

hiperpneu) diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini

denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas

(gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah

sehingga akhirnya timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak

jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera

bernafas dan menangis kuat (Pramanik, 2001).

Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob

menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada

asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf

pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi

hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia

berlangsung selama 8-15 menit (Martin et al., 2005).

Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia

mengakibatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari

hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa

sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme

anaerob tidak dapat dikeluarkan dari jaringan (WHO, 2008).

Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil setelah

mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak dapat

mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa ini

mungkin mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang

menetap pada proses asfiksia (WHO, 2008).

Page 3: tugas jurding

Gambar X. Patofisiologi Fetal distress (Prawirohardjo, 2009)

Persalinan lama yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida dan

leebih dari 18 jam pada multiravida dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah,

letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan

meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks,

cairan ketuban berbau, terdapat meconium (Nugrahaeni, 2010). Induksi persalinan

ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu baik secara operatif

maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi

persalinan. Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam persalinan

dapat mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta

(Mochtar, 2008; Prawirohardjo, 2009).

Page 4: tugas jurding

Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio

plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua

basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis

yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya, proses tersebut dalam stadium

awal akan terdiri dari pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan

pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan

bagian tersebut (Manuaba, 2010; Prawirohardjo, 2009).

Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat

membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus amnion

dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan

sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion

yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya (Prawirohadjo, 2009).

Insufisiensi uteroplasenter akut terjadi karena akibat berkurangnya aliran

darah uterus-plasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang

berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin,

hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu karena

solusio plasenta atau solusio plasenta. Insufisiensi uteroplasenter kronis terjadi

karena kurangnya aliran darah dalam uterus-plasenta dalam waktu yang lama.

Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi (Prawirohadjo, 2009).

Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter

tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat

janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan

cairan amnion biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu,

mingkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion

yang sudah berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental

yang terjadi pada sindrom aspirasi meconium (Prawirohadjo, 2009).

Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan

kegawatan janin seperti sindroma distress napas. Hal tersebut dapat terjadi karena

vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas kedalam

lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan

menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan

hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin (Tanjung, 2004).

Page 5: tugas jurding

Pembahasan

Perawatan kesehatan neonatus terfokus kepada kondisi bayi yang baru

lahir sampai usia 4 minggu (28 hari). Dua pertiga dari kematian bayi di India

terjadi pada bulan pertama kehidupan dan mayoritas kematian neonatus terjadi

dalam dua minggu pertama kehidupan. Gawat janin atau Fetal Distress diduga

sebagai salah satu faktor penyebab dari kesehatan neonatus yang kurang baik.

Penelitian ini membahas bagaimana karakteristik demografi, komplikasi obstetri

dan akibat kehamilan pada ibu dengan gawat janin atau fetal distress. Hasil

penelitian ini menunjukkan kejadian gawat janin lebih tinggi pada ibu yang belum

menikah sehingga tidak teratur melakukan ANC. Hal tersebut menyebabkan

peningkatan kejadian persalinan dengan seksio caesaria dan adanya anemia yang

menjadi kondisi yang berkaitan dengan gawat janin serta mendasari lahirnya bayi

dengan berat badan lahir rendah.

Analisis faktor demografi (Tabel 1) dari penelitian ini menyebutkan bahwa

ibu dari kelompok usia muda (21-30 tahun) sebanyak 72,23% mengalami hipoksia

janin dan gawat janin. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Haines et al,

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu dan gawat janin.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa insiden gawat janin baik antara primipara

dan multipara adalah sama (50,00%), namun, penelitian terbaru yang dilakukan

oleh Hashim et al menunjukkana adanya hubungan antara primipara dengan

gawat janin. Kejadian gawat janin lebih tinggi pada ibu yang tidak teratur atau

tidak melakukan ANC yaitu sebanyak 61,12% dibandingkan dengan ibu yang

melakukan ANC rutin yaitu sebanyak 38,89%. Studi terbaru yang dilakukan oleh

Khatoon et al menyatakan bahwa salah satu alasan rujukan terbanyak di kalangan

wanita yang tidak melakukan ANC adalah karena adanya gawat janin yang

ditandai dengan adanya cairan mekonium pada ketuban. Tingginya prevalensi

bayi yang lahir asfiksia karena gawat janin sebelum lahir pada ibu yang tidak

melaukan ANC teratur telah banyak dilaporkan dalam berbagai penelitian. Hal

tersebut menunjukkan bahwa usia muda dan status menikah menjadi salah satu

Page 6: tugas jurding

penyebab ANC tidak teratur sehingga menyebabkan pengembangan komplikasi

kebidanan saat antepartum atau intrapartum seperti hipoksia dan gawat janin.

Penelitian ini (Tabel 2) juga menunjukkan bahwa insiden persalinan

dengan seksio caesaria pada ibu dengan gawat janin lebih tinggi yaitu 79,17%.

Hal tersebut dilakukan untuk melindungi kehidupan ibu dan janin. Seksio

caesaria juga membantu untuk mengurangi atau mengontrol pengaruh hipoksia

dan asfiksia pada janin. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian James bahwa

seksio caesaria untuk mengatasi gawat janin harus dilakukan secepat mungkin

dan idealnya dalam waktu 30 menit. Studi oleh Nelson et al menyimpulkan bahwa

tingkat positif palsu untuk diagnosis gawat janin sangat tinggi dan hal tersebut

menjadi kekhawatiran jika indikasi gawat janin sering dijadikan indikasi

dilakukan seksio caesaria.

Sebanyak 63,89% neonatus yang lahir hidup pada ibu dengan gawat janin

sudah berusia cukup bulan. Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh

Ananth dan Vintzileos menyebutkan bahwa kelahiran prematur pada ibu dengan

gawat janin banyak terjadi karena intervensi medis yang sengaja dilakukan akibat

kondisi plasenta iskemik. Analisis mengenai berat badan lahir rendah (<2,5kg)

neonatal dari ibu hamil dengan gawat janin didapatkan hasil sebanyak 52,78%.

Coutinho et al menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara berat badan lahir

rendah dan interpretasi dari pola denyut jantung janin yang non reassuring (suatu

keadaan dimana keadaan janin tetap meragukan). Studi lain yang dilakukan pada

tahun 2003 di Uganda mengamati hubungan antara asfiksia lahir dengan berat

badan lahir rendah.

Anemia (Tabel 3) ditemukan sebagai kondisi yang paling banyak

melatarbelakangi kondisi gawat janin (34,73%) dan hal tersebut juga didukung

oleh peneliti lain. Terdapat berbagai komplikasi janin dan ibu pada saat

antepartum atau intrapartum. Kondisi di mana penurunan jumlah cairan ketuban

di sekitar janin disebut Oligohidramnion. Insidensi oligohidramnion yang melatar

belakangi terjadinya gawat janin adalah sebanyak 19,45% dan hal tersebut juga

didukung oleh peneliti lain. Selain itu, hipertensi dalam kehamilan sebanyak

18,06% diketahui sebagai salah satu yang melatarbelakangi terjadinya gawat janin

Page 7: tugas jurding

dalam penelitian in dan hal tersebut juga didukung oleh peneliti lain. yang

menyimpulkan bahwa gerakan janin pada ibu hamil dengan hipertensi berkurang.

Janin dengan Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) memiliki pola

denyut jantung janin yang non reassuring sebanyak 18,06%. Kramer et al.

menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kejadian yang progresif

gawat janin pada IUGR. Pada penelitian ini ditemukan ebanyak 16,67%

didapatkan adanya mekonium yang terdapat pada cairan ketuban dan hal tersebut

dikaitkan dengan gawat janin. Hal setsbut juga telah didukung oleh peneliti lain

yang menyimpulkan bahwa mekonium yang terdapat pada cairan ketuban sebagai

indikator status gawat janin. Penelitian ini juga menemukan gawat janin terjadi

pada ibu dengan kelahiran prematur sebanyak 16,67% dan hal tersebut juga di

dukung oleh peneliti lain. 

Penelitian ini juga menemukan bahwa sebanyak 12,05% gawat janin

terjadi pada ibu dengan ketuban pecah dini Moberg et al menyebutkan bahwa

peningkatan insiden gawat janin pada pasien dengan ketuban pecah dini

disebabkan karena hilangnya perlindungan tali pusat yang biasanya dilindungi

oleh cairan ketuban. Kehamilan dengan usia lewat hari perkiraan lahir (> 40

minggu kehamilan) dapat menyebabkan menyebabkan denyut jantung janin yang

non reassuring (suatu keadaan dimana keadaan janin tetap meragukan) (12,50%)

hal tersebut sesua dengan penelitian James et al., 2001.

Dalam penelitian ini gawat janin sebanyak 9.73% ditemukan pada ibu

dengan lokasi insersi plasenta yang abnormal (plasenta previa). Gawat janin

sebanyak 6.95% mengalami lilitan tali pusat. Begum et al menyebutkan bahwa

lilitan tali pusat merupakan salah satu penyebab gawat janin tetapi tidak dianggap

sebagai indikasi untuk persalinan operatif. Namun, studi yang dilakukan pada

tahun 2010 oleh Geidam et al menyebutkan bahwa tidak ditemukan perbedaan

yang signifikan antara kasus dan kontrol dari gawat janin dalam hal usia,

paritas,status pernikahan , durasi operasi dan kelahiran berat bayi. 

Gawat janin didiagnosis melalui denyut jantung janin dan kehadiran

mekonium. Namun, metode yang akurat untuk mengetahui gawat janin adalah

melakukan pemeriksaan estimasi pH darah kulit kepala janin yang dianggap

Page 8: tugas jurding

standar emas untuk penilaian kesejahteraan janin tetapi tidak dilakukan di

penelitian ini. Pemantauan yang dilakukan melalui cardiotokography terkadang

memiliki estimasi yang berlebih pada dugaan adanya gawat janin. Hal ini

menunjukkan bahwa metode skrining yang digunakan untuk membuat diagnosis

gawat janin pada penelitian ini memiliki keterbatasan sendiri. Namun, hal pertama

ketika adanya gawat janin yang terdeteksi atau dicurigai adalah resusitasi

intrauterine yang bisa memperbaiki kondisi janin dan dapat membantu untuk

menghindari intervensi yang tidak perlu. Perubahan posisi ibu, hidrasi, oksigen,

intravena dekstrosa hipertonik, amnioinfusi, tokolisis adalah beberapa langkah

yang dapat digunakan untuk resusitasi pertama pada saat gawat janin. Namun,

dalam beberapa kasus gawat janin, persalinan operatif mungkin satu-satunya

pilihan untuk memastikan neonatus sehat. Berbagai faktor seperti usia muda,

kurangnya kesadaran tentang pelaksanaan ANC, kurangnya pendidikan kesehatan,

kelalaian, kendala keuangan, prasangka lingkungan dan budaya, status gizi buruk,

anemia, kurangnya fasilitas transportasi, tidak adanya konseling pasien sebelum

perencanaan cara persalinan merupakan kondisi yang berperan dalam kejadian

hipoksia janin, asfiksia dan gawat janin.

Keterbatasan penelitian ini adalah pengumpulan data dengan metode retrospektif

yang kemungkinan telah melewatkan beberapa informasi memadai. Hal tersebut

harus dilakukan dengan cara yang prospektif untuk lebih memahami faktor-faktor

yang bertanggung jawab pada kejadian gawat janin.

Daftar Pusaka

Aurora S, Snyder EY, .2006. Perinatal asphyxia. Newyork

Dharmasetiawani N. 2008. Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Edisi pertama. IDA. Jakarta.

Tanjung MT., 2004. Preeklampsia Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor Fibrinolosis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat, Pustaka Bangsa Press. Bandung.

Page 9: tugas jurding

World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2008. Diunduh: http://www.who.int/reproductivehealth/publications/newborn_resus_citation/ index. html.

Peramal, Maleeny. 2011. Gambaran Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Desfauza, Evi. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di RSU Dr Pringadi Medan Tahun 2007, Thesis Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Mochtar., R..2008. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jilid I Edisi 4, EGC, Jakarta.

Dewi. A.h., Cristine. C.P. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Numed

Nugraheni, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Numed

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Martin A, Garcia A, Goya F, Cabanas F, Buergueros M, Guero J. 2005. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia. J Pediatr. New York.

Pramanik A. 2001, Respiratory distress syndrome. eMedicine J. New York.

Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.