tugas islam dan kesehatan lingkungan
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul “ PANDANGAN ISLAM TERHADAP
KESEHATAN LINGKUNGAN ”. Shalawat dan Salam sama-sama kita
sanjung sajikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga dan
sahabat-sahabat beliau yang telah membawa umat manusia dari alam
jahiliyah ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan
saat ini.
Akhirnya saya mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat
dan berguna bagi kita semua. Oleh karenanya saya mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca guna menyempurnakan tugas ini.
Penulis
A. LATAR BELAKANG
Krisis lingkungan yang terjadi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan
fundamentalis-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia terhadap dirinya, alam,
dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan itu menyebabkan kesalahan
pola perilaku manusia, terutama dalam berhubungan dengan alam.
Aktivitas produksi dan perilaku konsumtif manusia melahirkan sikap dan perilaku
eksploitatif. Di samping itu, paham materialisme, kapitalisme, dan pragmatisme dengan
kendaraan sains dan teknologi telah ikut mempercepat dan memperburuk kerusakan
lingkungan.
Upaya untuk penyelamatan lingkungan telah banyak dilakukan baik melalui
penyadaran kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders), upaya pembuatan
peraturan, kesepakatan nasional dan internasional, undang-undang maupun melalui
penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sains dan teknologi serta program-
program teknis lain juga telah banyak dilakukan.
Islam mempunyai konsep yang sangat jelas tentang pentingnya konservasi,
penyelamatan, dan pelestarian lingkungan. Konsep Islam tentang lingkungan ini ternyata
sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip ekologi yang dikembangkan oleh para ilmuwan
lingkungan. Prinsip-prinsip ekologi tersebut telah pula dituangkan dalam bentuk beberapa
kesepakatan dan konvensi dunia yang berkaitan dengan lingkungan. Akan tetapi, konsep
Islam yang sangat jelas tersebut belum dimanfaatkan secara nyata dan optimal.
Maka, harus segera dilakukan penggalian secara komprehensif tentang konsep Islam
yang berkaitan dengan lingkungan serta implementasi dan revitalisasinya. Konsep Islam ini
kemudian bisa digunakan sebagai dasar pijakan (moral dan spiritual) dalam upaya
penyelamatan lingkungan atau bisa disebut sebagai “teologi lingkungan”. Sains dan teknologi
saja tidak cukup dalam upaya penyelamatan lingkungan yang sudah sangat parah dan
mengancam eksistensi dan fungsi planet bumi ini. Permasalahan lingkungan bukan hanya
masalah ekologi semata, tetapi menyangkut teologi.
Pengertian “teologi” dalam konteks ini adalah cara “menghadirkan” dalam setiap
aspek kegiatan manusia. Dalam bahasa lain, teologi dapat dimaknai sebagai konsep berpikir
dan bertindak yang dihubungkan dengan “Yang Gaib” yang menciptakan sekaligus mengatur
manusia dan alam. Jadi, terdapat tiga pusat perhatian (komponen) bahasan yakni Tuhan,
manusia, dan alam, yang ketiganya mempunyai kesatuan hubungan fungsi dan kedudukan.
Jadi, teologi hubungan antara manusia dan alam dengan Tuhan adalah “konsep berpikir dan
bertindak tentang lingkungan hidup yang mengintegrasikan aspek fisik (alam termasuk
hewan dan tumbuhan), manusia dan Tuhan”
Realitas alam ini tidak diciptakan dengan ketidaksengajaan (kebetulan atau main-
main) sebagaimana pandangan beberapa saintis barat, tetapi dengan rencana yang benar al-
Haq (Q.S. Al-An’am: 73; Shaad: 27; Al-Dukhaan: 38-39). Oleh karena itu, menurut
perspektif Islam, alam mempunyai eksistensi riil, objektif, serta bekerja sesuai dengan hukum
yang berlaku tetap (qodar). Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan aliran idealis
yang menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya.
Pandangan Islam tentang alam (lingkungan hidup) bersifat menyatu (holistik) dan
saling berhubungan yang komponennya adalah Sang Pencipta alam dan makhluk hidup
(termasuk manusia). Dalam Islam, manusia sebagai makhluk dan hamba Tuhan, sekaligus
sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka bumi (Q.S. Al-An’am: 165). Manusia mempunyai
tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Sang Pencipta (Al-Kholik). Tauhid
merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam teologi pengelolaan
lingkungan.
KONSEP LINGKUNGAN
Asas keseimbangan dan kesatuan ekosistem hingga saat ini masih banyak digunakan
oleh para ilmuwan dan praktisi lingkungan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Asas
tersebut juga telah digunakan sebagai landasan moral untuk semua aktivitas manusia yang
berkaitan dengan lingkungannya. Akan tetapi, asas keseimbangan dan kesatuan tersebut
masih terbatas pada dimensi fisik dan duniawiah dan belum atau tidak dikaitkan dengan
dimensi supranatural dan spiritual terutama dengan konsep (teologi) penciptaan alam. Jadi,
terdapat keterputusan hubungan antara alam sebagai suatu realitas dan realitas yang lain
yakni yang menciptakan alam. Dengan kata lain, nilai spiritualitas dari asas tersebut tidak
terlihat.
Islam merupakan agama (jalan hidup) yang sangat memerhatikan tentang lingkungan
dan keberlanjutan kehidupan di dunia. Banyak ayat Alquran dan hadis yang menjelaskan,
menganjurkan bahkan mewajibkan setiap manusia untuk menjaga kelangsungan
kehidupannya dan kehidupan makhluk lain dibumi. Konsep yang berkaitan dengan
penyelamatan dan konservasi lingkungan (alam) menyatu tak terpisahkan dengan konsep
keesaan Tuhan (tauhid), syariah, dan akhlak.
Setiap tindakan atau perilaku manusia yang berhubungan dengan orang lain atau
makhluk lain atau lingkungan hidupnya harus dilandasi keyakinan tentang keesaan dan
kekuasaan Allah SWT. yang mutlak. Manusia juga harus bertanggung jawab kepada-Nya
untuk semua tindakan yang dilakukannya. Hal ini juga menyiratkan bahwa pengesaan Tuhan
merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika. Bagi seorang Muslim, tauhid seharusnya
masuk ke seluruh aspek kehidupan dan perilakunya. Dengan kata lain, tauhid merupakan
sumber etika pribadi dan kelompok, etika sosial, ekonomi dan politik, termasuk etika dalam
mengembangkan sains dan teknologi.
Di dalam ajaran Islam, dikenal juga dengan konsep yang berkaitan dengan penciptaan
manusia dan alam semesta yakni konsep Khilafah dan Amanah. Konsep khilafah menyatakan
bahwa manusia telah dipilih oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah fil’ardh). Sebagai
wakil Allah, manusia wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat
Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam adalah sebagai pemelihara atau penjaga alam
(rabbul’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan
bertanggung jawab untuk menjaga bumi. Artinya, menjaga keberlangsungan fungsi bumi
sebagai tempat kehidupan makhluk Allah termasuk manusia sekaligus menjaga keberlanjutan
kehidupannya.
Manusia mempunyai hak atau diperbolehkan untuk memanfaatkan apa-apa yang ada
di muka bumi (sumber daya alam) yang tidak melampaui batas atau berlebihan (Al-An’am:
141-142).
Manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk
menguasai sumber daya alam yang bersangkutan istilah “penaklukan” atau “penguasaan”
alam seperti yang dipelopori oleh pandangan barat yang sekuler dan materialistik tidak
dikenal dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak menguasai dan mengatur alam
adalah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur yakni Rabbul Alamin. Hak penguasaannya
tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan atau amanah yang telah
diberikan oleh Allah tersebut. Dalam konteks ini, alam terutama bumi tempat tinggal manusia
merupakan arena uji bagi manusia. Agar manusia bisa berhasil dalam ujiannya, ia harus bisa
membaca “tanda-tanda” atau” ayat-ayat” alam yang ditujukan oleh Sang Maha Pengatur
Alam. Salah satu agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus
mempunyai pengetahuan dan ilmu.
Lingkungan alam ini oleh Islam dikontrol oleh dua konsep (instrumen) yakni halal
dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, menguntungkan, menenteramkan hati,
atau yang berakibat baik bagi seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala
sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan
adalah haram. Jika konsep tauhid, khilafah, amanah, halal, dan haram ini kemudian
digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan kemaslahatan maka
terbangunlah suatu kerangka yang lengkap dan komprehensif tentang etika lingkungan dalam
perspektif Islam.
Konsep etika lingkungan tersebut mengandung makna, penghargaan yang sangat
tinggi terhadap alam, penghormatan terhadap saling keterkaitan setiap komponen dan aspek
kehidupan, pengakuan terhadap kesatuan penciptaan dan persaudaraan semua makhluk serta
menunjukkan bahwa etika (akhlak) harus menjadi landasan setiap perilaku dan penalaran
manusia. Kelima pilar etika lingkungan tersebut sebenarnya juga merupakan pilar syariah
Islam. Syariah yang bermakna lain as-sirath adalah sebuah “jalan” yang merupakan
konsekuensi dari persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan.
PENGELOLAAN LINGKUNGAN YANG TERPADU
MENURUT AJARAN ISLAM
Proses kerusakan lingkungan telah menjadi persoalan global yang tak terpisahkan dari
kehidupan manusia dimanapun berada. Lingkungan bersih yang tak tercemar (pristine)
manjadi barang langka yang sangat sulit bahkan hampir tak mungkin didapatkan. Hampir
semua tempat tidak akan luput dari “masukan” bahan pencemar baik melalui udara
(misalnya: asap, hujan asam, ataupun pencemaran suara ataupun bau) maupun daratan
(misalnya: transportasi, aliran sungai, dan lain-lain). Proses kerusakan tersebut bahkan terus
merambah lingkungan yang dianggap tak mungkin tercemari seperti lautan lepas.
Para ahli lingkungan menduga bahwa kerusakan lautan pada saat ini justru lebih cepat
dibandingkan kerusakan hutan tropis. Tidaklah mengherankan apabila manusia semakin sulit
mendapatkan nutrisi yang cukup dari lautan karena makin berkurangnya hasil tangkapan
nelayan akibat rusaknya habitat makhluk hidup di lautan tersebut.
Kerusakan lingkungan seharusnya tidak hanya dipandang dari segi kepentingan
manusia semata, namun difokuskan pada menurunnya kualitas dan daya dukung bagi hewan,
tumbuhan, ataupun mikroba yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan manusia. Sebagai
contoh, kerusakan hutan tropis akibat penebangan hutan baik secara resmi maupun tak resmi,
tidak secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Namun dampak
kerusakan tersebut akan dirasakan masyarakat dikemudian hari, misalnya punahnya hewan,
tumbuhan, ataupun mikroba yang dibutuhkan sebagai bahan makanan atau obatan-obatan.
Selain itu, kerusakan hutan tersebut akan berpengaruh pada perubahan iklim secara lokal
maupun global, termasuk peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di udara akibat
berkurangnya jumlah tumbuhan yang mampu menyerap gas tersebut. Akibat lanjut dari
berlebihnya gas karbon dioksida adalah pemanasan global (global warming) yang
diperkirakan akan menimbulkan dampak yang sangat luas seperti perubahan cuaca, banjir di
sekitar pantai, hujan asam, perubahan pola penyebaran hewan dan tumbuhan, dan lain-lain.
Sebagian ahli juga mengaitkan pemanasan global dengan bencana besar yang melanda negara
Amerika Serikat seperti bencana akibat badai (hurricane) Katrina, Rita, dan Wilma diwilayah
pesisir selatan Amerika pada bulan September dan Oktober 2005 yang lalu. Dahsyatnya
putaran angin ke tiga badai tersebut diperkirakan dipicu oleh naiknya suhu air di perairan
tersebut akibat pemanasan global. Tidak juga berlebihan apabila pemanasan global tersebut
dihubungkan dengan perubahan pola iklim di Indonesia yang menyebabkan perubahan curah
hujan yang menyebabkan banjir besar di beberapa daerah seperti di Jember and Trenggalek,
Jawa Timur.
- Beberapa penyebab kerusakan lingkungan dan akibatnya
Manusia merupakan agen utama perusak lingkungan. Dengan bertambahnya populasi
manusia, maka perubahan lingkungan yang berimbas kepada kerusakan lingkungan sulit
untuk dihindarkan. Selain bertambah dalam jumlah, aktivitas manusia juga bertambah cepat
dengan diciptakannya teknologi yang mampu mempercepat kerja dan memperbesar hasil.
Pertambahan kecepatan aktivitas tersebut ternyata sekaligus mempercepat proses kerusakan
lingkungan pula.
Hal ini disebabkan karena dinamika proses di alam tunduk pada hukum
Thermodinamika yang menyatakan bahwa dalam proses perubahan energi tidaklah 100%
effisien, sehingga selalu ada hasil samping yang terbuang. Selain merusak lingkungan,
aktivitas manusia dapat pula merubah struktur rantai makanan, aliran energi, dan siklus kimia
di dalam lingkungan. Sebagai contoh adalah perubahan siklus unsur hara (nutrient) seperti
nitrogen dan fosfor akibat aktivitas pertanian. Pada awalnya, lahan yang digunakan masih
mengandung cukup unsur hara bagi tanaman pertanian yang ditanam.
Namun seiring dengan proses pemanenan, banyak unsur hara yang terangkat dan
mengakibatkan lahan menjadi miskin dan tidak mampu mendukung aktivitas pertanian lagi,
sehingga petani harus membuka lahan baru (sistim pertanian berpindah) atau menambah
unsur hara melalui pemupukan. Selain itu, perubahan struktur rantai makanan yang
diakibatkan oleh aktivitas pertanian tersebut memaksa petani untuk menggunakan obat
pembasmi hama (pestisida) guna membasmi hama pertanian mereka. Semua aktivitas di atas
(lahan berpindah, penggunaaan pupuk dan pestisida) pada akhirnya merusak lingkungan.
Salah satu akibat dari pemupukan yang berlebihan adalah eutrofikasi atau pengayaan unsur
hara di danau. Eutrofikasi merupakan salah satu faktor utama menurunnya hasil tangkapan
ikan dan juga faktor utama pendangkalan danau. Penggunaan pestisida yang berlebihan, juga
menjadi penyebab rusaknya keseimbangan lingkungan dengan terbasminya makhluk hidup
bukan sasaran.
Kerusakan lingkungan semakin bertambah parah dengan munculnya modernisasi dan
industrialisasi di segala bidang. Industrialisasi tidak hanya berakibat bertambahnya emisi gas
penyebab global warming seperti karbon dioksida dan gas-gas lainnya, tetapi juga
mengakibatkan masuknya bahan-bahan berbahaya ke dalam lingkungan. Sebagai contoh
adalah pencemaran logam berat dan pencemar organik seperti polychlorinatedbiphenyl
(PCB). Pencemaran logam berat dapat diakibatkan oleh pencemaran dari industri
pertambangan seperti tambang timah, logam mulia, dan proses-proses lain yang
menggunakan logam sebagai bahan dasar.
Logam berat seperti merkuri (Hg), cadmium (Cd), perak (Ag), tembaga (Cu), dan
arsenik (As) adalah termasuk dalam daftar bahan beracun berbahaya (B3) tidak hanya
berbahaya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia. Merkuri termasuk logam yang paling
berbahaya karena dapat merusak sistem syaraf manusia dan juga mematikan. Cadmium,
perak dan tembaga juga sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kanker dan
menurunkan kemampuan bereproduksi (menghasilkan keturunan). Arsenik merupakan salah
satu logam berat yang banyak digunakan sebagai racun pembunuh hewan karena daya
racunnya yang kuat. Keberadaan logam-logam berat tersebut di dalam lingkungan, misalnya
lingkungan perairan, relatif sulit dideteksi dengan peralatan biasa. Dibutuhkan peralatan yang
canggih seperti spektrofotometer serapan atom (SSA) atau lebih dikenal dengan istilah
atomic absorbency spectrophotometer (AAS) untuk mendeteksinya. Dampak yang
ditimbulkan oleh keberadaan logam-logam berat tersebut mungkin baru dapat dilihat apabila
ikan dan hewan-hewan air lain terapung mati di atas sungai. Namun, adanya dampak yang
terlihat (akut) tersebut menunjukkan sudah parahnya pencemaran yang terjadi.
Penanggulangan pencemaran yang telah berada pada kondisi akut tersebut relatif lebih sulit
dibandingkan dengan penanggulangan pencemaran ringan atau tindakan pencegahan
pencemaran.
Pencemar organik seperti PCB umumnya dihasilkan dari proses-proses pembuatan
dan penggunaan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari seperti plastik dan bahan-bahan
elektronik termasuk industri mobil. PCB sangat berbahaya karena bahan tersebut mampu
menerobos kulit hewan termasuk manusia dan menumpuk di dalam tubuh, terutama di
jaringan lemak. Bahan tersebut juga dapat ditransferdari makhluk hidup yang satu ke
makhluk hidup yang lainnya melalui makanan atau minuman yang diproduksi dari mahluk
hidup misalnya daging dan susu. PCB tersebut juga dapat ditransfer dari ibu ke bayi melalui
tali pusat (placenta) atau melalui air susu ibu. Bahan tersebut juga mengalami proses
biomagnifikasi, artinya bertambah besar konsentrasinya pada hewan yang menduduki tingkat
lebih tinggi di dalam rantai makanan, misalnya hewan pemakan ikan.
Hewan pemakan ikan seperti burung elang dapat memiliki koncentrasi PCB ribuan
kali dari konsentrasi PCB di tubuh ikan atau milyaran kali dari konsentrasi PCB di dalam air.
Kondisi tersebut bertambah buruk karena PCB juga bersifat persisten yaitu sulit di urai oleh
mikroba dan lingkungan sehingga keberadanya akan tersus bertambah karena hampir tidak
ada proses yang mampu menguranginya. Dampak negatif dari PCB adalah menurunkan daya
reproduksi hewan termasuk manusia dan mengakibatkan berbagai penyakit kronis seperti
kanker dan penyakit lain yang berhubungan dengan fungsi hati. PCB diduga menjadi
penyebab punahnya beberapa jenis hewan liar. Selain PCB, terdapat kelompok bahan
pencemar organik lain yang mampu menurunkan reproduksi dan bahkan mengubah jenis
kelamin hewan. Kelompok tersebut diistilahkan sebagai pengganggu fungsi hormon
(endocrine disruptors). Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa endocrine disruptors
mampu mengubah jenis kelamin katak dan buaya yang berakibat lanjut pada menurunnya
populasi hewan-hewan tersebut. Bahan-bahan tersebut juga dikhawatirkan dapat mengubah
keseimbangan hormon di dalam tubuh manusia yang berdampak pada kelainan fisiologis dan
psikologis.
- Kerusakan lingkungan dalam pandangan Islam
Proses kerusakan lingkungan di darat dan lautan telah disitir dalam Alqur’an surat 30
(Ar-rum) ayat 41:”Telah terjadi (tampak) kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah akan merasakan kepada mereka sebagian (akibat tindakan
mereka) agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Selanjutnya masih banyak lagi ayat-
ayat Alqur’an (misalnya: surat 2 ayat 60 dan 205; surat 5 ayat 64; surat 7 ayat 85; dan
beberapa surat lainnya) yang juga menegaskan tentang peranan manusia dalam kerusakan
lingkungan, melarang manusia untuk merusak lingkungan, dan sekaligus mengajak manusia
memelihara lingkungan. Dari ayat-ayat tersebut ada dua hal pokok yang menjadi dasar
pandangan Islam dalam issu pencemaran lingkungan. Pertama, Islam menyadari bahwa telah
dan akan terjadi kerusakan lingkungan baik di daratan dan lautan yang berakibat pada
turunnya kualitas lingkungan tersebut dalam mendukung hajat hidup manusia. Kedua, Islam
memandang manusia sebagai penyebab utama kerusakan dan sekaligus pencegah terjadinya
kerusakan tersebut.
Untuk itu, ajaran Islam secara tegas mengajak manusia memakmurkan bumi dan
sekaligus secara tegas melarang manusia membuat kerusakan di bumi. Namun sayangnya,
ayat-ayat tersebut kurang mendapat perhatian baik dari kalangan ulama maupun masyarakat
umum. Kemungkinan besar masyarakat belum cukup menyadari dampak akibat kerusakan
lingkungan, bahkan ketika mereka jelas-jelas mengalami bencana tersebut. Sebagai contoh,
banjir tahunan yang melanda kota Jakarta adalah akibat rusaknya lingkungan di hulu, aliran,
dan muara sungai. Perubahan lingkungan di daerah hulu dari areal hutan ke perumahan (villa)
mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan hulu untuk menampung air. Akibatnya
ketika terjadi hujan, sebagian besar air hujan masuk ke dalam sungai. Selanjutnya, kerusakan
lahan, tebing, serta penimbunan sampah disekitar aliran sungai juga menambah besar resiko
banjir yang terjadi.
Ditambah lagi dengan proses pendangkalan muara sungai akibat lumpur dan timbunan
sampah menambah parah serta meluasnya daerah banjir dari tahun ke tahun. Bencana
tahunan tersebut tampaknya belum mampu juga merubah tabiat dan prilaku masyarakat
dalam mengelola lingkungan. Masyarakat tampaknya sudah “beradaptasi” dengan kerusakan
tersebut dan terkesan “apatis” untuk merubahnya. Bahkan ketika anak-anak mereka sakit
kolera, disentri, demam berdarah, bahkan meninggal akibat lingkungan yang buruk tersebut
mereka masih kurang menyadarinya. Dibutuhkan pendekatan dan pengelolaan yang terpadu
untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan tersebut.
- Pengelolaan lingkungan secara terpadu
Dalam pengelolaan lingkungan yang terpadu dibutuhkan peran dari berbagai pihak
seperti pemerintah, media massa, pendidik, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum.
Beberapa aspek dasar yang diperlukan dalam pengelolaan lingkungan yang terpadu adalah:
1. Pendidikan lingkungan
Pendidikan lingkungan merupakan unsur yang sangat penting dalam mengelola
lingkungan. Pendidikan lingkungan memiliki peran yang strategis dan penting dalam
mempersiapkan manusia untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan. Melalui
pendidikan lingkungan orang dapat mengembangkan pemikiran dan teknologi yang mampu
mendukung langkah yang tepat untuk skala lokal maupun global. Selain dari itu, pendidikan
sendiri merupakan jalur positif untuk menuju perubahan pemahaman mengenai lingkungan
hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan dari suatu masyarakat maka semakin tinggi pula
persepsi dan kepedulian masyarakat tersebut sehingga menimbulkan sikap serta perilaku yang
lebih baik dalam menghadapi masalah lingkungan.
Hal ini dapat dilihat dari persepsi rakyat di negara-negara maju seperti Amerika,
Eropa, dan Jepang yang sangat mengindahkan lingkungan hidup mereka. Oleh karena itu,
pendidikan lingkungan harus disampaikan secara intensif dan komprehensif melalui semua
jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal. Contoh praktek-praktek yang tidak baik
seperti membuang sampah sembarangan, membuang cairan beracun ke dalam sungai,
bercocok tanam di atas lahan pembuangan sampah, menggunakan kertas bercetak (misalnya
kertas koran) sebagai pembungkus makanan, menggunakan bahan pengawet mayat sebagai
pengawet makanan, menggunakan bahan pewarna pakaian sebagai pewarna makanan, dan
banyak lagi merupakan praktek-praktek umum yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia
karena kurangnya pendidikan lingkungan dan kesehatan tersebut. Ditambah lagi banyaknya
industri yang tidak mengindahkan lingkungan dengan membuang limbah secara langsung
atau limbah yang tidak diolah secara memadai ke dalam lingkungan.
Hal ini menunjukkan pula bahwa kedisiplinan bangsa kita sangat kurang dalam
mengelola lingkungan. Selain itu, dapat juga menjadi petunjuk bahwa karakter bangsa kita
yang tidak peduli, egois, mementingkan kepentingan (ekonomi) sesaat dibandingkan dengan
menjaga kepentingan pembangunan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
2. Media massa
Peningkatan pengetahuan manusia tentang lingkungan hidup bila tanpa disertai upaya
penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan itu sendiri sudah barang tentu akan menjadi
hambatan ke arah terciptanya lingkungan yang berkualitas. Peranan media massa dalam
perluasan informasi tersebut sangatlah besar. Media massa disini sudah termasuk: media
cetak, radio, televisi dan internet. Dibandingkan media massa yang lainnya, media cetak
khususnya surat kabar dapat berperan penting dalam hal penyebaran informasi masalah
lingkungan. Hal ini dimungkinkan dikarenakan surat kabar merupakan media yang relatif
murah serta mudah diperoleh sehingga cenderung memiliki tingkat efektifitas penyebaran
informasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan media lainnya seperti misalnya radio,
televisi dan internet. Penyediaan rubrik khusus mengenai lingkungan di media massa tersebut
dapat menjadi sumbangan yang tak terkira bagi terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.
3. Kebijakan dan Penegakan hukum lingkungan
Pengembangan kebijakan yang mudah dipahami dan efektif dilaksanakan juga
merupakan faktor penting dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Selain itu, penegakan
hukum khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat dan
perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengelolaan
lingkungan. Walaupun berbagai kebijaksanaan telah diciptakankan dalam rangka untuk
mendapatkan lingkungan yang berkualitas, namun bila penegakan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya maka sasaran yang akan dicapai akan menjadi sia-sia. Selama ini
peran pemerintah sangatlah kecil dalam proses penegakan hukum lingkungan. Program-
program seperti kali bersih, langit biru, analisis dampak lingkungan (AMDAL), pemberian
penghargaan KALPATARU dan program lingkungan lainnya lebih terkesan sebagai
semboyan ketimbang program yang dilaksanakan dengan baik. Salah satu faktor kegagalan
tersebut adalah kurangnya kemampuan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum
lingkungan.
- Peran Islam dalam pengelolaan lingkungan terpadu
Sesuai dengan motto sebagai agama yang rahmatan lil alamin (kasih bagi alam
semesta; surat 21 ayat 107), maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi
pengelolaan lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut.
Selain melarang membuat kerusakan di muka bumi, Islam juga mempunyai kewajiban untuk
menjaga lingkungan yang bersih, karena kebersihan merupakan bagian hidup masyarakat
Islam seperti diutarakan oleh nabi Muhammad SAW dengan hadistnya yang berbunyi:
“Kebersihan merupakan bagian dari iman”. Nabi Muhammad SAW juga melarang manusia
untuk membuang air seni ke dalam sumber mata air, jalanan, di tempat teduh, dan di dalam
liang (tempat hidup) binatang.
Larangan tersebut dapat dimanifestasikan lebih lanjut sebagai larangan Islam dalam
membuang sampah atau produk-produk berbahaya ke dalam lingkungan yang kemungkinan
besar akan merusak atau menurunkan mutu lingkungan tersebut. Islam mengajak manusia
untuk secara aktif mengelola lingkungan tersebut, misalnya dengan membuang sampah pada
tempatnya. Hal ini sesuai dengan filsafah Islam yang umumnya bersifat lebih suka mencegah
(preventive) perbuatan atau kejadian yang buruk ketimbang mengobati (curative) kejadian
atau perbuatan buruk yang terjadi. Namun, Islam juga tidak berpangku tangan apabila telah
terjadi suatu kejadian buruk atau kejahatan seperti misalnya tertuang dalam hukum agama
(syar’i) yang mengatur hukuman bagi pelanggar aturan.
Beberapa aspek yang dapat dilakukan oleh Islam dalam pengelolaan lingkungan yang terpadu
adalah:
1. Pendidikan lingkungan
Pendidikan lingkungan yang diajarkan secara Islami merupakan sarana penting bagi
muslim untuk mengenal dan menyadari lingkungan hidup mereka secara baik dan benar
sehingga mampu berperan secara sadar dan aktif dalam pengelolaan dan pembinaan
lingkungan. Sebagai mayoritas penduduk Indonesia, muslim mempunyai kewajiban dan
peran yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Dibutuhkan pengetahuan
dan kesadaran yang mendalam bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan dan
kesehatan. Hal ini membutuhkan peran pendidik, ulama, dan tokoh masyarakat untuk
menanamkan pengetahuan dan kesadaran tersebut kepada masyarakat.
Kesadaran bahwa alam semesta adalah milik Allah SWT merupakan langkah dasar
dalam memahami kedudukan manusia di alam ini. Dalam beberapa ayat Alqur’an Allah SWT
menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta beserta isinya dengan
pertimbangan yang matang, seimbang, dan setiap ciptaanNya tersebut mempunyai manfaat
dan fungsi (surat 6 ayat 38; surat 16 ayat 66 s/d 69; surat 25 ayat 2; surat 54 ayat 49; surat 80
ayat 24 s/d 32). Selanjutnya, Allah SWT juga menyatakan bahwa manusia adalah
ciptaaanNya yang unik dan menjadikannya sebagai khalifah di bumi (surat 6 ayat 165; surat 7
ayat 69 dan 129; surat 10 ayat 14; surat 24 ayat 55; surat 38 ayat 26).Dalam ajaran Islam,
khalifah lebih bersifat sebagai pengelola atau manajer di bumi ini sedangkan Allah SWT
adalah pemilik mutlak dari bumi dan segala isinya. Allah SWT memberikan hak kepada
manusia untuk mengambil manfaat dari bumi dan isinya namun Allah SWT juga memberi
kewajiban pada manusia untuk menjaga bumi dan isinya. Hal ini sesuai benar dengan
deklarasi PBB mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang berisi
petunjuk dan informasi tentang pemanfaatan dan pengeloaan sumber daya alam bagi
pembangunan dan kelanjutan pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang berkelanjutan
adalah pembangunan disegala bidang (misalnya ekonomi, sosial, dan politik) yang tetap
mengindahkan ketersediaan sumber daya alam yang memadai bagi generasi mendatang.
Pembangunan tersebut sangat memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga tidak secara
semena-mena menghabiskan sumber daya alam yang tersedia. Hal ini sesuai dengan saran
Rasulullah SAW untuk hidup sederhana dan tidak berfoya-foya terhadap harta dan sumber
daya yang kita miliki. Selanjutnya pembangunan yang berkelanjutan juga memperhatikan
aspek sumber daya manusia sebagai pelaku dan penanggung jawab pembangunan tersebut.
Peningkatan mutu sumber daya manusia yang pintar dan bijaksana sangat ditekankan dalam
Islam.
Pada masyarakat pedesaan yang sebagian besar bersifat primordial, peran ulama dan
tokoh masyarakat dalam mensukseskan program pengelolaan lingkungan sangatlah besar.
Masyarakat pedesaan umumnya pasif dan mencontoh perbuatan yang dilakukan oleh ulama
atau pemimpin mereka. Untuk itu sudah sewajarnya apabila ulama, pemimpin, ataupun calon
ulama dan pemimpin masyarakat membekali diri dengan pengetahuan yang memadai
mengenai pengelolaan lingkungan dan kesehatan. Pada masyarakat perkotaan yang umumnya
lebih individualistis, intelektual muslim diharapkan menjadi contoh yang baik dalam menjaga
dan mengelola lingkungan, karena dengan pengetahuan yang dimilikinya seharusnya dia
mampu menyelaraskan dan memadukan perintah agama dengan perannya sebagai bagian dari
penebar kasih bagi semesta alam.
2. Media massa Islam
Peran media massa Islam tidaklah kurang penting dari pendidikan bahkan merupakan
partner yang cukup relevan untuk menunjang pendidikan lingkungan tersebut. Media massa
Islami harus diisi pula dengan pendidikan lingkungan, terutama untuk anak-anak dan generasi
muda sehingga mereka menyadari hubungan agama dengan lingkungan dan arti penting
hubungan tersebut demi kesejahteraan dan kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk
kalangan dewasa, media massa perlu juga menyisipkan pendidikan mengenai bahaya
kesehatan yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan juga pengetahuan mengenai
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang memang sesuai dengan
nafas Islam.
4. Kebijakan dan penegakan hukum lingkungan secara Islami
Agama Islam menegaskan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggung jawaban
pada hari pembalasan atas segala prilakunya di muka bumi, termasuk didalamnya adalah
bagaimana individu tersebut berbuat terhadap alam, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya.
Contoh mengenai pertanggung jawaban tersebut misalnya kisah mengenai seorang wanita
yang dimasukkan ke dalam neraka akibat melalaikan tugasnya memberi makan pada kucing
perliharaannya dan kisah mengenai seorang laki-laki yang dimasukkan ke surga karena budi
baiknya memberi minum pada anjing liar yang sedang kehausan. Dari contoh tersebut jelas
bahwa setiap individu muslim berkewajiban untuk berlaku baik terhadap sesama makhluk
hidup. Kewajiban tersebut dapat dimanifestasikan dengan jalan menjaga dan merawat
lingkungan yang mampu mendukung kehidupan semua makhluk hidup.
Islam sama sekali tidak melarang pemanfaatan lingkungan demi kesejahteraan
manusia, namun Islam mewajibkan bahwa dalam pemanfaatan tersebut harus dihindari
pemanfaatan yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
membahayakan makhluk hidup yang lain termasuk manusia sendiri. Islam menyarankan
untuk melakukan pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable utilization) yang pada
akhirnya akan mampu memberikan kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan bagi
manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Dalam hukum Islam juga ada perintah untuk menjaga dan membantu lingkungan
sekitar dengan memberikan sedekah, misalnya dengan memberikan wakaf untuk sebesar-
besarnya digunakan bagi masyarakat sekitar. Selama ini kebanyakan wakaf yang dilakukan
adalah dengan mendirikan tempat-tempat ibadah dan sarana pendidikan. Mungkin tidaklah
berlebihan apabila wakaf tersebut juga dapat diberikan berupa hutan kota, hutan lindung,
hutan wisata, atau hutan pendidikan yang sangat berguna bagi masyarakat sekitar baik
muslim ataupun non muslim. Selain itu, bentuk hibah tersebut juga akan mampu menambah
kesegaran dan kesehatan lingkungan ditambah lagi membantu hewan-hewan liar seperti
burung-burung dan hewan-hewan kecil lainnya menemukan habitat hidup mereka. Bentuk
hibah seperti ini sangatlah cocok bagi lingkungan perkotaan yang semakin mengalami
penurunan kualitas lingkungan dan kesehatannya akibat berkurangnya hutan penyanggah
(buffer zone) di daerah perkotaan tersebut.
Dalam Islam, penghargaan (pahala) dan hukuman (dosa) diformulasikan dengan baik
dalam mengatur tingkah laku pemeluknya termasuk dalam hal pengelolaan lingkungan.
Muslim yang menjaga lingkungan dan berlaku baik terhadap semua makhluk hidup akan
mendapatkan ganjaran berupa pahala yang besar. Sebaliknya, mereka yang merusak
lingkungan dan berlaku jahat terhadap makhluk hidup lainnya akan mendapat hukuman
berupa dosa. Bentuk penghargaan dan hukuman tersebut dapat dimanifestasikan dalam
kehidupan sehari-hari dan dituangkan dalam kebijakan dan peraturan-peraturan dalam
masyarakat secara mandiri ataupun melalui campur tangan pemerintah. Apabila dilaksanakan
dengan baik maka penghargaan dapat menjadi motivasi bagi masyarakat untuk lebih giat lagi
dalam mengelola lingkungan, sebaliknya hukuman dapat mencegah masyarakat dari
perbuatan yang merusak lingkungan.
PENUTUP
Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, Islam meletakkan pemanfaatan dan
pengelolaan lingkungan sebagai bagian integral dari proses ibadah yang dijalankan oleh
penganutnya. Kewajiban setiap muslim dalam menjaga lingkungan yang baik telah termaktub
di dalam Alqur’an dan juga diberikan contohnya dalam beberapa hadis nabi, termasuk
ganjaran atau hukuman bagi yang tidak mengindahkan kewajiban tersebut. Usaha yang terus
menerus masih harus dilakukan guna menyadarkan mereka sehingga pengelolaan lingkungan
yang baik dan terpadu menjadi bagian dari hidup mereka. Selain itu, dengan menyadari
hukuman berat yang Allah SWT akan berikan pada mereka apabila melakukan kerusakan,
akan menjauhkan mereka dari perbuatan yang merusak tersebut.
Merosotnya citra Islam disegala bidang termasuk bidang lingkungan banyak
diakibatkan oleh tidak dilaksanakannya kewajiban agama tersebut oleh sebagian besar
pemeluknya. Sebagian besar pemeluk Islam masih menganggap bahwa kewajiban mereka
hanyalah yang bersifat ritual ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan pergi haji tanpa melihat
fungsi dan manfaat lebih jauh dari ritual tersebut. Misalnya, shalat selain merupakan sarana
berbakti kepada Allah SWT juga dimaksudkan agar mencegah pelaku shalat tersebut dari
perbuatan keji dan mungkar termasuk membuat kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Ibadah puasa diharapkan menjadi sarana bagi pelaku puasa tersebut untuk bersifat sabar,
sederhana, dan tidak berfoya-foya. Dengan sifat tersebut, diharapkan mereka mampu
mengekang diri mereka dari eksploitasi lingkungan yang berlebihan.
Zakat dan sedekah diharapkan mampu membuat sipelaku menjadi orang yang
pemurah dan sekaligus memberikan perhatian terhadap lingkungan sekitar. Zakat dan
sedekah seharusnya tidak dilakukan hanya untuk terlepas dari kewajiban untuk memenuhinya
tetapi seharusnya disadari bahwa zakat dan sedekah tersebut harus memenuhi fungsinya
sebagai salah satu sarana kesejahteraan umat manusia. Untuk itu, zakat tersebut harus
dikelola dan dimonitor dengan baik demi kesejahteraan bersama. Selanjutnya pergi haji dapat
juga dijadikan sarana untuk mempelajari lingkungan yang mungkin sangat berbeda dengan
lingkungan asal pelaku haji tersebut. Selain itu sejarah mengenai kisah nabi Ibrahim juga
dapat dijadikan pelajaran bagaimana pentingnya sumber daya alam (misalnya air) bagi
manusia. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut merupakan kewajiban
bagi setiap individu muslim. Dengan menumbuh semangatkan kesadaran tersebut, insya
Allah cita-cita sebagai agama yang rahmatan lil alamin dapat terwujud.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangAgama Islam adalah agama yang komprehensif dan lengkap. Jelas dengan
karakteristik ini Islam memperhatikan seluruh kebutuhan hidup manusia dan memiliki
aturan-aturan untuk seluruh persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup
manusia baik secara individu maupun sosial.
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen
yang ada di sekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya
merupakan lingkungan hidup manusia. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan
berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia
dan komponen lainnya. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di
alam yang berguna bagi manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk
masa kini maupun masa mendatang. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari
keutuhan lingkungannya, sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung bagaimana
kearifan manusia dalam mengelolanya. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak
semata-mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya
dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang
mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan
lingkungan hidup.Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya
pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang berlebihan sehingga
meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk
kelangkaan sumber daya dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya.
Berbagai masalah lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan pemanasan
global, kepunahan jenis flora dan fauna serta melebarnya lubang lapisan ozon,
pencemaran dan kemiskinan, telah menjadi masalah global karena meliputi seluruh
bagian bumi. Tak satu pun bangsa dan negara di dunia yang luput dari dampak yang
ditimbulkan oleh berbagai masalah tersebut.
1.2 Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsepsi Islam terhadap kesehatan manusia
2. Untuk mengetahui pandangan dan konsepsi Islam terhadap lingkungan hidup
manusia
BAB II PERMASALAHAN
Permasalahan kesehatan dan lingkungan yang kini dihadapi umat manusia
umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai
peristiwa yang harus terjadi sebagai proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, bentuk
kejadian di atas mengakibatkan ketidakseimbangan pada ekosistem dan
ketidaknyamanan kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora maupun fauna.
Ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan tersebut dapat dikatakan sebagai
bencana. Ali Yafie menyebutnya sebagai kerusakan lingkungan hidup, yang bentuk-
bentuknya berupa pencemaran air,pencemaran tanah, krisis keanekaragaman
hayati (biological diversity), kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih,
pertambangan dan kerusakan lingkungan, pencemaran udara, banjir lumpur dan
sebagainya.
Kerusakan hutan sebagai salah satu bentuk kerusakan lingkungan hidup
adalah ketidakseimbangan yang terjadi dalam ekosistem hutan. Ada dua jenis
kerusakan kerusakan hutan yang mungkin terjadi, yaitu gangguan alam dan akibat
dari perbuatan tangan manusia. Gangguan alam contohnya longsor, hama dan
penyakit, dempa bumi, kebakaran, dan gelombang pasang air laut. Adapun
gangguan akibat dari perbuatan tangan manusia ialah jenis gangguan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu kebakaran yang disengaja atau karena
kelalaian, penebanagan, perladangan, pemukiman, ector, pencemaran dan lain-lain.
Akibat dari kerusakan hutan ini adalah semakin rentannya wilayah Indonesia
dari bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Di samping itu Indonesia juga
akan kehilangan keanekaragaman hayati (biological diversity) seperti spesies
mamalia, ector, amfibi, burung, ikan, dan lain-lain. Makhluk hidup di muka bumi akan
kekurangan oksigen karena kerusakan hutan yang merupakan paru-paru dunia.
Kehidupan dunia akan terganggu karena hutan Indonesia hanya sedikit dapat
menyerap karbon yang berbahaya bagi makhluk hidup. Akibat dari kerusakan hutan
dirasakan paling berat oleh penduduk yang bermata pencaharian langsung dari
hutan yaitu sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta diantaranya bekerja di ector
swasta kehutanan. Bila diasumsikan bahwa setiap tenaga kerja ector kehutanan
menanggung minimal 3 orang, maka usaha ector kehutanan telah menjadi
gantungan hidup 24 juta orang. Belum termasuk penyerapan tenaga musiman, yang
terserap pada program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)
yang setiap tahunnya mencapai sekitar 23,9 juta orang.
Dari sekian banyak persoalan kerusakan lingkungan hidup , ternyata peran manusia
sangat besar dalam menciptakan kerusakan tersebut dan manusialah yang banyak
menanggung akibatnya. Lalu bagaimana Islam memandang peran manusia dalam
mengelola lingkungan hidup ini? Inilah yang akan dibahas dalam tulisan makalah ini.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kesehatan Menurut Konsepsi Islam 3.1.1 Kesehatan dan Islam
Islam merupakan agama yang sangat sempurna, islam berbeda dengan
agama yang datang sebelumnya. Islam datang sebagai agama untuk kepentingan
duniawi dan ukhrawi secara menyeluruh. Tidak terbatas jalur hubungan antara
hamba dengan Tuhannya (horisontal) saja tetapi Islam juga mengatur hubungan
secara vertikal. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al
Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat. Misalnya Hadits Bukhari
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda. “Dua nikmat yang sering
tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.”
Kosa kata “sehat wal afiat” dalam Bahasa Indonesia mengacu pada kondisi
ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat Wal Afiat ini
dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental maupun kesehatan
masyarakat.
Sesuai dengan Sunnah Nabi inilah maka umat Islam diajarkan untuk
senantiasa mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT. Bahkan
bisa dikatakan Kesehatan adalah nikmat Allah SWT yang terbesar yang harus
diterima manusia dengan rasa syukur. Bentuk syukur terhadap nikmat Allah karena
telah diberi nikmat kesehatan adalah senantiasa menjaga kesehatan. Firman Allah
dalam Al Quran, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih” (Surah Ibrahim [14]:7).
Berdasarkan Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir dari Nabi SAW
bersabda: Setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya itu digunakan untuk
mengobatinya, maka dapat memperoleh kesembuhan atas izin Allah SWT (HR.
Muslim). Bahkan Allah SWT tidak akan menurunkan penyakit kecuali juga
menurunkan obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA
dari Nabi SAW bersabda: Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga
menurunkan obatnya (HR Bukhari).
Menurut Aswadi Syuhadak dari UIN Sunan Ampel Surabaya, indikasi sakit,
sembuh dan sehat dalam bahasa Al-Qur’an, secara berurutan dapat didasarkan
pada kata maradl, syifa’ dan salim. Kata maradl dan syifa’ secara berdampingan
diungkapkan
(QS.al-Syu`ara’ [26/47]: 80 ) فهو مرضت وإذا يشفين
“Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku“.
Pada ayat ini tampak dengan jelas bahwa term sakit-maradl dikaitkan dengan
manusia, sedangkan syifa’ maupun kesembuhan yang diberikan pada manusia
adalah disandarkan pada Allah SWT. Kandungan makna demikian ini juga
mengantarkan pada sebuah pemahaman bahwa setiap ada penyakit pasti ada
obatnya, dan apabila obatnya itu sesuai penyakitnya akan memperoleh
kesembuhan, dan kesembuhannya itu adalah atas izin dari Allah SWT.
Kata salim, dapat dijadikan rujukan bahwa makna kesehatan menunjukkan
kebersihan dan kesucian dalam diri manusia, baik jasmani maupun ruhani, lahir
maupun batin, baik tauhid rububiyah (insaniyah) maupun uluhiyah (ilahiyah) sejak
dari awal kehidupan hingga di hari kebangkitan. Istilah kesehatan jasmani dalam
kajian ini lebih difokuskan pada perilaku amal shalih dan bukan sekedar berorientasi
pada bentuk jasadiyah, badaniyah maupun harta kekakayaan, tetapi sekali lagi
bahwa kesehatan jasmani di sini lebih mengarah pada amal perbuatan yang
didasarkan pada nilai-nilai ruhaniyah uluhiyah maupun rububiyyah.
Kesehatan amaliyah inilah yang dapat bertahan hingga hari kebangkitan.
Sedangkan kesehatan jasadiyah, badaniyah maupun ekonomi dapat dipahami
sebagai raga, alat atau media yang dapat dimanfaatkan dalam mencapai kebersihan
amal dengan melalui pertimbangan tauhid rububiyah maupun uluhiyah.
Dalam konteks masyarakat muslim modern, masalah kesehatan telah menjadi
urusan publik maka terkait dengan kebijakan negara. Upaya mewujudkan perilaku
sehat warga masyarakat dalam perspektif kebijakan kesehatan antara lain:
kebijakan penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan
penyakit; kebijakan peningkatan status gizi masyarakat berkaitan dengan
peningkatan status sosial ekonomi masyarakat; kebijakan peningkatan upaya
kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup;
Kebijakan dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui upaya
peningkatan pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
terutama untuk ibu dan anak; dan kebijakan peningkatan kemampuan masyarakat
untuk hidup sehat. Beberapa bahasan kesehatan masyarakat dakam perspektif
islam akan dibahas dibagian selanjutnya.
3.1.2 Kesehatan Lingkungan dan Perorangan Allah menyeru orang-orang beriman supaya membersihkan (menyucikan) diri
mereka, yang sesuai dengan fitrah jiwa mereka dan sunnah alam.
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al Baqarah [2]:222)
Kebersihan terdiri dari kebersihan personal dan juga kebersihan lingkungan.
Kebersihan personal meliputi kebersihan badan, tangan, gigi, kuku, dan rambut. Di
bawah ini adalah beberapa ayat Al qur’an dan Hadist yang menyatakan pentingnya
kebersihan personal.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan ni’mat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.(QS. Al Maidah [5]: 6)
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid ,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al A’raf [7]:31)
Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Kunci shalat adalah
bersuci (melalui wudhu)”. Dalam kesempatan lain beliau pernah bersabda: “ Kunci
surga adalah shalat, dan kunci shalat adalah kebersihan dan bersuci.”
Demikian juga kebersihan lingkungan, jalan, rumah, tata kota, saluran irigasi,
sumur serta tebing-tebingnya. Umat Islam sangat berhati-hati dalam menjaga
lingkungan terdekat mereka agar tetap bersih. Satu contoh tentang itu disebutkan
dalam surah al-Hajj. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk memelihara
Ka’bah agar tetap bersih untuk orang-orang beriman yang berdo’a di sekitar tempat
itu,
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat
Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun
dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-
orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. (Q.S Al-Hajj [22]: 26).
Sebagaimana dikehendaki ayat tersebut, kebersihan lingkungan tempat suci
yang sejenis (mushala, masjid, majelis taklim, Ed.) harus dipelihara, terutama sekali
bagi orang-orang beriman lainnya yang hendak menunaikan ibadah untuk
mendapatkan ridha Allah.
3.1.3 Pisemiologi (Preventuf Penyakit Menular)Islam menjelaskan berbagai cara pencegahan penyakit menular, juga
mencegah penyebarannya. Di antaranya adalah dengan karantina penyakit. Nabi
Muhammad SAW bersabda:
“Jauhkanlah dirimu sejauh satu atau dua tombak dari orang yang berpenyakit
lepra”.
Dan:“Larilah dari penderita lepra sebagaimana kamu lari dari harimau.” (HR.
Bukhari)
Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar pencegahan dan
penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang membahayakan masyarakat
(misalnya wabah kolera dan cacar). Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
“Janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit
wabah, dan bila dirimu berada di dalamnya janganlah pergi meninggalkannya.” (HR.
Bukhari).
Hal ini dimaksudkan agar wabah tersebut tidak menyebar ke daerah lain,
karena apabila seseorang berada di daerah yang sedang terjangkit wabah maka
kemungkinan besar ia juga telah terserang infeksi yang dapat ia tularkan ke
masyarakat sekitar.
3.1.4 Memerangi Serangga, Hewan yang Menularkan Penyakit, dan Hewan Berbahaya lainnya
Dalam ajaran Islam diperintahkan untuk membunuh hewan-hewan yang dapat
membunuh dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Diantaranya yaitu: hewan yang
membahayakan manusia dan sering hidup ditengah populasi manusia, seperti ular,
kalajengking. Hewan jenis ini dianjurkan untuk dibunuh dalam kondisi apapun.
Nabi bersabda:
“Lima binatang jelek dan merusak, boleh dibunuh diluar tanah haram (tanah
suci) dan di tanah suci, yaitu Ular, Gagak yang ada warna putih di perut atau
punggung, Tikus, Srigala, dan Rajawali” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata “Kami tengah bersama
Nabi disebuah goa, dan saat itu turun pada beliau ayat: ‘Demi Malaikat-malaikat
yang diutus untuk membawa kebaikan‘ (QS Al-Mursalaat:1). Ketika kami mengambil
air dari mulut goa, tiba-tiba muncul seekor ular dihadapan kami. Beliaupun
bersabda, ‘Bunuhlah ular itu‘ Kamipun berebut membunuhnya, dan aku berhasil
mendahului. Rasulullah r bersabda, ‘Semoga Allah melindungi dari kejahatan kalian
sebagaiman Dia melindungi kalian dari kejahatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu, dalam ajaran kita hukumnya makruh untuk memelihara anjing di
rumah karena air liurnya yang najis. Hadits yang menjelaskan berbunyi demikian :
“Diceritakan dari Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ibnu Basyar, mereka
berkata : menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, berkata : menceritakan
kepada kami Su’bah, dari Qatadah dari Abi al-Hakam, berkata : Saya mendengar
Abdullah bin [Syyd] Umar bercerita : Dari Rasulullah SAW, bersabda : ‘Barang siapa
mengambil anjing, kecuali anjing [untuk keperluan] bertani atau berburu, pahalanya
berkurang, setiap hari 1 qirath’.”
Dalam riwayat lain pahalanya dikurangi 2 qirath. Hadits Rasulullah lainnya :
“Jika seekor anjing menjilat periuk kalian, maka basuhlah tujuh kali yang mana
salah satunya menggunakan debu” (H.R. Muslim).
Akan tetapi mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa yang najis dari
anjing adalah liurnya, bukan tubuhnya. Menurut mazhab Maliki mencuci najis anjing
sebanyak tujuh kali dengan salah satu menggunakan debu adalah semata masalah
ibadah, bukan karena najis itu sendiri.
Adapun serangga atau hewan kecil lainnya, kalau memang membahayakan
atau menimbulkan masalah atau bahaya, seperti hama, baik hama burung, belalang,
tikus, dan sebagainya maka boleh membunuhnya dan bahkan dianjurkan. Hukum ini
dilandaskan kepada kaidah hukum Islam: “Semua yang menimbulkan bahaya
(madharrat) harus dihilangkan”. Begitu juga serangga semacam nyamuk yang
menimbulkan penyakit harus diberantas, bahkan meskipun dengan menggunakan
bahan kimia.
Ada beberapa jenis serangga yang danjurkan untuk tidak dibunuh.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata: “Rasulullah melarang kami membunuh
empat macam binatang: Semut, lebah, burung hudhud dan burung shurad.” (HR An-
Nasa’i dan Ahmad)
3.1.5 Nutrisi (Kesehatan Makanan) Dalam kesehatan nutrisi, islam menganjurkan terhadap pemeluknya untuk
mengonsumsi makanan dan minuman yang halalan thoyyiban (halal dan baik). halal
adalah suatu hal yang dibolehkan secara agama, sedangkan thayyib adalah sesuatu
yang baik pada dasarnya, tidak merusak fisik dan pikiran, dan harus memenuhi
syarat dari segi kebersihan dan kesehatannya. Allah SWT berfirman dalam Al-
Qur’an:
“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu ”. (Q.S Al baqaah (2) :
168)
Berdasarkan ayat diatas, Islam melarang manusia untuk mengonsumsi
makanan dan minuman yg tidak halal dan tidak baik seperti bangkai, darah daging
babi, minuman keras (khamer) binatang yang dicekik atau tercekik dan hewan
ternak yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah.
Islam begitu hati-hati dalam hal kesehatan nutrisi ini, karena kebersihan dan
kebaikan adalah suatu hal yang fitrah, hal yang fitrah ini akan dapat bersinergi dalam
tubuh manusia yang telah diciptkan oleh Allah dengan keadaan fitrah. Adapun
pokok-pokok yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Bagi kaum muslimin, makanan di samping berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan fisik, juga berkaitan dengan ruhani, iman dan ibadah juga dengan
identitas diri, bahkan dengan perilaku. Menu makanan yang berfaedah
terhadap kesehatan jasmani, seperti tumbuh-tumbuhan, daging binatang laut,
segala sesuatu yang dihasilkan dari daging, madu, kurma, susu, dan semua
yang bergizi.
Bila kita menghindari makanan-makanan yang tidak baik (junk food), maka akan
dihasilkan tulang yang kokoh, otot yang kuat, pipa/saluran-saluran yang bersih, otak
yang cemerlang, paru-paru dan hati yang bersih, jantung yang dapat memompa
darah dengan baik. Dan diperintah manusia untuk selalu memperhatikan
makanannya, seperti firman Allah :
“Maka seharusnya manusia memperhatikan makanannya” (Q.S Abasa (80) : 24).
Jadi bagi seorang muslim makan dan makanan bukan sekedar penghilang lapar saja
atau sekedar terasa enak dilidah, tapi lebih jauh dari itu mampu menjadikan
tubuhnya sehat jasmani dan rohani sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai “khalifah fil Ardhi”. Rasulullah SAW pernah berkata dalam suatu hadistnya:
“Seorang hamba Allah tidak akan berpindah dua kakipun pada hari kiamat, sampai
ia mampu menjawab empat hal: umurnya bagaimana dihabiskan, pengetahuan
bagaimana diamalkan, hartanya bagaimana dinafkahkan serta tubuhnya bagaimana
digunakan atau diboroskan” (HR.Tirmidzi).
2. Tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal makanan, makan bukan
karena lapar hingga kekenangan, diet ketika sedang sakit, memerintahkan berpuasa
agar usus dan perut besarnya dapat beristirahat dan tidak berbuk dengan berlebih-
lebhan atau melampaui batas.
Islam menegaskan kepada orang muslim untuk menjaga etika ketika makan. Allah
memerintahkan kita untuk makan tidak berlebih-lebihan sedangkan Rasulullah SAW
mengatakan bahwa “perut adalah seburuk-buruk tempat untuk diisi”. Sebagian besar
penyakit bersumber dari perut. Oleh karenanya Maha Benar Allah SWT dalam
Firman-Nya :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. ( Q.S Al A’raaf (7) : 31)
3. Mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, seperti banngkai,
darah, daging babi, juga khamer.
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan
anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. (Q.S Al Maidah (5) :
3)
Berkata nabi Muhammad SAW :
” Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram” (HR
Muslim).
“Rasulullah SAW melaknat tentang khamr, 10 golongan : (1)yang memerasnya,
(2)yang meminta diperaskan, (3)yang meminumnya, (4)yang membawanya, (5)yang
minta diantari, (6)yang menuangkan, (7)yang menjualnya, (8)yang makan harganya,
(9)yang membelinya, (10)yang minta dibelikan.
Setiap makanan yang dilarang di dalam Al Quran ternyata saat ini memiliki
argumentasi ilmiah yang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Makanan yang
diharamkan dapat mengganggu kesehatan manusia, baik pengaruh buruk bagi
kesehatan (kolesterol, racun) maupun mengandung berbagai penyakit yang
membahayakan tubuh (Trichina, Salmonella, cacing pita, dll.).
3.2 Lingkungan Menurut Konsepsi IslamMelalui Kitab Suci Al-Quran, Allah telah memberikan informasi spiritual kepada
manusia untuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Informasi tersebut memberikan
sinyalamen bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan lingkungan agar
tidak menjadi rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan
kepada manusia semata-mata merupakan suatu amanah. Islam adalah agama yang
mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap ramah lngkungan. Sikap ramah
lingkungan yang diajarkan oleh agama Islam kepada manusia dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya
Di dalam al-Quran surat Ar Ruum ayat 9 Allaah swt berfirman : Dan apakah mereka
tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat
(yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat
dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih
banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka
rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali
tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim
kepada diri sendiri.
Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9 di atas menggambarkan agar
manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang
dikhawatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga
tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam
mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya.Mengolah serta melestarikan lingkungan tercermin secara
sederhana dari tempat tinggal (rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW
menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani :Dari Abu
Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan.
Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan
masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih. (HR. Thabrani). Dari Hadits di atas
memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk membiayai diri dan
lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar kesehatan diri dan
keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula, mengusahakan penghijauan di
sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan yang bermanfaat untuk
kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara peredaran
udara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari pencemaran.Dalam sebuah
Hadits disebutkan :Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan
pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir serta pada wajah
yang rupawan (HR. Ahmad)
2. Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya
kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia. Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).
Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut :Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Kedua Firman Allah SWT ini
menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan (environmental
friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini.
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi pernah
bersabda :Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan; sahabat yang mendengar
bertanya : Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab : yaitu orang yang
membuang hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang berteduh. Di dalam
Hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air. Dari
keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk
menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk
mencegah agar tidak mencelakakan orang lain, sehingga terhindar dari musibah
yang menimpahnya.Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber
daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia, sebab fakta spritual
menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta bencana
alam lainnya lebih banyak didominasi oleh aktifitas manusia. Allah SWT Telah
memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia.
3. Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan
Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah SWT berfirman : Artinya : Dan Tuhanmu sekali-
kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya
orang-orang yang berbuat kebaikan.
Fakta spritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa Surat Huud ayat 117
benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di Jakarta, tanah longsor yang
di daerah-daerah di Jawa Tengah, tumpukan sampah dimana-mana, polusi udara
yang tidak terkendali, serta bencana alam di daerah atau di negara lain
membuktikan bahwa Allah tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim,
melainkan penduduknya terdiri dari orang-orang yang tidak berbuat kebaikan
terhadap lingkungan.
Dalam suatu kisah diriwayatkan, ada seorang penghuni surga. Ketika ditanyakan
kepadanya perbuatan apakah yang dilakukannya ketika di dunia hingga ia menjadi
penghuni surga?. Dia menjawab bahwa selagi di dunia, ia pernah menanam sebuah
pohon. Dengan sabar dan tulus, pohon itu dipeliharanya hingga tumbuh subur dan
besar. Menyadari akan keadaannya yang miskin ia teringat bunyi sebuah hadits
Nabi, Tidak seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-
tumbuhan, kemudian buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan
yang demikian itu adalah shodaqoh baginya. Didorong keinginan untuk bersedekah,
maka ia biarkan orang berteduh di bawahnya, dan diikhlaskannya manusia dan
burung memakan buahnya. Sampai ia meninggal pohon itu masih berdiri hingga
setiap orang (musafir) yang lewat dapat istirahat berteduh dan memetik buahnya
untuk dimakan atau sebagai bekal perjalanan. Burung pun ikut menikmatinya.
Riwayat tersebut memberikan nilai yang sangat berharga sebagai bahan
kontemplasi, artinya dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan memberikan
dua pahala sekaligus, yakni pahala surga dunia berupa hidup bahagia dan sejahtera
dalam lingkungan yang bersih, indah dan hijau, dan pahala surga akhirat kelak di
kemudian hari.Untuk mendapatkan dua pahala tersebut seorang manusia harus
peduli terhadap lingkungan, apalagi manusia telah diangkat oleh Allah sebagai
khalifah. Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah ayat 30 berikut : Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Kekhalifahan menuntut
manusia untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu agar
mencapai maksud dan tujuan penciptaanNya.
Al-Quran tidak mengenal istilah penaklukan alam karena secara tegas Al-Quran
menyatakan bahwa yang menaklukan alam untuk manusia adalah Allah. Secara
tegas pula seorang muslim diajarkan untuk mengakui bahwa ia tidak mempunyai
kekuasaan untuk menundukkan sesuatu kecuali dengan penundukan Allah.
BAB IV PENUTUP
4.1 KesimpulanManusia sebagai khalifah di muka bumi ini harus bertindak sosial dengan cara
memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menjaga kesehatan serta meningkatkan
kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya.
Manusia mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan ekosistem serta
habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-kebijakan
tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan
kesehatan manusia itu sendiri.
Kemampuan kita untuk menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana
hubungan kita sebagai manusia dan lingkungan kita. Hal ini memerlukan
pembiasaan diri yang dapat membuat kita menyadari hubungan manusia dengan
lingkungan seperti yang telah dituntunkan dalam agama islam. Manusia memiliki
tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga kelangsungan hidup manusia itu
sendiri dimasa akan datang.
4.2 Saran
Sebagai manusia atai khalifah di bumi ini kita harus menjaga dan melestarikan
lingkungan dan alam yang telah diciptakan oleh Allah swt untuk agar kita bias tetap
hidup dan untuk anak cucu kita kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Adlany, Mohammad. 2011. Islam dan Lingkungan Hidup. Diakses dari Internet,
Oktober 2012. www.teosophy.wordpress.com
Annaceria. 2011. Kesehatan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Diakses dari
Internet, Oktober 2012. www.annaceria.wordpress.com
Kurais, Muhiddin. 2012. Pendidikan Agama Islam. Makassar
Syah, Benny. 2007. Ramah Lingkungan dalam Pandangan Islam. Diakses dari
Internet, Oktober 2012. www.bennysyah.edublogs.org
Syamsul. 2012. Manusia dan Lingkungan Hidup. Diakses dari Internet, Oktober
2012. www.s yamsul89.blogspot.com
Materi Tambahan
Islam mengajarkan umatnya untuk melindungi dan menjaga alam dan lingkungan. Pada masa kekhalifahan, peradaban Islam di Semenanjung Arab memiliki dan menjaga kawasan konservasi yang disebut Hima. Hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apapun bagi kepentingan manusia. Tempat tersebut digunakan sebagai konservasi alam, baik untuk kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan.
Sebelum ajaran Islam turun, masyarakat Arab juga telah mengenal hima. Para era pra-Islam, hima sering digunakan untuk melindungi suku-suku nomaden tertentu dari musim kemarau yang panjang. Hima yang cenderung subur karena mengandung banyak air dan rumput digunakan sebagi tempat menggembala ternak. Para pemimpin suku-suku nomaden yang cerdik menggunakan hima untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Murut al-Shafi‘i, seorang ilmuwan Muslim di era keemasan, pada masa pra-Islam, hima digunakan sebagai alat untuk melakukan penindasan terhadap suku-suku lain.
Para sejarawan Muslim di masa kekhalifahan juga kerap mengupas masalah itu. Pada masa pra-Islam, hima berada dibawah perlindungan dewa suku-suku tertentu. Baik tumbuhan maupun binatang di dalam hima sangat dilindungi. Sehingga binatang-bintang di dalam hima memiliki hak istimewa yakni berkeliaran sesuka hati, merumput tanpa ada gangguan manusia. Setelah datangnya agama Islam, konsep hima sebagai tempat perlindungan binatang dan tumbuhan tetap dilestarikan. Para khalifah terus menyerukan dan mempraktikkan perlindungan terhadap hima . Pada masa kejayaan Islam, para khalifah kerap mengatakan, setiap spesies binatang memiliki bangsanya sendiri.
Krisis lingkungan yang terjadi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamentalis-filosofis dalam pemahaman ataucara pandang manusia terhadap dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan itu menyebabkan kesalahan pola perilaku manusia, terutama dalam berhubungan dengan alam.
Aktivitas produksi dan perilaku konsumtif gila-gilaan melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif. Di samping itu, paham materialisme, kapitalisme, dan pragmatisme
dengan kendaraan sains dan teknologi telah ikut mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan.
Upaya untuk penyelamatan lingkungan telah banyak dilakukan baik melalui penyadaran kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders), upaya pembuatan peraturan, kesepakatan nasional dan internasional, undang-undang maupun melalui penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sains dan teknologi serta program-program teknis lain juga telah banyak dilakukan.
Islam mempunyai konsep yang sangat jelas tentang pentingnya konservasi, penyelamatan, dan pelestarian lingkungan. Konsep Islam tentang lingkungan ini ternyata sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip ekologi yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip-prinsip ekologi tersebut telah pula dituangkan dalam bentuk beberapa kesepakatan dan konvensi dunia yang berkaitan dengan lingkungan. Akan tetapi, konsep Islam yang sangat jelas tersebut belum dimanfaatkan secara nyata dan optimal.
Maka, harus segera dilakukan penggalian secara komprehensif tentang konsep Islam yang berkaitan dengan lingkungan serta implementasi dan revitalisasinya. Konsep Islam ini kemudian bisa digunakan sebagai dasar pijakan (moral dan spiritual) dalam upaya penyelamatan lingkungan atau bisa disebut sebagai “teologi lingkungan”. Sains dan teknologi saja tidak cukup dalam upaya penyelamatan lingkungan yang sudah sangat parah dan mengancam eksistensi dan fungsi planet bumi ini. Permasalahan lingkungan bukan hanya masalah ekologi semata, tetapi menyangkut teologi.Pusat Perhatian
Pengertian “teologi” dalam konteks ini adalah cara “menghadirkan” dalam setiap aspek kegiatan manusia. Dalam bahasa lain, teologi dapat dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak yang dihubungkan dengan “Yang Gaib” yang menciptakan sekaligus mengatur manusia dan alam. Jadi, terdapat tiga pusat perhatian (komponen) bahasan yakni Tuhan, manusia, dan alam, yang ketiganya mempunyai kesatuan hubungan fungsi dan kedudukan. Jadi, teologi hubungan antara manusia dan alam dengan Tuhan adalah “konsep berpikir dan bertindak tentang lingkungan hidup yang mengintegrasikan aspek fisik (alam termasuk hewan dan tumbuhan), manusia dan Tuhan”
Realitas alam ini tidak diciptakan dengan ketidaksengajaan (kebetulan atau main-main) sebagaimana pandangan beberapa saintis barat, tetapi dengan rencana yang benar al-Haq (Q.S. Al-An’am: 73; Shaad: 27; Al-Dukhaan: 38-39). Oleh karena itu, menurut perspektif Islam, alam mempunyai eksistensi riil, objektif, serta bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku tetap (qodar). Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan aliran idealis yang menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya.
Pandangan Islam tentang alam (lingkungan hidup) bersifat menyatu (holistik) dan saling berhubungan yang komponennya adalah Sang Pencipta alam dan makhluk hidup (termasuk manusia). Dalam Islam, manusia sebagai makhluk dan hamba Tuhan,
sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka bumi (Q.S. Al-An’am: 165). Manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Sang Pencipta (Al-Kholik). Tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam teologi pengelolaan lingkungan.Konsep lingkungan
Asas keseimbangan dan kesatuan ekosistem hingga saat ini masih banyak digunakan oleh para ilmuwan dan praktisi lingkungan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Asas tersebut juga telah digunakan sebagai landasan moral untuk semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan lingkungannya. Akan tetapi, asas keseimbangan dan kesatuan tersebut masih terbatas pada dimensi fisik dan duniawiah dan belum atau tidak dikaitkan dengan dimensi supranatural dan spiritual terutama dengan konsep (teologi) penciptaan alam. Jadi, terdapat keterputusan hubungan antara alam sebagai suatu realitas dan realitas yang lain yakni yang menciptakan alam. Dengan kata lain, nilai spiritualitas dari asas tersebut tidak terlihat.
Islam merupakan agama (jalan hidup) yang sangat memerhatikan tentang lingkungan dan keberlanjutan kehidupan di dunia. Banyak ayat Alquran dan hadis yang menjelaskan, menganjurkan bahkan mewajibkan setiap manusia untuk menjaga kelangsungan kehidupannya dan kehidupan makhluk lain dibumi. Konsep yang berkaitan dengan penyelamatan dan konservasi lingkungan (alam) menyatu tak terpisahkan dengan konsep keesaan Tuhan (tauhid), syariah, dan akhlak.
Setiap tindakan atau perilaku manusia yang berhubungan dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya harus dilandasi keyakinan tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT. yang mutlak. Manusia juga harus bertanggung jawab kepada-Nya untuk semua tindakan yang dilakukannya. Hal ini juga menyiratkan bahwa pengesaan Tuhan merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika. Bagi seorang Muslim, tauhid seharusnya masuk ke seluruh aspek kehidupan dan perilakunya. Dengan kata lain, tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok, etika sosial, ekonomi dan politik, termasuk etika dalam mengembangkan sains dan teknologi.
Di dalam ajaran Islam, dikenal juga dengan konsep yang berkaitan dengan penciptaan manusia dan alam semesta yakni konsep Khilafah dan Amanah. Konsep khilafah menyatakan bahwa manusia telah dipilih oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah fil’ardh). Sebagai wakil Allah, manusia wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam adalah sebagai pemelihara atau penjaga alam (rabbul’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga bumi. Artinya, menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Allah termasuk manusia sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya.
Manusia mempunyai hak atau diperbolehkan untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumber daya alam) yang tidak melampaui batas atau berlebihan (Al-An’am: 141-142).
Manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumber daya alam yang bersangkutan istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang dipelopori oleh pandangan barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak menguasai dan mengatur alam adalah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur yakni Rabbul Alamin. Hak penguasaannya tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh Allah tersebut. Dalam konteks ini, alam terutama bumi tempat tinggal manusia merupakan arena uji bagi manusia. Agar manusia bisa berhasil dalam ujiannya, ia harus bisa membaca “tanda-tanda” atau” ayat-ayat” alam yang ditujukan oleh Sang Maha Pengatur Alam. Salah satu agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu.
Lingkungan alam ini oleh Islam dikontrol oleh dua konsep (instrumen) yakni halal dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, menguntungkan, menenteramkan hati, atau yang berakibat baik bagi seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan adalah haram. Jika konsep tauhid, khilafah, amanah, halal, dan haram ini kemudian digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan kemaslahatan maka terbangunlah suatu kerangka yang lengkap dan komprehensif tentang etika lingkungan dalam perspektif Islam.
Konsep etika lingkungan tersebut mengandung makna, penghargaan yang sangat tinggi terhadap alam, penghormatan terhadap saling keterkaitan setiap komponen dan aspek kehidupan, pengakuan terhadap kesatuan penciptaan dan persaudaraan semua makhluk serta menunjukkan bahwa etika (akhlak) harus menjadi landasan setiap perilaku dan penalaran manusia. Kelima pilar etika lingkungan tersebut sebenarnya juga merupakan pilar syariah Islam. Syariah yang bermakna lain as-sirath adalah sebuah “jalan” yang merupakan konsekuensi dari persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan.
KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM
Oleh : Prof. Dr. K.H. Maman Abdurrahman,MA.*
Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam sumber ajaran tersebut, diterangkan bukan hanya aspek peristilahan yang digunakan, tetapi juga ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam menyoroti kebersihan. Maka perlu kajian tematik, sehingga ditemukan prinsip-prinsipnya dan bagaimana konsep kebersihan tersebut.
Sebagai ajaran yang lengkap yang memiliki unsur-unsur aqidah, syariah dan muamalah,sudah semestinya konsep itu ada, lebih-lebih bila dilihat dari aspek yang berkaitan dengan akhlak karimah.
Istilah yang digunakan sebagaimana disinggung Al-Qur’an dan Sunnah banyak menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan kebersihan atau kesucian. Dalam al-Qur’an ada istilah thaharah sebanyak 31 kata dan tazkiyah 59 kata.
Dalam al-Qur’an istilah nazhafah, sementara dalam hadist kata nazhafah dapat dilihat dalam riwayat, “al-Nazhafatu minal-Iman”. Dalam hadis istilah yang digunakan adalah istinja, istimar (ketika tidak ada air).
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan,
علي االسالم بني تعالي الله فان استطعتم ما بكل تنظفوانظيف كل اال ة الجن يدخل ولن النظافة
Artinya : “Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih.” (HR Ath-Thabrani).
Hadits lain menyebutkan,
يحب , , إن كريم ظافة الن يحب نظيف ب الطي يحب ب طي اللهأفنيتكم , , فنظفوا الجود يحب جواد الكرم
Artinya “Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan, Bersih (suci) dan mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan, bagus dan mencintai kebagusan, bersihkanlah rumahmu….” (H.R.Tirmidzi dari Saad).
Dalam implementasinya, istilah thaharah dan nazhafah ternyata kebersihan yang bersifat lahiriyah dan maknawiyah, sementara nazhafah atau fikihi istilah thaharah digunakan.
Pada kitab-kitab klasik disebutkan Bab al-najasah dan selanjutnya dibahas masalah air dan tanah, wudhu, mandi, mandi janabat, tayamum, dan lain-lain.
Namun demikian, ketika Allah menerangkan tentang penggunaan air untuk thaharah disandingkan pula dengan kesucian secara maknawiyah , dimaksud dengan maknawiyah ialah kesucian dari hadats, baik hadas besar atau kecil, sehingga dapat melaksanakan ibadah, seperti shalat dan thawaf. Kebersihan yang digunakan, juga nazhafah, istinja, dan istijmar.
Makna kebersihan yang digunakan Islam ternyata ada yang dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa dengan menggunakan istilah tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Qur’an ketika menyebutkan bahw zakat yang seakar dengan tazkiyah, maksudnya untuk membersihkan harta yang dizakati adalah dan yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan pengotoran harta sebenarnya ada korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah kebudayaan itu sendiri, sekaligus peradaban dan keyakinan.
Dengan demikian, konsep kebersihan dan kesucian yang berdasarkan keyakinan dan kebudayaan masing-masing ada nuansa, perbedaan, lidahnya; gajah, kerbau, dan babi yang kesohor makhluk “menjijikan” mandi di kubangan, dan demikian seterusnya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kotor dan jijik serta kebalikannya, bersih dan suci. Namun, semua itu baru pada tingkat lahiriyah.
Lalu, bagaimana Islam memberi makna kebersihan tersebut, yang menarik dalam kehidupan sehari-hari kita sering mndengar bahkan melakukannya sendiri, bukan hanya membersihkan badan kita, tetapi pakaian, rumah, halaman, kendaraan dan lain-lain. Mencuci diambil dari kata “mensucikan”, membuat suci yang identik dengan bersih. Ini artinya, apapun yang ada harus dibersihkan atau disucikan.
Aspek Kebersihan dalam Islam
Bersih secara konkrit adalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat apda badan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya. Umpamanya badan terkena tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniyah, tidak selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang yang tampak bersih, tetapi tak suci. Namun, yang kotor dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.
Hadits-hadits yang menjelaskan atas kepedulian Rasul terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan, sebagai berikut:
Kebersihan Lingkungan Sebagian dari Iman
Hadits yang diterima dari Abu Hurairah,
أن ا شهادة فأعالها شعبة، سبعون و بضع أو ون ست و بضع إليمان الطريق عن األذى إماطة وأدناها الله، إال الإله
Artinya: “Iman itu adalah 69 cabang. Maka yang utamanya ialah kalimah lLa ilaha illa allah dan yang paling rendahnya ialah membuang kotoran dari jalan dan malu itu cabang dari keimanan” (HR.Muslim, Abu Daud, al-Nasai, dan Ibn Majah)
Keberhasilan /ingkungan adalah Shadaqah
Hadits yang diterima dari Abu Hurairah,
: مس الش فيه تطلع يوم كل صدقة عليه اس الن من سالمى كلأو عليها له فتحمل ته داب في جل الر وتعين صدقة، اثنين بين تعدل
خطوة وبكل صدقة، بة الطي والكلمة صدقة، متاعه عليها له ترفعصدقة الطريق عن األذى وتميط صدقة، الصالة إلى تمشيها
Artinya: “Setiap salamku dari orang-orang adalah shadaqah; setiap hari yang terbit matahari sehingga ia adil antara dua orang adalah shadaqah; dan menolong orang atas kendaraannya memangkunya atau mengangkat barang-barangnya adalah shadaqah; dan kalimah yang baik adalah shadaqah; dan setiap langkah yang dilangkahkan untuk shalat adalah shadaqah dan
menunjukan jalan adalah shadaqah dan membuang gangguan dari jalan adalah shadaqah”. (HR Ahmad).
Mengotori Tempat Ibadah Perbuatan tidak Senonoh
Hadits diterima dari Abu Dzar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
ئها حسنها أمتي أعمال علي عرضت سي محاسن و في فوجدتالطريق عن يماط األذى أعمالها أعمالها مساوئ في وجدت و
تدفن ال المسجد في تكون خاعة النArtinya: “Disodorkan padaku amal yang uamtku yang baiknya dan yang buruknya. Maka aku dapatkan yang baik-baiknya adalah gangguan dari jalan dank au dapatkan sejelek-jeleknya adalah mendahak di masjid” (HR.al-Tahabrani)
Memelihara Kebersihan adalah Suatu Kebaikan
Hadits diterima dari Abu Darda, yang artinya: ”Barangsiapa yang membuang dari jalan umat Islam sesuatu yang mengganggu mereka, maka akan dicatat oleh Allah perbuatan itu kebaikan dan barangsiapa yang dicatat kebaikannya oleh Allah, maka akan dimasukan ke dalam surga”. (HR Ath-Thabrani).
Peduli lingkungan termasuk kasih saying pada yang lain
Hadits dari Ibn Addi, artinya: “Rasulullah melarang seseorang buang air di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai (yang mengalir)”. (HR.Ibn Addi)
Dilarang mengotori (populasi)tempat umum
Hadits dari Ibn Addi, artinya”Rasulullah melarang seseorang buang air di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai (yang mengalir)” (HR. Ibn Addi)
Untuk kesegaran jasmani (kesehatan)perlu memelihara lingkungan hidup
Al-Qur’an dan hadits banyak menggunakan lafal atau kosa kata thaharah yang mengindikasikan pada kesucian badan dari kotoran dan najis. Dalam surat al-Maidah: 6 dan surat an-Nisa: 43, ayat tersebut mewajibkan wudu dan atau mandi sebelum shalat, tampak mengandung dua makna sekaligus, yaitu thaharah secara hissiyah-jasmaniyah (konkrit-nyata) karena dibersihkan oleh air dan thaharah maknawiyah (abstrak) karena dibersihkan dengan air atau tanah ketika air itu tidak ada.
Dikatakan dua makna, “Sesungguhnya Allah adalah pengampun dan penyayang” pada akhir surat an-Nisa:43 karena wudhu dan mandi juga shalat adalah jalan membersihkan dosa. Rasul berkata, artinya: “Tidak ada seorang laki-laki yang berwudhu baik wudhunya, terus shalat dua rakaat, maka ia diampuni dosanya” (HR.Bukhari).
Kesucian secara rohani karena dia sudah ada dalam keta’atan, istighfar dan taubat pada Allah. Dalam kehidupan sehari-hari suci ini diungkapkan kepada seseorang yang sedang
haidatau dalam keadaan junub, misalnya, orang yang sudah bersih atau suci dari haid, disebut, “Hatta yath-hurna” (al-Baqarah:222).
Sebagaiman disebutkan terdahulu bahwa kebalikan dari thaharah adalah najasah atau najis. Dalam ungkapan lain ada juga ungkapan danas, kotor . dalam Islam istilah najis terkonsep dalam fuqaha. Dikalangan fuqaha najis digolongkan pada najis mughallzhah dan mukhaffafah. Dikatakan mughallazhah karena dalam membersihkannya di samping menggunakan airbsebanyak tujuh kalibjuga najis mukhaffafah yaitu najis yang cukup dicuci dengan sekali atau dua kali.
Tazkiyah wa thaharah al-Nafs
Kesucian jiwa adalah kesucian karena ia sebagai orang beriman akan al-Qur’an dan Sunnah atau ajaran Islam itu berfungsi sebagai tazkiyah. Tazkiyah adalah penyucian seseorang dari segala perbuatan yang mengurangi kesempurnaaan. Maka tazkiyat al-nafsi, pembersihan jiwa adalah dengan menumbuhkan amal shaleh pada diri seseorang. Sebagai mana disebut dalam al-Qur’an bahwa orang musyrik itu najis, sebagaimana dalam surat al-Taubah:28, “Innama al-musyrikuna najasun falayaqraub al-masjidal haram ba’da amihim hadza..” sebaliknya orang beriman adalah suci jiwanya dengan aqidah yang benar.
Tanah Mekah dan Madinah adalah suci bagi umat Islam karena tidak boleh diinjak oleh orang kafir. Kesucian jiwa berkaitan juga dengan akhlak mulia dan taubat. Ketika seseorang bertaubat maka ia mensucikan diri dari segala dosa. Penyucian dosa dengan istighfar dan tidak mengulangi lagi dosanya.
Tazkiyat wa thaharah al-mal
Kesucian harta adalah dimensi lain dari dari dimensi kesucian dalam Islam, tetapi juga di sini tidak selamanya bahwa menggunaka kata tazkiyah karena thuhratan atau thaharah. Namun, sebagaimana dimaklumi zakat disebut zkat karena mensucikan harta.
Untuk penyucian harta adalah dengan mengeluarkan zakat karena zakat itu sendiri artinya suci. Belum lagi dengan melalui sdaqah, infaq, dan wakaf. Dalam al-Qur’an surat at-Taubah:103, artinya”Ambillah dari harta mereka sadaqah (zakat), kau sucikan dan bersihkan mereka dengannya…” harta yang tidak pernah di zakati adalah harta kotor.
Dalam h
adis yang diriwayatkan HR. al-Bukhari, artinya: “ Bukan orang berimn yang kenyang sedangkan tetangga disampingnya lapar” (HR. Bukhari). (T/P013/R1)
*Ketua Umum Persatuan Islam (PERSIS).
Mi’raj News Agency (MINA)
Daftar Pustaka http://dkmfahutan.wordpress.com/2008/05/19/islam-dan-penyelamatan-lingkungan/
http://junisembilanlima.blogspot.com/2013/04/hubungan-islam-dan-kesehatan-lingkungan.htmlhttp://mirajnews.com/id/artikel/tausiyah/kebersihan-dan-kesehatan-lingkungan-dalam-islam/ diakses 19 November 2014