tugas ikatan valensi.docx

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut teori Bohr, elektron mengisi orbit menurut jarak yang semakin jauh dari inti. Menurut mekanika kuantum, elektron mengisi orbital menurut energy level yang semakin besar. Energy level ini ditentukan oleh bilangan kuantum dan tiap-tiap elektron dalam atom mempunyai empat bilangan kuantum yaitu bilangan kuantum utama (n = 1,2,3,….), bilangan kuantum azimuth atau sekunder (f = n - 1, n -2, …..0), bilangan kuantum magnet (m = -l…0…+l), bilangan kuantum spin (s = ± 1 2 ). Energy level pertama dapat diisi oleh 2 elektron, kedua oleh 8 elektron, ketiga oleh 18 elektron dan keempat oleh 32 elektron, Masing-masing energy level dari ketujuh energi level tersebut dibagi menjadi subenergy level s, p, d dan f. Dalam tiap-tiap energy level, tingkat energi s < p < d < f. Tingkat energi sublevel pada berbagai-bagai level sangat dipengaruhi oleh atom-atom sekitar dan nomor atom yang bersangkutan. Jumlah elektron maksimum masing-masing sublevel adalah sebagai berikut: l = 0, orbital s, satu orbital = 2 elektron l = 1, orbital p, satu orbital = 6 elektron l = 2, orbital d, satu orbital = 10 elektron l = 3, orbital f, satu orbital = 14 elektron. 1

Upload: nuwr-leapinyan

Post on 13-Nov-2015

633 views

Category:

Documents


79 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangMenurut teori Bohr, elektron mengisi orbit menurut jarak yang semakin jauh dari inti. Menurut mekanika kuantum, elektron mengisi orbital menurut energy level yang semakin besar. Energy level ini ditentukan oleh bilangan kuantum dan tiap-tiap elektron dalam atom mempunyai empat bilangan kuantum yaitu bilangan kuantum utama (n = 1,2,3,.), bilangan kuantum azimuth atau sekunder (f = n - 1, n -2,..0), bilangan kuantum magnet (m = -l0+l), bilangan kuantum spin (s = ).Energy level pertama dapat diisi oleh 2 elektron, kedua oleh 8 elektron, ketiga oleh 18 elektron dan keempat oleh 32 elektron, Masing-masing energy level dari ketujuh energi level tersebut dibagi menjadi subenergy level s, p, d dan f. Dalam tiap-tiap energy level, tingkat energi s < p < d < f. Tingkat energi sublevel pada berbagai-bagai level sangat dipengaruhi oleh atom-atom sekitar dan nomor atom yang bersangkutan. Jumlah elektron maksimum masing-masing sublevel adalah sebagai berikut:l = 0, orbital s, satu orbital = 2 elektronl = 1, orbital p, satu orbital = 6 elektronl = 2, orbital d, satu orbital = 10 elektronl = 3, orbital f, satu orbital = 14 elektron.Elektron mengisi sublevel atom menurut aturan Hund, yaitu elektron dalam satu sublevel bertendensi mempunyai spin sama. Ini berarti elektron tidak akan berpasangan sebelum tiap-tiap orbital diisi oleh satu elektron dengan spin yang sama.Teori koordinasi Werner merupakan teori yang paling berhasil dalam menjelaskan struktur dan isomerisme senyawa-senyawa koordinasi. Akan tetapi, teori koordinasi Werner tidak menjelaskan bagaimana pembentukan ikatan antara atom pusat dengan ligan-ligan yang ada. Penerapan teori ikatan pada senyawa koordinasi (kompleks) pertama yang cukup berhasil dikemukakan oleh Linus Pauling dan dikenal dengan teori ikatan valensi. Pembentukan ikatan-ikatan antara atom pusat dengan ligan-ligan dijelaskan pertama kali berdasarkan teori ikatan valensi (Valance Bond Theory). Disamping itu teori ikatan valensi juga dapat menjelaskan kemagnetan dan kestabilan dari senyawa-senyawa kompleks. Teori ikatan valensi mencakup dua konsep penting yaitu eksitasi dan hibridisasi.B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah pada makalah ikatan valensi adalah sebagai berikut:1. Apakah yang dimaksud dengan bilangan koordinasi, struktur kompleks dan hibridisasi?2. Bagaimanakah pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan proses eksitasi?3. Bagaimanakah pembentukan senyawa kompleks dengan melibatkan proses eksitasi?4. Apakah perbedaan antara kompleks dengan orbital dalam dan kompleks dengan orbital luar?5. Bagaimana prinsip kelektronegatifan dan ikatan balik?6. Apakah keunggulan dan kelemahan teori ikatan valensi? C. Tujuan Beberapa tujuan penulis dalam membahas makalah tentang ikatan valensi ini adalah:1. Untuk memahami tentang bilangan koordinasi, struktur kompleks dan hibridisasi2. Untuk mengetahui pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan dan melibatkan proses eksitasi3. Untuk mengenal perbedaan antara kompleks dengan orbital dalam dan kompleks dengan orbital luar4. Untuk mengetahui prinsip kelektronegatifan dan ikatan balik5. Untuk mengetahui keunggulan serta kelemahan teori ikatan valensi.

D. ManfaatAdapun manfaat yang diharapkan oleh penulis terhadap para minat baca yang telah membaca makalah ini, yaitu dapat menambah pengetahuan tentang bilangan koordinasi, senyawa kompleks dan hibridisasi yang tentunya berdasarkan teori ikatan valensi, dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan literatur untuk hasil karya tulis ilmiah selanjutnya.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Bilangan Koordinasi, Struktur Kompleks dan HibridisasiTeori ikatan valensi menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk ditempati oleh PEB yang disumbangkan oleh liganTeori ikatan valensi dikembangkan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1930. Berdasarkan teori ini senyawa koordinasi dianggap terbentuk dari reaksi antara asam lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi antara keduanya. Di dalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks, atom pusat memiliki bilangan koordinasi tertentu. Struktur senyawa koordinasi dengan bilangan koordinasi 2 sampai 6 diberikan pada tabel berikut: BKJenis HibridisasiBentuk GeometriContoh

234456spsp2sp3dsp2sp3d atau dsp3

LinearSegitiga datarTetrahedralBujursangkarTrigonal bipiramidaOktahedral

Berdasarkan teori ikatan valensi, struktur senyawa koordinasi atau senyawa kompleks berhubungan erat dengan susunan dalam ruang dari orbital-orbital atom pusat yang digunakan dalam pembentukan ikatan. Untuk ion misalnya, atom pusat ion tersebut adalah Ag+ dengan konfigurasi elektron Ag+ : 4d10 5s0 5p0. pada pembentukan ion dua ligan CN- mendonorkan dua PEB. Dua PEB tersebut menempati dua orbital kosong pada ion Ag+. Apabila dua PEB tersebut menempati orbital 5s dan salah satu orbital 5p dari ion Ag+, maka dua ikatan Ag-C yang ada akan memiliki panjang ikatan berbeda, ikatan yang menggunakan orbital 5s akan lebih pendek dibandingkan dengan ikatan yang menggunakan orbital 5p. Apabila dua PEB tersebut menempati dua dari tiga orbital 5p pada ion Ag+, maka dua ikatan Ag-C yang akan memiliki panjang yang sama dan sudut ikatan C-Ag-C sekitar 90o. Sehingga bentuk yang diperoleh adalah huruf V seperti pada gambar berikut:

keterangan:(a) Tiga orbital 5p pada ion Ag+,(b) Ion dengan bentuk huruf V bila pada pembentukannya menggunakan dua dari tiga orbital 5p yang ada pada ion Ag+,(c) Ion berbentuk linear berdasarkan hasil ekperimen.Fakta eksperimen menunjukkan bahwa dua ikatan Ag-C yang terdapat pada ion adalah sama panjang, yaitu 213 pm, dan sudut ikatanAg-C sebesar 180o. Hal ini menunjukkan bahwa pada pembentukan ikatan antara ion Ag+ dengan dua liga CN-, ion Ag+ tidak menggunakan 5s dan salah satu dari tiga orbital 5p, atau dua dari tiga orbital 5p yang ada, melainkan menggunakan dua orbital yang sama jenis dan tingkat energinya dan posisinya berlawanan arah.Beberapa ligan yang lazim adalah ion halida (F-, Cl-, Br-, I-), amonia (NH3), karbon monoksida (CO), dan air. Setiap ligan ini hanya mampu membentuk ikatan tunggal dengan satu atom logam pusat, sehingga disebut monodentat (mono = satu dan dens = gigi) yang menyatakan bahwa pada pengikatannya hanya pada satu titik. Ligan lain yang dapat membentuk dua atau lebih ikatan seperti itu dan dinamakan bidentat, tridentat, dan seterusnya. Kompleks yang ligannya berkoordinasi dengan perantaraan dua atau lebih donor ke atom usat yang sama dinamakan kelat (chele, berarti cakar), sebab ligan tersebut mencengkram atom pusat seperti tang/catut, (Oxtoby David.W, dkk, 2003; 139)Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.Apabila diperhatikan contoh-contoh yang lain yang terdapat pada pada tabel di atas, tampak bahwa pada pembentukan ikatan-ikatannya, atom pusat tidak menggunakan orbital s, p , dan d, melainkan mengunakan orbital-orbital yang sama jenisnya dengan tingkat energi yang sama pula. Orbital-orbital ini disebut orbital-orbital hibrida (hybrid orbitals) yang diperoleh melalui proses hibridisasi (hybridization). Hibridisasi adalah proses pembentukan orbital-orbital hibrida denga tingkat energi yang energi yang sama melalui kombinasi linearbdari orbital-orbital atom yang berbeda dengan tingkat energi yang berbeda pula. Orbital-orbital yang mengalami hibridisasi tersebut adalah milik dari atom pusat. Jumlah orbital hibrida yang terbentuk dari proses hibridisasi adalah sama dengan jumlah orbital-orbital hibrida yang terbentuk serta susunannya daam ruang diberikan pada tabel berikut:HibridisasiOrbital atom yang terlibatJumlah dan jenis orbital hibrida yang terbentukSusunan dalam ruang

sp1 orbital s dan 1 orbital p (pz)2 orbital hibrida spBerlawanan arah

sp21 orbital s, dan 2 orbital p (px, py)3 orbital hibrida sp2Mengarah pada pojok-pojok segitiga sama sisi

sp31 orbital s, dan 3 orbital p (px, py, pz)4 orbital hibrida sp3Mengarah pada pojok-pojok tetrahedral

dsp21 orbital d (dx2- y2), 1 orbital s dan 2 orbital p (px, py) 4 orbital hibrida dsp2Mengarah pada ojok-pojok bujursangkar

dsp3 atau sp3d1 orbital d (dz2), 1 orbital s dan 3 orbital p (px, py, pz)5 orbital hibrida dsp3 atau sp3dMengarah pada pojok-pojok trigonal bipiramida

d2sp3atau sp3d22 orbital d (dx2- y2, dan dz2), 1 orbital s dan 3 orbital p (px, py, pz)6 orbital hibrida d2sp3 atau sp3d2Mengarah pada pojok-pojok oktahedral

Hubungan antara bilangan koordinasi atom pusat, jenis hibridisasi dan struktur kompleks adalah:

3 orbital hibrida sp2mengarah pada pojok-pojoksegitiga sama sisi

Tingkat energi orbital-orbital hibrida adalah diantara tingkat energi orbital-orbital yang terlibat hibridisasi. Tingkat energi orbital-orbital hibrida sp3 adalah lebih rendah dibandingkan tingkat eergi orbital p, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan tingkat energi orbital s. Di samping itu, tingkat energi orbital-orbital hibrida sp3 adalah lebih dekat ke tingkat energi orbital p dibandingkan ke tingkat energi orbital s karena jumlah orbital p yang terlibat dalam hibridisasi lebih banyak dibandingkan orbital s.

Dalam pengisian elektron pada orbital atau orbital hibrida, orbital dan orbital hibrida dapat dilambangkan dengan kotak, lingkaran atau garis mendatar, sedangkan elektron dilambangkan dengan apabila memiliki spin ,dan apabila memiliki spin -, (Effendy, ....; 105)

B. Pembentukan Senyawa Kompleks Pembentukan senyawa kompleks berdasarkan teori ikatan valensi ada yang tidak melibatkan proses eksitasi dan adayang melibatkan proses eksitasi.a. PembentukanSenyawaKompleksTanpaMelibatkanProsesEksitasiPembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan proses eksitasi, langkah-langkah yang diperlukan adalah :1. Menuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan dasar.2. Menuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan hibridisasi3. Menuliskan konfigurasai elektron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-pasangan elektron bebas dari ligan-ligan.Contoh pembentukan kompleks dengan bilangan koordinasi 2-6 tanpa melibatkan proses eksitasi.Contoh 1 : [Ag(CN)2]-Konfigurasi elektron:

Ion Ag+ (keadaan dasar): Ion Ag+ (hibridisasi):

Ion Ag+ dalam :

Berdasarkan asas energenetika, tingkat energi dari kompleks adalah paling rendah apabila dua ligan CN- minimal. Hal ini terjadi apabila dua ligan CN- posisinya berlawanan, sehingga kompleks memiliki struktur linear. Fakta eksperimen membuktikan hal tersebut. Di samping itu, ion bersifat diamagnetik. Oleh karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan hibridisasi sp. Sifat diamagnetik dari kompleks ditunjukkan dengan pasangannya semua elektron yang terdapat pada atom pusatnya.Contoh 2 : [AgBr(PPh3)2]Konfigurasi elektron:

Ion Ag- (keadaan dasar):

Ion Ag- (hibridisasi):

Ion Ag- dalam [AgBr(PPh3)2]:

Sifat diamagnetik dari kompleks [AgBr(PPh3)2] ditunjukkan dengan pasangannya semua elektron yang terdapat pada atom pusatnya.Contoh 3 : [NiCl4]2-Konfigurasi elektron:

Ion Na2+ (keadaan dasar):

Ion Na2+ (hibridisasi):

Ion Na2+ dalam [NiCl4]2-:

Sifat paramagnetik dari ion [NiCl4]2- ditunjukkan dengan adanya dua elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.Contoh 4 : [CuCl5]3-Konfigurasi elektron:

Ion Cu2+ (keadaan dasar):

Ion Cu2+ (hibridisasi):

Ion Cu2+ dalam [CuCl5]3- :

Sifat paramagnetik dari ion [CuCl5]3- ditunjukkan dengan adanya sebuah elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.Contoh 5 : [FeCl6]3-Konfigurasi elektron:

Ion Fe3+ (keadaan dasar):

Ion Fe3+ (hibridisasi):

Ion Fe3+ dalam [FeCl6]3- :

Sifat paramagnetik dari ion [FeCl6]3- ditunjukkan dengan adanya lima elektron yang tidak berpasangan.Contoh 6 : [CoF6]3-Konfigurasi elektron:

Ion Co3+ (keadaan dasar):

Ion Co3+ (hibridisasi):

Ion Co3+ dalam [CoF6]3- :

Sifat paramagnetik dari ion [CoF6]3- ditunjukkan dengan adanya 4 elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.Berdasarkan contoh-contoh 1 sampai 6 dapat disimpulkan bahwa pada pembentukan kompleks yang tidak melibatkan proses eksitasi dihasilkan kompleks yang bersifat paramagnetik atau diamagnetik. Suatu kompleks selalu bersifat paramagnetik apabila atom pusatnya memiliki elektron dengan jumlah ganjil. b. PembentukanSenyawaKompleksdenganMelibatkanProsesEksitasiTingkat energi atom pusat setelah mengalami eksitasi adalah lebih tinggi dbandingkan tingkat energinya pada keadaan dasar. Hal ini disebabkan oleh 3 hal, yaitu:1. Akibat hilangnya energi penstabilan. Pada keadaan dasar, dua elektron tidak berpasangan dengan spin yang sama pada orbital-orbital degenerat dapat melakukan tukar menukar tempat. Energi yang terlibat dalam proses tersebut disebut energi pertukaran yang dapat menstabilkan sistem yang ada.2. Diperlukannya energi untuk membalikspin salah satu elektron agar mereka pada waktu berpasangan tidak melanggar larangan Pauli.3. Dua elektron yang dipasangakn adalah bermuatan negatif, sehingga pada waktu mereka dipasangkan timbul tolakan. Untuk mengatasi tolakan ini maka dua elektron itu harus dipaksa berpasangan. Hal ini memerlukan sejumlah energi.Dalam menjelaskan pembentukan senyawa kompleks atau kompleks yang melibatkan proses eksitasi.Langkah-langkah yang diperlukan adalah :1. Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan dasar2. Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan eksitasi;3. Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan hibridisasi;4. Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-pasangan elektron bebas (PEB) dari ligan-ligan.Contoh 1 : [Ni(CN)4]2-Konfigurasi elektron :

Ion Ni2- (keadaan dasar) :

Ion Ni2- (eksitasi) : Ion Ni2- (hibridisasi) :

Ion Ni2- dalam [Ni(CN)4]2- :

Bersifat diamagnetik ion [Ni(CN)4]2- ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang ada.Contoh 2 : [Fe(NH3)6]3+Konfigurasi elektron:

Ion Fe3+ (keadaan dasar) :Ion Fe3+ (eksitasi) : Ion Fe3+ (hibridisasi) :

Ion Fe3+ dalam [Fe(NH3)6]3+:

6 PEB dari 6 ligan NH3Bersifat paramagnetik, ditunjukkan ada satu elektron yang tidak berpasangan.Contoh 3 : [Co(NH3)6]3+Konfigurasi elektron:

Ion Co3+ (keadaan dasar) :Ion Co3+ (eksitasi) : Ion Co3+ (hibridisasi) :

Ion Co3+ dalam [Co(NH3)6]3+:

Bersifat diamagnetik, ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang adaContoh 4 : [Cu(NH3)4]2+Konfigurasi elektron:

Ion Cu2- (keadaan dasar) :Ion Cu2- (eksitasi) : Ion Cu2- (hibridisasi) :

Hibridisasi dsp2Ion Cu2- dalam [Cu(NH3)4]2+ :

Bersifat paramagnetik, ditunjukkan satu elektron yang tidak berpasanganContoh 5 : [Ni(CO)4]Konfigurasi elektron:Ion Ni (keadaan dasar) : Ion Ni (eksitasi) :

Ion Ni (hibridisasi) : Hibridisasi sp3Ion Ni dalam [Ni(CO)4] :

4 PEB dari 4 ligan COBersifat diamagnetik, ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang ada.Contoh 6 : [Fe(CO)5]Konfigurasi elektron:

Ion Fe (keadaan dasar) : Ion Fe (eksitasi) : Ion Fe (hibridisasi) : Ion Fe dalam [Fe(CO)5]:

Bersifat diamagnetik [Fe(CO)5], ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang ada.Dari contoh-contoh di atas tampak bahwa pada waktu terjadi eksitasi elektron, dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu:(1) pemasangan spin elekron-elektron yang sebelumnya memiliki spin paralel atau spin yang sama (contoh 1, 2 dan3).(2) Perpindahan elektron ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi (contoh 4)(3) Perpindahan elektron ke orbital yang tingkat energinya lebih rendah diikuti dengan pemasangan spin elektron-elektron (contoh 5 dan 6).

C. Kompleks dengan Orbital Dalam dan Kompleks dengan Orbital LuarPembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.Contoh: 1) [Fe(CN)6]3-; memiliki bentuk geometris oktahedralFe26: [Ar] 3d6 4s2Fe3+: [Ar] 3d5 4s0

: [ Ar] 3d5 4s1 4p0 Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan dipasangkan dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2 orbital d yang semula ditempati oleh kedua elektron tersebut kosong dan dapat digunakan untuk membentuk orbital hibridal d2sp3Fe3+: [Ar]

hibridisasi d2sp3 Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d yang berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital hibrida semacam ini disebut sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital complex)2) Ion [FeF6]3-, memiliki bentuk geometris oktahedral. Jika diasumsikan kompleks ini merupakan kompleks orbital dalam dengan hanya satu elektron yang tidak berpasangan, maka seharusnya momen magnet senyawa adalah sebesar 1,73 BM. Menurut hasil pengukuran, momen magnet ion [FeF6]3- adalah sebesar 6,0 BM, yang akan sesuai jika terdapat lima elektron tidak berpasangan. Berarti ion Fe3+ dalam kompleks mengalami hibridisasi sp3d2 dengan melibatkan orbital d sebelah luar, dan disebut sebagai kompleks orbital luar (outer orbital complex).Fe26: [Ar] 3d6 4s2Fe3+: [Ar] 3d5 4s0 : [Ar]

membentuk orbital hibrida sp3d2 3d5 4s1 4p0 4d0

D. Prinsip Keelektronetralan dan Ikatan BalikDalam teori ikatan valensi, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam Basa Lewis. Atom logam sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari ligan yang bertindak sebagai basa Lewis, sehingga mendapatkan tambahan muatan negatif. Dengan demikian densitas elektron pada atom logam akan menjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil. Pada kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil, sehingga diasumsikan walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dari PEB yang didonorkan oleh ligan, atom pusat memiliki muatan yang mendekati nol atau hampir netral. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menerangkan hal ini :(1) ElektronetralitasLigan donor umumnya merupakan atom dengan elektronegativitas yang tinggi, sehingga atom ligan tidak memberikan keseluruhan muatan negatifnya, sehingga elektron ikatan tidak terdistribusi secara merata antara logam dengan ligan(2) Backbonding (ikatan balik)Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah, kerapatan elektron diturunkan melalui pembentukan ikatan balik (backbonding) atau resonansi ikatan partial. Ion pusat memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan melalui pembentukan ikatan phi ().Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan bentuk geometris dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan sifat kemagnetan dari sebagian besar kompleks.Pauling (dalam Efendy,....; 120 menyatakan bahwa Co dalam [CoL6]2+ tidak akan sampai memiliki muatan formal negatif sebesar -4 yang tidak menguntungkan bagi kestabilan kompleks. Hal ini disebabkan atom donor yang terdapat pada ligan, misalnya atom O, N, dan halogen, merupakan atom yang kelektronegatigannya lebih tinggi dibandingkan kelektronegatifan atom pusat. Perbedaan keelektronegatifan ini menyebabkan pasangan elektron ikatan antara atom pusat dengan atom donor lebih tertarik ke ligan, sehingga mengakibatkan timbulnya muatan parsial positif pada atom Co dan muatan parsial negatif pada ligan. Sebagai konsekuensinya muatan formal negatif atom pusat berkurang, atau atom pusat mungkin muatan formalnya menjadi nol (netral). Kecenderungan atom pusat dalam kompleks untuk memiliki muatan formal yang harganya nol atau negatif rendah merupakan petunjuk praktis untuk menerangkan penyebab kestabilan suatu kompleks, dan disebut dengan prinsip keelektronetralan.Pauling (dalam Ramlawati, 2005; 34) menjelaskan bahwa ada dua alasan mengapa fakta menunjukkan bahwa logam tidak bermuatan negatif, yaitu; pertama karena ligan donor pada umumnya atom yang kelektronegativitas tinggi, seperti N dan O, sehingga elektron ikatan tidak akan terdistribusi sama antara logam dan ligan. Jadi induksi muatan positif pada logam membantu mengurangi muatan formal negatif ion pusat. Pauling mengatakan bahwa kompleks akan stabil jika elektronegativitas ligan sedemikian sehingga logam dapat mencapai kondisi netral. Aturan semacam ini dikenal sebagai prinsip elektronetralitas. Pada kompleks yang atom donornya memiliki kelektronegatifan yang rendah, misalnya atom donor karbon pada ligan CO, penstabilan kompleks berdasarkan prinsip kelektronetralan karena pasangan elektron ikatan dapat dianggap tertarik sama kuat ke atom pusat dan ke atom donor. Misalnya pada kompleks [Ni(CO)4], secara teoritis muatan atom nikel adalah -4 sehingga [Ni(CO)4] seharusnya bersifat tidak stabil. Fakta eksperimen menunjukkan bahwa kompleks tersebut bersifat stabil. Sumber kstabilan tersebut adalah adanya kemampuan dari ligan CO untuk menerima pasangan elektron dari atom Ni. Berdasarkan teori ikatan valensi proses ini dapat dijelaskan melalui resonansi berikut:

Pada resonansi di atas, berapa pun besarnya konstribusi struktur kanonis II terhadap hibrida resonansi dari kompleks [Ni(CO)4], rapatan elektron akan bergeser dari atom nikel ke atom oksigen sehingga mengurangi muatan formal negatif dari atom nikel. Pengurangan muatan formal negatif pada atom nikel menyebabkan kompleks [Ni(CO)4] bersifat stabil. (Efendy, ....; 122)Pembentukan ikatan balik berdasarkan teori ikatan valensi memerlukan tersedianya orbital p dari atom karbon. Orbital p dapat disediakan apabila salah satu dari dua ikatan antara atom karbon dan atom oksigen putus, sehingga ikatan antara dua atom tersebut digambarkan sebagai ikatan rangkap dua.

E. Keunggulan dan kelemahan teori ikatan valensi Sebagaimana diuraikan di depan bahwa suatu kompleks dapar bersifat paramagnetik atau diamagnetik. Suatu kompleks bersifat diamagnetik apabila memiliki harga momen magnetik efektif nol, dan bersifat paramagnetik bila memiliki harga momen magnetikefektif lebih besar dari nol.Sampai sekitar tahun 1943 teori ikatan valensi merupakan satu-satunya teori yang digunakan oleh para pakar kimia anorganik dalam menerangkan struktur dan kemagnetan senyawa kompleks. Di samping itu, teori ini dapat digunakan untuk meramalkan kemungkinan struktur dan kemagnetan senyawa-senyawa kompleks yang belum disintesis. Fakta eksperimen tentang senyawa-senyawa kompleks yang baru berhasil disintesis ternyata banyak yang cocok dengan ramalan yang didasarkan atas teori ikatan valensi. Meskipun demikian, teori ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu:1. Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan temperatur.2. Tidak dapat menjelaskan warna atau spektra senyawa kompleks.3. Tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleks.Adanya kelemahan dari teori ikatan valensi memungkinkan untuk diterapkannya teori lain yang dapat menjelaskan ketiga fakta di atas. Salah satu teori tersebut adalah teori medan kristal (Crystal Field Theory).

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanTeori ikatan valensi menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk ditempati oleh PEB yang disumbangkan oleh ligan.Berdasarkan teori ikatan valensi, senyawa koordinasi dianggap terbentuk dari reaksi antara asam lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi antara keduanya. Di dalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks, atom pusat memiliki bilangan koordinasi tertentu.Hibridisasi adalah proses pembentukan orbital-orbital hibrida denga tingkat energi yang energi yang sama melalui kombinasi linearbdari orbital-orbital atom yang berbeda dengan tingkat energi yang berbeda pula. Orbital-orbital yang mengalami hibridisasi tersebut adalah milik dari atom pusat.Pembentukan senyawa kompleks berdasarkan teori ikatan valensi ada yang tidak melibatkan proses eksitasi dan adayang melibatkan proses eksitasi. Pembentukan kompleks yang tidak melibatkan dan melibatkan proses eksitasi dihasilkan kompleks yang bersifat paramagnetik atau diamagnetik. Suatu kompleks selalu bersifat paramagnetik apabila atom pusatnya memiliki elektron dengan jumlah ganjil, bersifat diamagnetik apabila semua elektron dalam orbital berpasangan. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex.Kecenderungan atom pusat dalam kompleks untuk memiliki muatan formal yang harganya nol atau negatif rendah merupakan petunjuk praktis untuk menerangkan penyebab kestabilan suatu kompleks, dan disebut dengan prinsip keelektronetralan. Pembentukan ikatan balik berdasarkan teori ikatan valensi memerlukan tersedianya orbital p dari atom karbon. Orbital p dapat disediakan apabila salah satu dari dua ikatan antara atom karbon dan atom oksigen putus, sehingga ikatan antara dua atom tersebut digambarkan sebagai ikatan rangkap dua.Teori ikatan valensi memiliki beberapa kelemahan, tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan temperatur, warna atau spektra senyawa kompleks dan kestabilan senyawa kompleks

B. SaranPenulis menyarankan kepada publik untuk membaca makalah ini, sehingga kami berharap kepada minat baca untuk memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brady James. E., ........, Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1. Binarupa Aksara; Jakarta

Effendy, ........, Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1. Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang; Malang

Ramlawati, 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar; Makassar.

Oxtoby,dkk., 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 2. Erlangga; Jakarta.

Wilkinson dan Cotto, 2009. Kimia Anorganik Dasar. UI-Press; Jakarta.

1