tugas antena mikro dan spiral

117
RANCANG BANGUN A KOMBINASI PATCH A DEP UNIVERSITAS INDONESIA ANTENA MIKROSTRIP MULTI-BA H BENTUK C DAN BENTUK SPIR APLIKASI PEMBACA RFID SKRIPSI YUDHA DWI PRASETYA 06 06 07 4432 FAKULTAS TEKNIK PARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DEPOK NOVEMBER 2010 AND DENGAN RAL UNTUK Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

Upload: yunita95

Post on 13-Apr-2016

26 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Referensi Ta

TRANSCRIPT

  • RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIPKOMBINASI PATCH

    APLIKASI PEMBACA RFID

    DEPARTEMEN TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-BANDPATCH BENTUK C DAN BENTUK SPIRAL

    APLIKASI PEMBACA RFID

    SKRIPSI

    YUDHA DWI PRASETYA 06 06 07 4432

    FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

    DEPOK NOVEMBER 2010

    BAND DENGAN BENTUK C DAN BENTUK SPIRAL UNTUK

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

    egiStempel

  • RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIPKOMBINASI PATCH

    APLIKASI PEMBACA RFID

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

    UNIVERSITAS INDONESIA

    RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-BANDPATCH BENTUK C DAN BENTUK SPIRAL

    APLIKASI PEMBACA RFID

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

    YUDHA DWI PRASETYA 06 06 07 4432

    FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

    DEPOK NOVEMBER 2010

    BAND DENGAN BENTUK C DAN BENTUK SPIRAL UNTUK

    Sarjana Teknik

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Yudha Dwi Prasetya NPM : 0606074432 Tanda Tangan :

    Tanggal : 15 Desember 2010

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Yudha Dwi Prasetya NPM : 0606074432 Program Studi : Teknik Elektro Judul Skripsi : Rancang Bangun Antena Mikrostrip Multi-Band

    dengan Kombinasi Patch Bentuk C dan Bentuk Spiral untuk Aplikasi Pembaca RFID

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mata kuliah Skripsi pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Dr. Fitri Yuli Zulkifli S.T., M.Sc. ( )

    Penguji : Prof. Ir. Dr. Eko Tjipto Rahardjo, M.Sc.,

    Ph.D.

    ( )

    Penguji : Dr. Ir. Muhammad Asvial, M.Eng ( )

    Ditetapkan di : Depok Tanggal : 27 Desember 2010

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah Subhanahu Wa Taala atas segala Karunia dan Rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyusunan buku skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. Fitri Yuli Zulkifli, S.T., Msc, selaku dosen pembimbing dan Prof. Eko

    Tjipto Rahardjo, selaku Ketua Antenna Propagation and Microwave Research Group yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

    (2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan moril dan material.

    (3) Subroto Fajar Siddiq, Achmad Fauzi, Ilyas S., Nofrizal, Aditya Pepsi Inzani, Rommy R. Arief dan rekan-rekan mahasiswa/i Teknik Elektro Angkatan 2006 yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penyusunan buku skripsi ini.

    (4) Chyntia Selvi A. atas semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

    (5) Pihak- pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Akhir kata, semoga Allah Subhanahu Wa Taala membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dengan balasan yang lebih baik. Semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Depok, 13 Desember 2010

    Penulis

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Yudha Dwi Prasetya NPM : 0606074432 Program Studi : Teknik Elektro Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-eksklusif Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

    RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-BAND DENGAN KOMBINASI PATCH BENTUK C DAN BENTUK

    SPIRAL UNTUK APLIKASI PEMBACA RFID

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universtas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 15 Desember 2010

    Yang menyatakan

    (Yudha Dwi Prasetya)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • vii

    ABSTRAK

    Nama : Yudha Dwi Prasetya Program Studi : Teknik Elektro Judul : Rancang Bangun Antena Mikrostrip Multi-Band dengan

    Kombinasi Patch Bentuk C dan Bentuk Spiral untuk Aplikasi Pembaca RFID

    Pembimbing : Dr. Fitri Yuli Zulkifli, S.T., Msc.

    Dalam buku skripsi ini, dirancang sebuah antena mikrostrip dengan empat frekuensi kerja untuk aplikasi pembaca RFID. Antena mikrostrip ini memiliki bentuk C dengan sebuah slot didalamnya dikombinasikan dengan sebuah antenna spiral untuk menghasilkan empat buah frekuensi resonansi di 13,56, 433, 924 MHz dan 2,45 GHz. Antena patch ini dibuat diatas sebuah substrat FR4 epoksi dengan r = 4.4 dan memiliki dimensi 130 x 180 x 1.6 mm. Antena ini didesain dengan menggunakan software HFSSv11. Dari hasil simulasi menunjukkan antena ini memiliki karakteristik multi-band frekuensi dengan bandwidth antenna (return loss -10dB) masing masing adalah 13,512 13,607 MHz, 420,1 435,9 MHz, 905,4 925,5 MHz, dan 2,4023 2,5071 GHz. Sementara bandwidth antena hasil fabrikasi yang memiliki return loss -10 dB adalah 13,512 13,607 MHz, 420,1 435,9 MHz, 905,4 925,5 MHz dan 2,4023 2,5071 GHz.

    Kata kunci: radio frequency identification (RFID), antenna multi-band, antenna mikrostrip, antenna spiral.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • viii

    ABSTRACT

    Name : Yudha Dwi Prasetya Study Program : Teknik Elektro Title : Multi-band Microstrip Antenna with Combination of C-shape

    Patch and Spiral Shape for RFID Reader Supervisor : Dr. Fitri Yuli Zulkifli, S.T., Msc.

    In this paper, a multi-band microstrip antenna is proposed for radio frequency identification (RFID) reader. The microstrip antenna design is a combination of a C-shaped patch antenna with a slot on it and spiral planar antenna to have a resonance at 13,56 MHz, 433 MHz, 924 MHz and 2,45 MHz. The feed is microstrip line which is directly connected to the patch. This antenna is implemented on FR4 dielectric substrate with r = 4.4 and with dimension 130 x 180 x 1.6 mm. The antenna design is simulated using HFSSv11 software. Simulation results show multi-band characteristic with bandwidth (return loss -10dB) 13,512 13,607 MHz, 420,1 435,9 MHz, 905,4 925,5 MHz, and 2,4023 2,5071 GHz. Furthermore, the bandwidths from measurement result shows multiband characteristic at 13,512 13,607 MHz, 420,1 435,9 MHz, 905,4 925,5 MHz and 2,4023 2,5071 GHz.

    Key words : radio frequency identification (RFID), dual band antenna, microstrip antenna, spiral antenna.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................................ vii ABSTRACT .............................................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xv BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ..................................................................................................... 4 1.3 Batasan Masalah....................................................................................... 4 1.4 Metodelogi Penulisan ............................................................................... 4 1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................. 5

    BAB 2 ANTENA MIKROSTRIP ........................................................................... 7 2.1 Antena Mikrostrip................................. ................................................... 7

    2.1.1 Model Cavity untuk Analisa Antena Mikrostrip .................... 8 2.1.2 Saluran Mikrostrip (feed line) ................................................ 11 2.1.3 Antena Mikrostrip Patch Segi Empat ................................... 13

    2.2 Parameter Umum Antena Mikrostrip ....................................................... 14 2.2.1 Impedansi Masukan ............................................................... 14 2.2.2 VSWR .................................................................................... 14 2.2.3 Return Loss ............................................................................ 15 2.2.4 Bandwidth .............................................................................. 16 2.2.5 Pola Radiasi ............................................................................ 17 2.2.6 Gain ........................................................................................ 19 2.2.7 Keterarahan (Directivity) ....................................................... 19 2.2.8 Polarisasi ................................................................................ 20

    2.3 Elemen Peradiasi HF ................................................................................ 23 2.3.1 Expanded Grover Methode .................................................... 24 2.3.2 Bryan Methode ....................................................................... 25 2.3.3 Therman Methode .................................................................. 25

    2.4 Teknik Menghasilkan Multifrekuensi ..................................................... 26 2.4.1 Orthogonal Mode Multi Frequencies ..................................... 27 2.4.2 Multi Patch Multi Frequencies .............................................. 27 2.4.3 Reactively Loaded Multi Frequencies Antena ....................... 28

    BAB 3 PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI ........................................ 30 3.1 Perlengkapan Yang Digunakan ................................................................ 30

    3.1.1 Perangkat Keras ......................................................................... 30 3.1.2 Perangkat Lunak ........................................................................ 30

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • x

    3.2. Diagram Alir Perancangan Antena ......................................................... 31 3.3 Perancangan Antena ............................................................................... 32

    3.3.1 Menentukan Frekuensi Kerja Antena ........................................ 32 3.3.2 Menentukan Jenis Substrat yang Diinginkan ............................ 32 3.3.3 Menentukan Dimensi Saluran Pencatu ...................................... 33 3.3.4 Antena Berbentuk C. ................................................................. 34 3.3.5 Antena Berbentuk C dengan Slot. ............................................. 37 3.3.6 Karakterisasi Panjang Slot ......................................................... 39 3.3.7 Karakterisasi Lebar Slot ............................................................ 41 3.3.8 Antena Spiral ............................................................................. 42 3.3.9 Karakterisasi Antena Spiral ....................................................... 44 3.3.9.1 Karakterisasi Banyak Loop Antena Spiral .................... 45 3.3.9.2 Memperbaiki Return loss Antena Spiral ....................... 45 3.3.9.3 Karakterisasi lebar slot ground ...................................... 47 3.3.10 Hasil simulasi Antena Mikrostrip Multiband .......................... 48

    BAB 4 PENGUKURAN ANTENA DAN ANALISA ........................................... 56 4.1 Prosedur Pengukuran Antena .................................................................. 56 4.1.1 Pengukuran Port Tunggal .......................................................... 56 4.1.2 Pengukuran Pola Radiasi ........................................................... 57 4.1.3 Pengukuran Gain Absolut ......................................................... 58 4.2 Pengukuran Antena .................................................................................. 60 4.2.1 Pengukuran Port Tunggal .......................................................... 60 4.2.1.1 Pengukuran Return Loss dan VSWR ............................ 61 4.2.1.2 Hasil Pengukuran Impedansi Masukan ......................... 67 4.2.2 Hasil Pengukuran Pola Radiasi ................................................. 70 4.2.3 Pengukuran Axial Ratio ............................................................ 73 4.2.4 Pengukuran Gain ....................................................................... 76 4.3 Analisis Hasil Pengukuran ....................................................................... 76 4.3.1 Analisis Hasil Pengukuran Retun Loss ..................................... 76 4.3.2 Analisis Hasil Pola Radiasi Antena .......................................... 78 4.3.3 Analisis Pengukuran Gain ......................................................... 81

    BAB 5 KESIMPULAN ............................................................................................ 82 DAFTAR ACUAN .................................................................................................... 83 LAMPIRAN .............................................................................................................. 85 LAMPIRAN A ......................................................................................... 85 LAMPIRAN B ......................................................................................... 87 LAMPIRAN C ......................................................................................... 95

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Alokasi Frekuensi RFID.......................................................................... 2 Tabel 2.1 Perbandingan induktansi hasil pengukuran dan metode perhitungan ..... 26 Tabel 3.1 Spesifikasi Substrat Yang Digunakan ..................................................... 33 Tabel 3.2 Perbandingan antena Patch rectangular dengan antena patch bentuk C 37 Tabel 3.3 Perbandingan antena patch bentuk C tanpa slot dengan

    antena bentuk C dengan slot.................................................................... 39 Tabel 3.4 Hasil Simulasi Karakterisasi Panjang Slot .............................................. 40 Tabel 3.5 Dimensi Hasil Akhir Desain Antena ....................................................... 49 Tabel 3.6. Frekuensi Kerja Antena Multi-Band Hasil Simulasi............................... 52 Tabel 4.1 Spesifikasi Besaran Pengukuran Pola Radiasi ........................................ 58 Tabel 4.2 Tabel Bandwidth Hasil Pengukuran Antena ........................................... 63

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Sistem RFID ....................................................................................... 1 Gambar 2.1 Penampang Antena Mikrostrip .......................................................... 7 Gambar 2.2 Macam-macam Bentuk Patch.............. .............................................. 8 Gambar 2.3 Charge distribution dan current density pada patch mikrostrip...... .. 10 Gambar 2.4 Penampang Saluran Mikrostrip............ .............................................. 11 Gambar 2.5 Bandwidth Berdasarkan Return Loss ................................................. 16 Gambar 2.6 Pola Radiasi Directionals.............. ..................................................... 18 Gambar 2.7 Polarisasi Linier ................................................................................. 21 Gambar 2.8 Polarisasi Melingkar........................................................................... 22 Gambar 2.9 Polarisasi Elips ................................................................................... 22 Gambar 2.10 Konduktor spiral dengan 1 putaran .................................................... 24 Gambar 2.11 Teknik Orthogonal Mode Multi-Frekuensi ........................................ 27 Gambar 2.12 Teknik Multi-Patch Multi-Frekuensi ................................................. 28 Gambar 2.13 Teknik Reactively-Loaded Multi Frekuensi ...................................... 29 Gambar 3.1 Diagram Alir Perangcangan Antena .................................................. 31 Gambar 3.2 Gambar Tampilan Program PCAAD ................................................. 33 Gambar 3.3 Antena Mikrostrip Patch Rectangular ............................................... 34 Gambar 3.4 Grafik Koefisien Refleksi S11 antena patch rectangular ................... 35 Gambar 3.5 Antena Patch Berbentuk C ................................................................. 36 Gambar 3.6 Grafik Koefisien Refleksi S11 antena patch bentuk C....................... 36 Gambar 3.7 Antena Patch Berbentuk C dengan Slot Persegi Panjang .................. 38 Gambar 3.8 Grafik Koefisien Refleksi Antena Bentuk C dengan

    Slot Persegi Panjang ........................................................................... 38 Gambar 3.9 Grafik karakterisasi panjang slot ........................................................ 40 Gambar 3.10 Grafik Karakterisasi Lebar Slot............................................................ 42 Gambar 3.11 Gambar Penampang Antena Setelah dikombinasikan dengan Antena Spiral ...................................................................................... 43 Gambar 3.12 karakterisasi banyak putaran pada antena spiral .................................. 44 Gambar 3.13 Grafik return loss S11 antena dengan penambahan slot pada ground ........................................................................................ 45 Gambar 3.14 karakterisasi banyak putaran pada spiral antena .................................. 46 Gambar 3.15 Gambar ground plane antena ............................................................... 47 Gambar 3.16 karakterisasi lebar slot pada ground ..................................................... 47 Gambar 3.17 Desain Akhir Antena Multi-Band ........................................................ 49 Gambar 3.18 Hasil Simulasi Desain Akhir Antena Dual-Band. ................................ 51 Gambar 3.19 Pola Radiasi 2 Dimensi Antena Multi-Band ........................................ 54 Gambar 3.12 Pola Radiasi 3 Dimensi Antena Multi-Band ........................................ 55 Gambar 4.1 Antena Hasil Fabrikasi ....................................................................... 56 Gambar 4.2 Konfigurasi Pengukuran Port Tunggal .............................................. 57 Gambar 4.3 Rangkaian Peralatan Pada Pengukuran Pola Radiasi ......................... 58 Gambar 4.4 Hasil Pengukuran return loss Antena Multi-Band.............................. 63 Gambar 4.4 VSWR Antena Hasil Pengukuran ...................................................... 67 Gambar 4.5 Impedansi Masukan Hasil Pengukuran .............................................. 69 Gambar 4.6 Hasil Pengukuran Pola Radiasi Antena .............................................. 72 Gambar 4.7 Axial Ratio Hasil Pengukuran ............................................................ 75

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • xiii

    Gambar 4.8 Perbandingan Return Loss Hasil Simulasi dan Hasil Pengukuran ......... 77 Gambar 4.9 Perbandingan Pola Radiasi Hasil Simulasi dengan Pola Radiasi Pengukuran ...................................................................... 80

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN

    RFID Radio Frequency Identification

    ISO International Standart Organization

    VSWR Voltage Standing Wave Ratio

    HFSS High Frequency Structure Simulator

    PC Personal Computer

    PCAAD Personal Computer Aided Antenna Design

    dB Decibel

    BW Bandwidth

    f Frekuensi

    mm millimeter

    cm centimeter

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • xv

    DAFTAR ISTILAH

    Zin Input Impedance

    Zo Impedansi Saluran

    Zl Impedansi Beban

    V Voltage

    I Current

    f Frekuensi

    fh Frekuensi Tertinggi

    fl Frekuensi Terendah

    fc Frekuensi Tengah

    Pin Input Daya

    Pr Daya yang Diterima

    Pt Daya yang dikirimkan

    U Intensitas Radiasi

    D Directivity

    r Jari-jari

    Panjang Gelombang

    o Panjang Gelombang Ruang Hampa

    r

    Permitivitas

    tan Dielektrik Loss Tangent

    h Ketebalan Substrat

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Perkembangan teknologi saat ini bergerak sangat pesat. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Efisiensi adalah salah satu pengaruh yang dapat dirasakan atas berkembangnya teknologi di kehidupan masyarakat, baik itu efisiensi kerja, waktu, dan sebagainya.

    Teknologi Radio Frequency Identification RFID merupakan salah satu teknologi berkembang yang menjanjikan saat ini. Teknologi ini sangatlah berguna terutama pada bidang industri komersil sebagai alat indentifikasi. Beberapa tahun belakangan, RFID telah banyak digunakan pada berbagai macam aplikasi elektronik di berbagai bidang. Misalnya pada aplikasi system barcode, bea jalan tol, kendali akses, tiket dan peralatan mobil. Contoh lain dari aplikasi RFID adalah dalam industri-industri besar khususnya pada proses alir barang sebagai alat identifikasi otomatis. RFID telah menjadi fokus perhatian karena memiliki kecanggihan teknologi, sekuritas yang lebih tinggi, kemudahan otomasi, dan penerapan di bidang industri. Teknologi RFID memberikan sumbangan terhadap efisiensi kerja di kehidupan masyarakat. Dengan teknologi ini sistem pendataan menjadi lebih mudah karena dilakukan dengan cara otomatis.

    Gambar 1.1 Sistem RFID

    Gambar 1.1 merupakan gambar sistem aplikasi RFID secara keseluruhan. Sistem RFID terdiri dari 3 bagian utama[1]: reader, digunakan

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 2

    Universitas Indonesia

    sebagai alat penyadap informasi identifikasi dari suatu objek, terdiri atas antenna reader; tag, terhubung dengan objek yang ingin diidentifikasi, dan system aplikasi, memproses data yang telah diidentifikasi reader dari suatu objek. Jika tag telah berhasil dideteksi oleh suatu reader, informasi dari tag diterima oleh reader dan langsung masuk ke system aplikasi pada host computer (yang terkoneksi langsung dengan reader) dan terjadi pemrosesan data.

    RFID memiliki beberapa keunggulan, di antaranya[2]: tidak memerlukan hubungan line-of-sight, informasi dapat dibaca dan ditulis (dynamic information carrier), memori yang lebih besar, anti-collision (beberapa tag dapat dibaca bersamaan), andal dan tahan gangguan, masih dapat beroperasi dalam lingkungan yang tidak kondusif, lebih murah untuk jangka panjang, tidak memerlukan intervensi manusia dan reader relatif bebas biaya perawatan

    Berasal dari namanya, sistem kerja RFID menggunakan prinsip pemancaran gelombang elektromagnetik (Radio Frequency) antara reader dan tag. RFID mempunyai beberapa aturan mengenai range frekuensi dimana sistem ini harus bekerja. Alokasi frekuensi telah ini diatur oleh sebuah badan yang dinamakan International Standard Organization (ISO). Bedasarkan ISO maka frekuensi RFID dibagi menjadi beberapa frekuensi kerja.

    Tabel 1.1 Alokasi Frekuensi RFID [3] Frequency range Comment Allowed fieldstrength /

    transmission power < 135 kHz low frequency, inductive coupling 72 dBA/m max

    3.155 ... 3.400 MHz EAS 13.5 dBA/m 6.765 .. 6.795 MHz medium frequency (ISM), inductive

    coupling 42 dBA/m

    7.400 .. 8.800 MHz medium frequency, used for EAS (electronic article surveilance) only

    9 dBA/m

    13.553 .. 13.567 MHz

    medium frequency (13.56 MHz, ISM), inductive coupling, wide spread usage for

    contactless smartcards (ISO 14443, MIFARE, LEGIC, ...), smartlabels (ISO

    15693, Tag-It, I-Code, ...) and item management (ISO 18000-3).

    60(!) dBA/m

    26.957 .. 27.283 MHz

    medium frequency (ISM), inductive coupling, special applications only

    42 dBA/m

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 3

    Universitas Indonesia

    433 MHz UHF (ISM), backscatter coupling, rarely used for RFID

    10 .. 100 mW

    865 .. 868 MHz UHF (RFID only), Listen before talk 100 mW ERP Europe only

    865.6 .. 867.6 MHz UHF (RFID only), Listen before talk 2W ERP (=3.8W EIRP) Europe only

    865.6 .. 868 MHz UHF (SRD), backscatter coupling, new frequency, systems under developement

    500 mW ERP, Europe only

    902 .. 928 MHz UHF (SRD), backscatter coupling, several systems

    4 W EIRP - spread spectrum, USA/Canada only

    2.400 .. 2.483 GHz SHF (ISM), backscatter coupling, several systems,

    4 W - spread spectrum, USA/Canada only

    2.446 .. 2.454 GHz SHF (RFID and AVI (automatic vehicle identification))

    0.5 W EIRP outdoor 4 W EIRP, indoor

    5.725 .. 5.875 GHz SHF (ISM), backscatter coupling, rarely used for RFID

    4 W USA/Canada, 500 mW Europe

    Tabel 1.1 menunjukan alokasi frekuensi RFID yang dikeluarkan oleh ISO. Alokasi frekuensi ini dijadikan standar bagi negara-negara diseluruh dunia. Regulasi tentang alokasi frekuensi di setiap negara tidaklah sama. Standar frekuensi kerja RFID di Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika adalah 923-925 MHz [4].

    Sebagai perangkat yang bekerja bedasarkan sistem gelombang elektro magnetik, RFID memerlukan sebuah divais untuk mengirimkan sinyal dari RFID reader ke RFID tag ataupun sebaliknya. Divais yang diperlukan untuk tujuan tersebut adalah sebuah antena. Antena berfungsi mengirim dan menerima sinyal yang membawa informasi atau data. Berdasarkan fungsi antena tersebut, maka dapat dikatakan bahwa antena merupakan salah satu bagian penting dari sebuah sistem RFID. Sebuah antena yang bersifat low profile akan sangat dibutuhkan pada sistem ini. Salah satu contohnya adalah antena mikrostrip. Geometrinya yang sederhana menjadi salah satu alasan mengapa pada banyak sistem RFID digunakan antena mikrostrip.

    Pada saat ini, banyak penelitian baik yang sudah ataupun sedang dilakukan mengenai antena multiband. Penggunaan antena multiband pada suatu sistem akan meningkatkan efisien sistem tersebut, baik dari segi ekonomisnya ataupun dari segi pemanfaatan dimensi ruangnya. Dengan

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 4

    Universitas Indonesia

    antena multiband, maka penggunaan banyak antena untuk beberapa frekuensi kerja pun dapat dihilangkan. Penggunaan antena multiband dapat juga diimplementasikan pada sistem RFID. Sistem RFID dapat membaca atau bekerja pada beberapa frekuensi walaupun hanya membutuhkan sebuah antena multiband.

    Beberapa penelitian tentang antena reader RFID sudah dilakukan, baik yang bekerja hanya pada satu frekuensi maupun yang lebih dari satu frekuensi. Penelitian [1] menggunakan antena dipole yang di cetak pada substrat untuk menghasilkan range frekuensi antara 905-935.5 MHz. Sedangkan pada [5] dilakukan penelitian tentang macam-macam bentuk antena RFID yang dapat bekerja pada frekuensi 433 atau 915 MHz. Namun pada penelitian [5] antena bekerja hanya pada satu frekuensi kerja saja. Pada [6] dilakukan penelitian tentang antena dualband di frekuensi 433 dan 865MHz 868MHz. Kisaran frekuensi antena pada [6] ditujukan untuk aplikasi RFID di daerah Eropa.

    Pada [7] telah dilakukan penelitian antena RFID multiband dengan frekuensi kerja pada 433 MHz, 924 MHz, dan 2,45 GHz. Antena yang diteliti pada [7] menggunakan teknik pencatuan EMC (Electric Magnetic Coupling) dengan menggunakan dua tumpuk substrat.

    Berbeda dengan penelitian-penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada skripsi ini, Penulis melakukan rancang bangun antena reader RFID yang lebih sederhana dan memiliki karakteristik antena multiband dengan empat frekuensi kerja yang berbeda. Antena RFID multiband yang akan dirancang diharapkan memiliki empat buah frekuensi resonansi RFID yaitu pada 13,56 MHz, 433 MHz, 924 MHz dan 2,4 GHz.

    1.2. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah skripsi ini adalah melakukan rancang

    bangun antena mikrostrip patch dengan bentuk C dan dikombinasikan dengan sebuah antenna spiral yang mencakup empat frekuensi kerja untuk sebuah aplikasi pembaca RFID. Frekuensi keja dari antenna ini adalah 13,56 MHz, 433 MHz, 924 MHz dan 2,45 GHz. Sementara bandwidth antena yang

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 5

    Universitas Indonesia

    diharapkan pada antena ini adalah 13,55 13,567 MHz, 433.05 434,79 MHz, 923 925 MHz, dan 2,446 2,454 GHz [3][4][9].

    1.3. Batasan Masalah

    Dalam skripsi ini, masalah dibatasi pada proses simulasi dari karakterisasi dan rancang bangun antena mikrostrip patch bentuk C dengan sebuah slot di dalamnya dan dikombinasikan dengan sebuah antenna spiral. Antena tersebut diharapkan memiliki beberapa frekuensi kerja yaitu 13,56 MHz, 433 MHz, 924 MHz dan 2,45 GHz.

    1.4. Metode penelitian Penulis melakukan penulisan skripsi ini dengan melakukan berbagai

    studi literature yang terkait dengan pembahasan skripsi ini. Berikut metodologi yang dilakukan penulis sampai pada penulisan skripsi ini selesai: a. Studi literatur, yaitu dengan membaca buku-buku dan jurnal-jurnal yang

    berhubungan dengan materi yang akan di bahas. b. Konsultasi dengan pembimbing. c. Simulasi program dengan menggunakan program HFSSv11. d. Pengukuran antena hasil fabrikasi e. Analisis hasil pengukuran

    1.5. Sistematika Penulisan Adapun pembahasan yang dilakukan pada skripsi ini meliputi empat

    bab, yaitu:

    Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

    Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas teori mengenai antena mikrostrip diantaranya; parameter-parameter antena, jenis pencatuan antena mikrostrip, karakteristik antena mikrostrip berbentuk persegi panjang, dan teknik-teknik untuk membuat antena multi-frequency.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 6

    Universitas Indonesia

    Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah simulasi antena dan juga karakterisasinya.

    Bab 4 Pengukuran dan Analisis Pada bab ini dijelaskan tentang hasil pengukuran antena yang telah difabrikasi dan juga dilakukan analisi terhadap data hasil pengukuran. Bab 5 Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan singkat yang diperoleh dari studi literature atau landasan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 7 Universitas Indonesia

    BAB 2 ANTENA MIKROSTRIP

    2.1.Antena Mikrostrip

    Antenna merupakan salah satu komponen penting dalam sistem komunikasi, terutama pada sistem komunikasi nirkabel. IEEE mendefinisikan antena sebagai alat/divais yang digunakan untuk meradiasi atau menerima gelombang radio (elektromagnetik) [9]. Dapat dikatakan bahwa sebuah antena adalah bagian vital dari suatu pemancar (transmitter) atau penerima (receiver) yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal radio ke udara. Fungsi antena adalah untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik, lalu meradiasikannya ke ruang bebas. Begitu pula sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal elektromagnetik dari ruang bebas dan mengubahnya menjadi sinyal listrik

    Banyak macam-macam jenis dari antena, salah satunya adalah antena mikrostrip. Antena mikrostrip adalah sebuah antena yang sederhana, yang terdiri dari radiating patch di satu sisi dari sebuah substrat dielektrik (r10) dan memiliki sebuah bidang pentanahan (ground plane) di sisi yang lainnya.

    Gambar 2.1. Penampang Antena Mikrostrip [9]

    Gambar 2.1 menunjukkan penampang sebuah antena mikrostrip. antena mikrostrip terdiri dari tiga bagian, yaitu elemen peradiasi, substrat dan elemen pentanahan. Mikrostrip antena sering juga disebut sebagai patch antenna. Elemen peradiasi dan transmisison line biasanya di-photoetched di atas substrat dielektrik. Elemen peradiasi (patch) terbuat dari metal dan meimiliki ketebalan yang sangat tipis. Elemen ini berfungsi untuk

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 8

    Universitas Indonesia

    meradiasikan gelombang listrik dan magnet. Besar elemen patch, baik itu panjang, lebar, radius dan lainnya, dapat memengaruhi frekuensi kerja antena. Elemen peradiasi bisa bermacam-macam bentuk, seperti yang ditunjukkan di Gambar 2.2 berikut ini.

    Gambar 2.2 Macam-macam Bentuk Patch[9]

    Substrat merupakan bagian dielektrik yang membatasi elemen peradiasi dengan elemen pentanahan. Bagian ini memiliki nilai konstanta dielektrik(r), faktor disipasi, dan ketebalan (h) tertentu. Ketiga nilai tersebut mempengaruhi frekuensi kerja, bandwidth, dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat. Ketebalan substrat jauh lebih besar daripada ketebalan konduktor metal peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth akan semakin meningkat, tetapi berpengaruh terhadap timbulnya gelombang permukaan (surface wave)[9]

    Sedangkan elemen pentanahan (ground) berfungsi sebagai pembumian bagi sistem antena mikrostrip. Elemen pentanahan ini umumnya memiliki jenis bahan yang sama dengan elemen peradiasi yaitu berupa logam tembaga.

    Antena mikrostrip ini mempunyai beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan antena lain, diantaranya[10]:

    1. Low profile (mempunyai ukuran yang kecil dan ringan) 2. Mudah difabrikasi dan tidak memakan biaya yang besar 3. Dapat berdiri dengan kuat ketika diletakkan pada benda yang rigid 4. Polarisasi linier dan sirkular mudah didapat hanya dengan feeding

    yang sederhana

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 9

    Universitas Indonesia

    5. Dapat digunakan untuk aplikasi dual polarisasi, dual frekuensi maupun triple frekuensi band

    6. Feed line dan matching network dapat difabrikasi langsung dengan struktur antena.

    Akan tetapi selain kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan diatas, antena mikrostrip juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu[10]:

    1. Mempunyai efisiensi yang rendah 2. Mempunyai gain yang rendah 3. Mempunyai kemurnian polarisasi yang rendah 4. Berbandwith sempit 5. Dapat terjadi radiasi yang tidak diinginkan pada feed line-nya. 6. Timbulnya surface wave (gelombang permukaan)

    2.1.1. Model Cavity untuk Analisa Antena Mikrostrip

    Ada beberapa macam metode untuk melakukan analisa untuk antenna mikrostrip. Model yang paling popular adalah Model Saluran Transmisi, Model Cavity, Model Momen dan Persamaan Integral, serta Model Persamaan Differensial. Masing-masing model ini memiliki keuntungan dan kekurangan tersendiri.[9]

    Model saluran transmisi adalah model yang paling mudah diantara model-model lainnya. Gambaran secara fisik terlihat bagus dan tidak membutuhkan perhitungan yang rumit, hanya saja hasil perhitungannya tidak akurat sebagai bentuk representasi dari antena mikrostrip. Dibandingkan dengan Model Saluran Transmisi, Model Cavity menunjukkan hasil yang lebih akurat, tetapi membutuhkan perhitungan yang lebih kompleks. Model Cavity memberikan gambaran fisik yang bagus namun tidak untuk model coupling meskipun telah berhasil dilakukan perhitungannya.[9]

    Lain halnya dengan Model Momen dan Persamaan Integral, yang memiliki gambaran fisik yang tidak terlalu baik serta perhitungan yang rumit, akan tetapi hasilnya menunjukkan tingkat keakuratan yang cukup tinggi. Metode yang lebih dikenal pada Model Persamaan Diferensial yaitu FDTD

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 10

    Universitas Indonesia

    dan FEM. Jenis metode ini menuntut kepada perhitungan yang rumit, akan tetapi lebih baik daripada metode yang lain karena hasilnya sudah dalam bentuk representasi lingkungan luar yang sebenarnya.[9]

    Analisa yang digunakan pada skripsi ini menggunakan metode Cavity. Metode ini merepresentasikan ruang antara patch dengan bidang pentanahan sebagai cavity yang dibatasi oleh electric conductors (pada bidang atas dan bawah) dan dinding magnetik (pada sisi-sisinya).

    Ketika patch mikrostrip diberi energi gelombang elektromagnetik, akan timbul distribusi muatan pada bagian permukaan atas dan bawah patch, serta bagian permukaan atas bidang pentanahan. Distribusi muatannya dikendalikan oleh dua mekanisme, yaitu attractive dan repulsive[9]. Mekanisme attractive mengendalikan distribusi muatan pada bagian diantara patch dengan bidang pentanahan, atau dengan kata lain mengatur konsentrasi distribusi muatan di bagian bawah patch. Sedangkan Mekanisme repulsive mengendalikan distribusi muatan dibagian bawah patch, yang memberikan aksi untuk menekan sebagian muatan dari bagian bawah patch menuju ke sekeliling pinggiran patch dan terakhir sampai pada bagian atas patch peradiasi. Proses berpindah-pindahnya muatan ini menimbulkan kerapatan arus (current densities) dibagian atas (Jt) dan bawah (Jb) patch, seperti diilustrasikan pada Gambar 2.3 berikut

    Gambar 2.3 Charge distribution dan current density pada patch mikrostrip [9]

    Seiring dengan semakin kecilnya nilai height-to-weight ratio(h/W), maka mekanisme attractive menjadi yang dominan, sehingga mengakibatkan jumlah arus yang mengalir dari bawah patch lalu ke pinggir dan berakhir pada bagian atas patch semakin berkurang[9]. Jika arus tersebut semakin

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 11

    Universitas Indonesia

    berkurang dan bernilai nol, maka tidak akan timbul medan magnet tangensial pada sisi-sisi patch, sehingga tidak akan ada gelombang elektromagnetik yang diradiasikan, atau dengan kata lain sisi-sisi patch menjadi dinding magnetik sempurna. Kejadian ini tidak diharapkan, karenanya sekecil apapun height toweight ratio, dengan metode Cavity diharapkan masih ada arus yang mengalir ke permukaan atas patch. Ketika timbul arus ini, maka pada bagian sisi patch akan timbul medan tambahan yang dapat dianalisa sebagai perluasan patch peradiasi[9].

    2.1.2. Saluran Mikrostrip (feed line)

    Saluran mikrostrip merupakan bagian penting dari antena mikrostrip. Pemilihan saluran pencatu dengan saluran mikrostrip adalah karena kemudahan dalam hal fabrikasi dan penentuan matching dari saluran mikrostrip dapat dengan mudah dilakukan. Saluran mikrostrip dapat mempengaruhi matching pada antena microstrip. Untuk me-matching-kan antena, hal yang perlu dilakukan cukup dengan mengubah-ubah panjang dari elemen pencatu atau dengan memberikan stub dan mengubah-ubah posisinya terhadap patch.

    Gambar 2.4 Penampang Saluran Mikrostrip [11]

    Lebar saluran mikrostrip (W) tergantung dari impedansi karakteristik (Z0) yang diinginkan. Adapun rumus untuk menghitung lebar saluran mikrostrip diberikan oleh Persamaan 2.1 di bawah ini[11].

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 12

    Universitas Indonesia

    ( ) ( )

    +

    +

    =

    2h

    228

    2h

    61.039.01ln2

    112ln12

    WAe

    Ae

    WBBBhW

    rr

    r

    pi

    Dengan r adalah konstanta dielektrik relatif dan :

    1/ 20 1 1 0,110,23

    60 2 1r r

    r r

    ZA

    + = + +

    +

    2

    0

    60r

    BZ

    pi

    =

    Karakteristik Saluran Mikrostrip (Microstrip Line) untuk W/h1 Konstanta dielektrik efektif (eff)

    1 1 12 2 1 12 /

    r reff h W

    + = + +

    Dan karakteristik impedansi

    0

    120 // 1,393 2 / 3ln( / 1,44)

    effZW h W h

    pi =

    + + +

    (2.1)

    (2.2)

    (2.3)

    (2.4)

    (2.5)

    (2.6)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 13

    Universitas Indonesia

    Dengan memasukkan ketebalan substrat dan lebar saluran catu antena yang dirancang maka akan dapat diketahui impedansi masukan pada saluran transmisi. Kedua parameter ini merupakan faktor utama dalam penentuan matching dari saluran transmisi ke saluran catu antena.

    2.1.3. Antena Mikrostrip Patch Segiempat

    Sejauh ini, Patch berbentuk persegi panjang adalah bentuk yang paling banyak dipakai. Bentuk ini adalah bentuk yang paling mudah untuk dianalisa. Gambar 2.1 dengan sebuah elemen peradiasi, frekuensi resonansi yang diinginkan bisa didapatkan dengan mengatur panjang dan lebar elemen peradiasi yang bersesuaian dengannya, berikut ini adalah perhitungannya:

    Untuk mendapatkan lebar elemen peradiasi Wp digunakan Persamaan (2.7),

    12

    20

    +=

    r

    p frvW

    W merupakan lebar elemen peradiasi, fr merupakan frekuensi resonansi antena, vo merupakan kecepatan cahaya di ruang hampa, dan r merupakan permitivitas dari bahan substrat.

    Untuk mendapatkan panjang elemen peradiasi, terlebih dahulu dihitung nilai konstanta dielektrik efektif dan L sebagai akibat dari adanya fringing effect, yaitu dengan menggunakan Persamaan (2.8) dan (2.9)

    21

    1212

    12

    1

    +

    +

    +=

    Whrr

    reff

    ( )( )

    ++

    ++

    =8,03,0

    264,03,0412,0

    hWh

    W

    hLreff

    reff

    Dengan h merupakan ketinggian substrat dan W adalah lebar patch

    (2.7)

    (2.8)

    (2.9)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 14

    Universitas Indonesia

    Dengan demikian, panjang elemen peradiasi LP dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (2.10) sebagai berikut:

    LfrvL

    reffp

    = 2

    20

    Dilihat dari Persamaan (2.7) dan (2.10) nilai dari frekuensi resonansi berbanding terbalik dengan nilai dari lebar dan panjang elemen peradiasi sehingga untuk mendapatkan frekuensi kerja yang rendah dibutuhkan luas elemen peradiasi yang lebih besar.

    2.2.Parameter-parameter Umum pada Antena Mikrostrip 2.2.1. Impedansi Masukan

    Impedansi masukan dapat didefinisikan sebagai impedansi suatu antena pada terminalnya, atau dengan kata lain adalah perbandingan antara nilai tegangan dengan nilai arus pada suatu terminal masukan. Impedansi antena dapat dirumuskan pada Persamaan 2.11 sebagai berikut:

    = +

    Dimana ZA adalah impedansi antena, RA adalah resistansi antena, dan XA adalah raektansi antena. Nilai resistansi antena (RA) terbagi menjadi dua komponen, yaitu resistansi radiasi antena (Rr) dan loss resistance (RL).

    = +

    Resistansi radiasi adalah resistansi yang digunakan untuk meradiasikan gelombang elektromagnetik, sedangkan loss resistance adalah resistansi yang disebabkan oleh rugi-rugi pada antena. Loss resistance pada antena menyebabkan berkurangnya power gelombang teradiasi akibat adanya panas. Desain antena yang baik memiliki nilai resistansi radiasi yang tinggi dan sebaliknya memiliki loss resistance yang rendah. Sedangkan kondisi matching terjadi ketika besar impedansi masukan antena sama dengan besar impedansi karakteristik saluran transmisi. Dalam skripsi ini digunakan impedansi masukan sebesar 50, dimana hanya ada komponen real dari impedansi.

    (2.11)

    (2.12)

    (2.10)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 15

    Universitas Indonesia

    2.2.2. VSWR

    Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) didefinisikan sebagai perbandingan (atau ratio) antara tegangan rms maksimum (|V|max) dan minimum (|V|min) yang terjadi pada saluran yang tidak match. Bila saluran transmisi dengan beban tidak sesuai (missmatch), di mana impedansi saluran tidak sama dengan Impedansi beban dan gelombang dibangkitkan dari sumber secara kontinyu, maka dalam saluran transmisi selain ada tegangan datang V0+ juga terjadi tegangan pantul V0-. Akibatnya, dalam saluran akan terjadi interferensi antara V0+ dan V0- yang membentuk gelombang berdiri (standing wave). Suatu parameter baru yang menyatakan kualitas saluran terhadap gelombang berdiri disebut dengan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR). Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan tegangan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan ():

    0 1 2

    0 1 2

    V Z ZV Z Z

    +

    = =+

    Di mana Z1 adalah impedansi beban (load) dan Z2 adalah impedansi saluran lossless.

    Koefisien refleksi tegangan () memiliki nilai kompleks, yang merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari adalah nol, maka: = 1 : refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat, = 0 : tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna,

    = + 1 : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka. Rumus untuk mencari nilai VSWR adalah:

    ~

    max

    ~

    min

    11

    VS

    V

    + = =

    (2.13)

    (2.14)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 16

    Universitas Indonesia

    Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 (S=1) yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Nilai parameter ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak. Pada skripsi ini, antena dibuat untuk bekerja pada empat range frekuensi RFID yaitu 13,55 13,567 MHz, 433.05 434,79 MHz, 923 925 MHz, dan 2,446 2,454 GHz. Diharapkan frekuensi-frekuensi tersebut memiliki VSWR 1,9.

    2.2.3. Return Loss

    Return loss merupakan koefisien refleksi dalam bentuk logaritmik yang menunjukkan daya yang hilang karena antena dan saluran transmisi tidak matching. Return loss dapat terjadi akibat adanya diskontinuitas diantara saluran transmisi dengan impedansi masukan beban (antena). Sehingga tidak semua daya diradiasikan melainkan ada yang dipantulkan kembali. Return loss dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.15)

    = log20 LossReturn

    Nilai return loss berhubungan erat dengan nilai VSWR antena. Nilai VSWR yang baik pada suatu antena adalah lebih kecil atau sama dengan 2, sehingga nilai return loss yang baik adalah sebesar lebih kecil atau sama dengan -9,54 dB. Maka dari itulah frekuensi kerja dari antena yang baik adalah ketika return loss-nya bernilai -9,54 dB. Kedua standar ini, baik VSWR 2 dan Return Loss -9.54 dB, bernilai sama sehingga perancang antena dapat menentukan salah satu standar yang ingin dipakai. Hal ini dikarenakan hubungan antara kedua parameter tersebut seperti yang ditunjukkan dengan Persamaan (2.16) di bawah ini,

    11

    11

    +=

    +

    =

    SSS

    Dengan memasukkan nilai standar VSWR = 2

    31

    1212

    =

    +=

    (2.15)

    (2.16)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • Dari nilai koefisien refleksi tersebut dapat dihitung Return Loss sebagai berikut,

    20

    20 LossReturn

    =

    =

    =

    =

    2.2.4. Bandwidth

    Pada umumnya antena didesain untuk bekerja pada sekitar dari frekuensi resonan yang diingin

    yang terbatas di mana desain antena RF dapat beroperasi secara efisien.Bandwidth merupakan besar rentang frekuensi kerja dari suatu antena dengan memperhatikan beberapa karakteristikbeamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss)dengan suatu standar yang telah ditentukanmenunjukkan bandwith dari sebuah antena berdaasarkan return loss, yaitu rentang frekuensi pada saat nilai return loss adalah

    Gambar 2.5 Bandwidth dinyatakan sebagai perbandingan antara frekuensi atas dan frekuensi bawah dalam level yang dapat diterima.

    Universitas Indonesia

    Dari nilai koefisien refleksi tersebut dapat dihitung Return Loss sebagai

    dB54.93log20

    31log20

    log20

    Pada umumnya antena didesain untuk bekerja pada sekitar dari frekuensi resonan yang diinginkan. Ini berarti bahwa hanya ada

    yang terbatas di mana desain antena RF dapat beroperasi secara efisien.merupakan besar rentang frekuensi kerja dari suatu antena dengan

    memperhatikan beberapa karakteristik (seperti impedansi masukan, pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss) dengan suatu standar yang telah ditentukan[6]. Gambar dibawah ini menunjukkan bandwith dari sebuah antena berdaasarkan return loss, yaitu

    frekuensi pada saat nilai return loss adalah 9,54 dB.

    Gambar 2.5 Bandwidth Berdasarkan Return Loss[6]dinyatakan sebagai perbandingan antara frekuensi atas dan

    frekuensi bawah dalam level yang dapat diterima.

    17

    Universitas Indonesia

    Dari nilai koefisien refleksi tersebut dapat dihitung Return Loss sebagai

    Pada umumnya antena didesain untuk bekerja pada sekitar dari Ini berarti bahwa hanya ada bandwidth

    yang terbatas di mana desain antena RF dapat beroperasi secara efisien. merupakan besar rentang frekuensi kerja dari suatu antena dengan

    (seperti impedansi masukan, pola, dan bersesuaian

    . Gambar dibawah ini menunjukkan bandwith dari sebuah antena berdaasarkan return loss, yaitu

    9,54 dB.

    Berdasarkan Return Loss[6] dinyatakan sebagai perbandingan antara frekuensi atas dan

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 18

    Universitas Indonesia

    % 100=c

    lh

    fffBW

    Dengan fh = frekuensi tertinggi dalam band (Hz) fl = frekuensi terendah dalam band (Hz) fc = frekuensi tengah dalam band (Hz),

    dimana

    2lh

    c

    fff +=

    2.2.5. Pola Radiasi

    Pola radiasi atau pola antena menggambarkan kekuatan relatif medan yang dipancarkan di berbagai arah dari antena, pada jarak yang konstan. Pola radiasi adalah pola penerimaan juga, karena pola radiasi tersebut juga menggambarkan karakteristik menerima antena. Pola radiasi adalah tiga- dimensi, tetapi biasanya pola radiasi yang terukur merupakan irisan dua dimensi dari pola tiga dimensi, di bidang planar horisontal atau vertikal. Ada beberapa macam pola radiasi, diantranya adalah[9]:

    Pola Isotropik

    Antena isotropik didefinisikan sebagai sebuah antena tanpa rugi-rugi secara hipotesis yang mempunyai radiasi sama besar ke setiap arah.

    Pola Directional

    Antena yang mempunyai pola radiasi atau pola menerima gelombang elektromagnetik yang lebih efektif pada arah-arah tertentu saja. Salah satu contoh antena directional adalah antena dengan pola omnidirectional.

    Pola radiasi lobe (cuping) Bagian-bagian dari pola radiasi ditunjukkan sebagai cuping-cuping yang bisa diklasifikasikan menjadi main (utama), side (samping) dan back (belakang).

    (2.17)

    (2.18)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 19

    Universitas Indonesia

    Main lobe ialah lobe/cuping radiasi yang memiliki arah radiasi maksimum. Side lobe ialah lobe/cuping selain main lobe sedangkan back lobe ialah lobe yang arahnya berlawanan 180o dengan mainlobe. Side lobe dan back lobe merupakan minor lobe yang keberadaannya tidak diharapkan.

    Gambar 2.6 Pola Radiasi Directional[9] 2.2.6. Gain

    Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel.

    Besar suatu gain antena merupakan besaran relatif terhadap acuan gain antena yang mudah dihitung (standard) misalnya : antena dipole, antena horn dan lain-lain. Ada dua jenis parameter penguatan (Gain) yaitu absolute gain dan relative gain[9]. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 20

    Universitas Indonesia

    radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan secara isotropik sama dengan daya yang diterima oleh antena (Pin) dibagi dengan 4pi. Absolute gain ini dapat dihitung dengan rumus[9]:

    Gain = 4U(, )

    P

    Selain absolute gain juga ada relative gain. Relative gain didefinisikan sebagai perbandingan antara perolehan daya pada sebuah arah dengan perolehan daya pada antena referensi pada arah yang direferensikan juga. Daya masukan harus sama di antara kedua antena itu. Akan tetapi, antena referensi merupakan sumber isotropik yang lossless (Pin(lossless)). Jika arah tidak ditentukan, maka perolehan daya biasanya diperoleh dari arah radiasi maksimum. Secara rumus dapat dituliskan sebagai berikut[9]:

    4 ( , )( )inUG

    P losslesspi

    =

    2.2.7. Keterarahan (Directivity)

    Keterarahan dari sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada semua arah. Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4pi. Dengan demikian, keterarahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti pada Persamaan 2.22 berikut ini:

    0

    4rad

    U UDU P

    pi= =

    Jika arah tidak ditentukan, keterahan terjadi pada intensitas radiasi maksimum yang didapat dengan rumus seperti pada Persamaan 2.23:

    max maxmax 0

    0

    4rad

    U UD DU P

    pi= = =

    Di mana :

    (2.19)

    (2.20)

    (2.21)

    (2.22)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 21

    Universitas Indonesia

    D = keterarahan D0 = keterarahan maksimum

    U = intensitas radiasi Umax = intensitas radiasi maksimum U0 = intensitas radiasi pada sumber isotropik Prad = daya total radiasi

    Directivity biasanya dinyatakan dalam dB, yaitu 10 log D0 dB. Dimana D0 merupakan Maximum Directivity dari sebuah antena. Directivity sebuah antena isotropis adalah 1, karena daya yang diradiasikan ke segala arah sama. Untuk antena yang lain, directivity akan selalu lebih dari satu, dan ini adalah figure of merit relatif yang memberikan sebuah indikasi karakteristik pengarahan antena dibandingkan dengan karakteristik pengarahan antena isotropis.

    2.2.8. Polarisasi

    Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan oleh antena [9]. Jika arah tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada arah gain maksimum. Pada praktiknya, polarisasi dari energi yang teradiasi bervariasi dengan arah dari tengah antena, sehingga bagian lain dari pola radiasi mempunyai polarisasi yang berbeda.

    Polarisasi dari gelombang yang teradiasi didefinisikan sebagai suatu keadaan gelombang elektromagnet yang menggambarkan arah dan magnitudo vektor medan elektrik yang bervariasi menurut waktu. Selain itu, polarisasi juga dapat didefinisikan sebagai gelombang yang diradiasikan dan diterima oleh antena pada suatu arah tertentu.

    Polarisasi dapat diklasifikasikan sebagai linear (linier), circular (melingkar), atau elliptical (elips). Polarisasi linier (Gambar 2.7) terjadi jika suatu gelombang yang berubah menurut waktu pada suatu titik di ruang memiliki vektor medan elektrik (atau magnet) pada titik tersebut selalu berorientasi pada garis lurus yang sama pada setiap waktu. Hal ini dapat terjadi jika vektor (elektrik maupun magnet) memenuhi :

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 22

    Universitas Indonesia

    a) hanya ada satu komponen, atau b) 2 komponen yang saling tegak lurus secara linier yang berada pada

    perbedaan fasa waktu atau 180o atau kelipatannya

    Gambar 2.7 Polarisasi Linier [13] Polarisasi melingkar (Gambar 2.8) terjadi jika suatu gelombang yang

    berubah menurut waktu pada suatu titik memiliki vektor medan elektrik (atau magnet) pada titik tersebut berada pada jalur lingkaran sebagai fungsi waktu. Kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai jenis polarisasi ini adalah :

    a) Medan harus mempunyai 2 komponen yang saling tegak lurus linier b) Kedua komponen tersebut harus mempunyai magnitudo yang sama c) Kedua komponen tersebut harus memiliki perbedaan fasa waktu pada

    kelipatan ganjil 90o.

    Polarisasi melingkar dibagi menjadi dua, yaitu Left Hand Circular Polarization (LHCP) dan Right Hand Circular Polarization (RHCP). LHCP terjadi ketika / 2 pi= + , sebaliknya RHCP terjadi ketika / 2 pi=

    Gambar 2.8 Polarisasi Melingkar [13] Polarisasi elips (Gambar 2.9) terjadi ketika gelombang yang berubah

    menurut waktu memiliki vektor medan (elektrik atau magnet) berada pada

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 23

    Universitas Indonesia

    jalur kedudukan elips pada ruang. Kondisi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan polarisasi ini adalah :

    a) medan harus mempunyai dua komponen linier ortogonal b) Kedua komponen tersebut harus berada pada magnitudo yang sama

    atau berbeda c) Jika kedua komponen tersebut tidak berada pada magnitudo yang

    sama, perbedaan fasa waktu antara kedua komponen tersebut harus tidak bernilai 0o atau kelipatan 180o (karena akan menjadi linier). Jika kedua komponen berada pada magnitudo yang sama maka perbedaan fasa di antara kedua komponen tersebut harus tidak merupakan kelipatan ganjil dari 90o (karena akan menjadi lingkaran).

    Gambar 2.9 Polarisasi Elips [13]

    2.3.Elemen Peradiasi HF

    Untuk membangkitkan frekuensi resonansi pada kisaran frekuensi HF pada sebuah antenna mikrostrip, Persamaan 2.7 dan 2.11 rasanya tidak mungkin diterapkan. Oleh karena frekuensi yang cukup rendah, jika kita melakukan perhitungan dengan persamaan tersebut, maka akan dihasilkan sebuah dimensi antenna yang besar untuk sebuah antenna mikrostrip. Sebagai contoh, dengan menggunakan Persamaan (2.7) - (2.11) dimensi patch segiempat yang dibutuhkan agar antena dengan tebal 1.6 mm dan menggunakan substrat fr4 (r = 4,4) dapat bekerja pada frekuensi 13.56 MHz (salah satu frekuensi HF yang ingin dicapai pada skripsi ini) adalah 673 x 527 cm.

    Akan tetapi, seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, hal ini dapat diatasi dengan berbagai teknik dan modifikasi yang dilakukan terhadap antena mikrostrip. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan antena

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 24

    Universitas Indonesia

    (dengan ukuran yang tidak terlalu besar) yang dapat beresonansi pada frekuensi HF ini adalah dengan menggunakan elemen peradiasi berupa konduktor spiral [3]. Prinsip yang digunakan pada [3] untuk mendapatkan frekuensi resonansi yang cukup rendah ini bersesuaian dengan Persamaan (2.22).

    LCf

    pi21

    =

    (2.22)

    Terlihat pada Persamaan (2.24), frekuensi resonansi antena berbanding terbalik dengan nilai induktansi dari elemen peradiasi antena. Dengan demikian, semakin rendah frekuensi resonansi yang ingin dicapai, maka nilai induktansi yang dibutuhkan juga semakin besar.

    Terdapat berbagai metode perhitungan untuk mendapatkan nilai induktansi yang dibutuhkan pada suatu elemen konduktor spiral, seperti yang dijelaskan pada [14]. Bentuk elemen konduktor spiral ini ditunjukkan dengan Gambar 2.24.

    Gambar 2.10 Konduktor spiral dengan 1 putaran [14] Gambar 2.10 merupakan sebuah elemen konduktor spiral planar yang

    terdiri dari empat buah segmen (l) dan memiliki lebar track (w) sebesar 0,01 cm dan jarak antar track (s) sebesar 0,01 cm sedangkan dimensi terpanjang elemen spiral ini adalah 0,1 cm. Menurut [14], perhitungan nilai induktansi untuk elemen konduktor spiral seperti yang ditunjukkan dengan Gambar 2.10 dapat dilakukan dengan beragam metode, yaitu

    2.3.1. Expanded Grover Methode Perhitungan nilai induktansi untuk elemen spiral seperti Gambar 2.24

    dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.25 sebagai berikut, LT = L0 + M+ - M_ (2.23)

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 25

    Universitas Indonesia

    dimana L0 = L1 + L2 + L3 + L4 dan nilai dari Lx dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.26

    ( )

    +++

    +=

    x

    xxx

    ltw

    tw

    llL 3

    50049.0 2 ln 2 (2.24)

    Lx merupakan induktansi diri dari tiap segment dalam nanohenri, lx merupakan panjang tiap segmen dalam cm, w adalah lebar dari tiap segmen dalam cm dan t merupakan ketebalan dari tiap segmen dalam cm.

    Nilai M+ merupakan nilai mutual induktansi antara dua buah segmen yang memiliki vektor arus yang searah karena elemen spiral pada Gambar 2.10 tidak memiliki vector arus yang searah maka elemen spiral tersebut tidak mempunyai nilai M+ , sebaliknya M_ merupakan nilai mutual induktansi antara dua buah segmen yang memiliki vektor arus yang berlawanan arah, sebagai contoh M1,3 yang merupakan mutual induktansi yang timbul akibat segmen 1 dan 3 dan disebabkan oleh segmen 1 terhadap segmen 3. Nilai mutual induktansi ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.25) (2.27) sebagai berikut,

    QlM 2= (2.25) dengan

    ( ) ( )( ) ( )

    +

    +

    ++

    =

    lGMD

    lGMD

    GMDl

    GMDlQ

    21

    2

    221

    2

    2

    11ln

    (2.26)

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

    +

    +

    +

    +

    +

    = ....

    /6601

    /3601

    /1681

    /601

    /121lnln 108642

    wdwdwdwdwddGMD

    (2.27) dimana l merupakan panjang segemen dalam cm, d merupakan jarak antar pusat track, dan w merupakan lebar track.

    2.3.2. Bryan Methode

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 26

    Universitas Indonesia

    Berbeda dengan metode perhitungan Expanded Grover, metode Bryan ini lebih sederhana secara perhitungan. Besarnya induktansi elemen konduktor spiral ini dapat langsung dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.28)

    ( )[ ]canaL /8ln 0241,0 3/5= (2.28) dimana a merupakan jumlah diameter dalam dan luar elemen spiral dibagi dengan 4, c merupakan selisih diameter dalam dan luar elemen spiral dibagi dengan 2, dan n merupakan jumlah putaran dari elemen spiral.

    2.3.3. Therman Methode Sama seperti Metode Bryan, Metode Therman ini juga cukup sederhana

    secara perhitungan untuk mendapatkan nilai induktansi dari suatu elemen konduktor spiral planar. Perhitungan induktansi untuk sejumlah putaran yang menggunakan metode Therman dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2.29)

    ( )[ ]{ }( )[ ]{ }SwtSn

    SwtSSnL/2235,0914,002032,0

    414,2log/2log0467,02

    22

    +++

    += (2.29)

    dimana S merupakan dimensi maksimum panjang sisi elemen spiral, w merupakan lebar dari konduktor spiral, dan t merupakan ketebalan dari konduktor spiral.

    Berdasarkan perbandingan antara hasil pengukuran dan semua metode yang dijelaskan pada [14] didapatkan nilai induktansi untuk beberapa macam koil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1

    Tabel 2.1 Perbandingan induktansi hasil pengukuran dan metode perhitungan[14]

    Metode perhitungan induktansi

    Induktansi (nanohenries)

    Koil A Koil

    B Koil C Koil D

    Bryan Calculation 35.6 71.4 111.4 207.3 Terman Calculation 67.13 111.7 447.6 636.2

    Expanded Grover Calculation 28.33 56.84 106.68 197.88

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 27

    Universitas Indonesia

    Experimental Measurement 23.2 51.8 98.9 211.9

    Terlihat pada Tabel 2.1, metode perhitungan nilai induktansi yang paling mendekati dengan hasil pengukuran adalah Metode Expanded Grover. Metode Expanded Grover ini menghasilkan selisih nilai induktansi yang tidak terlalu jauh bila dibandingkan dengan ketiga metode lainnya.

    2.4.Teknik Mendapatkan Banyak Frekuensi

    Untuk mendapatkan antena yang beresonansi pada lebih dari satu frekuensi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Mulai dari menyusun lebih dari satu patch antena yang beresonansi pada frekuensi yang berbeda sampai dengan cara menyusun secara bertingkat antena yang mempunyai frekuensi resonansi yang berbeda-beda. Secara umum ada tiga cara untuk menghasilkan antena multi frekuansi. Cara-cara tersebut adalah[15] : 1. Orthogonal-mode multi-frequency antena

    2. Multi-patch multi-frequency antena

    3. Reactively-loaded multi-frequency antena

    2.4.1. Orthognal-mode Multi-frequency antena

    Pada teknik multi-frekuensi ini dapat dihasilkan dua buah frekuensi kerja dengan polarisasi yang salaing tegak lurus (orthogonal) antara keduanya. Cara yang digunakan pada teknik ini adalah dengan menempatkan pencatu pada satu buah patch sedemikian sehingga pada posisi tersebut me-matching-kan dua buah frekuensi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pencatuan probe dan dengan cara pencatuan line akan tetapi diberikan slot yang arahnya condong ke arah pencatu. Cara lain untuk menghasilkan lebih dari satu frekuensi resonansi menggunakan teknik ini adalah dengan menggunakan pencatuan ganda. Gambar 2.10 mengilustrasikan mengenai teknik ini.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 28

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.11 Teknik Orthogonal Mode Multi-Frekuensi[15]

    2.4.2. Multi-patch multi-frequency antenna

    Pada teknik ini, multi-frekuensi akan timbul akibat ada beberapa patch pada antena mikrostrip. Ada beberapa cara untuk teknik ini. Cara pertama adalah dengan menyusun beberapa patch antena pada substrat yang berbeda. Cara lainnya adalah dengan meletakkan beberapa pacth antena pada astu layer antena. Kedua cara ini lebih cocok dilakukan dengan teknik pencatuan EMC ataupun teknik aperture. Lebih jelasnya mengenai kedua cara di atas, dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini:

    Gambar 2.12 Teknik Multi-Patch Multi-Frekuensi [15]

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 29

    Universitas Indonesia

    2.4.3. Reactively-loaded multi-frequency antenna

    Teknik terakhir untuk mendapatkan beberapa frekuensi pada satu antena adalah dengan menambahkan beban pada antena. Beban yang dimaksud disini bisa berupa stub, slot, pin, slot dan pin, ataupun kapasitor. Teknik ini adalah teknik yang paling populer digunakan untuk menghasilkan antena yang dapat bekerja lebih dari satu frekuensi. Beban reaktif tersebut ditambahkan secara khusus pada tepi peradiasi (radiating edge) untuk menghasilkan panjang resonansi yang lebih jauh, dimana panjang resonansi ini berakaitan dengan pembangkitan frekuensi yang lainnya. Berikut adalah gambarannya:

    Gambar 2.13 Teknik Reactively-Loaded Multi Frekuensi [15]

    Pada skripsi ini teknik yang digunakan ialah teknik reactively-loaded multi-frekuensi, lebih khususnya dengan menggunakan sebuah slot dan notch.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 30 Universitas Indonesia

    BAB 3

    PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

    Pada bab ini akan dijelaskan tentang perancangan dan simulasi antena multiband yang bekerja pada frekuensi 13,56 MHz, 433MHz, 923 MHz, dan 2,4 GHz. Jenis antena yang akan digunakan adalah sebuah antena mikrostrip dengan catu langsung dengan patch berbentuk C yang memiliki slot di dalamnya dan dikombinasikan dengan sebuah antena spiral. Pemberian slot pada antena merupakan salah satu teknik membangkitkan frekuensi lain agar bekerja pada beberapa frekuensi (multi-band)[16], sedangkan penambahan antena spiral berfungsi sebagai penghasil frekuensi yang relatif rendah.

    3.1. Perlengkapan Yang Digunakan

    3.1.1 Perangkat Keras

    Perangkat keras yang digunakan dalam perancangan antara lain :

    1. Personal Computer (PC)

    2. Network analyzer Hewlett Packard 8753E

    3. Kabel Coaxial 50 ohm dan connector SMA 50

    4. Substrat FR4, solder, dan timah.

    3.1.2 Perangkat Lunak

    Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dalam perancangan antara lain

    1. PCAAD 5.0

    PCAAD 5.0 digunakan untuk menentukan impedansi karakteristik dan lebar saluran dari saluran mikrostrip.

    2. Perangkat lunak HFSS v 11.1.1

    Untuk proses simulasi antena yang sudah dirancang

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 31

    Universitas Indonesia

    3. Microsoft Excel 2007

    Perangkat lunak ini digunakan untuk mengolah data.

    4. Microsoft Visio 2003

    Program ini digunakan untuk melakukan visualisasi desain perancangan dan juga berbagai macam visualisasi yang digunakan dalam skripsi ini.

    3.2. Diagram Alir Perancangan Antena

    Pada proses perancangan antena, dilakukan beberapa tahapan mulai dari penentuan frekuensi antena sampai dengan pengukuran antena. Berikut ini adalah diagram alir dari perancangan antena dengan tiga-band frekuensi:

    Gambar 3.1 Diagram Alir Perangcangan Antena

    Karakterisasi

    antena

    Menentukan dimensi saluran

    pencatu dengan PCAAD

    Menentukan jenis subtrat yang

    digunakan yaitu FR4 ( r =4.4, tan =0,02, h= 1,6 mm)

    Mulai

    Menentukan frekuensi kerja

    yang diinginkan

    Penelitian dampak slot pada

    perancangan antena patch

    bentuk C

    Perancangan antena multi-band

    Simulasikan dengan HFSS v11

    Mencapai frekuensi

    13.56 MHz, 433 MHz,

    924 MHz, dan 2.4 GHz

    ya

    tidak

    Mencapai

    frekuensi yang

    diinginkan

    Selesai

    Fabrikasi

    Pengukuran

    ya

    tidak

    Optimalisasi

    antena

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 32

    Universitas Indonesia

    3.3. Perancangan Antena

    3.3.1. Menentukan Frekuensi Kerja Antena

    Tahapan pertama dari perancangan antena adalah menentukan frekuensi kerja antena yang kita inginkan. Pada skripsi ini frekuensi kerja antena yang akan dituju adalah 13,56 MHz, 433 MHz, 924MHz dan 2,4 GHz. Keempat frekuensi ini diharapkan memiliki VSWR 2 ( koefisien refleksi -10dB).

    3.3.2. Menentukan Jenis Substrat yang Diinginkan

    Substrat merupakan bahan dielektrik yang memiliki nilai konstanta dielektrik (r), dielectric loss tangent (tan ) dan ketebalan (h) tertentu. Ketiga nilai tersebut mempengaruhi frekuensi kerja, bandwidth, dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat. Semakin kecil konstanta dielektrik, maka ukuran elemen peradiasi dan saluran pencatu mikrostrip yang dibutuhkan akan semakin luas, karena ukuran elemen peradiasi dan saluran mikrostrip berbanding terbalik dengan konstanta dielektrik. Ketebalan substrat jauh lebih besar daripada ketebalan konduktor metal peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth akan semakin meningkat, tetapi berpengaruh terhadap timbulnya gelombang permukaan (surface wave). Begitu juga sebaliknya, semakin kecil tebal substrat maka efek gelombang permukaan semakin kecil sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja antena seperti gain, efisiensi, dan bandwidth.

    Dalam pemilihan jenis substrat sangat dibutuhkan pengetahuan tentang spesifikasi umum dari susbtrat tersebut, kualitasnya, ketersediannya dan yang tidak kalah penting adalah harga atau biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya. Semua parameter tersebut akan mempengaruhi nilai jual ketika akan difabrikasi secara massal untuk dipasarkan. Pada skripsi ini digunakan substrat FR4 (evoksi) dengan ketebalan 1,6 mm dengan spesifikasi pada Tabel 3.1.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 33

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1 Spesifikasi Substrat Yang Digunakan

    Jenis Substrat FR4 (epoxy)

    Konstanta Dielektrik Relatif (r) 4.4

    Dielectric Loss Tangent (tan ) 0.02

    Ketebalan Substrat (h) 1,6 mm

    3.3.3. Menentukan Dimensi Saluran Pencatu

    Saluran pencatu yang digunakan pada perancangan diharapkan

    mempunyai atau paling tidak mendekati impedansi masukan sebesar 50 . Untuk

    mendapatkan nilai impedansi tersebut dilakukan pengaturan lebar dari saluran pencatu dengan menggunakan program PCAAD. Tampilan dari program PCAAD

    untuk mencari lebar catuan agar mempunyai impedansi 50 dapat dilihat pada

    Gambar.

    Gambar 3.2 Gambar Tampilan Program PCAAD

    Gambar Tampilan Program PCAAD untuk Mencari Lebar Saluran Pencatu

    Agar Mempunyai Impedansi 50 .

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 34

    Universitas Indonesia

    3.3.4. Antena Berbentuk C

    Untuk menghasilkan antena multiband, salah satu cara yang digunakan adalah dengan memberikan beban pada antena. Antena yang menggunakan teknik ini biasa disebut Reactively-loaded Multi-frequency Antena. Salah satu bentuk beban adalah slot pada patch antena. Selain penambahan slot pada patch, penambahan beban juga dapat dilakukan dengan cara penambahan notch, stub, dan pin.

    Pada dasarnya, antena berbentuk C ini merupakan antena patch rectangular yang diberi sebuah notch di salah satu sisinya. Fungsi dari notch ini selain untuk menimbulkan banyak frekuensi, juga sebagai tempat untuk antena spiral yang nantinya akan dikombinasikan pada antena. Hal ini dilakukan untuk mengefisiensikan dimensi antena.

    Bentuk dasar dari antena ini adalah berbentuk segiempat (rectangular). Antena mikrostrip patch ini memiliki ukuran 100 mm x 117 mm dan memiliki dimensi substrat sebesar 130 x 180 mm. Lebar saluran pencatunya adalah 3 mm, sesuai perhitungan yang dilakukan pada software PCAD, saluran mikrostrip ini mempunyai impedansi karakteristik sebesar 50 . Gambar 3.3 adalah gambar patch antena berbentuk segi empat

    Gambar 3.3 Antena Mikrostrip Patch Rectangular

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 35

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.4 berikut menunjukkan koefisien refleksi untuk antena patch rectangular pada Gambar 3.3:

    Gambar 3.4 Grafik Koefisien Refleksi S11 antena patch rectangular

    Gambar 3.4 adalah gambar koefisien refleksi S11, dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa antena patch rectangular mempunyai frekuensi resonansi di 938 MHz dengan return loss sebesar -23,64 dB, dan bandwidthnya adalah 932,7 MHz 944,8 MHz.

    Penambahan sebuah sebuah notch rectangular pada sisi patch, menjadikan karakterisasi antena berubah. Besar ukuran notch yang ditambahkan pada patch rectangular adalah 65x59 mm. Gambar 3.5 adalah gambar antena mikrostrip bentuk C:

    0.80 0.85 0.90 0.95 1.00 1.05 1.10Freq [GHz]

    -25.00

    -20.00

    -15.00

    -10.00

    -5.00

    0.00

    dB(S

    (Lum

    pPo

    rt1,L

    um

    pPo

    rt1))

    Ansoft Corporation HFSSDesign1XY Plot 1

    -10.4724 -10.2624

    MX1: 0.9327MX2: 0.9448

    m1

    Curve InfodB(S(LumpPort1,LumpPort1))

    Setup2 : Sw eep1

    Name X Y

    m1 0.9383 -23.6483

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 36

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.5 Antena Patch Berbentuk C

    Gambar 3.6 Grafik Koefisien Refleksi S11 antena patch bentuk C

    Gambar 3.6 menunjukkan grafiik keofisien refleksi antena bentuk C. Dari gambar terlihat bahwa penambahan sebuah notch pada antena mikrostrip dapat menimbulkan frekuensi resonansi lebih dari satu[16]. Untuk antena bentuk C di atas, frekuensi refleksi yang berada di bawah -10 dB berjumlah tiga buah frekuensi, yaitu di 423 MHz, 802,3 MHz dan 1,392 GHz.

    Berikut ini adalah perbandingan antara antena patch berbentuk rectangular dengan patch berbentuk C:

    0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60Freq [GHz]

    -30.00

    -25.00

    -20.00

    -15.00

    -10.00

    -5.00

    0.00

    dB(S

    (Lum

    pPo

    rt1,L

    um

    pPo

    rt1))

    Ansoft Corporation HFSSDesign1XY Plot 1

    m1

    m2

    m3

    Curve InfodB(S(LumpPort1,LumpPort1))

    Setup2 : Sw eep1

    Name X Y

    m1 0.4233 -19.4076

    m2 0.8023 -12.8225

    m3 1.3977 -26.7596

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 37

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.2 Perbandingan antena Patch rectangular dengan antena patch bentuk C

    Pacth Rectangular Pacth bentuk C

    Frekuensi resonansi Return loss Frekuensi resonansi Returun loss

    938 MHz - 23,64 dB 423 MHz -19,407 dB

    802,3 MHz -12,822 dB

    1,392 GHz -25,75 dB

    3.3.5 Antena Berbentuk C dengan Slot

    Notch pada antena patch rectangular menyebakan timbulnya beberapa frekuensi resonansi. Namun frekuensi-frekuensi ini belum mencapai frekuensi resonansi yang dituju, yaitu 433 MHz dan 924 MHz. Jika dilihat dari tabel di atas, maka antena bentuk C ini hampir mencapai frekuensi 433 MHz, tetapi tidak demikian dengan frekuensi 924 MHz. Untuk mencapai frekuensi di 924 MHz, penulis mencoba menambahkan sebuah slot persegipanjang di dalam pacth bentuk C. Untuk design awal, panjang slot yang ditambah pada patch bentuk C ini adalah 50 mm.

    Gambar 3.7 merupakan gambar antena patch bentuk C dengan sebuah slot di dalamnya

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 38

    Universitas Indonesia

    .

    Gambar 3.7 Antena Patch Berbentuk C dengan Slot Persegi Panjang

    Hasil simulasi untuk antena pada Gambar 3.7 di atas dapat dilihat pada Gambar 3.8 berikut.

    Gambar 3.8 Grafik Koefisien Refleksi Antena Bentuk C dengan Slot Persegi Panjang.

    0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60Freq [GHz]

    -30.00

    -25.00

    -20.00

    -15.00

    -10.00

    -5.00

    0.00

    dB(S

    (Lum

    pPo

    rt1,Lu

    mpP

    ort1

    ))

    Ansoft Corporation HFSSDesign1XY Plot 1

    m2

    m3

    m1

    Curve InfodB(S(LumpPort1,LumpPort1))

    Setup2 : Sw eep1

    Name X Y

    m1 0.3932 -14.5512

    m2 0.7842 -16.1036

    m3 1.1150 -26.8432

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 39

    Universitas Indonesia

    Dari Gambar 3.8 terlihat bahwa penambahan sebuah slot di dalam antena pacth bentuk C akan menggeser frekuensi resonansi ke arah kiri. Tabel 3.3 merupakan perbandingan frekuensi resonansi sebelum dan setelah dilakukan penambahan sebuah slot:

    Tabel 3.3 Perbandingan antena patch bentuk C tanpa slot dengan antena bentuk C dengan slot

    Antena patch bentuk C tanpa slot Antena patch bentuk C dengan slot

    Frekuensi resonansi Return loss Frekuensi resonansi Return loss

    423 MHz -19,407 dB 393,2 MHz -14,551 dB

    802,3 MHz -12,822 dB 784,2 MHz -16,103 dB

    1,392 GHz -25,75 dB 1,115 GHz -26,843 dB

    Dari Tabel 3.3 di atas terlihat bahwa slot berfungsi untuk menggeser frekuensi resonansi ke arah kiri atau ke frekuensi lebih rendah. Dari tiga frekuensi resonansi tersebut, frekuensi yang mengalami banyak pergeseran adalah frekuensi ketiga. Dapat disimpulkan bahwa penambahan sebuah slot pada antena patch bentuk C akan menggeser frekuensi resonansi ketiga.

    3.3.6 Karakterisasi panjang slot

    Untuk memperoleh ferkuensi di 924 MHz, penulis mencoba merubah panjang slot rectangular yang ada pada antena pacth bentuk C. Karakterisasi panjang slot ini dilakukan dari panjang slot 10 mm sampai 100 mm dengan sepuluh kali step penambahan panjang. Berikut ini adalah hasil karakterisasi dari panjang slot pada antena mikrostrip bentuk C:

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • Gambar 3.

    Tabel 3.4

    Panjang Slot 10 mm

    20 mm

    30 mm

    40 mm

    50 mm

    60 mm

    70 mm

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.9 Grafik karakterisasi panjang slot

    Tabel 3.4 Hasil Karakterisasi Panjang Slot

    Frekuensi Resonansi Return loss420.3 MHz -13.8086 dB

    811.3 MHz -12.1039 dB

    1.3947 GHz -23.4912 dB

    417.3 MHz -20.5816 dB

    805.3 MHz -12.5924 dB

    1.3556 GHz -29.2918 dB

    417.3 MHz -18.8481 dB

    817.3 MHz -13.0673 dB

    1.3075 GHz -33.7493 dB

    399.2 MHz -23.2791

    802.3 MHz -13.8336 dB

    1.2053 GHz -24.5919 dB

    393.2 MHz -14.5512 dB

    784.2 MHz -16.1036 dB

    1.115 GHz -26.8432 dB

    375.2 MHz -17.7669 dB

    784.2 MHz -31.9892 dB

    1.0248 GHz -23.5724 dB

    387.2 MHz -13.5835 dB

    40

    Universitas Indonesia

    Return loss 13.8086 dB

    12.1039 dB

    23.4912 dB

    20.5816 dB

    12.5924 dB

    29.2918 dB

    18.8481 dB

    13.0673 dB

    33.7493 dB

    23.2791 dB

    13.8336 dB

    24.5919 dB

    14.5512 dB

    16.1036 dB

    26.8432 dB

    17.7669 dB

    31.9892 dB

    23.5724 dB

    13.5835 dB

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 41

    Universitas Indonesia

    754.1 MHz -16.6726 dB

    958.6 Mhz -13.1826 dB

    80 mm 411.3 MHz -12.7808 dB 745.1 MHz -6.328 dB

    937.6 MHz -11.4787 dB

    90 mm 372.2 MHz -15.5844 dB 672.9 MHz -7.0709 dB

    868.4 MHz -8.705 dB

    100 mm 399.2 MHz -17.5455 dB 865.4 MHz -10.0719 dB

    Dari Gambar 3.9 terlihat bahwa pertambahan panjang slot akan mempengaruhi koefisien refleksi di frekuensi ke tiga. Semakin panjang slot, akan menggeser frekuensi resonansi ke kiri namun juga akan menjadi kondisi yang semakin tidak matching.

    Sementara hasil karakterisasi panjang slot untuk frekuensi pertama dan kedua tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Perubahan hanya terlihat dari kondisi matching kedua frekuensi ini. Untuk panjang slot 100 mm, frekuensi resonansi kedua akan menghilang, sehingga hanya tersisa frekuensi pertama dan ketiga.

    3.3.7 Karakterisasi lebar slot

    Karakterisasi selanjutnya adalah karakterisasi lebar slot. Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lebar slot yang ditambahkan pada antena patch terhadap grafik S11 yang dihasilkan. Lebar slot dikarakterisasikan mulai dari lebar 9 mm sampai 3 mm. Dari hasil karakterisasi ini, terlihat bahwa lebar slot akan lebih mempengaruhi di frekuensi 2,4 GHz. Berikut ini adalah hasil karakterisasi yang telah dilakukan.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • Gambar 3.10 Grafik Karakterisasi Lebar Slot

    Dari grafik pada Gambar 3.10, terlihat bahwamenggeser frekuensi, juga akanpada resonan frekuensislot, maka bandwidthbesar. Untuk mencapai frekuensi resonansi frekuensi di 2,4 GHz dengan S11 dibawah -10dB, lebar slot yang diperlukan adalah kurang dari 5 mm.

    3.3.8 Antena Spiral

    Tujuan awal patchadalah untuk efisiensi dimensi antena lain yang berbentuk spiral ke dalam ruang kosong pada Penambahan antena lebih relatif lebih rendah yaitu pada frekuensi 13,56 MHz. memiliki nilai induktansi yang cukup besar sehingga mampu upada frekuensi HF. Dimana secara teori, perbandingan frekuensi resonansi dengan besar induktansi adalah berbanding terbalikPersamaan 2.24 sebelumnyaspiral maka akan menurunkan frekuensi resonansi yang dihasilkan.

    Berikut ini adapatch spiral:

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.10 Grafik Karakterisasi Lebar Slot

    pada Gambar 3.10, terlihat bahwa karakterisasi inimenggeser frekuensi, juga akan berpengaruh pada bandwidth pada resonan frekuensi, terutama pada frekuensi 2,4 GHz. Semakin kecil lebar

    bandwidth yang dihasilkan pada frekuensi 2,4 GHz akan semakin besar. Untuk mencapai frekuensi resonansi frekuensi di 2,4 GHz dengan S11

    10dB, lebar slot yang diperlukan adalah kurang dari 5 mm.

    Spiral

    Tujuan awal patch antena dibentuk menjadi sebuah antenaadalah untuk efisiensi dimensi antena. Dimana akan ditambahkan sebuah

    lain yang berbentuk spiral ke dalam ruang kosong pada spiral ini bertujuan untuk membangkitkan frekuensi y

    lebih relatif lebih rendah dibanding frekuensi-frekuensi resonansi yang lainnya, yaitu pada frekuensi 13,56 MHz. . Elemen spiral ini ditujukan agar antena memiliki nilai induktansi yang cukup besar sehingga mampu untuk beresonansi

    . Dimana secara teori, perbandingan frekuensi resonansi dengan besar induktansi adalah berbanding terbalik, seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2.24 sebelumnya. Sehingga dengan menambah induktansi pada spiral maka akan menurunkan frekuensi resonansi yang dihasilkan.

    Berikut ini adalah bentuk antena setelah dikombinasikan dengan

    42

    Universitas Indonesia

    karakterisasi ini selain dapat yang dihasilkan

    2,4 GHz. Semakin kecil lebar yang dihasilkan pada frekuensi 2,4 GHz akan semakin

    besar. Untuk mencapai frekuensi resonansi frekuensi di 2,4 GHz dengan S11 10dB, lebar slot yang diperlukan adalah kurang dari 5 mm.

    antena berbentuk C . Dimana akan ditambahkan sebuah patch

    lain yang berbentuk spiral ke dalam ruang kosong pada antena C. tujuan untuk membangkitkan frekuensi yang

    frekuensi resonansi yang lainnya,

    . Elemen spiral ini ditujukan agar antena ntuk beresonansi

    . Dimana secara teori, perbandingan frekuensi resonansi dengan g ditunjukkan pada

    . Sehingga dengan menambah induktansi pada antena spiral maka akan menurunkan frekuensi resonansi yang dihasilkan.

    setelah dikombinasikan dengan antena

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 43

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.11 Gambar Penampang Antena Setelah dikombinasikan dengan Antena Spiral.

    Gambar 3.11 menunjukan gambar penampang antena setelah dikombinasikan dengan antena spiral. Antena spiral ini memiliki lebar jalur sebesar 0,5 mm dan jarak antara jalurnya sebesar 0,5 mm. Penetapan besar lebar jalur maupun jarak antar jalur pada antena spiral tidak terlalu berpengaruh terhadap frekuensi yang dihasilkan. Adapun yang perlu diperhatikan adalah efisiensi dimensi antena, sehingga antena spiral yang diperlukan untuk membangkitkan frekuensi resonansi yang relatif rendah tidaklah terlalu besar dimensinya.

    Rancang bangun..., Yudha Dwi Prasetya, FT UI, 2010

  • 3.3.9 Karakterisasi

    Ada beberapa karakterisasi yang dilakukan terhadap mendapatkan seb