tugas akhir pak tri

39
UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Tugas Akhir Mata Kuliah Kebijakan dan Manajemen Infrastruktur MANAJEMEN INFRASTRUKTUR Prakonstruksi, Konstruksi dan Pascakonstruksi (Studi Kasus : Rencana Ruas Tol Ruas Tol Kandis – Dumai) Oleh: Nama : Inti Lestari NPM : (16309836) Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Upload: calvin-syatauw

Post on 24-Nov-2015

76 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS GUNADARMAFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Tugas Akhir Mata Kuliah Kebijakan dan Manajemen InfrastrukturMANAJEMEN INFRASTRUKTUR Prakonstruksi, Konstruksi dan Pascakonstruksi(Studi Kasus : Rencana Ruas Tol Ruas Tol Kandis Dumai)

Oleh:Nama :Inti LestariNPM:(16309836)Fakultas:Teknik Sipil dan PerencanaanJurusan:Teknik SipilDosen:Ir. Tri Djoko S. M., M.Eng.

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Trimester XIKebijakan dan Manajemen InfrastrukturMaret 2012

DAFTAR ISI

Halaman Halaman JuduliDaftar Isiii

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG11.2 TUJUAN PENULISAN21.3 RUMUSAN MASALAH21.4 SISTEMATIKA PENULISAN2

BAB IITINJAUAN UMUM2.1 MANAJEMEN INFRASTRUKTUR32.2 JENIS-JENIS KEMITRAAN52.3 BOT (BUILD OPERATE TRANSFER)62.4 PENDANAAN INFRASTRUKTUR13BAB IIIPEMBAHASAN3.1 GAMBARAN UMUM PROYEK193.2 PERJANJIAN213.3 TAHAP PERENCANAAN DAN KONSTRUKSI223.4 TAHAP PEMELIHARAAN DAN JAMINAN PENDANAAN 22BAB IVPENUTUP4.1KESIMPULAN244.2SARAN24

Daftar Pustaka23

ii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGPembangunan infrastruktur merupakan keharusan bagi setiap negara, karena menjadi landasan dan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, meningkatkan konsumsi pemerintah dan masyarakat, dan dapat menstimulasi sektor riil (multiplier effect).Hingga saat ini alokasi dana infrastruktur Indonesia di tahun 2013 telah meningkat, total investasi infrastruktur (APBN, APBD, BUMN/BUMD, dan swasta) diperkirakan hampir menyentuh angka 5% dari PDB, persisnya 4,7%. Sebelumnya ditahun 2012 hanya mencapai Rp 385,2 triliun (4,51% PDB). Idealnya Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di atas 7% seperti yang ditargetkan dalam dokumen MP3EI, diperlukan investasi infrastruktur sekitar 7%.Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan bahwa tantangan utama pembangunan infrastruktur adalah aspek pembiayaan. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mencari skema diversifikasi pembiayaan infrastruktur yang efektif. Saat ini, terdapat tiga skema pembiayaan pembangunan infrastruktur :1. Pertama, pembiayaan yang berasal dari APBN dan APBD yang utamanya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur dasar. 2. Kedua, pembiayaan yang berasal dari BUMN dan BUMD dengan skema kerja sama pemerintah swasta (KPS) dan juga penugasan pemerintah. 3. Ketiga, pembiayaan yang murni dari pihak swasta seperti KPS dan pembangunan infrastruktur khusus di kawasan industri.Dalam rangka mengoptimalkan dukungan pembiayaan infrastruktur, diperlukan kerja sama yang sinergis dan terintegrasi antar pelaku sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Melalui makalah ini akan dibahas mengenai manajemen infrastruktur, jenis-jenis skema pembiayaan (kemitraan) infrastruktur dan pendanaan infrastruktur, serta contoh kasus yang berkaitan dengan permasalahan infrastruktur Indonesia.

1.2 TUJUANTujuan dari penulisan makalah ini ialah:1. Mengetahui, memahami ilmu manajemen infrastruktur 2. Mampu mengaplikasikan ilmu manajemen infrastruktur dalam sebuah studi kasus.

1.3 RUMUSAN MASALAH1. Apakah definisi dan pengertian dari manajemen infrastruktur?2. Apa saja jenis-jenis kemitraan dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur?3. Bagaimana konsep kemitraan BOT?4. Bagaimana Proses Pendanaan Infrastruktur?5. Bagaimana proses manajemen infrastruktur bagi Studi Kasus : Rencana Ruas Tol Ruas Tol Kandis-Dumai?

1.4 SISTEMATIKA PENULISANBAB 1 PENDAHULUANBerisi latar belakang, tujuan penulisan, dan batasan masalah berkaitan dengan manajemen infrastrukturBAB 2TINJAUAN PUSTAKABerisi mengenai teori tentang konsep manajemen infrastruktur, jenis-jenis kemitraan, BOT, dan pendanaan infrastrukturBAB 3 ANALISIS Berisi Analisis tentang studi kasus proyek Rencana Ruas Tol Ruas Tol Kandis-DumaiBAB 4 KESIMPULAN DAN SARANBerisi Kesimpulan dan Saran berdasarkan dengan permasalahan dan analisis pada bab sebelumnya.

BAB IITINJAUAN UMUM

2.1 MANAJEMEN INFRASTRUKTURInfrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial.Manajemen: suatu proses untuk memanfaatkan sumber daya manajemen yang terbatas untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dapat diartikan manajemen infrasrtruktur ialah Proses memanfaatkan/mengelola/memelihara infrastruktur dengan sumber daya manajemen yang ada untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Enam Kategori Besar Infrastruktur (Grigg):1) Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan)2) Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara)3) Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air)4) Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat)5) Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar6) Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas)Pada pengelolaan infrastruktur air, memiliki siklus (life cycle) yang kerap disingkat akronim SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition,Construction, Operation and Maintenance). Secara umum adalah meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Namun konsep tersebut tidaklah terbatas pada sumber daya air, proyek-proyek lainnya pun dapat menerapkan siklus ini karena pada dasarnya suatu proyek memang terdiri dari tahap-tahap tersebut. a) Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto, 1997). rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari :- survei- perencanaan umum, studi makro dan studi mikro- studi kelayakan proyek, industri dan produksi- perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan- penelitianb) PelaksanaanPelaksanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.c) PengoperasianPengoperasian adalah suatu kegiatan usaha untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan antara sistem instalasi (permen ESDM 2005). Pengeoperasian bangunan yang dimaksud disini ialah kegiatan usaha untuk mendayagunakan bangunan yang telah dibangun untuk mendapatkan keuntungan bagi pemilik dan memberikan manfaat bagi pengguna. d) PemeliharaanAdalah segalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan, perawatan, perbaikan dan uji ulang, agar suatu bangunan selalu dalam keadaan baik, aman dan gangguang serta kerusakan dapat dengan mudah diketahui, dicegah dan diperkecil. Permasalahan Terjadinya Krisis Infrastructure Penyebab:1. Kegagalan pembuatan (modal, desain, konstruksi/teknologi)2. Runtuh (ambruk, teknologi)3. Rusak/aus (umur, pemakaian, salah pakai)4. Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran)5. Tidak ada penambahan/penyesuaian (kapasitas kurang)6. Tidak ada/minim pemeliharaan7. Usang (tidak sesuai, terlambat dibuat, perkembangan teknologi) Kenyataan (Kesalahan manajemen):1. Pemotongan anggaran/investasi kurang2. Kesalahan pemilihan infrastruktur3. Pemakaian melewati umur/life-cycle tidak diperhatikan4. Kecenderungan mengabaikan pemeliharaan5. Mahalnya pemeliharaan (20 40% dari konstruksi baru)6. Teknologi kurang berkembang7. Mahalnya teknologi baru

2.2 JENIS-JENIS KEMITRAANBeberapa proyek infrastruktur sudah banyak dilakukan dengan cara privatisasi, di mana peran swasta lebih dominan dibanding pemerintah. Kondisi ini mempengaruhi hubungan kontrak kedua belah pihak, masing-masing mempunyai posisi dengan hak dan kewajiban dengan konsekuensi yang sama. Semua ini dimaksudkan untuk memberikan peyanan publik dengan standar yang lebih tinggi, transparan, dan bertanggung jawab. Kontrak proyek infrastruktur dapat diuraikan di bawah ini :1. Build Operate Transfer (BOT). Suatu rancangan konrak di mana sektor swasta membangun suatu fasilitas dengan biaya sendiri, lalu mengoperasikannya dan memungut pembayaran terhadap pengguna fasilitas, lalusektor swasta mengalihkanya kepada pemerintah setelah kurun waktu tertentu yang telah disepakati. Kontrak BOT melibatkan pihak swasta dalam seluruh aspek desain, pelaksanaan kontruksi, pembiayaan, pengoperasian hingga pengalihan kepada pemerintah, yakni semuanya berhubungan dengan risiko yang harus ditanggungnya. Tetapi dari beberapa hal, pemerintah bertanggung jawab terhadap risiko yang memang harus ditanggungnya seperti risiko politik, kebijakan dan regulasi, serta pembebasan lahan.2. Build Transfer Operate (BTO). Suatu kontrak di mana sektor swasta membangun suatu fasilitas , yang setelah selesai dialihkan kepada pemerintah sebagai pemilik yang kemudian mengoperasikan fasilitas tersebut. Kontrak BTO dikembangkan di Amerika Serikat pada proyek jalan raya. Karena pembayaran premi risiko kendaraan sangat tinggi, pemerintah melindungi investor dengan mengambil alih tangung jawab mereka dalam menerapkan konsep kontrak ini.3. Build Own Operate (BOO). Suatu rancangan kontrak di mana pihak swasta membangun suatu fasilitas dengan biaya sendiri, mengoperasikannya dan memungut pembayaran terhadap pengguna fasilitas tersebut tanpa waktu yang ditentukan. Kontrak dengan proyek BOO hampir sama dengan BOT. Perbedaannya, tidak adanya kewajiban bagi pihak swasta untuk mengalihkan aset kepemilikan kepada pemerintah. Dari ketiga jenis kontak konsensi proyek di atas, yang biasa digunakan adalah kontrak BOT yang mempunyai karekteristik sesuai dengan proyek infrastruktur. Proyek besar dengan kontrak BOT merupakan jalan keluar terbaik untuk memecahkan masalah penyediaan dana yang besar serta masalah proyek yang memerlukan teknologi baru dalam desain dan pengoperasian. Untuk itu diperlukan proses yang baik dan transparan, akuntabilitas yang tinggi, kebijakan yang konsisten serta pemikiran yang cermat dalam menentukan kontrak proyek infrastruktur, (sumber: http://myzavier.blogspot.com/2009/06/jenis-kontrak-proyek-infrastruktur.html)

2.3 BOT (BUILD OPERATE TRANSFER)Bangun guna serah (build operate and transfer) disingkat BOT adalah sistem pembiayaan biasanya diterapkan proyek pemerintah berskala besar yang dalam studi kelayakan pengadaan barang dan peralatan, pembiayaan dan pembangunan serta pengoperasiannya, sekaligus juga penerimaan atau pendapatan yang timbul darinya diserahkan kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu diberi hak untuk mengoperasikan, memeliharanya serta untuk mengambil manfaat ekonominya guna menutup sebagai ganti biaya pembangunan proyek yang bersangkutan dan memperoleh keuntungan yang diharapkan. Dalam praktik hukum konstruksi dikenal beberapa model kerja sama selain BOT agreement seperti BOOT (build, own, operate and transfer) dan atau BLT (build, lease and transfer). Sistem bangun guna serah atau yang lazimnya disebut BOT agreement adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, di mana :1. Pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), 2. Pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa fee) kepada pemilik tanah, 3. Pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir. Sedangkan unsur-unsur perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer/BOT) atau BOT agreement, adalah :1. Investor (penyandang dana) 2. Tanah 3. Bangunan komersial 4. Jangka waktu operasional 5. Penyerahan (transfer)

Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan Kemitraan BOT[footnoteRef:2] [2: Mahmudi. (2007), Kemitraan Pemerinah Daerah dan Efektivitas Pelayanan Publik, Jurnal Bisnis dan Manajemen (Sinergi) Vol. 9 (No. 1 Januari): 53-67.]

KELEBIHANKELEMAHAN

Publik mendapat manfaat dari keahlian partner swastanya. Publik mendapatkan manfaat dari penghematan operasi dari partner swasta. Publik dapat mempertahankan kepemilikan aset. Kepemilikan publik dan kontrak diluar operasi tidak dapat dikenai pajak. Publik mempertahankan otoritas terhadap kualitas layanan dan pembayarannya. Kontrol pemerintah terhadap kinerja operasional, standar pelayanan, dan perawatannya. Kemampuan untuk mengakhiri kontrak jika standar kinerja tidak terpenuhi, walaupun fasilitas dapat terus digunakan. Penghematan terhadap desain, konstruksi, dan arsitekturnya. Kemungkinan pemindahan entitas sektor swasta atau penyelesaian kontrak ketika terjadi kebangkrutan partner swasta. Jika kontraktor bangkrut, maka pemerintah yang harus melanjutkan operasi proyek dan memberikan subsidi. Lebih rawan terjadi korupsi.

Sumber: Mahmudi (2007).Para pihak yang terlibat dalam pembangunan dengan polakemitraan BOT ini secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa bagian (Gambar 2.2), yaitu:1. Prinsipal/Client adalah pihak yang secara keseluruhan bertanggung-jawabatas pemberian konsesi dan merupakan pemilik akhir dari proyek/fasilitastersebut setelah habisnya jangka waktu. Biasanya dalam proyek-proyek infrastruktur pemerintah yangbertindak sebagai client dari proyek tersebut.2. Promotor adalah suatu badan hukum/organisasi yang diberikonsesi untuk membangun, memiliki, mengoperasikan dan mengalihkanfasilitas tertentu. Organisasipromotor ini biasanya didukung olehpihak-pihak lain, seperti: Contractor,Investor, Operator, Supplier, Lender danUser.Pihak yang disebutkan ini masing-masing dapat menjadi satu denganpromotor ataupun terpisah bagiannya.

Sumber: Ahmad Kreydieh (1996).Gambar 2.2 Hubungan Kontraktual dalam Proyek Kemitraan BOT

2.3.1Jenis Perjanjian, Objek Perjanjian dan Asas Perjanjian BOT1. Jenis PerjanjianTerdapat beberapa jenis perjanjian yang terkait didalamnya : a. Kontrak konsesi sebagai dasar b. Kontrak kontraktor c. Share holder agreement d. Supply agreement e. Operational agreement f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor. Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek. Sehingga dari satu proyek akan terkait beberapa unsur di dalamnya, yang akan digambarkannya dalam Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2 Skema Keterkaitan Pihak-Pihak dalam BOT

Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik (yang menguasai tanah) dengan Investor (penyandang dana). Pemisahan yang tegas terkait hak dan kewajiban para pihak. Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya. 2. Objek PerjanjianObyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) kurang lebih :1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial. 2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk tujuan : a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, dan pelabuhan peti kemas. b. Pembangunan properti seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen. c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu.Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer/BOT) terjadi dalam hal, jika: a. Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut. b. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya bangunan komersial tersebut. c. Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu. d. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya. (Pasal 62 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung)e. Perjanjian kerja sama ini merupakan bentuk perjanjian kerja sama antara pemegang hak atas tanah dengan investor, pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian, setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya. 3. Asas PerjanjianAsas Perjanjian Build Operate And Transfer (BOT) merupakan:1. Asas Hukum. Kerjasama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian. 2. Asas Saling Menguntungkan. Di dalam sebuah Naskah Akademis dinyatakan bahwa asas terpenting dalam kerjasama adalah asas ini. Dijelaskan bahwa semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja, setelah kerjasama dengan perjanjian BOT pada suatu saat dia juga bisa memilki bangunan. Begitu juga bagi investor yang tidak memiliki lahan, dia bisa mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya. 3. Asas kepastian Hukum. Hal ini dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian dan investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta fasilitas yang telah diperjanjikan dengan kepastian. Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat :a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian b. Objek bangun guna serah dalam bangun serah guna c. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian e. Persyaratan lain yang dianggap perlu 4. Asas Musyawarah. Kerja sama ini menganut juga asas musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan antara para pihak yang melakukan perjanjian.

2.3.2Karateristik, Tujuan dan Resiko Kerja Sama Build, Operate and Transfer (BOT)Setiap proyek BOT mempunyai ciri atau pertimbangan khusus tersendiri, namun dapat diambil beberapa karateristik yang sama, antara lain:a. Masa konstruksi, jika dibandingkan dengan pembangunan industri komersial lain, biasanya proyek BOT mempunyai masa konstruksi yang lebih lama, karena dikombinasikan dengan kebutuhan mengkapitalisasikan modal sampai penyempurnaan hasil dengan biaya tinggi.b. Hasil akhir, biasanya mempunyai masa guna yang relatif lebih panjang yang pada umumnya adalah 30 tahun.c. Proyek yang telah jadi, umumnya hanya membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah.d. Perlindungan investor terhadap resiko proyek sangat riskan, tetapi proyek BOT merupakan suatu proyek konstruksi beresiko tinggi diikuti oleh suatu proyek pengguna denganre siko rendah.e. Sebagai suatu hasil dari konstruksi jangka panjang dan ongkos pembiayaan yang tinggi, pengembalian dan kepada investor sangat mudah dipengaruhi masalah keterlambatan penyempurnaan proyek.Tujuan kerja sama BOT bagi Pemerintah Daerah:1. Pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan, karena dapat membangun infrasturktur dengan biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang relatif rendah. 2. Pemerintah Daerah juga tidak menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs. 3. Bagi investor, pembangunan infrasruktur dengan pola BOT merupakan pola yang menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang dibangunnya. Namun dengan kerja sama ini dapat menguntungkan para pihak yang berjanji. Resiko Dalam Perjanjian Build Operate And Transfer : BOT biasanya digunakan pada perjanjian megaproyek maka dikaitkan dengan beberapa kemungkinan resiko atau peristiwa diluar dugaan yang tidak diharapkan. Proyek ini biasanya mengalami : a. Political risk: Resiko yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah dan kondisi daerah setempat. b. Economic risk: resiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi. Seperti penurunan nilai mata uang, terjadinya inflasi dan sebagainya. c. Legal risk: yaitu resiko yang berkaitan dengan hukum, karena pada dasarnya proyek ini didasarkan pada sebuah perjanjian. d. Transaksi risk: berhubungan dengan persaingan penawaran proyek (bidding competition) termasuk didalamnya undangan lelang, penawaran serta negosiasi, berbagai dokumen proyek yang terjadi pada awal proses BOT. e. Contruction risk: berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, apakah bangunan tersebut telah sesuai dengan standar bangunan secara teknik. Bangunan akan diuji ketahanannya. Serta hal yang berkaitan dengan lamanya waktu pembangunan. f. Social risk: resiko yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apakah pada proyek tersebut mendapat dukungan dari masyarakat ataupun sebaliknya. Pengaruh agama dan budaya setempat terhadap proyek tersebut. g. Environtmental risk: yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Setiap proyek pembangunan harus mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Melakukan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan.

2.4 PENDANAAN INFRASTRUKTURSelama ini pendanaan pembangunan infrastruktur diidentikkan dengan anggaran APBN, sehingga pihak swasta belum berperan optimal dalam pengembangan infrastruktur. Sementara terkait pendanaannya, anggaran negara tidak mencukupi kebutuhan pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, Pemerintah memerlukan skema alternatif pembiayaan infrastruktur di dalam negeri, salah satunya melalui pola Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dimana pihak perbankan dapat berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur tersebut.1) Skema KPS Kebutuhan berbagai fasilitas infrastruktur ekonomi dan sosial memberikan tekanan terhadap APBN untuk keperluan meningkatkan, merehabilitasi, dan mengoperasikan fasilitas yang ada. Sementara anggaran Pemerintah yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur 2005-2009 hanya 38% dari kebutuhan total investasi. Salah satu alternatif solusi adalah Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS). a. Pengertian KPS 1. KPS adalah penyediaan pelayanan oleh sektor swasta atas pelayanan yang secara tradisional biasanya disediakan oleh Pemerintah; 2. Sektor swasta mendisain, membiayai, membangun, dan mengoperasikan aset dan sebagai imbalannya memperoleh pembayaran yang dikaitkan dengan pelayanan yang disediakan; 3. Arus kas proyek KPS dapat berasal dari End Customer (seperti tarif tol untuk jalan tol) atau pembayaran yang berasal dari pemerintah berdasarkan ketersediaan pelayanan (seperti tarif listrik untuk pembangkit listrik swasta). b. Manfaat KPS Manfaat KPS antara lain mencakup efisiensi dan transfer risiko. Dengan KPS, masing-masing pihak fokus pada kegiatan yang sesuai dengan keahliannya. Pemerintah fokus kepada pengembangan kebijakan atas kebutuhan pelayanan di setiap sektor. Sedangkan sektor swasta menyediakan pelayanan yang dibutuhkan Pemerintah/masyarakat dengan cara yang paling efisien: 1) KPS memungkinkan Pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur tanpa menggunakan APBN (off balance sheet) sehingga anggaran yang tersedia dapat digunakan untuk keperluan lainnya; 2) KPS memungkinkan Pemerintah tetap memegang kendali strategis atas proyek dan pelayanan secara keseluruhan; 3) KPS dapat meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi proyek dan pelayanan, dengan melibatkan keahlian swasta; 4) KPS menawarkan nilai uang (value for money) dibandingkan jika fasilitas yang sama diadakan secara konvensional, karena swasta memiliki insentif dan keahlian yang dapat menurunkan biaya, memperpendek waktu penyediaan, dan peningkatan proses manajemen konstruksi dan fasilitas. c. Regulasi KPS Pelaksanaan KPS diatur dalam :1. Keppres No. 7/1998. Pada tahun 2005 2. Pemerintah mendefinisikan ulang substansi pelaksanaan KPS dengan Perpres No. 67/2005, yang menggantikan Keppres No. 7/1998, 3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38/2006 tentang manajemen risiko dalam proyek infrastruktur. 4. Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. 5. Perpres 67/2005 mengatur tentang prinsip, jenis, identifikasi dan proses pengadaan, tarif dan resiko, perjanjian dan ijin pengusahaan. 6. Peraturan Presiden No. 67/2005 merupakan peraturan yang secara khusus mengatur ketentuan penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui mekanisme KPS. Keppres ini diperlukan sebagai salah satu alat penciptaan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. 7. Perpres No. 67/2005 telah disempurnakan melalui Perpres No. 13/2010 yang banyak membahas mengenai dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah.

Gambar Struktur Transaksi Proyek Kemitraan Pemerintah Swasta

Gambar Proses Pelaksanaan Proyek Kemitraan Pemerintah Swasta

2) Peran Perbankan dalam Pembiayaan Infrastruktur Dilihat dari sudut pandang Perbankan, sampai saat ini sektor Infrastruktur termasuk dalam kelompok sektor industri yang memiliki tingkat risiko maupun return pada level moderat. Sesuai data perkreditan sektoral yang dipublikasikan BI, sektor infrastruktur tidak disajikan tersendiri, sehingga data yang disajikan untuk menggambarkan adalah data sektor Konstruksi serta sektor Listrik, Gas dan Air. Dalam tabel di bawah, Portfolio kredit perbankan (Bank Umum) sektor Konstruksi dan Listrik, Gas & Air menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan portfolio rata-rata 28,5% per tahun.

Gambar Portfolio Kredit Sektor Konstruksi, Listrik, Gas dan Air dalam Milyar

3) Pembiayaan Infrastruktur oleh Perbankan Dalam melakukan pembiayaan infrastruktur, perbankan mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif antara lain : a. Karakteristik Proyek Infrastruktur Dalam memberikan pembiayaan, Bank harus memahami karakteristik pembiayaan proyek infrastruktur antara lain : 1) Cost of Project yang relatif sangat besar sehingga memerlukan skema sindikasi/joint financing; 2) Tenor kredit secara umum berjangka panjang sehingga memiliki tingkat risiko yang tinggi; 3) Kebutuhan self-financing yang besar, sehingga hanya investor tertentu yang mampu memenuhi persyaratan tersebut; 4) Ketentuan tarif jasa infrastruktur termasuk penyesuaiannya harus jelas diatur dalam perjanjian kerjasama/kontrak; 5) Potensi terjadinya risiko overrun cost, sehingga pada umumnya perbankan mensyaratkan adanya jaminan dari pemilik proyek untuk menanggung risiko tersebut; 6) Potensi terjadinya risiko inkonsistensi kebijakan di bidang infrastruktur (antara lain kebijakan tarif, kebijakan penjaminan dari Pemerintah).Sesuai karakteristik proyek tersebut di atas, maka diperlukan komitmen Pemerintah dan/atau pemegang saham dalam hal : 1) Pembebasan lahan, diperlukan komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan pembebasan lahan sesuai jadwal; 2) Komitmen/kepastian dari Pemerintah atas implementasi ketentuan/Undang undang yang ada (misalnya kepastian kenaikan tarif tol); 3) Adanya komitmen/jaminan dari pemegang saham untuk menyelesaikan proyek (termasuk dalam hal terjadi cost over run) dan pemenuhan kewajiban/ pengembalian pinjaman kepada bank (termasuk dalam hal terjadi cash deficiency). b) Jenis Pembiayaan Proyek Corporate finance Corporate finance adalah pembiayaan proyek jangka menengah sampai panjang dengan agunan proyek yang dibiayai, dan sumber pelunasan berasal dari cash flow yang dihasilkan oleh perusahaan baik dari proyek yang dibiayai maupun proyek lainnya. Ukuran feasibility proyek ditentukan oleh seluruh instrumen yang ada dalam korporasi. Project finance Project finance adalah pembiayaan proyek jangka menengah sampai panjang dengan agunan proyek yang dibiayai, dan sumber pelunasan berasal dari cash flow yang dihasilkan oleh proyek yang dibiayai. Ukuran feasibility proyek ditentukan oleh instrumen yang terdapat dalam proyek itu sendiri. Public Private Partnership : Publicprivate partnership (PPP) merupakan government service/private business venture yang dibiayai dan dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah dan sektor swasta. Ukuran feasibility Proyek ditentukan oleh instrumen yang terdapat dalam Proyek itu sendiri. Prakarsa Proyek dapat berasal dari Pemerintah atau Swasta. Proyek dapat dilakukan dengan atau tanpa Jaminan Pemerintah atau Subsidi Pemerintah.c. Feasibility Proyek Beberapa metode finansial yang lazim digunakan dalam mengevaluasi feasibility proyek adalah: a) Metode Payback Period Payback Period menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembalikan suatu investasi. Payback Period diperoleh dengan cara membandingkan initial invesment dengan cash inflow. Berdasarkan Metode Payback period, proyek yang dinilai feasible adalah : 1) Apabila payback period lebih pendek dari suatu periode yang telah ditentukan, maka proyek tersebut diterima; 2) Apabila payback period lebih panjang dari suatu periode yang telah ditentukan, maka proyek tersebut ditolak. b) Metode Internal Rate of Return Internal rate of return (IRR) merupakan rate of return yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan suatu investasi atau membandingkan profitabilitas suatu investasi dengan investasi lain. Evaluasi kelayakan investasi dilakukan dengan cara membandingkan IRR dengan tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan (required rate of return). 1) Apabila IRR lebih besar dari tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan, maka proyek tersebut diterima; 2) Apabila IRR lebih kecil dari tingkat bunga/pengembalian yang disyaratkan, maka proyek tersebut ditolak. c) Metode Net Present Value Net present value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang dari arus kas di masa datang (present value of future cash flow) suatu investasi dengan jumlah investasi awal (initial investment). Berdasarkan Metode Net Present Value, proyek yang dinilai feasible adalah: Jika NPV adalah positif, maka proyek diterima; Jika NPV adalah negatif, maka proyek ditolak . d) Cashflow Projection Cashflow projection memberikan gambaran atas seluruh rencana penerimaan (cash inflow) dan pengeluaran (cash outflow) uang kas suatu proyek sejak masa pembangunan proyek hingga proyek beroperasi. Dengan menyusun proyeksi cashflow, Bank akan dapat mengevaluasi profitabilitas proyek dan kemampuan proyek dalam memenuhi kewajiban yang berkenaan dengan pembiayaan proyek, seperti pembayaran kembali pokok pinjaman maupun bunga, dari pendapatan setelah proyek mulai beroperasi ataupun dari sumber lainnya.BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 GAMBARAN UMUM PROYEKPada tahun 2010 pemerintah melalui BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) mengeluarkan daftar rencana 30 ruas jalan tol yang akan ditawarkan kepada investor. Rencana jalan tol dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu : 15 (lima belas) ruas jalan tol kategori Priority Project sepanjang 401,73, dan 15 (lima belas) ruas jalan tol kategori Potencial Project sepanjang 943,28 kilometer. Rencana ruas tol Pekanbaru-Kandis-Dumai sepanjang 126 kilometer yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Riau termasuk kedalam kategori potencial project (sumber: http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTB/article/download/501/494) Data Teknis dan Finansial Proyek

Pembebasan lahan : diperkirakan selesai akhir 2011Pengerjaan fisik : 2012 atau 2013Perkiraan selesai : 20158 triliun dari cina. Pembebasan dari APBN. APBD biaya survey, pengukuran. (sumber: www.tribunpekanbaru.com/brt)

Gambar Lokasi Rencana Proyek Tol Pekanbaru-Kandis-DumaiAda sekitar sebelas (11) proyek jalan Tol yang tengah dilakukan pembebasan lahan, :1. Solo-Matingan I sepanjang 29,77 kilometer ( progres 70%)2. Solo-Matingan II sepanjang 29,9 kilometer (progres 77%)3. Mantingan-Solo I sepanjang 88,18 kilometer (progres 75,85%)4. Matingan-Solo II sepanjang 36,45 kilometer (progres 33,59%)5. Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi sepanjang 72,12 kilometer (progres 59,54%)6. Pekanbaru-Kandis sepanjang 58 kilometer 0%7. Kandis-Dumai sepanjang 79,8 kilometer 0%8. Cileunyi-Sumedang-Dawuan sepanjang 36,1 kilometer (progres 23,6%)9. Pasir Koja-Soreang sepanjang 12,51 kilometer (progres 10,05%)10. Pandaan-Malang sepanjang 38,6 kilometer (progres 9,39 %)11. Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (dana dibatasi maksimal Rp 350 miliar)Dapat dilihat progress pembebasan lahan yang diperkirakan selesai tahun 2011 malah terlambat hingga tahun 2013sebanyak 0% pembebasan lahan untuk rencana ruas tol Pekanbaru-Kandis- Dumai

3.2 PERJANJIANKerja sama antara pemerintah dan badan usaha (public-private partnership) pada pengusahaan jalan tol di Indonesia umumnya diselenggarakan melalui skema BOT (Build Operate Transfer) yang mengatur hak, kewajiban, dan kewenangan semua pihak dalam membangun, mengoperasikan, dan memelihara jalan tol selama masa konsesi, lalu diserahkan kembali kepada pemerintah setelah masa konsesi berakhir.Isi Perjanjian:1. Perjanjian dalam bentuk build operate and transfer (BOT)2. Pihak kedua membangun Jalan Tol3. Hak daya guna selama 35 tahun dnegan membayar kontribusi ke pihak pertama4. Setelah jangka waktu berakhir pihak kedua menyerahkan kembali tanah dan bangunan ke pihak pertama (pemerintah)Hak dan Kewajiban:Pihak Pertama (Pemerintah Pekanbaru):1. Menjamin Pembebasan lahan untuk jalan2. Menjamin lokasi tidak dalam perkara3. Memfasilitasi perizinan pembangunan dan pengoperasian jalan4. Menerima royalty dari pengoperasian jalan5. Menerima proyek yang sudah dibangun setelah masa kontrak habis6. Membentuk tim monitoring pengendalian pelaksanaan pembangunan jalan tolPihak Kedua :1. Mengelola Jalan Tol dana menerima hasil pengelolaan selama jangka waktu2. Berhak menyewakan atau membuat kerja sama dengan pihak lainnya atas jalan tol Pekanbaru-Dumai3. Berkewajiban untuk membangun Jalan Tol4. Menanggung seluruh biaya pembangunan 5. Menyerahkan Jalan kepada pemerintah setelah masa habis kontrak

3.3 TAHAP PERENCANAAN DAN KONSTRUKSITahapan Proyek Tol Pekanbaru-Kandis-Dumai masih dalam tahap perencanaan/ desain dan baru akan dimulai pelelangan, tetapi untuk proses pelaksanaan konstruksi tidak berbeda jauh drai pelaksanaan konstruksi jalan tol biasanya.Tahap Desain:Konsultan perencana, ditunjuk kementrian PU melakukan redesaign proyek jalan tol pekanbaru-dumai. Program ini dibagi menjadi dua paket PPK pekanbaru-kandis 58 km kemudian sekitar 70 km berada di kandis-dumai.

Ada perubahan mendasar dari kandis ke dumai yakni faktor adanyaJalan keluar aternatif dari jalan tol kota dumai, ke rencana tol sumatera, tol sumatera yang menuju tebing tinggi. Pembangunan ruas jalan tol Dumai-Pekanbaru yang melibatkan Dumai, Pekanbaru, Bengkalis dan Siak ini mengalami pergeseran pada titik akhir tol di Kota Dumai.perubahan desain menyebabkan permasalahan pembebasan lahan yang baru.

Desain Tol Pekanbaru-Dumai

3.4 TAHAP PEMELIHARAAN DAN JAMINAN PENDANAAN Pemeliharaan Jalan Tol Pekanbaru-Kandis-Dumai memiliki prinsip pemeliharaan yang sama dnegan jalan Tol lainnya di Indonesia. Pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur jalan tol oleh pihak swasta umumnya bersumber dari kombinasi equity dan debt dengan menggunakan konsep non-recourse project financing (NRPF), dimana pembayaran hutang piutang (debt service) kepada kreditor semata-mata dibebankan kepada cash flow proyek dan aset-asetnya. Proyek infrastruktur jalan tol memerlukan investasi awal relatif besar (up-front high capital) dengan karakter sensitif dan rentan terhadap risiko dan ketidakpastian. BAB 4PENUTUP

4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan dari Bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain :1. Proyek Infrastruktur Indonesia masih terbatas dalam hal pendanaan sehingga membutuhkan kerjasama kemitraan.2. Salah satu bentuk kerja sama pemeirntah-swasta ialah perjanjian BOT3. Perjanjian BOT dianggap paling menguntungkan kedua belah pihak (keuntungan lebih banyak dari kerugian (Tabel 1)4. Proses Pembangunan Infrastruktur yakni melaui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan. Namun tahap yang paling akhir yakni pemeliharaan seringkali di anggap remeh dan dikesampingkan sehingga menyebabkan kegagalan infrastruktur tinggi.5. Proyek ruas tol Pekanbaru-Dumai menggunakan perjanjian BOT. sistem pendanaannya non-recourse project financing (NRPF) yang pembebanannya asset-aset kreditor.4.2Saran1. Kerjasama BOT termasuk dalam pengaturan regulasi tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) belum ada regulasi khusus mengenai BOt sehingga sangat diperlukan regulasi yang jelas2. Proyek Pembangunan Ruas TOl Pekanbaru-Kandis Dumai baru melalui tahap pembebasan lahan dan perubahan desain yang ada membuat dibutuhkannya studi kelayakan dan AMDAL yang baru untuk proyek ini

DAFTAR PUSTAKA

Adha, Hadi L. 2011. Kontrak , Operate and Transfer (BOT)sebagai Perjanjian Kebijakan Pemerintah dengan Pihak Swasta. Jurnal Dinamika Hukum vol.11 No.3 september 2011. FH. Univ. Matram NTB

Nugraha, Shandy. 2012. Perjanjian Build, Operate and Transfer (BOT). diunduh dari http://sendhynugraha.blogspot.com/2012/11/perjanjian-build-operate-and-transfer.html pada 15 Februari 2013

Alfian, 2011. Pendekatan Stokastik dalam Kajian Kelayakan Pembangunan Jalan Studi Kasus Rencana Ruas Tol Kandis Dumai. Diunduh dari http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTB/article/download/501/494 tanggal 8 maret 2013.