tugas akhir faktor pengaruh perubahan penggunaan lahan ... · mengevaluasi gejala perubahan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TUGAS AKHIR
FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI
di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1
Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh:
ISNAENI MURTI NUR WENI
NIM. I0606027
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TUGAS AKHIR
FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI
di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1
Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh:
ISNAENI MURTI NUR WENI
NIM. I0606027
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN
FAKTOR PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI
di ZONA INDUSTRI PALUR KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun Oleh: ISNAENI MURTI NUR WENI
I0606027
Menyetujui, Surakarta, Juli 2010
Dosen Pembimbing Tugas Akhir
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Ir. Soedwiwahjono, MT
NIP. 19620306 199003 1 001
Ir. Sumardi SM
NIP. 19450805 198410 1 001
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Arsitektur Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Ir. Hardiyati, MT Ir. Galing Yudana, MT
NIP. 19561209 198601 2 001 NIP. 19620129 198703 1 002
Pembantu Dekan I
Ir. Nugroho Djarwanti, MT 19561112 198403 2 007
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRAK
Pertambahan penduduk suatu kota akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan. Karena semua aktivitas dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan penggunaan lahan. Kecenderungan dari persaingan ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, terutama di daerah hinterland di mana lahan persawahan masih tersedia cukup luas. Di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dimana zona industri Palur berada di dalamnya adalah salah satu daerah hinterland dan menjadi limpahan dari pergeseran penggunaan lahan tersebut. Studi ini mencoba menangkap fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi industri yang terdapat di zona industri Palur, dilihat dari sisi permintaan dan penawaran lahan.
Sasaran dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan industri, mengidentifikasi proses perubahan penggguna lahan yang terjadi, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor serta bobot penyebab perubahan tersebut.
Metode yang digunakan untuk analisis perubahan luas adalah metode overlay peta dengan membandingkan peta lama (peta rencana tata guna lahan) dengan sumber data lama dan baru. Metode analisis kualitatif deskriptif dengan mengkaji aspek manajemen lahan yang merupakan paduan dari tiga sistem, yaitu sistem aktifitas, pengembangan dan lingkungan digunakan untuk mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Sedangkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan bobot faktor penyebab perubahan penggunaan lahan yang terjadi menggunakan metode analisis faktor.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di zona industri Palur berkurang 126,596 Ha, dan luas lahan industri bertambah 54,6 Ha. Selain terjadi penyimpangan luas, ternyata juga terdapat penyimpangan lokasi industri dari yang sudah ditetapkan. Adapun dalam proses perubahannya, terjadi pertemuan antara demand dan supply di mana dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi industri memerlukan lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply, preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Berdasarkan perhitungan analisis faktor, diperoleh enam faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Dari sisi permintaan diperoleh faktor input proses produksi dengan bobot 0,917 (yang berarti bahwa faktor input proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 91,7%), faktor penunjang proses produksi dengan bobot 0,812 (yang berarti bahwa faktor penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 81,2%), dan faktor eksternal proses produksi dengan bobot 0,717 (yang berarti bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 71,7%). Sedangkan dari sisi penawaran, diperoleh faktor internal pemilik lahan dengan bobot 0,783 (yang berarti bahwa faktor internal pemilik lahan pertanian mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 78,3%), faktor pertimbangan ekonomis dengan bobot 0,703 (yang berarti bahwa faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 70,3%), dan faktor intervensi pemerintah dengan bobot 0,921 (yang berarti bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 92,1%).
Berdasarkan temuan hasil studi ini dapat diberikan suatu rekomendasi bahwa RTRK Palur tahun 1991-2001 perlu dievaluasi. RTRK yang telah disusun dapat dipertahankan namun perlu dievaluasi agar mampu mengarahkan mekanisme pasar (kondisi permintaan dan penawaran lahan) yang terjadi, sehingga pada praktiknya mampu mengarahkan pertumbuhan aktivitas-aktivitas lain yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan aktivitas industri.
Selanjutnya perlu dibuatkan RTRK Palur yang baru untuk memperbaharui RTRK yang lama. Di dalam penyusunan RTRK yang baru diharapkan dapat mengevaluasi gejala perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting, sehingga apabila terjadi perubahan yang cenderung menyimpang akan segera diantisipasi. Kata kunci : faktor pengaruh, perubahan penggunaan lahan, pertanian, industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
M O T T O Perjalanan yang paling jauh adalah perjalanan menuju rasa puas. Perjalanan yang paling dekat adalah perjalanan menuju mati dan putus asa. (Usman Gumanti) Setiap manusia itu seperti bulan. Di samping kecemerlangannya, selalu ada sisi gelapnya. (Mark Twain)
Teruntuk yang tersayang : Ibu yang selalu mendorong dan mendoakan untuk selesainya tugas akhir ini
Adik yang turut memberi dorongan dan semangat
Semua sahabat karib yang juga selalu menyemangati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan ridlo-Nya penulis telah dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini, yang
berjudul ”Faktor Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri di Zona Industri Palur Kabupaten Karanganyar”.
Dengan tersusunnya laporan tugas akhir ini, penulis secara khusus ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Ibu Ir. Hardiyati, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Progam Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta..
3. Ibu Ir. Ana Hardiana, MT selaku ketua tim panitia tugas akhir.
4. Bapak Ir. Soedwiwahjono, MT selaku pembimbing pertama serta Bapak Ir.
Sumardi SM selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis
dalam proses penyusunan laporan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Marsudi, MT dan Ibu Isti Andini, ST, MT selaku dosen penguji.
6. Bapak Ir. Fx. Soewandi, MT selaku Pembimbing Akademik.
7. Ibu Suwarni, ibuku yang selalu mendoakanku, mendukung setiap langkahku
dan memberi motivasi dalam hidupku.
8. Wisma Yoga Nugraha, adikku yang turut memberi dorongan dan semangat.
9. Seluruh staf Bappeda dan dinas terkait atas dukungan data-datanya.
10. Para dosen dan staf karyawan Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
11. Teman-teman yang selalu memberikan dorongan dan bantuan dalam proses
penyusunan laporan tugas akhir ini, serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan tugas
akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Dengan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
menutup mata terhadap kesalahan dan kekeliruan yang mungkin terdapat dalam
penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis memohon maaf dan kiranya laporan
ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.
Surakarta, Oktober 2010
Isnaeni Murti Nur Weni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
HALAMAN ABSTRAK ....................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Sasaran Studi ............................................................ 4
1.4 Ruang Lingkup dan Pembatasan ................................................. 5
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi ......................................... 5
1.4.2 Ruang Lingkup Materi ..................................................... 5
1.4.3 Pembatasan ....................................................................... 6
1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................... 9
1.6 Pendekatan dan Metode Studi ..................................................... 11
1.6.1 Pendekatan dan Metode Studi .......................................... 11
1.6.1.1 Analisis Perubahan Luas Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri ..................................................... 13
1.6.1.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri ....................... 13
1.6.1.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri ....................... 14
1.6.2 Kebutuhan Data ................................................................ 16
1.6.2.1 Data Primer ......................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
1.6.2.2 Data Sekunder ..................................................... 17
1.6.3 Pengumpulan Data .......................................................... 18
1.6.4 Teknik Sampling ............................................................. 19
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................. 20
BAB 2 KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI ..... 23
2.1 Tinjauan Umum Industri ............................................................. 23
2.1.1 Aktifitas Industri ............................................................... 23
2.1.2 Kebijakan Pengaturan Lokasi Industri ............................. 24
2.1.3 Teori Lokasi ...................................................................... 25
2.1.3.1 Teori Alfred Weber ............................................ 25
2.1.3.2 Teori Lokasi Pasar Losch .................................... 26
2.2 Tinjauan Terhadap Lahan ........................................................... 28
2.2.1 Pengertian Lahan .............................................................. 28
2.2.2 Hubungan Lahan dan Aktifitas Pertanian ......................... 28
2.2.3 Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri ........................... 29
2.2.4 Harga Lahan ..................................................................... 31
2.2.5 Teori Permintaan dan penawaran Lahan .......................... 31
2.2.6 Teori Permintaan Lahan ................................................... 32
2.2.7 Teori Penawaran Lahan .................................................... 33
2.3 Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian ....................... 34
2.3.1 Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian .......................... 34
2.3.2 Faktor Penentu Perubahan Pengunaan Lahan Ditinjau
dari Sisi Pengusaha Industri ............................................. 35
2.3.3 Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau
dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian .................................... 36
BAB 3 TEMUAN LAPANGAN ........................................................... 41
3.1 Tinjauan Regional Wilayah Perkotaan Surakarta ....................... 41
3.1.1 Perkembangan Wilayah Perkotaan Surakarta .................. 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3.1.2 Hubungan Perkembangan Kota Surakarta dan Kabupaten
Karanganyar terhadap Perkembangan Zona Industri Palur 42
3.1.3 Arahan Pengembangan Kabupaten Karanganyar dan Zona
Industri Palur ................................................................... 43
3.1.4 Kebijakan Pengembangan Aktivitas Industri di Zona
Industri Palur .................................................................... 44
3.2 Kondisi Umum Zona industri Palur ........................................... 48
3.2.1 Letak Geografis ................................................................ 48
3.2.2 Kondisi Fisik Lahan dan Iklim ......................................... 48
3.2.3 Struktur Kota dan Penggunaan Lahan .............................. 49
3.2.4 Karakteristik Kependudukan ............................................ 53
3.2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ................... 53
3.2.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis
Kelamin .............................................................. 54
3.2.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 55
3.2.4.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian 55
3.2.5 Kondisi Struktur Ekonomi ................................................ 56
3.2.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Pendukung Aktivitas
Industri ............................................................................. 58
3.2.6.1 Sarana dan Prasarana Transportasi ..................... 58
3.2.6.2 Sarana Kesehatan ................................................ 61
3.2.6.3 Sarana Perdagangan ............................................ 61
3.2.6.4 Jaringan Listrik ................................................... 62
3.2.6.5 Saluran Air Bersih ............................................... 62
3.2.6.6 Jaringan Telekomunikasi .................................... 62
3.2.7 Karakteristik Harga Lahan dan Pasar Lahan .................... 62
3.2.8 Karakteristik Perkembangan Kegiatan Industri ................ 65
3.2.9 Karakteristik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Industri .................................................... 68
3.2.10 Karakteristik Permintaan Aktivitas Industri ..................... 68
3.2.11 Karakteristik Penawaran Lahan Industri .......................... 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3.2.11.1 Penawaran Internal .............................................. 69
3.2.11.2 Penawaran Eksternal ........................................... 69
BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................ 72
4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Industri di Zona Industri Palur .................................................... 72
4.1.1 Analisis Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur ............... 73
4.1.2 Analisis Sebaran Keruangan Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona
Industri Palur .................................................................... 76
4.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri di Zona Industri Palur ......................................... 78
4.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri
di Zona Industri Palur ................................................................. 80
4.3.1 Analisis Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri
di Zona Industri Palur ....................................................... 81
4.3.1.1 Analisis Input Proses Produksi ........................... 81
4.3.1.2 Analisis Faktor Penunjang Proses Produksi........ 84
4.3.1.3 Analisis Faktor Eksternal Produksi ..................... 87
4.3.2 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur ............... 90
4.3.2.1 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi ......... 91
4.3.2.2 Keterkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi .. 94
4.3.2.3 Keterkaitan Faktor Eksternal Produksi .............. 98
4.3.3 Analisis Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona
Industri Palur .................................................................... 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4.3.4 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Penawaran yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur ................ 103
4.3.4.1 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan
Pertanian............................................................. 104
4.3.4.2 Keterkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis ...... 106
4.3.4.3 Keterkaitan Faktor Intervensi Pemerintah .......... 107
4.3 Faktor-Faktor Penentu yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona
Industri Palur ............................................................................... 108
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................ 112
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 112
5.2 Kelemahan Studi ......................................................................... 116
5.3 Rekomendasi .............................................................................. 117
5.3.1 Rekomendasi Bagi Rencana Penggunaan Lahan ............. 117
5.3.2 Rekomendasi Bagi Studi Lanjutan ................................... 118
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan Data ................................................................. 17
Tabel 2.1 Kriteria Lokasi Industri ...................................................... 27
Tabel 2.2 Faktor-Faktor Lokasi Industri ............................................ 38
Tabel 2.3 Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan
Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian ....................... 39
Tabel 3.1 Pemanfaatan Lahan Eksisting Tahun 2009 dan Rencana
Tahun 1991-2001 di Zona Industri Palur (Ha) .................. 50
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2009 (Jiwa) ... 53
Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) ......................... 54
Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di
Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) ............................. 55
Tabel 3.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di
Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa) ............................. 56
Tabel 3.6 Upah Minimum Regional Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Karanganyar (Rupiah/bulan) ........................... 56
Tabel 3.7 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan
PDRB di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008 (Persen)57
Tabel 3.8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 (2000=100) 58
Tabel 3.9 Sarana Perdagangan di Zona Industri Palur Tahun 2009 .. 61
Tabel 3.10 Tingkat Harga Lahan di Zona Industri Palur Tahun
1991-2010 (Rp/m2) ............................................................ 63
Tabel 3.11 Jumlah dan Jenis Industri di Zona Industri Palur .......... 65
Tabel 4.1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri di Zona Industri Palur Tahun 1991-2009 (Ha)73
Tabel 4.2 Variabel Input Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri
di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan) .. 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.3 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi
terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi
Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor ....... 83
Tabel 4.4 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi
terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri
Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor ........... 83
Tabel 4.5 Variabel Faktor Penunjang Proses Produksi yang
Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur
dari Sisi Pengusaha (Permintaan) ...................................... 84
Tabel 4.6 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses
Produksi .... terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari
Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor 86
Tabel 4.7 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses
Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona
Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor 87
Tabel 4.8 Variabel Faktor Eksternal Proses Produksi yang
Berpengaruh Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona industri Palur
dari Sisi Pengusaha (Permintaan) ...................................... 88
Tabel 4.9 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi
Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi
Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor ....... 89
Tabel 4.10 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses
Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona
Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor 90
Tabel 4.11 Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan Industri di Zona Industri
Palur dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian (Penawaran) ...... 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Table 4.12 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang
Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan
dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Sebelum
Rotasi Faktor ...................................................................... 101
Tabel 4.13 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang
Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan
dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Berdasarkan
Rotasi Faktor ...................................................................... 102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Orientasi Wilayah Studi ............................................. 8
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran .......................................................... 10
Gambar 1.3 Proses Perubahan Penggunaan Lahan ............................... 12
Gambar 1.4 Kerangka Studi .................................................................. 22
Gambar 2.1 Sistem Proses Produksi ...................................................... 24
Gambar 2.2 Bagan Proses Pengaturan Lokasi Industri ......................... 25
Gambar 2.3 Penentu Harga Lahan ......................................................... 32
Gambar 2.4 Pengaruh Permintaan Terhadap Harga Lahan Kota .......... 33
Gambar 2.5 Pengaruh Penawaran Terhadap Harga Lahan Kota ........... 34
Gambar 2.6 Kerangka Teori .................................................................. 40
Gambar 3.1 Peta Hirarki Pusat Kota Wilayah Perkotaan Surakarta ...... 46
Gambar 3.2 Peta Lokasi Industri Yang Diizinkan ................................. 47
Gambar 3.3 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Zona Industri Palur
Tahun 2009 ........................................................................ 51
Gambar 3.4 Peta Rencana Penggunaan Lahan Zona Industri Palur
Tahun 1991-2001 ............................................................... 52
Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2008-2009
(Jiwa) ................................................................................. 53
Gambar 3.6 Jalan Lokal Yang Rusak .................................................... 59
Gambar 3.7 Jalan Arteri Primer Palur-Sragen ....................................... 59
Gambar 3.8 Peta Kondisi Aksesibilitas ................................................. 60
Gambar 3.9 Peta Pasar Harga Lahan ..................................................... 64
Gambar 3.10 Prosentase Jenis Industri di Zona Industri Palur ................ 65
Gambar 4.1 Peta Analisis Luas Perubahan Lahan ................................. 75
Gambar 4.2 Peta Sebaran Keruangan Industri ....................................... 76
Gambar 4.3 Diagram Alir Proses Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur . 79
Gambar 4.4 Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Berpengaruh
terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Lahan Industri di Zona Industri Palur ................................ 91
Gambar 4.5 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi ......................... 92
Gambar 4.6 Perolehan Sumber Bahan Baku ......................................... 93
Gambar 4.7 Daerah Asal Tenaga Kerja ................................................. 94
Gambar 4.8 Katerkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi ................. 95
Gambar 4.9 Sarana dan Prasarana Pendukung yang Dikehendaki di
Sekitar Lokasi Industri ....................................................... 96
Gambar 4.10 Perolehan Sumber Energi Listrik untuk Aktivitas Industri
di Zona Industri Palur ........................................................ 97
Gambar 4.11 Sumber Perolehan Air untuk Aktivitas Industri di Zona
Industri Palur ..................................................................... 97
Gambar 4.12 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian ..... 104
Gambar 4.13 Tingkat Usia Responden Pemilik Lahan Pertanian di Zona
Industri Palur ..................................................................... 105
Gambar 4.14 Luas Lahan Pertanian Responden Sebelum Dijual Kepada
Pengusaha .......................................................................... 106
Gambar 4.15 Pengaruh Biaya Produksi terhadap Pertimbangan Penjualan
Lahan Pertanian ................................................................. 106
Gambar 4.16Pengaruh Penawaran Pengusaha terhadap Motivasi
Penjualan Lahan Pertanian ............................................... 106
Gambar 4.17 Katerkaitan Faktor Pertimbanagn Ekonomis ..................... 106
Gambar 4.18Pengaruh Pajak Lahan terhadap Motivasi Penjualan
Lahan Pertanian ................................................................. 108
Gambar 4.19 Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona
Industri Palur ........................................................................................... 111
Gambar 5.1 Diagram Alir Proses Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur ............ 114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
LAMPIRAN
Lampiran A Form Kuisioner
Lampiran B Rekapitulasi Kuisioner
Lampiran C Hasil Output Analisis Berdasarkan Perhitungan SPSS
Lampiran D Interpretasi Analisis Faktor Berdasarkan Perhitungan SPSS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.8 Latar Belakang
Pertambahan penduduk kota yang sangat pesat akan berimplikasi terhadap
peningkatan kebutuhan ruang untuk mewadahi kegiatannya dan salah satunya
dimanifestasikan dalam bentuk lahan. Di atas lahan inilah kemudian penduduk
melakukan berbagai kegiatan, baik secara individual maupun secara kelompok.
Padahal untuk memenuhi kebutuhan lahan tersebut terdapat keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki suatu kota, baik secara fisik dan geografis, maupun
kemampuan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan kota.
Pertambahan penduduk yang pesat tersebut juga akan mengakibatkan peningkatan
tuntutan pemenuhan kebutuhan lapangan pekerjaan, dan salah satu penyedianya
adalah sektor industri.
Pertumbuhan lapangan pekerjaan di sektor industri menjadi sangat pesat
setelah masa orde baru. Dari tahun ke tahun, pangsa sektor industri dalam total
lapangan pekerjaan mengalami peningkatan. Sektor industri memiliki kemampuan
yang tinggi dalam menyerap tenaga kerja, menyebarkan kegiatan pembangunan di
daerah serta mempunyai kekuatan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor
lainnya. Mengingat secara administrasi luas suatu kota adalah tetap dengan
meningkatnya kebutuhan akan lahan baik untuk kegiatan industri maupun dalam
penyediaan fasilitas, maka akan terjadi kelangkaan lahan di suatu kota yang
selanjutnya menyebabkan harga lahan mahal dan sulit didapat. Tidak dapat
dipungkiri jika industrialisasi tersebut kemudian juga akan menimbulkan gejala
alih fungsi lahan di daerah pinggiran (Hall, 1996:241-242).
Fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri secara teoritis
dapat dijelaskan dalam konteks ekonomi lahan yang menempatkan sumberdaya
lahan sebagai faktor produksi. Karena karakteristiknya, maka secara alamiah akan
terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk aktifitas pertanian dan aktifitas
industri. Gejala alih fungsi lahan dari penggunaan persawahan menjadi non
persawahan semakin meningkat, khususnya bagi suatu kota yang berpenduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lebih dari satu juta jiwa. Gejala ini cenderung terjadi di desa-desa di daerah
hinterland dimana lahan persawahan masih tersedia cukup luas (Bachriadi,
1997:2).
Salah satu kabupaten yang mempunyai potensi industri yang cukup tinggi
adalah Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu
kabupaten yang termasuk dalam Wilayah Perkotaan Surakarta, dan Kota
Surakarta itu sendiri merupakan pusat pertumbuhan bagi Wilayah Pembangunan
IV Jawa Tengah. Wilayah terbangunnya secara fisik telah tumbuh dan
berkembang melebihi batas administrasinya (Peninjauan Kembali RTRW
Kabupaten Karanganyar, 2006). Perkembangan ini masih terjadi hingga saat ini
terutama di wilayah administrasi kabupaten tetangga yang berbatasan dengan
Kota Surakarta. Sehingga daerah-daerah ini telah menjadi satu kesatuan dalam
perkembangan Kota Surakarta, atau masuk ke dalam Wilayah Perkotaan
Surakarta.
Salah satu daerah yang termasuk dalam Wilayah Perkotaan Surakarta
adalah Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dimana zona industri Palur
berada di dalamnya. Seperti yang disebutkan dalam Permenpera Nomor
16/PERMEN/M/2006, yang dimaksud dengan zona industri adalah bentangan
lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Kecamatan Jaten ini meliputi 8 (delapan) desa. Namun dari delapan
desa tersebut, keberadaan industri di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar
hanya tersebar di lima desa yaitu Desa Ngringo, Sroyo, Dagen, Jetis,dan Brujul
(RTRK Palur, 1991-2001). Lokasi zona industri ini sangat strategis karena berada
pada lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar
dan Kabupaten Sragen.
Zona industri Palur adalah salah satu zona industri yang perkembangannya
sangat pesat. Sektor industri yang terdapat di zona industri Palur mempunyai
kontribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian Kabupaten Karanganyar.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir sektor industri masih merupakan sektor
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar 52,08% (PDRB Kabupaten Karanganyar,
2008). Dari pembentukan PDRB, sektor industri didominasi oleh kelompok
industri besar dengan jumlah tenaga kerja minimal 100 orang dan kelompok
industri sedang dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang (BPS dalam
PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008).
Perkembangan industri di zona industri Palur sesungguhnya secara hukum
telah dibatasi dengan dikeluarkannya SK Gubernur Jawa Tengah No.
593.6/6865/1980. Berdasarkan peraturan tersebut, sejak tanggal 5 Juni 1980 izin
pendirian industri baru tidak dikeluarkan. Pengembangan zona industri Palur
hanya diperbolehkan pada lahan sela yang dibatasi antara jalan arteri primer Solo-
Sragen dan jalur kereta api Solo-Surabaya. Lahan yang terletak di sebelah barat
jalan arteri primer Palur-Sragen tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan industri
kecuali yang sudah ada dan mempunyai izin serta tidak mengganggu sawah irigasi
teknis. Namun pada kenyataannya, masih terdapat pembangunan industri baru
setelah peraturan tersebut dikeluarkan (RTRK Palur, 1991-2001). Keberadaan
industri di zona industri Palur yang pertumbuhannya meningkat pesat itu tentunya
menimbulkan perubahan-perubahan segi fisik. Salah satu perubahan yang terjadi
adalah penyusutan luas lahan pertanian produktif.
Masih terdapatnya pembangunan industri baru setelah dikeluarkannya SK
Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/6865/1980 dan RTRK Palur Tahun 1991-2001
mengenai peraturan pembatasan pembangunan industri, menimbulkan
ketidaksesuaian atau penyimpangan dengan peraturan yang ada. Studi ini
mencoba menangkap fenomena perubahan penggunaan lahan yang terjadi di
wilayah studi dilihat dari sisi permintaan lahan oleh pengusaha industri dan
penawaran lahan oleh pemilik lahan pertanian, yang kemudian akan diteliti lebih
lanjut dalam penelitian ini.
1.9 Perumusan Masalah
Pertumbuhan perkotaan yang pesat menyebabkan peningkatan intensitas
penggunaan lahan di dalam kota sehingga menyebabkan pertumbuhan ekstensif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
penggunaan lahan di daerah hinterland, baik di dalam maupun ke luar batas
wilayah administrasi kota.
Zona industri Palur berpotensi dalam penyediaan lahan pertanian yang luas
dan memiliki lokasi strategis sebagai daerah penghubung antar kota-kota di
sekitar Kota Surakarta. Akibat potensi lokasi yang cukup strategis serta
ketersediaan lahan yang masih luas, zona industri Palur semakin tumbuh pesat dan
banyak diminati oleh para investor sebagai salah satu lokasi yang strategis untuk
pengembangan usaha dan bisnis. Pertumbuhan dan perkembangan industri di
Palur yang cukup pesat disisi lain menyebabkan perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian yang dalam hal ini menjadi lahan industri.
Fenomena perubahan penggunaan lahan tersebut berkaitan dengan adanya
persaingan kebutuhan lahan yaitu permintaan lahan untuk aktifitas industri dan
penawaran dari pemilik lahan pertanian. Masalah utama yang terjadi di zona
industri Palur adalah adanya faktor-faktor permintaan dan penawaran terhadap
lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri yang cenderung tidak sesuai dengan Rencana Palur.
Dalam penelitian ini, secara lebih jelas akan menjawab beberapa
pertanyaan penelitian, yaitu:
· Seberapa luas telah terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan industri yang terjadi di zona industri Palur?
· Bagaimana proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri di zona industri Palur?
· Apa saja faktor-faktor serta berapa bobot faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri dilihat dari sisi demand dan supply di zona industri Palur?
1.10 Tujuan dan Sasaran Studi
Tujuan dari penyusunan studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri dilihat dari sisi permintaan dan penawaran lahan di zona industri Palur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam studi ini adalah:
· Mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri di zona
industri Palur.
· Mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan industri di zona industri Palur.
· Mengidentifikasi faktor-faktor dan besaran/bobot faktor-faktor demand
(preferensi pengusaha dalam berlokasi industri) yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona
industri Palur.
· Mengidentifikasi faktor-faktor dan besaran/bobot faktor-faktor supply
(preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya) yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri di zona industri Palur.
1.11 Ruang Lingkup dan Pembatasan
Ruang lingkup penelitian meliputi ruang lingkup wilayah studi dan ruang
lingkup materi. Penjelasan masing-masing ruang lingkup dan pembatasan tersebut
adalah sebagai berikut.
1.11.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi
Ruang lingkup wilayah studi ini adalah zona industri Palur yang
merupakan bagian dari Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, meliputi lima
desa yaitu Desa Ngringo, Sroyo, Brujul, Jetis dan Dagen. Analisis dilakukan
dengan unit spasial kelima desa di zona industri Palur. Peta orientasi wilayah studi
dapat dilihat pada gambar 1.1.
1.11.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi ini mencakup lingkup penjabaran aspek-aspek
sasaran studi. Adapun aspek-aspek bahasan tersebut adalah:
· Identifikasi perubahan luas lahan pertanian dan lahan industri di zona
industri Palur dengan perbandingan peta rencana penggunaan lahan
dengan peta penggunaan lahan eksisting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
· Identifikasi proses perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur
dengan mengaitkan sistem aktifitas, sistem pengembangan dan sistem
lingkungan dengan kompetisi lahan di zona industri Palur.
· Sintesa kajian literatur dan kondisi eksisting dalam mengidentifikasi
faktor-faktor dari sisi permintaan (preferensi pengusaha terhadap lokasi
industri) dan dari sisi penawaran (preferensi pemilik lahan dalam
penjualan lahan), yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur.
1.11.3 Pembatasan
Ruang lingkup wilayah studi dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup
zona, yaitu zona industri Palur. Hal ini dikarenakan lokasi persebaran industri
berada di bagian wilayah administrasi Kabupaten Karanganyar. Dalam Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 16/PERMEN/M/2006, yang dimaksud
dengan “zona industri” adalah “bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan
industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan”. Dalam sebuah zona masih
dimungkinkan adanya kegiatan/aktivitas selain industri, seperti perumahan,
perdagangan, pendidikan dll.
Sedangkan pengertian “kawasan” dalam Permenpera tersebut adalah
“kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan
industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri”. Dalam hal ini jika
dalam sebuah areal dikatakan sebagai kawasan industri, maka hanya terdapat
fungsi kegiatan/aktivitas industri saja. Seperti cantoh kawasan industri Jawa
Tengah di Cilacap, dalam areal aktivitas/kegiatan industri tersebut tidak
dimungkinkan terdapat aktivitas/kegiatan pendukung seperti perumahan dan
perdagangan di dalam kawasan industri tersebut. Adapun kegiatan pendukung
tersebut berada di luar kawasan industri.
Sedangkan “wilayah” dalam UU RI Nomor 26 Tahun 2007 mempunyai
pengertian yaitu “ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dan/atau aspek fungsional”. Dalam hal ini lingkup wilayah lebih general dan lebih
luas, sehingga istilah wilayah dirasa kurang lazim jika digunakan untuk menyebut
Palur.
Sehingga dalam studi ini, istilah zona dirasa lebih sesuai untuk obyek
penelitian karena di Palur tidak hanya terdapat kegiatan/aktivitas industri saja
yang umum disebut kawasan industri, tetapi juga masih dimungkinkan terdapat
peruntukan perumahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan serta fasilitas-
fasilitas yang lain sebagai pendukung aktivitas/kegiatan industri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 1.1
Peta Orientasi Wilayah Studi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1.12 Kerangka Pemikiran
Pertambahan penduduk perkotaan yang meningkat menyebabkan
kebutuhan lahan untuk aktifitas juga meningkat. Namum di sisi lain
demand/permintaan lahan dengan supply/ketersediaan lahan yang tidak seimbang
mengakibatkan terjadinya perkembangan pusat kota ke daerah hinterland
sehingga muncul restrukturisasi keruangan daerah hinterland.
Perkembangan sektor industri di Provinsi Jawa Tengah yang pesat
memerlukan adanya penempatan lokasi industri di beberapa kabupaten atau kota
di Jawa Tengah untuk mendukung keberadaannya. Salah satu alternatif lokasi
yang cukup diminati oleh para investor atau pengusaha di Kabupaten Karanganyar
adalah zona industri Palur. Preferensi pengusaha dalam memilih lokasi industri
menjadi elemen demand yang mempengaruhi menjamurnya industri di Palur. Di
sisi lain, penawaran (preferensi pemilik lahan dalam penjualan lahan) menjadi
faktor supply yang ikut menentukan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di
zona industri Palur.
Terkait dengan perluasan secara fisik yang dalam hal ini adalah
penggunaan lahan kota, maka diperlukan suatu instrumen pengendali penggunaan
lahan kota dan rencana penggunaan lahan yang terhimpun dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah/Kawasan. Adapun tujuan dari bentuk instrumen tersebut adalah
membatasi penggunaan lahan yang diizinkan, menjamin ketersediaan lahan untuk
seluruh aktifitas pada lokasi yang strategis, dan menghindari penggunaan lahan
yang tidak harmonis (Napitupulu, 1999:3). Kebijakan dan peraturan yang disusun
oleh pemerintah sangat menentukan proses perubahan yang terjadi. Jika arahan
kebijakan mampu mengendalikan proses perubahan tersebut, maka perubahan
yang terjadi tidak akan menimbulkan permasalahan baru.
Melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan, diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi evaluasi dan
arahan rencana penggunan lahan industri di Kabupaten Karanganyar selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran
Pertambahan penduduk kota
Faktor supply penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan industri
Perkembangan aktifitas kota
Peningkatan kebutuhan lahan
Restrukturisasi daerah pinggiran
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
Analisis perubahan luas lahan pertanian dan lahan
industri
Analisis proses perubahan guna lahan pertanian menjadi lahan
industri
faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri
Faktor demand penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan industri
Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri
Temuan studi dan rekomendasi
Perubahan luas lahan pertanian
dan lahan industri
Tahapan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri
· SK Gubernur
· RTRK Palur · RTRW Kab · RUTRK-
RDTRK IKK Jaten
· Undang-undang dan peraturan terkait
Kajian teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1.13 Pendekatan dan Metode Studi
1.13.1 Pendekatan dan Metode Studi
Studi ini didasari oleh pemikiran bahwa perubahan lahan yang terjadi
disebabkan oleh kuatnya pengaruh permintaan pasar industri terhadap penawaran
lahan dalam kompetisi lahan. Berdasarkan pemikiran ini, maka tahap awal yang
dilakukan adalah meneliti kondisi pasar lahan di zona industri Palur yang
menentukan preferensi lokasi industri dan karakteristik kebutuhan lahan untuk
industri.
Pendekatan studi ini didasarkan pada pengertian tentang preferensi
pengaruh demand/permintaan lahan untuk aktifitas industri yang dibandingkan
dengan supply/ketersediaan lahan. Dasar pendekatan studi dalam penelitian ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Chapin (1979), dimana pertumbuhan
lahan dipengaruhi oleh keterkaitan atau interaksi antara tiga sistem, yaitu sistem
aktifitas, pengembangan dan lingkungan. Sistem aktifitas diasumsikan sistem
permintaan lahan sebagai pembentuk faktor demand dan sistem pengembangan
serta lingkungan mewakili pembentuk faktor supply. Dengan adanya pasar, kedua
aktifitas tersebut bertemu dan harga lahan ditetapkan sebagai standar nilai lahan.
Setiap aktifitas kota memiliki nilai harga lahan yang berbeda-beda, tergantung
dari potensi yang dimiliki lahan tersebut terhadap permintaan aktifitas dan
kemampuan membayar suatu lokasi. Nilai lahan yang tertinggi akan mengalahkan
penawaran dalam kompetisi nilai lahan dan akan mendapatkan lokasi lahan.
Harga lahan akan dipertimbangkan dengan kebijakan arahan penggunaan
lahan kota. Proses pasar menyesuaikan arah rencana penggunaan lahan sepanjang
bisa mengakomodasi permintaan pasar. Pada kenyataannya, rencana penggunaan
lahan tidak mempertimbangkan kecenderungan pasar dan kekuatan pasar cukup
kuat mempertahankan penggunaan lahan eksisting sehingga rencana tersebut
diabaikan. Di sisi supply, harga lahan mencerminkan keuntungan komparatif antar
lokasi-lokasi yang ada. Elemen-elemen keuntungan komparatif terdiri dari
karakteristik penawaran suatu lahan. Elemen utama keuntungan komparatif dalam
penelitian ini adalah aksesibilitas dan tingkat pelayanan. Keduanya dibentuk oleh
sistem pengembangan yang membangun sarana dan prasarana. Idealnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pengembangan tersebut disesuaikan dengan arahan rencana penggunaan lahan
agar pembangunannya dapat efektif dan dapat mempermudah arahan
pengembangan sistem pertumbuhan aktifitas. Untuk lebih jelas dalam mengetahui
keterkaitan antar tiga sistem aktifitas tersebut dapat diilihat pada bagan berikut.
Sistem Pengembangan
Sumber : Wijaya, 1999 dan hasil modifikasi
Gambar 1.3 Proses Perubahan Penggunaan Lahan
SUPPLY SIDE
DEMAND SIDE
Proses kompetisi penggunaan lahan (penyebab perubahan fungsi lahan)
Perkembangan kota Pertumbuhan ekonomi Pertambahan penduduk
Meningkatnya aktifitas kota · Produksi · konsumsi
Pembentuk penggunaan lahan kota · Komersial · Perumahan · Industri · dll
Kemampuan daya beli lokasi Kebutuhan untuk industri · Aksesibilitas dan aspek lokasi · Fasosum · Ekonomi/nilai lahan · Kebijakan pemerintah
Kebutuhan akan ruang dan lokasi
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan industri
Perubahan harga lahan
Sistem lingkungan · Kondisi fisik · Lokasi lahan
Karakteristik penawaran suatu lahan
Kebijakan pengembangan · Peruntukan lahan · peraturan
Pengembangan · Sarana · prasarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Dalam penelitian ini ada beberapa analisis yang akan diulas berkaitan
dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Di bawah ini akan
diuraikan beberapa analisis yang akan dilakukan beserta metode pendekatan studi
yang dilakukan.
1.13.1.1 Analisis Perubahan Luas Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Industri
Analisis ini merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui luasan
lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan industri. Metode yang
digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis peta/overlay peta. Menurut
Sutanto (1986) dalam Maulana (1999:17), terdapat empat cara untuk mendeteksi
perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan analisis peta, yaitu dengan
membandingkan:
1. Sumber data lama dengan data baru
2. Peta lama dengan sumber data baru
3. Peta lama dengan sumber data lama dan sumber data baru
4. Peta lama dengan peta baru
Pendeteksian perubahan penggunaan lahan suatu daerah, kawasan atau
wilayah dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu metode di atas atau
gabungan dari beberapa metode (Sutanto, 1986 dalam Maulana, 1999:17). Pada
penelitian ini digunakan metode yang ketiga yaitu membandingkan peta lama
dengan sumber data lama dan sumber data baru. Hal ini disebabkan karena belum
dibuatnya peta baru tetapi data-data lama dan baru telah tersedia.
1.13.1.2 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Lahan Industri
Analisis ini merupakan analisis yang menjelaskan bagaimana
proses/tahapan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri bisa
terjadi. Dalam analisis ini akan mengkaji aspek manajemen lahan yang
merupakan paduan dari tiga sistem, yaitu sistem aktifitas, pengembangan dan
lingkungan. Sistem aktifitas dikategorikan sebagai sistem permintaan lahan dan
kedua sistem lainnya mewakili sistem penawaran lahan. Metode yang digunakan
dalam analisis ini adalah metode analisis kualitatif deskriptif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1.13.1.3 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri
Analisis ini merupakan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan di zona industri Palur yang dilihat dari sisi
permintaan dan penawaran. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu
metode Analisis Faktor. Analisis faktor adalah teknik statistika yang berguna
untuk mengelompokkan kriteria-kriteria atau variabel-variabel menjadi beberapa
faktor (Davies, 1984 dalam Teknik Kuantitatif untuk Arsitektur dan Perancangan
Kota Disetai Contoh-contoh). Dasar bagi pengelompokkan itu adalah korelasi
antar variabel. Variabel-variabel yang saling berkorelasi cukup kuat akan
dikelompokkan ke dalam sebuah faktor. Jika sebuah variabel atau lebih
berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan
dikeluarkan dari analisis faktor.
Metode Analisis Faktor digunakan untuk mendukung analisis faktor-faktor
perubahan penggunaan lahan dari sisi permintaan (pengusaha) dan dari sisi
penawaran (pemilik lahan). Proses pengolahan dengan menggunakan metode
Analisis Faktor dalam studi ini dilakukan secara terpisah antara sisi pengusaha
dan sisi pemilik lahan. Hal ini disebabkan karena adanya jumlah sampel/data,
sehingga analisis yang dilakukan juga dipisahkan. Namun pada akhirnya akan
dikaitkan pada sub bab terakhir yang merupakan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara keseluruhan.
Alat uji yang digunakan pada tahap ini adalah Kaiser Meyer Oitkin
Measure of Sampling Adequacy (MSA) dan Bartlett’s Test of Sphericity (BTS).
Kaiser Meyer Oitkin measures of sampling adequacy (MSA) yaitu ukuran tingkat
korelasi antar dua variabel yang dapat diwakili oleh variabel-variabel lainnya.
kriteria tingkat korelasi sehingga model cukup baik adalah KMO MSA ≥ 0,5. Jika
angka MSA yang dihasilkan di atas 0,5 maka kumpulan variabel tersebut dapat
diproses lebih lanjut sebagai variabel terpilih. Sedangkan dari angka-angka MSA
di bawah 0,5 pada tahap selanjutnya harus dilakukan proses reduksi (proses
seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data yang diperoleh). Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tahap tersebut, nilai terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Tahap ini
dilakukan secara terus menerus hingga tidak ada lagi variabel yang memiliki
angka MSA di bawah 0,5.
Bartlet’st Test of Sphercity (BTS) yaitu test statistik terhadap matriks
korelasi dari data apakah merupakan matrik identitas atau bukan. Sedangkan
kriteria uji statistiknya adalah membandingkan nilai BTS dengan nilai
signifikasinya. Apabila nilai BTS > nilai signifikasinya maka matriks korelasinya
disebut matriks identitas.
Setelah menguji variabel dengan mencari nilai/angka MSA dan nilai BTS
untuk mencari variabel terpilih, tahapan selanjutnya adalah ekstraksi faktor utama.
Pada tahap ekstraksi faktor ini mencakup hasil perhitungan yang terdiri dari nilai
komunal (communalities), nilai total variansi (total variance explained), matrik
komponen (component matrix), dan grafik scree plot.
Nilai komunal menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan
terbentuk. Semakin kecil nilai komunal, maka hubungannya semakin lemah.
Hubungan variabel tersebut dapat dijelaskan dengan besaran persentase ekstraksi
variabel.
Perhitungan nilai total variansi menunjukkan jumlah faktor yang
terbentuk, yang dapat dilihat dari nilai eigenvalues. Nilai eigenvalues itu sendiri
menunjukkan kepentingan relatif masing-masing varians. Nilai eigenvalues di atas
1 dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Sedangkan
nilai eigenvalues di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor
yang terbentuk. Jumlah faktor yang terbentuk ini dapat juga dilihat pada grafik
scree plot.
Pada perhitungan matrik komponen, diperoleh nilai/angka faktor loading
yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor yang
terbentuk. Jika nilai faktor loading/nilai korelasinya besar, maka variabel
termasuk dalam komponen faktor yang terbentuk tanpa memperhatikan tanda
positif dan negatif. Nilai faktor loading tersebut harus di atas 0,55. Jika nilai
faktor loading di bawah 0,55 maka variabel tersebut tidak secara nyata masuk ke
dalam faktor dan perlu dilakukan rotasi faktor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Rotasi faktor dimaksudkan agar dapat diperoleh faktor-faktor yang tidak
saling berkorelasi. Proses ini dilakukan untuk memperjelas apakah faktor yang
terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain. Proses rotasi ini
merupakan kelanjutan dari ekstraksi faktor yang dilakukan sebelumnya, di mana
faktor loading tiap variabel pada masing-masing faktor yang semula kecil semakin
diperkecil, dan faktor yang besar akan semakin diperbesar. Rotasi akan terus
dilakukan jika masih terdapat variabel yang berada di bawah angka pembatas
yang ditetapkan yaitu 0,55.
Tahapan yang selanjutnya adalah penamaan faktor. Tidak ada ketentuan
secara khusus dalam memberikan nama faktor-faktor yang telah dihasilkan.
Penamaan faktor biasanya disesuaikan dengan kesamaan karakteristik dari
masing-masing komponen variabel yang membentuknya. Pada dasarnya tahap
penamaan faktor tidak terlalu diutamakan. Hal yang ditekankan adalah bagaimana
cara mendekati esensi/intisari dari variabel-variabel yang terpisah dan
mengidentifikasi abstraksi yang lebih mendalam untuk menghasilkan jalan cerita
yang lebih komplit untuk melukiskan subyek yang diteliti, dan mungkin jalan
cerita tersebut memberi pengembangan hipotesis lain yang dapat diteliti dalam
lingkup penelitian yang serupa (Kachigan, 1986:393-394).
1.13.2 Kebutuhan Data
Kebutuhan data berisi uraian data yang akan diperlukan dalam analisis.
Kebutuhan data tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
1.13.2.1 Data Primer
Data primer ini diperolah dari pengamatan langsung di lapangan,
angket/kuisioner dan wawancara dengan informan terkait. Sasaran data primer
adalah pengusaha dan pemilik lahan pertanian. Sasaran pengumpulan data primer
melalui kuisioner bagi para pengusaha ditujukan untuk mengetahui latar belakang
para pengusaha dalam pemilihan lokasi industri di zona industri Palur. Sedangkan
bagi pemilik lahan pertanian, data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner
yang berkaitan dengan kepemilikan lahan pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
1.13.2.2 Data Sekunder
Jenis data ini diperoleh melalui studi literatur atau studi pustaka yang
berkaitan dengan kecenderungan perkembangan wilayah studi untuk memperoleh
gambaran awal mengenai lokasi industri di wilayah studi dan untuk memperjelas
permasalahan yang akan dibahas selanjutnya.
Data sekunder ini misalnya dokumen Rencana Tata Ruang Kawasan Palur,
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar, Monografi Kecamatan
Jaten, data-data tentang perindustrian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan
serta Koperasi Kabupaten Karanganyar, peraturan-peraturan terkait sektor
industri, peta-peta pendukung dan sumber ilmiah mengenai zona industri Palur.
Tabel 1.1 Kebutuhan Data
Jenis Analisis
Metode Analisis
Kebutuhan Data
Sumber
Analisis luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
Analisis peta/ overlay peta
Peta rencana penggunaan lahan Bappeda Peta penggunaan lahan eksisting Bappeda, digitasi dan
plot kondisi eksisting Persebaran dan lokasi industri Disperindagkop Karakteristik fisik dan harga lahan BPN Sarana dan prasarana Monografi Kecamatan
Analisis proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
Analisis kualitatif diskriptif
Karakteristik aktifitas sosial ekonomi yang berkembang
Bappeda
Pengaturan bentuk penanganan perkembangan industri Arahan pengembangan zona industri Palur Karakteristik segmen pasar yang berkembang
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
Analisis faktor Varibel-variabel penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi permintaan terkait pertimbangan industri memilih lokasi industri
Kuisioner kepada pengusaha dan pemilik lahan
Varibel-variabel penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi penawaran terkait karakteristik sosial ekonomi masyarakat petani yang menjual lahan (pendapatan, pendidikan, pekerjaan)
Sumber : Analisis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
1.13.3 Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data terdiri dari inventarisasi kebutuhan data, baik
data sekunder (data berbentuk peta, laporan atau dokumen yang tersedia di
beberapa instansi atau perpustakaan), maupun data primer (diperoleh langsung
dari beberapa pengusaha/instansi yang terkait dan masyarakat).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik mendekati sumber informasi dengan
jalan tanya jawab kepada narasumber/informan yang tinggal di zona
industri Palur. Wawancara juga dilakukan terhadap pimpinan dan staf
Bappeda, Disperindagkop, BPN, kantor Kecamatan Jaten, kantor
Kelurahan Ngringo, Kelurahan Sroyo, Kelurahan Brujul, Kelurahan Jetis
dan Kelurahan Dagen, serta lembaga terkait lainnya.
2. Observasi Langsung
Observasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi
tambahan tentang apa yang dilihat, didengar dan diperhatikan pada saat di
lapangan yaitu di zona industri Palur yang terdiri dari lima desa, termasuk
dalam teknik ini adalah pengambilan gambar.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data dari sumber
buku literatur (buku referensi), laporan/penelitian terkait sebelumnya
(seperti skripsi atau jurnal) dan data-data instansional yang diperoleh dari
lembaga pemerintahan (seperti dokumen RTRW Kabupaten Karanganyar,
RTRK Palur, RTRK-RDTRK IKK Jaten, Monografi Kelurahan, UU dan
peraturan-peraturan terkait).
4. Kuisioner
Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang disusun oleh peneliti yang akan
ditujukan untuk dijawab oleh narasumber/responden. Dalam penelitian ini,
yang akan menjadi responden/narasumber adalah perusahaan untuk
menggali faktor demand dan pemilik tanah untuk menggali faktor supply,
serta masyarakat di zona industri Palur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1.13.4 Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diamati dalam penelitian, atau
dengan kata lain, sampel adalah individu yang diselidiki dalam penelitian. Sampel
diperlukan untik mengefisiensikan waktu, tenaga dan biaya. Dalam studi ini,
sampel dibutuhkan untuk penyebaran kuesioner kepada responden (pengusaha dan
petani). Hasil penyebaran kuisioner kepada responden melalui sampel dapat
dianggap mewakili kondisi seluruh populasi di wilayah studi.
Teknik sampling yang digunakan adalah Sampel Quota. Dalam pemilihan
subyek-subyek sampelnya, diambil anggota-anggota sampel sedemikian rupa
sehingga sampel tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang
sudah dikenal sebelumnya. Sampel ini selalu melandaskan diri pada informasi-
informasi dan pengetahuan yang telah diperoleh dan dicek mengenai ciri-ciri
khusus satu populasi. Informasi tadi sudah bersifat tetap, jelas dan tidak
diragukan. Subyek-subyek yang dipilih menjadi anggota sampel itu mempunyai
sifat-sifat yang dimiliki oleh populasi tempat sampel untuk ditarik (Kartono,
1996:148).
Dalam penentuan jumlah sampel, yang diambil pada prinsipnya tidak ada
peraturan-peraturan yang ketat untuk secara mutlak menentukan berapa persen
sampel tersebut harus diambil dari populasi. Dalam studi ini, populasi sampel
pengusaha dan sampel pemilik lahan pertanian diasumsikan bersifat relatif
homogen. Setelah diketahui homogen atau tidaknya populasi, kemudian dihitung
besarnya populasi dengan menentukan perbandingann dan perimbangan riil dari
jumlah masing-masing kategori faktor-faktor tadi (Kartono, 1996:135).
1. Untuk Industri
Sampel yang diambil untuk industri adalah sebanyak 41 perusahaan.
Sampel ini diambil berdasarkan perhitungan proporsi dari jumlah
keseluruhan industri yang ada di zona industri Palur. Jumlah sampel
responden pengusaha tidak dibedakan berdasarkan jenis industrinya
(dianggap homogen) dan sampel yang diambil tidak berdasarkan unit per
desa mengingat sebaran industri per desa tidak sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
f = ��0弥:谜 (Singarimbun, 1989:22)
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat kecermatan (0,1) 柜= ��ú挠+ 1
柜= 7070.0,1挠+ 1
= 41 responden
2. Untuk pemilik lahan pertanian
Sampel yang diambil untuk masyarakat pemilik lahan pertanian sebanyak
30, sedangkan kuisioner yang disebarkan untuk mayarakat dibagi secara
merata untuk lima desa, sehingga masing-masing desa ada 6 sampel.
Sampel sebanyak 30 tersebut berdasarkan pertimbangan minimal sampel
distribusi normal yaitu 30 (Sudjana, 1992:32). Hal ini mengingat
terbatasnya data mengenai pemilik lahan pertanian yang menjual lahannya
untuk kepentingan industri. Ciri-ciri dari populasi dianggap homogen yaitu
responden merupakan pemilik lahan pertanian yang bertempat tinggal dan
yang pernah menjual lahan pertaniannya untuk kepentingan industri, di
lokasi pengambilan sampel.
1.14 Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari
lima bab pembahasan yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi paparan latar belakang studi, perumusan masalah, tujuan dan
sasaran studi, ruang lingkup dan pembatasan, kerangka pemikiran,
pendekatan dan metode studi, serta sistematika penyusunan laporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB II KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI
Berisi teori-teori yang mendukung pembahasan permasalahan seperti
teori-teori tentang industri, lahan dan alih fungsi/perubahan penggunaan
lahan, serta kebijakan-kebijakan terkait.
BAB III TEMUAN LAPANGAN
Berisi paparan kondisi umum Wilayah Perkotaan Surakarta dan zona
industri Palur, seperti arahan kebijakan pembangunan, kondisi fisik dan
geografis, ekonomi dan kependudukan, karakteristik perkembangan
industri, karakteristik perubahan penggunaan lahan dan karakteristik
permintaan industri.
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi hasil analisis luas perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri, analisis proses perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri, dan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan
industri dari sisi permintaan oleh dan sisi penawaran .
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan, kelemahan
studi, dan rekomendasi untuk kemungkinan studi lanjutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Sumber: Analisis, 2010
Gambar 1.4 Kerangka Studi
Tema : Alih fungsi lahan
Judul : Faktor pengaruh perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Kabupaten Karanganyar
Latar belakang : · Pertambahan penduduk · Peningkatan kebutuhan infrastruktur, pelayanan
serta lapangan pekerjaan · Peningkatan kebutuhan lahan, namun luas
administrasi tetap · Persaingan penggunaan lahan · Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non
pertanian di daerah pinggiran/hinterland salah satunya adalah zona industri Palur
Permasalahan : · Seberapa luas telah terjadi perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri yang terjadi di zona industri Palur?
· Bagaiman proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri yang terjadi di zona industri Palur?
· Apa saja faktor-faktot serta bobot faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur dilihat dari sisi demand/permintaan dan supply/penawaran lahan?
Tujuan : mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur dilihat dari sisi permintaan dan penawaran terhadap lahan Sasaran : · Mengidentifikasi perubahan luas lahan pertanian dan
lahan industri di zona industri Palur. · Mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur · Mengidentifikasi faktor-faktor demand yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur
· Mengidentifikasi faktor-faktor supply yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur
Tinjauan Teori : · Tinjauan terhadap industri · Tinjauan terhadap lahan · Tinjauan terhadap alih fungsi lahan pertanian
Data : · Peta rencana penggunaan lahan · Peta penggunaan lahan eksisting · Persebaran dan lokasi industri · Karakteristik fisik dan harga lahan · Sarana dan prasarana · Arahan pengembangan zona industri Palur · Karakteristik aktifitas sosial ekonomi yang
berkembang · Karakteristik segmen pasar yang berkembang · Varibel-variabel penentu perubahan guna lahan
dari sisi permintaan dan penawaran
Analisis : · Analisis perubahan luas lahan pertanian dan
lahan industri, menggunakan metode overlay peta
· Analisis proses perubahan guna lahan pertanian menjadi lahan industri, menggunakan metode kualitatif diskriptif
· Analisis faktor permintaan dan penawaran yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri, menggunakan metode analisis faktor
Output : Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pengguna lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur Kabupaten Karanganyar dilihat dari sisi demand dan sisi supply
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB 2
KONSEP-KONSEP PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI
2.4 Tinjauan Umum Industri
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Djoko santoso, 2003:11 membagi industri menjadi empat, yaitu:
1. Industri Rumah Tangga
Seperti industri batik tulis, kerajinan tenun, kerajinan logam, kerajinan
anyaman, kerajinan ukir-ukiran, dan kerajinan tanah liat.
2. Industri Ringan
Seperti industri jenang dodol, industri batik cap, dan industri sepatu.
3. Industri sedang
Seperti industri pakaian jadi dan industri percetakan.
4. Industri Besar
Seperti industri dasar (mesin, besi baja, pemintalan, dan kimia dasar)
Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
16/Permen/M/2006, yang dimaksud dengan “zona industri” adalah “bentangan
lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan”.
2.4.1 Aktifitas Industri
Aktifitas industri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang
berkaitan satu sama lain sebagai suatu sistem produksi. Sistem produksi adalah
gabungan dari beberapa unit/elemen yang saling berhubungan dan saling
menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan
(Djojodipuro, 1990:7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Input : · Bahan baku · Tenaga kerja · Modal
Proses produksi Output/ produk Pasar
Secara garis besar sistem produksi industri terbagi menjadi tiga bagian
yaitu input, proses produksi dan output industri. Input sistem produksi terdiri dari
bahan baku, tenaga kerja dan dana. Sedangkan proses produksi meliputi fasilitas,
mesin dan peralatan, serta lingkungan kerja dan output sistem yang berupa produk
yang dihasilkan (Djojodipuro, 1990:7-8).
Dalam faktor yang termasuk input, proses dan output, masih terdapat
faktor lain yaitu berupa permintaan pasar, manajemen perusahaan, lingkungan
eksternal yang meliputi pemerintah, teknologi, perekonomian dan kondisi sosial
politik (David&Russel, 1994:11). Selain itu, Smith (1981:84) menambahkan
bahwa masih terdapat faktor transportasi dan pasar dalam proses produksi
industri.
Transportasi Sumber : Smith, 1981:24
Gambar 2.1 Sistem Proses Produksi
2.4.2 Kebijakan Pengaturan Lokasi Industri
Penanganan masalah pendirian di suatu daerah melibatkan berbagai
instansi dalam proses perizinannya. Secara umum penanganan dilakukan oleh dua
instansi yang berbeda untuk jenis yang berbeda pula, yakni BKPM/BKPMD
(Badan Koordinasi Penanaman Modal/Daerah) serta Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
Dalam hal pengaturan lokasi industri, proses terjadi pada tingkatan Daerah
Tingkat II. Instansi Pusat dan Dati I, tidak memiliki kebijaksanaan pengalokasian
khusus karena hanya mengeluarkan Persetujuan Prinsip Usaha dan Izin Usaha
Tetap (IUT). Mengenai persetujuan lokasi industri, instansi ini berpedoman pada
rekomendasi yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengacu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pada Rencana Tata Ruang yang telah ada. Adapun jenis dan proses pengaturan
lokasi dapat dilihat dari gambar berikut.
Sumber : Keppres No.41 tahun 1996
Gambar 2.2 Bagan Proses Pengaturan Lokasi Industri
Bagan tersebut menunjukkan bahwa lokasi industri sangat bergantung dari
kualitas rencana tata ruang yang ada, dan pemerataan pertumbuhan industri akan
sulit terjadi. Bila perencana dan pemda salah menetapkan rencana pengalokasian
kegiatan industri, maka dampak apapun akan terjadi. Padahal posisi pemerintah
pusat dalam mempengaruhi lokasi kegiatan ekonomi sangat penting.
2.4.3 Teori Lokasi
2.4.3.1 Teori Alfred Weber
Pemilihan lokasi industri menurut Weber didasarkan pada prinsip
meminimalisasi biaya. Weber mengatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung
Izin UUG oleh sekwilda dati II a.n. Bupati/
Walikota
· Izin Usaha Tetap · Izin tenaga kerja asing
Perusahaan di dalam kawasan industri
Perusahaan di luar kawasan/ kawasan berikat
Mengajukan usulan usaha dan fasilitas yang diinginkan
Mengajukan usulan lokasi usaha
Permohonan HGB
Investor
Kanwil perindustrian
Izin lokasi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kodya
sesuai RTR
Izin lokasi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kodya
sesuai RTR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya
harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
Menurut Weber, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu
biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
Dalam menjelaskan keterkaitan transportasi dan bahan baku, Weber menggunakan
konsep segitiga lokasi atau Locational Triangle untuk memperoleh lokasi
optimum (Tarigan, 2005:140).
2.4.3.2 Teori Lokasi Pasar Losch
Teori ini didasarkan pada permintaan (demand). Dalam teori ini
diasumsikan bahwa lokasi optimum dari suatu pabrik atau industri adalah apabila
dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas sehingga dapat dihasilkan
pendapatan yang besar. Untuk membangun teori ini, Losch juga berasumsi bahwa
pada suatu tempat yang topografinya datar atau homogen, jika disuplai dari pusat
(industri), volume penjualan akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari pusat
industri, semakin berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin
tinggi akibat dari naiknya biaya transportasi. Berdasarkan teori ini setiap tahun
pabrik akan mencari lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar seluas-luasnya.
Di samping itu, teori ini tidak menghendaki pendirian pabrik-pabrik secara merata
dan saling bersambung sehingga berbentuk heksagonal karena hal ini akan
menyebabkan harga semakin turun/murah.
Terhadap pandangan Losch ini, perlu dicatat bahwa saat ini banyak
pemerintah yang melarang industri berada di dalam kota. Dengan demikian lokasi
produksi/industri harus bergeser ke pinggir kota atau bahkan ke luar kota dengan
membuka kantor pemasaran di dalam kota. Artinya dalam industri tersebut
walaupun proses produksi berada di luar kota tetap merupakan bagian dari
kegiatan kota dalam arti kata memanfaatkan range atau wilayah dari kota tersebut
(Tarigan, 2005:145).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 2.1 Kriteria Lokasi Industri
Lokasi
Standar Teknis
Komplek Industri
Estet Industri Lahan Peruntukan
Industri Kawasan Berikat/
Bonded Zone Pemukiman
Industri kecil Sentra Industri Kecil
Sarana Usaha Industri Kecil
Jarak terhadap pusat kota
Di luar kota Maksimum 15 km Daerah pinggiran kota
Daerah pinggiran kota dengan aksesibilitas tinggi ke pelabuhan/ airport
Tak tertentu Tak tertentu Di dalam estet industri
Jarak terhadap permukiman
Terpisah dari permukiman
Minimal 2 km Minimal 3 km Terpisah dari permukiman
Relatif berbaur dengan permukiman
Relatif berbaur dengan permukiman
Di dalam estet industri
Jaringan jalan Di sekitar jalan regional
Di sekitar jalan regional
Di sekitar jalan regional
Di sekitar jalan regional Di sekitar jalan lokal
Di sekitar jalan lokal Di dalam estet industri
Fasilitas dan prasarana
Minimal tersedia sumber air
Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, telekomunikasi, sistem transportasi dan perbankkan
Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, dan telekomunikasi
Dalam radius pelayanan listrik, air bersih, telekomunikasi, sistem transportasi terutama pelabuhan/ airport dan kargo terminal
Minimal terlayani listrik dan sumber air
Minimal tersedia sumber air
Di dalam estet industri
Kualitas air sungai
Terlayani sungai golongan C, D, E
Terlayani sungai golongan C, D, E
Terlayani sungai golongan C, D, E
Terlayani sungai golongan C, D, E
Terlayani sungai golongan C, D, E
Terlayani sungai golongan C, D, E
Di dalam estet industri
Peruntukan lahan
Budidaya pertanian
Budidaya pertanian Budidaya pertanian
Budidaya pertanian Dapat berbaur antara lain dengan permukiman dan pertanian
Dapat berbaur antara lain dengan perdagangan, pertanian dan permukiman
Di dalam estet industri
Keterangan : Sungai Golongan A : air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu Sungai Golongan A : air baku yang baik untuk air minum dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, selain keperluan A Sungai Golongan A : air baku yang baik untuk air minum dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, selain keperluan A dan B Sungai Golongan A : air yang baik untuk pertanian, usaha perkotaan, industri, listrik tenaga air, lintasan air dan keperluan lain, selain keperluan A, B, C Sungai Golongan A : air yang tidak sesuai untuk keperluan dalam golongan A, B, C dan D Sumber : Kriteria Lokasi Industri dan Standar Teknis Industri, Departemen Perindustrian 1988 dalam RTRK Palur 1991-2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2.5 Tinjauan Terhadap Lahan
2.5.1 Pengertian Lahan
Tata guna lahan (landuse) adalah komponen keseluruhan dari suatu
bentang alam yang mencakup tutupan vegetasi, tanah, kemiringan, permukaan
geomeorfologis, sistem hidrologis dan kehidupan binatang di dalamnya
(Nurlambang, 2002:2). Terkadang istilah lahan sering disalahartikan dengan
istilah lain sehingga tidak jarang lahan diartikan semata-mata oleh tanah, atau
bahkan disamaartikan dengan ruang (space). Namun sesungguhnya ketiganya
memiliki definisi dan pengertian yang berbeda-beda. Yang dimaksud dengan
tanah (soil) adalah bagian dari lahan yang merupakan kerak atau lapisan teratas
bumi yang mampu menunjang kehidupan tanaman secara permanen dan mengatur
tata air pada lapisan tersebut.
Pengertian lahan dapat ditinjau dari dua segi (Lichfield dan Drabkin,
1980:5), yaitu:
· Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah
hunian tercipta dan mempunyai kualitas fisik yang penting dalam
penggunaannya.
· Ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah suatu sumberdaya alam yang
mempunyai peranan penting dalam produksi.
2.5.2 Hubungan Lahan dan Aktifitas Pertanian
Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk usaha produksi bahan
makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian),
dan tanaman holtikultura seperti sayur-sayuran (Orleanti, 2000:35).
Beberapa masalah pembangunan ekonomi khususnya di dunia ketiga,
orang tidak akan lepas dari masalah pertanian. Sedangkan berbicara masalah
pertanian, kita tidak bisa terlepas dari lahan. Meskipun mulai saat ini dirintis
pertanian tanpa lahan dengan teknologi dan sejenisnya namun tidak sampai
beberapa dekade, lahan untuk pertanian masih dibutuhkan mengingat mahalnya
teknologi tersebut. Pertanian tangguh yang mampu berfungsi seperti tersebut
diatas menjadi harapan untuk mempercepat proses pembangunan negara-negara
berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah perbaikan masalah-
masalah yang menyangkut pemilikan lahan bahkan kalau dipandang perlu bisa
dilakukan land reform (Reksohadiprojo, 1998:64-65).
2.5.3 Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri
Lokasi merupakan tinjauan lahan dari aspek ruang (space). Jika kekayaan
alam dapat dipindah ke tempat lain, maka tidak demikian dengan aspek ruang.
Dengan tidak bisa dipindahkannya aspek ruang ini maka terdapat perhitungan
untung rugi bagi suatu lokasi. Bagi lokasi tertentu cukup menguntungkan
sedangkan lokasi lain mungkin kurang menguntungkan. Pentingnya lokasi
sebenarnya dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu alokasi ekonomi, penggunaan lahan
dan status hukum. Konsep lokasi ekonomi berdasar anggapan bahwa suatu tempat
dapat menikmati keuntungan lokasi di bidang tempat lainnya berupa antara lain
berkurangnya biaya dan waktu tranportasi ke pusat pasar, adanya produksi yang
lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah pada tempat tertentu
(Reksohadiprojo, 1998:58).
Upaya yang dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut diantaranya
dengan memperkecil biaya yang dikeluarkan. Penempatan pabrik yang baik
dengan sendirinya adalah pada lokasi yang dapat menyumbangkan keuntungan
terhadap penghematan biaya transportasi, produksi dan distribusi. Kesalahan
pemilihan lokasi akibat kurangnya perencanaan akan mengakibatkan pemborosan
dalam jangka waktu yang panjang. Lokasi diisyaratkan dapat membawa
keuntungan dari masa pra produksi melalui biaya transportasi bahan baku, alat
produksi, tenaga dan sebagainya sampai masa produksi dan biaya pascaproduksi.
Pengaruh kehadiran industri terhadap perkembangan dan tata ruang
wilayah atau kota sudah dirasakan sejak awal revolusi industri yang dimulai
dengan penemuan teknologi mesin uap pada tahun 1769. Pembangunan industri
kota-kota Eropa pada awalnya di pusat kota, bersamaan dengan itu pusat kota
menjadi tempat yang kotor, kumuh dan penuh kesemrawutan sebagai konsekuensi
logis peningkatan aktifitas kota (Catanese, 1989:14). Hal ini mengakibatkan
struktur kota berubah dan timbul pula teori-teori keruangan yang membicarakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pola guna lahan menyangkut lokasi konsentrasi industri seperti teori Alfred
Weber, Edgar Hoover, Losch, Von Thunnen, dan lainnya.
Di Indonesia, penyebaran industri memiliki kecenderungan bergerak dari
daerah kota ke arah daerah pinggiran kota atau daerah yang disebut Sub Urban
Area (Desa Kota), dikarenakan peningkatan pembangunan transportasi.
Pergeseran ini terjadi pada masa 80-an sampai 90-an yang didukung pula oleh
kebijaksanaan paemerintah daerah yang pada umumnya mengarahkan
pertumbuhan industrinya ke daerah pinggiran (Koestoer dalam Iskandar, 1997:3)
Pergeseran penyebaran ini disebabkan pula oleh beberapa pertimbangan
(Koestoer dalam Iskandar, 1997:3-4) antara lain karena:
· Adanya kompetisi penggunaan lahan/ruang yang sangat ketat di daerah
kota sehingga berdampak pada tingginya nilai lahan.
· Daerah pinggiran pada awalnya relatif lapang, sehingga penempatan
industri diasumsikan dapat aman dan tidak mengganggu kelancaran dan
ketertiban lalulintas.
· Disisi lain dengan kelancaran lalulintas akan meningkatkan akses ke
perusahaan industri. Hal ini yang menyebabkan persebaran terpola di
sekitar jalan raya.
· Pertimbangan kedekatan dengan sumber air.
Terlepas dari batasan fisik yang masuk dalam wilayah ini adalah daerah
ambang antara kota dan desa yang terjadi karena perluasan kota terutama daerah
metropolitan. Kecenderungan ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya yang
telah dikemukakan di atas.
Perkembangan pada awal abad dua puluh satu lahir suatu masa yang
disebut era globalisasi, di mana tersebarnya hubungan-hubungan aktifitas dari
batasan geografis maupun masyarakat. Era ini dimulai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Dapat dipastikan akan terjadi perubahan dan
perkembangan dalam pembangunan industri terutama menyangkut lokasi industri,
atas roda sejarah yang telah berputar yang menunjukkan adanya korelasi sangat
positif antara pertumbuhan industri dan teknologi (Smith, 1981:14).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Para perencana kota dan wilayah harus dapat membaca trend yang muncul
dalam masa globalisasi agar dapat mengantisipasi atau dapat meminimalisir
dampak negatif yang mungkin akan muncul. Ketidaksiapan para perencana tata
ruang dalam menghadapi perubahan hanya akan melahirkan kerugian dan
kesemrawutan. Hal ini terjadi pada setiap masa perkembangan industri. Perencana
selalu bersikap reaktif, dimana melakukan perencanaan setelah timbul
permasalahan yang besar. Pada masa revolusi industri lahir konsep Garden City,
muncul setelah lingkungan kota rusak (Catanese, 1989:17).
2.5.4 Harga Lahan
Lahan adalah komoditi yang dapat diperjualbelikan dan memiliki harga/
nilai tergantung dari berbagai permintaan. Harga lahan berbeda secara keruangan,
mencerminkan ketersediaan kualitas baik di pusat kota daripada lahan berkualitas
rendah di lokasi periphery dan biasanya memiliki harga tinggi di pinggiran kota
dimana kompetisi lahan antara aktifitas pertanian, industri, komersial dan
perumahan sering terjadi. Dalam situasi ini, pertanian biasanya beralih fungsi
meskipun petani dapat lebih berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan
menggunakan teknologi dan sejenisnya. Penukaran lahan semula dengan lahan
yang lebih murah di lokasi lain biasanya sering terjadi (Healey dan Ilbery,
1990:47).
Faktor terbesar yang menyebabkan harga lahan meningkat yaitu adanya
perlakuan spekulasi pembeli dalam pasar kepemilikan lahan. Lahan adalah input
yang penting bagi proses produksi dan sejumlah lembaga keuangan, bergantung
pada ketersediaan lahan. Industri menggunakan skala besar dan banyak
perusahaan ingin memiliki lahan di mana mereka beroperasi (Healey dan Ilbery,
1990:51).
2.5.5 Teori Permintaan dan Penawaran Lahan
Pada dasarnya, pembentuk harga lahan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu
adanya fungsi permintaan (demand function) dan fungsi penawaran lahan (supply
function). Kedua fungsi tersebut akan membentuk harga lahan yang terdapat pada
gambar di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Pola permintaan dan penawaran lahan juga berlaku unuk lahan industri.
Semakin banyak permintaan produksi industri maka kebutuhan akan lahan
industri juga akan semakin tinggi. Tersedianya lahan pertanian yang
produktifitasnya rendah maka akan dikonversi untuk memenuhi permintaan yang
ada. Dari permintaan dan penawaran tersebut harga lahan industri akan tercapai.
S
Rent of land for A particular use
R
D
0 M Land demand and suppy For a particular use
Sumber : Harvey, 1992:173
Gambar 2.3
Penentu Harga Lahan .
2.5.5.1 Teori Permintaan Lahan
Permintaan lahan adalah refleksi dari keuntungan atau kebutuhan yang
muncul dari penggunaan tertentu oleh masyarakat sebagai pengguna potensial.
Makin besar keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan lahan di lokasi tersebut
untuk berbagai tujuan, maka makin tinggi harga lahan atau sewa lahan, tidak
menghambat keinginan pengguna untuk membayarnya (Harjanti, 2001:134).
Permintaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor keuntungan lokasi.
Keuntungan lokasi tersebut sangat dipengaruhi oleh :
· Jarak dari pusat kota
· Aksesibilitas
· Jumlah pesaing (pemasaran produk)
· Efek-efek eksternal untuk meminimalisasi biaya
Fungsi permintaan sebagai salah satu faktor pembentuk harga lahan, juga
berpengaruh pada fluktuasi harganya. Makin tinggi permintaan lahan maka harga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
lahan akan semakin tinggi pula, dengan catatan lahan yang yang ditawarkan
adalah tetap. Fungsi lahan dapat diasumsikan sebagai fungsi permintaan.
Harga lahan
Permintaan
Jumlah lahan yang ditawarkan
Sumber : Chinloy dalam Harjanti, 2001:134
Gambar 2.4 Pengaruh Permintaan terhadap Harga Lahan Kota
2.5.5.2 Teori Penawaran Lahan
Penawaran total terhadap tanah pada setiap negara dipengaruhi oleh
keuntungan teritorial dan keterbatasan jumlah lahan. Tetapi penawaran lahan
untuk penggunaan tertentu dapat ditingkatkan atau diturunkan, dengan kata lain
perubahan dalam penawaran terkait dengan waktu, dimana penggunaan lahan
pada suatu tempat dapat berubah seiring dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Sebagai contoh adalah perubahan lahan dari penggunaan lahan
perkebunan/hutan menjadi penggunaan lahan lain, dari pertanian menjadi
perkotaan, begitu pula dari permukimam menjadi perkantoran atau komersial,
termasuk perubahan lahan pribadi menjadi ruang publik (Balchin dan Piere dalam
Harjanti, 2001:135).
Peningkatan perubahan lahan cenderung berkembang lebih lambat
menyebabkan permintaan akan lahan yang memegang kendali. Dengan
meningkatnya permintaan yang tidak diikuti dengan penawaran yang mencukupi
harga lahan, dimungkinkan untuk meningkat tidak terkendali. Meningkatnya
permintaan lahan tersebut adalah akibat dari inflasi, kemudahan mendapatkan
kredit, pertumbuhan penduduk, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Berikut ini adalah grafik pengaruh penawaran terhadap harga lahan perkotaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Harga lahan Penawaran
Lahan yang ditawarkan
Sumber : Chinloy dalam Harjanti, 2001:135
Gambar 2.5
Pengaruh Penawaran terhadap Harga Lahan Kota
2.6 Tinjauan terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian
2.6.1 Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan suatu jenis
penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya. Konversi lahan merupakan suatu
tindak lanjut penyesuaian penggunaan lahan dalam fungsinya sebagai ruang kota,
terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk aktifitas sosial dan ekonomi kota
berikut sarana dan prasarana penunjangnya, serta penduduk kota (Wijaya dalam
Orleani, 2000:46).
Konversi lahan atau alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan dapat
juga bersifat sementara. Jika lahan pertanian beririgasi teknis berubah menjadi
perumahan atau industri, maka alih fungsi lahan ini bersifat permanen.
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga sistem yang merupakan
keterkaitan antara bagian dalam struktur ruang kota (Chapin, 1979:28-31), yaitu :
· Sistem aktifitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya,
seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintahan, dan lembaga-lembaga
lainnya dalam mengorganisasikan hubungan keterkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya dalam waktu dan ruang.
· Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konversi atau
rekonversi lahan (ruang) dan penyesuaiannya bagi kegunaan manusia
dalam mendukung sistem aktifitas yang telah ada sebelumnya.
· Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik
yang hasilnya dari proses alam yang terkait dengan air, udara dan zat-zat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang lain. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan
manusia dan habitat serta sumberdaya untuk mendukung kelangsungan
hidup mereka.
Pada dasarnya ketiga sistem tersebut saling berinteraksi satu dengan yang
lain dan akan membentuk suatu pola penggunaan lahan yang akan terus
berkembang sesuai perkembangan kota.
2.6.2 Faktor Penentu Perubahan Pengunaan Lahan Ditinjau dari Sisi
Pengusaha Industri
Pengaruh faktor utama dan turunannya dalam proses pemilihan lokasi
industri berbeda-beda menurut fase pemilihan. Proses didasarkan pada
pemahaman atas konsep lokasi tiga fase, yaitu fase pemilihan daerah, lingkungan
dan tapak. Pelaksanaan pemilihan melalui tiga fase ini akan menyempitkan
pilihan dari faktor yang besar, sehingga pemilihan tapak akan lebih terarah (Apple
dalam Iskandar, 1997:24).
Namun pemilihan lokasi pabrik seringkali tidak mempertimbangkan
faktor-faktor lokasi secara merata, hal ini dilakukan baik kesengajaan maupun
karena kekurangtelitian perencana. Adapun yang dimaksud kesengajaan adanya
pengaruh satu dua faktor yang terlalu besar, yang menyebabkan perhitungan
secara ekonomis tidak perlu dilakukan dengan cermat karena kepentingan
tertentu. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah (Harding dalam Iskandar,
1997:2004) :
· Bahan baku/sumberdaya alam meterial mencakup jenis bahan baku, jarak
dari lokasi sumber, harga, dan kualitas serta ketersediaan bahan dalam
jangka waktu yang panjang serta biaya angkut yang murah.
· Pasar (market), meliputi kuantitas pembeli serta karakteristiknya dan
persaingan.
· Tenaga kerja (labour), meliputi biaya atau Upah Minimal Regional
(UMR), sikap pekerja, kualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan jumlah
penduduk yang terdidik.
· Pembangkit tenaga (power), terdiri kapasitas ketersesiaan dari tenaga
listrik, gas alam, air dan bahan bakar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
· Fasilitas perkotaan, diantaranya perumahan bagi karyawan, pusat
perbelanjaan, kesehatan dan pengolahan limbah.
· Akses transportasi, terhadap sistem lalulintas dan jalan, tingkat pencapaian
fasilitas (pelabuhan, bandar udara, kereta api, dsb), biaya angkut, laju
muatan dan kapasitas.
· Iklim, mencakup arah angin, ketinggian, pengaruh cuaca, suhu udara dan
termasuk bahaya banjir.
· Kebijaksanaan pemerintah, meliputi peraturan mengenai pengendalian
limbah, perpajakan, birokrasi, insentif dari pemerintah, perbankan, dsb.
Untuk melihat faktor-faktor pertimbangan lokasi industri menurut
beberapa pakar dapat dilihat dari tabel 2.2.
2.6.3 Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Ditinjau dari Sisi
Pemilik Lahan Pertanian
Studi mengenai penentuan keputusan dari segi pertanian telah
memperjelas kekurangan pendekatan neoklasik terhadap lokasi pertanian, dengan
menggunakan pengetahuan yang komplit dan rasionalitas ekonomi. Mather, 1986
dalam Healey dan Ilbery, 1990:191 telah menggambarkan secara skematis
beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
penentuan keputusan penggunaan lahan. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor
intenal dan eksternal alami, meliputi usia, kemampuan, dan kepribadian pemilik
lahan pertanian serta luasan lahan. Proses-proses yang digambarkan dalam bagan,
sama dengan matriks perilaku yang dikemukakan oleh Pred (1967), dengan
jangkauan keputusan mulai dari tingkat kesadaran, pemikiran rasional sampai
perilaku non rasional (Healey dan Ilbery, 1990:191).
Bukti nyata yang telah terbentuk dalam kaitannya dengan tujuan
pembuatan keputusan pertanian yaitu berdasarkan asumsi bahwa tujuan satu-
satunya dari mengolah lahan pertanian adalah pemaksimalan keuntungan dan
mewujudkan tuujuan serta nilai-nilai. Utilitas dapat didefinisikan sebagai
kepemilikan diharapkan dapat menghasilkan keuntungan, kesenangan dan
kebaikan bagi suatu kelompok (Mather, 1986 dalam Healey dan Ilbery,
1990:192). Keuntungan non material dan elemen personal yang tergabung dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
konsep tidak sama untuk setiap orang. Tujuan dan nilai-nilai berkaitan dengan
motivasi para pemilik lahan dimana lebih ditekankan pada pembuatan jalannya
keputusan.
Gasson 1973 dalam dalam Healey dan Ilbery, 1990:92 mengklasifikasikan
nilai-nilai yang kemungkinan besar terhadap pada situasi dan suasana pertanian ke
dalam empat kelompok besar, yaitu :
· Instrumental, dimana bertani digambarkan sebagai media memperoleh
pendapatan dan rasa aman dalam kondisi kerja yang menyenangkan
· Sosial, dimana dengan bertani akan dapat menjalin hubungan antar
individu dalam bekerja
· Ekspresif, dimana dengan bertani dapat mengekspresikan diri dan
memenuhi kepuasan pribadi
· Instrinsik, dimana bertani dinilai sebagai aktifitas yang merupakan hak
individu
Keempat kelompok tersebut relatif satu sama lain dalam mempengaruhi
keputusan pemilik lahan pertanian dalam suatu situasi. Menurut Gasson,
pentingnya motif non ekonomi, yaitu konsep pemuasan dalam mengolah lahan
pertanian lebih ditekankan (Gasson, 1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990:92).
Untuk melihat pendapat beberapa para ahli mengenai faktor-faktor
penentu perubahan penggunaan lahan dari sisi pemilik lahan pertanian dapat
dilihat pada tabel 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel 2.2 Faktor-Faktor Lokasi Industri
(a) Apple (b) Harding (c) Smith (d) Sofyan Assauri (e) Kartasapoetra Dalam studi ini Ø Pemilihan daerah 1. Bahan baku 2. Pasaran 3. Transportasi 4. Hk. Negara 5. Pajak
Ø Iklim pemilihan
kota 1. Buruh 2. Jumlah penduduk 3. Pajak setempat 4. Fas. Pelayanan 5. Utilitas 6. Trasnportasi 7. Pajak 8. Peraturan
perwilayahan 9. Peraturan kota 10. Biaya hidup 11. Sikap lingkungan
(masyarakat – pemerintah)
Ø Faktor-faktor lokasi makro
1. Jarak dari bahan baku 2. Posisi terhadap pasar 3. Tenaga kerja yang
banyak 4. Akses dengan
transportasi 5. Iklim setempat 6. Persetujuan
pemerintah 7. Subsidi investasi 8. Biaya hidup
Ø Faktor spesifik lokasi
detail 1. Kualitas tenaga kerja 2. Sumber energi lain 3. Posisi dari fasilitas
kota 4. Pengetahuan limbah 5. Akses transportasi 6. Perda tentang
lingkungan dan jalan 7. Tanah dan iklim 8. Lahan untuk luasan 9. Jenis industri lain di
sekeliling
1. Bahan baku dan energi
2. Pasar dan harga 3. Tenaga kerja 4. Transportasi 5. Kebijakan
pemerintah 6. Kondisi lahan 7. Aglomerasi 8. Keuangan dan
perlengkapan 9. Bentuk dan skala
operasi usaha
Ø Faktor-faktor utama 1. Letak bahan dari baku 2. Letak dari pasar 3. Tenaga kerja 4. Power stasion/ listrik 5. Fasilitas
pengangkutan
Ø Faktor sekunder 1. Water supply 2. Fasilitas service 3. Fasilitas
pembelanjaan 4. Perumahan yang ada
dan fasilitas lainnya 5. Ikliim 6. Pajak dan UU buruh 7. Lingkungan
masyarakat 8. Tanah 9. Biaya tanah dan
gedung 10. Rencana masa depan 11. Rencana perluasan
1. Bahan mentah - Kemudahan
didapat - Persediaan - Harga layak - Kualitas - Biaya angkut
2. Tenaga kerja 3. Energi penggerak 4. Iklim 5. Keamanan/
stabilitas 6. Adat budaya
penduduk
1. Lokasi bahan baku (a,b, d, e)
2. Harga bahan baku (a, e) 3. Pasar/ konsumen (a, b,
c, d e) 4. Jumlah tenaga kerja (a,
b, c, d, e) 5. Tingkat Pendidikan
tenaga kerja (a, b, c, d, e)
6. Sumber energi (b, d, e) 7. Ketersediaan air (d) 8. Fasilitas perkotaan (a,
b, d) 9. Transportasi (a, b, c) 10. Iklim (a, b, d, e) 11. Intervensi pemerintah
(a, b, c) 12. Sikap pemerintah-
masyarakat (a, d, e) 13. Stabilitas keamanan
(a, d, e) 14. Kondisi fisik lahan (b,
c) 15. Investasi/ modal (b) 16. Harga lahan (d) 17. Kedekatan dengan
CBD (b, d) Sumber : Adaptasi dari Iskandar, 1998 dan modifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 2.3 Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan
Ditinjau dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian
Sumber Faktor-faktor penentu Dalam studi ini Mather, 1986
· Internal (intrinsik) - Pendidikan - Usia - Kemampuan - Kepribadian
· Eksternal (ekstrinsik) - Luas lahan - Unit informasi - Budaya
· Internal - Pendidikan - Usia - Pekerjaan - Penghasilan - Pola pemikiran masyarakat
yang semakin berkembang tentang pekerjaan
· Eksternal - Luas lahan - Biaya produksi - Pajak tanah - Penawaran yang tinggi dari
pihak perusahaan
Gasson, 1973
· Intrinsik - Keleluasaan - Melakukan pekerjaan yang disukai - Kehidupan yang menyehatkan di
luar ruangan · Ekspresif
- Banyak tantangan - Mendorong kreatifitas - Kebanggaan dalam memiliki lahan
pertanian - Melatih kemampuan khusus yang
dimiliki · Instrumental
- Membuat pendapatan yang maksimum
- Mendapat pendapatan yang memuaskan
- Pendapatan yang membuat rasa aman di kemudian hari
- Memperluas usaha - Dapat menyusun waktu kerja
· Sosial - Masuk ke dalam suatu komunitas
sendiri - Kebanggaan sebagai seorang petani - Melanjutkan tradisi keluarga - Pekerjaan yang dekat dengan rumah
dan keluarga Sumber : Gason, 1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990 : 190-192 dan hasil modifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Sumber : Analisis Gambar 2.6
Kerangka Teori
Permintaan lahan
Penggunaan lahan pertanian Penggunaan lahan industri
Faktor supply penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
industri
faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi industri
Faktor demand penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
industri
Penawaran lahan Faktor eksternal
· Kedekatan dengan CBD · Intervensi pemerintah · Sikap penerimaan
masyarakat · Stabilitas keamanan · Sosialisasi RTRK · Jangkauan pasar
Faktor penunjang faktor produksi
· Fisik lahan · Ketersediaan air · Sarana dan prasarana · Aksesibilitas · Harga lahan · Iklim · Sumber energi
· Harga, lokasi, luas, dan pajak lahan
· Biaya produksi lahan pertanian
· Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, usia, dan pola pikir pemilik lahan pertanian
Faktor input proses produksi
· Modal · Lokasi bahan baku · Harga bahan baku · Jumlah tenaga kerja · Tk. Pendidikan tenaga
kerja
Kebijakan pemerintah · RTRK Palur · RTRW Kabupaten Karanganyar · RUTRK-RDTRK IKK Jaten · SK Gubernur JawaTengah · Undang-undang dan peraturan terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB 3
TEMUAN LAPANGAN
3.3 Tinjauan Regional Wilayah Perkotaan Surakarta
3.3.1 Perkembangan Wilayah Perkotaan Surakarta
Menurut RTRW Jawa Tengah, terdapat delapan kawasan strategis yang
mendapatkan prioritas pengembangan daerah dan wilayah. Kota Surakarta dan
Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kawasan strategis SuBoSuKa (Surakarta,
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar).
Kota Surakarta merupakan pusat pertumbuhan bagi Wilayah
Pembangunan IV Jawa Tengah. Wilayah terbangunnya secara fisik telah tumbuh
dan berkembang melebihi batas administratifnya (over bounded). Perkembangan
ini masih akan terjadi terutama di wilayah administrasi kabupaten tetangga yang
berbatasan dengan Kota Surakarta. Palur merupakan suatu daerah di pinggiran
Kabupaten Karanganyar yang berbatasan dengan Kota Surakarta. Letak geografis
Kabupaten Karanganyar yang berdekatan dengan Kota Surakarta menjadikan
perkembangan Kota Surakarta merambat kuat ke wilayah Kabupaten
Karanganyar. Sehingga daerah-daerah ini telah menjadi satu kesatuan dalam
perkembangan Kota Surakarta. Dengan demikian wilayah terbangun ini dapat
disebut sebagai Wilayah Perkotaan Surakarta. Daerah-daerah ini direncanakan
sebagai simpul-simpul perkembangan bagi Wilayah Perkotaan Surakarta. Simpul-
simpul tersebut antara lain adalah:
· Kota Surakarta sebagai pusat utama
Sebagai pusat orde utama mempunyai fungsi sebagai pusat pemerintahan
dan perkantoran, perdagangan-jasa, industri, rekreasi, olahraga,
pendidikan dan budaya.
· Kartasura, Grogol dan Jaten sebagai pusat orde kedua
o Kecamatan Kartasura diarahkan, arahan pengembangan untuk
perdagangan-jasa, perbengkelan, perumahan dan pendidikan
perguruan tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
o Kecamatan Grogol, arahan pengembangan untuk perumahan dan
fasilitas.
o Kecamatan Jaten, arahan pengembangan untuk perumahan,
perdagangan dan industri.
· Colomadu, Baki, Gondangrejo dan Gatak sebagai pusat orde ketiga.
o Kecamatan Colomadu, arahan pengembangan untuk perumahan dan
perdagangan.
o Kecamatan Baki, arahan pengembangan untuk perumahan, industri
batik dan pertanian.
o Kecamatan Gatak, arahan pengembangan untuk perumahan dan
pertanian
o Kecamatan Gondangrejo, arahan perkembangan untuk perumahan,
industri dan pertanian.
Untuk mengetahui lebih jelas keberadaan zona industri Palur dalam
hirarki pusat wilayah perkotaan Surakarta dapat dilihat pada gambar 3.1.
3.3.2 Hubungan Perkembangan Kota Surakarta dan Kota Karanganyar
terhadap Perkembangan Zona Industri Palur
Dalam RUTRK-RDTRK IKK Jaten disebutkan bahwa tumbuh dan
berkembangnya zona Palur selain dipengaruhi oleh tata letak dan aksesibilitas
serta potensi wilayah pendukungnya, juga sangat dipengaruhi oleh sistem
perkotaan secara internal (kecamatan) dan sistem hubungan dengan kota-kota
disekitarnya secara eksternal (kabupaten/provinsi).
Kota Karanganyar sebagai kota sedang merupakan ibukota Kabupaten
Dati II Karanganyar. Dengan semakin berkembangnya Kota Karanganyar, maka
membawa konsekuensi-konsekuensi, yaitu:
· Semakin meningkatnya kebutuhan hidup
· Bertambah padatnya kegiatan sepanjang jalan Jaten-Surakarta-Sragen
· Terjadi limpahan investasi yang meluas keluar Kota Karanganyar
maupun Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Dengan demikian, alternatif pengembangan fungsi zona Palur bagi Kota
Karanganyar adalah:
· Sebagai salah satu area pengumpul dan penyangga bagi pelayanan
ekonomi atau hasil bumi bagi Kota Karanganyar
· Sebagai salah satu kota transit bagi arus regional Kota Surakarta menuju
Kota Karanganyar
3.3.3 Arahan Pengembangan Kabupaten Karanganyar dan Zona Industri
Palur
Meskipun termasuk sebagai salah satu daerah imbas perluasan
perkembangan Kota Surakarta, zona Palur masih berada dalam batasan
administrasi Kabupaten Karanganyar. Sehingga arahan pengembangan daerah
Palur masih tetap masuk dalam pola perwilayahan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Karanganyar.
Menurut pola perwilayahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karanganyar, wilayah Kabupaten Karanganyar dibagi atas tujuh Sub Wilayah
Pembangunan (SWP) dengan spesifikasi pengembangan wilayah sebagai berikut:
· Sub Wilayah Pembangunan I
SWP I memiliki pusat di Kota Karanganyar dengan wilayah
pembangunan meliputi Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu
dan Kecamatan Mojogedang. Sektor pemerintahan dan pembangunan
yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pendidikan,
perumahan, kesehatan, perhubungan, perdagangan dan pertanian.
· Sub Wilayah Pembangunan II
SWP II dengan pusat di Kecamatan Jaten meliputi Kecamatan Jaten dan
Kecamatan Kebakkramat. Sektor pembangunan yang dominan dan
berpotensi untuk dikembangkan meliputi sektor perdagangan,
perhubungan, pertanian dan industri.
· Sub Wilayah Pembangunan III
SWP III berpusat di Kota Karangpandan dengan wilayah pembangunann
meliputi Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Kerjo dan Kecamatan
Matesih. Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dikembangkan meliputi sektor perkebunan, perdagangan, perhubungan,
pariwisata dan perikanan.
· Sub Wilayah Pembangunan IV
SWP IV dengan pusat di Kecamatan Tawangmangu, meliputi Kecamatan
Tawangmangu, Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan Jenawi. Sektor
pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan
meliputi sektor pariwisata, perhubungan, perkebunan, pertanian
holtikultura dan perdagangan.
· Sub Wilayah Pembangunan V
SWP V dengan pusat di Kecamatan Jumapolo meliputi wilayah
pembangunan Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan
Jatiyoso dan kecamatan Jatipuro. Sektor pembangunan yang dominan
dan berpotensi untuk dikembangkan meliputi sektor pertanian,
peternakan, pengairan dan perdagangan.
· Sub Wilayah Pembangunan VI
SWP VI memiliki wilayah pembangunan Kecamatan Colomadu. Adapun
Sektor pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan
meliputi perumahan, pendidikan, perhubungan dan perdagangan.
· Sub Wilayah Pembangunan VII
SWP VII dengan pusatnya di Kecamatan Gondangrejo. Sektor
pembangunan yang dominan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah
sektor industri, perhubungan, perumahan dan perdagangan.
3.3.4 Kebijakan Pengembangan Aktivitas Industri di Zona Industri Palur
Perkembangan kegiatan industri di zona industri Palur secara hukum
telah dihentikan sejak tanggal 5 Juni 1980, dengan keluarnya SK Gubernur Jawa
Tengah No. 593.6/6865 Tahun 1980. Dengan demikian, sejak saat itu tidak lagi
dikeluarkan izin untuk industri baru. Pembatasan pemberian izin tersebut
diperkuat melalui SK Gubernur tanggal 4 Juli 1988 No. 593.8/13862 dan Surat
Ketua BKPMD tanggal 17 April 1990 No. 593.8/779/1990/II perihal Kawasan
Industri Kabupaten Daerah tingkat II Karanganyar. Berdasarkan hasil kesepakatan
antara Menteri Negara KLH dengan Gubernur Provinsi Jawa Tengah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pengembangan kegiatan industri di Zona industri Palur terbatas hanya pada
“lahan sela” antara jalan arteri primer Palur-Sragen dengan rel KA dengan luas
109,506 Ha. Lahan yang terletak di sebelah barat jalan arteri primer Palur-Sragen
tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan industri kecuali yang telah dan
mempunyai izin serta tidak menggunakan lahan irigasi teknis. Demikian pula
dengan lahan di sepanjang jalan kolektor primer Palur-Karanganyar, kegiatan
industri sama sekali dihentikan kecuali yang telah ada dan mempunyai ijin serta
tidak menggunakan lahan irigasi teknis. Dengan demikian maka pemanfaatan
ruang industri sampai akhir tahun perencanaan hanya terdapat di Desa Dagen,
Desa Jetis dan Desa Brujul yang berada di lahan yang telah ditetapkan, yaitu
antara jalan arteri Palur-Sragen dengan rel KA, sedangkan kegiatan industri yang
berada di luar yang telah ditetapkan dapat dikembangkan sepanjang untuk
perluasan dan tidak menggunakan lahan irigasi teknis serta tidak mengganggu
lingkungan. Untuk menampung kegiatan industri di masa mendatang di arahkan
ke kawasan industri di Gondangrejo yang sebagian besar berupa tegalan dan
persawahan tadah hujan. Penunjukan lokasi ini dituangkan ke dalam Surat
Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/24547 tanggal 18 Desember 1980 yang
ditujukan kepada Bupati Karanganyar. Penunjukan lokasi Gondangrejo ini
terakhir ditegaskan kembali oleh Gubernur Jawa Tengah melalui suratnya kepada
menteri KLH pada tanggal 4 Maret 1985. Lokasi industri Gondangrejo ini terletak
kurang lebih 9 km di sebelah utara Kota Surakarta. Lokasi ini telah direncanakan
menjadi lokasi pengganti kawasan industri sesuai dengan SK Gubernur Jawa
Tengah No. 008/087968 seluas kurang lebih 700 ha. Kawasan industri
Gondangrejo meliputi Desa Tuban, Bulurejo, Wonorejo dan Selokaton.
Implementasi rencana tersebut diawali dengan pembebasan lahan tahap I seluas
10 Ha yang terdapat di Desa Bulurejo dan Desa Tuban pada bulan agustus 1986.
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun perencanaannya
kawasan pengganti di Kecamatan Gondangrejo masih belum siap untuk menarik
minat investor karena sarana prasarana pendukung kegiatan industri belum
tersedia. Untuk melihat lebih jelas areal yang masih diperbolehkan dalam
pembangunan industri dapat dilihat pada gambar 3.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 3.1
Peta Hirarki Pusat Kota Wilayah Perkotaan Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 3.2
Peta Lokasi Industri yang Diizinkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
3.4 Kondisi Umum Zona industri Palur
3.4.1 Letak Geografis
Zona industri Palur merupakan areal yang mencakup beberapa wilayah
dan diperuntukkan untuk pengembangan kegiatan industri. Lokasi zona industri
Palur berada dalam lingkup wilayah administrasi Kecamatan jaten, Kabupaten
Karanganyar. Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Palur disebutkan bahwa zona
industri ini mencakup lima desa, yaitu Desa Dagen, Desa Ngringo, Desa Jetis,
Desa Sroyo, Desa Brujul, dengan luas total 1.709,289 Ha. Hal ini disebabkan
keberadaan industri di Jaten tersebar di lima desa tersebut.
Secara geografis, letak zona industri Palur adalah berada pada garis
110o45’35” BT - 110o45’49” BT dan 7o47’ LS - 7o56’ LS. Sedangkan batas-batas
zona industri Palur yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Kebakkramat, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu, sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan
dengan Kota Surakarta.
Lokasi zona industri Palur ini sangat strategis mengingat berada pada
lokasi yang menghubungkan antara Kota Surakarta, Kota Sragen dan Kota
Karanganyar. Zona Palur ini juga bisa dikatakan sebagai transit antar ketiga kota
tersebut. Zona ini berkembang akibat pengaruh keberadaan jalan utama yaitu jalan
arteri primer Palur-Sragen, jalan arteri primer Palur-Surakarta, dan jalan kolektor
primer Palur-Karanganyar. Kondisi ini sangat mendorong pertumbuhan aktivitas-
aktivitas yang menggunakan sarana dan prasarana transportasi sebagai media
utama, antara lain aktivitas industri dan perdagangan.
3.4.2 Kondisi Fisik Lahan dan Iklim
Karakteristik tanah di zona industri Palur merupakan susunan jenis tanah
dengan spesifikasi jenis tanah grumosol kelabu. Jenis tanah ini memiliki struktur
keras di bagian atas, bergumpal di bagian bawah dan memiliki kandungan bahan
organik di lapisan atas yang umumnya rendah antara 1-1,5%. Jenis tanah seperti
ini bisa digunakan untuk tegalan dan persawahan. Hal ini sesuai dengan
penggunaan lahan pertanian yang banyak ditemui di zona industri Palur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Ketinggian tanah rata-rata di zona industri Palur adalah 100 dpl. Kondisi
kemiringan tanah di zona ini tergolong datar, namun di lokasi yang berdekatan
dengan Sungai Bengawan Solo, sedikit curam dengan tingkat erosi yang cukup
tinggi.
Iklim yang terjadi di zona industri Palur tidak jauh berbeda dengan iklim
yang mempengaruhi Kabupaten Karanganyar, yaitu iklim tropis, dengan musim
hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun. Temperatur rata-rata
sepanjang tahun berkisar antara 21o-31oC. Kondisi iklim tersebut tidak begitu
berpengaruh terhadap pertanian yang ada di zona Palur karena telah diterapkan
pola sawah irigasi teknis sehingga pertanian tidak terlalu bergantung pada kondisi
iklim. Begitu pula dengan industri, karena industri-industri di zona industri Palur
umumnya tidak memiliki masalah dengan keadaan iklim dan cuaca.
Ketersediaan lahan pertanian dan lahan pekarangan yang luas di kawasan
Palur menyebabkan banyak investor atau pengusaha yang melirik lahan tersebut
untuk digunakan sebagai lahan industri. Lokasi potensial yang dimiliki zona
tersebut mendorong pertumbuhan industri semakin pesat, dan memicu pula
terjadinya perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan untuk untuk aktivitas
lainnya, misal perumahan dan komersial.
3.4.3 Struktur Kota dan Penggunaan Lahan
Secara umum, pola penggunaan lahan mengikuti kombinasi arahan
kebijakan pemerintah dan mengikuti perkembangan aktivitas masyarakat pada
masa sebelumnya. Penggunaan lahan secara intensif sebenarnya berada di Desa
Jaten yang merupakan ibukota Kecamatan Jaten. Sedangkan penggunaan lahan
industri sendiri cenderung tersebar mengikuti arah jalan-jalan, terutama jalan
arteri primer Palur-Sragen. Akibat perkembangan industri yang pesat, kemudian
mulai berkembang aktivitas-aktivitas yang bersifat komersial di zona tersebut.
Pusat komersial yang ada di zona tersebut awalnya terpusat di pertigaan jalan
Palur, kemudian berkembang ke arah jalan utama. Pusat komersial yang ada
berupa pasar, pertokoan dan perkantoran. Aktivitas di zona Palur semakin
berkembang lagi setelah dibangunnya sebuah sub terminal di samping pasar Palur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Selain aktivitas industri dan ekonomi, di zona industri Palur juga mulai
dikembangkan untuk zona perumahan. Berdasarkan informasi, minat para
pengembang terhadap lokasi perumahan di zona ini cukup tinggi. Beberapa
komplek perumahan bahkan telah ditempati masyarakat yang umumnya dari
golongan menengah. Komplek-komplek perumahan tersebut antara lain adalah
Perumahan Ngringo Indah, Dagen Permai, Sroyo Indah, dan Gunungsari Permai.
Lokasi-lokasi aktivitas tersebut mengikuti sumbu jalan utama, dari pertigaan Palur
ke arah utara, mengikuti jalan arteri primer Palur-Sragen, ke arah timur mengikuti
jalan kolektor primer Palur-Karanganyar, dan ke arah barat mengikuti jalan arteri
primer Palur-Surakarta.
Pemanfaatan lahan di zona industri Palur didominasi oleh tanah pertanian
sebesar 51%, pekarangan/bangunan sebesar 43%, dan lainnya sebesar 6%. Lahan
sawah yang ada di zona industri Palur merupakan lahan yang produktif dengan
didukung saluran irigasi sehingga masa panen minimal bisa dua kali dalam setiap
tahunnya. Untuk melihat penggunaan lahan eksisting zona industri Palur tahun
2009 dan rencana penggunaan lahan zona industri Palur tahun 1991-2001, dapat
dilihat pada gambar 3.3 dan gambar 3.4.
Distribusi pemanfaatan lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Pemanfaatan Lahan Eksisting Tahun 2009 dan Rencana Tahun 1991-2001
di Zona Industri Palur (Ha)
Pemanfaatan Eksisting Rencana Industri 82,25 80,39 Perumahan 673,772 390,43 Pertanian 741,788 1.176,58 Fasosum 46,57 12,99 Jalan dan saluran 81,63 15,38 Jalur hijau 14,55 13,50 perdagangan 68,71 20,00 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009dan diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gambar 3.3
Peta Penggunaan Lahan Eksisting Zona Industri Palur Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 3.4
Peta Rencana Penggunaan Lahan Zona Industri Palur Tahun 1991-2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3.4.4 Karakteristik Kependudukan
3.4.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data tahun 2009, Kecamatan Jaten memiliki jumlah
penduduk sebesar 70.957 jiwa. Jumlah penduduk dalam zona industri
Palur 46.546 jiwa, atau 65 % dari keseluruhan jumlah penduduk
Kecamatan Jaten. Perbandingan proporsi yang hampir sama antara laki-
laki dan perempuan (50% : 50%) membuat Kecamatan Jaten memiliki
profil penduduk yang seimbang.
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2009
(Jiwa)
No Kelurahan Proporsi
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Sroyo 4.096 4.031 8.126 2 Brujul 2.537 2.535 5.072 3 Ngringo 11.678 11.792 23.470 4 Dagen 2.476 2.425 4.901 5 Jetis 2.441 2.536 4.977 6 Jati 3.104 3.047 6.151 7 Jaten 6.881 6.732 13.613 8 Suruh Kalang 2.324 2.323 4.647 Jumlah 35.537 35.421 70.957
Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009
Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009
Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Tahun 2008-2009 (Jiwa)
8,042
5,021
23,386
4,843 4,9436,119
13,526
4,607
8,126
5,072
23,470
4,901 4,9776,151
13,613
4,647
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Sroyo Brujul Ngringo Dagen Jetis Jati Jaten SuruhKalang
2008
2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Jumlah penduduk Kecamatan Jaten dari tahun 2008 sampai tahun 2009
mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 1,8% per
tahun. Dari data di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di zona industri
Palur bervariasi, dan jumlah penduduk tertinggi berada di Desa Ngringo yaitu
sebesar 23.470 jiwa.
3.4.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)
Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka , 2009
Dari total penduduk di zona industri Palur sebanyak 46.546 jiwa,
23.228 jiwa diantaranya berjenis kelamin laki-laki, dan jumlah penduduk yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 23.319 jiwa.
Dari perbandingan komposisi di atas, terlihat bahwa di zona industri
Palur didominasi oleh penduduk yang termasuk ke dalam kelompok usia produktif
(angkatan kerja), sehingga berpeluang besar untuk mengembangkan potensi yang
tersedia dengan dukungan sumber daya manusia yang memadai.
DR = �Jiwa)�ŖmrJrJ3JƼ.a�ŖwJi:Hem�暖erJ3疟.牛�Jiwa)�ŖmrJrJ3啮Ƽ.a�暖erJ3疟.牛 x100%
=
囊11呢%脑难内呢脑果100% = 50,28%
Berdasarkan angka perhitungan menunjukkan bahwa setiap 100 orang
penduduk usia produktif di Kecamatan Jaten harus menanggung sebanyak 51
No Desa
Belum Produktif (0-14 Tahun)
Produktif (15-59 Tahun)
Tidak Produktif (60 Tahun ke Atas)
Laki-Laki
Perempuan Laki- Laki
Perempuan Laki-Laki
Perempuan
1 Sroyo 1142 890 2653 2976 301 165 2 Brujul 743 758 1705 1683 89 94 3 Ngringo 2279 2262 7454 7488 1945 2042 4 Dagen 500 534 1917 1815 59 76 5 Jetis 746 793 1637 1645 58 98
jumlah 5410 5237 15366 15607 2452 2475
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
jiwa penduduk yang belum dan tidak produktif. Meningkatnya jumlah penduduk
usia produktif dan usia beban ketergantungan di masa yang akan datang, harus
dapat diimbangi dengan meningkatnya kebutuhan lapangan kerja melalui program
dan strategi tertentu.
3.4.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Penduduk di zona industri Palur paling banyak adalah tamatan SLTA
sederajat sebesar 10.343 jiwa, disusul dengan tamatan SLTP sederajat sebesar
8.468 jiwa dan tamatan SD sebebesar 7.915. Sedangkan Jumlah penduduk yang
mengenyam pendidikan pasca sarjana, sarjana dan diploma adalah sebesar 5.504
jiwa.
Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)
No Desa Tingkat Pendidikan
TK SD/ MI
SLTP/ MTS
SLTA/ MA
D1-D3 S1 S2/ S3
1. Sroyo 313 2.921 1.626 1.318 139 127 12 2. Brujul 173 2.119 692 421 57 48 13 3. Ngringo 615 1.533 3.427 5.328 1.952 2.675 26 4. Dagen 309 479 1311 1.460 62 191 12 5. Jetis 158 863 1.412 1.816 103 86 1
Jumlah 1568 7915 8468 10343 2313 3127 64 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009
3.4.4.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian sangat berguna untuk
memberikan gambaran mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan
hidupnya pada berbagai lapangan pekerjaan.
Jenis mata pencaharian penduduk di zona industri Palur didominasi
sebagai buruh industri sebesar 45,73%, buruh tani sebesar 21,71%, buruh
bangunan sebesar 12,68%, pedagang 16,18% dan angkutan 2,74%. Sedangkan
distribusi mata pencaharian penduduk di zona industri Palur dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 3.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Zona Industri Palur Tahun 2009 (Jiwa)
Mata Pecaharian Sroyo Brujul Ngringo Dagen Jetis Jumlah Pegawai Negeri Sipil 195 96 2.014 119 89 501.014 Buruh industri 1.139 269 763 2.046 2.519 1037.704 Buruh Tani 193 109 563 431 159 1455 Petani 266 239 145 149 176 975 Wiraswasta/ perdagangan 293 167 313 73 320 1166 Pertukangan 92 36 275 35 68 506 Pensiunan 93 62 892 47 29 1123 Angkutan 23 15 46 38 18 140 Jasa 48 16 137 23 0 224 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 3.4.5 Kondisi Struktur Ekonomi
Sebagian besar penduduk di zona industri Palur berpekerjaan sebagai
buruh industri. Itu berarti pendapatan yang mereka dapatkan umumnya mengikuti
Upah Minimum Kabupaten Karanganyar. Berikut ini adalah Upah Minimum
Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Karanganyar dari tahun 1995-2010.
Tabel 3.6 Upah Minimum Regional
Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Karanganyar (Rupiah/bulan)
No Tahun Upah Minimum Nilai 1 1995 UMR Jawa Tengah Rp. 90.000,00 2 1996 UMR Jawa Tengah Rp. 102.000,00 3 1997 UMR Jawa Tengah Rp. 113.000,00 4 1998 UMR Jawa Tengah Rp. 130.000,00 5 1999 UMR Jawa Tengah Rp. 153.000,00 6 2000 UMK Karanganyar Rp. 185.000,00 7 2001 UMK Karanganyar Rp. 245.000,00 8 2002 UMK Karanganyar Rp. 328.000,00 9 2003 UMK Karanganyar Rp. 375.000,00
10 2004 UMK Karanganyar Rp. 400.000,00 11 2005 UMK Karanganyar Rp. 420.000,00 12 2006 UMK Karanganyar Rp. 500.000,00 13 2007 UMK Karanganyar Rp. 580.000,00 14 2008 UMK Karanganyar Rp. 650.000,00 15 2009 UMK Karanganyar Rp. 719.000,00 16 2010 UMK Karanganyar Rp. 761.000,00
Sumber : Dinsotrakernas, 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Jika dilihat dari mata pencaharian penduduk di Zona industri Palur,
sepertinya penduduk berpendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup layak. Untuk mengetahui struktur perekonomian secara detail termasuk
struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di zona industri Palur saja
terdapat keterbatasan data. Adapun struktur perekonomian di Kabupaten
Karanganyar dapat dilihat pada struktur Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) baik menurut harga konstan maupun berlaku. Selama lima tahun terakhir
sektor industri masih merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 52,08%
(PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008). Dari pembentukan sektor industri
didominasi oleh kelompok industri besar dengan jumlah tenaga kerja minimal 100
orang dan sedang dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang (BPS dalam
PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008).
Tabel 3.7 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan PDRB
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008 (Persen)
No Sektor Ekonomi Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 1 Pertanian 19,68 19,68 19,50 19,47 20,08 2 Pertambangan dan penggalian 0,87 0,86 0,85 0,83 0,80 3 Industri pengolahan 51,02 51,55 52,72 52,88 52,08 4 Listrik, gas dan air minum 1,37 1,38 1,40 1,38 1,36 5 Bangunan 2,44 2,43 2,41 2,40 2,37 6 Perdagangan, hotel dan restoran 10,50 10,33 10,25 10,09 10,29 7 Pengangkutan dan komunikasi 2,94 2,89 2,66 2,80 2,75 8 Keuangan dan persewaan 2,13 2,14 2,15 2,12 2,09 9 Jasa-jasa 8,05 7,74 7,87 8,03 8,19
jumlah 100 100 100 100 100 Sumber : PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008
Tabel 3.8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 (2000=100)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
No Lapangan Usaha PDRB
Harga Berlaku Harga Konstan 1 Pertanian 1.701.539,07 988.203,76 2 Pertambangan dan penggalian 80.483,00 39.547,95 3 Industri pengolahan 3.578.431.04 2.563.118,36 4 Listrik, gas dan air minum 124.816,13 66.863,21 5 Bangunan 228.249,70 116.419,59 6 Perdagangan 890.413,99 506.353,94 7 Angkutan dan komunikasi 256.509,36 135.392,91 8 Keuangan dan persewaan 207.807,07 102.673,80 9 Jasa-jasa 611.425,99 402.881,12
Sumber : PDRB Kabupaten Karanganyar, 2008
Dalam PDRB sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang
memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Sektor
industri pengolahan ini banyak berkembang di zona industri Palur. Dari data di
atas terlihat bahwa sektor industri mempunyai kontribusi yang cukup tinggi
terhadap perekonomian di Kabupaten Karanganyar. Sedangkan dalam sektor
pertanian, berdasarkan Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009 jenis tanaman
pertanian yang paling banyak dihasilkan di zona industri Palur adalah tanaman
padi sebesar 735,5 ha. Hasil panenan padi selama tahun 2009 tercatat sebesar
11.179,144 ton dengan masa panenan selama dua kali dalam setahun.
3.4.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana Pendukung Aktivitas Industri
3.4.6.1 Sarana dan Prasarana Transportasi
Wilayah Kabupaten Karanganyar dilalui oleh jalan arteri, jalan kolektor
dan jalan lokal. Zona industri, lahan pengembangan pertanian dan kawasan
pariwisata keseluruhannya dihubungkan dengan sarana jalan arteri, jalan kolektor
dan jalan lokal dalam kondisi yang memadai. Bahkan jalan arteri primer dan
kolektor primer berkualitas hotmixed dengan lebar empat jalur. Jalan lokal
mayoritas sudah beraspal dan kondisinya cukup baik. Tetapi terdapat beberapa
ruas jalan lokal yang kondisinya buruk, terutama jalan lokal yang sering dilalui
truk-truk pengangkut material dari industri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Gambar 3.6
Jalan Lokal Yang Rusak
Gambar 3.7
Jalan Arteri Primer Palur-Sragen
Jalan yang ada di zona industri Palur terdiri dari jalan arteri primer Palur-
Surakarta, jalan arteri primer Palur-Sragen, jalan kolektor primer Palur-
Karanganyar, dan jalan-jalan lokal. Jalan arteri ini merupakan jalan propinsi yang
menghubungkan kota-kota di Jawa Tengah dan kota-kota di Jawa Timur.
Sedangkan jalan kolektor merupakan jalan regional antara Surakarta-
Karanganyar-Tawangmangu. Tingkat kemacetan di jalan ini cukup tinggi,
terutama di pertigaan jalan Palur, karena arus kendaraan di pertigaan ini
mengalami penumpukan arus dari arus jalan Palur-Sragen, jalan Palur-Surakarta
dan jalan Palur-Karanganyar. Ketiga ruas jalan tersebut merupakan jalan dua arah
sehingga sangat padat. Kondisi kemacetan semakin parah lagi ketika terjadi
pemberhentian arus kendaraan di jalur lintasan kereta api dan arus keluar masuk
angkutan umum dan bus dari sub terminal Palur. Titik kemacetan biasanya terjadi
pada jam-jam karyawan pabrik berangkat dan pulang kerja, yaitu pada pukul
07.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB. Kondisi aksesibilitas yang terjadi di zona
industri Palur dapat dilihat pada gambar 3.8.
Sarana transportasi umumnya berupa angkutan lokal, angkutan kota dan
angkutan pedesaan. Di Palur juga terdapat stasiun kereta api yang biasanya
sebagai tempat tujuan pengiriman barang-barang seperti semen, pupuk dan lain-
lain. Jumlah sarana transportasi di zona industri Palur cukup memadai bagi
kebutuhan transportasi masyarakat. Banyaknya pengguna kendaraan pribadi dan
angkutan umum ini juga menjadi salah satu faktor tingginya tingkat mobilitas
yang dilakukan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 3.8
Peta Kondisi Aksesibilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
3.4.6.2 Sarana Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia di zona industri Palur antara
lain:
Rumah sakit umum swasta : 1 unit
Puskesmas : 2 unit
Puskesmas pembantu : 6 unit
Posyandu : 43 unit
Rumah bersalin : 4 unit
Apotik : 6 unit
PKD : 3 unit
3.4.6.3 Sarana Perdagangan
Perkembangan di zona industri Palur tidak luput dari pengaruh
perkembangan pusat kota. Kedekatan kawasan ini dengan Kota Surakarta sebagai
salah satu pusat perdagangan dan bisnis di kawasan strategis pertumbuhan
SuBoSuKa semakin menarik para investor dan pengusaha untuk mengembangkan
usahanya dengan mendirikan industri di Palur. Hal demikian kemudian berlanjut
pada perkembangan sektor-sektor lainnya seperti perdagangan dan perumahan.
Tabel 3.9 Sarana Perdagangan di Zona Industri Palur Tahun 2009
Desa Pasar Umum (Desa/Kota) Pasar Hewan Toko/kios/warung Bank
Dagen - - 197 4 Ngringo 1 - 480 11 Jetis 1 - 56 - Sroyo - - 175 - Brujul - - 50 Total 2 - 908 15 Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009
Sebagai konsekuesi dari perkembangan daerah yang cepat ditambah
dengan peningkatan kebutuhan masyarakat yang bertambah pula, maka di zona
industri Palur mulai dipenuhi dengan berbagai penyedia fasilitas, yang salah
satunya adalah sarana perdagangan yang memadai. Grosir dan pusat perdagangan
(mall luwes) berdiri di Kota Palur. Renovasi pasar dan sub terminal juga
dilaksanakan di daerah tersebut guna mengimbangi bertambahnya permukiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dan mobilitas penduduk. Fasilitas umum perdagangan yang tersedia di zona
industri Palur meliputi pasar umum, pasar hewan, toko/ warung/ kios dan jasa
perbankan.
3.4.6.4 Jaringan Listrik
Fasilitas listrik di Kabupaten Karanganyar telah menjangkau seluruh
desa, termasuk di desa-desa yang ada di zona industri Palur (100%). Keseluruhan
daya yang terpasang sebesar 257.904.192 KWH. Kebutuhan listrik untuk
penggunaan industri di zona industri Palur menjadi sangat penting karena hampir
100% pengoperasian mesin dan peralatan menggunakan tenaga listrik (hasil
survey, 2010).
3.4.6.5 Saluran Air Bersih
Potensi air bersih cukup besar, baik dari sumber permukaan di lereng
Gunung Lawu, Air Bawah Tanah (ABT), maupun gabungan dari keduanya. Air
bersih dikelola oleh PDAM Karanganyar dan telah menjangkau seluruh zona
industri Palur.
3.4.6.6 Jaringan Telekomunikasi
Fasilitas telekomunikasi terus diperluas jangkauan dan kualitasnya.
Hampir seluruh wilayah di zona industri Palur telah terlayani fasilitas
telekomunikasinya. Disamping fasilitas yang telah disediakan oleh PT Telkom,
saat ini telah terdapat berbagai fasilitas telepon selulair yang dikelola oleh pihak
swasta.
3.4.7 Karakteristik Harga Lahan dan Pasar Lahan
Harga lahan digunakan untuk mengindikasi kapasitas keuangan dari
setiap aktivitas perkotaan terhadap lahan kota, karena lahan kota merupakan salah
satu barang ekonomi yang terus dibutuhkan. Sehingga untuk itulah harga lahan
dikonpensasi dengan nilai uang (Wijaya, 1999:36).
Secara umum, harga lahan sesuai dengan distribusi keruangan dari tiap
lokasi aktivitas kota. Harga lebih tinggi di pusat kota dan semakin menurun jika
jaraknya menjauh dari pusat kota. Harga lahan juga menjadi lebih tinggi jika
berdekatan dengan ruas jalan raya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Di zona industri Palur, harga lahan pasaran bervariasi antara Rp 400.000
/m2 sampai Rp 550.000 /m2. Variasi harga lahan ini berdasarkan kedekatan lokasi
dengan ruas jalan utama Palur. Dari tahun ke tahun harga lahan berubah dan
semakin lama semakin tinggi. Variasi harga lahan ini dapat dilihat perbedaannya
pada tabel berikut:
Tabel 3.10
Tingkat Harga Lahan di Zona Industri Palur Tahun 1991-2010 (Rp/m2)
Tahun Harga lahan (Rp/m2) 1991-1995 a. 275.000 - 325.000
b. 225.000 - 250.000 1996-2000 a. 350.000 - 400.000
b. 275.000 - 350.000 2001-2005 a. 400.000 - 450.000
b. 350.000 - 400.000 2006-2010 a. 475.000 - 550.000
b. 400.000 - 450.000 Sumber : NJOP Kantor pajak Kabupaten Karanganyar, 2010 Keterangan : a. Lokasi lahan di pinggir ruas jalan utama
b. Lokasi lahan radius 100 m di sekitar ruas jalan utama
Harga lahan cenderung tinggi di zona industri Palur ini tidak terlepas dari
pengaruh banyaknya permintaan lahan untuk aktivitas industri dan komersial. Hal
ini sesuai dengan teori ekonomi lahan yang dikemukakan oleh Harvey, dimana
penawaran lahan bersifat tetap dan harga lahan bergantung dari pengaruh
permintaan. Lahan akan beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain sesuai
dengan permintaan antar jenis penggunaan yang menyebabkan bervariasinya
tingkat harga bagi aktivitas tertentu. Misalnya, peningkatan permintaan untuk
aktivitas industri di zona industri Palur akan meningkatkan permintaan lahan
untuk aktivitas tersebut, yang diikuti dengan peningkatan harga penawaran. Untuk
mengetahui harga lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada gambar 3.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 3.9
Peta Pasar Harga Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3.4.8 Karakteristik Perkembangan Kegiatan Industri
Berdasarkan RTRK industri Palur tahun 1991-2001, peruntukan untuk
industri dibatasi hanya pada lahan sela antara jalan arteri primer Palur-Sragen dan
rel KA. Sebelum awal tahun penetapannya (1990), perkembangan zona industri
Palur sangat cepat, terutama aktivitas industri dan komersial yang terletak di
sepanjang koridor jalan arteri primer Palur-Sragen. Perkembangan itu terus
berlanjut, terutama untuk aktivitas industri hingga ke daerah belakang jalan raya.
Sumber : Kecamatan Jaten Dalam Angka, 2009
Gambar 3.10
Prosentase Jenis Industri di Zona Industri Palur
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa jenis industri yang paling
dominan dan berkembang pesat adalah industri tekstil yaitu sebesar 29%. Industri
tekstil di zona industri Palur merupakan industri terbesar di Wilayah Perkotaan
Surakarta, dimana komoditi tekstil yang dihasilkan cukup berkualitas dan mampu
bersaing dengan komoditi daerah lain.
33
8
5
14
46 Tekstil dan Produk
TekstilPlastik
Percetakan danPenerbitanMakanan danMinumanMebel danPengolahan KayuLogam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 3.11 Jumlah dan Jenis Industri di Zona Industri Palur
No Nama Perusahaan Desa Jenis Usaha Jumlah Karyawan
Kapasitas Produksi (per th)
Investasi (juta Rp) Keterangan
1 PT. Tunggak Waru Semi
Jetis Sodium syclamate
75 810 ton 450 Melanggar lokasi
2 PT. Lombok Gandaria
Jaten Kecap, saostomat, sirup
312 5.690.800 botol
1.126 Melanggar lokasi
3 PT. Sapi Gunung Dagen Kain tenun 171 3.250.000 m 331 Tidak melanggar 4 CV.New Suburtex Jetis Kain tenun 400 9.450.000 m 700 Melanggar lokasi 5 PT. Dunia Setia
Sandang Asli Tekstil
Dagen Kain finish, Kain celup
556 12.000.000 m 1.000.000
Tidak melanggar
6 PT. Wati Sucipto HS
Jetis Kain printing
36 330.000 m 250 Melanggar lokasi
7 PT. Agra Kencana Gita Cemerlang
Ngringo Kain printing, sprey
168 1.575.000 yard
250 Melanggar lokasi
8 PT. Konveksi hero Ngringo Pakaian jadi 71 15.000 dezon 415 Melanggar lokasi 9 PT. New Aiditex Dagen Kain tenun 143 3.500.000 m 495 Melanggar lokasi 10 PT. Krido Rejosari
Kusuma Santoso Jetis Kain
printing 100 240.000 m 234
11 PT. Alfa Jaya Surya Mukti
Dagen Pakaian jadi 218 1.5000.000 potong
3507 Tidak melanggar
12 PT. Jaya Asri Garmindo
Sroyo Pakaian jadi 200 500 dosin 200 Melanggar lokasi
13 PT. Indatex Ngringo Kain tenun 420 6.000.000 m 4.500 Melanggar lokasi 14 PT. Michael
Komala Jetis Pakaian jadi 320 500.000 kodi 1.500 Melanggar lokasi
15 PT. Indo Caly Plast Brujul Kantong plastik, waring dari plastik
838 11.666.666 kg 3.254 Melanggar lokasi
16 PT. Ladewindo Garment Manufacture
Dagen Pakaian jadi 870 9.000.000 packs
5.000 Melanggar lokasi
17 PT. Agung Sejahtera Sidoarjotex
Jetis Kain tenun 1.005 15.000 Ball 34.706 Tidak melanggar
18 PT. New Adhiatex Dagen Kain finish 741 5.000.000 m 250 Melanggar lokasi 19 CV. Ledok Sari Dagen Alat tulis 32 11.283.750 700 20 CV. Adi Nugraha Ngringo Buku LKS 15 600 eks 500 Melanggar lokasi 21 PT. Sinar Agung
Selalu Sukses Brujul Spare part
mobil dan motor
60 300.000 buah 900 Melanggar lokasi
22 PT. Putri Salju Jetis Es balok 43 32.000 ton 500 Tidak melanggar 23 PT. Tomoko Daya
Perkasa jetis Kertas
berlapis 129 1.000 ton 2.952 Tidak melanggar
24 PT. Kusuma Remaja
Jetis Minyak goreng
28 4.500 ton 180 Melanggar lokasi
25 PT. Adi Warna Pelangi
Brujul Barang-barang cetakan, buku tulis
50 10.000.000 buah
349 Tidak melanggar
26 PT. Rukun Jadi Santosa
Ngringo Es balok 64 45.000 ton 416 Melanggar lokasi
27 PT. Suba Prima Ngringo Makanan 25 40 ton 240 Melanggar lokasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Utama Feed Riil ternak 28 PT. Plastik Santoso Jetis Kantong
plastik 350 400.000 ton 109 Tidak melanggar
29 PT. Lumbung Rejeki
Ngringo Tikar plastik 33 125.000 lembar
112 Melanggar lokasi
30 PT. Inti Indah Dunia Plastindo
Dagen Kantong plastik
270 108 ton 4.557 Melanggar lokasi
31 PT. Haryanto Prasetyo
Jetis Makanan kecil
150 3 ton 780 Melanggar lokasi
32 PT. Plastpack Prima Industri
Dagen Kantong plastik
585 25.000 ton 15 Melanggar lokasi
33 PT. Wijawa Kwarta Penta
Dagen Kain finish, kain celup
135 3.600.000 m 400 Melanggar lokasi
34 PT. Tsunami Santoso
Dagen Pakaian jadi 240 1.300.000 potong
300 Melanggar lokasi
35 PT. Harum sari Kencana
Dagen Tembakau rajangan
153 8.000 ton 650 Tidak melanggar
36 CV. Nova Furniture Dagen Kursi, meja, almari
40 14.000 buah 1000 Melanggar lokasi
37 PT. Sumber Jaya Garment
Brujul Kain tenun 181 5.500 dosin 1.700 Tidak melanggar
38 PT. Bengawantex Jetis Kain tenun 776 6.700.000 m 4.348 Tidak melanggar 39 PT. Sumber Alam
Jati Makmur Sroyo Meja, kursi 115 3.400 buah 1.000 Melanggar lokasi
40 PT. Sinar Agung Prasa Dikindo
Jetis Wheel silinder
30 1.500.000 pcs 350 Melanggar lokasi
41 CV. Beta Foam Ngringo Mebel metal, kasur busa, payung
23 113.500 buah 750 Melanggar lokasi
43 PT. Sekar Bengawan
Jetis Kain tenun 567 1.200.000 m 6.561 Tidak melanggar
44 PT. Sekar Lima Jetis Kain printing, kain finish
404 20.000.000 m 4.975 Tidak melanggar
45 PT. Kharisma Parwitex
Ngringo Kain tenun 53 1.300.000 m 232 Melanggar lokasi
48 PT. Agungtex Sroyo Kain tenun 493 2.200.000 m 10.988 Tidak melanggar 51 CV. Afantex Brujul Kain tenun,
Kain finish, Kain celup
489 3.250.000 m 577 Tidak melanggar
52 PT. Surakarta Santoso Sejahtera
Jetis Benang tenun
404 14.680 Ball 22.594 Tidak melanggar
53 PT. Sawah Karunia Agungtex
Dagen Kain finish 661 12.260.000 m 1.965 Melanggar lokasi
54 PT. Lawu Busana Tamatex
Jetis Kain tenun 597 16.800.000 m 7.500 Melanggar lokasi
55 PT. Senang Kharismatex
Jetis Kain tenun 750 1.650.000 m 840 Melanggar lokasi
56 PT. Aladintex Abadi
Brujul Kain tenun, Kain finish
1580 21.500.000 m 11.822 Melanggar lokasi
57 PT. Air Mancur Dagen Jamu 1.200 53 juta bungkus
750 Tidak melanggar
58 PT. Sridadi Jetis Bahan bangunan
80 800 m 420 Melanggar lokasi
59 PT. Sekar Nusa Kreasi Indonesia
Sroyo Tekstil 800 14.000.000 m 4.000 Melanggar lokasi
60 PT. Tiga Pilar Sakti Dagen Makanan 360 2.750 ton 400 Melanggar lokasi 61 PT. Agung
Winyawan Santosa Tekstil
Jetis Tekstil 850 2.200.000 m 357 Melanggar lokasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
62 PT. Restugas Aji Jetis Gas elpiji 100 5.000 m 4.130 Melanggar lokasi 63 PT. Top Asli Jetis Makanan 80 800.000
bungkus 240 Melanggar lokasi
64 PT. Yosidotama Cemerlang
Jetis Makanan 70 500.000 bungkus
300 Melanggar lokasi
65 PT. Sarana Indoboga Pratama
Brujul Makanan 120 280 juta bungkus
400 Melanggar lokasi
66 PT. Daya Delta Intertama
Ngringo Bijih Plastik 50 180 ton 740 Melanggar lokasi
67 PT. Sari Warna Tekstil
Brujul Tekstil 750 30 juta m 5.250 Melanggar lokasi
68 PT. Plastik Matahari Jetis Kantong Plastik
200 1000 ton 1.200 Melanggar lokasi
69 PT.Sumber Bengawan Plasindo
Sroyo Karung 260 30 juta lembar 2.500 Melanggar lokasi
70 PT. Javabeg Brujul Tas 80 288.000 buah 900 Melanggar lokasi Sumber : Disperindagkop Kabupaten Karanganyar, 2009 3.4.9 Karakteristik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Industri
Saat ini apabila dilihat dari proporsinya, lahan pertanian memang masih
cukup besar, namun jika dilihat dari perkembangannya, kecenderungan terjadinya
perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian menunjukkan
peningkatan yang cukup tinggi (lihat tabel 3.1). Hal ini dapat dilihat bahwa
penggunaan lahan untuk industri cenderung bertambah karena ada beberapa
bangunan baru yang menunjukkan bangunan industri yang belum beroperasi dan
lahan-lahan kosong yang sudah diberi papan panandaan hak milik perusahaan.
3.4.10 Karakteristik Permintaan Aktivitas Industri
Dalam mencari penyebab perubahan fungsi lahan melalui pendekatan
pengguna, perlu dideskripsikan mengenai permintaan para pengguna yang terkait
dengan wilayah studi khusunya aktivitas industri.
Untuk mengetahui kemampuan aktivitas industri dalam berlokasi, akan
dilihat dari karakteristik modal/ investasi yang mewakili karakterisik kemampuan
aktivitas industri. Sedangkan untuk mengidentifikasi kebutuhan ruang tiap
aktivitas yang terkait, akan dilakukan secara menyeluruh berdasarkan teori dan
data empiris, karena tidak ada yang baku mengenai keinginan atau permintaan
aktivitas industri untuk berlokasi.
Dalam menilai kemampuan aktivitas industri untuk berkompetisi
memperebutkan lahan terhadap aktivitas pertanian, salah satunya dapat dilihat dari
produktivitas yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Keuntungan yang didapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
melalui pembangunan industri menjadi salah satu faktor berkembangnya industri.
Industri lebih fleksibel dalam metode, kompetisi dan output yang diihasilkannya
daripada pertanian. Selain itu penilaian kemampuan juga dapat dilihat dari
besarnya modal atau investasi yang dikeluarkan untuk membeli lahan atau
menyewa bangunan (lihat tabel 3.11).
Hal lain yang menjadi pertimbangan aktivitas industri untuk memilih
lokasi adalah segmen pasar. Dalam proses produksi, hasil akhir yang ingin dicapai
adalah bagaimana hasil produksi tersebut dapat memperoleh keuntungan
maksimum.
3.4.11 Karakteristik Penawaran Lahan Industri
Dalam penawaran lahan, sistem-sistem yang terkait yaitu sistem
pengembangan lahan dan sistem lingkungan. Sehingga untuk mengetahui
karakteristik penawaran lahan industri ini dapat dilihat melalui dua sisi, yaitu
penawaran internal dan penawaran eksternal.
3.4.11.1 Penawaran Internal
Penawaran internal ini dapat dilihat dari karakteristik fisik dan
karakteristik lokasional.
· Karakteristik fisik
Kondisi fisik di Zona industri Palur memang tergolong sesuai dengan
kebutuhan industri. Berdasarkan standar teknis untuk kawasan industri,
lahan yang datar dan bebas banjir menjadi salah satu pilihan yang sesuai
dengan kebutuhan industri (lihat sub bab 3.2.2).
· Karakteristik lokasional
Lokasi Zona industri Palur ini sangat strategis, merupakan daerah
pinggiran kota yang juga merupakan simpul transportasi, dilalui jalan
arteri dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan dekat dengan pusat Kota
Surakarta (lihat sub bab 3.2.1)
3.4.11.2 Penawaran Eksternal
Penawaran eksternal ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan
prasarana, faktor ekonomis lahan, dan faktor kebijakan pemerintah.
· Ketersediaan sarana dan prasarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Kedekatan Zona industri Palur dengan pusat Kota Surakarta memberikan
keuntungan yaitu ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan
menunjang keberadaan industri. Keberadaan sarana dan prasarana ini
juga sangat diperhatikan pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar,
yang bisa dilihat dari peningkatan penyediaan fasilitas-fasilitas
pendukung aktivitas industri, misalnya pembuatan dan perbaikan jalan
tanah menjadi jalan aspal, bekerjasama dengan pihak swasta membangun
pom bensin, renovasi dan penertiban pasar Palur, serta pembangunan sub
terminal Palur. Akses menuju Zona industri Palur ini sangat mudah,
terlebih lagi setelah pemerintah Kota Surakarta yang membuat jalan
lingkar Surakarta-Karanganyar sehingga arus kendaraan antar kota tidak
menumpuk di pertigaan Palur yang rawan kemacetan. Jalan lingkar
tersebut berujung di Zona industri Palur sehingga arus kendaraan tetap
melewati Zona industri Palur (lihat sub bab 3.2.6).
· Faktor ekonomis lahan
Pola pikir masyarakat pemilik lahan dalam menjual lahan ikut menjadi
salah satu pendorong berkembangnya industri di Zona industri Palur.
Para pemilik lahan tidak memiliki kontrol terhadap kekuatan alam dari
lingkungan fisik yang mereka kelola. Tanaman lebih tergantung pada
kondisi alam, dan usaha-usaha untuk tidak bergantung pada alam seperti
pembuatan saluran irigasi, pemberian pupuk, dan proses pengolahan dan
pemeliharaan tanaman memerlukan biaya dan tenaga yang cukup besar.
Ditambah lagi, pajak lahan yang harus mereka keluarkan tidaklah sedikit,
mengingat lahan berada di kawasan industri Palur dan berada di pinggir
jalan arteri sehingga pajak yang dikeluarkan juga berbeda dengan lahan
di daerah lain lihat sub bab 3.2.7).
· Faktor kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah yang memberlakukan pembatasan industri adalah
sejak dikeluarkannya surat keputusan dari gubernur pada tahun 1980.
Sebelum keluarnya surat tersebut, dalam RTRK 1980-1990 daerah palur
telah ditetapkan sebagai kawasan industri. Sehingga sebelum tahun 1990
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sebenarnya cukup banyak industri-industri yang berkembang di Zona
industri Palur. Namun pada kenyataannya setelah dibuatkan RTRK Palur
1991-2001 dan telah ada peraturan yang membatasi kegiatan industri di
Zona industri Palur, masih ada banyak industri yang diijinkan berlokasi
di luar batas yang telah ditetapkan (lihat sub bab 3.1.4).
Data-data terkait preferensi dari sisi pengusaha dan pemilik lahan
pertanian yang dianalisis sebagai input data analisis faktor dapat dilihat pada
lampiran B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur yang meliputi luas serta
sebaran, dan proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
dengan mengaitkan sistem-sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan perkotaan. Selain itu juga akan membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang terjadi yang merupakan hasil
dari analisis dengan menggunakan metode analisis faktor. Dengan demikian akan
diketahui faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur.
4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Industri di Zona Industri Palur
Lahan merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup dan merupakan
faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada lahanlah manusia
bergantung untuk segala macam aktivitas masyarakat di daerah bersangkutan.
Permasalahan utamanya adalah keberadaan lahan yang terbatas, sedangkan
kebutuhan manusia akan lahan tidak ada batasnya selama kehidupan manusia
masih berjalan.
Perubahan penggunaan lahan yang penting adalah perubahan penggunaan
lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Bila hal ini berlangsung secara terus
menerus, akan berakibat buruk bagi pengembangan sektor pertanian karena
dengan semakin besarnya penyusutan lahan pertanian akan berakibat pada
menurunnya produksi pangan/pertanian. Padahal sudah bukan rahasia lagi bahwa
ciri utama masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris yang berarti masih
banyak orang yang menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
4.1.1 Analisis Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri di Zona Industri Palur
Luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di
zona industri Palur terlihat signifikan dimana lahan yang digunakan untuk
kebutuhan industri kebanyakan berasal dari lahan pertanian sawah, tegalan dan
tanah pekarangan.
Tabel 4.1 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri
di Zona Industri Palur Tahun 1991-2009 (Ha)
Desa Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Industri Total Perubahan
1991 2001 2009 1991 2001 2009 pertanian Industri Dagen 145,795 142,695 141,145 4,13 6,2 9,76 -4,65 +5,63 Ngringo 108,084 84,051 72,035 3,54 9,77 17,32 -36,049 +13,78 Jetis 147,829 107,779 87,754 4,84 13,27 20,46 -60,075 +15,62 Sroyo 263,822 247,822 239,822 4,68 5,27 11,88 -24 +7,2 Brujul 202,854 201,942 201,032 10,46 19,21 22,83 -1,822 +12,37 Total 868,384 784,289 741,788 27,65 53,56 82,25 -126,596 +54,6
Sumber : Hasil Perhitungan Rekapitulasi Ijin Lokasi Kabupaten Karanganyar 1991-2008 BPN Kabupaten Karanganyar
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa luas lahan pertanian selama hampir 20 tahun
di zona industri Palur mengalami penurunan sebesar 126,596 Ha, dan disisi lain
luas lahan industri mengalami peningkatan sebesar 54,6 Ha. Perubahan luas lahan
pertanian menjadi lahan industri ini memang relative lebih kecil, yaitu hanya
sekitar 40%. Penyusutan luas lahan pertanian ini selain beralih fungsi menjadi
industri, lahan pertanian juga beralih fungsi menjadi permukiman, perdagangan,
jasa, dll.
Seperti yang terlihat di Desa Jetis, Desa Ngringo, dan Desa Sroyo dimana
perubahan luas lahan pertanian cukup mencolok diantara dua desa lainnya.
sedangkan pertambahan luas lahan industri paling rendah terdapat di Desa Dagen.
Di Desa Ngringo, Desa Sroyo, dan Desa Jetis memang banyak dikembangkan
perumahan-perumahan baru seperti Perum Ngringo Indah, Perum Griya Adi,
Perum Gunungsari permai, Perum Sroyo Indah, sehingga luas lahan pertanian di
ketiga Desa ini lebih banyak dialihfungsikan untuk lahan perumahan. Meskipun
demikian, alih fungsi lahan dari penggunaan pertanian menjadi industri tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
menjadi fokus penelitian karena ada indikasi penyimpangan dari peraturan yang
telah ditetapkan.
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona
industri palur ini terjadi karena industri/pabrik menginginkan lokasi industri yang
sesuai, yaitu dengan maksud mencari keuntungan maksimum. Menurut Weber,
Keuntungan maksimum akan diperoleh jika biaya yang harus dikeluarkan
(diantaranya transportasi dan tenaga kerja) minimum. Lokasi zona industri Palur
ini sangat strategis karena berada pada lokasi yang menghubungkan antara Kota
Surakarta, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Sragen. Sumber bahan baku
tergolong mudah diperoleh karena sebagian besar bahan baku diperoleh dari
dalam kota dan luar kota dalam provinsi, dengan tingkat aksesibilitas yang cukup
lancar. Zona industri palur juga memiliki potensi ketersediaan tenaga kerja yang
cukup, dimana menurut data sebagaian besar daerah asal tenaga kerjanya beasal
dari sekitar zona industri. Jika mengacu pada teori Losch dan Weber, lokasi
industri di zona industri Palur dirasa oleh industri dapat memberikan keuntungan
karena lokasinya yang strategis. Lokasi strategis ini selain karena berada di sekitar
jalan regional juga karena berada di pinggiran Kota Surakarta dan Kabupaten
Karanganyar. Tersedianya pelayanan listrik, air dan telekomunikasi juga turut
memicu berkembang pesatnya industri di zona industri palur. Sehingga tidaklah
mengherankan jika banyak industri yang menginginkan berlokasi di zona industri
Palur. Karena di zona industri Palur sebagai daerah pinggiran masih terdapat
cukup luas lahan non terbangun (persawahan), maka alih fungsi lahan dari
pertanian menjadi industri untuk mendukung permintaan yang ada tidak dapat
dihindarkan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Koestoer dalam Iskandar
(1997:3-4), hall (1996:241-242, dan Bachriadi (1997:2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 4.1
Peta Analisis Luas Perubahan Lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
4.1.2 Analisis Sebaran Keruangan Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur
Berdasarkan arahan dalam RTRK Palur 1991-2001, disebutkan bahwa
perkembangan aktivitas industri di zona industri Palur dibatasi hanya pada lahan
sela antara jalan arteri primer Solo-Sragen dan jalur rel KA Solo-Surabaya.
Namun pada kenyataannya masih terdapat pembangunan industri baru yang
berlokasi di luar areal yang telah ditetapkan. Gambaran distribusi keruangan
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri
Palur dapat diketahui dengan membandingkan peta rencana penggunaan lahan
tahun 1991-2001 dengan kumpulan data eksisting tahun 2009.
Lahan-lahan industri baru lebih banyak menyebar disisi kiri-kanan jalan
dan sebagian kecil berada diantara permukiman penduduk, mengingat lahan yang
sebelum beralihfungsi adalah sawah dan pekarangan. Perubahan penggunaan
lahan pertanian menjadi lahan industri ini terlihat sangat tergantung pada
keberadaan jaringan jalan. Hal ini tidak bisa dielakkan dari kebutuhan transportasi
untuk memperlancar proses produksi dan distribusi.
Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak BPN Kabupaten
Karanganyar, industri-industri baru di zona industri Palur yang tidak sesuai
dengan rencana guna lahan adalah sebanyak 32 industri. Industri-industri tersebut
berlokasi diluar areal yang telah ditetapkan. Berdasarkan keterangan tersebut,
terbukti bahwa masih ada izin yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan
pendirian industri, meskipun telah ada peraturan pembatasan lokasi industri dan
pembuatan Rencana Tata Ruang Zona Palur. Berdasarkan keterangan, perubahan
luas lahan industri tersebut bervariasi dan kebanyakan adalah industri tekstil.
Pihak BPN mengatakan bahwa total luas lahan industri yang tidak sesuai dengan
peraturan pembatasan lokasi industri dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Zona Palur yaitu sebesar 259,196 m2 atau sekitar 25,91 Ha.
Sedangkan industri-industri yang telah berdiri sebelum peraturan
pembatasan lokasi industri dan penyusunan RTRK masih tetap diizinkan
beroperasi sepanjang tidak melakukan perluasan di luar areal yang ditetapkan dan
tidak menggangu lingkungan sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Gambar 4.2
Peta Sebaran Keruangan Industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
4.4 Analisis Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Lahan Industri di Zona Industri Palur
Proses terjadinya perubahan penggunaan lahan terkait dengan konsep
yang dikemukakan oleh Chapin (1979), dimana pertumbuhan lahan dipengaruhi
oleh keterkaitan atau interaksi antara tiga sistem, yaitu sistem aktivitas kota,
sistem pengembangan lahan, dan sistem lingkungan. Sistem aktivitas kota
mewakili sisi permintaan, dan kedua sistem lainnya mewakili sistem penawaran.
Hubungan ketiga sistem seperti yang diungkapkan oleh Chapin apabila dikaitkan
dalam kasus di zona industri Palur secara ringkas adalah seperti pada gambar 4.3.
Dalam kolom input pada tabel menunjukkan keterkaitan variabel sisi
demand yang tergabung ke dalam tiga faktor. Ketiga faktor tersebut adalah
elemen faktor utama proses produksi dalam setiap aktivitas industri, yaitu faktor
input proses produksi, faktor penunjang proses produksi, dan faktor eksternal. Sisi
demand tersebut mencerminkan preferensi pengusaha dalam berlokasi industri.
Dipihak lainnya, terdapat sisi supply yang merupakan preferensi pemilik lahan
pertanian dalam menjual lahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
INPUT PROSES OUTPUT
SISI DEMAND
Sumber : Analisis, 2010 Gambar 4.3
Diagram Alir Proses Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur
DEMAND
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri : · Luas lahan industri
bertambah 54,6 ha · Luas lahan pertanian
menurun 126,596 ha
Faktor input proses produksi · Modal · Lokasi bahan baku · Harga bahan baku · Jumlah tenaga kerja · Tk. Pendidikan tenaga kerja
Faktor penunjang faktor produksi
· Fisik lahan · Ketersediaan air · Sarana dan prasarana · Aksesibilitas · Harga lahan · Iklim · Sumber energi
Faktor eksternal · Kedekatan dengan CBD · Intervensi pemerintah · Sikap penerimaan
masyarakat · Stabilitas keamanan · Sosialisasi RTRK · Jangkauan pasar
Kebijakan pemerintah : RTRK Palur, RTRW Kabupaten Karanganyar, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, SK Gubernur
SUPPLY · Penghasilan · Luas lahan · Usia · Pendidikan · Pekerjaan · Pajaklahan · Pola pemikiran pemilik lahan · Biaya produksi · Penawaran tinggi daripengusaha
Perkembangan aktivitas industri : · Penduduk yang bekerja di sektor
industri 6736 orang · Penduduk yang bekerja di sektor
pertanian 2430 orang · PDRB dari sektor industri
(ADHB) 52,08 % · PDRB dari sektor pertanian
(ADHB) 20,08%
Motivasi penjual lahan pertanian untuk mendukung aktivitas industri
Kebutuhan lahan untuk pembangunan industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Dalam prosesnya, terjadi pertemuan antara demand dan supply dimana
dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi industri memerlukan
lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply, preferensi pemilik lahan
pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan terjadinya perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Pengaruh perkembangan industri
yang pesat dapat dilihat dari bergesernya mata pencaharian penduduk zona Palur
dari sektor pertanian (petani/ buruh tani) ke sektor industri (karyawan pabrik) dan
besarnya PDRB yang didapatkan dari sektor industri lebih besar dari sektor
pertanian.
Sesuai dengan arahan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam RTRK,
sebelum tahun 1990 masuknya investasi industri di zona Palur justru ditingkatkan
dan menjadi salah satu program yang diharapkan mampu meningkatkan
pemasukan yang lebih besar bagi pemerintah Kabupaten Karanganyar. Namun
ternyata seiring waktu berjalan, perkembangan industri itu ternyata memberi
dampak atau menyebabkan pada menyempitnya lahan pertanian produktif.
Dengan dikeluarkannya peraturan baru yang tertuang dalam RTRK tahun 1991-
2001 dan diperkuat dengan peraturan-peraturan baru, maka pemberian izin lokasi
industri di zona industri Palur dibatasi.
Terkait dengan konsep yang dikemukakan oleh Chapin tentang
keterkaitan sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dapat
diterangkan bahwa sistem aktivitas kota diwakili oleh sisi demand, sistem
lingkungan dan pengembangan lahan diwakili oleh sisi supply.
4.5 Analisis Faktor Permintaan dan Penawaran yang Mempengaruhi
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona
Industri Palur
Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh pertimbangan pengusaha
dalam pemilihan lokasi industri dan pertimbangan pemilik lahan pertanian dalam
penjualan lahannya terhadap penggunaan lahan industri di zona industri Palur.
Analisis ini menggunakan analisis faktor untuk melihat faktor-faktor apa saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri di
zona industri Palur.
4.3.1 Analisis Faktor Permintaan yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri
Palur
Pertimbangan lokasi merupakan pertimbangan yang sangat penting untuk
mencapai keberhasilan bagi suatu perusahaan. Dalam usahanya meminimumkan
biaya, maka suatu perusahaan salah satunya berusaha untuk memilih lokasi yang
tepat.
4.3.1.1 Analisis Input Proses Produksi
Variabel awal yang dimasukkan dalam analisis input proses produksi
berjumlah 5 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau
Bartlett’s Test (ukuran kecukupan dari sampling yang diambil berada di atas 0,5),
maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan output
analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di atas
0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi (proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data yang diperoleh.
Tabel 4.2 Variabel Input Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur
dari Sisi Pengusaha (Permintaan)
No Variabel MSA 1 Modal 0,678 2 Lokasi bahan baku 0, 641 3 Harga bahan baku 0,645 4 Jumlah tenaga kerja 0,908 5 Tingkat pendidikan tenaga kerja 0,709
Sumber : Analisis, 2010
Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah
melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal
(communalities), nilai total variansi (total variance explained), matriks komponen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
(component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel
hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk,
semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya
dengan faktor yang akan tebentuk.
Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar
didapatkan pada variabel lokasi bahan baku dan harga bahan baku, yaitu sebesar
0,942 (lampiran D tabel D.2). Hal ini menunjukkan sekitar 94,2% varians dari
variabel-variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan
variabel dengan nilai komunal terendah adalah variabel tenaga kerja, yaitu sebesar
0,776 yang berarti bahwa 77,6% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh
faktor yang akan terbentuk.
Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua
faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas
1, namun untuk tiga faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1.
Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini
dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.1).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu
component number 1 ke 2), berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues).
Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas
lima variabel yang ada.
Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik
komponen menunjukkan distribusi kelima variabel tersebut pada dua faktor yang
ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi
antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengetahui suatu
variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai
korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk
ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif.
Berdasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabel-
variabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada
tabel 4.3 berikut yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel 4.3 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Modal - 0.896
Lokasi bahan baku 0,747 Harga bahan baku 0,754 Jumlah tenaga kerja -0,769 Tingkat pendidikan tenaga kerja 0,898
2 - - Sumber : Analisis, 2010
Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka
pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika
terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak
dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk
dilakukan rotasi faktor.
Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda
positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat
juga dilihat di lampiran D tabel D.3), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses
rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana
dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir
komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran
faktor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata
dan jelas.
Tabel 4.4 Pembagian Komponen Variabel Input Proses Produksi terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Modal 0,928
Tk. Pendidikan tenaga kerja -0,900 Jumlah tenaga kerja 0,872
2 Lokasi bahan baku 0,946 Harga bahan baku 0,943
Sumber : Analisis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka
pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen
variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat
kesamaan ragam yang dimilikinya.
Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan
mengingat sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data
telah dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor
input proses produksi.
4.3.1.2 Analisis Faktor Penunjang Proses Produksi
Variabel awal yang dimasukkan ke dalam analisis input proses produksi
berjumlah 7 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau
Bartlett’s Test (ukuran kecukupan dari sampling yang diambil berada di atas 0,5),
maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan output
analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di atas
0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi.
Tabel 4.5 Variabel Faktor Penunjang Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan)
No Variabel MSA 1 Kondisi fisik lahan 0,798 2 Ketersediaan air 0,895 3 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,783 4 Aksesibilitas 0.794 5 Harga lahan 0,790 6 Iklim 0,686 7 Sumber energi 0,728
Sumber : Analisis, 2010
Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah
melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal
(communalities), nilai total variansi (total variance explained), matriks komponen
(component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk,
semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya
dengan faktor yang akan terbentuk.
Pada analisis, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar didapatkan pada
variabel kondisi fisik lahan, yaitu sebesar 0,853 (lampiran D tabel D.6). Hal ini
menunjukkan sekitar 85,3% varians dari variabel-variabel ini dapat dijelaskan
oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal
terendah adalah variabel ketersediaan air, yaitu sebesar 0,445 yang berarti bahwa
44,5% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk.
Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua
faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas
1, namun untuk lima faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1.
Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini
dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.2).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu
component number 1 ke 2). Berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues).
Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas
tujuh variabel yang ada.
Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik
komponen menunjukkan distribusi ketujuh variabel tersebut pada dua faktor yang
ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi
antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengatahui suatu
variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai
korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk
ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif.
Bedasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabel-
variabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada
tabel 4.6 Berikut yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 4.6 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor
Sebelum Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kondisi fisik lahan 0,923
Ketersediaan air 0,583 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,903 Aksesibilitas 0,859 Harga lahan 0,889 Sumber energi 0,631
2 Iklim 0,841 Sumber : Analisis, 2010
Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka
pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika
terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak
dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk
dilakukan rotasi faktor.
Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda
positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat
juga dilihat di lampiran D tabel D.7), sehingga selanjutnya perlu dilakukan proses
rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor mana
dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir
komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran
factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata
dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap faktor berdasarkan analisis
rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tabel 4.7 Pembagian Komponen Variabel Penunjang Proses Produksi terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor Berdasarkan Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kelengkapan sarana dan prasarana 0,893
Aksesibilitas 0,885 Kondisi fisik lahan 0,867 Harga lahan 0,853 Ketersediaan air 0,655
2 Iklim 0,858 Sumber energi 0,676
Sumber : Analisis, 2010
Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka
pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen
variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat
kesamaan ragam yang dimilikinya.
Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan mengingat
sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data telah
dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor
penunjang proses produksi.
4.3.1.3 Analisis Faktor Eksternal Produksi
Variabel awal yang dimasukkan ke dalam analisis input proses produksi
berjumlah 6 variabel. Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau
Bartlett’s Test (ukuran kecukupan dari sampling yanng diambil berada di atas
0,5), maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Berdasarkan
output analisis faktor, nilai MSA untuk semua variabel yang dimasukkan berada di
atas 0,5 sehingga tidak perlu melalui proses reduksi.
Tabel 4.8
Variabel Faktor Eksternal Proses Produksi yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona
Industri Palur dari Sisi Pengusaha (Permintaan)
No Variabel MSA 1 Kedekatan dengan CBD 0,888 2 Intervensi pemerintah 0,746
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
3 Sikap penerimaan masyarakat 0,783 4 Stabilitas keamanan 0,786 5 Sosialisasi RTRK 0,873 6 Jangkauan pasar 0,733
Sumber : Analisis, 2010
Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah
melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal
(communalities), nilai total variansi (total variance explained), matriks komponen
(component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai komunal pada tabel
hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang akan terbentuk,
semakin kecil nilai komunal sebuah variabel, maka semakin lemah hubungannya
dengan faktor yang akan tebentuk.
Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar
didapatkan pada variabel intervensi pemerintah, yaitu sebesar 0,908 (lampiran D
tabel D.10). Hal ini menunjukkan sekitar 90,8% varians dari variabel-variabel ini
dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai
komunal terendah adalah variabel Kedekatan dengan CBD, yaitu sebesar 0,750 yang
berarti bahwa 75% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan
terbentuk.
Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat terbentuk. Dua
faktor tersebut digunakan karena nilai eigenvalues yang dihasilkan berada di atas
1, namun untuk empat faktor nilai eigenvalues berada dibawah 1.
Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi dua faktor ini
dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.3).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dari satu sampai dua faktor (garis sumbu
component number 1 ke 2). Berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues).
Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat dua faktor dan paling baik meringkas
enam variabel yang ada.
Setelah diketahui dua faktor adalah yang paling optimal, maka matrik
komponen menunjukkan distribusi kelima variabel tersebut pada dua faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
ada. Angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau besar korelasi
antara satu variabel dengan faktor 1 dan faktor 2. Untuk mengatahui suatu
variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari besarnya nilai
korelasi variabel, nilai yang paling besar menentukan variabel yang dapat masuk
ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif atau negatif.
Bedasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabel-
variabel uji dapat dikelompokkan menjadi dua faktor seperti dapat dilihat pada
tabel 4.9 Berikut yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel.
Tabel 4.9 Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Permintaan pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Kedekatan dengan CBD 0,747
Intervensi pemerintah 0,786 Sikap penerimaan masyarakat 0,912 Stabilitas keamanan 0,888 Sosialisasi RTRK -0,897 Jangkauan pasar -0,704
2 - - Sumber : Analisis, 2010
Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka
pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika
terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak
dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah faktor sehingga perlu untuk
dilakukan rotasi faktor.
Nilai factor loading beberapa variabel (dengan mengabaikan tanda
positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah angka pembatas (dapat
juga dilihat di lampiran D tabel D.11), sehingga selanjutnya perlu dilakukan
proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel termasuk ke dalam faktor
mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi faktor didapatkan hasil akhir
komponen-komponen yang termasuk dalam suatu faktor berdasarkan besaran
factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi variabel yang lebih nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap faktor berdasarkan analisis
rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.10
Pembagian Komponen Variabel Eksternal Proses Produksi terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Zona Industri Palur pada Tiap Faktor
Berdasarkan Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Stabilitas keamanan 0,916
Sikap penerimaan masyarakat 0,877 Kedekatan dengan CBD 0,860 Sosialisasi RTRK -0,721
2 Jangkauan pasar -0,930 Intervensi pemerintah 0,904
Sumber : Analisis, 2010
Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka
pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen
variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi satu faktor akibat
kesamaan ragam yang dimilikinya.
Proses penamaan faktor pada bagian ini tidak begitu ditekankan
mengingat sebelum proses pengolahan data atau saat pemasukan variabel data
telah dikelompokkan kesamaan karakteristik variabel yang terbentuk yaitu faktor
eksternal proses produksi.
4.3.2 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Industri di Zona Industri Palur
Variabel-variabel terpilih untuk sisi permintaan (sisi preferensi
pengusaha tentang lokasi industri) ini pada dasarnya merupakan elemen-elemen
dari tiga bagian utama proses produksi yang pasti dilakukan dalam aktivitas
industri. Tiga bagian utama tersebut yaitu input, proses, dan output.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
output
Faktor eksternal
· Kedekatan dengan CBD · Intervensi pemerintah · Sikap penerimaan masyarakat · Stabilitas keamanan · Sosialisasi RTRK · Jangkauan pasar
Faktor input proses produksi
· Modal · Lokasi bahan baku · Harga bahan baku · Jumlah tenaga kerja · Tk. Pendidikan tenaga
kerja
Faktor penunjang faktor produksi
· Fisik lahan · Ketersediaan air · Sarana dan prasarana · Aksesibilitas · Harga lahan · Iklim · Sumber energi
Input proses
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.4 Keterkaitan Faktor-Faktor Permintaan yang Berpengaruh terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur
Setiap faktor terbentuk oleh variabel-variabel yang memiliki kesamaan
karakteristik yang saling terkait satu sama lain. Keterkaitan antar variabel dapat
dilihat dari tingkatan nilai factor loading dari rotasi faktor yang telah dilakukan
sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan keterkaitan variabel untuk setiap faktor
yang terbentuk.
4.3.2.1 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi
Faktor input produksi meliputi modal, lokasi bahan baku, harga bahan
baku, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pendidikan tenaga kerja. Dari tabel 4.4
terlihat bahwa modal, jumlah tenaga kerja, lokasi bahan baku, harga bahan baku,
dan tingkat pendidikan tenaga kerja memiliki keterkaitan yang erat namun relatif
independen dalam membentuk faktor input proses produksi. Modal dan tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
kerja berkorelasi positif dengan faktor input proses produksi yang berarti bahwa
modal dan tenaga kerja dalam studi penelitian ini sebagai faktor dominan dalam
preferensi lokasi pengusaha. Sebaliknya, lokasi bahan baku, harga bahan baku,
dan tingkat pendidikan tenaga kerja berpengaruh secara negatif.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.5 Keterkaitan Faktor Input Proses Produksi
Bagi sebuah industri, modal akan dipergunakan untuk berbagai
keperluan salah satunya adalah untuk membeli bahan baku. Dalam perolehan
sumber bahan baku ini tentunya berkaitan juga dengan harga dan lokasi bahan
baku. Semakin jauh lokasi bahan baku dari sebuah pabrik, maka akan
mempengaruhi harga bahan baku yang pada selanjutnya akan menaikkan biaya
opersional sebuah industri.
Modal juga akan dipergunakan untuk membayar upah tenaga kerja.
Berbicara mengenai tenaga kerja, tidak dapat dilepaskan dari tingkat
pendidikannya. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, maka mereka akan
bekerja di tingkatan yang lebih tinggi pula (tidak hanya sebagai buruh biasa).
Konsekuensi selanjutnya adalah mereka menuntut upah yang lebih tinggi pula.
Sehingga dalam hal ini, semakin banyak jumlah tenaga kerja dan semakin tinggi
tingkat pendidikan tenaga kerjanya, maka akan menyebabkan modal yang akan
dikeluarkan untuk pembayaran upah tenaga kerja juga akan tinggi, dan biaya
operasional sebuah industri pun juga akan tinggi.
Modal
Lokasi bahan baku
Harga bahan baku
Jumlah tenaga kerja
Tk. Pendidikan tenaga kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Sebagian besar industri yang terdapat di Palur memiliki modal di atas 20
juta (lihat tabel 3.10). Besarnya modal tersebut dapat digunakan untuk
memperoleh lahan, mengorganisasi usaha, menyediakan bangunan yang
diperlukan, membeli bahan baku, biaya pemeliharaan, pembayaran upah serta
kebutuhan lainnya untuk kelanjutan usaha.
Lokasi bahan baku dan harga bahan baku memiliki keterkaitan dimana
berkat perkembangan teknologi, perolehan bahan baku dan harga bahan baku
yang tinggi bukan menjadi salah satu kendala besar dalam aktivitas industri.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.6 Perolehan Sumber Bahan Baku
Dari diagram diatas terlihat bahwa jumlah industri yang mendapatkan
bahan baku paling banyak berasal dari dalam kota dan luar kota dalam provinsi,
yaitu sebanyak 44% dari seluruh jumlah industri yang terdapat di Palur. Lokasi
bahan baku ini termasuk dekat jika dibandingkan dengan yang berasal dari luar
provinsi, bahkan ada yang berasal dari luar jawa dan luar negeri. Kedekatan lokasi
bahan baku ini tentunya menguntungkan pengusaha karena akan memperkecil
biaya opresional sebuah industri.
Jumlah tenaga kerja di zona industri Palur paling banyak berasal dari
sekitar lokasi pabrik yang masih termasuk ke dalam zona industri Palur. Dari
jumlah penduduk yang terdapat di Palur, sekitar 45,73% bekerja di sektor industri
sebagai buruh industri (lihat tabel 3.5). Pekerja non ahli tetap, dengan tamatan
SLTA (lihat tabel 3.4) dianggap penting terutama pada jenis industri padat karya
22%
44%
17%
17%
Dalam kota
Dalam kota dan luarkota dalam provinsi
Dalam kota dan luarprovinsi
Luar pulau/ luarnegeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
seperti tekstil, jamu dan pembuatan karung, dengan maksud agar sebuah industri
mampu memperoleh keuntungan.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.7 Daerah Asal Tenaga Kerja
4.3.2.2 Keterkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi
Faktor penunjang proses produksi meliputi kondisi fisik lahan,
ketersediaan air, sarana dan prasarana pendukung, aksesibilitas, harga lahan, iklim
dan sumber energi.
Pada tabel 4.7, terlihat bahwa semua variabel memiliki keterkaitan yang
erat namun relatif independen dalam membentuk faktor penunjang proses
produksi. Semua variabel berkorelasi positif dengan faktor penunjang proses
produksi yang berarti bahwa semua variabel dalam studi penelitian ini sebagai
faktor yang penting dalam preferensi lokasi pengusaha.
Kelengkapan sarana prasarana pendukung, aksesibilitas yang lancar,
ketersediaan sumber energi dan air yang cukup, iklim dan kondisi fisik lahan yang
baik menjadikan harga lahan dimana sebuah industri/ pabrik berdiri menjadi
mahal/ tinggi. Kebutuhan terhadap lahan industri ini, masih tetap dapat dijangkau
karena didukung oleh kemampuan industri dalam memperoleh lokasi lahan yang
ditunjukkan dengan besarnya modal yang dimiliki, yaitu rata-rata lebih dari 20
juta rupiah. Meskipun iklim terkait dengan musim dan temperatur tidak begitu
mempengaruhi aktivitas industri, namun kondisi iklim terkait dengan curah hujan
akan mendukung ketersediaan air yang cukup.
17
13
11
0
0 5 10 15 20
Sekitar lokasi pabrik dalam zonaindustri
Luar zona industri dalamkabupaten
Luar kabupaten
luar provinsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.8
Katerkaitan Faktor Penunjang Proses Produksi
Kondisi fisik lingkungan yang umum sesuai dengan kriteria lokasi
industri adalah lokasi yang bebas banjir, bebas longsor dan memiliki kemiringan
tanah yang rendah. Namun dengan perkembangan teknologi, hambatan-hambatan
dapat diminimalkan. Berdasarkan hasil survey, faktor fisik lingkungan yang
sesuai dengan kriteria lokasi industri bagi para pengusaha di zona industri Palur
adalah bebas banjir (85%), dan bebas longsor (15%). Terkait dengan kondisi fisik
lingkungan, upaya untuk menjaga kondisi lingkungan sekarang ini perlu
ditingkatkan mengingat lokasi industri yang berada di dekat lahan pertanian
beririgasi teknis yang diharapkan produktif. Perkembangan industri yang begitu
pesat dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan fisik alam akibat
pencemaran yang dihasilkan industri.
Bagi industri-industri yang berorientasi pada pasar, sarana dan prasarana
pendukung sangatlah diperlukan. Misalnya bangunan pasar dan pertokoan, halte
bagi karyawan, perumahan bagi karyawan, fasilitas kesehatan, fasilitas
telekomunikasi, dan fasilitas pengolahan limbah. Kelengkapan sarana dan
prasarana ikut menjadi daya tarik bagi pendirian industri. Salah satu upaya untuk
meminimalkan biaya perusahaan adalah mengurangi biaya transportasi karyawan.
Sehingga dengan tersedianya perumahan yang dekat dengan lokasi industri bagi
karyawan terutama bagi penglaju diharapkan juga dapat meminimalkan biaya
transportasi dan disisi lain memberikan kesejahteraan bagi para karyawan
Harga lahan
Kondisi fisik lahan Iklim
Sarana prasarana pendukung Aksesibilitas
Ketersediaan air Sumber energi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
sehingga meningkatan semangat karyawan dalam bekerja. Untuk fasilitas
pengolahan limbah pada saat ini, masih bersifat terpadu, namun keberadaan
fasilitas ini menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar
lokasi industri.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.9
Sarana dan Prasarana Pendukung yang Dikehendaki di Sekitar Lokasi Industri
Permintaan lahan industri di zona industri Palur merupakan salah satu
refleksi pengaruh perkembangan aktivitas perkotaan. Keterbatasan lahan di pusat
kota yang tidak seimbang dengan permintaan menyebabkan pencarian lahan ke
luar/ ke daerah pinggiran kota yang sangat potensial, yaitu lahan yang masih luas.
Aktivitas industri memerlukan ruang yang luas baik untuk gedung operasional,
perkantoran, gudang dan tempat parkir.
Lokasi pengembangan industri harus didukung oleh ketersediaan energi
listrik berdaya besar. Sumber energi listrik merupakan penggerak utama peralatan
industri. Sumber energi yang utama bagi industri-industri di zona industri Palur
adalah energi listrik yang dipasok dari PLN. Namun ada beberapa industri yang
memiliki cadangan sumber tenaga dari mesin diesel yang mereka usahakan sendiri
dengan alasan bahwa listrik pasokan PLN terkadang tidak mencukupi untuk
menggerakkan mesin-mesin yang umumnya beroperasi selama 24 jam, sehingga
37 37 37 3632 30
3 4 4 3 4 61 0 0 2 3 5
05
10152025303540
Sangat penting
Penting
Tidak penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
membutuhkan tenaga/ energi listrik tambahan untuk mendukung kegiatan
tersebut.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.10
Perolehan Sumber Energi Listrik untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur
Seperti juga listrik, air menjadi salah satu elemen yang sangat penting
bagi kelangsungan proses produksi. Selain digunakan dalam proses pengolahan,
air juga digunakan untuk media pembuangan limbah industri. Limbah industri
yang merupakan sisa-sisa proses pengolahan mengandung zat-zat kimia yang
lebih mudah dihilangkan dengan air, terutama untuk industri tekstil.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.11
Sumber Perolehan Air untuk Aktivitas Industri di Zona Industri Palur
Aksesibilitas dalam hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses
produksi terutama dalam mengangkut bahan baku sampai mendistribusikan
produk ke daerah-daerah lain. Semakin tinggi aksesibilitas berarti semakin mudah
pencapaian ke daerah lain. Jangkauan pemasaran menjadi semakin tambah luas
akibat perkembangan teknologi terhadap pengangkutan baik perkembangan
51%
17%
32%PLN
Pembangkit sendiri/diesel
42%
37%
19%Air tanah/permukaanAir PDAM
Gabungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
kendaraan angkutan (sarana angkutan) dan jaringan jalan (prasarana jalan), seperti
perkapalan dan angkutan udara yang memudahkan lintas antar daerah. Hal ini
tentu saja sangat menguntungkan bagi industri dalam perolehan bahan baku yang
sulit didapat di daerah sendiri dan akan memudahkan dalam transaksi ekspor-
impor dalam skala yang lebih besar. Pembangunan jalan raya memberi dampak
terhadap daerah sekitarnya, semakin lebar dan keras jalan yang bersangkutan
maka semakin besar dampaknya. Di daerah dampak ini akan tumbuh kegiatan
ekonomi yang memanfaatkan jalan raya tersebut. Jalan raya tersebut akan
merangsang timbulnya sarana angkutan baru yang mendorong kegiatan ekonomi.
Berkaitan dengan kondisi aksesibilitas di zona industri Palur, keberadaan
jalan provinsi (arteri primer Palur-Surakarta dan Palur-Sragen) serta jalan kolektor
primer Palur-karanganyar yang melintasi zona Palur mengakibatkan
perkembangan industri yang sangat pesat di sepanjang jalan raya. Hal tersebut
juga memberi dampak pada terjadi perkembangan aktivitas perekonomian dan
mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri
maupun kegiatan lain.
4.3.2.3 Keterkaitan Faktor Eksternal Produksi
Faktor eksternal proses produksi meliputi kedekatan dengan CBD,
intervensi pemerintah, sikap penerimaan masyarakat, stabilitas keamanan,
sosialisasi RTRK, dan jangkauan pasar.
Dari tabel 4.10 terlihat bahwa variabel kedekatan dengan CBD,
intervensi pemerintah, sikap penerimaan masyarakat dan stabilitas keamanan
memiliki keterkaitan yang erat dalam membentuk faktor penunjang proses
produksi.
Kedekatan dengan CBD dalam artian industri berlokasi dengan sasaran
utama dekat dengan pusat kota sangat penting karena dengan berada dekat dengan
CBD yang sarat dengan berbagai fasilitas pelayanan memudahkan interaksi
dengan masyarakat untuk mendukung proses produksi. Kemudahan dalam pasar,
tentu saja akan mempermudah distribusi pemasaran produk kepada konsumen.
Selain itu, lokasi yang dekat dengan pasar akan meminimalkan biaya transportasi.
Namun pada kenyataannya, industri-industri di zona industri Palur telah memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
pasar tersendiri. Dari keseluruhan industri yang berada di zona industri Palur,
sebagian besar produknya dipasarkan di Wilayah Perkotaan Surakarta. Adapun
yang juga dipasarkan ke luar pulau/ luar negeri hanya sebagian kecil.
Bentuk intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mengarahkan industri
agar berlokasi disuatu tempat, misalnya untuk pemerataan pembangunan,
dorongan maupun larangan tersusun dalam bentuk rencana penggunaan lahan
yang berbeda di wilayah nasional, regional, dan lokal. Kebijaksanaan yang dapat
menarik para investor adalah Peraturan Daerah yang jelas dan konsisten, serta
jelasnya pajak dan dihapuskannya pungutan-pungutan.
Sistem birokrasi yang mudah dan sederhana merupakan hal yang sangat
diinginkan oleh industri. Bantuan secara finansial bagi para responden tidak
begitu penting, maka yang diharapkan adalah kebijaksanaan dan pelaksanaan
yang bersifat mendukung.
Faktor yang juga dianggap sangat penting adalah sikap penerimaan
masyarakat sekitar terhadap kehadiran industri dan stabilitas keamanan daerah
yang terjamin. Kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan berkaitan erat dengan
kelangsungan industri dalam jangka waktu lama. Faktor ini merupakan salah satu
faktor yang dibentuk melalui pendekatan-pendekatan dengan melibatkan peran
berbagai pihak, baik dari pihak pengusaha, pemerintah, maupun masyarakat itu
sendiri. Sejauh ini, sikap penerimaan masyarakat di zona industri Palur terhadap
keberadaan industri dipandang positif. Hal ini dapat dilihat dari sisi keuntungan
yang sama-sama diperoleh kedua pihak. Sedangkan stabilitas keamanaan dirasa
sangat penting terutama berkaitan dengan pengamanan aset perusahaan dan
mempengaruhi suasana aktivitas kerja.
4.3.3 Analisis Faktor Penawaran yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri
Palur
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan
lahan dari sisi penawaran pemilik lahan pertanian memanfaatkan hasil dari
analisis kualitatif terhadap kajian literatur. Selanjutnya, jawaban dari setiap
kuisioner tersebut diolah dengan metode analisis faktor sehingga didapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dari
sisi penawaran (pemilik lahan).
Variabel awal yang dimasukkan adalah tahap ini berjumlah 9 variabel.
Nilai angka MSA (Measure of Sampling Adequecy) atau Bartlett’s Test dari
sampling yang diambil berada diatas 0,5. Sehingga kumpulan variabel tersebut
dapat diproses lebih lanjut.
Tabel 4.11 Variabel Penawaran yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Pertanian Menjadi Industri di Zona Industri Palur dari Sisi Pemilik Lahan Pertanian (Penawaran)
No Variabel MSA 1 Penghasilan 0,842 2 Luas lahan 0,531 3 Usia 0,717 4 Pendidikan 0,796 5 Pekerjaan 0,719 6 Pajak lahan 0,524 7 Pola pemikiran pemilik lahan 0,901 8 Biaya produksi 0,726 9 Penawaran tinggi dari pengusaha 0,605
Sumber : Analisis, 2010
Tahap selanjutnya, setelah sejumlah variabel telah terpilih adalah
melakukan ekstraksi variabel hingga menjadi satu atau beberapa faktor.
Perhitungan pada tahap selanjutnya mencakup tabel perhitungan nilai komunal
(communalities), nilai total variansi yang dijelaskan (total variance explained),
matriks komponen (component matrix), dan grafik scree plot. Perhitungan nilai
komunal pada tabel hanya menunjukkan hubungan variabel dengan faktor yang
akan terbentuk. Semakin kecil nilai komunal, maka semakin lemah hubungannya
dengan faktor yang akan terbentuk.
Pada analisis tersebut, dapat dilihat bahwa nilai komunal terbesar
didapatkan pada variabel pekerjaan, yaitu sebesar 0,915 (lampiran D tabel D.14).
Ini menunjukkan sekitar 91,5% varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh
faktor yang akan terbentuk. Sedangkan variabel dengan nilai komunal terendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
adalah variabel biaya produksi, yaitu sebesar 0,477 yang berarti bahwa 47,7%
varians dari variabel ini dapat dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk.
Hasil perhitungan nilai total variansi (lampiran C) yang dijelaskan dalam
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat terbentuk. Tiga
faktor tersebut digunakan karena nilai eigen (eigenvalues) yang dihasilkan di atas
1, namun untuk ke enam faktor atau lebih nilai eigen di bawah 1.
Untuk memperjelas hasil ekstraksi variabel terpilih menjadi tiga faktor
ini dapat dilihat melalui grafik scree plot pada lampiran (lampiran D gambar D.4).
Dari gambar tersebur dapat dilihat bahwa dari satu sampai tiga faktor (garis
sumbu komponen 1 ke 3) berada di atas angka 1 dari sumbu y (eigenvalues).
Berdasarkan gambar tersebut, maka terdapat tiga faktor dan paling baik untuk
meringkas sembilan variabel yang ada.
Setelah diketahui tiga faktor adalah jumlah yang paling optimal, maka
matrik komponen menunjukkan distribusi kesembilan variabel tersebut pada tiga
faktor yang ada. angka yang terdapat pada faktor ini adalah factor loading, atau
besar korelasi antara satu variabel dengan faktor 1, faktor 2, dan faktor 3. Untuk
mengetahui suatu variabel masuk atau tidak pada suatu faktor dapat diketahui dari
besarnya nilai korelasi variabel. Nilai yang paling besar menentukan variabel yang
dapat masuk ke suatu faktor dengan mengabaikan tanda positif dan negatif.
Berdasarkan hasil perhitungan matrik komponen tersebut, maka variabel-
variabel uji dapat dikelompokkan mejadi tiga faktor seperti dapat dilihat pabel di
bawah ini, yang juga mencakup nilai factor loading tiap variabel.
Tabel 4.12 Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor Sebelum Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Penghasilan 0,882
Usia 0,815 Pendidikan -0,776 Pekerjaan -0,871 Pola pemikiran pemilik lahan 0,786 Biaya produksi 0,600
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
2 Luas lahan 0,615 Penawaran tinggi dari pengusaha -0,562
3 Pajak lahan 0,687 Sumber : Analisis, 2010
Factor loading yang dihasilkan oleh tiap variabel memiliki angka
pembatas (out-off point). Angka pembatas factor loading adalah sebesar 0,55. Jika
terdapat factor loading di bawah angka pembatas ini, maka variabel tersebut tidak
dapat secara nyata dimasukkan ke dalam salah satu faktor sehingga perlu untuk
dilakukan rotasi faktor.
Dari tabel di atas, nilai factor loading beberapa variabel (dengan
mengabaikan tanda positif dan negatif) masih ada yang yang berada di bawah
angka pembatas (dapat juga dilihat di lampiran D tabel D.15), sehingga
selanjutnya perlu dilakukan proses rotasi faktor untuk menunjukkan suatu variabel
termasuk ke dalam faktor mana dengan lebih nyata. Hasil perhitungan rotasi
faktor didapatkan hasil akhir komponen-komponen yang termasuk dalam suatu
faktor berdasarkan besaran factor loading. Hal ini akan memperlihatkan distribusi
variabel yang lebih nyata dan jelas. Pembagian komponen variabel pada tiap
faktor berdasarkan analisis rotasi faktor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.13
Pembagian Komponen Variabel Penawaran yang Berpengaruh terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dari Sisi Penawaran pada Tiap Faktor
Berdasarkan Rotasi Faktor
Faktor Komponen Variabel Factor Loading 1 Pekerjaan -0,938
Usia 0,867 Pola pemikiran pemilik lahan 0,758 Pendidikan -0,707 Penghasilan 0,648
2 Luas lahan 0,883 Penawaran tinggi dari pengusaha -0,700 Biaya produksi 0,528
3 Pajak lahan 0,921 Sumber : Analisis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Nilai variabel setelah proses rotasi seluruhnya berada di atas angka
pembatas yang ditetapkan (0,55). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen
variabel setelah rotasi lebih dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor akibat
kesamaan ragam yang dimilikinya.
Proses selanjutnya adalah proses penamaan faktor berdasarkan variabel
yang terbentuk, yaitu :
· Faktor 1, yang terdiri dari variabel pekerjaan, usia, pola pemikiran
pemilik lahan, pendidikan, dan penghasilan dapat dinamakan faktor
internal pemilik lahan pertanian
· Faktor 2, terdiri dari luas lahan, biaya produksi, dan penawaran yang
tinggi dari para pengusaha, dapat dinamakan faktor pertimbangan
ekonomis
· Faktor 3, terdiri dari pajak lahan dinamakan faktor intervensi pemerintah.
Fator-faktor yang terbentuk ini berfungsi untuk melihat sejauh mana
pertimbangan pemilik lahan pertanian (preferensi penjualan lahan pertanian)
berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan industri di zona industri Palur
dari sisi penawaran.
4.3.4 Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Penawaran yang
Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi
Industri di Zona Industri Palur
Faktor-faktor penawaran yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan pada dasarnya meliputi dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal.
Aspek internal ini meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan pola
pemikiran masyarakat yang berkembang tentang pekerjaan. Sedangan aspek
eksternal meliputi luas lahan, biaya produksi, pajak lahan, dan penawaran yang
tinggi dari pengusaha.
Berdasarkan hasil analisis faktor, variabel-variabel tersebut
dikelompokkan menjadi tiga faktor. Faktor yang pertama yaitu faktor internal
pemilik lahan pertanian yang meliputi pekerjaan, usia, pola pemikiran pemillik
lahan pertanian, pendidikan dan penghasilan. Faktor kedua adalah faktor
pertimbangan ekonomis yang meliputi luas lahan, biaya produksi, dan penawaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
yang tinggi dari pengusaha. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu faktor intervensi
pemerintah yang meliputi pajak lahan.
Seperti halnya pada faktor-faktor permintaan, setiap faktor terbentuk oleh
variabel-variabel yang memiliki kesamaan karakteristik yang terkait satu sama
lain. Keterkaitan antar variabel dapat dilihat dari tingkatan nilai factor loading
hasil dari rotasi faktor yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut ini akan
dijelaskan keterkaitan variabel untuk setiap faktor yang terbentuk.
4.3.4.1 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian
Dari tabel 4.13, terlihat bahwa pekerjaan, usia, pola pemikiran pemilik
lahan, pendidikan, dan penghasilan memiliki katerkaitan yang erat dalam
membentuk faktor internal pemilik lahan pertanian.
Berbicara mengenai pekerjaan tidak bisa dilepaskan dari latarbelakang
pendidikannya. Mereka yang berpendidikan tinggi umumnya berkeja pada posisi
atau jabatan yang lebih tinggi pula. Konsekuensi selanjutnya adalah mereka
menuntut penghasilan yang tinggi juga. Sehingga dalam hal ini, pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan memang saling terkait.
Mereka yang berpendidikan tinggi dan berusia muda umumnya lebih
berfikir maju dan terbuka mengenai pekerjaan. Umumnya mereka yang berusia
muda dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak mau bekerja sebagai petani dan
berniat alih pekerjaan ke sektor industri. Ternyata dalam hal ini, usia dan
pendidikan berkaitan dengan pembentukan pola pikir petani dalam menjual lahan
pertanian mereka kepada pengusaha.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.12 Keterkaitan Faktor Internal Pemilik Lahan Pertanian
Pendidikan Penghasilan
Pola pikir
Pekerjaan
Usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Usia dan pendidikan berkaitan erat dengan pembentukan pola pemikiran
dalam pertimbangan keputusan penjualan lahan. Berdasarkan keterangan yang
diperoleh dari responden melalui tanya jawab, responden tersebut menjual lahan
pertanian mereka pada saat usia mereka masih muda yaitu kisaran usia 30-40
tahun dan rata-rata tingkat pendidikan responden adalah tamatan SMP. Dalam hal
ini, mereka yang berusia muda cenderung lebih berfikiran terbuka dan maju
daripada usia tua yang cenderung konservatif.
Pekerjaan sebagai petani umumnya mendapatkan penghasilan tergantung
dari hasil panen. Padahal hasil panen juga tidak pasti karena faktor-faktor alam
yang sering membuat hasil panen tidak tentu. Setelah pemilik lahan menjual
tanahnya untuk kepentingan industri, mereka mendapatkan keuntungan dari
penjualan tanah serta mendapatkan keuntungan lain yaitu mendapatkan
kesempatan kerja sebagai buruh pabrik yang dapat memberikan penghasilan lebih
besar daripada bertani. Dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 30 responden,
sekitar 70% menyatakan bahwa pendapatannya meningkat setelah menjual
lahannya kepada pengusaha (dapat dilihat di rekapan hasil kuisioner). Beberapa
dari responden memberikan keterangan bahwa sebagian dari hasil penjualan lahan
mereka, mereka investasikan kembali ke dalam bentuk sawah/ lahan pertanian
dengan cara membeli tanah/ sawah di tempat lain. Mereka yang dulunya
berkesempatan bekerja sebagai buruh pabrik dan masih memiliki tanah sawah
kembali lagi menggarap sawah setelah usia bertambah dan tenaga berkurang serta
tidak lagi bekerja di pabrik.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.13
Tingkat Usia Responden Pemilik Lahan Pertanian di Zona Industri Palur
811
9
2
0
5
10
15
31-40 41-50 51-60 >60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
4.3.4.2 Keterkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis
Didalam faktor pertimbangan ekonomis terdapat keterkaitan luas lahan,
biaya produksi, dan penawaran yang tinggi dari pengusaha. Bagi pemilik lahan
pertanian yang memiliki lahan luas kemungkinan besar antara keuntungan yang
didapatkan lebih besar daripada biaya produksi yang dikeluarkan. Namun berbeda
sebaliknya dengan kondisi bagi pemilik lahan pertanian yang tidak luas.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.14
Luas Lahan Pertanian Responden Sebelum Dijual Kepada Pengusaha
Dari gambar 4.14 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pemilik lahan
pertanian yang memiliki lahan di atas satu hektar sangat sedikit dan yang paling
banyak menjual lahan pertaniannya adalah meraka yang memiliki lahan di kurang
dari satu kektar. Hal ini dapat diperjelas dari hasil rekapitulasi kuisioner bahwa
biaya produksi ikut menjadi salah satu pertimbangan penjualan lahan pertanian.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.15
Pengaruh Biaya Produksi terhadap Pertimbangan Penjualan Lahan Pertanian
26
3 10
10
20
30
100-1.000 m2 1.001-10.000 m2 >10.000 m2
25
5
0
10
20
30
ya tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Kondisi ini kemudian didukung dengan adanya penawaran yang tinggi
dari penguasaha kepada pemilik lahan pertanian agar mereka berkenan menjual
lahan pertanian mereka. Selain penawaran harga yang tinggi, kesempatan agar
dapat bekerja di sektor pabrik juga ditawarkan oleh pengusaha kepada pemilik
lahan pertanian.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.16
Pengaruh Penawaran Pengusaha terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.17
Katerkaitan Faktor Pertimbangan Ekonomis
4.3.4.3 Keterkaitan Faktor Intervensi Pemerintah
Faktor intervensi pemerintah berkaitan dengan kepemilikan lahan adalah
pajak lahan atau yang lebih kita kenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ini berdasarkan kelas-kelas luas tanah yang
telah ditetapkan dan bangunan dimana semakin luas tanahnya maka pajak yang
dikenakan juga semakin tinggi.
Berdasarkan hasil kuisioner, motivasi responden dalam penjualan
lahannya akibat pajak lahan yang dikenakan berkorelasi positif, yang berarti
27
3
0
10
20
30
ya tidak
Luas lahan Biaya produksi
Penawaran yang tinggi dari pengusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
dengan adanya pajak lahan bagi sebagian besar responden menjadi pemicu dalam
penjualan lahannya kepada pengusaha.
Sumber : Analisis, 2010
Gambar 4.18
Pengaruh Pajak Lahan terhadap Motivasi Penjualan Lahan Pertanian
4.4 Faktor-Faktor Penentu yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona
Industri Palur
Perkembangan aktivitas industri dan investasi wilayah perkotaan
Surakarta ke zona industri Palur membutuhkan lahan untuk mewadahi
aktivitasnya. Kebutuhan terhadap lahan industri tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang merupakan preferensi lokasi industri oleh pengusaha.
Berdasarkan analisis-analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui
bahwa faktor-faktor preferensi pengusaha itu antara lain faktor input proses
produksi dengan bobot faktor 0,917 (yang berarti bahwa faktor input proses
produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar 91,7%), faktor
penunjang proses produksi dengan bobot 0,812 (yang berarti bahwa faktor
penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar
81,2%), dan faktor eksternal proses produksi dengan bobot 0,717 (yang berarti
bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan
lahan sebesar 71,7%). Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.7, tabel 4.10. Variabel-variabel
terpilih untuk sisi permintaan (sisi preferensi pengusaha tentang lokasi industri)
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Apple, Harding, Smith, Sofyan
27
3
0
10
20
30
ya tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Assauri dan Kartasapoetra yang diadaptasi dari Iskandar, 1998 yang dapat dilihat
pada tabel 2.2 atau sub bab 2.3.2. Variabel-variabel terpilih tersebut pada dasarnya
merupakan elemen-elemen dari tiga bagian utama sistem proses produksi yang
pasti dilakukan dalam aktivitas industri, yaitu input, proses dan output.
Pengolahan dengan analisis faktor dilakukan secara terpisah sesuai dengan hasil
pengelompokan tersebut.
Semua faktor memliki keterkaitan yang sangat erat karena ketiga faktor
merupakan faktor-faktor utama proses kegiatan/ aktivitas industri yang sangat
vital bagi eksistensi industri. Kebutuhan terhadap lahan industri ini didukung oleh
kemampuan industri dalam memperoleh lokasi lahan yang ditunjukkan dengan
besarnya modal yang dimiliki, yaitu rata-rata lebih dari 20 juta rupiah. Selain itu,
penduduk di zona industri Palur yang bekerja sebagai buruh industri di zona
industri tersebut sebesar 45,73% dari keseluruhan penduduk yang bekerja,
sedangkan sumbangan PDRB yang diberikan oleh keberadaan industri sebesar
52,08%. Faktor preferensi lokasi industri ini mewakili faktor dari sisi demand
dalam keterkaitan sistem yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur.
Disisi lain pengaruh karakteristik penawaran yang meliputi keterkaitan
antara sistem pengembangan dan sistem lingkungan menjadi pendorong
berubahnya penggunaan lahan. Sistem pengembangan berupa arahan
pengembangan industri yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Karanganyar,
RTRK Palur, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, dan SK Gubernur Jawa Tengah serta
motivasi penjualan lahan oleh pemilik lahan pertanian. Faktor-faktor motivasi
penjualan lahan oleh pemilik lahan pertanian ini meliputi faktor internal pemillik
lahan pertanian dengan bobot faktor 0,783 (yang berarti bahwa faktor internal
pemilik lahan pertanian mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan sebesar
78,3%), faktor pertimbangan ekonomis dengan bobot 0,703 (yang berarti bahwa
faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan pernggunaan lahan
sebesar 70,3%), dan faktor intervensi pemerintah dengan bobot 0,921 (yang
berarti bahwa faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan
pernggunaan lahan sebesar 92,1%). Adapun sejumlah variabel yang membentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13. Variabel-variabel terpilih
untuk sisi penawaran (sisi preferensi pemilik lahan pertanian) sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Mather,1986 dan Gasson,1973 dalam Healey dan Ilbery,
1990 : 190-192 yang dapat dilihat pada tabel 2.3 atau sub bab 2.3.3. Ketiga faktor
ini mempengaruhi pola pemikiran pemilik lahan dalam menjual lahannya. Dengan
tanpa mengelompokkan variabel terpilih terlebih dahulu, telah didapatkan hasil
pengelompokan yang telah sesuai berdasarkan kesamaan karakteristik antara
variabel terpilih.
Perubahan penggunaan lahan muncul sebagai akibat dari interaksi antara
permintaan dan penawaran lahan. Dengan mengetahui faktor-faktor permintaan
dan penawaran lahan di zona industri Palur diharapkan dapat memberikan usulan
pengembangan zona industri Palur khususnya pengembangan aktivitas industri.
Untuk mengetahui lebih jelas proses beserta keterkaitan perubahan penggunaan
lahan di zona industri Palur dapat dilihat pada gambar 4.19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Penyebab perubahan penggunaan lahan Usulan pengembangan
Karakteristik penawaran lahan
Sistem pengembangan · RTRW Kabupaten
Karanganyar (Review 2006)
· RTRK zona Palur 1991-2001
· RUTRK-RDTRK IKK Jaten
· SK Gubernur Jawa Tengah · Motivasi penjualan lahan
oleh pemilik lahan pertanian
· Perubahan penggunaan lahan, luas lahan pertanian menyusut 126,596 Ha dan luas lahan industri bertambah 54,6 Ha
· Harga lahan dari tahun 1991 sampai tahun 2010 terus meningkat (lihat tabel 3.8)
Sumber : Analisis 2010
Gambar 4.19 Keterkaitan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan
Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri di Zona Industri Palur
Faktor input proses produksi · Modal · Lokasi bahan baku · Harga bahan · Jumlah tenaga kerja · Tk. Pendidikan tenaga kerja
Faktor penunjang faktor produksi · Fisik lahan · Ketersediaan air · Sarana dan prasarana · Aksesibilitas · Harga lahan · Iklim · Sumber energi
Faktor eksternal · Kedekatan dengan CBD · Intervensi pemerintah · Sikap penerimaan masyarakat · Stabilitas keamanan · Sosialisasi RTRK · Jangkauan pasar
Sistem aktivitas industri
Kemampuan industri · Modal > 20 juta rupiah · Menyerap tenaga kerja 45,73%
dari keseluruhan penduduk yang bekerja
· Sumbangan PDRB dari sektor industri sebesar 52,08%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
BAB 5
PENUTUP
5.4 Kesimpulan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi lahan industri yang telah dilakukan memberikan penjelasan
bagaimana pengaruh permintaan aktivitas industri terhadap lahan dan penawaran
lahan dari pemilik lahan pertanian. Beberapa temuan studi yang berkaitan dengan
fenomena perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri yang terjadi di
zona industri Palur adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan aktivitas perkotaan
Pertumbuhan kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan dalam
kawasan strategis SuBoSuka mengakibatkan terjadinya perkembangan
aktivitas kota ke daerah-daerah di sekitarnya, termasuk ke zona industri Palur,
Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar yang lokasinya berbatasan dengan
kota Surakarta. Akibat selanjutnya adalah terjadi perubahan baik secara fisik
maupun non-fisik. Perubahan secara fisik tersebut dapat terlihat dari
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian yang salah
satunya adalah untuk penggunaan lahan industri. Luas lahan pertanian selama
kurang lebih dua puluh tahun mengalami penyusutan sebesar 126,596 Ha, dan
disisi lain luas lahan industri mengalami peningkatan sebesar 54,6 Ha.
Perubahan luas lahan pertanian di zona industri Palur memang tidak
seluruhnya beralih fungsi menjadi lahan industri, namun juga beralih untuk
guna lahan perumahan, perdagangan, dan jasa. Meskipun demikian, alih
fungsi lahan dari penggunaan pertanian menjadi industri tetap menjadi fokus
penelitian karena ada indikasi penyimpangan dari peraturan yang telah
ditetapkan.
Perubahan luas lahan ini menunjukkan bahwa permintaan aktivitas
industri di zona industri Palur lebih tinggi dari permintaan aktivitas pertanian.
Salah satu temuan studi dari analisis perubahan penggunaan lahan lahan
adalah besarnya luas lahan untuk aktivitas industri yang tidak sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
arahan, salah satunya adalah arahan dalam RTRK Palur. Dalam kasus ini telah
terjadi peyimpangan luas dan lokasi industri dari yang telah ditetapkan dalam
RTRK Palur.
Jika mengacu pada teori Losch dan Weber, lokasi industri di zona
industri Palur dirasa oleh industri dapat memberikan keuntungan karena
lokasinya yang strategis. Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak
industri yang menginginkan berlokasi di zona industri Palur. Karena di zona
industri Palur sebagai daerah pinggiran masih terdapat cukup luas lahan non
terbangun (persawahan), maka alih fungsi lahan dari pertanian menjadi
industri untuk mendukung permintaan yang ada tidak dapat dihindarkan. Hal
ini sesuai dengan yang disebutkan Koestoer dalam Iskandar (1997:3-4), hall
(1996:241-242, dan Bachriadi (1997:2).
Sedangkan perubahan non-fisiknya terlihat dari lifestile/ gaya hidup
dan karakteristik kegiatan masyarakat di zona industri Palur yang menjadi
kekotaan, salah satunya terlihat dari mata pencaharian masyarakat di zona
industri Palur yang bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri dan
besarnya PDRB yang didapatkan dari sektor industri lebih besar dari sektor
pertanian. Masyarakat yang bekerja di sektor industri adalah sebanyak 6736
jiwa, dan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 2430 jiwa.
Sumbangan PDRB dari sektor industri (ADHB) adalah 52,08 %, sedangkan
sumbangan PDRB dari sektor pertanian (ADHB) 20,08%.
2. Proses perkembangan aktivitas industri dan perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi industri
Adapun dalam proses perubahannya, terjadi pertemuan antara demand
dan supply dimana dari sisi demand, preferensi pengusaha dalam berlokasi
industri memerlukan lahan untuk membangun pabrik dan dari sisi supply,
preferensi pemilik lahan pertanian dalam penjualan lahannya mengakibatkan
terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri. Terkait
dengan konsep yang dikemukakan oleh Chapin, dapat diterangkan bahwa
sistem aktivitas kota diwakili oleh sisi demand, sistem lingkungan dan
pengembangan lahan diwakili oleh sisi supply.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
DEMAND
Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri : · Luas lahan industri
bertambah 54,6 ha · Luas lahan pertanian
menurun 126,596 ha
Faktor input proses produksi · Modal · Lokasi bahan baku · Harga bahan baku · Jumlah tenaga kerja · Tk. Pendidikan tenaga kerja
Faktor penunjang faktor produksi
· Fisik lahan · Ketersediaan air · Sarana dan prasarana · Aksesibilitas · Harga lahan · Iklim · Sumber energi
Faktor eksternal · Kedekatan dengan CBD · Intervensi pemerintah · Sikap penerimaan
masyarakat · Stabilitas keamanan · Sosialisasi RTRK · Jangkauan pasar
Kebijakan pemerintah : RTRK Palur, RTRW Kabupaten Karanganyar, RUTRK-RDTRK IKK Jaten, SK Gubernur
SUPPLY · Penghasilan · Luas lahan · Usia · Pendidikan · Pekerjaan · Pajaklahan · Pola pemikiran pemilik lahan · Biaya produksi · Penawaran tinggi daripengusaha
Perkembangan aktivitas industri : · Penduduk yang bekerja di sektor
industri 6736 orang · Penduduk yang bekerja di sektor
pertanian 2430 orang · PDRB dari sektor industri
(ADHB) 52,08 % · PDRB dari sektor pertanian
(ADHB) 20,08%
Motivasi penjual lahan pertanian untuk mendukung aktivitas industri
Kebutuhan lahan untuk pembangunan industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri di zona industri Palur
· Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri dari sisi permintaan, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor input proses produksi, dengan bobot 0,917 yang berarti bahwa
faktor input proses produksi mempengaruhi perubahan pernggunaan
lahan sebesar 91,7%.
b. Faktor penunjang proses produksi, dengan bobot 0,812 yang berarti
bahwa faktor penunjang proses produksi mempengaruhi perubahan
pernggunaan lahan sebesar 81,2%.
c. Faktor eksternal proses produksi, dengan bobot 0,717 yang berarti
bahwa faktor eksternal proses produksi mempengaruhi perubahan
pernggunaan lahan sebesar 71,7%.
Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.7, tabel 4.10. Variabel-variabel terpilih untuk
sisi permintaan (sisi preferensi pengusaha tentang lokasi industri) ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Apple, Harding, Smith, Sofyan
Assauri dan Kartasapoetra yang diadaptasi dari Iskandar, 1998 yang dapat
dilihat pada tabel 2.2 atau sub bab 2.3.2.
Variabel-variabel terpilih tersebut pada dasarnya merupakan elemen-elemen
dari tiga bagian utama sistem proses produksi yang pasti dilakukan dalam
aktivitas industri, yaitu input, proses dan output. Pengolahan dengan analisis
faktor dilakukan secara terpisah sesuai dengan hasil pengelompokan tersebut.
· Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan industri dari sisi penawaran, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor internal pemilik lahan, dengan bobot 0,783 yang berarti
bahwa faktor internal pemilik lahan pertanian mempengaruhi
perubahan pernggunaan lahan sebesar 78,3%.
b. Faktor pertimbangan ekonomis, dengan bobot 0,703 yang berarti
bahwa faktor pertimbangan ekonomis mempengaruhi perubahan
pernggunaan lahan sebesar 70,3%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
c. Faktor intervensi pemerintah, dengan bobot 0,92 yang berarti bahwa
faktor intervensi pemerintah mempengaruhi perubahan pernggunaan
lahan sebesar 92,1%.
Adapun sejumlah variabel yang membentuk ketiga faktor tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.13. Variabel-variabel terpilih untuk sisi penawaran (sisi
preferensi pemilik lahan pertanian) ini mengacu pada teori yang dikemukakan
oleh Mather,1986 dan Gasson,1973 dalam Healey dan Ilbery, 1990 : 190-192
yang dapat dilihat pada tabel 2.3 atau sub bab 2.3.3.
Ketiga faktor ini mempengaruhi pola pemikiran pemilik lahan dalam menjual
lahannya. Dengan tanpa mengelompokkan variabel terpilih terlebih dahulu,
telah didapatkan hasil pengelompokan yang telah sesuai berdasarkan
kesamaan karakteristik antara variabel terpilih.
5.5 Kelemahan Studi
Studi yang telah dilakukan ini memiliki keterbatasan dan kelemahan, yaitu :
1. Jumlah sampel responden pengusaha tidak dibedakan berdasarkan jenis
industrinya (dianggap homogen) dan sampel yang diambil tidak
berdasarkan unit per desa mengingat sebaran industri per desa tidak sama.
2. Data mengenai pemilik lahan pertanian yang pernah menjual lahannya
untuk kepentingan industri sangat terbatas, sehingga pengambilan sampel
pemilik lahan pertanian dalam studi ini hanya terbatas pada standar
minimal distribusi normal yaitu sebanyak 30 responden. Dalam studi ini
ciri-ciri dari populasi dianggap homogen, yaitu responden pemilik lahan
pertanian yang hanyamenjual lahnnya untuk kepentingan industri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
5.6 Rekomendasi
5.6.1 Rekomendasi Bagi Rencana Guna Lahan
Dilihat dari faktor penyebab perubahan, terjadinya perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri di zona industri Palur
disebabkan pengaruh aktivitas industri yang berorientasi pada keuntungan
ekonomi, yaitu mencari lokasi yang paling menguntungkan bagi usahanya.
Permintaan yang tinggi terhadap lahan industri di zona industri Palur
menunjukkan besarnya investasi industri ke zona tersebut. Besarnya investasi
industri yang masuk ini hendaknya telah diantisipasi dengan penyediaan lahan
yang sesuai dengan kriteria lokasi industri. Berkaitan dengan fenomena perubahan
penggunaan lahan di zona industri Palur, berdasarkan temuan studi yang
dihasilkan dari penelitian ini, maka dapat dirumuskan beberapa masukan atau
rekomendasi untuk kesempurnaan produk rencana pengguna lahan dimasa
mendatang, yaitu:
1. Pengendalian perubahan pengguna lahan
Pada lokasi studi, dimungkinkan untuk tetap konsisten terhadap RTRK Palur
1991-2001. Untuk mempertahankan lahan pertanian produktif di zona industri
Palur, perkembangan industri baru diarahkan ke kawasan industri
Gondangrejo yang tentunya juga ditunjang dengan fasilitas berupa
infrastruktur dan masterplan nya sehingga kawasan industri yang baru dapat
mengakomodasi segala kepentingan industri. Industri yang telah ada dan telah
dibatasi sesuai peraturan yang telah ditetapkan, perkembangannya harus
berwawasan lingkungan. Selanjutnya diperlukan RTRK Palur yang baru untuk
memperbaharui RTRK yang lama. Di dalam penyusunan RTRK yang baru
diharapkan dapat mengevaluasi gejala perubahan penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan kondisi eksisting, sehingga apabila terrjadi perubahan
yang cenderung menyimpang akan segera diantisipasi.
2. Pengendalian penyebab perubahan penggunaan lahan
Penyebab perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor yang telah
dijelaskan sebelumnya memberi penjelasan bahwa permintaan yang besar
terhadap lahan menunjukkan adanya potensi besar yang dimiliki zona industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Palur, sehingga menjadi daya tarik bagi pengusaha industri untuk mendirikan
pabriknya di lokasi tersebut. Permintaan lahan yang besar tersebut
menyebabkan terjadinya penawaran lahan oleh pemilik lahan pertanian
sehingga perubahan penggunaan lahan pun terjadi. Hal tersebut sulit dicegah,
namun dapat diarahkan dengan melaksanakan sosialisasi terhadap peraturan,
program, dan kebijakan dengan melibatkan pihak swasta dan pemilik lahan
pertanian secara efektif.
3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk mengarahkan dan
lebih jauh lagi menentukan penggunaan lahan harus diatur oleh suatu
ketentuan dan standar yang jelas sehingga tidak dapat dioperasikan seenaknya
berdasarkan keinginan/ kebutuhan sesaat, serta harus secara benar diarahkan
pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
4. Selain itu juga diperlukan kebijakan terkait sektor pertanian, dimana
pemerintah perlu merangsang sektor pertanian agar dapat lebih maju, salah
satunya dengan menstabilkan harga produk pertanian.
5.6.2 Rekomendasi Bagi Studi Lanjutan
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dilakukan studi-studi lanjutan
berkenaan dengan materi studi.
1. Studi evaluasi RTRK Palur, studi ini bertujuan untuk mengetahui rencana arah
perkembangan Palur yang disesuaikan dengan perkembangan zona industri
Palur di lapangan.
2. Studi analisis perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan industri
dengan lingkup wilayah studi yang lebih luas, misalnya Kabupaten
Karanganyar atau wilayah perkotaan Surakarta.
3. Studi analisis perbandingan lokasi industri potensial di Kabupaten
Karanganyar.
4. Studi dampak perkembangan industri di zona industri Palur terhadap
perkembangan Kabupaten Karanganyar, baik dari segi fisik maupun non-fisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Buku Terbitan :
Bachriadi, Dianto et al. 1997. Restorasi Agraria. Jakarta: Lembaga Penelitian FE
UI.
Catanese, Anthony. J, James C. Snyder. 1989. Pengantar Perencanaan Kota.
Terjemahan Susongko. Jakarta: Erlangga.
Chapin Jr. F Stuart and Edward J. Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning.
Third Edition. Chicago: University of Illinoise Press.
Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Kamus Tata Ruang.
Jakarta: JAP
Djojodipuro, Marsudi. 1990. Teori Lokasi. Jakarta: FE UI.
Hall, Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966: Sebuah Studi
Krisis dan Komprehensif. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Harvey, Jack. 1992. Urban Land Economics. Third Edition. London: Macmillan.
Kachigan, Sam Kash. 1986. Statistical Analysis. New York: Radius Press.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Cv.
Mandar Maju.
Michael, J. Healey and Brian, W. Ilbery. 1990. Location and Change
Perspectives on Economic Geography. New York: Oxford University
press.
Lichfield, Nathaniel; Darin-Drabkin, Haim. 1980. Land Policy in Planning.
London: George Allen and Unwin.
Reksohadiprojo, Pradono Sukanto. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Energi. Yogyakarta: BPFE.
Santoso, Djoko. 2003. Manajemen Industri. Surakarta: Lab BKK UNS
Pendidikan Administrasi Perkantoran FKIP UNS.
Singarimbun, Effendi. 1999. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Smith, David M. 1981. Industrial Location. New York. John Willey and Sons
Ltd.
Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi
Aksara
Buku Data dan Laporan :
Daftar Perusahaan Menengah dan Besar Di Kabupaten Karanganyar. Dinas
Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi Kabupaten Karanganyar,
2009.
Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Karanganyar,
2009.
Mantri Statistik Kecamatan Jaten. Monogarfi Kecamatan Jaten 2009. Kantor
Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, 2009.
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar
1996-2006. Bappeda Kabupaten Karanganyar, 2006.
Rekapitulasi Ijin Lokasi Kabupaten Karanganyar 1990-2008. BPN Kabupaten
Karanganyar, 2008.
Rencana Tata Ruang Kawasan Palur 1991-2001. Bappeda Kabupaten
karanganyar, 1991.
Hasil penelitian :
Harjanti, Astriana. 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Perubahan
Penggunaan Lahan Permukiman Menjadi Komersial di Kawasan
Kemang. Kolokium. Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Iskandar, Benny. 1997. Preferensi Industri manufaktur di Kota Semarang dan
Surabaya Terhadap Kriteria Lokasi Industri. Tugas Akhir. Program
Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Maulana, David Alvian. 1999. Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Non Pertanian di Kotamadya Madiun tahun 1986 sampai
dengan tahun 1996. Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Napitulu, Tetti. 1999. Pengaruh Pembangunan Kota Baru Terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Jabotabek. Kolokium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Program Studi Teknik Planologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional,
Yogyakarta.
Nurlambang, Triarko. 2001. Pendekatan Tinjauan Sosial Ekonomi Dalam
Kajian Kerusakan Lahan/Tanah.
http: /www.bk.or.id/artikel.php?op=versi cetak&artid=4.
Orleanti, Dwi. 2000. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konversi lahan Pertanian (Sawah) Menjadi Lahan Perkotaan (Studi
Kasus Semarang). Kolokium. Program Studi Teknik Planologi Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Wijaya, Holi Bina. 1999. Improvement of Land Use Planning by Land Market
Analysis on Land bid Rent Model. Tesis. Urban Management Centre,
Rotterdam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : ISNAENI MURTI NUR WENI
2. NIM : I0606027
3. Tempat/ Tanggal Lahir : Sukoharjo, 29 Agustus 1987
4. Alamat : Dukuh Rt. 04 Rw. 02 Dukuh Mojolaban Sukoharjo
5. Pendidikan :
a. SD Negeri Dukuh 01 Mojolaban (Tahun 1994-200)
b. SLTP Negeri 02 Mojolaban (Tahun 2000-2003)
c. SMU WARGA Surakarta (Tahun 2003-2006)
d. S1 pada Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta (Tahun 2006-2010)
6. Pengalaman Kegiatan:
a. Peserta dalam Seminar Nasional “Peran Sektor Transportasi dalam
Pertumbuhan Ekonomi” yang deselenggarakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret di
Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 20 September 2006
b. Peserta dalam Seminar Nasional “Solo Long-lived Heritage 77 tahun
Pasar Gede in Memorian of Herman Thomas Karsten” yang
diselenggarakan oleh Solo Heritage Community Surakarta tanggal 13
Januari 2007
c. Peserta dalam Kegiatan “Pelatihan Sistem Informasi Geografi Tingkat
Dasar Angkatan VI” yang diselenggarakan oleh Program Studi
Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 29 Januari s.d. 03
Februari 2007.
d. Peserta pada Seminar Nasional “Transit City Development” yang
diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Planologi Universitas
Diponegoro di Universitas Diponegoro Semarang tanggal 17 Maret
2007.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Peserta dalam Kuliah tamu “Peran Ilmu Perencanaan Wilayah dan
Kota dalam Pambangunan Nasional dan Daerah” yang
diselenggarakan oleh Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
tanggal 2 Juni 2007.
f. Peserta dalam Kegiatan “Pelatihan Pendampingan Pengenalan
Masalah dan Rencana Tindak Desa” yang diselenggarakan oleh
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta di Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 13 Oktober 2008.
g. Peserta dalam Kegiatan “Stadium General Prospect of Engineering’s
World in The Future" yang diselenggarakan oleh Forum Eksekutif
Mahasiswa Teknik Jateng-DIY bekerjasama dengan Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
tanggal 19 Desember 2008.
h. Fasilitator dalam Kegiatan “Pendampingan Pengenalan Masalah dan
Rencana Tindak Desa” yang diselenggarakan oleh Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta di Lingkungan Sentul Kelurahan
Delingan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar tanggal 24
Januari 2009.
i. Peserta Praktik Profesi pada proyek “Penyusunan Peraturan Zonasi
Sebagian Kawasan (Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) di Sebagian
Wilayah Perkotaan Yogyakarta Tahun 2010-2029” yang
diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) di PT.
Titimatratujutama Yogyakarta tanggal 27 Juli s.d. 27 Oktober 2009.
j. Peserta dalam Studi Ekskursi/Kuliah Kerja Lapangan Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sebelas Maret Surakarta
ke Singapura tanggal 9-12 November 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Lembar kuisioner ini disusun dan dibuat untuk kepentingan penelitian Mata Kuliah Tugas Akhir mahasiswa S1 Reguler Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta.
BAGIAN I : IDENTITAS RESPONDEN
1.1. Nama pengisi data : .................................................................................. 1.2. Jabatan pengisi data : .................................................................................. 1.3. Nama Perusahaan : .................................................................................. 1.4. Alamat : .................................................................................. 1.5. Jumlah Tenaga kerja : ........................................................................ orang 1.6. Perusahaan/ pabrik di lokasi saat ini, berdiri tahun ....... dan berproduksi sejak
tahun ....... 1.7. Produksi perusahaan industri ini:
a. Produksi utama : .................................................................................. b. Produksi lain : (bila lebih dari satu jenis, tuliskan mulai dari
produksi terbesar). ........................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................
BAGIAN II : FAKTOR-FAKTOR LOKASI INDUSTRI
2.1. Seberapa penting faktor-faktor dalam pertimbangan penentuan lokasi perusahaan/pabrik anda? (berilah tanda √ pada kolom SP apabila menurut anda sangat penting, P untuk pertimbangan penting, dan TP untuk pertimbangan tidak penting/tidak mempengaruhi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Faktor-Faktor Lokasi Secara Umum
No Faktor Lokasi SP P TP Kenyataan lapangan
di lokasi pabrik 1 Kedekatan lokasi bahan
baku dengan pabrik
2 Harga bahan baku yang murah
3 Kondisi fisik lingkungan terkait dengan jenis tanah, ketinggian tanah dan kemiringan tanah yang sesuai untuk lokasi pabrik
4 Iklim terkait dengan musim, temperatur dan curah hujan yang sesuai untuk lokasi pabrik
5 Kedekatan pabrik dengan sarana pendukung :
Perumahan
Bank
Fasilitas kesehatan
Fasilitas pengolahan limbah
Terminal
Pangkalan truk
6 Aksesibilitas/kelancaran arus pergerakan untuk melakukan faktor produksi
7 Harga lahan tempat industri/pabrik yang murah
8 Tingkat pendidikan dan upah tenaga kerja yang rendah dan murah
9 Kedekatan lokasi industri/pabrik dengan pusat kota
10 Intervensi pemerintah dalam melakukan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
industri/pabrik, misalnya dalam bentuk pembatasan-pembatasan tertentu
11 Sikap penerimaan masyarakat setempat yang baik terhadap keberadaan dan aktivitas industri/pabrik
12 Stabilitas keamanan pabrik yang baik
13 Sosialisasi RTRK
b. Faktor-Faktor Lokasi Terinci (lingkari jawaban anda)
1. Berapakah modal yang digunakan untuk memulai usaha ini? a. < 100 juta b. 100 – 500 juta c. > 500 juta
2. Darimanakah bahan baku diperoleh? a. Dalam kota b. Luar kota dalam provinsi c. Luar provinsi d. Luar pulau/luar negeri
3. Kemanakah produk/hasil produksi dipasarkan?
a. Dalam kota b. Luar kota dalam provinsi c. Luar provinsi d. Luar pulau/ luar negeri
4. Berapakah jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan/pabrik anda? a. 5 – 19 orang b. 20 – 99 orang c. > 100 orang
5. Apakah rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerjanya? a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi
6. Dari daerah manakah sebagian besar tenaga kerja perusahaan anda berasal? a. Sekitar lokasi pabrik yang termasuk ke dalam kawasan industri,
yaitu dari Desa Ngringo, Dagen, Sroyo, Jetis, Brujul. b. Luar kawasan industri namun masih dalam satu kota/kabupaten c. Luar kota/luar kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Luar provinsi 7. Darimanakah sumber tenaga/sumber energi diperoleh?
a. Pembangkit tenaga listrik (PLN) b. Pembangkit tenaga sendiri c. Gabungan
8. Apakah sejauh ini anda mengetahui adanya peraturan mengenai pembatasan lokasi dan aktivitas industri di kawasan industri Palur, misalnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/68651980 tanggal 5 Juni 1980 atau Rencana Tata Ruang Kawasan industri Palur? a. Ya b. tidak
Terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada kami, dan semoga kerjasama yang terjalin ini dapat berlangsung di masa mendatang.
Untuk menjaga hubungan kerjasama dan komitmen kerahasiaan data yang kami janjikan, maka kami mohon untuk dapat diberikan gambaran mengenai bagaimana saja yang sekiranya tidak boleh kami sebarluaskan informasinya, yaitu bagian : ....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Apabila dalam proses selanjutnya, dalam rangkaian studi ini kami memerlukan data tambahan, pihak yang dapat kami hubungi adalah :
Bapak/ibu : ..............................................................................................
Bagian : ..............................................................................................
Telepon/fax/email : ..............................................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Lembar kuisioner ini disusun dan dibuat untuk kepentingan penelitian Mata Kuliah Tugas Akhir mahasiswa S1 Reguler Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta.
BAGIAN I : IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ..............................................................................................
Usia : ..............................................................................................
Pekerjaan : ..............................................................................................
Pendidikan : ..............................................................................................
BAGIAN II
1. Tahun berapa anda membeli tanah? 2. Tahun berapa anda menjual tanah? 3. Berapa luas lahan yang anda miliki sebelum dijual? 4. Mengapa anda menjual lahan pertanian anda? (turunnya kebanggaan sebagai
petani, alih profesi/memilih pekerjaan lain, alasan lain) * 5. Berapa penghasilan yang anda dapat dari hasil pengolahan lahan anda
sebelum dijual? 6. Apakah penghasilan dari pengolahan lahan lebih besar daripada biaya
produksi/biaya mengolah lahan? (ya/tidak)* 7. Apakah anda mempunyai pemikiran bahwa anak/ penerus anda hendaknya
bekerja sebagai petani saja? (ya/tidak)*
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Apakah pajak tanah/ Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan kepada anda cukup memberatkan sehingga anda termotivasi untuk menjual lahan anda? (ya/tidak)*
9. Apakah harga yang ditawarkan oleh pembeli untuk lahan anda cukup tinggi sehingga anda tertarik untuk menjual lahan anda untuk kepentingan industri? (ya/tidak)*
10. Setelah anda menjual tanah, bagaimana pendapatan yang anda dapat? (meningkat/tidak)*
Keterangan :
*) coret yang tidak perlu
Terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah anda berikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LAMPIRAN A
FORM KUISIONER
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
REKAPITULASI HASIL KUISIONER PENGUSAHA INDUSTRI
Responden Luas Lahan
(m2)
Jumlah
Tenaga Kerja
Modal
(juta)
PT. Tunggak Waru Semi
8.650 75 450
PT. Lombok Gandaria 9.940 312 1.126
PT. Sridadi 10.000 30 420
PT. Sekar Nusa Kreasi Indonesia
2.120 800 4.000
PT. Agung Winyawan Sentosa Tekstil
10.000 850 357
PT. Tiga Pilar Sakti 9.000 360 400
PT. Restugas Aji 14.130 100 4.130
PT. Plastik Santosa 14.695 350 109
PT. Warih Sejahtera 11.198 354 220
PT. Top Asli 6.000 80 240
PT. Yosidoromo Cemerlang
11.086 70 300
PT. Haryanto Prasetyo 20.000 150 780
PT. Indatex 25.034 420 4.500
PT. Sarana Indoboga Pratama
1820 120 400
PT. Indo caly Plast 26.090 838 3200
PT. Inti Indah Dunia Plastindo
16.065 183 100
PT. Daya Delta Intertama
800 60 900
PT. Sariwarna Tekstil 13.361 750 5250
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PT. Plastik Matahari 10.315 200 1.200
PT. Sumber Bengawan Palsindo
3.765 260 2.500
PT. Sinar Agung Selalu Sukses
10.000 60 900
PT. Javabag 10.000 80 900
c. Faktor-Faktor Lokasi Secara Umum
Faktor Lokasi Frekuensi
Total SP P TP
Kedekatan lokasi bahan baku dengan pabrik 26 12 3 41
Harga bahan baku yang murah 27 14 0 41
Kondisi fisik lingkungan terkait dengan jenis tanah, ketinggian tanah dan kemiringan tanah yang sesuai untuk lokasi pabrik
22 13 6 41
Iklim terkait dengan musim, temperatur dan curah hujan yang sesuai untuk lokasi pabrik
1 1 39 41
Kedekatan pabrik dengan sarana pendukung : perumahan 37 3 1 41
Bank 37 4 0 41
fasilitas kesehatan 37 4 0 41
fasilitas pengolahan limbah 36 3 2 41
terminal 32 4 3 41
pangkalan truk 30 6 5 41
Aksesibilitas/kelancaran arus pergerakan untuk melakukan faktor produksi
34 7 0 41
Harga lahan tempat industri/ pabrik yang murah
27 14 0 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tingkat pendidikan dan upah tenaga kerja yang rendah dan murah
37 4 0 41
Kedekatan lokasi industri/ pabrik dengan pusat kota
35 6 0 41
Intervensi pemerintah dalam melakukan aktivitas industri/pabrik, misalnya dalam bentuk pembatasan-pembatasan tertentu
16 21 4 41
Sikap penerimaan masyarakat setempat yang baik terhadap keberadaan dan aktivitas industri/pabrik
28 13 0 41
Stabilitas keamanan pabrik yang baik 32 9 0 41
d. Faktor-Faktor Lokasi Terinci
9. Berapakah modal yang digunakan untuk memulai usaha ini? d. < 100 juta (0) e. 100 – 500 juta (15) f. > 500 juta (26)
10. Darimanakah bahan baku diperoleh? a. Dalam kota (9) b. Dalam kota dan luar kota dalam provinsi (18) c. Dalam kota dan luar provinsi (7) d. Luar pulau/luar negeri (7)
11. Kemanakah sebagian besar produk/ hasil produksi dipasarkan? e. Dalam kota (13) f. Dalam kota dan luar kota dalam provinsi (16) g. Dalam kota dan luar provinsi (10) h. Luar pulau/luar negeri (2)
12. Berapakah jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan/pabrik anda? d. 5 – 19 orang (0) e. 20 – 99 orang (9) f. > 100 orang (32)
13. Apakah rata-rata tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerjanya? e. SD (0) f. SLTP (15) g. SLTA (26) h. Perguruan Tinggi (0)
14. Dari daerah manakah sebagian besar tenaga kerja perusahaan anda berasal?
e. Sekitar lokasi pabrik yang termasuk ke dalam kawasan industri, yaitu dari Desa Ngringo, Dagen, Sroyo, Jetis, Brujul (17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
f. Luar kawasan industri namun masih dalam satu kota/kabupaten (13) g. Luar kota/luar kabupaten (11) h. Luar provinsi (0)
15. Darimanakah sumber tenaga/sumber energi diperoleh? d. Pembangkit tenaga listrik (PLN) (21) e. Pembangkit tenaga sendiri (7) f. Gabungan (13)
16. Darimanakan sumber air diperoleh? a. Air tanah/permukaan (17) b. Air PDAM (15) c. Ganbungan (8)
d. Apakah sejauh ini anda mengetahui adanya peraturan mengenai pembatasan lokasi dan aktivitas industri di kawasan industri Palur, misalnya SK Gubernur Jawa Tengah No. 593.6/68651980 tanggal 5 Juni 1980 atau Rencana Tata Ruang Kawasan industri Palur? c. Ya (10) d. Tidak (31)
REKAPITULASI HASIL KUISIONER PEMILIK LAHAN PERTANIAN
No Nama Alamat Usia Pekerjaan Pendidikan Penghasilan Tahun
Pembelian Tanah
Luas Lahan yang dijual
(m2)
1 Sunarno Jetis 50 Petani SD 1.500.000 1985 800
2 Santoso Jetis 51 Buruh pabrik SMP 700.000 1987 800
3 Kasiman Jetis 60 Petani SD 2.500.000 1980 8.500
4 Suroto Jetis 46 Buruh tani SMP 900.00 1990 1.000
5 Atmorejo Jetis 64 Petani SD 3.500.000 warisan 12.000
6 Tokarno Jetis 58 Petani SD 2.000.000 1980 900
7 Karyorejo Dagen 55 Buruh pabrik SD 700.000 1981 1.000
8 Hartoyo Dagen 55 Buruh pabrik SMP 700.000 1988 800
9 Mariman Dagen 49 Buruh pabrik SD 800.000 1985 900
10 Todikromo Dagen 60 Buruh tani SD 600.000 warisan 1.000
11 Martorejo Dagen 46 Buruh pabrik SD 800.000 1978 1.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12 Sumarso Dagen 46 Petani SMP 1.600.000 1989 600
13 Sowirejo Sroyo 63 Petani SD 2.800.000 1978 6.000
14 Mudakir Sroyo 52 Buruh pabrik SMP 700.000 1987 500
15 Sholikhin Sroyo 54 Buruh pabrik SD 700.000 1986 400
16 Taryono Sroyo 50 Buruh pabrik SMA 1.500.000 1992 8.000
17 Suntoro Sroyo 55 Buruh pabrik SMP 700.000 1991 600
18 Rochmat Sroyo 49 Buruh pabrik SMA 800.000 1986 800
19 Kartorejo Brujul 35 petani SD 1.400.000 1986 750
20 Sodirejo Brujul 35 Petani SD 2.500.000 1975 1.000
21 Marino Brujul 35 petani SD 1.500.000 1983 500
22 Suroto Brujul 40 Buruh pabrik SMP 800.000 1988 300
23 Sadiman Brujul 41 Buruh pabrik SMP 800.000 1985 1.000
24 Suratmin Brujul 40 Buruh tani SMP 900.000 1987 500
25 Ponijan Ngringo 38 Petani SD 2.500.000 1984 1.000
26 Katimin Ngringo 49 Petani SD 1.500.000 1989 900
27 Sukarso Ngringo 40 Buruh pabrik SMP 800.000 1985 600
28 Suparwono Ngringo 42 Buruh pabrik SMA 900.000 1986 800
29 Parwito Ngringo 42 Buruh pabrik SMP 700.000 1988 600
30 Sukasto Ngringo 38 Buruh pabrik SMA 800.000 1987 800
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1 Apakah penghasilan dari pengolahan lahan lebih besar daripada biaya produksi/biaya mengolah lahan
25 5
2 Apakah anda mempunyai pemikiran bahwa anak/penerus anda hendaknya bekerja sebagai petani saja
7 23
3 Apakah pajak tanah/Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan kepada anda cukup memberatkan sehingga anda termotivasi untuk menjual lahan anda
27 3
4 Apakah harga yang ditawarkan oleh pembeli untuk lahan anda cukup tinggi sehingga anda tertarik untuk menjual lahan anda untuk kepentingan industri? (ya/tidak)
27 3
5 Setelah anda menjual tanah, bagaimana pendapatan yang anda dapat?
21 9