tugas 2_analisis trend kemiskinan di propinsi sekitar pantai utara
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAHEVALUASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN EKONOMI
(GEL 3904)
Dosen Pengampu: Abdur Rofi, S.Si, M.Si
Analisis Trend Kemiskinan di Propinsi Sekitar Pantai Utara (Pantura) Tahun 2007-2010
Disusun Oleh:
RINI MEIARTI2009/284620/GE/06623
JURUSAN GEOGRAFI LINGKUNGAN
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
1 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2
Analisis Trend Kemiskinan di Propinsi Sekitar Pantai Utara (Pantura)
Tahun 2007-2010
Kemiskinan merupakan sebuah fenomena sosial yang tidak semata-
mata diakibatkan oleh segi buruk suatu sistem sosial sesuatu masyarakat
tertentu. Akan tetapi, juga diperburuk oleh terdapatnya kebudayaan kemiskinan
di antara orang-orang miskin. Kebudayaan kemiskinan yang dihayati,
mengakibatkan bahwa mayoritas orang-orang miskin tidak mampu
meninggalkan kemiskinannya, walaupun diberikan bantuan-bantuan ekonomis
yang sesungguhnya memadai sekalipun sistem sosial masyarakatnya mengalami
perbaikan mendasar (Parsudi, 1984).
Kemiskinan erat kaitannya dengan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan
budaya berupa pendidikan, jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan
pengangguran. Faktor-faktor tersebut digunakan Badan Pusat Statistik (BPS)
untuk mengindikasikan dan menganalisis fenomena kemiskinan yang terjadi tiap
tahunnya. Pendidikan sebagai salah satu indikator kemiskinan dapat dilihat dari
parameter jenjang sekolah yang ditamatkan. Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh seseorang,
yang ditandai dengan sertifikat/ijazah.
Tamat sekolah adalah telah menyelesaikan pelajaran pada
kelas/tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan di sekolah negeri maupun swasta
dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah. Seorang yang belum mengikuti
pelajaran pada kelas tertinggi tetapi jika ia mengikuti ujian dan lulus maka
dianggap tamat. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan adalah jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh seseorang, yang ditandai dengan
sertifikat/ijazah.
Pantura merupakan jalan nasional yang menghubungkan ibukota
negara dengan Provinsi Jawa Timur yang melalui Provinsi Jawa Barat serta Jawa
Tengah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Fenomena pantura ini
menjadi fokus analisis kemiskinan di provinsi yang dilalui Pantura sehingga
2 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2
dapat diketahui trend kemiskinannya melalui data kemiskinan makro dan tingkat
keberhasilan program kebijakan dari tiap pemerintah di masing-masing provinsi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa trend kemiskinan yang dialami
tiap provinsi menurun mulai tahun 2007 hingga 2010. Hal ini ditunjukkan
dengan keberhasilan program pemerintah dalam pencanangan penurunan angka
kemiskinan. Program tersebut mampu menurunkan jumlah penduduk miskin
dalam kurun waktu 4 tahun. Provinsi-provinsi yang dilalui oleh jalur Pantura
(Pantai Utara) merupakan provinsi yang utama dan maju jika dibandingkan
dengan provinsi lainnya di Indonesia, sehingga pola kemiskinan sangat
diperhatikan untuk menghindari kemiskinan yang krusial yang nantinya dapat
pula mempengaruhi kondisi kemiskinan di provinsi lainnya. Garis kemiskinan
memiliki hubungan dengan indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap).
Hubungan tersebut menunjukkan jarak antara orang miskin dengan garis
kemiskinan. Hasil analisis menunjukkan DKI Jakarta yang lebih dekat dengan
garis kemiskinan karena dengan wilyah yang sempit namun, penduduk kota dan
desa yang besar.
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2007
sebesar 405 ribu orang (4,61 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin
pada Maret 2008 sebesar 379,40 ribu orang (4,29 persen), berarti jumlah
penduduk miskin turun sebesar 25,6 ribu. Besar kecilnya jumlah penduduk
miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan.
3 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2
Gb.1.1. Hubungan garis kemiskinan dengan indeks kedalaman
Kabupaten/kota di Jawa Barat sebagian besar tergolong dalam
klasifikasi menengah tinggi, yaitu sebanyak 14 kabupaten / kota dari 22
kabupaten kota yang ada atau sekitar 67 %. Sedangkan sisanya sebanyak 7
kabupaten / kota berada pada klasifikasi menengah rendah. Meskipun tidak ada
kabupaten / kota yang tergolong berderajat kemiskinan tinggi, akan tetapi juga
tidak ada satupun kabupaten / kota yang berderajat kemiskinan rendah. Dengan
komposisi seperti itu bisa dikatakan bahwa tingkat kemiskinan kabupaten / kota
di Jawa Barat secara relatif hampir sama. Seperti dilihat pada gambar 1.1. indeks
kedalaman kemiskinan Jawa Barat tahun 2007 cukup jauh dari garis kemiskinan
daripada DKI Jakarta.
Gb.1.1. Hubungan garis kemiskinan dengan indeks kedalaman
4 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2
Gb.1.1. Hubungan garis kemiskinan dengan indeks kedalaman
Gb.1.1. Hubungan garis kemiskinan dengan indeks kedalaman
Hasilnya, selama jangka waktu 4 tahun (2007-2010) perubahan
indeks kedalaman kemiskinan dengan garis kemiskinan tidak begitu signifikan.
5 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan, Parsudi. 1984. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Pangarimbun, Masri. 1976. Penduduk dan Kemiskinan Studi Kasus: Sriharjo di
Pedesaan Jawa. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
6 | T u g a s I I B l o k E S M E 2 0 1 2