tuberculosis paru

25
1. Tuberculosis Paru a. DEFINISI Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. b. EPIDEMIOLOGI Indonesia adalah Negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. (Zulkifli, 2009: hal 2231). Di tahun 1998 kasus TB di Indonesia diperkirakan sebanyak 591.000 kasus dengan perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 kasus. TB ini menempati peringkat ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Menurut studi prevalensi TBC Surkesnas 2004 (Badan Litbangkes, 2005), menunjukkan prevalensi di Indonesia sebesar 119 per 100.000 penduduk. Prevalensi TBC di kawasan luar Jawa Bali dua kali lipat lebih tinggi daripada di daerah Jawa dan Bali yaitu 198 per 100.000 penduduk di luar Jawa Bali dan 67 per 100.000 penduduk di Jawa Bali. Dibandingkan dengan Negara lain, prevalensi TBC di Indonesia masih cukup tinggi yang berarti bahwa TBC merupakan masalah yang serius di Negara ini. Berikut ini grafik data jumlah penduduk Indonesia yang menderita TBC :

Upload: rizkia-retno-d

Post on 08-Feb-2016

75 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penjelasan tuberkulosis paru

TRANSCRIPT

1. Tuberculosis Paru

a. DEFINISI

Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang

semua organ atau jaringan di tubuh.

b. EPIDEMIOLOGI

Indonesia adalah Negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan

India. (Zulkifli, 2009: hal 2231). Di tahun 1998 kasus TB di Indonesia diperkirakan sebanyak

591.000 kasus dengan perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah

266.000 kasus. TB ini menempati peringkat ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di

Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001.

Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.

Menurut studi prevalensi TBC Surkesnas 2004 (Badan Litbangkes, 2005), menunjukkan

prevalensi di Indonesia sebesar 119 per 100.000 penduduk. Prevalensi TBC di kawasan luar

Jawa Bali dua kali lipat lebih tinggi daripada di daerah Jawa dan Bali yaitu 198 per 100.000

penduduk di luar Jawa Bali dan 67 per 100.000 penduduk di Jawa Bali. Dibandingkan dengan

Negara lain, prevalensi TBC di Indonesia masih cukup tinggi yang berarti bahwa TBC

merupakan masalah yang serius di Negara ini. Berikut ini grafik data jumlah penduduk Indonesia

yang menderita TBC :

c. KLASIFIKASI

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233),klasifikasi   tuberculosis Paru, yaitu :

a. Pembagian secara patologis: 

1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).

2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik:

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis

positif.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit:

1. Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk

berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

2. Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

1) Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya: tuberkulosis kelenjar limfe, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

2) Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang,

tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT

kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.

3. Kasus setelah putus berobat (default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4. Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini

termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah

selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:

a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan  kasus baru dengan

bentuk TB berat.

b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA

positif.

c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan

kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I

d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

a. ETIOLOGI

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan

Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron

dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai

selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan

asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat

kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman dan anaerob. Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit

atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri

ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-

bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada

dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan

tuberculosis aktif lagi,  namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993

melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan

40 kali partukaran udara.

Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam sitoplasma

makrofag  yang semula memfagositasi  malah kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada

bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan

tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15)

.

b. PATOGENESIS

Patogenesis tuberkulosis pada individu imunonkomepeten yang belum pernah terpajan

berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan resistensi terhadap organisme

dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas jaringan terhadap antigen tuberkular. Gambaran

patologik tuberkulosis seperti granuloma perkijuan dan kavitasi, terjadi akibat hipersensitivitas

jaringan yang destruktif yang merupakan bagian penting dari respon imun pejamu. Karena sel

efektor untuk kedua proses sama, gambaran hipersensitivitas jaringan juga menandakan akuisisi

imunitas terhadap organisme. Berikut rangkaian kejadian dari patogenesisnya secara umum.

Setelah strain virulen mikrobakteri masuk ke dalam endosom makrofag (suatu proses yang

diperantarai oleh reseptor manosa makrofag yang mengenali glikolipid berselubung manosa di

dinding tuberkular), organisme mampu menghambat respons mikrobisida normal dengan

memanipulasi pH endosom dan menghentikan pematangan endosom. Hasil akhir “manipulasi

endosom” ini adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga bakteri berproliferasi

tanpa terhambat.

Suatu gen yang disebut NRAMP1 ( atau Natural Resistance-Associated Macrophage Protein

1) diperkirakan berperan dalam aktivitas mikrobisida awal, dan gen ini mungkin berperan dalam

perkembanan tuberkulosis manusia. Polimorfisme tertentu pada alel NRAMP1 telah dibuktikann

berkaitan dengan peningkatan insiden tuberkulosis (terutama di antara orang Amerika Afrika),

dan dipostulasikan bahwa variasi genotipe NRAMP1 ini mungkin menyebabkan penurunan

fungsi mikrobisida

Oleh karena itu, fase terdini pada tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum

tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag alveolus dan

rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan penyemaian di banyak tempat.

Meskipun terjadi baktermia, sebagian besar pasien pada tahap ini asimtomatik atau

mengalami gejala mirip flu. Timbulnya imunitas selular terjadi sekitar 3 minggu setelah pajanan.

Antigen mikrobakterium yang telah diproses mencapai kelenjar getah bening regional dan

disajikan dalam konteks histokompabilitas mayor kelas II oleh makrofag ke sel TH0 CD4+

uncomitted yang memiliki reseptor sel Tαβ. Dibawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan oleh

makrofag, sel TH0 ini mengalami “pematangan” menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu

mengeluarkan IFN-γ

IFN-γ yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ sangat penting untuk mengaktifkan makrofag.

Makrofag yang telah aktif mengeluarkan berbagai mediator dengan efek penting di hilir:

1. TNF berperan merekrut monosit yang pada gilirannya mengalami pengaktifan dan diferensisasi

menjadi “histiosit epitheloid” yang menandai respons granulomatosa.

2. IFN-γ bersama dengan TNF menghasilkan gen inducible nitric oxide synthase

(iNOS), yang menyebabkan meningkatnya kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida

adalah oksidator kuat dan menyebabkan terbentuknya zat antara nitrogen reaktif dan radikal

bebas lain yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada beberapa konstituen

mikobakteri, dari dinding sel hingga DNA

Selain mengaktifkan makrofag, sel CD4+ juga mempermudah terbentuknya sel T sitotoksik

CD8+ yang dapat mematikan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis. Sementara sebagian

besar respons imun yang diperantarai oleh sel T dilakukan oleh sel yang memiliki reseptor sel T

αβ, tetapi penelitian terakhir berfokus pada peran komplementer sel T gama-delta (γδ) dalam

resistensi pejamu terhadap patogen intrasel seperti mikrobakteri. Sel T γδ tidak saja dapat

mengeluarkan IFN-γ (sehinngga mengaktifkan makrofag) tetapi juga dapat berfungsi sebagai sel

efektor sitotoksik yang menyebabkan kerusakan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis.

Defek di setiap langkah pada respons TH1 (termasuk pembentukan IL-12, IFN-γ, atau nitrat

oksida) menyebabkan granuloma tidak terbentuk sempurna, tidak adanya resistensi, dan

perkembangan penyakit.

Secara singkat, imunitas terhadap infeksi tuberkulosis diperantarai terutama oleh sel T dan

ditandai dengan pembentukan dua cabang hipersensitivitas dan munculnya resitensi terhadap

organisme. Hipersensitivitas disertai respons jaringan destruktif, sedemikian sehingga reaktivasi

atau pajanan ulang ke basil pada pejamu yang telah tersensitisasi menyebabkan mobilisasi cepat

reaksi pertahanan tetapi terjadi peningkatan nekrosis jaringan.

Berikut ini merupakan pathogenesis dari masing-masing jenis tuberculosis :

a. Tuberkulosis primer

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara

bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai

berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat,  ia akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel  < 5

mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini

ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan

berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau

sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar

sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfedenopati regional kemudian

bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,

tulang.  Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi

TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis

lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang

primer limfangitis lokal  + limfadenitis regional = kompleks primer  (ranke). Semua proses ini

memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi:

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di

hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 %

diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

3. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya.

Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat

juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara

limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua

kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.

b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun – tahun kemudian

sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit

maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini

yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).

Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini

mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi

tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel

besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB

pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi  TB usia tua

tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan

fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini

yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan

bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila

jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula

berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam

jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas

adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh

makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan  TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang

jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.

c. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak  kavitas dapat meluas kembali

dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam peredaran

darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan

masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus  jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti

perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB

endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .

d. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan

menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik

kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .

e. Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan

membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus,

menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

c. MANIFESTASI KLINIS

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat

mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat

timbul kembali.  Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien

merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b. Batuk atau batuk darah

Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap

penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang dalam jaringan paru

yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan  peradangan bermula. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat

pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,

tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian

paru-paru.

d. Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke

pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik

atau melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan

berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,

meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat

dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

d. FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB

atau tuberculosis, yaitu :

1. Faktor Umur.

Beberapa factor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin,

ras, asal Negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York

pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat

infeksi tuberculosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi

tuberculosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75%

penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

2. Faktor Jenis Kelamin.

Di benua Afrika banyak tuberculosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah

penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada

wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita

TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada

wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita

karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan

terjangkitnya TB paru.

3. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan

kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.

Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun

1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relative lebih rendah

dengan 430 batang/ orang/ tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760

batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua

Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok

kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi

TB Paru.

4. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang

optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati

bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat

yang gelap dan lembab.

5. Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali

untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.

Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan

respon immunologik terhadap penyakit.

6. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan

akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap

status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun

sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

7. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang

kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap

dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang

disekelilingnya.

8. Kepadatan penduduk yang tinggi

Penularannya sangat mudah.

9. Immuno deficiency

Orang-orang yang daya tahan imunnya rendah lebih mudah tertular TB.

e. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)

Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau segmen

apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah

hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal penyakit saat

lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak

seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka

bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama dinding

menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.

Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada

atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian

atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar

merata pada seluruh lapang paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis

paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi

pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura (pnemothorax) Pada satu

foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang

sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik)

maupun atelektasis dan emfisema.

b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah

sakit rujukan  adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih

superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas

dan sayatan dapat dibuat transversal.

c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )

Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat

apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan

koronal.

d. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,

hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan

didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah

limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh

jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun

kearah normal lagi.

e. Sputum (BTA)

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman  BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

f. Tes tuberculin/ tes mantoux

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis

terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan  0,1

cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U

dapat diberikan dulu  1 atau 2 T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih

memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux

dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu

sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.

Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan  non sensitivity.

2. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody

normal masih menonjol.

3. Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody

selular paling menonjol.

f. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan  yang dapat diberikan  pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu

2.

g. KOMPLIKASI

1. Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat

juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau

columna vertebralis.

2. Efusi pleura

Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru,

yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung

bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.

3. Empiema

Penumpukann cairan terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di

sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis

tuberculosis).

4. Laryngitis

Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.

5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di  dalam saluran pernapasan

akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat

menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi

mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal,

dan saluran pencernaan.

6. Keruskan parennkim paru berat

Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika

tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.

7. Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau

ketidakmampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

h. PROGNOSIS

Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis

(OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia,  1995 : hal 759) Resiko

reaktivasi meningkat sebagai akibat imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh infeksi HIV.

Pada orang yang juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan HIV, resiko adanya reaktivasi

meningkat hingga 10% per tahun. Studi yang menggunakan sidik DNA dari galur “M.

tuberculosis”menunjukkan bahwa infeksi kembali menyebabkan kambuhnya TB lebih sering

dari yang diperkirakan. Infeksi kembali dapat dihitung lebih dari 50% kasus dimana TB biasa

ditemukan. Peluang terjadinya kematian karena tuberkulosis adalah kurang lebih 4% pada tahun

2008, turun dari 8% pada tahun 1995.

i. PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium

tuberkulosis adalah sebagai berikut :

1. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan membuang dahak

tidak di sembarang tempat (di dalam larutan disinfektan).

2. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi

3. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus

terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di

rumah.

4. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

5. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.