trichinella spiralis

5
BAB IV TRICHINELLA SPIRALIS A. Definisi dan Morfologi 1. Definisi Trichinella spiralis merupakan salah satu jenis nematoda atau cacing giling (tri a & widya d, 2009). 2. Morfologi Cacing jantan dewasa berukuran 1,4-1,6 mm × 0,006 mm. Sedangkan cacing betina berukuran lebih panjang, dapat mencapai 4 mm. Pada ujung posterio cacing jantan terdapat 2 buah papil yang menbedakan bentuknya dengan caccing betina. Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan larvva (vivipar). Larva cacing berukuran sampai 100 l, namun dalam otot hospes ummunya larva terdapat dalam bentuk kista (tri a & widya d, 2009). B. Epidemiologi Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan pasifik dan australia. Frekuensi trichinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan.

Upload: siti-chairunnisa

Post on 26-Dec-2015

306 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

nematodaaa

TRANSCRIPT

Page 1: trichinella spiralis

BAB IV

TRICHINELLA SPIRALIS

A. Definisi dan Morfologi

1. Definisi Trichinella spiralis merupakan salah satu jenis nematoda atau cacing giling (tri

a & widya d, 2009). 2. Morfologi

Cacing jantan dewasa berukuran 1,4-1,6 mm × 0,006 mm. Sedangkan cacing betina berukuran lebih panjang, dapat mencapai 4 mm. Pada ujung posterio cacing jantan terdapat 2 buah papil yang menbedakan bentuknya dengan caccing betina. Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan larvva (vivipar). Larva cacing berukuran sampai 100 l, namun dalam otot hospes ummunya larva terdapat dalam bentuk kista (tri a & widya d, 2009).

B. Epidemiologi

Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan pasifik dan australia. Frekuensi trichinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit (tri a & widya d, 2009).

infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin(tri a & widya d, 2009).

Page 2: trichinella spiralis

Parasit ini pertma kali ditemukan dalam jaringan manusia sewaktu otopsi pada permulaan tahun 1800-an, baru pada tahun 1860 freidrich von zenker menyimpulkan bahwa infeksi disebabkan karena makan sosis mentah. Beberapa tahun kemudian, dibuktikan seccara eksperimental bahwa trichinosis secara pasti diketahui merupakan mesalah kesehatan masyarakat (Tri A & Widya D, 2009).

C. Siklus hidup

Infeksi pada manusia dimulai dengan memakan daging babi, beruang, singa laut (walrus) atau daging mamalia lainnya (karnivora dan omnivora), baik yang mentah atau dimasak secarra tidak sempurna. Daging tersebut mengandung kista berisi larva infektif yang masih hidup. Setelah kista masuk kedalam lambung, terjadi ekskistasi dan larva yang keluar kemudian masuk kedalam mukosa usus menjadi dewasa. Pada hari keenam setelah infeksi, cacing betina mulai mengeluarkan larva motil. Pengeluaran larva ini berlangsung terus hingga sekitar 4 minggu. Jumlah larva yang dihasilkan dapat mencapai 1350-1500 ekor. Larva-larva ini kemudian bergerak ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah dan limfe menuju jantung dan paru-paru, akhirnya menembus otot. Otot-otot yang sangat aktif akan terinvasi, termasuk diafragma, otot laring, rahang, leher dan tulang rusuk, biceps, gastrocnemius, dan lain-lain (Tri A & Widya D, 2009).

Page 3: trichinella spiralis

D. Patofisiologi

Gejala trichinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi (Tri A & Widya D, 2009).

Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejala nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia (Tri A & Widya D, 2009).

Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva t.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot (Tri A & Widya D, 2009).

Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung (Tri A & Widya D, 2009).

E. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan serologis dilakukan dengan teknik bentonite flocculation test (btf) dan elisa. Pada pemeriksaan hematologis, eosinofilia darah tepi minimal mencapai 20%. Pemeriksaan radiologik juga dapat membantu menunjukkan adanya kista pada jaringan atau organ penderita (Tri A & Widya D, 2009).

F. Penatalaksanaan

Sampai sekarang obat yang digunakan dan paling efektif adalah thiabendazole. Corticosteroid dan analgesik bisa juga diberikan untuk meringankan gejala (Tri A & Widya D, 2009).

G. Pencegahan

Daging yang hendak dikonsumsi sebaiknya selalu diperiksa lebih dahulu, terutama daging babi. Dan masak daging baik-baik sebelum dihidangkan untuk dimakan (Tri A & Widya D, 2009).

Page 4: trichinella spiralis

Sumber : tri a & widya d, 2009, trichinella spiralis cacing yang menginfeksi otot, staf loka litbang p2b2 banjarnegara, balaba, vol 5, no 01, jun 2009 : 24-25. Di akses pada tanggal 21 desember 2014 <http://www.comed.uobaghdad.edu.iq/uploads/lectures/microbiology/dr.suha/trichinella%20spiralis%20(dr.suha).pdf >