transfusi darah kelompok xlc edit
TRANSCRIPT
TRANSFUSI DARAH
A. Darah
Darah terdiri dari dua komponen yaitu:
a) Sel darah
Sel darah yaitu eritrosit, granulosit, monosit, dan trombosit. Fungsi darah
yaitu sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2) yang dibawa dari paru-
paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran
(CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran
O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah
merah. Darah juga berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh atau system
imunologik, khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba patogen dan
antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan
limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).
Peranan darah dalam menghentikan perdarahan atau mekanisme
homeostasis sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi
kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme
fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan. Apabila
terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna akibat kelainan bawaan ataupun
karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme
homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan
jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan. Untuk
mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat
badan. Makin aktif secara fisik seseorang makin besar pula volume darahnya
untuk setiap kilogram berat badannya. Berikut ini adalah jumlah volume darah
seseorang berdasarkan berat badan:
Usia ml/kgBBPrematur 95Cukup bulan 85Anak kecil 80Anak besar 75 sampai 80DewasaPria 75Wanita 65
b) Plasma
Plasma merupakan bagian berupa cairan, didalamnya terkandung albumin,
globulin, faktor pembekuan, transferin, seruloplasmin, kinin, enzim, polipeptida,
glukosa, asam amino, lipid, mineral, dan beberapa hormon.
B. Golongan Darah
Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20 golongan darah
untuk kepentingan klinik hanya dikenal 2 sistem penggolongan darah yaitu sistem
ABO dan sistem Rh. Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan
sisanya (15%) sistem Rh-. Jenis golongan darah beserta antigen dan antibodinya
dapat dilihat sebagai berikut :
Jenis Antigen Antibodi
Golongan A A Anti B
Golongan B B Anti A
Golongan AB A dan B -
Golongan O - Anti A dan Anti B
Apabila seseorang dengan golongan darah A yang memiliki antigen A
ditransfusi dengan seseorang dengan golongan darah B akan terjadi suatu reaksi
imunologi antara antigen dan antibodi. Sehingga dapat terjadi reaksi hemolitik.
Maka dari mengetahui golongan darah sangat penting untuk melakukan transfusi
agar mencegah terjadinya reaksi transfusi.
C. Transfusi Darah
Transfusi darah pada hakikatnya adalah pemberian darah atau komponen
darah dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien). Tujuan dilakukan
transfusi adalah:
a) Mengembalikan dan mempertahankan volume darah normal pada peredaran
darah.
b) Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
c) Meningkatkan oksigenasi jaringan.
Secara umum dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan tidak
direkomendasikan untuk melakukan transfusi profilaksis dan ambang batas untuk
melakukan transfusi adalah kadar Hb dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk
pasien dengan penyakit kritis. Kadar melakukan transfusi adalah kadar Hb
dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis. Kadar Hb
8,0 g/dl adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang dioperasi yang tidak
memiliki faktor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia,
ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0 g/dl. Namun, transfusi profilaksis
tetap tidak dianjurkan.
D. Indikasi Transfusi Darah
Secara garis besar indikasi transfusi darah adalah:
1. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah
yang normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau
luka bakar luas.
2. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya
pada anemia, trombositopenia, hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan
lain-lain. Keadaan anemia yang memerlukan transfusi darah:
a. Anemia karena perdarahan
Biasanya digunakan batas Hb 7 – 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5
g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang
membahayakan dan transfusi harus dilakukan secara hati-hati.
b. Anemia hemolitik
Biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat mengatasinya
sendiri. Umumnya digunakan patokan 5 g/dL. Hal ini dipertimbangkan
untuk menghindari terlalu seringnya transfusi darah dilakukan.
c. Anemia aplastik
d. Leukemia dan anemia refrakter
e. Anemia karena sepsis
f. Anemia pada orang yang akan menjalani operasi
E. Prosedur Pelaksanaan Transfusi Darah
Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana transfusi, misalnya
kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai
kesalahan, maka perlu diperhatikan hal- hal dibawah ini:
1. Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan (status dan
papan nama).
2. Pemeriksaan identitas dilakukan di sisi pasien.
3. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir
permintaan darah.
4. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa
sebelumnya, serta diulang secara rutin.
5. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah transfusi darah
dimulai.
6. Sebaiknya satu unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status
kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan
proliferasi bakteri pada suhu kamar.
F. Jenis-jenis Produk darah
Produk darah merupakan bahan terapetik yang terbuat dari darah. Produk
darah terdiri dari komponen-komponen darah. Komponen darah adalah bagian
darah yang dipisahkan dengan cara fisik maupun mekanik, misalnya dengan cara
sentrifugasi. Macam-macam komponen darah dibagi dua, yaitu:
I. Seluler:
- Darah utuh/whole blood
- Sel darah merah pekat (packed red cell) :
Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell
leukocytes reduced)
Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell frozen, packed red
blood cell degliserolized)
- Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets concentrate leukocytes
reduced)
- Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
II. Non seluler
- Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
- Plasma donor tunggal (single donor plasma)
- Kriopresipitat faktor anti hemofili (criopresipitate AHF)
a. Darah Lengkap (Whole Blood)
Darah lengkap berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma.
Satu unit kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml anti koagulan. Di
indonesia satu kantung darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 ml
antikoagulan, ada juga yang satu unit kantung berisi 350 ml darah dengan 49 ml
antikoagulan. Suhu simpan antara 1 – 6 0C. Menurut masa simpan in vitro ada
dua macam darah lengkap yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar yaitu
darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru yaitu darah yang
disimpan sampai dengan 5 hari. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan,
misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25-30 %
volume darah total. Namun demikian, hendaknya pemberian darah lengkap pada
keadaaan tersebut tidak menjadi pilihan utama, karena pemulihan segera volume
darah pasien jauh lebih penting daripada penggantian sel darah merah, sedangkan
menyiapkan darah untuk transfusi memerlukan waktu.
Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia
kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Dosis pemberian transfusi tergantung keadaan klinis pasien. Pada orang dewasa 1
unit darah lengkap dapat meningkatkan Hb sekitar 1 gr/dL atau Ht 3-4%. Pada
anak-anak darah lengkap 8 mL/Kg dapat meningkatkan Hb 1gr/dL. Pemberian
darah lengkap sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung
keadaan klinis pasien, namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.
b. Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Blood Cell)
Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit, dan sedikit
plasma. Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma
dari darah lengkap, sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai Ht 60-70%.
Volume diperkirakan 150-300 mL tergantung besarnya kantung darah yang
dipakai dengan massa sel darah merah 100-200 mL, sel darah merah ini disimpan
pada suhu 1-6 oC, bila menggunakan antikoagulan CPDA maka masa simpan dari
sel darah merah 35 hari dengan nilai Ht 70-80 %, sedangkan bila menggunakan
anti koagulan CPD masa simpan dari sel darah merah ini 21 hari. Sediaan ini
bukan merupakan sumber trombosit dan granulosit namun memiliki kemampuan
oksigenisasi seperti darah lengkap. Sel darah merah pekat digunakan untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala
anemia, yang hanya memerlukan massa sel darah merah pembawa oksigen saja
misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
Keuntungannya adalah perbaikan oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah
bebab volume seperti pasien anemia dengan gagal jantung.
Pemberian sel darah merah pekat dalam jumlah banyak dan waktu yang
singkat menyebabkan hipervolemi. Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah
pekat akan meningkatkan Hb sekitar 1 gr/dL atau Ht 3-4%. Pemberian sel darah
merah ini harus menggunakan filter darah standar (170 μ).
c. Sel Darah Merah Pekat Dengan Sedikit Leukosit (Packed Red Blood Cell
Leukocytes Reduced)
Setiap unit sel darah merah pekat mengandung 1-3x109 leukosit.
American association of blood bank standard for transfusion services menetapkan
bahwa sel darah merah yang disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan
leukositnya <5x106 leukosit/unit. Sel darah ini dapat diperoleh dengan cara
pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi
atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Karena pada
pembuatannya ada sel darah merah yang hilang, maka kandungan sel darah merah
kurang dibandingkan dengan sel darah merah pekat biasa. Suhu simpan 1-6°C,
sedangkan masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Indikasi pemberian
packed red blood cell leukocytes reduced dipakai untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah pada pasien yang sering mendapat atau tergantung pada transfusi
darah dan pada mereka yang sering mendapat reaksi alergi yang disebabkan oleh
protein plasma atau antibodi leukosit.
d. Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell Washed)
Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-
80% dengan volume 180 mL. Pencucian dengan salin membuang hampir seluruh
plasma (98%), menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta debris.
Karena pembuatan biasanya dilakukan dengan sistem terbuka, maka komponen
ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam (16°C). Pada orang dewasa komponen ini
dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang, dapat
pula digunakan pada transfusi neonatal dan tranfusi intrauterine. Hati-hati
terhadap kontaminasi bakteri akibat pembuatannya secara terbuka.
e. Sel Darah Merah Pekat Beku Yang Dicuci (Packed Red Blood Cell Frozen,
Packed Red Blood Cell Deglyserolized)
Sel darah merah pekat beku ini dibuat dengan menambahkan gliserol atau
sediaan krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari. Darah ini
kemudian dibekukan pada suhu -65°C atau -200°C (tergantung sediaan gliserol)
dan dapat disimpan selama 10 tahun. Karena proses penyimpanan beku,
pencairan, dan pencuciannya, ada sel darah merah yang hilang maka kandungan
sel darah merah minimal 80% dari jumlah sel darah merah pekat asal, demikian
pula hematokrit ± 70-80%. Proses pencucian dapat menggunakan larutan glukosa
dan salin. Suhu simpan 1-6°C dan tidak boleh digunakan lebih dari 24 jam karena
proses pencucian biasanya memakai sistem terbuka. Pemberian komponen darah
ini melalui filter darah dan sediaan ini memiliki massa eritrosit yang rendah
karena banyak sel darah yang hilang selama proses pembuatan.
f. Trombosit Pekat (Concentrate Platelets)
Trombosit pekat berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah merah
serta plasma. Trombosit pekat dapat diperoleh dengan cara sentrifugasi darah
lengkap segar atau dengan cara tromboferesis. Satu kantong trombosit pekat yang
berasal dari 450 ml darah lengkap dari seorang donor berisi kira-kira 5,5x1010
trombosit dengan volume sekitar 50 ml. Satu kantong trombosit pekat yang
diperoleh dengan cara tromboferesis berisi sekitar 3x1011 trombosit, setara dengan
6 kantong trombosit yang berasal dari donor darah biasa. Trombosit pekat
disimpan pada suhu 20-240C dengan kantong darah biasa, yang diletakkan pada
rotator atau agitator yang selalu berputar atau bergoyang, trombosit dapat
disimpan selama 3 hari, sedangkan dengan kantong darah khusus dengan
penyimpanan yang sama trombosit dapat disimpan selama 5 hari. Pada suhu 1-6
0C trombosit dapat disimpan selama 3 hari. Indikasi trombosit pekat diberikan
pada kasus perdarahan karena trombositopeni (trombosit <50.000/ μL), atau
trombositopati kongenital/ didapat. Profilaksis diberi pada semua kasus dengan
trombosit 5-10.000 μL yang berhubungan dengan hipoplasia sumsum tulang
akibat kemoterapi, invasi tumor/aplasia primer sumsum tulang. Produk ini
ditransfusi intravena dengan filter darah standar. Transfusi trombosit biasanya
tidak efektif pada pasien dengan destruksi trombosit yang cepat (ITP, TTP, KID)
dan transfusi biasanya dilakukan hanya pada perdarahan aktif. Menggigil, panas,
dan reaksi alergi dapat terjadi pada transfusi trombosit. Antipiretik yang dipilih
sebaiknya bukan golongan aspirin karena dapat menghambat agregasi dan fungsi
trombosit. Tranfusi berulang dari trombosit menyebabakan aloimunisasi terhadap
HLA dan antigen lainnya. Pemberian terlalu cepat dapat menyebabkan kelebihan
beban, penularan penyakit dapat terjadi seperti halnya transfusi komponen lain.
Dosis yang biasanya digunakan pada perdarahan yang disebabkan trombositopeni
adalah 1 unit/10 kgBB, biasanya diperlukan 5-7 unit pada orang dewasa. 1
kantong trombosit pekat yang berasal dari 450 mL darah lengkap diperkirakan
dapat meningkatkan jumlah trombosit 9000-11000/μL/m2 luas permukaan tubuh.
g. Trombosit dengan Sedikit Leukosit (Platelets Leukocytes Reduced)
Trombosit dengan sedikit leukosit, mengandung leukosit hanya 8,3 x
105/unit. Indikasinya dipergunakan untuk mencegah terjadinya alloimunisasi HLA
terutama pada pasien yang harus menerima kemoterapi jangka panjang.
h. Granulosit Feresis (Granulocytes Pheresis)
Diperoleh dengan cara sitaferesis dari donor tunggal, berisi granulosit,
limfosit, trombosit, beberapa sel darah merah, dan sedikit plasma. Komponen ini
dipakai untuk meningkatkan jumlah granulosit pada pasien sepsis dengan
leukopenia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian antibiotik dan
pada pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hipoplasia. Terapi antibiotik yang
tepat atau penggunaan faktor pertumbuhan hematopoietik mungkin lebih efektif
dibandingkan dengan transfusi granulosit. Efek samping yang mungkin terjadi
seperti urtikaria, menggigil, demam, tidak merupakan indikasi untuk
menghentikan transfusi, namun kecepatan transfusi harus diperlambat.
i. Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma = FFP)
Plasma segar beku ini berisi plasma, semua faktor pembekuan,
komplemen, dan protein plasma. Plasma segar beku dipakai untuk pasien dengan
gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau
kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel antara lain:
penyakit hati, KID (koagulasi intravaskular deseminata), dan TTP (trombotic
thrombocytopenic purpura).
j. Kriopresipitat Faktor Anti Hemofilik (Cryoprecipitated AHF)
Kriopresipitat berisi faktor VIII 80-120 unit, 150-250 mg fibrinogen,
sekitar 40-70% faktor von willebrand, 20-30% faktor XIII. Kriopresipitat
digunakan pada pasien dengan kekurangan F VIII (Hemofilia A) bila F VIII pekat
tidak tersedia, kekurangan F XIII, kekurangan fibrinogen, dan untuk pasien
penyakit Von Willebrand. Kriopresipitat tidak diberikan pada pasien yang tidak
defisiensi faktor-faktor tersebut diatas.pasien dengan dehidrasi dan hanya dapat
diencerkan dengan salin normal dan dekstrosa 5%.
k. Konsentrat Faktor VIII (Factor VIII Concentrate)
Konsentrat faktor VIII dapat dibuat dari plasma manusia atau diproduksi
melalui teknologi rekombinan. Konsentrat F VIII diindikasikan untuk pengobatan
atau pencegahan perdarahan pada hemofilia A dengan defisiensi F VIII sedang
sampai berat atau pasien dengan inhibitor F VIII titer rendah yang kadarnya tidak
lebih dari 5-10 Bethesda units/ml. Dosis tinggi pemberian konsentrat F VIII
dengan kemurnian menengah dapat meningkatkan fibrinogen secara bermakna.
l. Konsetrat Faktor IX (Factor IX Concentrates)
Kompleks F IX merupakan sediaan yang mengandung selain F IX juga
sejumlah F II, VII, X, dan beberapa protein. Konsentrat F IX ini digunakan untuk
mengobati pasien dengan defisiensi F IX yang dikenal sebagai hemofilia B.
Kompleks F IX sebaiknya diberikan dengan hati-hati pada pasien yang
mempunyai penyakit hati. Terdapat laporan terjadinya trombosis DIC pada
adanya defisiensi antitrombin khususnya pada pasien dengan penyakit hati.
m. Albumin dan Fraksi Protein Plasma (Albumin dan Plasma Protein
Fraction)
Albumin digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi/resusitasi
misalnya pada pasien luka bakar, pasien pada keadaan hipovolemia dan
hipoproteinemia misalnya pasien dengan syok, pada sindrom nefrotik atau untuk
meningkatkan protein plasma. Larutan albumin 25% tidak boleh diberikan pada
sindrom nefrotik atau untuk meningkatkan protein plasma. Larutan albumin 25%
tidak boleh diberikan pada pasien dengan dehidrasi dan hanya dapat diencerkan
dengan salin normal dan dekstrosa 5%.
n. Imunoglobulin (Immune Globulin)
Berisi imunoglobulin G (IgG) dengan sedikit IgA dan IgM. Preparat
imunoglobulin dapat digunakan untuk profilaksis antibodi secara pasif pada orang
yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu dan sebagai terapi pengganti pada
orang dengan imunodefisiensi primer (misalnya Sindrom Wiskott Aldrich). Orang
dengan riwayat reaksi anafilaksis berat terhadap plasma sebaiknya jangan
diberikan sediaan ini.
G. Komplikasi Transfusi
Potensi komplikasi transfusi darah itu banyak, namun pada saat ini
masalah komplikasi hanya terdapat pada pasien yang perlu berulang-ulang
mendapat transfusi atau memerlukan sejumlah darah yang banyak. Komplikasi
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Komplikasi Imunologi
1) Aloimunisasi kepada Antigen Transfusi
Aloantibodi bereaksi terhadap antigen eritrosit, sedikit saja resipien dengan
multitransfusi berkembang menjadi aloantibodi eritrosit. Umumnya terdapat pada
mereka yang telah menerima sekitar 10 kali transfusi.
2) Reaksi Transfusi Hemolitik
Berkembangnya antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen eritrosit
menyebabkan perusakan eritrosit. Umumnya terjadi karena kesalahan pencatatan
dan “ABO mismatching‟.
3) Febris Non Reaksi Transfusi Hemolitik
Terjadi pada 0,5-3% pasien yang diberikan transfusi, umumnya pada kasus
multipel transfusi. Gambaran khasnya berupa menggigil lalu diikuti panas, terjadi
umumnya dalam waktu beberapa jam sesudah transfusi. Pening, mual, dan
muntah juga dapat terjadi. Kadang reaksinya dapat berat, termasuk dengan
keluhan pulmonal, tetapi umumnya reaksi ini ringan. Reaksi ini disebabkan oleh
aloimunisasi terhadap antigen leukosit dan trombosit. Sebab lain yaitu transfusi
sitokin, yang berkembang didalam trombosit asal darah segar (whole blood) yang
disimpan pada suhu khamar. Kemungkinan adanya kontaminasi bakteri pada
reaksi ini harus dipertimbangkan. Pencegahan, sebaiknya diberikan darah dengan
pengurangan jumlah leukosit.
4) Kerusakan Paru Akut Karena Transfusi
Umumnya berupa “respiratory distress” berat yang tiba-tiba, disebabkan oleh
sindrom edema pulmonal non kardiogenik, mirip “adult respiratory distress
syndrome”. Menggigil, panas, nyeri dada, hipotensi, dan sianosis, sebagaimana
umumnya edema paru, mungkin ada. Pada pemeriksaan radiologis tampak adanya
gambaran edema paru. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam selama transfusi.
Pada awalnya mungkin berat, umumnya akan mereda dalam 48-96 jam dengan
bantuan pernapasan, tanpa gejala sisa. Reaksi ini lebih jarang dari pada febris,
dengan angka kejadian 1 dalam 5000 transfusi. Ini disebabkan transfusi antibodi
di dalam plasma donor, yang bereaksi dengan granulosit resipien. Diduga
aglutinasi granulosit dan aktivasi komplemen terjadi dalam jaringan vaskular
paru, menyebabkan endotel kapiler rusak sehingga terjadi kebocoran cairan
kedalam alveoli.
5) Reaksi Transfusi Alergi
Reaksi alergi pada donor sering terjadi dengan angka kejadian sekitar 1-3%,
mungkin lebih tinggi lagi karena tak dilaporkan. Gambaran berupa urtikaria, “skin
rashes”, spasme bronkus, angio edema sampai renjatan anafilaksis. Renjatan
anafilaksis transfusi yang berat sangat rendah, karena reaksi ini dapat mengancam
kehidupan. Semua reaksi alergi ini diperantarai oleh IgE resipien terhadap protein
atau bahan terlarut didalam plasma donor, interaksi antara antigen dengan IgE
merangsang dikeluarkannya antihistamin dari sel mast basofil.
6) Purpura Pasca Transfusi
Hal ini disebabkan oleh berkembangnya aloantibodi yang ditujukan kepada
antigen khusus trombosit. Terapi kortikosteroid mungkin bermanfaat.
7) Reaksi Anafilaksis
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi pasca transfusi yang berat. Reaksi ini
dapat muncul walau hanya memberikan beberapa mililiter darah. Gejala-gejala
reaksi anafilaksis ditandai dengan kesulitan bernapas, batuk, mual dan muntah,
hipotensi, spasme bronkus, penurunan kesadaran, dan syok.
b. Komplikasi Non Imunologi
1) Kelebihan cairan
Transfusi eritrosit atau plasma dapat menyebabkan kelebihan cairan di dalam
sirkulasi. Pada anemia dengan gagal jantung, transfusi harus hati-hati karena dapat
menyebabkan edema paru yang berakibat fatal.
1) Hipotermia
Hipotermia dapat terjadi bila sejumlah besar darah yang dingin diinfuskan.
Anak dan orang tua sensitif akan hal ini.
2) Mikroagregat dan Mikroembolisasi Paru
Selama penyimpanan eritrosit, terbentuk agregat yang terdiri dari trombosit,
leukosit dan fibrin.
c. Komplikasi Infeksi Pada Transfusi Darah
1. Hepatitis karena Transfusi
Hepatitis yang dapat ditularkan melalui transfusi adalah hepatitis B dan
hepatitis C.
2. Penyakit Infeksi yang disebarkan Artropoda
Malaria merupakan penyakit infeksi global.
Donor yang melewati daerah endemis dalam waktu satu tahun tidak boleh
menjadi donor, dan 3 tahun apabila pernah tinggal di daerah endemik.
Tripanosoma Cruzi
Protozoa yang menyebabkan penyakit Chaga, ditularkan oleh kutu busuk.
Infeksi akut umumnya hilang sendiri tapi dapat juga menyebabkan miokarditris,
meningoensefalitis dan dapat fatal pada pasien imunokompremais.
Virus West Nile
Merupakan falvivirus disebarkan oleh gigitan nyamuk, umumnya
menyebabkan panas yang berat dapat dengan meningitis, ensefalitis atau paralisis
flusid, yang berat mungkin fatal. Virus ini dapat ditularkan lewat transfusi.
3. Penularan Encefalopati Spongioform
Penyakit Creutzfeld t-Jakob dan variannya. Penyakit ini progresif dan fatal,
menyerang saraf pusat, disebabkan oleh agen yang disebut prion. Di inggris
diketahui spongioform atau prion ini menyerang sapi sehingga disebut “mad caw
disease” dipikirkan orang yang terpapar oleh bahan dari sapi ini dapat tertular.
4. Kontaminasi bakteri
Kontaminasi merupakan penyebab mayor fatalitas pada transfusi. Sumber
kontaminasi ini bisa berasal dari kantong, donor bakterimia asimptomatik, dan
pembersihan kulit tidak adekuat. Transfusi trombosit yang disimpan pada suhu
kamar lebih sering menimbulkan febris dibandingkan dengan eritrosit yang
didinginkan. Organisme yamg sering menimbulkan kontaminasi pada transfusi
eritrosit antara lain yersinia, pseudomonas, enterobakter, dan seratia. Pada
trombosit lebih bervariasi termasuk stafilokokus, streptokokus, klebsiela dan
salmonela. Keluhan dapat berupa seperti febris non hemolitik sampai sepsis akut
dengan panas, hipotensi dan kematian. Keluhan yang berat dihubungkan dengan
mikro organismedengan endotoksin. Pengobatan yang diberikan sama seperti
pada sepsis karena organisme lain yang sesuai.
5. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah human deficiency virus type 1
(HIV-1) bisa ditransmisikan melalui transfusi darah.
KASUS
Pada pukul 09.30 WIB, Tn. R, 30 tahun, datang ke UGD rumah sakit
Dustira diantar oleh ambulan. Pasien terlihat pucat, mengerang kesakitan sembari
memegang paha kananya. Dari keterangan saksi mata yang ikut mengantar pasien,
didapat informasi bahwa OS jatuh dari sepeda motor karena terserempet mobil.
OS jatuh kearah kiri dan kaki kanan pasien tertimpa oleh motornya. Sesaat setelah
kejadian, beberapa warga sekitar membantu OS, lalu membawa OS ke salah satu
rumah warga dan memanggil ambulan. Satu jam kemudian ambulan baru tiba di
tempat kejadian.
Pemeriksaan fisik:
KU: Somnolen (GCS: 11 E:3,V:4,M:4) BB: 50 kg TB: 165 cm
Tanda vital:
TD: 80/60 mmHg
N: 124 x/menit, kecil, isi kurang
R: 36 x/menit
S: 36o C
Sianosis: (-)
Mata: konjungtiva anemis (+/+)
Paru: ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung: dalam batas normal
Ekstremitas: akral dingin, CRT > 2 detik, terdapat benjolan berwarna kemerahan
pada kaki kanan bagian atas yang terasa sangat nyeri
Pemeriksaan Laboratorium:
- Golongan darah : A
- Pem. darah rutin:
Hb: 8,6 g/dl
Ht: 29,3 %
Leukosit: 7.300/mm3
Trombosit: 170.000/mm3
Pem. Roentgen:
Terdapat fraktur 1/3 proksimal os. Femur Dekstra.
Diagnosis Kerja:
Fraktur Terbuka 1/3 Proksimal o.s Femur Dekstra
Terapi:
Hentikan perdarahan
Mobilisasi
Balut tekan menggunakan bidai
Pasang 2 iv line (no.23)
Estimate blood volume (EBV) = 7% X BB (50kg) = 3500 cc atau 3,5 liter
Estimate blood loss (EBL) = 30-40% X 3500 cc = 1050-1400 cc
Cairan kristaloid Infus RL guyur 4x500 cc (2000 cc)
Pasang kateter urin (folley cateter)
Tranfusi Whole Blood
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hal. 675-85.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. hal. 141-5.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL. Jameson JL, Loscalzo J. Harrison‟s: Principles of Internal Medicine. 17th Ed. New York, Chicago, San Francisco, Lisbon, London, Madrid, Mexico City, New Dehli, San Juan, Seoul, Singapore, Sydney, Toronto: McGraw Hill Medical; 2008: Hal. 707-12.
4. Advanced Trauma Life Support for Doctors: ATLS Student Course Manual. 8th Edition. USA: American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008; page 67-79.
5. Djajadiman Gatot, Penatalaksanaan Transfusi Pada Anak dalam Updates in Pediatrics Emergency, 2002, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, halaman: 28-41
6. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225
7. Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 483-490