transfusi darah

34
Transfusi Darah Silvana Hitipeuw, La Dwi I.Pendahuluan Transfusi merupakan proses transplantasi paling sederhana, yaitu pemindahan darah dari donor ke resipien. Transfusi hanya dilakukan atas dasar indikasi dan urgensi. Jika dilakukan secara tidak tepat dan tidak rasional, dapat menimbulkan berbagai akibat yang fatal. 1 Dalam 15 tahun terakhir, persepsi transfusi darah alogenik dalam pengaturan bedah telah pindah dari intervensi jinak, kadang-kadang menyelamatkan nyawa, untuk hasil yang harus dihindari. Sedangkan transfusi produk darah pada pasien bedah dulunya merupakan aspek rumit prosedur, pengakuan pada awal tahun 1980 yang transfusi darah membawa risiko infeksi HIV dipaksa reevaluasi indikasi untuk transfusi pasien bedah. Sejak itu, sebuah literatur yang luas telah dikembangkan pada indikasi untuk, risiko, dan alternatif untuk transfusi darah alogenik. 2 WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman. WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman 1

Upload: firda-ulfa-lusiana

Post on 12-Apr-2016

32 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

bgg

TRANSCRIPT

Page 1: Transfusi Darah

Transfusi DarahSilvana Hitipeuw, La Dwi

I. Pendahuluan

Transfusi merupakan proses transplantasi paling sederhana, yaitu

pemindahan darah dari donor ke resipien. Transfusi hanya dilakukan atas dasar

indikasi dan urgensi. Jika dilakukan secara tidak tepat dan tidak rasional, dapat

menimbulkan berbagai akibat yang fatal.1

Dalam 15 tahun terakhir, persepsi transfusi darah alogenik dalam

pengaturan bedah telah pindah dari intervensi jinak, kadang-kadang

menyelamatkan nyawa, untuk hasil yang harus dihindari. Sedangkan transfusi

produk darah pada pasien bedah dulunya merupakan aspek rumit prosedur,

pengakuan pada awal tahun 1980 yang transfusi darah membawa risiko infeksi

HIV dipaksa reevaluasi indikasi untuk transfusi pasien bedah. Sejak itu, sebuah

literatur yang luas telah dikembangkan pada indikasi untuk, risiko, dan alternatif

untuk transfusi darah alogenik.2

WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi

dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang

aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya

20% memakai darah donor yang aman. WHO telah mengembangkan strategi

untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan risiko tranfusi. Strategi

tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional;

pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko rendah,

pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi, antara

lain HIV, virus hepatitis, sifilis dan lainnya, serta pelayanan laboratorium yang

baik di semua aspek, termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan

komponen, penyimpanan dan transportasi darah/komponen darah, mengurangi

transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah dan

komponen darah yang tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi. 3

Perkembangan ini telah mengakibatkan peningkatan profil keamanan

untuk komponen yang ditransfusi dan persepsi risiko minimal. Pada saat yang

sama, manajemen pengenalan darah pasien (PBM), didefinisikan sebagai suatu

1

Page 2: Transfusi Darah

pendekatan berbasis bukti untuk mengoptimalkan perawatan pasien yang mungkin

perlu transfusi, menunjukkan bahwa kebutuhan untuk transfusi dapat

diminimalkan di banyak pasien dengan pelaksanaan yang bijaksana seiring hari

dimulainya atau bahkan berminggu-minggu sebelum keputusan sebenarnya untuk

transfusi atau tidak dibuat. 4

Bahaya serius transfusi (SHOT) telah mengumpulkan data yang signifikan

mengenai Efek samping yang dihasilkan dari transfusi komponen darah dari

volunteer organizations sejak tahun 1996. Namun, setelah pelaksanaan European

Union Directive on Blood Safety and Quality pada tahun 2005, itu adalah

sekarang persyaratan bahwa semua 'yayasan Darah dan Rumah Sakit Bank Darah

harus melapor ke Sekretaris Negara untuk semua efek samping Kesehatan serius

yang timbul atau kualitas darah.5

Pada tahun 2004, 3,4 juta komponen darah diterbitkan di Inggris dan 539

kejadian yang secara sukarela dilaporkan SHOT. Ini merupakan meningkat 19%

dibandingkan tahun 2003. Data yang dikumpulkan sebagai pelaporan wajib belum

tersedia. 5

II. Transfusi darah

A. Defenisi

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat

(donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah

lengkap dan komponen darah.

Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi darah dapat

dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan

darah dari orang lain;

2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah

resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

B. Tujuan Transfusi Darah

1. Memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen

2. Mengembalikan volume cairan yang keluar

3. Memperbaiki faal pembekuan darah

2

Page 3: Transfusi Darah

Memperbaiki kemampuan fagositosis dan menambah sejumlah protein

dalam darah

C. Golongan Darah

Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenik

berbeda. Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda]dari

masing-masing adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci. Kebetulan,

hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang

biasanya menghasilkan antibody (alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab

untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi “alami” atau sebagai

respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya

1. Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B.

Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari

suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda.

(Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak

mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi (sebagian besar

immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.

Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu

kromosom tempat berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut

Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan kondisi

sangat jarang ini akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.4,8

Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel,

antibodi dalam plasma resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM

donor. Hal ini akan mengaktifkan jalur komplemen yang akan menyebabkan lisis

dinding SDM (intravaskular hemolisis). Jalur komplemen ini akan melepaskan

anafilatoksin C3a dan C5a yang akan membebaskan sitokin seperti TNF, IL1 Dan

IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast dengan mengsekresikan mediator

vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan inflamasi, peningkatan

permeabilitas vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock dan gagal

3

Page 4: Transfusi Darah

ginjal. Mediator juga akan menyebabkan agregasi platelet, oedema paru

peribronchial, dan kontraksi otot k.lecil.

Tabel 1. Daftar Golongan Darah

Golongan Antigen di

RBC

Antibodi dalam

plasma

Golongan donor yang

kompatibel

A Antigen A Anti-B A, O

B Antigen B Anti-A B, O

AB Antigen A &

B

Tidak ada A, B, AB, O

O Tidak ada Anti- A & B O

2. Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada

sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima nantigen

utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibodi.

Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D

antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih

mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative

dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-

Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative

melahirkan bayi Rh-Positive).6

3. Sistem Lain

Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy,

Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan,

dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan

sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.6

4

Page 5: Transfusi Darah

D. Tes Kompabilitas

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi

antigen-antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima

donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.6

Tabel 2. Golongan darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum

Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

1. Tes ABO-Rh

Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan

inkompatibilitas ABO. antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi

melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan

mengakibatkan hemolisis intravaskular. Sel darah merah pasien diuji dengan

serum yang dikenal mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan

jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi

jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum pasien melawan sel darah

merah dengan antigen yang dikenal.6

Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk

menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d

dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah Rh (+).

Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada

antigen Rh adalah 50-70%.6

5

Page 6: Transfusi Darah

2. Crossmatching

Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima.

Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang

dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3)

mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.

Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.

3. Screening Antibodi

Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi

yang biasanya dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal

juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur

serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi

spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi

antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel darah. Screening ini rutin dilakukan

pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari

crossmatch.6

E. Darah Sebagai Organ

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah

dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system

kardiovaskular, tersusun dari (1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen

cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat

multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit,

yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum

tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika

masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara

berkala pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti,

diperbaharui dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut

plasma, menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar

dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma dan

6

Page 7: Transfusi Darah

elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai

fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis.7

Peran penting darah adalah (1)sebagai organ transportasi, khususnya

oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan

kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar

melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh

hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut

berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas

dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.7

Selain itu, darah juga berfungsi (2)sebagai organ pertahanan

tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba

patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit

(granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin). 7

Fungsi lain yang tidak kalah penting yaitu (3)peranan darah dalam

menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai upaya untuk

mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah.

Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas

homeostasis yang berlebihan. 7

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen

darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun

karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme

homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan

jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan. 7

F. Indikasi dan Jenis Komponen darah

1. Whole blood (Darah Lengkap)

Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik,

dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. Diberikan apabila terjadi

kehilangan darah 15-20% TBV (syok hipovolemik) pada anak besar dan orang

dewasa. Pada bayi transfuse harus sudah diberikan bila kehilangan 10% TBV.

Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6 hari, dan biasa untuk 35

hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih senang

7

Page 8: Transfusi Darah

menggunakan produk komponen darah saja. Satu kantong WB terdiri atas 250 mL

darah dan 37 mL antikoagulan. Whole blood digunakan pada kasus yang

membutuhkan transfuse sel darah merah dan plasma secara bersamaan.

Kontraindikasi WB adalah pasien anemia kronis normovolemik atau pada pasien

yang hanya membutuhkan sel darah merah saja. Satu unit WB meningkatkan Hb

sebanyak 1g/dL atau Ht sebanyak 3-4%. 6,8,9,10

2. Sel darah merah (Packed red cell)

Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat

eritrosit dari whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis.

Kandungan yang terdapat dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL

plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi.

Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari.

Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan

dicapai. Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL.

Pada neonatus, dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3

g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x

hematokrit x 0,91. 6,9

Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik

seperti hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik,

thalasemia. Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target

akhir 10 g/dL. 6

3. Platelet

Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet

per kantong, dan 50 mL plasma. 6

Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar

platelet biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet

sekitar 50-100.000/mm3. 6

Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan

fungsi platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari

40.000 pada dewasa, dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopenia purpura. 6

8

Page 9: Transfusi Darah

4. Fresh Frozen Plasma

Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250

mL yang dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam

mengandung Faktor V dan Faktor VIII. 6,9

Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada

penyakit hati, trombotik trombositopenia purpura. Dosis: 10-20 mL/kg. 6

5. Cryoprecipitated AHF

Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan

mencairkan FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor

VIII:C, faktor VIII:vWF (von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-

20 mL plasma. 6

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1

kantong per 7-10 kgBB. 6

Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien

dengan hemofili A atau von Willebrand’s disease6

6. Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada

pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik.

Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek,

sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulosit pada umumnya

diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-

versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain

permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi

mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-

stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage

colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan

transfusi granulosit. 6, 8,9

G. Prosedur Transfusi Darah 6

Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana tranfusi, misalnya

kesalahan pemberian darahmilik pasien lain. Untuk menghindari berbagai

kesalahan, maka perlu diperhatikan :

9

Page 10: Transfusi Darah

a. Identitas pasien harus dicocokan secara lisan maupun tulisan

b. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir

permintaan darah

c. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa

sebelumnya, serta diulang secra rutin.

d. Observasi ketat, terutama pada 15menit pertama setelah tranfusi darah

dimulai. Sebaiknya 1unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status

kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan

proliferasi bakteri pada suhu kamar

H. Komplikasi Transfusi darah

1. Reaksi Hemolisis

Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel

darah merah yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Lebih sedikit biasanya,

hemolisis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel

darah merah. Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting factor, atau

cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B (atau

kedua-duanya) alloantibodi. Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan

hemolisis intravaskular.4

Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau

delayed (extravascular).4

a. Reaksi hemolisis akut

Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan

Inkompatibilitas ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000

transfusi. Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu pasien,

spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko

suatu reaksi hemolytic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien

yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada.

Pada pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut

10

Page 11: Transfusi Darah

adalah suhu meningkat, tachycardia tak dapat dijelaskan, hypotensi,

hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari lapangan operasi.

Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi

ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali

tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah

diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah transfusi 10 – 15 ml

darah yang ABO inkompatibel.

Jika terjadi AHTR, pemberian transfusi harus dihentikan segera

dan harus dilakukan hidrasi dengan cairan salin normal (3000 ml/m2/hari).

Terapi suportif yang harus tetap dilakukan adalah pemantauan tanda vital

seperti jalan napas, tekanan darah, frekuensi jantung, dan jumlah urin.

Antihistamin (difenhidramin) dan kortikosteroid (prednisolon) dapat

diberikan untuk mengatasi gejala dan tanda klinis. Kejadian AHTR harus

dicatat dalam laporan pasien dan darah yang tersisa harus dikembalikan ke

unit transfusi darah (UTD) untuk dilakukan investigasi serologis.

Selain dilakukan hidrasi, untuk mencegah terjadinya GGA dapat

diberikan dopamin dosis rendah (1 sampai 5 mcg/kg/menit) dan diuretik

osmotik berupa manitol (100 ml/m2/bolus dan selanjutnya 30 ml/m2/hari

yang diberikan tiap 12jam) atau furosemid (1 sampai 2 mg/kgBB). Jika

dijumpai tanda DIC maka transfusi FFP, kriopresipitat, dan/atau trombosit

dapat dipertimbangkan.

Pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan adalah

melakukan crossmatch ulang. Prinsip dari crossmatch ini adalah

mencocokkan jenis darah antara resipien dan donor dengan melihat reaksi

kompatabilitas yang ditimbulkannya. Pemeriksaan laboratorium yang lain

adalah Direct Antiglobulin Test (DAT), investigasi serologis (Rhesus,

Kidd, Kell, Duffy), hemoglobinemia pada plasma, dan hemoglobinuria

pada analisis urin. Untuk mengetahui adanya komplikasi dari reaksi

hemolitik akibat transfusi sangat perlu dilakukan pemeriksaan fungsi

ginjal dan status koagulasi (prothrombin time, partial thromboplastin time,

dan fibrinogen). Konfirmasi laboratorium bahwa telah terjadi reaksi

11

Page 12: Transfusi Darah

hemolitik akut akibat transfusi dapat dilakukan dengan pemeriksaan

Lactate Dehidrogenase (LDH), bilirubin, dan haptoglobin. Pemeriksaan

kultur darah dan urin penting dilakukan jika dicurigai sepsis

Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;

Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan

dengan segera.

Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas

pasien.

Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya

hemoglobin.

Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan

kedalam pembuluh darah.

Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

b. Reaksi hemolisis lambat

Suatu reaksi hemolisis lambat biasanya disebut hemolisis

extravaskular biasanya ringan dan disebabkan oleh antibodi non D

antigen sistem Rh atau ke alel asing di sistem lain seperti Kell, Duffy,

atau Kidd antigen. Berikut suatu transfusi ABO dan Rh D-kompatibel,

pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk

melawan antigen asing. Pada saat itu sejumlah antibody ini sudah

terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi sel darah

telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun dan

mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang

sama selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan respon antibody

melawan antigen asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd

antigen. Reaksi hemolisis pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah

transfusi, dan gejala biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan

demam. Hematokrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak

adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated meningkat sebagai hasil

pemecahan hemoglobin.4

12

Page 13: Transfusi Darah

Diagnosa antibodi-reaksi hemolisis lambat mungkin difasilitasi

oleh antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibodi

di membran sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membran

antibodi resipien pada sel darah merah dengan membran antibodi donor

pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang

lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen : pasien dan donor.4

Penanganan reaksi hemolisis lambat adalah suportif. Frekuensi

reaksi transfusi hemolisis lambat diperkirakan kira-kira 1:12.000 transfusi.

Kehamilan ( terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan

pembentukan alloan-tibodies pada seldarah merah.

Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film,

LDH, direct antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin,

dan urinalysis. Fungsi ginjal harus dimonitoring ketat. Terapi spesisfik

sangat jarang dibutuhkan, hanya saja pada transfusi selanjutnya perlu

berhati-hati dengan melakukan screening golongan darah dan atibodi.4

c. Reaksi imun nonhemolisis

Reaksi imun nonhemolisis adalah dalam kaitan dengan sensitisasi

dari resipien ke donor lekosit, platelet, atau protein plasma.4

2. Reaksi Febris

Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi

febris. Reaksi ini umumnya 1-3% tentang episode transfusi dan ditandai oleh

suatu peningkatan temperatur tanpa adanya hemolisis. Pasien dengan suatu

riwayat febris berulang harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi darah

merah dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtrasi, atau teknik

freeze-thaw.4

3. Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, penyakit gatal

bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada

13

Page 14: Transfusi Darah

umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi

pasien terhadap transfusi protein plasma. Reaksi urtikaria dapat diatasi dengan

obat antihistamin ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroid.4

4. Reaksi Anafilaksis

Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi).

Reaksi ini berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi,

secara khas pada IgA pasien dengan defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi

darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada

populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinefrin, cairan,

kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA perlu menerima

Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood

Unit .4

Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal

edema, mual & muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnoea, nyeri dada,

dan nyeri abdomen.

Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang selama 30

menit. Untuk menghilangkan gejala berikan antihistamin, misalnya

chlorpheniramine 10 mg. Berikan chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya

dilakukan.4

5. Edema Pulmoner Nonkardiogenik

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury

[TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang terjadi(<1:10,000). Ini berkaitan

dengan transfusi antileukositik atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan

dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.

Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan

Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome (ARDS),

tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.

14

Page 15: Transfusi Darah

Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan

steroid.

6. Graft versus Host Disease

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk

sel darah berisi limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter

leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-

host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet

secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa mengubah efikasi dari transfusi.4

7. Purpura Posttransfusi

Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan

dengan berkembangnya aloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas,

antibodi menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1

minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.4

8. Imunosupresi

Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai

immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana

transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari graft.

Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan

mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selama

pembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit

allogenik dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi

darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan

atau trauma.4

Komplikasi Infeksi

1. Infeksi Virus Hepatitis

Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya

hepatitis setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah

15

Page 16: Transfusi Darah

dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab

1:63,000 dan 1:1,600,000, 75% tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya

50% berkembang menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok

yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.4,11

2. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan

melalui transfusi darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1

dan - 2 antibodi. Dengan adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil

waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV

melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.4,11

3. Infeksi Virus Lain

Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan

penyakit sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada

beberapa individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah

dari donor dapat menularkan virus. Pasien immunosupresif dan

Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ)

peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, pasien - pasien

menerima hanya CMV negatif.

Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV

dari transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang

CMV negatif. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi

secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus

lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma

virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia

dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah

transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis transient aplastic

pada pasien immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya

mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.4,11

16

Page 17: Transfusi Darah

4. Infeksi Parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,

toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.4

5. Infeksi Bakteri

Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.

Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai

1/7000 untuk RBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari

1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk RBC. Angka-angka ini secara relatif

besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta.

Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan bakteri gram-negatif (Yersinia dan

Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk

mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam

waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah

dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai

macam rickettsia.4

Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik

sesuai bakteri penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi

berikut dapat dipertimbangkan:

- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari;

atau meropenem 1 g tds iv.

- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv. 6

6. Overload Cairan

Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal

jantung ventrikel kiri akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk

kering, peningkatan JVP, ronki basal paru, hipertensi, dan takikardi. 6

Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.

17

Page 18: Transfusi Darah

7. Iron Overload

Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya

bergantung pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini

terjadi bila transfusi sudah mencapai 10-50 kantong. 6

Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-

50 mg subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.6

Transfusi Darah Masif

Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih

banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70 ml/kg,

anak/bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada

beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah yang

ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan organ akibat

perdarahan dan hipovolemia. Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat

perdarahan mayor yang menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi

itu sendiri. Namun, transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.3

a. Asidosis

Asidosis lebih disebabkan terapi hipovolemia yang tidak adekuat. Pada

keadaan normal, tubuh dengan mudah mampu menetralisir kelebihan asam dari

transfusi. Pemakaian rutin bikarbonat atau obat alkalinisasi lain tidak diperlukan.3

b. Hiperkalemia

Penyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular

meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin lama disimpan.3

c. Keracunan sitrat dan hipokalsemia

Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi

darah lengkap masif. Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia dan

asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output),

bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi bikarbonat

biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan

asam.3

18

Page 19: Transfusi Darah

d. Kekurangan fibrinogen dan faktor koagulasi

Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama

penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -25°C

atau lebih rendah. Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit terjadi

pada transfusi masif.3

e. Kekurangan trombosit

Fungsi trombosit cepat menurun selama penyimpanan darah lengkap dan

trombosit tidak berfungsi lagi setelah disimpan 24 jam.3

f. DIC

DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih

disebabkan alasan dasar dilakukannya transfusi (syok hipovolemik, trauma,

komplikasi obstetrik). Terapi ditujukan untuk penyebab dasarnya.3

g. Hipotermia

Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin

menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi hipotermia,

berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi.3

h. Mikroagregat

Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang

disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi masif,

mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress pernapasan.

Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan kejadian

sindrom tersebut.3

19

Page 20: Transfusi Darah

Kesimpulan

Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan

kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses

pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari

yang paling ringan sampai perdarahan massif.

Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang

digantikan tepat dan sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan

mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi dalam reaksi transfusi darah

penggantian darah ataupun komponen-komponen darah merupakan suatu tindakan

yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama transfusi yaitu

memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis

darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan

volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).

mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan

oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis.

20

Page 21: Transfusi Darah

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis, Rosdiana dkk. Reaksi hemolitik akibat transfusi. Maj Kedokteran

Indonesia, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009

2. McFarland JG. Perioperative blood transfusion: indications and options.

Chest 1999;115:113S-21S.

3. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari

URL: http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/

English/Handbook.pdf.

4. Marcucci C, Caveh M, dkk. Allogeneic blood transfusions: benefit, risks and

clinical indications in countries with a low or high human development

index: Department of Anesthesiology, University Hospital Lausanne

(CHUV), CH-1011 Lausanne, Switzerland. 2004

5. Melanie J ,Maxwell FRCA. Complications of blood transfusion, 225-. 229.

2015

6. Derek Norfolk. Handbook of Transfusion Medicine. United Kingdom Blood

Services 5th edition. 2013

7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada

pembedahan. Edisi Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

2002

8. Badan POM RI. Hemostatik dan Antifibrinolitik. Pusat Informasi Obat

Nasional. 2015

9. Tanto, Chris dkk. Kapita Selekta Kedokteran: Essential of Medicine. Edisi

IV. Aesculapius. 2014. Hal 565-567.

10. Catatan Anastesi. Bagian Anastesiologi RS. Wahidin Sudirohusodo.

Makassar. Aesculapius. 2013.

11. Canadian Medical Association. Guidelines for red blood cell and plasma

transfusion for adults and children. Can Med Assoc J 1997;156:S1-24

21