transfusi darah
DESCRIPTION
Transfusi DarahTRANSCRIPT
12
TRANSFUSI DARAHTUGAS MAKALAH KELOMPOK KOAS E 17
STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2012
TRANFUSI DARAH
Sejarah
Teknik transfusi darah ditemukan pada tanggal 3 Juni 1667, untuk pertama
kalinya dalam sejarah kedokteran dan operasi, dokter asal Perancis, Jean Baptist
Denis berhasil melakukan transfusi darah. Keberhasilan operasi transfusi darah
pertama ini merupakan lompatan besar dalam ilmu kedokteran karena
sebelumnya, banyak sekali pasien yang harus kehilangan nyawanya akibat
kekurangan darah.
Pengobatan dengan transfusi diakui serta diterima dalam dunia
kedokteran, setelah Dr. Karel Landsteiner menemukan golongan darah A, B, AB
dan O pada tahun 1940 dan patokan inilah yang dipakai sampai sekarang di dunia.
Teknik pemisahan plasma darah ditemukan 3 Juni 1904, Charles Richard
Drew, seorang dokter penemu teknik pemisahan dan pengawetan plasma darah,
terlahir ke dunia di kota Washington D.C. Ia menuntut ilmu kedokteran di McGill
University di Montreal, Kanada. Pada tahun 1938, Drew mendapat beasiswa
untuk melanjutkan pendidikan di Columbia Univesity, New York dan di sana ia
melakukan penelitian terhadap berbagai problem yang ditemukan dalam transfusi
darah. Selama penelitian itu, dia menemukan bahwa plasma darah atau cairan
darah yang tidak mengandung sel, dapat dikeringkan dan disimpan dalam waktu
lama tanpa mengalami kerusakan. Penemuan besar Charles Drew ini mendapat
sambutan dari dunia inetrnasional dan pada tahun 1939, Drew menerima bantuan
dana dari Asosiasi Transfusi Darah dan ia membuka bank penyimpanan darah di
Columbia Presbyterian Hospital. Pada tahun 1940, Charles Drew menerima gelar
doktor dan menjadi warga AS kulit hitam pertama yang menerima gelar ini.
Charles Drew meninggal dunia tahun 1950 akibat kecelakaan mobil.
Definisi
Tranfusi adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari
seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Definisi lain adalah sutu proses
pekerjaan memindahkan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit.
Darah tersusun dari komponen-komponen eritrosit, leukosit, trombosit dan
plasma yang mengandung faktor pembekuan. Pemberian komponen darah yang
diperlukan saja dapat dibenarkan daripada pemberian whole blood yang lengkap,
prinsip ini lebih ditekankan lagi pentingnya di bidang pediatri dikarenakan bayi
maupun anak yang sedang tumbuh tidak perlu diganggu sistem imunologisnya
oleh antigen yang tidak diperlukan. Pemberian whole blood hanya dilakukan atas
indikasi anemia pasca perdarahan yang akut dan untuk transfusi tukar.
Macam-Macam Bentuk Sediaan Darah Dan Komponen Darah
I. Darah (whole blood), 1 unit darah (250-450) dengan antikoagulan sebanyak
15 ml/100 ml darah. Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu
eritrosit, darah lengkap juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor
pembekuan labil (V, VIII). Volume darah sesuai kantong darah yang dipakai
yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat bertahan dalam suhu 4°±2°C.
Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma
secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post
transfusi 450 ml darah lengkap. Dilihat dari masa penyimpanannya maka
whole blood dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Darah segar (fresh blood)
Darah yang disimpan kurang dari 6 jam, masih lengkap mengandung
trombosit dan faktor pembeku
2. Darah yang tersimpan (stored blood)
Darah yang sudah disimpan lebih dari 6 jam
Darah dapat disimpan sampai dengan 35 hari. Darah simpan kandungan
trombosit dan sebagian faktor pembeku (terutama faktor labil sudah
menurun jumlahnya
II. Komponen darah
1. Preparat sel darah merah
a. Packed red cell
Diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup
atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%
yang berarti menghilangkan 125-150 ml plasma dari satu unitnya.
Volume tergantung kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml.
Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem
terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang
telah dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain.
Packed cells banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama
talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena keganasan
lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi
jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di
atas 8 g%.
Dosis transfusi darah didasarkan atas anemis seseorang resipien,
makin sedikit jumlah darah yang diberikan per et mal di dalam suatu
seri transfusi darah dan makin lambat pula jumlah tetesan yang
diberikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi gagal
jantung. Dosis yang dipergunakan untuk menaikkan Hb ialah dengan
menggunakan rumus empiris:
Kebutuhan darah (ml) = 6 x BB (kg) x kenaikan Hb yang
diinginkan. Penurunan kadar Hb 1-2 hari pasca transfusi, maka harus
dipikirkan adanya auto immune hemolytic anemia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan uji coombs dari serum resipien terhadap eritrosit
resipien sendiri atau terhadap eritrosit donor. Keadaan demikian
pemberian washed packed red cell merupakan komponen pilihan
disamping pemberian immuno supressive (prednison, imuran)
terhadap resipien.
Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma
secara tertutup atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit
menjadi 70-80%. Volume tergantung kantong darah yang dipakai
yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam
dengan sistem terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang
telah dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain.
Packed cells banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama
talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena keganasan
lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi
jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di
atas 8 g%.
Dosis transfusi darah didasarkan atas makin anemis seseorang
resipien, makin sedikit jumlah darah yang diberikan per et mal di
dalam suatu seri transfusi darah dan makin lambat pula jumlah tetesan
yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
gagal jantung. Dosis yang dipergunakan untuk menaikkan Hb ialah
dengan menggunakan rumus empiris:
Kebutuhan darah (ml) = 6 x BB (kg) x kenaikan Hb yang
diinginkan.
Penurunan kadar Hb 1-2 hari pasca transfusi, maka harus
dipikirkan adanya auto immune hemolytic anemia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan uji coombs dari serum resipien terhadap eritrosit
resipien sendiri atau terhadap eritrosit donor. Keadaan demikian
pemberian washed packed red cell merupakan komponen pilihan
disamping pemberian immuno supressive (prednison, imuran)
terhadap resipien.
b. Washed red cell / Leucocyte pletelet and plasma poor RBC. Washed
red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan
saline, sisa plasma terbuang habis. Preparat ini berguna untuk
mencegah reaksi febris. Dapat diberikan untuk AIHA dan untuk
mengurangi sensitisasi terhadap antigen leukosit juga untuk penderita
yang tak bisa diberi human plasma. Kelemahan washed red cell yaitu
bahaya infeksi sekunder yang terjadi selama proses serta masa simpan
yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai dalam pengobatan
aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.
c. Red cell suspension
Dibuat dengan cara mencampur packed red cell dengan cairan pelarut
dalam jumlah yang sama.
d. Darah merah pekat miskin leukosit
Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk
meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan
transfusi. Manfaat komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas
dan alergi.
2. Konsentrat trombosit (platelet concenterate)
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan
yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Preparat ini dipakai untuk
mengatasi keadaan trombositopenia berat, misalnya pada leukimia akut,
anemia aplastik atau ITP. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat
menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita.
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan
karena trombositopenia. Indikasi pemberian komponen trombosit ialah
setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah
trombositnya kurang dari 50.000/mm3. misalnya perdarahan pada
trombocytopenic purpura, leukemia, anemia aplastik, demam berdarah,
DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika terhadap
tumor ganas. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia
maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit
prabedah. Komponen trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3
hari.
Macam sediaan:
Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)
Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah
segar. Penyimpanan 34°C sebaiknya 24 jam.
Platelet Concentrate (trombosit pekat)
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan
20°±2°C. Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit.
Peningkatan post transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul.
Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, alloimunisasi
Antigen trombosit donor.
Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada
Platelet Rich Plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan
pletelet concentrate dan kemudian memisahkannya dari plasma yang
diatas yang berupa Platelet Poor Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.
3. Konsentrat granulosit (granulocyte concentrate)
Kandungan utama berupa granulosit dengan volume 50-80 ml.
Suhu simpan 20°±2°C. Lama simpan harus segera ditransfusikan dalam 24
jam.
Transfusi granulosit diberikan bila penderita nutropenia dengan
panas tinggi telah gagal diobati dengan antibiotik yang tepat lebih dari 48
jam. Transfusi granulosit diberikan kepada para penderita leukemia,
penyakit keganasan lainnya serta anemia aplastik yang jumlah leukositnya
2000/mm3 atau kurang dengan suhu 39°C atau lebih. Diapakai untuk
leukopenia berat dengan netrofil < 0,5 x 109 / L
Donor dari keluarga terdekat akan memperkecil kemungkinan
reaksi transfusi. Bila tidak diperoleh donor yang cocok golongan ABO-nya
maka dapat dipilih donor golongan O. Komponen suspensi granulosit
harus diberikan segera setelah pembuatan dan diberikan secara intravena
langsung atau dengan tetesan cepat. Efek pemberian transfusi granulosit
ini akan tampak dari penurunan suhu, bukan dari hitung leukosit penderita.
Penurunan suhu terjadi sekitar 1-3 hari pasca transfusi.
III. Komponen plasma
1. Five percent albumin solution / plasma protein fraction
Preparat ini dipakai untuk penggantian volume plasma pada luka
bakar, kedaruratan abdomen dan trauma jaringan yang luas
2. Fresh frozen plasma (plasma segar dibekukan)
Mengandung plasma dan faktor koagulasi labil (faktor V dan faktor
VIII). Preparat ini dibuat dari donor tunggal sehingga resiko sehingga
resiko penlaran hepatitis rendah. Dibuat dengan cara pemisahan
plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada suhu -60°C.
Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan perdarahan
(hemostasis).
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan labil,
dengan volume 150-220 ml. Suhu simpan -18°C atau lebih rendah
dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan faktor
pembekuan labil bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada.
Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping
berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.
3. Cryoprecipitate (kriopresipitat)
Mengandung F.VIII (80-100 unit), faktor von Willebrand, F.XIII,
fibronectin dan fibrinogen. Digunakan untuk
a. Hemofilia A
b. Penyakit von Willebrand
c. Sumber fibrinogen pada acute defibrination syndrome
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena
kurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili A. AHG tidak
bersifat genetic marker antigen seperti granulosit, trombosit atau
eitrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat menimbulkan
pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor VIII.
Karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal,
tetapi sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Pembuatannya dengan cara plasma segar dibekukan pada suhu -
60°C, kemudian dicairkan pada suhu 4-6°C. Akibat proses pencairan
terjadi endapan yang merupakan cryoprecipitate kemudian dipisahkan
segera dari supernatant plasma.
Setiap kantong kriopresipitat mengandung 100-150 U faktor VIII.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair,
sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar.
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping
berupa demam, alergi.
4. Lyophilized (freeze-dried) factor VIII concentrate
Dipakai untuk terapi hemofili A, preparat ini dibuat dari “pooled
plasma” sehingga ada resiko penularan hepatitis dan HIV (AIDS)
5. Lyophilized (freeze-dried) faktor IX-prothrombin complex
concentrate. Mengandung prothromin, F.IX, VII dan F.X. dipakai
untuk mengatasi hemofili B
6. Fibrinogen (freeze-dried)
Dipakai untuk mengatasi DIC
7. Immunoglobulin (gamma globuline)
a. Immune gamma globulin
b. Hyperimmune gamma globulin
c. Rh immunoglobulin
Manfaat Komponen Darah
Komponen darah diberikan melalui transfusi dimaksudkan agar transfusi
tepat guna, pasien memperoleh hanya komponen darah yang diperlukan,
mengurangi reaksi transfusi, mengurangi volume transfusi, meningkatkan
efisiensi penggunaan darah, serta memungkinkan penyimpanan komponen darah
pada suhu simpan optimal.
Golongan Darah
Terdapat lebih dari 400 antigen golongan darah, tetapi yang secara klinis
mempunyai arti penting adalah sistem ABO dan sistem Rh. Beberapa sistem
golongan darah yang penting dapat dilihat pada tabel
Sistem Frekuensi
antibodi
Penyebab reaksi
tranfusi hemolitik
Penyebab hemolytic
disease of newborn
ABO Sangat sering Ya (sering) Ya (biasanya ringan)
Rh Sering Ya (sering) Ya
Kell Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya
Duffy Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (Kadang-kadang)
Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Lutheran Jarang Ya (jarang) Tidak
Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak
P Kadang-kadang Ya (jarang) Ya (jarang)
MN Jarang Ya (jarang) Ya (jarang)
Sistem golongan darah yang penting secara klinis
Di dalam tubuh seseorang terdapat antibodi alamiah atau antibodi yang
timbul akibat sensitisasi tranfusi atau kehamilan. Antibodi alamiah terdapat dalam
tubuh meskipun belum pernah tersensitisasi sebelumnya. Antibodi alamiah yang
terpenting ialah anti-A dan anti-B. Antibodi alamiah pada umumnya adalah IgM,
bereaksi optimal pada suhu 4oC karena tergolong cold antibody. Antibodi imun
(immune antibodies) adalah antibodi yang timbul setelah sensitisasasi akibat
tranfusi atau transplasenta waktu kehamilan. Pada umumnya terdiri atas IgG dan
bereaksi optimal pada suhu 37oC (warmn antibody). Antibodi imun yang
terpenting adalah Rh antibody, anti-D.
Sistem ABO diatur oleh tiga gen, A, B dan O. Gen A dan B juga
mengontrol sintesis enzim spesifik untuk menambahkan satu residu karbohidrat
pada ujungnya, yang dikenal sebagai H substance. Harusnya terdapat 6 fenotipe ,
tetapi karena anti-O tidak ada sehingga tidak dikenal secara serologik, maka
hanya ada 4 fenotipe. Grup A dibagi menjadi 2 subgrup yaitu A1 dan A2. A2
bereaksi lebih lemah dibandingkan dengan A1, penderita dengan A2B dapat
dikelirukan secara serologik sehingga dianggap golongan B. Keempat fenotipe
golongan darah sistem ABO dapat dilihat pada tabel
Fenotipe Genotipe Antigen Antibodi Frekuensi
O OO O Anti-A, anti-B 46 %
A AA atau AO A Anti-B 42 %
B BB atau BO B Anti-A 9 %
AB AB AB Tidak ada 3 %
Sistem golongan darah ABO
Golongan darah Rh diatur oleh genstruktural yaitu RhD dan RhCE, yang
mengkode protein membran yang membawa antigen D, Cc dan Ee. Gen RhD bisa
ada bisa tidak sehingga secara fenotipe dikenal Rh D+ atau Rh D-. Antibodi
terhadap sistem Rh sebagian bersifat imun karena sensitisasi kehamilan atau
tranfusi. Anti D bertanggung jawab pada sebagian besar reaksi tranfusi. Oleh
karena itu, pembagian seseorang menjadi Rh D positif atau Rh D negatif sudah
mencukupi untuk keperluan klinis.
Indikasi Tranfusi Darah
Tranfusi darah merupakan pedang bermata dua, yang jika diberikan
dengan tepat akan dapat menyelamatkan penderita, tetapi jika salah diberikan
dapat menimbulkan efek samping yang disebut reaksi tranfusi bahkan dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu, indikasi tranfusi darah harus diketahui
dengan baik. Indikasi pemberian tranfusi sel darah merah dapat dilihat pada tabel
Indikasi Tranfusion Guidlines
Anemia Simtomatik (pusing,
takikardi, takipneu, sianosis)
Indikasi jelas
Kehilangan darah > 15 % dari
volume darah
Mungkin ada indikasi tranfusi sel darah
merah, terutama jika diperkirakan
perdarahan berlanjut
Anemia hipoproliferatif kronik Mungkin memerlukan tranfusi periodik
Penyakit sel sabit Mungkin memerlukan tranfusi selama
krisis atau untuk mencegah krisis
Indikasi pemberian tranfusi sel darah merah
a. Sel darah merah
Indikasi satu-satunya untuk transfusi sel darah merah adalah kebutuhan untuk
memperbaiki penyediaan oksigen ke jaringan dalam jangka waktu yang singkat.
kehilangan darah yang akut, jika darah hilang karena trauma atau
pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume
darah dibutuhkan.
Transfusi darah prabedah diberikan jika kadar Hb 80 g/L atau kurang.
Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun, seperti penderita
penyakit keganasan, artritis reumatoid, atau proses radang menahun yang
tidak berespon terhadap hematinik perlu dilakukan transfusi.
Gagal ginjal, anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal diobati
dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia
rekombinan.
Gagal sumsum tulang karena leukemia, pengobatan sitotoksik, atau
infiltrat keganasan membutuhkan transfusi sel darah merah dan komponen
lain.
Penderita yang tergantung transfusi seperti pada talasemia berat, anemia
aplastik dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur.
Penyakit sel bulan sabit, beberapa penderita ini juga membutuhkan
transfusi secara teratur, terutama setelah stroke.
Indikasi lain untuk transfusi pengganti pada penyakit hemolitik neonatus,
malaria berat karena plasmodium falciparum dan septikemia
meningokokus.
b. Indikasi untuk transfusi trombosit adalah :
Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan
mielotoksik.
Kelainan fungsi trombosit, yaitu berupa kelainan fungsi trombosit yang
diturunkan seperti pada penyakit Glanzmann, sindrom Bernard-Soulier,
dan defisiensi tempat penyimpanan trombosit. Penderita defek fungsi
trombosit yang didapat, sekunder terhadap mieloma, paraproteinemia dan
uremia.
Trombositopenia akibat pengenceran yang sekunder terhadap transfusi
masif atau transfusi pengganti, dan penderita mengalami perdarahan.
Pintas kardiopulmoner, baik selama atau setelahnya perdarahan dapat
terjadi karena trombositopenia akibat pengenceran, begitu juga karena
gangguan fungsi trombosit.
Purpura trombositopenia autoimun, walaupun kemungkinan tidak efektif
karena trombosit yang ditransfusikan hancur oleh autoantibodi yang
sirkulasi.
c. Indikasi transfusi granulosit terbatas untuk kasus tertentu saja. Transfusi
granulosit harus dipertimbangkan hanya untuk alasan seperti :
Neutropenia persisten dan infeksi berat yang terdapat bukti jelas infeksi
bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
dengan antibiotik yang tepat selama 48-72 jam.
Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten seperti pada penyakit
granulomatosa kronis dan sebagian kasus mielodisplasia.
Sepsis neonatus, terutama pada bayi prematur dengan sepsis dapat
mengalami manfaat transfusi granulosit, walaupun keefektifannya tidak
terbukti.
d. Fresh Frozen Plasma
Untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan/pengentalan di (dalam)
suatu pendarahan pasien dengan berbagai defisit faktor pembekuan atau
pengentalan (penyakit hati, DIC, transfusi masive)
Warfarin yang berlebihan atau kekurangan vitamin K, proses perbaikan
coagulopathy yang diperlukan di dalam 12-24 jam
pasien dengan perdarahan atau pasien dengan resiko pendarahan tinggi
Penggantian defisiensi dalam Faktor V dan XI
e. Cryoprecipitate
Hypofibrinogenemia - Fibrinogen <>
o Transfusi raksasa(masive)
o defisiensi kongenital
o defisiensi yang didapat ( misalnya DIC)
kekurangan Faktor XIII
Uremia, dengan perdarahan yang tak bereaksi dengan therapy non-
transfusion ( misalnya, dialisis, desmopressin)
Dysfibrinogenemia ( disfungsi fibrinogen)
Prosedur Tranfusi Darah
Tranfusi darah harus melalui prosedur yang ketat umtuk mencegah efek
samping (reaksi tranfusi) yang dapat timbul. Prosedur itu adalah
1. Penentuan golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun resipien
harus mempunyai golongan darah yang sama
2. Pemeriksaan untuk donor terdiri atas
a. Penapisan (screening) terhadap antibodi dalam serum donor dengan tes
antiglobulin indirek (tes Coombs indirek)
b. Tes serologik untuk hepatitis (B&C), HIV, sifilis (VDRL) dan CMV
3. Pemeriksaan untuk resipien
a. Major side cross match
Serum resipien diinkunasi dengan RBC donor untuk mencari antibodi
dalam serum resipien
b. Minor side cross match
Mencari antibodi dalam serum donor. Tujuannya hampir sama dengan
prosedur 2a
4. Pemeriksaan klerikal (identifikasi)
Memeriksa dengan teliti dan mencocokkan label darah resipien dan donor.
Reaksi tranfusi berat sebagian besar timbul akibat kesalahan identifikasi
(klerikal)
5. Prosedur pemberian darah
a. Hangatkan darah perlahan-lahan
b. Catat nadi, tensi, suhu dan respitasi sebelum tranfusi
c. Pasang infus dengan infus set darah (memakai alat penyaring)
d. Pertama diberi larutan NaCl fisiologik
e. Pada 5 menit pertama pemberian darah beri tetesan pelan-pelan awasi
adanya urtikaria, bronkospasme, rasa tidak enak, menggigil.
Selanjutnya awasi tensi, nadi, suhu dan respirasi.
6. Kecepatan tranfusi
a. Untuk syok hipovolemik, beri tetesan cepat
b. Normovolemi, beri 500 ml/6 jam
c. Pada anemia kronik, penyakit jantung dan paru beri tetesan perlahan-
lahan 500 ml/24 jam atau beri diuretika (furosemid) sebelum tranfusi
Komplikasi Tranfusi
Kolmplikasi tranfusi dapat timbul akibat tranfusi darah disebut sebagai
reaksi tranfusi (tranfusion reactions). Reaksi tranfusi dapat berupa
1. Reaksi segera (immediate reactions)
a. Reaksi hemolitik akibat lisis eritrosit donor oleh antibodi dalam serum
resipien
b. Reaksi febril (febril reaction) karena antibodi terhadap leukosit atau
trombosit
c. Reaksi sensitivitas paru dan bronkospasme karena antibodi terhadap
leukosit
d. Reaksi alergi anafilaktoid terhadap suatu antigen protein dalam plasma
e. Endotoksinemia akibat tranfisu memakai darah yang terkontaminasi
kuman gram negatif
f. Edema paru karena volume overload
g. Reaksi keracunan sitras
h. Reaksi akibat tranfusi masif
2. Reaksi lambat (delayed reactions)
a. Reaksi hemolitik lambat
b. Penularan infeksi hepatitis B dan C, cytomegalovirus (CMV), malaria
dan sifilis
c. Graft versus host disease
Komplikasi transfusi juga terbagi menjadi lokal dan umum.
1. Komplikasi lokal yaitu :
a. Kegagalan memilih vena.
b. Fiksasi vena yang tidak baik.
c. Problem ditempat tusukan.
d. Vena pecah selama menusuk.
2. Komplikasi umum yaitu :
a. Reaksi-reaksi transfusi.
b. Penularan atau transmisi penyakit infeksi.
c. Sensitisasi imunologis
d. Transfusi haemochromatosis.
Reaksi Hemolitik Akibat Tranfusi
Reaksi hemolitik akut terjadi dalam waktu 24 jam dari tranfusi. Sebagian
besar reaksi hemolitik terjadi akibat kesalahan identifikasi (klerikal).
Patogenesisnya melalui berikut
a. Terjadi hemolisis intravaskular masif akibat antibodi IgG/IgM dengan
aktivasi komplemen, misalnya antibodi ABO
b. Terjadi hemolisis ekstravaskular akibat antibodi IgG terhadap faktor
rhesus
Gejala
Reaksi tipe segera
Gejala timbul akibat terjadi hemolisis intravaskuler akut dan gagal ginjal akut
1. Fase syok hemolitik (haemolytic shock phase)
a. Timbul segera atau 1-2 jam setelah tranfusi
b. Urtikaria, nyeri pinggang, flushing, sakit kepala, nyeri dada, sesak
napas, muntah, menggigil, febris, hipotensi sampai syok. Dapat terjadi
hemoglobinemia, bilirubinemia, ikterus dan DIC.
2. Fase oliguria
Timbl akibat acute tubular necrosis yang dapat menimbulkan GGA (gagal
ginjal akut)
3. Fase diuresis
Timbul setelah rekoveri dan GGA
Tindakan Pada Reaksi Hemolitik Akut
Pada reaksi hemolitik akibat tranfusi harus diambil tindakan tepat dan
cepat karena keadaan ini termasuk keadaan gawat darurat, seperti
1. Segera hentikan tranfusi. Kerusakan berbanding langsung dengan jumlah
darah yang masuk. Ganti infus set
2. Berikan tindakan penanggulangan
3. Ambil contoh darah dari penderita, periksa adanya hemoglobinemia.
4. Ambil serum antara lain
a. Satu dikirim kembai ke dinas tranfusi untuk pemeriksaan ulang
golongan darah dan pemeriksaan serologik
b. Satu lagi dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan bilirubin,
hemoglobinemia dan methemalbunemia.
5. Serahkan kembali sisa darah ke dinas tranfusi untuk pemeriksaan kembali
golongan darah dan serologik
6. Periksa adanya hemoglobinuria
7. Setelah 8-10 jam, ambil contoh darah kedua untuk pemeriksaan kembali
bilirubin dan methalbuminemia.
Terapi
Prinsip pengobatan reaksi tranfusi hemolotik adalah mempertahankan
tekanan darah dan perfusi ke ginjal. Tindakan tersebut berupa
a. Berikan infus plasma expander, dextran, plasma atau NaCl fisiologik.
Pertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
b. Forced diuresis
Pemberian furosemid dan manitol
c. Pemberian hidrokortison 100 mg iv dan antihistamin
d. Jika terjadi anemia berat, berikan tranfusi darah yang cocok dengan
pengawasan ketat
e. GGA diatasi, seperti biasa jika perlu dilakukan dialisis
Reaksi Hemoliti Lambat (Delayed Hemolytic Reaction)
Reaksi hemolisis terjadi setelah satu hari sampai beberapa minggu. Reaksi
ini timbul karena hemolisis ekstravaskular dengan penurunan kadar hemoglobin
dan peningkatan bilirubin indirek dalam serum. Reaksi timbul karena adanya
antibodi dalam bentuk IgG yang tidak terdeteksi pada pemberian pretranfusi.
Sering bersifat silent, atau timbul gejala berupa anemia dan ikterus ringan. Lebih
sering tidak memerlukan terapi cukup dilakukan observasi saja, kecuali jika
terjadi anemia atau ikterus berat
Reaksi Alergi dan Reaksi Febris Non-hemolitik
Reaksi febris umumnya timbul karena antibodi dalam serum resipien
terhadap leukosit donor oleh karena itu untuk mencegah makanberikan leucocyte
depleted packed red cell. Reaksi febris dapat juga terjadi akibat reaksi terhadap
protein plasma oleh karena adanya sitokin akibat darah disimpan. Reaksi febris
memberikan gejala demam yang timbul segera setelah tranfusi berjalan, sering
disertai menggigil. Reaksi ini harus dibedakan dengan demam karena bakteremia
akibat pemberian darah yang terkontaminasi bakteri. Reaksi alergi dapat terjadi
dalam bentuk
a. Gatal-gatal
b. Urtikaria
c. Syok anafilaktik
Syok anafilaktik dijumpai pada resipien yang mengalami defisiensi IgA,
dalam serum timbul antibodi anti-IgA akibat sensitisasai tranfusi sebelumnya.
Pada tranfusi ulangan maka dapat terjadi reaksi antigen-antibodi yang
menimbulkan reaksi anafilaksis.
Terapi untuk reaksi febris adalah simtomatik, berupa kompres atau
parasetamol. Untuk itu, reaksi alergi diberikan hidrokortison atau antihistamin.
Pada syok anafilaktik segera harus diberikan adrenalin serta dilakukan tindakan
untuk mengatasi syok anafilaktik.