transformasi menuju pertanian bioindustri padi di...

15
TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI MALUKU UTARA Chris Sugihono, Yopi Saleh, dan Andriko Noto Susanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Komplek Pertanian Kusu, Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan Email: [email protected] ABSTRAK Penerapan pertanian bioindustri padi di Maluku Utara merupakan respon terhadap tuntutan terhadap pertanian masa depan yang semakin dihadapkan pada langkanya sumberdaya energi fosil, meningkatnya kebutuhan dan kualitas pangan, pakan, dan energi ramah lingkungan. Tujuan makalah ini adalah memberikan gambaran umum kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara dan merumuskan langkah-langkah transformasi menuju pertanian bioindustri padi yang akan dicapai. Kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara masih pada level agronomi dengan teknologi minimum dengan indikator produktivitasnya yang masih rendah (<4 ton/ha), kelembagaan petani pada kelas pemula, manajemen kelompok rendah dan orientasi usahataninya bersifat semi subsisten. Permasalahan dalam penerapan pertanian bioindustri padi terdiri dari masalah teknis dan non teknis sehingga penerapan konsep pertanian bioindustri perlu dilakukan secara bertahap seiring dengan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat. Beberapa tahapan kegiatan untuk mentransformasi menuju pertanian bioindustri padi adalah melalui penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani, perbaikan teknologi budidaya, penyediaan sarana prasarana alsintan, pendampingan penyuluhan, dan display teknologi padi terpadu serta mengintegrasikan padi dengan sapi untuk efisiensi hulu dan hilir. Kata kunci: Padi, Bioindustri, Maluku Utara PENDAHULUAN Padi masih menjadi komoditas strategis nasional dan juga daerah. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya intervensi pemerintah dalam pengembangan tanaman padi, mulai dari sisi hulu (benih, pupuk, alsintan), on farm, dan hilir. Perhatian pemerintah yang begitu tinggi terhadap padi disebabkan karena tingkat konsumsi beras masyarakat masih cukup tinggi yaitu 114 kg/kapita/tahun. Hal ini menjadikan beban pemerintah menjadi semakin berat sehingga peningkatan produksi padi menjadi salah satu langkah konkrit menjawab tantangan tersebut (Notosusanto dkk, 2015). Upaya dalam peningkatan produksi padi terutama di Maluku Utara dilakukan melalui 3 cara yaitu peningkatan produktivitas, peningkatan indeks pertanaman, dan perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Ketiga cara tersebut saat ini yang dikerjakan oleh pemerintah melalui program-programnya seperti Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT) untuk meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton GKP/ha, upaya khusus (UPSUS) melalui perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukung lainnya serta optimasi lahan untuk meningkatkan indeks pertanaman minimal 0,5 dan perluasan areal tanam melalui pencetakan sawah yang sebagian besar dialokasikan di luar pulau jawa (Kementerian Pertanian, 2015). Dari sisi ketersediaan teknologi untuk peningkatan produktivitas, sejak 5 tahun terakhir Kementerian Pertanian telah merekomendasikan penerapan teknologi pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Selama periode 2010 hingga 2014 secara nasional produktivitas padi meningkat 1,88% atau dari 5,2 ton/ha menjadi 5,298 ton/ha. Sedangkan di Maluku Utara produktivitas padi lebih rendah lagi yaitu 3,49 t/ha atau tumbuh sebesar 0,13%/tahun. Peningkatan ini dirasa masih cukup rendah mengingat potensi varietas unggul baru padi sawah contohnya Inpari 30 bisa mencapai 9,6 ton/ha (Jamil dkk, 2015). Adanya Levellling off peningkatan produktivitas padi menunjukkan masih perlunya inovasi teknologi

Upload: hoangtruc

Post on 09-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI MALUKU UTARA

Chris Sugihono, Yopi Saleh, dan Andriko Noto Susanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara

Komplek Pertanian Kusu, Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan Email: [email protected]

ABSTRAK Penerapan pertanian bioindustri padi di Maluku Utara merupakan respon terhadap tuntutan terhadap pertanian masa depan yang semakin dihadapkan pada langkanya sumberdaya energi fosil, meningkatnya kebutuhan dan kualitas pangan, pakan, dan energi ramah lingkungan. Tujuan makalah ini adalah memberikan gambaran umum kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara dan merumuskan langkah-langkah transformasi menuju pertanian bioindustri padi yang akan dicapai. Kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara masih pada level agronomi dengan teknologi minimum dengan indikator produktivitasnya yang masih rendah (<4 ton/ha), kelembagaan petani pada kelas pemula, manajemen kelompok rendah dan orientasi usahataninya bersifat semi subsisten. Permasalahan dalam penerapan pertanian bioindustri padi terdiri dari masalah teknis dan non teknis sehingga penerapan konsep pertanian bioindustri perlu dilakukan secara bertahap seiring dengan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat. Beberapa tahapan kegiatan untuk mentransformasi menuju pertanian bioindustri padi adalah melalui penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani, perbaikan teknologi budidaya, penyediaan sarana prasarana alsintan, pendampingan penyuluhan, dan display teknologi padi terpadu serta mengintegrasikan padi dengan sapi untuk efisiensi hulu dan hilir. Kata kunci: Padi, Bioindustri, Maluku Utara PENDAHULUAN

Padi masih menjadi komoditas strategis nasional dan juga daerah. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya intervensi pemerintah dalam pengembangan tanaman padi, mulai dari sisi hulu (benih, pupuk, alsintan), on farm, dan hilir. Perhatian pemerintah yang begitu tinggi terhadap padi disebabkan karena tingkat konsumsi beras masyarakat masih cukup tinggi yaitu 114 kg/kapita/tahun. Hal ini menjadikan beban pemerintah menjadi semakin berat sehingga peningkatan produksi padi menjadi salah satu langkah konkrit menjawab tantangan tersebut (Notosusanto dkk, 2015).

Upaya dalam peningkatan produksi padi terutama di Maluku Utara dilakukan melalui 3 cara yaitu peningkatan produktivitas, peningkatan indeks pertanaman, dan perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Ketiga cara tersebut saat ini yang dikerjakan oleh pemerintah melalui program-programnya seperti Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT) untuk meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton GKP/ha, upaya khusus (UPSUS) melalui perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukung lainnya serta optimasi lahan untuk meningkatkan indeks pertanaman minimal 0,5 dan perluasan areal tanam melalui pencetakan sawah yang sebagian besar dialokasikan di luar pulau jawa (Kementerian Pertanian, 2015).

Dari sisi ketersediaan teknologi untuk peningkatan produktivitas, sejak 5 tahun terakhir Kementerian Pertanian telah merekomendasikan penerapan teknologi pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Selama periode 2010 hingga 2014 secara nasional produktivitas padi meningkat 1,88% atau dari 5,2 ton/ha menjadi 5,298 ton/ha. Sedangkan di Maluku Utara produktivitas padi lebih rendah lagi yaitu 3,49 t/ha atau tumbuh sebesar 0,13%/tahun. Peningkatan ini dirasa masih cukup rendah mengingat potensi varietas unggul baru padi sawah contohnya Inpari 30 bisa mencapai 9,6 ton/ha (Jamil dkk, 2015). Adanya Levellling off peningkatan produktivitas padi menunjukkan masih perlunya inovasi teknologi

Page 2: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

yang berkelanjutan yang tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas tetapi juga meningkatkan nilai tambah, ramah lingkungan, dan juga pendapatan petani. Perbaikan teknologi yang dihasilkan melalui penelitian dan pengembangan untuk memecahkan masalah aktual di lapang diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan dan memberi peluang bagi petani untuk memproduksi padi lebih banyak secara berkelanjutan dengan biaya input yang lebih sedikit.

Tantangan pembangunan pertanian kedepan adalah perubahan iklim global dan meningkatnya kebutuhan pangan, pakan, bahan bakar dan energi yang meningkat sementara energi fosil semakin langka, kelangkaan sumberdaya lahan dan air yang akan memberikan konsekuensi logis pengembangan polikutur kearah biosiklus terpadu (Hani, 2006; Dwiyanto, 2014). Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga akan meningkatkan kompetisi pemanfaatan lahan (pemukiman, industri, sarana publik, dan lain-lain) yang dapat mengancam keberadaan lahan-lahan pertanian yang subur (Kariyasa dan Suryana, 2012).

Pertanian-bioindustri berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan solusi yang saat ini sedang dikembangkan untuk mengantisipasi tantangan pembangunan pertanian Indonesia ke depan. Menurut Manurung (2013) bahwa pembangunan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan berbasis hayati dapat meningkatkan keberlanjutan ekonomi sector pertanian dan sector lainnya. Secara umum konsep ini merupakan integrasi antara beberapa konsep yang sudah pernah dikembangkan seperti low external input for sustainable agriculture (LEISA), crop-livestock system (CLS), dengan konsep pengembangan kawasan seperti program rintisan dan akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian (PRIMA TANI), Model pembangunan pertanian perdesaan melalui inovasi (MP3MI), maupun Laboratorium Lapang Inovasi pertanian (LLIP). Lesson learn dari implementasi program tersebut di Maluku Utara adalah rendahnya aspek keberlanjutan (sustainability), yang salah satunya disebabkan oleh lemahnya trasnformasi kelembagaan masyarakat menuju model yang diinginkan. Pertanian bioindustri mensyaratkan pertanian nol limbah dimana seluruh biomassa maupun waste product bisa dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki nilai tambah. Selain itu juga pertanian bioindustri merupakan pertanian nol imported input produksi, nol imported energi, ramah lingkungan dan kilang biology (biorefinery) yang berbasis iptek maju. Disisi lain, petani padi Maluku Utara merupakan petani yang level usahataninya masih belum sampai berpikir kearah tersebut. Oleh karena itu untuk menuju pertanian bioindustri padi diperlukan upaya trasnformasi dan rekayasa teknis, kelembagaan, maupun budaya petani. Makalah ini bertujuan memberikan gambaran kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara dan langkah-langkah upaya mentransformasi petani menuju pertanian bioindustri.

KONDISI EKSISTING 1. Kinerja produksi padi di Maluku Utara

Produksi padi di Maluku Utara berdasarkan ARAM II tahun 2015 mencapai 77096 ton atau sebesar tumbuh sebesar 4,26% per tahun. Pertumbuhan ini lebih banyak di dorong oleh luas panen seluas 22078 ha atau tumbuh sebesar 4,09 % per tahunnya dibandingkan produktivitas sebesar 3,49 t/ha atau meningkat sebesar 0,13% per tahun (Gambar 1). Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan teknologi padi di Maluku Utara masih sangat terbatas mengingat produktivitas nasional sudah mencapai 5,3 ton/ha dan potensi hasil kajian di Maluku Utara bisa mencapai 9,1 ton/ha untuk padi sawah (BPTP Maluku Utara, 2015). Menurut Darwanto (2010), untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian maka diperlukan kombinasi penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk, pengolahan lahan dan perawatan yang maksimal serta penggunaan modal dan teknologi yang tepat.

Page 3: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 1. Kinerja produksi padi 2004-2014 di Maluku Utara

Tabel 1. Keragaan produksi padi di Maluku Utara tahun 2004-2015

Tahun Luas panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton)

2004 14.834 3,47 51.495,0

2005 15.332 3,45 52.948,5

2006 17.355 3,41 59.215,0

2007 14.497 3,35 48.531,0

2008 14.831 3,48 51.599,0

2009 13.711 3,37 46.247,2

2010 16.071 3,45 55.400,8

2011 16.783 3,66 61.429,1

2012 17.794 3,69 65.677,7

2013 19.281 3,76 72.438,7

2014 21.192 3,40 72.074,0

2015* 22.078 3,49 77.096,4 Sumber: Maluku Utara dalam angka 2004-2015 (diolah) Keterangan: * data angka ramalan (ARAM) II BPS

Produksi padi di Maluku Utara masih bertumpu pada lahan sawah. Padi sawah masih menjadi kontributor utama sebesar 83,4% sedangkan padi ladang hanya 16,6%. Jika di pulau jawa luas lahan sawah semakin lama semakin berkurang maka di Maluku Utara luas sawah terus meningkat 12,2% tiap tahunnya. Pada tahun 2011 luas sawah sebesar 9044 ha, kemudian di tahun 2012 terdapat percetakan sawah baru seluas 2545 ha, tahun 2013 sebesar 704 ha, dan ditahun 2014 percetakan sawah hanya 300 ha (Tabel 2). Percetakan sawah baru pada prinsipnya belum bisa langsung mendongkrak produktivitas padi mengingat lahan sawah bukaan baru masih memiliki banyak keterbatasan sifat fisik, mekanik, maupun kimia tanah. Menurut Hartatik dkk (2010), pembukaan sawah baru akan menghadapi masalah kesuburan yang masih rendah maupun keracunan Fe bagi padi sehingga dibutuhkan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman dengan teknologi irigasi intermitten untuk mencuci kadar Fe, ameliorasi dengan pemberian kapur/dolomit, dan bahan organik, serta penambahan pupuk

14834,0 22078,0

77096,376

3,47 3,45 3,41

3,35 3,48 3,37

3,45

3,66 3,69

3,76

3,40

3,49

3,10

3,20

3,30

3,40

3,50

3,60

3,70

3,80

3,0

10003,0

20003,0

30003,0

40003,0

50003,0

60003,0

70003,0

80003,0

90003,0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Luas panen (000 ha) Produksi (0000 ton) Produktivitas (t/ha)

Page 4: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

urea, SP36, dan KCl untuk meningkatkan status hara dalam tanah serta mencukupi kebutuhan hara tanaman. Tabel 2. Perkembangan luas lahan sawah di Maluku Utara tahun 2011 - 2014

No. Kabupaten/Kota Perkembangan luas sawah (Ha)

2011 2012 2013 2014

1. Halmahera Tengah 934 1.384 1.484 1.584

2. Halmahera Timur 4.936 5.336 5.526 5.726

3. Halmahera Barat 572 872 872 872

4. Halmahera Utara 1.238 1.638 1.738 1.738

5. Halmahera Selatan 720 965 965 965

6. Kepulauan Sula 209 709 1.023 1.023

7. Tidore Kepulauan 77 227 227 227

8. Pulau Morotai 358 458 458 458

9. Ternate - - - -

Total 9.044 11.589 12.293 12.593

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara (2015)

2. Potret SDM dan kelembagaan petani di Maluku Utara

Jumlah kelembagaan kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan)

di Maluku Utara mengalami trend jumlah yang meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat

dijadikan potensi dan modal awal bagi pembangunan pertanian secara umum di Maluku Utara.

Jumlah kelembagaan petani di Maluku Utara tahun 2014 masing-masing sebanyak 1.957

Poktan dan 633 Gapoktan (Gambar 2).

Gambar 2. Jumlah Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Maluku Utara Periode Tahun 2011-2014

(Sumber: Pusdatin, Bakorluh Maluku Utara dan BPTP Maluku Utara, 2015)

Kelompok tani di Provinsi Maluku Utara seluruhnya masih dalam kategori pemula dan

masih membutuhkan pendampingan serta pembinaan yang intensif untuk meningkatkan

kapasitas, peran dan fungsinya sebagai kelembagaan petani yang professional (Tabel 3).

Syahyuti (2007) mengemukakan bahwa lemahnya kelembagaan pertanian, seperti

perkreditan, lembaga input, pemasaran, dan penyuluhan; telah menyebabkan belum dapat

Page 5: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

menciptakan suasana kondusif untuk pengembangan agroindustri perdesaan. Selain itu,

lemahnya kelembagaan ini berakibat pada sistem pertanian tidak efisien, dan keuntungan

yang diterima petani relatif rendah.

Tabel 3. Jumlah Kelompok Tani (Poktan) Menurut Kelas Kemampuan di Provinsi Maluku Utara

Tahun 2014

No Kabupaten/Kota Kelas Kemampuan

Pemula Lanjut Madya Utama

1

2 3

4 5

6

7 8

9 10

Halmahera Barat

Halmahera Tengah Halmahera Utara

Halmahera Selatan Kepulauan Sula

Halmahera Timur

Kepulauan Morotai Pulau Taliabu

Ternate Tidore Kepulauan

313

307 330

298 30

240

78 18

125 218

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

Maluku Utara 1.957 0 0 0

Sumber: Bakorluh Maluku Utara, 2015.

3. Kondisi umum pembiayaan pertanian melalui program PUAP

Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian.

Namun, dalam operasional usahanya tidak semua petani memiliki modal yang cukup.

Aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama

bagi petani-petani yang menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari

masyarakat perdesaan (Nurmanaf, 2007). Program pemerintah khusus untuk pembiayaan

petani salah satunya adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program

PUAP yang sudah dimulai dari tahun 2008 hingga sekarang mensyaratkan terbentuk dan

berkembangnya LKM-A di desa sasaran PUAP sebagai lembaga yang dapat membantu

memfasilitasi permodalan usahatani bagi petani di perdesaan (Saleh et al., 2013). Program

PUAP di Maluku Utara telah berdampak pada peningkatan jumlah kelembagaan Gapoktan,

sampai tahun 2015 tercatat sebanyak 663 Gapoktan PUAP yang telah dibentuk dari tahun

2008-2015 dengan beragam pengembangan usaha agribisnisnya. Berikut ini jenis usaha yang

dikembangkan oleh Gapoktan PUAP di Maluku Utara. Gambar 3 menjelaskan bahwa

pengembangan usaha Gapoktan PUAP sebagian besar pada usaha off farm (34,78 persen)

dan tanaman pangan (30,99 persen). Untuk tanaman pangan, pembiayaan usaha dari

program PUAP untuk komoditas tanaman padi masih tergolong kecil, yakni hanya 11,44

persen dari pembiayaan total untuk usaha tanaman pangan di Maluku Utara (Syukur et al.,

2014).

Page 6: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 3. Jenis Usaha (unit) Gapoktan PUAP di Maluku Utara Periode 2008-2015

4. Level tingkat adopsi teknologi PTT padi saat ini

Untuk mengetahui level penggunaan teknologi pada tingkat usahatani padi di Maluku

Utara dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat adopsi penerapan teknologi PTT yang saat

ini merupakan teknologi andalan pada produksi padi sawah. Untuk komponen teknologi dasar,

persentase adopsinya mencapai 46,67% sedangkan untuk komponen pilihan tingkat

adopsinya mencapai 51,57% (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa level penerapan

teknologi padi di Maluku Utara masih dalam taraf menengah sehingga jika diintroduksikan

teknologi baru yang lebih tinggi maka diperlukan upaya-upaya yang memerlukan strategi

khusus pula.

Tabel 4. Tingkat Adopsi teknologi PTT Padi sawah di Kab. Halmahera Timur

No Komponen Teknologi Ya

(%) Tidak (%) Penjelasan

Komponen Dasar

1 Varietas Unggul Baru 10 90 Cisantana, super wing

2 Benih bermutu dan berlabel 80 20 Label biru dan putih

3 Pemberian bahan organik 40 60 Petroganik

4 Pengaturan populasi tanaman jajar legowo (2:1, 4:1)

50 50 Jarwo 5:1 dan tabela

5 Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah

70 30 Urea dan NPK

6 Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT 30 70

Rerata (%) 46,67 53,33

Komponen Pilihan

1 Pengolahan lahan sesuai musim dan pola tanam 80 20 Kesepakatan

2 Penggunaan bibit muda (<21 hari) 60 40 < 21 hari, 21-25 hari

3 Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 70 30 3-5 batang, Tabela

4 Pengairan secara intermitten 10 90

5 Penyiangan mekanis (dengan bantuan alat

gasrok, landak, dll) 20 80 Semprot

6 Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

dan dikeringkan 70 30

Rerata (%) 51,67 48,33

Sumber: data primer 2015 (diolah)

Page 7: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Pemanfaatan hasil utama tanaman padi dan produk turunannya di Maluku Utara juga

masih sangat terbatas. Saat ini padi diusahakan untuk menghasilkan beras, sedangkan hasil

samping baik berupa jerami, sekam, dedak, dan menir masih dibuang atau belum

termanfaatkan dengan baik. Hasil jerami biasanya dibakar dilahan, sedangkan sekam dan

dedak hanya dibiarkan di tingkat penggilingan padi (Gambar 4).

Gambar 4. Kondisi eksisting Pemanfaatan hasil utama padi dan produk turunannya di Maluku Utara (Sumber: data primer (diolah))

ARSITEKTUR MODEL PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI MALUKU UTARA Menurut Basuni (2010), untuk membuat pertanian padi sawah yang efisien di perdesaan

perlu di integrasikan dengan ternak sapi karena usahatani seperti ini mampu meningkatkan pendapatan 70% dengan skala luas tanam padi 5 ha dan jumlah sapi 20 ekor. Keuntungan diperoleh karena pemupukan padi dengan memanfaatkan pupuk kandang dan begitu juga sebaliknya limbah padi berupa jerami dan dedak juga bisa dimanfaatkan untuk pakan sapi sehingga bisa mengurangi biaya pemupukan kimia dan pakan dari luar. Sedangkan menurut Sumantri dan Fariyanti (2011), menjelaskan analisis kelayakan finansial usaha padi yang berintegrasi dengan sapi potong pada kondisi normal layak untuk dijalankan dan dikembangkan dengan indikator kriteria investasi menunjukkan nilai NPV mencapai Rp. 511.329.761,71; IRR mencapai 19,8%; Net B/C mencapai 1,24 dan Pay back period mencapai 6 tahun 2 bulan 16 hari.

Oleh karena itu Model pengembangan pertanian bioindustri padi di Maluku Utara disusun dengan mengadaptasikan konsep SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak), SITT (Sistem Integrasi Tanaman Ternak), dan model pertanian zero waste. Keuntungan tambahan mengintegrasikan padi dengan sapi dalam kerangka pertanian bioindustri adalah dihasilkannya bahan bakar gas (biogas) sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah dan dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan (Gambar 5).

Page 8: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 5. Arsitektur model Pertanian-Bioindustri Padi di Maluku Utara

(Sumber: Saleh dan Sugihono, 2015)

Dalam pendekatan konsep tersebut, terdapat beberapa produk utama yaitu beras

premium dan daging sapi. Sedangkan produk sampingan yang memiliki nilai tambah adalah dedak dan jerami sebagai sumber pakan, sekam untuk bahan bakar, urine dan faeces sebagai pupuk dan sekaligus biogas. Untuk mengimplementasikan model tersebut, dibutuhkan teknologi fermentasi jerami padi digunakan memproses jerami menjadi pakan untuk ternak sapi (Achmad et al., 2011), teknologi biobriket yang bisa menghasilkan energi yang setara dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya (Jahiding et al., 2011), serta teknologi limbah kotoran sapi yang dapat dijadikan biogas terlebih dahulu sebelum dijadikan pupuk organik agar limbah ternak menjadi lebih bermanfaat (Sumantri dan Fariyanti, 2011).

PERMASALAHAN PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI MALUKU UTARA

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan model yang sejenis seperti integrasi padi ternak juga diungkapkan oleh Winarso dan Basuno (2010), diantaranya adalah pendekatan hamparan yang dilakukan tidak sepenuhnya cocok dan direspon baik oleh petani, serta pendekatan kandang komunal/kelompok juga menemui hambatan karena peternak cenderung membawa ternaknya ke rumah masing-masing. Begitu juga halnya terjadi di Maluku Utara, selama proses pengembangan pertanian bioindustri padi menghadapi kendala teknis dan non teknis diantaranya adalah:

- Motivasi petani untuk mengandangkan ternak sapinya rendah karena masih melimpahnya ketersediaan sumber pakan. Disamping itu tenaga kerja untuk mencari rumput juga terbatas sehingga sapi hanya di ikat di lahan atau di bawah tegakan kelapa.

- Kapasitas kerja rumah tangga tani lebih rendah dibandingkan dengan luas kepemilikan lahan sawah sehingga tidak ada waktu untuk memanfaatkan limbah yang ada. Berdasarkan data BPS (2015), luas dengan kepemilikan lahan sawah petani Maluku Utara rata-rata 3,25 ha per KK sedangkan kapasitas kerjanya 1,61 ha/KK. Jumlah total rumah tangga petani padi sawah di Maluku Utara adalah 3875 KK sedangkan luas total sawah mencapai 12593 ha.

Page 9: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

- Mahalnya biaya tenaga kerja pertanian dan terbatasnya infrastruktur wilayah seperti aksesibilitas jalan yang rusak serta jarak dengan pasar di Kota Ternate relatif jauh sehingga pengembangan produk turunan menjadi tidak efisien.

- Terbatasnya alat mesin pertanian seperti traktor, transplanter, combine, harvester, maupun chooper (pencacah pakan)

- Belum terbentuknya pasar bagi produk hasil pertanian bioindustri padi - Dukungan pemerintah daerah terhadap pertanian padi terintegrasi masih rendah.

Pemerintah daerah masih disibukkan dengan penyediaan infrastruktur dasar seperti irigasi, jalan, dan jembatan.

- Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah utama adalah belum terbentuknya mental petani bioindustri padi di Maluku Utara dengan indikasi masih banyaknya limbah yang terbuang, ternak belum dikandangkan, sumberdaya alam melimpah, dan kepemilikan lahan yang luas yang tidak sebanding dengan kapasitas kerja.

STRATEGI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI 1. Strategi Pengembangan Kelembagaan Petani Menuju Pertanian Bioindustri

Kelembagaan pertanian di perdesaan hendaklah dipandang sebagai social capital masyarakat, terlepas dari bagaimana proses pembentukannya (bottom-up, top-down, atau pemberdayaan kelembagaan tradisional). Kelembagaan yang ada di perdesaan mungkin amat beragam, hendaklah dilihat sebagai potensi untuk menjadi wadah peran serta masyarakat. Karena itu, dalam kaitannya dengan pengembangan pertanian bioindustri, maka bukanlah menumbuhkan kelembagaan baru yang diperlukan, tetapi adalah merekonstruksi kelembagaan yang ada sehingga mampu menjadi wadah peran serta masyarakat dalam mewujudkan program tersebut.

Upaya-upaya merevitalisasi kelembagaan petani untuk mendukung program

pengembangan kawasan berbasis padi diperlukan, diantaranya adalah: (1) Pembinaan dan

pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan petani; (2) Penguatan dan

pemberdayaan kelembagaan petani dalam rangka mengoptimalkan peran kelembagaan yang

lebih maju dalam mata rantai proses produksi dan distribusi hasil pertanian; dan (3)

Pemerataan akses dan penyetaraan peran kelembagaan guna keterkaitan usaha (linkage)

diantara kelembagaan tersebut, baik keterkaitan secara horisontal (forward dan backward

linkage) maupun keterkaitan secara horisontal. Secara ringkas strategi yang bisa diterapkan

untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan petani seperti pada gambar 6.

Page 10: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 6. Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Petani

Untuk mencapai keluaran kelembagaan kelompok petani yang efektif maka dibutuhkan dukungan penyuluhan pertanian yang tangguh melalui kelembagaan penyuluhan pertanian yang tangguh, kompetensi penyuluh yang handal dan profesional serta mampu melakukan pendekatan terhadap petani/kelompok sasaran. Upaya pemberdayaan kelembagaan petani memerlukan reorientasi pemahaman dan tindakan bagi para fasilitator perubahan selaku agen perubahan (change agent) dalam pelaksanaan program pertanian. Proses diseminasi teknologi akan berjalan lebih mulus bila disertai dengan pemahaman dan pemanfaatan potensi elemen-elemen kelembagaan dan status petani dalam suatu proses alih teknologi atau diseminasi teknologi baru (Suradisastra, 2008). Kemampuan atau kapasitas petani yang saat ini ada dipengaruhi oleh beberapa faktor, (1) faktor internal petani diantaranya latar belakang pendidikan (formal dan non-formal), pengalaman berusahatani, status ekonominya, dorongan kebutuhan, dan pengalaman belajarnya; dan (2) faktor eksternal, yaitu lingkungan petani (dukungan kepemimpinan lokal dan peran pihak luar seperti pemerintah, swasta, dan kelembagaan lain) serta lingkungan kelompok tani.

Kemampuan atau kapasitas petani dapat ditingkatkan melalui proses yang dapat dilalui secara bertahap, yaitu:

a. Penyadaran Penumbuhan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi petani secara lebih

spesifik; Penyediaan sarana sosial; Menumbuhkan kepemimpinan lokal; Menumbuhkan kerjasama; Membangun wawasan tentang kehidupan bersama; Menciptakan komitmen kebersamaan dalam kelompok untuk mencapai tujuan

yang lebih besar. b. Pengorganisasian

Peningkatan kemampuan manajemen sumberdaya yang dimiliki kelompok; Peningkatan kemampuan pengambilan keputusan bersama;

Page 11: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Pengembangan kepemimpinan; Penyediaan sarana dan prasarana kelembagaan.

c. Pemantapan Pemantapan terhadap visi; Membangun jaringan dan kerjasama antar kelembagaan. Kelembagaan petani (Gapoktan/Poktan) diarahkan sebagai sebuah kelembagaan

ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya (Pujiharto, 2010). Sejalan dengan tuntutan untuk melakukan penguatan organisasi usaha yang berbadan hukum untuk meningkatkan kredibilitas petani dalam berhubungan dengan lembaga keuangan atau perbankan dan mitra usahanya, maka transformasi poktan/gapoktan menjadi kelembagaan ekonomi petani (KEP) yang berbadan hukum tidak terelakkan lagi. Koperasi pertanian (Koptan) merupakan alternatif bentuk KEP yang dipilih oleh poktan/gapoktan, karena bentuk koperasi telah akrab dengan petani. Koperasi pertanian telah dikenal sejak lama oleh petani dan merupakan KEP yang demokratis, karena pengambilan keputusan berada pada rapat anggota tahunan (RAT). Koperasi pertanian sebagai wadah usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan merupakan pengejawantahan dari prinsip perekonomian kerakyatan. Koperasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota-anggotanya. Penumbuhan dan pengembangan Koptan merupakan respon terhadap tuntutan KEP yang memerlukan legalitas lembaga sebagai badan hukum. Dengan status badan usaha yang berbadan hukum, koptan lebih mudah memperoleh pengakuan dalam perjanjian kerjasama/kemitraan dengan pihak luar, serta memperjelas status kepemilikan atas aset tetap dan aktivitas perdata lainnya.

Kelembagaan petani yang diarahkan untuk berkembang menjadi kelembagaan ekonomi petani yang berjalan dan berdiri secara sah secara hukum ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian No. 90/Pert/SM.820/J/12/12 tanggal 4 Desember 2012 tentang bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani Diarahkan Menjadi Badan Usaha Milik Petani (BUMP) dalam Bentuk Koperasi Pertanian (Koptan) dan Perseroan Terbatas (PT). Saham dalam BUMP berbentuk PT minimal 75% dimiliki oleh petani (makin banyak jumlah petani yang menyertakan sahamnya makin baik), sedangkan BUMP dalam bentuk Koptan seluruh anggotanya terdiri dari para petani, buruh tani dan orang-orang yang terlibat dalam usaha pertanian/agribisnis. 2. Transformasi Menuju Pertanian Bioindustri Padi di Maluku Utara

Transformasi menuju pertanian yang berbasis iptek maju di tingkat perdesaan tidak bisa semata-mata hanya ditempuh melalui perbaikan kelembagaan internal penyuluhan, melainkan juga materi inovasi teknologi dan kelembagaan petani (Indraningsih et al., 2013).Transformasi pertanian menurut Timer (1988) dalam Haryanto et al. (2013) adalah menurunnya pangsa tenaga kerja pertanian disisi on farm yang bergerak melalui 4 tahap proses dengan pendekatan kebijakan yang berbeda pada setiap tahapnya yaitu tahap pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan sektor lainnya, tahap pertanian integrasi dengan efisien input dan pasar output, dan terakhir tahap pertanian industrial (Gambar 7). Untuk pertanian padi Maluku Utara saat ini masih tahap 1 dengan indikator pertanian masih sebagai leading sector dengan sumbangan PDRB tertinggi (33,8%) dengan ciri budaya tani agronomi dengan teknologi minim atau berada pada level 3 (gambar 8). Untuk melakukan jump strategy maka dibutuhkan dukungan oleh semua stakeholder dan pemerintah daerah baik melalui percepatan penyediaan infrastruktur dasar, rekayasa kelembagaan, mekanisasi pertanian, dan peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM petani maupun penyuluh pertanian.

Page 12: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 7. Tahap-tahap Transformasi Sektor Pertanian

(Sumber: Peter Timer, 1988) Berdasarkan pendekatan teori kesejajaran sadjad, level usahatani pertanian padi di

Maluku Utara masih dalam level agronomi teknologi minim dengan ciri-ciri orientasi usahatani padi adalah produksi maksimum. Saat ini komoditas padi di Maluku Utara masih terjebak pada persoalan rendahnya produktivitas (< 4 ton/ha). Budaya saprodi masih bersifat minimum yaitu asal saprodinya tersedia. Petani masih belum begitu sadar terhadap pentingnya penggunaan benih bermutu dari varietas unggul. Kondisi eksisting menunjukkan bahwa varietas yang digunakan secara luas adalah varietas unggul lama yaitu Cisantana yang notabene telah mengalami levelling off peningkatan produktivitas. Begitu juga dengan budaya pemakaian pupuk, saat ini rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi belum bisa sepenuhnya diterapkan karena ketersediaan pupuk belum memenuhi aspek ketepatan jenis, jumlah, waktu, dosis, dan lokasi. Lokasi sentra produksi yang relatif remote semakin memperparah keadaan, jika pupuk terlambat maka petani tidak melakukan pemupukan. Untuk manajemen usahatani padi di Maluku Utara masih bersifat semi subsisten dalam artian sebagian hasil gabahnya dijual komersial dan sebagian lagi disimpan untuk konsumsi rumah tangga. Bentuk pengorganisasian petani sudah berkelompok dengan kelas kemampuan pemula dan kecenderungan pembentukan kelompok maupun gabungan kelompok masih top down karena kepentingan program pemerintah. Fungsi kelompok disini adalah mengkonsolidasi penyediaan input produksi. Kondisi kompetensi SDM petani masih bersifat menengah. Petani padi sawah Maluku Utara mayoritas adalah petani transmigrasi dari pulau jawa maupun Sulawesi. Sedangkan petani padi ladang adalah masyarakat lokal Halmahera. Petani transmigrasi secara umum sudah memiliki bekal pengetahuan padi di wilayah asalnya dengan pengalaman usahatani padi rata-rata 18,4 tahun, lama pendidikan 7,8 tahun, dan umur rata-rata petani adalah 46 tahun (BPTP Malut, 2015). Kondisi infrastruktur pendukung seperti jalan masih memprihatinkan. Jika cuaca hujan, maka jalan menuju sentra produksi tidak bisa dilewati sehingga mengganggu pengangkutan saprodi maupun hasil panen. Begitu juga dengan kondisi pelayanan listrik di Halmahera Timur hanya 12 jam, dimulai pukul 18.00 hingga 06.00 WIT. Kondisi-kondisi itulah yang menjadi landasan tingkatan level usahatani padi di Maluku Utara masih berada di level III (agronomi teknologi minim). Untuk menuju pertanian bioindustri maka memerlukan upaya percepatan melalui peningkatan ke level agronomi teknologi plus dan kemudian menuju pertanian bioindustri. Lama pencapaian menuju pertanian bioindustri tergantung dari dukungan terhadap jump strategy.

Page 13: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Gambar 8. Langkah-langkah transformasi menuju pertanian bioindustri padi di Maluku

Utara (diadaptasikan dari teori kesejajaran Sadjad).

PENUTUP 1. Implementasi pertanian bioindustri padi di Maluku Utara merupakan keniscayaan sebagai

respon terhadap tuntutan terhadap pertanian masa depan memerlukan kesiapan adanya hasil penelitian komponen teknologi unggul yang dapat diterapkan dan diterima oleh petani di lapangan

2. Kondisi eksisting pertanian padi di Maluku Utara masih pada level agronomi dengan teknologi minimum dengan indikator produktivitasnya yang masih rendah, kelembagaan petani pada kelas pemula, manajemen kelompok masih pada taraf pengorganisasian input saprodi dan ciri pemasarannya masih semi subsisten.

3. Permasalahan dalam penerapan pertanian bioindustri padi terdiri dari masalah teknis dan non teknis sehingga penerapan konsep pertanian bioindustri perlu dilakukan secara bertahap seiring dengan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat.

4. Beberapa tahapan kegiatan untuk mentransformasi menuju pertanian bioindustri padi adalah melalui penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani, perbaikan teknologi budidaya, penyediaan sarana prasarana alsintan, pendampingan penyuluhan, dan display teknologi padi terpadu serta mengintegrasikan padi dengan sapi untuk efisiensi hulu dan hilir.

Page 14: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A., H.M. Ali., J.A. Syamsu, 2013. Strategy formulation of empowering farmers

capability at integrated farming of beef cattle and paddy base on zero waste: Analytical hierarchy process approach. Asian journal of agriculture and rural development. Vol 3(10): 746-752

Achmad, B., Muchari, dan Firmansyah. 2011. Dinamika Dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak Tanaman Berbasis Padi Di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Bunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman-Ternak 2011: 188-201.

Badan Pusat Statistik. 2015. Maluku Utara Dalam Angka Tahun 2014. Ternate Basuni, R. Muladno, C. Kusmana, dan Suryahadi. 2010. Sistem integrasi padi-sapi potong di

lahan sawah. Iptek Tanaman Pangan Vol 5 (1): 31-48 BKP3K. 2015. Laporan Tahunan Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian Perikanan, dan

Kehutanan Provinsi Maluku Utara Tahun 2014. Sofifi BPTP Maluku Utara. 2015. Laporan Pendampingan pengembangan kawasan tanaman padi di

Maluku Utara. Laporan Akhir Kegiatan TA. 2015. Sofifi Darwanto. 2010. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis

Frontier). Jurnal Organisasi dan Manajemen, Vol. 6(1): 46-57.

Dwiyanto, Kusuma. 2014. Kerangka pikir pengembangan kawasan pertanian bioindustri berbasis sumberdaya lokal. Disampaikan pada Workshop penyusunan model pertanian bioindustri spesifik lokasi. Jakarta. 27 September 2014.

Hani, FJ. 2006. Global agriculture in need of sustainable assessment. Proceeding of the 1st Symposium of the international forum in assessing sustainability in agriculture (INFASA), 16 Maret 2006. Hal: 3-17

Hartatik, W. Sulaeman, dan A. Kasno. 2010. Perubahan sifat kimia tanah dan ameliorasi sawah bukaan baru. Dalam Buku Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal: 53-76

Indraningsih, KS. T. Pranadji, dan Sunarsih. 2013.Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian dalam perspektif membangun industrialisasi pertanian perdesaan. Jurnal forum penelitian agroekonomi Vol 31 (2): 89-110

Jahiding, M., L. O. Ngkoimani, E. S. Hasan, Hasria, dan S. Maymanah. 2011. Analisis Priksimasi dan Nilai Kalor Bioarang Sekam Padi sebagai Bahan Baku Briket Hybrid. Jurnal Aplikasi Fisika Vol 7 (2): 77-83.

Jamil, Satoto, P. Sasmita., Y. Baliadi., A. Guswara. 2015. Deskripsi Varietas Unggul Padi. Balitbangtan. Jakarta

Kementerian Pertanian. 2015. Permentan Nomor 03 tahun 2015 tentang pedoman upaya khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya TA. 2015. Jakarta

Manurung, R. 2013. Pengembangan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan. Disampaikan pada acara sosialisasi strategi induk pembangunan pertanian (SIPP) 2013-2045. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Medan 13 November 2013

Notosusanto, A.N. dkk. 2015. Database kemandirian pangan provinsi Maluku Utara tahun 2015. BPTP Maluku Utara. Sofifi

Nurmanaf, A. R. 2007. Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat Dengan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 No. 2, Juni 2007: 99-109.

Pujiharto. 2010. Kajian Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Pembangunan Pertanian Di Perdesaan. Jurnal Agritech, Vol. XII No. 1, Juni 2010: 64-80.

Pusdatin. 2014. Statistik Sumber Daya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Petani. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Page 15: TRANSFORMASI MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI PADI DI …malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/BIOINDUSTRI-PADI... · energi fosil, meningkatnya ... peningkatan indeks pertanaman,

Saleh, Yopi, C. Sugihono, dan V. W. Hanifah. Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 16, No. 3, November 2013: 212-222.

Saleh, Y. dan C. Sugihono. 2015. Prospek dan strategi pengembangan pertanian bioindustri berkelanjutan berbasis padi-sapi di Maluku Utara. Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34 Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial. Makasar, 4 November 2014 (Belum terbit)

Sharma, V. S. Giri. SS. Rai. 2013. Supply chain management of rice in India: A rice processing company’s perspective. International journal of managing value and supply chains Vol. 4(1): 25-36

Sumantri, B., dan A. Fariyanti, 2011. Kelayakan pengembangan integrasi padi dengan sapi potong pada kondisi risiko di kelompok tani Dewi Sri. Jurnal Forum Agribisnis Vol. 1 (2): 167-182

Suradisastra, Kedi. 200. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26, No. 2, Desember 2008: 82-91.

Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 No. 1, Maret 2007: 15-35.

Syukur, Muhammad, dkk. 2014. Laporan Akhir Pendampingan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Maluku Utara. Laporan Akhir. BPTP Maluku Utara. Sofifi.

Haryanto, T., N.A. Hidayati, dan W. Djoewito. 2013. Ekonomi pertanian. Airlangga University Press. Surabaya.

Winarso, B. dan E. Basuno. 2013. Pengembangan pola integrasi tanaman-ternak merupakan bagian upaya mendukung usaha pembibitan sapi potong dalam negeri. Jurnal forum penelitian agro ekonomi. Vol 31 (2): 151-169