pkm bioindustri

43
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PRODUKSI PEPTON DARI IKAN PETEK (Leiognathus equulus) SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA BIDANG KEGIATAN: PKM Penelitian Diusulkan oleh: Saptari Joan Tatra C340900 01 Angkatan 2009 Saraswati C340900 04 Angkatan 2009 Nurrokhmatunni sa’ C340900 62 Angkatan 2009 Nur Aziezah Hapsari C340900 67 Angkatan 2009 Virjean Pricillia C340900 81 Angakatan 2009 Yulian Nur Hanifa C340900 82 Angkatan 2009

Upload: alfian-faisal

Post on 22-Jan-2016

144 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PKM

TRANSCRIPT

Page 1: Pkm Bioindustri

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PRODUKSI PEPTON DARI IKAN PETEK (Leiognathus equulus)SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA

BIDANG KEGIATAN:

PKM Penelitian

Diusulkan oleh:

Saptari Joan Tatra C34090001 Angkatan 2009

Saraswati C34090004 Angkatan 2009

Nurrokhmatunnisa’ C34090062 Angkatan 2009

Nur Aziezah Hapsari C34090067 Angkatan 2009

Virjean Pricillia C34090081 Angakatan 2009

Yulian Nur Hanifa C34090082 Angkatan 2009

Ragil Pratiwi G34080033 Angkatan 2008

Cheanty Lebang MM G34080123 Angkatan 2008

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: Pkm Bioindustri

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Produksi Pepton dari Ikan Petek

(Leiognathus equulus) sebagai Media

Pertumbuhan Mikroba

2. Bidang Kegiatan : PKM Penelitian (PKMP)

3. Bidang Ilmu : Teknologi dan Rekayasa

4. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama lengkap

b. NRP

c. Departemen

d. Institusi

:

:

:

:

Saptari Joan Tatra

C34090001

Teknologi Hasil Perairan

Institut Pertanian Bogor

5. Anggota Pelaksana Kegiatan : 8 Orang

6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap

b. NIP

c. Alamat Rumah dan No. HP

:

:

:

Dra. Pipih Suptijah, MBA

19531001 198503 2 001Griya Melati A5 No.10 Bogor/ 08128711070

7. Biaya Kegiatan Total

DIKTI

Sumber Lain

:

:

:

Rp 8.855.000,00

Rp 8.855.000,00

-

8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 Bulan

Ketua Departemen THP Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, Ms. Mphil Saptari Joan Tatra NIP. 19580511 198505 1 002 NIM. C34090001

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Dosen PendampingKemahasiswaan

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Dra. Pipih Suptijah, MBANIP. 19581228 198503 1 003 NIP. 19531001 198503 2 001

Page 3: Pkm Bioindustri

A. JUDUL PROGRAM

Produksi Pepton dari Ikan Petek (Lelognathus equulus) sebagai Media

Pertumbuhan Mikroba.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keaneragaman hayatinya,

terutama kekayaan yang terkandung di laut. Kekayaan alam tersebut sangat

melimpah dan dapat memberikan manfaat bagi manusia. Salah satu pemanfaatan

sumber daya hayati tersebut adalah penggunaan ikan-ikan hasil tangkap

sampingan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk yang meiliki nilai jual

tinggi baik di pasaran regional maupun internasional.

Hasil tangkap sampingan dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu

hasil samping pemanfaatan sumber daya ikan rucah (by catch) dan multispesies,

hasil samping saat panen raya yang mengakibakan sebagian ikan yang tertangkap

tidak dapat ditangani dengan baik, sisa produk ikutan dalam industri pengolahan

ikan dan limbah industri pengolahan ikan. Hasil samping yang mayoritas berupa

ikan rucah (by catch) akhirnya dibuang ke laut lagi karena tidak menguntungkan

bagi nelayan. Hasil samping ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi

produk bernilai ekonomis tinggi dengan memperhatikan proses produksi yang

baik. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan mengolah hasil samping tersebut

menjadi produk berupa pepton, minyak ikan, dan tepung ikan, misalnya pada

ikan petek yang merupakan jenis ikan rucah, dapat digunakan sebagai bahan baku

tepung ikan, pakan ternak, ataupun pupuk. Selain itu, ikan petek memiliki

kandungan gizi yang baik terutama protein.

Produk dari minyak ikan dan tepung ikan selama ini sudah dikembangkan

akan tetapi tidak memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga dibutuhkan suatu jenis

produk dengan bahan baku ikan yang memiliki nilai jual yang tinggi seperti

pepton ikan. Pepton dalam bioteknologi biasanya digunakan untuk media

pertumbuhan mikroba, karena merupakan salah satu sumber nitrogen bagi

mikroorganisme. Menurut Dufossë et al. (2001) pepton ikan adalah produk

turunan atau derivat dari hidrolisis protein yang larut dalam air dan tidak

mengalami proses koagulasi pada air panas. Kebutuhan pepton dalam bidang

Page 4: Pkm Bioindustri

bioteknologi sangat tinggi. Selama ini kebutuhan pepton di Indonesia dipenuhi

melalui impor dan harga yang sangat mahal. Menurut Biro Pusat Statistik (1998)

impor pepton dan turunannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun

1997, pepton dan turunannya sebesar 1.602.415 kg dengan nilai sebesar US

$3.362.761. Sedangkan dari bulan Januari sampai bulan Agustus 1998 impor

pepton Indonesia sebesar 862.123 kg dengan nilai sebesar US $ 3.759.272. Pepton

dalam bioteknologi biasanya digunakan untuk media pertumbuhan mikroba,

karena merupakan salah satu sumber nitrogen bagi mikroorganisme.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada beberapa ikan rucah dari

ikan gulamah (Argyrosomus sp.) (Praptono 2006) dan ikan selar (Caranx

leptolepis) (Saputra 2008) menunjukkan bahwa hasil samping perikanan tangkap

dapat menghasilkan pepton yang dapat dikembangkan lebih luas dalam bidang

bioteknologi. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian lebih lanjut untuk

mendapatkaan pepton dari jenis ikan rucah lainnya, salah satunya adalah ikan

petek sebagai media pertumbuhan mikroba.

C. PERUMUSAN MASALAH

a. Pemanfaatan hasil tangkap sampingan dari jenis ikan rucah.

b. Ikan rucah dari ikan petek yang berpotensi sebagai penghasil pepton.

c. Pepton yang dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba dengan

kualitas yang baik dan murah.

d. Perbandingan kualitas pepton dari ikan petek dengan gulamah dan ikan

selar.

D. TUJUAN

Tujuan dari pengembangan produksi pepton dari hasil tangkap sampingan

yang diterapkan pada ikan petek sebagai media pertumbuhan mikroba dan

membandingkan kualitas pepton yang dihasilkan oleh ikan petek antara ikan

gulamah dan ikan selar sehingga dapat meningkatkan kemajuan di bidang

bioteknologi.

Page 5: Pkm Bioindustri

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

a. Meningkatkan nilai ekonomis dari hasil tangkap sampingan.

b. Mengoptimalkan penggunaan hasil tangkap sampingan sebagai bahan baku

pepton.

c. Memberikan alternatif sumber pepton sebagai media pertumbuhan mikroba

yang murah dan memiliki kualitas yang baik.

d. Menghasilkan produk dengan nilai guna yang lebih dengan membandingkan

kualitas pepton dari ikan petek dengan ikan gulamah dan ikan selar.

F. KEGUNAAN

a. Bagi Perguruan Tinggi

Pengembangan sumber pepton dari hasil tangkap sampingan akan memicu

jiwa kreatif dan inovatif mahasiswa dalam menciptakan sebuah produk bahan

baku media pertumbuhan mikroba yang bermanfaat di bidang bioteknologi.

Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim kompetitif di kalangan mahasiswa untuk

bersaing melalui pengembangan intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara

tidak langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi.

Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi.

Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan

teknologi khususnya dalam penerapan di bidang bioteknologi yang dapat

dikembangkan lebih lanjut.

b. Bagi Mahasiswa

Pelaksanaan program ini akan merangsang mahasiswa berpikir positif,

kreatif, inovatif dan dinamis. Pelaksanaan program ini menuntut mahasiswa

untuk dapat bekerja dalam tim yang akan menumbuhkan kesolidan dan kekuatan

tim.

Program ini akan menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa dalam

berkarya dalam menerapkan teknologi sederhana yang berhasil guna, selain dapat

menumbuhkan sikap kepedulian mahasiswa terhadap tuntutan peneliti dalam

bidang bioteknologi.

c. Bagi Masyarakat

Page 6: Pkm Bioindustri

Adanya pemanfaatan hasil tangkap sampingan ini diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan khususnya para nelayan. Produk pepton yang

dihasilkan memiliki harga yang murah dengan bahan baku yang mudah

diperoleh.. Selain itu, dengan adanya program ini, masyarakat pesisir diharapkan

dapat peduli terhadap pengolahan hasil tangkap sampingan untuk mendapatkan

produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.

G. TINJAUAN PUSTAKA

1. Ikan Pepetek

Ikan pepetek merupakan salah satu jenis ikan air laut. Ikan pepetek

merupakan ikan yang euryhaline sehingga bisa hidup di air payau dan laut.

Menurut Nelson (1994), ikan pepetek diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Perciformes

Famili : Leiognathidae

Genus : Leiognathus

Spesies : Leiognathus equulus

Gambar 1 Ikan pepetek (Leiognathus equulus)Sumber: Sarjono (1995)

Ikan pepetek mempunyai bagian dorsal memanjang dan tergolong pada

keluarga Leiognathidae yang masih berkerabat dengan keluarga Carangidae.

Jenis ini merupakan jenis ikan yang kecil. Panjang tubuhnya tidak lebih dari 15

cm, badannya tinggi dan bentuknya pipih. Daging dari jenis ini tidak begitu

banyak (Djuhanda 1981).

Page 7: Pkm Bioindustri

Daerah penyebaran ikan pepetek terdapat di seluruh perairan Indonesia

terutama Laut Jawa, Selat Malaka, sepanjang perairan Kalimantan, Sulawesi

Selatan, Laut Arafuru, ke utara sampai Teluk Bengal, Teluk Siam, sepanjang Laut

Cina Selatan, Pasifik Barat, Laut Merah, Afrika bagian timur, perairan utara

Australia, dan Philipina. Pada umumnya ikan ini hidup pada dasar perairan yang

berlumpur, terutama di daerah muara-muara sungai (Sarjono 1995).

Ikan ini umumnya dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu menjadi ikan

asin. Karena dagingnya tidak terlalu banyak, masyarakat biasa mengonsumsinya

dengan digoreng kering lalu dikonsumis bersama tulangnya karena tulangnya

menjadi renyah (Bahar 2004). Ikan pepetek memiliki 176 kkal energi, 32 g

protein, dan 4,4 g lemak dalam 100 g berat ikan (Irianto dan Soesilo 2010).

2. Protein ikan dan Asam Amino

Protein merupakan senyawa yang mengandung berbagai asam amino

membentuk rantai panjang dengan ikatan peptida. Senyawa protein merupakan

konstituen pengisi jaringan otot ikan yang paling penting. Ikan mengandung

protein 18-22% per 100 gram daging ikan yang dapat dimakan (Peterson dan

Johnson 1987). Protein ikan menurut jenisnya dapat digolongkan menjadi tiga

jenis yaitu protein sarkoplasma, miofibril, dan stroma. Komposisi protein ikan

tersebut berbeda menurut jenis dan spesiesnya (Fennema 1976).

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan

dan bersifat dalam larut garam (Hall dan Ahmad 1992). Kadar protein miofibril

pada otot ikan berkisar antara 75% sampai 85% dari total protein otot ikan

(Govindan 1985). Protein miofibril pada otot ikan mengandung miosin, aktin,

aktomiosin, dan tropomiosin. Miosin merupakan komponen miofibril yang

mampu mnegalami denaturasi dan agregasi. Proses denaturasi akan menghasilkan

molekul-molekul gel dari miosin dengan sifat elastis yang akan tergabung akibat

adanya proses agregasi (Wong 1989).

Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut dalam air dan secara

normal ditemukan di dalam plasma sel, yaitu protein tersebut berperan sebagai

enzim yang diperlukan untuk proses metabolisme anaerob sel otot. Kandungan

protein sarkoplasma lebih banyak pada ikan pelagis dibanding dengan ikan

Page 8: Pkm Bioindustri

demersal. Bagian otot gelap spesies ikan tertentu mengandung sedikit protein

sarkoplasma daripada otot putihnya (Suzuki dalam Shahidi dan Botta 1994).

Protein stroma merupakan protein yang membentuk jaringan ikat. Komponen

penyusun protein ini adalah kolagen dan elastin. Protein ikan menurut sifat

kelarutannya dapat digolongkan menjadi tiga kelas yaitu protein mioplastik,

protein miofibril dan protein miostroma (Okuzumi dan Fujii 2000). Protein

mioplastik pada otot ikan berkisar antara sepersepuluh sampai seperlima dari total

protein otot ikan.

Protein merupakan sumber makanan yang sangat penting bagi tubuh

karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh sekaligus sebagai zat

pembangun dan zat pengatur. Protein juga digunakan sebagai sumber nutrien

dalam pertumbuhan bakteri. Hal ini karena protein mengandung sumber C, H, O,

N, S, dan P yang merupakan elemen penting dalam kebutuhan nutrisi

pertumbuhan bakteri (Todar 2005). Molekul protein akan mengendap karena

terdenaturasi, namun denaturasi belum tentu menyebabkan koagulasi bisa saja

hanya menyebabkan flokuasi yaitu protein mengendap lalu kembali pada keadaan

semula (Syacherie et al. 1995 dalam Rachman 2003). Protein akan mengalami

kondisi isoelektrik ketika muatan gugus amino dan karbonil saling mentralkan

yang mnyebakan molekul-molekul protein bermuatan netral.

Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang membentuk sel

tubuh manusia dan hewan. Asam amino dibagi dalam dua kelompok utama yaitu

asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak

dapat diproduksi diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai lewat maknaan,

sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi di dalam tubuh. Berbagai

jenis asam amino menyatu dalam ikatan peptida untuk menghasilkan protein.

Beberapa fungsi asam amino esensial dan non esensial yang dibutuhkan oleh

manusia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa fungsi asam amino esensial dan non esensial

Asam Amino Fungsi1. Esensial

Histidin Prekusor histamin, penting untuk pertumbuhan fisik dan mental sempurna serta menanggulangi penyakit rematik.

Isoleusin Pertumbuhan bayi dan keseimbangan nitrogen bagi orang dewasa.

Page 9: Pkm Bioindustri

Leusin Merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.

Lisin Untuk crosslinking protein dalam biosintesis karnitin dan menyembuhkan penyakit herpes kelamin.

Metionin Produksi sulfur, menjaga kenormalan metabolisme, sebgai antioksidan dan merangsang serotinin sehingga dapat menghilangkan kantuk.

Arginin Terlibat dalam sintesis urea di hati dan memperlancar peredaran darah.

Phenilalanin Untuk prekusor tirosin, katekolamin dan melanin.Treonin Menyumbangkan nitrogen.Triptofan Prekursor nikotinamin dan produksi serotinin pada otak.Valin Pada penyakit anemia, menggantikan posisi asam

glutamat dalam hemoglobin.2. Non esensial

Alanin Prekursor glukogenik, pembawa N dari jaringan ke permukaan untuk ekskresi N.

Aspartat Biosintesis urea, prekursor glukogenik, dan prekursor pirimidin.

Sistein Sebagai prekursor taurin (misalnya proses kunjugasi asam empedu).

Glutamat Produksi antara-dalam reaksi interkonversi asam amino, prekursor prolin, ornitin, arginin, poliamin, neurotransmiter α-amino butirat (GABA), sumber NH3.

Glisin Prekursor dalam proses biosintesis purin dan neurotransmiter.

Serin Komponen fosfolipid, prekursor sfingolipid, prekursor etanolamin dan kholin.

Tirosin Prekursor katekolamin dan melanin.Prolin Pembentukan kolagen dan penyerapan zat-zat gizi bagi

tubuh.Glutamin Donor kelompok amino yntuk berbagai reaksi non asam

amino pembawa N.Sumber: Lender (1992)

Asam amino dalam protein tersedia dengan jumlah dan proporsi yang

diperlukan untuk memenuhi persyaratan minimun seseorang, dapat menghasilkan

energi untuk bekerja optimum walaupun pemasukannya rendah.

3. Pepton

Dufosse et al. (2001) menyatakan pepton ikan adalah suatu produk

turunan atau derivat dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak

mengalami proses koagulasi pada air panas. Pepton ikan ini merupakan produk

yang sangat memiliki nilai ekonomis penting pada industri perikanan, karena

Page 10: Pkm Bioindustri

memiliki harga pasar yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan produk

sampingan lainnya seperti silase ikan dan tepung ikan.

Hidrolisat protein ikan dibuat dengan mencerna ikan menggunakan enzim

proteolitik, seperti papain, ficin, tripsin, pankreatin, pronase atau enzim yang

diisolasi dari mikroorganisme proteolitik pada temperatur dan pH optimum yang

dibutuhkan oleh enzim. Hidrolisat disentrifuse untuk menghilangkan sisik dan

tulang lalu dikeringkan untuk membuat bubuk protein. Peptida pada hidrolisat

ikan memiliki peran fungsional. Aktivitas biopeptida tergantung pada bahan

mentah dan kondisi hidrolisis (Venugopal 2006).

Enzim proteolitik ditapis untuk menghidrolisis protein ikan. Pancreaten,

papain, dan pepsin cocok untuk proses ini. Studi mengenai pencernaan protein

menyatakan bahwa penggunaan papain pada pH 7,0 memberikan kelarutan

maksimum pada beberapa jam pertama. Suhu 40 °C lebih dianjurkan untuk dapat

memperoleh peptida yang lebih panjang pada saat pencernaan protein. Hidrolisat

protein dari ikan berlemak memberikan produk dengan kandungan lemak yang

signifikan. Bubuk yang berasal dari ikan berlemak rendah, umumnya memiliki

kandungan protein sebesar 92%, lemak sebesar 1,7%, dan abu sebesar 6,4%.

Proses pembuatan hidrolisat protein ikan dari hasil tangkapan samping, dengan

perlakuan enzim papain pada suhu hidrolisat sebesar 55 °C selama 2 jam

menghasilkan bubuk hidrolisat protein dengan kandungan protein sebanyak 90%

(Venugopal 2006).

Satu dari beberapa penggunaan potensial enzim untuk modifikasi dan

peningkatan protein adalah dengan mengontrol proses hidrolisis. Berbagai produk

dengan nilai jual tinggi dapat dihasilkan dari ikan berlemak tinggi dan ika

berlemak rendah. Produk dari ikan berlemak rendah umumnya disebut konsentrat

‘tipe A’ yang mengandung paling sedikit 67,5% protein kasar (basis kering), dan

tidak mengandung lebih dari 0,75% lemak. Produk tipe ini biasanya tidak

berwarna, tawar, dan tidak berbau. Konsentrat yang dihasilkan dari ikan berlemak

tinggi menghasilkan produk ‘tipe B’ dengan kandungan lemak lebih dari 10% dan

masih memiliki aroma ikan yang jelas (Shahidi dan Botta 1994).

Page 11: Pkm Bioindustri

4. Protease Papain

Protease merupakan enzim proteolitik yang bekerja memecah protein

menjadi asam amino dan polipeptida. Protease bekerja mengkatalis reaksi

pemutusan ikatan protein, sehingga reaksi dapat berjalan dengan cepat. Katalisator

adalah zat yang mempercepat reaksi kimia. Katalis mengalami perubahan secara

fisik selama reaksi tetapi tetap kembali ke kedudukan semula setelah reaksi

berakhir. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi kimia dalam sistem

biologis ( Rodwell et al. 1985). Protease merupakan enzim yang berperan dalam

reaksi yang melibatkan pemecahan/pembentukan protein. Enzim ini dalam

mekanisme kerjanya membutuhkan air dan tergolong dalam kelas hidrolase.

Protease digolongkan menjadi peptidase (eksopeptidase) dan proteinase

(endopeptidase). Istilah peptidase ditujukan untuk protease pemecah peptida,

sedangkan proteinase ditujukan untuk protease pemecah protein (Suhartono

1989).

Papain merupakan salah satu enzim pemecah protein dari tanaman pepaya

yang relatif mudah diperoleh. Apabila dibandingkan dengan enzim proteolitik

lainnya, papain relatif tahan terhadap panas. Untuk aktivitasnya, enzim papain

memerlukan suhu optimum 60-75 °C dan pH optimum 4,5-7. Penggunaan papain

sampai saat ini masih terbatas pada beberapa industri terutama industri makanan.

Di Indonesia, papain banyak digunakan sebagai pengempuk daging dan penjernih

pada industri bir (Suhartono 1989).

Protease dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsi dan

karakteristiknya dan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kelas enzim protease

Kelas protease ContohSerin protease Tripsin, kimotripsin, elastase,

subtilins, proteinaseAspartik protease Pepsin, Renin, Microbial aspartic

proteaseSistein protease Papain,fisin, bromelinMetalloprotease Kolagenase, Themiosin

Sumber: Walsh (2002)

Papain adalah enzim yang telah digunakan secara komersial dalanm

industri pangan. Enzim yang digunakan secara komersial dalam industri pangan

Page 12: Pkm Bioindustri

harus memiliki sifat-sifat, yaitu biaya produksi enzim harus lebih kecil dari pada

nilai tambah produk yang dihasilkan, enzim harus cukup aktif secara optimum

pada kisaran pH, temperatur, dan konsentrasi substrat yang umum diperlukan

dalam industri pangan , enzim haru s aman (Muchtadi et al. 1992).

Papain juga banyak dipakai pada proses hidrolisis protein menggantikan

proses-proses kimiawi. Industri pepton dan asam amino banyak memanfaatkan

enzim ini. Papain juga digunakan sebagai bahan penghancur sisa limbah industri

pengalengan ikan menjadi bubur ikan atau konsentrat protein hewani. Bubur ikan

atau konsentrat protein ini digunakan sebagai bahan pakan ternak lemak, ikan,

atau diolah menjadi kecap. Papain juga dapat digunakan pada proses pengolahan

bungkil kacang-kacangan mendaki konsentrat protein nabati (Muhidin 2000).

5. Hidrolisis Protein

Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada

prtein. Asam amino dapat mengalami proses hidrilisis yang menghasilkan

hidrolisat protein. Hidrolisat protein didefinisikan sebagai protein yang

mengalami degradasi hidrolitik dengan asam atau basa kuat dengan hasil akhir

berupa campuran beberapa hasil. Fungsi hidrolisat protein dapat sebagai penyedap

atau sebagai intermedia tes untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara

individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai diet untuk penderita

pencernaan. Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein

dapat diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim pemecahan

ikatan peptida dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan proses hidrolisis

kimia dan pemecahan ikatan peptida menggunakan enzim merupakan proses

hidrolisis biokimia reaksi hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi

yang berupa satu molekul dengan gugus karboksil dan molekul lainnya memiliki

gugus amina (Juniarso et al. 2007).

Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik

menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh campuran

bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun

kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antar asam amino

tersebut. Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri,

Page 13: Pkm Bioindustri

kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi, dan elektroforesis. Salah satu metode

yang banyak memperoleh pengembangan adalah metode kromatografi. Macam-

macam kromatografi adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan

kromatografi penukar ion (Poedjiadi 1994).

6. Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel

suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel

tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan sel merupakan pertambahan

jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada bakteri akan menghasilkan

pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada jasad bersel banyak

(multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan jumlah

individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah besar

jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara

pertumbuhan masing-masing individu sel dan pertumbuhan kelompok sel atau

pertumbuhan populasi (Pelczar dan Chan 2008).

Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam medium baru yang sesuai akan

tumbuh memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu tertentu jumlah bakteri

dihitung dan dibuat grafik hubungan antara jumlah bakteri dengan waktu maka

akan diperoleh suatu grafik atau kurva pertumbuhan. Pertumbuhan populasi

mikrobia dibedakan menjadi dua yaitu biakan sistem tertutup (batch culture) dan

biakan sistem terbuka (continous culture) (Fardiaz 1992).

Pada biakan sistem tertutup, pengamatan jumlah sel dalam waktu yang

cukup lama akan memberikan gambaran berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa

terdapat fase-fase pertumbuhan. Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan,

fase pertumbuhan yang dipercepat, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial),

fase pertumbuhan yang mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian

dipercepat, dan fase kematian logaritma (Volk dan Wheeler 1988).

Pada fase permulaan, bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan

yang baru, sehingga sel belum membelah diri. Sel mikroba mulai membelah diri

pada fase pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu generasinya masih panjang.

Fase permulaan sampai fase pertumbuhan dipercepat sering disebut lag phase.

Page 14: Pkm Bioindustri

Kecepatan sel membelah diri paling cepat terdapat pada fase pertumbuhan

logaritma atau pertumbuhan eksponensial, dengan waktu generasi pendek dan

konstan. Selama fase logaritma, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel

sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya

penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.

Selanjutnya pada fase pertumbuhan yang mulai terhambat, kecepatan pembelahan

sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner

maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel

hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel

hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Pada

fase kematian yang dipercepat kecepatan kematian sel terus meningkat sedang

kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka

kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel hidup menurun

dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian penurunan jumlah sel hidup

tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba akan tetap

bertahan sangat lama dalam medium tersebut (Pelczar dan Chan 2008).

Gambar 2 Grafik pertumbuhan mikroba dalam biakan sistem tertutup

(batch culture).

Pada biakan sistem terbuka dalam kemostat, sel dapat dipertahankan terus

menerus pada fase pertumbuhan eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma.

Continuous culture mempunyai ciri ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan

dapat diatur pada nilai konstan menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses

di dalam khemostat, diatur kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien

pembatas). Sebagai nutrien pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon),

sumber N atau faktor tumbuh (Volk dan Wheeler 1988).

Page 15: Pkm Bioindustri

Pada sistem terbuka ini, ada aliran keluar untuk mempertahankan volume

biakan dalam khemostat sehingga tetap konstan (misal V ml). Jika aliran masuk

ke dalam tabung biakan adalah W ml/jam, maka kecepatan pengenceran kultur

adalah D = W/V per jam. D disebut sebagai kecepatan pengenceran (dilution rate).

Populasi sel dalam tabung biakan dipengaruhi oleh peningkatan populasi sebagai

hasil pertumbuhan dan pengenceran kadar sel sebagai akibat penambahan medium

baru dan pelimpahan aliran keluar tabung biakan. Kecepatan pertumbuhannya

dirumuskan sebagai berikut:

dX/dt = μ X – DX = (μ - D) X.

Pada keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt = 0.

Dengan sistem terbuka ini sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah

kelaparan, dengan nutrien pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan

kecepatan pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau substrat

tersebut, sehingga kecepatan pertumbuhan adalah sebagai fungsi konsentrasi

nutrien, dengan persamaan:

μ = μmax S / (Ks + S)

Keterangan:

μmax : kecepatan pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan

S : konstanta nutrien

Ks : konstanta pada konsentrasi nutrien saat μ = ½ μmax.

H. METODE PELAKSANAAN

1. Alat dan Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam pengolahan pepton ini adalah ikan

pepetek (Leiognathus equulus), dan enzim papain. Bahan untuk uji pertumbuhan

bakteri adalah yeast extract, NaCl, Nutrient broth, Nutrient agar, alkohol dan

biakan bakteri (Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus). Bahan untuk

analisis lain yaitu kjeltab, H2S04 pekat, Akuades, NaOH 40 %, H3BO4 4% yang

mengandung indikator (BCgMM), HCl (total nitrogen, protein, dan nilai

NTT/NTB); dan heksana (kadar lemak).

Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pepton antara lain pisau,

talenan, baskom, timbangan, oven, bejana (untuk menghidrolisis), nilon berukuran

200, 300, 375 mesh, shaker bath, pengaduk, termometer, erlenmeyer, toples kaca,

Page 16: Pkm Bioindustri

hot plate (untuk inaktivasi enzim), lemari es (untuk penyimpanan dingin), spray

dryer. Alat untuk uji pertumbuhan bakteri antara lain inkubator, bunsen,

spektrofotometer, pipet volumetrik, erlenmeyer, jarum ose, tabung reaksi, dan

autoklaf. Alat lain yang digunakan adalah destilator, labu ukur, destruktor, labu

kjedhal (uji total nitrogen, protein, dan nilai NTT/NTB, soxhlet, kertas saring

bebas lemak, kapas, dan tanur (uji kadar lemak).

2. Metode Penelitian

Analisis proksimat ikan selar dilakukan di awal penelitian untuk mengetahui

komposisi kimia ikan selar. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap

pertama merupakan penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui waktu

hidrolisis optimum bagi pepton ikan selar kuning dengan menggunakan perlakuan

waktu hidrolisis (4, 6, 8, dan 10 jam). Tahap kedua merupakan penelitian utama

bertujuan untuk menentukan pepton terbaik dengan memberi perlakuan

penyaringan menggunakan nilon mesh (200, 300, dan 375 mesh) dan lama

penyimpanan dingin (1, 2, dan 3 hari) dengan melakukan uji kimia, fisika, sensori,

dan mikrobiologi. Selanjutnya adalah membandingkan hasil penelitian utama

pembuatan pepton ikan pepetek dengan pepton ikan selar yang diteliti oleh

Wijayanti (2009) serta pepton ikan gulamah.

Kemampuan enzim papain dalam menghidrolisis daging ikan dapat diketahui

dengan melakukan uji kandungan total nitrogen terlarut (NTT), kemudian

dibandingkan dengan total nitrogen bahan (NTB), sehingga diperoleh nilai

nitrogen total terlarut/nitrogen total bahan NTT/NTB). Nilai kecepatan hidrolisis

dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, suhu, dan waktu hidrolisis. Penelitian Saputra

(2008) yang menggunakan bahan baku ikan selar kuning diperoleh hasil bahwa

konsentrasi enzim optimum adalah 0,2 %, suhu hidrolisis optimum adalah 60°C,

sedangkan pada penentuan waktu hidrolisis diketahui bahwa nilai NTT/NTB yang

dihasilkan terus meningkat dengan semakin lamanya waktu hidrolisis, sehingga

pada penelitian tahap pertama ini dilakukan penentuan waktu hidrolisis dengan

waktu yang lebih lama untuk mengetahui waktu hidrolisis yang paling optimum.

Penelitian tahap pertama bertujuan menentukan waktu hidrolisis optimum

pada pembuatan pepton, diberikan perlakuan waktu hidrolisis selama 4, 6, 8, dan

Page 17: Pkm Bioindustri

10 jam. Proses pembuatan pepton diawali dengan pencucian dan penyiangan ikan

dengan memisahkan bagian kepala dan jeroan, kemudian badan ikan yang terdiri

dari daging dan tulang melalui proses pengecilan ukuran menggunakan pisau.

Ikan yang telah dicacah ditambahkan akuades dengan perbandingan 2:1 (2 bagian

air dicampur dengan 1 bagian ikan). Campuran ikan dan akuades dimasukkan ke

dalam bejana kemudian diaduk sampai tercampur rata (homogen).

Campuran ikan dan akuades kemudian ditambahkan enzim papain sebanyak

0,2 % dari volume keseluruhan ikan dan akuades. Larutan kemudian diaduk

selama 15 menit, lalu erlenmeyer dimasukkan dalam shaker bath dengan suhu

60°C selama 4, 6, 8, dan 10 jam. Inaktivasi enzim perlu dilakukan setelah proses

hidrolisis selesai, hal ini bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim pada saat

proses hidrolisis. Inaktivasi enzim dilakukan dengan memberikan perlakuan

panas, yaitu mengatur suhunya sampai 85°C selama 15 menit. Sampel yang

dihasilkan kemudian disaring dengan nilon mesh berukuran 200 mesh. Hasil

penyaringan selanjutnya disimpan pada suhu 4 °C selama 24 jam. Hal ini

bertujuan untuk memisahkan lemak dengan air agar pepton yang dihasilkan

bermutu baik dan memiliki daya simpan yang lama. Pemisahan lemak dilakukan

dengan cara mengambil lemak yang mengapung di atas cairan secara hati-hati.

Setiap sampel yang telah dilakukan proses pembuangan lemak, untuk selanjutnya

dilakukan uji total nitrogen terlarut. Kandungan nitrogen terlarut kemudian

dibandingkan dengan total nitrogen yang terkandung dalam bahan sehingga

dihasilkan nilai NTT/NTB.

Penelitian tahap kedua merupakan penelitian utama yang bertujuan untuk

menentukan pepton terbaik dengan perlakuan penyaringan menggunakan nilon

mesh (200, 300, dan 375 mesh) dan lama penyimpanan dingin (1, 2, dan 3 hari).

Perlakuan penyaringan dan lama penyimpanan digunakan sebagai pengganti

proses sentrifugasi dalam pembuatan pepton, tujuan sentrifugasi adalah untuk

memisahkan filtrat dan padatan (dalam penelitian digantikan dengan perlakuan

penyaringan), selain itu sentrifugasi juga bertujuan untuk memisahkan partikel-

partikel yang memiliki bobot molekul yang berbeda sehingga lemak dan peptida

yang tercampur di dalm filtrat dapat dipisahkan (digantikan dengan perlakuan

lama penyimpanan).

Page 18: Pkm Bioindustri

Proses penyaringan dilakukan setelah proses inaktivasi enzim selesai. Hasil

hidrolisis disaring menggunakan nilon mesh dan ditampung dalam bejana

sehingga padatan berupa tulang dan daging tidak ikut tercampur dengan filtrat.

Filtrat hasil penyaringan diberi perlakuan penyimpanan pada suhu 4°C selama 1

hari kemudian endapan lemak pada permukaan filtrat dipisahkan dengan

menggunakan sendok, selanjutnya penyimpanan dilakukan kembali selama 24

jam dan dilakukan pemisahan lemak kembali. Filtrat yang telah disimpan selama

1 hari, 2 hari, dan 3 hari kemudian dikeringkan menggunakan pengering semprot

(spray dryer) sehingga produk akhir pepton berbentuk bubuk. Pengujian kualitas

pepton dilakukan dengan melakukan uji kimia (NTT/NTB dan kadar lemak),

fisika (derajat putih, rendemen), sensori (uji perbandingan pasangan), dan

mikrobiologi (optical density). Analisis ragam dilakukan untuk menentukan

pepton terbaik dari semua perlakuan.

3. Prosedur Analisis

3.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap daging ikan pepetek meliputi uji

kadar air dan uji kadar abu dengan metode oven, uji kadar lemak menggunakan

metode sokhlet dan uji kadar protein menggunakan metode kjeldahl.

1) Analisis Kadar Air

Penentuan kadar air didasarkan berat contoh sebelum dan sesudah

dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada

suhu 105 oC, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian

ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu

dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 oC selama 6 jam dan kemudian

cawan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang

kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

(%) Kadar air = B−CB−A

x 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan daging ikan (gram)

C = Berat cawan dengan daging ikan setelah

dikeringkan (gram).

Page 19: Pkm Bioindustri

2) Analisis Kadar abu

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan

suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel

sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian

dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 oC). Cawan didinginkan di dalam

desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Kadar abu (%) = berat abu

berat sampel x 100 %

3) Analisis Kadar protein

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar

(crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis

protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

a) Tahap destruksi

Daging lintah ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung kjeltec. Satu butir selenium dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan

ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke

dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi

dilakukan sampai larutan menjadi bening.

b) Tahap destilasi

Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan

dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan

air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada

tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan

menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung

mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat

kjeltec sistem.

Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daging lintah

laut yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem berserta erlenmeyer yang

diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer

yang berisi asam borat mencapai 200 ml.

Page 20: Pkm Bioindustri

c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada

erlenmeyer berubah warna menjadi pink.

Perhitungan kadar protein pada daging lintah laut :

% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko) x0,1 N HCl x 14 x100 %

mg daginglintah laut

% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi

4) Analisis Kadar lemak

Daging ikan seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu

lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung

soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat

destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas

listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga

semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di

ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu

lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah

itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak pada daging lintah:

% Kadar Lemak = W 3– W 2

W 1 x 100%

Keterangan : W1 = Berat sampel lintah (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

5) Analisis Kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan

dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak sehingga

kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat

sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung

dengan menggunakan rumus:

Karbohidrat (%): 100 % - (% abu+ % air+ % lemak+% protein)

Rendemen Pepton Ikan Pepetek

Page 21: Pkm Bioindustri

Rendemen pepton ikan selar dihitung dari ikan selar basah yang melalui proses

penyaringan dan lama penyimpanan kemudian dikeringkan sehingga menjadi

bubuk.

Rendemen (%) = A/ B x 100%

Keterangan : A = berat pepton setelah dikeringkan ; B = berat ikan utuh

3.2 Analisis Derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981 diacu

dalam Tababaka 2004)

Sampel berupa tepung dimasukkan ke dalam cawan whiteness meter hingga

padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar

(dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan ke dalam sistem Kett

Whiteness Meter. Derajat putih diukur dengan membandingkan warna sampel

dengan warna kontrol. Nilai ini ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada monitor.

3.3 Rendemen pepton ikan selar

Rendemen pepton ikan selar dihitung dari ikan selar basah yang melalui

proses penyaringan dan lama penyimpanan kemudian dikeringkan sehingga

menjadi bubuk.

Rendemen (%) : A/B x 100 %

Keterangan : A = berat pepton setelah dikeringkan (g) ; B = berat ikan utuh (g)

3.4 Uji sensori (Rahayu 2001)

Uji perbandingan pasangan adalah suatu uji skalar dengan menyajikan dua

sampel secara bersamaan atau berurutan. Pada uji perbandingan pasangan

ditanyakan kelebihan sampel yang satu dengan yang lainnya, kelebihan yang

dimaksud dapat berarti sampel yang diujikan lebih baik atau lebih buruk dan

seberapa jauh tingkat kelebihan tersebut, dalam hal ini pepton yang dihasilkan

pada penelitian dibandingkan dengan pepton ikan selar hasil penelitian Wijayanti

(2009).

3.5 Uji pertumbuhan mikroorganisme (modifikasi Poernomo 1997)

Pengujian kemampuan pepton sebagai sumber nitrogen dalam medium

pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis

mikroorganisme dengan karakteristik yang berbeda. Mikroorganisme yang

digunakan berasal dari isolat murni yang mewakili bakteri Gram postif dan Gram

negatif yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bakteri sebelum

Page 22: Pkm Bioindustri

digunakan dilakukan penyegaran dulu pada media nutrient agar selama 24 jam,

kemudian dipindahkan ke nutrient broth selama 24 jam, sebelum bakteri

dipindahkan ke media pepton, nutrient broth diukur nilai absorbansinya sampai

0,6, apabila nilai absorbansinya telah mencapai lebih dari 0,6 maka bakteri telah

siap dipindahkan pada media pepton (Chateris et al. 2001). Medium pertumbuhan

dibuat dengan melarutkan ekstrak pepton sebanyak 1 g ditambahkan air hingga

100 ml sehingga konsentrasi protein dalam media diasumsikan sebanyak 1 %

(b/v). Bubuk pepton komersial digunakan sebagai media pembanding dalam

menguji kemampuan daya dukung pepton ikan pepetek. Masing-masing media

ditambahkan yeast extract sebanyak 0,50% dan NaCl 1%. Setelah itu medium

yang telah diatur pH-nya dengan menggunakan HCl atau NaOH terlebih dahulu

kemudian disterilisasi (untuk bakteri pH 7,00 ± 0,01). Inokulasi kultur mikroba

murni dilakukan dengan mengambil 1 ml kultur murni dan dimasukkan ke dalam

9 ml media yang telah diberi pepton, kemudian kultur yang telah dimasukkan ke

dalam media diinkubasi dalam suhu 37°C selama 24 jam. Pengamatan OD

(Optical Density) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 600 nm dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bakteri

setiap 2 jam sekali.

I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM

Penelitian ini akan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan

pada Tabel 3 , seperti dibawah ini :

Tabel 3 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

URAIANBulan I Bulan II Bulan III

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41. Persiapan fasilitas &

Peralatan                        

1. Pembuatan pepton ikan                      

2. Penghitungan rendemen                        

3. Analisis proksimat                        4. Uji Derajat Putih, Uji

Sensori, dan Uji Pertumbuhan Mikroba                    

5. Pengumpulan hasil penelitian                        

Page 23: Pkm Bioindustri

6. Evaluasi kerja                        

7. Pembuatan laporan                        

J. RANCANGAN BIAYADaftar Rancangan biaya yang akan digunakan untuk menyediakan bahan

penelitian ini tercantum pada Tabel 4 berikut iniTabel 4 Biaya Bahan

No. Uraian Jumlah1. Ikan Pepetek Rp 30.0002. Akuades Rp 250.0003. Campuran selen Rp 150.0004. H2SO4 Rp 100.000 5. NaOH Rp 150.0006. HCl Rp 100.0007. Pelarut heksan Rp 100.0008. NaCl Rp 80.0009. Ethanol Rp 120.00010. Air Rp 35.00011. Nutrient Agar Rp 300.00012. H3BO3 Rp 195.00013. HCl Rp 195.00014. Enzim papain Rp 500.000

Total Rp 2.305.000Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pepton antara lain pisau,

talenan, baskom, timbangan, oven, bejana (untuk menghidrolisis), nilon berukuran

200, 300, 375 mesh, shaker bath, pengaduk, termometer, erlenmeyer, toples kaca,

hot plate (untuk inaktivasi enzim), lemari es (untuk penyimpanan dingin), spray

dryer. Alat untuk uji pertumbuhan bakteri antara lain inkubator, bunsen,

spektrofotometer, pipet volumetrik, erlenmeyer, jarum ose, tabung reaksi, dan

autoklaf. Alat lain yang digunakan adalah destilator, labu ukur, destruktor, labu

kjedhal (uji total nitrogen, protein, dan nilai NTT/NTB, soxhlet, kertas saring

bebas lemak, kapas, dan tanur (uji kadar lemak). Adapun rancangan biaya untuk

mempersiapkan alat penelitian tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5 Biaya Peralatan

N0 Uraian   harga satuan jumlah biaya

1Penyewaan laboratorium 10 kali Rp. 150.000 Rp 1.500.000

Page 24: Pkm Bioindustri

2 Penyewaan alat-        alat laboratorium        - pisau 10 kali Rp. 5.000 Rp 50.000  - timbangan analitik 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000  - cawan porselen 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000

- jarum ose 10 kali Rp. 10.000 Rp 100.000  - termometer 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000  - desikator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - tabung reaksi 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000  - gelas Erlenmeyer 10 kali Rp. 30.000 Rp 300.000  - tabung kjeldahl 2 kali Rp. 85.000 Rp 170.000  - tabung sokhlet 2 kali Rp. 75.000 Rp 150.000  - pemanas 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - destilator 2 kali Rp. 60.000 Rp 120.000

- Autoklaf 2 kali Rp.150.000 Rp 300.000  - buret 2 kali Rp. 70.000 Rp 140.000  - tanur 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - shaker bath 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - homogenizer 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000

 - alat ekstraksi soxhlet

2 kali Rp. 40.000 Rp 80.000

  - penangas air 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000  - kompor listrik 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000  - evaporator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - labu takar 2 kali Rp. 25.000 Rp 50.000  - mortar 2 kali Rp. 35.000 Rp 70.000  - hot plate 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000  - inkubator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000

- pipet volumetrik 10 kali Rp. 5.000 Rp 50.000

 

- Nilon berukuran 200,300, dan 750 mesh 2 kali Rp. 100.000 Rp 200.000

  - oven 2 kali Rp. 20.000 Rp 40.000- spray Dryer 1 kali Rp. 100.000 Rp 100.000- spektrofotometer 1 kali Rp. 200.000 Rp 200.000

Total biaya Rp 6.100.000

Tabel 6 Biaya Lain-lain

No Produk Jumlah SatuanHarga satuan

(Rp)Total harga

(Rp)

Page 25: Pkm Bioindustri

1 Transportasi 200.000

2 Dokumentasi 100.000

3 Biaya Komunikasi 100.000

4 Laporan Penelitian 50.000

Total 450.000

Biaya Total = Biaya Peralatan + Biaya Bahan + Biaya lain - lain

= Rp 6.100.000 + Rp 2.305.000 + Rp 450.000 = Rp 8.855.000

K. DAFTAR PUSTAKA

Anglemier AF, Montegomery MW. 1976. Amino acid, peptides and protein. Di dalam: Fennema OR, editor. Principle of Food Science Part 1. New York: Marcel Dekker, Inc.

Bahar Burhan. 2004. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

[BPS]. 1998. Statistika Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Djuhanda. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Armico.

Dufosse L, Broise DDL, Guerard F. 2001. Evaluation of Nitrogenous Substrates Such as Peptones from Fish: A New Methode on Gompertz Modeling of Microbial Growth. J Microbiology. 42: 32-39.

Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia.

Fennema OR. 1976. Principle of Food Science. New York: Deker Inc.

Govindan TK. 1995. Fish Processing Technology. New Delhi: Oxford and IBH PublisingCo. PVT, Lad.

Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and minced fish product. Di dalam:Hall GM, editor. Fish Processing Technology. New York: Blackie Academic and Professional.

Irianti HE, Soesilo Indroyono. 2010. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Juniarso ET, Safari A, Pamungkas RA. 2007. Pemanfaatan Limbah Ikan menjadi Ekstrak Kasar Protease dari Isi Perut Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) untuk

Page 26: Pkm Bioindustri

Proses   Deproteinisasi Limbah Udang secara Enzimatik menjadi Kitosan. Jember: Universitas Jember.

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.

Muhidin D. 2000. Agroindustri Papain dan Pektin. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nelson J.S. 1994. Fishes of the World. Third edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Okumi M dan Fujii T. 2000. Nutritionaland Functional of Properties on Squid and Cuttlefish. Tokyo: National Cooperation of Squid Processor.

Pelczar MJ, Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI-Press.

Peterson MS, Jhonson AH. 1978. Encyclopedia of Food Science. Connection: AVI Publishing Company.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Poernomo A. 1997. The Utilization of Cowtail Ray Viscery. [PhD Thesis] Sidney: The University of New South Wales.

Praptono B. 2006. Produksi pepton ikan gulamah (Argyrosomus sp.) sebagai sumber nitrogen media pertumbuhan [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rahayu WP. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rodwell VW, Peter AM, Daryl KR, David MV. 1985. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry). Edisi ke-20. Darmawan I, penerjemah. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Harper’s Review of Biochemistry.

Sarjono S. 1995. Hukum Dagang Laut bagi Indonesia. Jakarta: Simplex.

Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood Chemistry, Processing Tecnology and Quality. London: Blackie Academic & Professional.

Saputra D. 2008. Pembuatan pepton ikan selar ( Caranx leptolepis) hasil tangkap sampingan (HTS) pada kondisi post rigor dan busuk. [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Page 27: Pkm Bioindustri

Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Tababaka T. 2004. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai bahan tambahan kerupuk [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Venugopal V. 2006. Seafood Processing. New York: CRC Press.

Volk W, Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Walsh G. 2002. Protein Biochemistry and Biotecnology. New York: John Wiley and Sons.

Wijayanti A. 2009. Kajian Penyaringan dan Lama Penyimpanan dalam Pembuatan Fish-Peptone dari Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis) [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.