tradisi pantun dalam nyanyian desa letwurung kepulauan babar maluku tenggara barat

15
TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT Oleh: Mariana Lewier 1 Pengantar Wilayah Kepulauan Maluku dikenal dengan julukan Seribu Pulau karena terdiri dari banyak pulau besar dan kecil yang kaya dengan berbagai hal yang berharga. Salah satu hal berharga yang perlu diingat dan dilestarikan adalah bahasa sebagai bagian dari kebudayaan Maluku pada umumnya. Menurut Taber (1996) kurang lebih terdapat 200 bahasa daerah yang digunakan di Maluku, mulai dari Maluku Utara (sekarang telah menjadi Provinsi tersendiri) hingga Kabupaten Maluku Tenggara Barat, termasuk di dalamnya bahasa Melayu Ambon yang digunakan sebagai bahasa penghubung antardaerah selain bahasa Indonesia. Dengan media bahasa daerah yang tersebar di berbagai pulau di wilayah Kepulauan Maluku, kita menemukan banyak tradisi lisan yang menjadi aset kekayaan budaya yang tak ternilai. Di bidang sastra lisan atau tradisi lisan, masyarakat Maluku memiliki tradisi bercerita dan berpuisi yang masih tetap dipelihara sampai saat ini. Berbagai dongeng, mitos, legenda, pantun, dan mantra diyakini sebagai bagian dari jati diri setiap pewaris tradisi tersebut. Tari-tarian 1 Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Pattimura Ambon 1

Upload: buncit8

Post on 23-Jun-2015

1.291 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Wilayah Kepulauan Maluku dikenal dengan julukan Seribu Pulau karena terdiri dari banyak pulau besar dan kecil yang kaya dengan berbagai hal yang berharga. Salah satu hal berharga yang perlu diingat dan dilestarikan adalah bahasa sebagai bagian dari kebudayaan Maluku pada umumnya. Menurut Taber (1996) kurang lebih terdapat 200 bahasa daerah yang digunakan di Maluku, mulai dari Maluku Utara (sekarang telah menjadi Provinsi tersendiri) hingga Kabupaten Maluku Tenggara Barat, termasuk di dalamnya bahasa Melayu Ambon yang digunakan sebagai bahasa penghubung antardaerah selain bahasa Indonesia.

TRANSCRIPT

Page 1: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR

MALUKU TENGGARA BARAT

Oleh: Mariana Lewier1

Pengantar

Wilayah Kepulauan Maluku dikenal dengan julukan Seribu Pulau karena terdiri dari

banyak pulau besar dan kecil yang kaya dengan berbagai hal yang berharga. Salah satu

hal berharga yang perlu diingat dan dilestarikan adalah bahasa sebagai bagian dari

kebudayaan Maluku pada umumnya. Menurut Taber (1996) kurang lebih terdapat 200

bahasa daerah yang digunakan di Maluku, mulai dari Maluku Utara (sekarang telah

menjadi Provinsi tersendiri) hingga Kabupaten Maluku Tenggara Barat, termasuk di

dalamnya bahasa Melayu Ambon yang digunakan sebagai bahasa penghubung

antardaerah selain bahasa Indonesia.

Dengan media bahasa daerah yang tersebar di berbagai pulau di wilayah Kepulauan

Maluku, kita menemukan banyak tradisi lisan yang menjadi aset kekayaan budaya yang

tak ternilai. Di bidang sastra lisan atau tradisi lisan, masyarakat Maluku memiliki tradisi

bercerita dan berpuisi yang masih tetap dipelihara sampai saat ini. Berbagai dongeng,

mitos, legenda, pantun, dan mantra diyakini sebagai bagian dari jati diri setiap pewaris

tradisi tersebut. Tari-tarian daerah yang ada juga banyak yang disajikan secara integratif

bersama pantun dan musik pengiring yang khas, seperti tifa, suling bambu, tahuri (alat

tiup yang terbuat dari kerang laut/bia laut, atau pun jup (gitar kecil sejenis ukulele). Satu

catatan penting adalah bahwa tradisi drama hampir tidak ada di Maluku (pernyataan ini

berdasarkan survei di beberapa wilayah Maluku yang penulis lakukan bersama

mahasiswa sejak tahun 2001), tetapi salah satu tradisi spontanitas (sejenis sosiodrama)

sering dilakukan dalam perayaan hari-hari besar keagamaan nasrani.

Salah satu bentuk tradisi lisan yang cukup popular di kalangan masyarakat Maluku

adalah tradisi pantun. Pantun sebagai suatu bentuk puisi lama menjadi alat penyuara

kehidupan masyarakat Maluku pada umumnya dalam berbagai bentuk dan ragam bahasa

1 Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Pattimura Ambon

1

Page 2: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

daerah di Maluku. Pada wilayah Maluku Tenggara Barat, khususnya di Desa Letwurung

Pulau Babar Besar, tradisi pantun menjadi suatu identitas yang selalu dinyatakan dalam

acara-acara adat maupun acara-acara khusus lainnya. Oleh karena itu, penulis

mengangkat topik tentang Pantun-Pantun dari Desa Letwurung ini sebagai suatu

pengenalan tradisi lisan dari Maluku yang belum begitu dikenal, bahkan oleh kalangan

masyarakat daerah lainnya di Maluku mengingat begitu luasnya wilayah Kepulauan

Maluku.

Sekilas tentang Kepulauan Babar

Kepulauan Babar yang terletak di selatan Provinsi Maluku juga terdiri atas beberapa

pulau besar dan kecil. Salah satunya adalah Pulau Babar itu sendiri yang terdiri atas

beberapa desa. Kata Babar itu sendiri memiliki arti ’terbakar, terbentang, terpapar,

terhambar’. Membabarkan berarti ’membentangkan, menghamparkan, mengembangkan,

menerangkan’.

Dalam mitos yang diyakini hingga saat ini, menurut orang tua-tua di Kepulauan Babar,

ada sebuah mitos tentang pulau-pulau yang merupakan Kepulauan Babar. Mitos tersebut

2

Page 3: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

menyatakan bahwa Kepulauan Babar merupakan tubuh seorang manusia yang dipotong-

potong dengan bagian-bagian sebagai berikut:

a. Pulau Babar besar adalah tubuhnya/badan

b. Pulau Wetang adalah salah satu kakinya, dan Pulau Masela adalah kakinya yang

lain.

c. Pulau Dai adalah kepalanya

d. Pulau Dawelor dan Dawera adalah kedua matanya

e. Pulau Luang adalah salah satu tangannya, Pulau Sermatang adalah tangannya

yang lain

f. Pulau-Pulau Teon, Nila, dan Serua adalah gigi-gigi dan tulang-tulangnya.

(Lewier, 2005)

Daerah Kepulauan Babar dengan jumlah desa sebanyak 56 buah memiliki suatu berbagai

pranata adat: perkawinan, pelantikan raja, pembangunan rumah baru yang dilakukan

dengan menggunakan bahasa adat daerah Babar. Umumnya penyampaian bahasa secara

adat ini dilakukan dengan cara menyanyikannya saja atau pun sambil menyanyikan dan

menari. Perlakuan tradisi ini secara umum menjadi suatu ciri tradisi budaya yang

berkembang di Maluku pada umumnya. Sebut saja Tari Maru-Maru atau Maku-Maku

atau Mahu-Mahu dari Pulau Seram yang ditarikan dalam iringan nyanyian bersyair

pantun; Tari Tore dari Kepulauan Tanimbar juga diiringi nyanyian bersyair dalam

bahasa Yamdena atau bahasa Fordata. Demikian pula dengan pantun-pantun di Desa

Letwurung yang juga mentradisi dalam nyanyian serta dijadikan nyanyian pengiring

dalam tarian adat Kepulauan Babar, yakni Tari Seka Besar, Tari Seka Kecil, dan Tari

Seka Lelana.

Walaupun hanya terdiri dari 6 pulau, Kepulauan Babar memiliki sekitar dua belas bahasa

yang berasal dari rumpun Austronesia. Kedua belas bahasa ini tersebar di desa-desa yang

berada dalam wilayah Babar Barat dan Babar Timur (menurut pembagian Lewier, 2005)

atau Babar Utara, Babar Tenggara dan Babar Barat (Taber,1996).

3

Page 4: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

Desa Letwurung berada di Pulau Babar Besar, tepatnya di bagian Babar Timur. Kini,

Desa Letwurung telah menjadi ibu kota kecamatan Babar Timur sejak 1 Juni 2003.

Letaknya di antara Desa Kroing dan Desa Kokwari. Tradisi lisan yang hidup dan

berkembang di Desa Letwurung menggunakan bahasa yang serumpun dengan

masyarakat di bagian Babar Timar/Tenggara dan di sebagian besar Pulau Marsela.

Sampai saat ini belum ada data penelitian secara khusus mengenai struktur bahasa-bahasa

tersebut.

Tradisi Lisan Pantun dalam Nyanyian di Desa Letwurung

Tradisi berpantun di Desa Letwurung ada yang disampaikan secara langsung, berbalasan,

dan dinyanyikan. Pantun-pantun yang disampaikan sehari-hari ada yang menggunakan

bahasa Melayu dialek Ambon dan bahasa Babar. Umumnya pantun-pantun berbahasa

Melayu dialek Ambon yang dikenal di Desa Letwurung jenisnya mengikuti jenis pantun

Indonesia lama lainnya, seperti pantun muda-mudi, pantun orang tua, pantun percintaan,

ataupun pantun anak-anak. Contohnya:

Lemon cina tanaman cina,Akar dua menjadi satuNyong cinta Nona pun cintaDua dua men jadi satu

Jang dekat pohon manggisPohon papaya banya getahnyaJang dekat Nona yang manisNona yang manis banya tingkahnya

Dari Ambon menyeberang BandaKelihatan si gunung apiSisir rambut manyimpan mukaLihat di mata sadap di hati

Kabaena gung yang tinggiOmbak di laut sama ratanyaSungguh enak orang yang pergi Orang yang tinggal apa rasanya

Ombak di laut sama ratanya Rata dengan orang berdiriOrang yang tinggal apa rasanyaRasa-rasa mau bunuh diri

4

Page 5: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

Tradisi berpantun dalam nyanyian berbahasa Melayu dialek Ambon secara umum dikenal

dengan corak reffrain lagu-lagu seperti: Ole Sioh, Sayang Dilale, Apa-Apa Jaga Kalapa,

dan Ou Ulat e (selalu memiliki rima akhir e). Jenis nyanyian ini juga dikenal di Desa

Letwurung dan sering dinyanyikan dalam acara santai untuk berbalas pantun.

Tentang pantun-pantun yang dinyanyikan di Desa Letwurung yang menggunakan bahasa

Babar dan berhubungan secara khusus dengan adat istiadat setempat diperoleh dari

beberapa narasumber. Mereka pada umumnya sudah berusia di atas 60 tahun. Walaupun

syair-syair tersebut dinyatakan oleh masyarakat penuturnya sebagai pantun, tetapi

bentuk dan strukturnya tidaklah mirip dengan bentuk dan struktur pantun pada

umumnya, misalnya dalam pola persajakan atau rima tidak mengikuti aturan yang

selayaknya. Pola rima lebih tampak pada pelafalan seruan pada setiap akhir baris yang

umumnya bervokal o atau e yang hampir selalu ditambahkan oleh penlantun nyanyian.

Hal ini tentunya membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Untuk lebih jelasnya berikut ini dapat kita lihat kategori pembagian nyanyian (adat)

daerah dari Desa Letwurung.

a. Nyanyian Tiarka/Carka

Jenis lagu ini pada umumnya memakai bahasa tinggi dan digunakan untuk

menyambut tamu-tamu kehormatan dan ada pula yang digunakan dalam upacara

adat pemakaman atau pelantikan raja. Lagu sejenis ini juga dapat dipakai dalam

acara peminangan untuk menyambut keluarga mempelai lelaki sebagai bentuk

penghormatan sebelum mereka masuk ke dalam rumah mempelai wanita.

Cara menyanyikan lagu-lagu tersebut biasanya sambil menggenggam jemari

tangan orang yang menjadi tujuan/sasaran lagu.

b. Nyanyian Duduk

Jenis lagu ini dinyanyikan pada syukuran acara keagamaan atau syukuran acara-

acara khusus lainnya. Dinamakan lagu duduk karena umumnya dinyanyikan

dalam keadaan para tamu sedang duduk.

5

Page 6: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

c. Nyanyian Bahari/Laut

Umumnya lagu ini dinyanyikan di laut saat berlayar dan biasanya dinyanyikan

pada waktu malam. Isinya merupakan ungkapan pengharapan dan permohonan

untuk dilindungi oleh Yang Mahakuasa.

d. Nyanyian Masohi/Lekore/Narera

Saat panen jagung atau yang dikenal dengan istilah potong kabong lagu ini

biasanya dinyanyikan secara bergiliran menurut jumlah anggota kelompok tani

yang hadir pada saat itu. Jadi. Jika dikaitkan dengan teori Danangdjaya, jenis lagu

ini dapat dikategorikan Nyanyian Kerja (work song). Kata masohi pada umumnya

dikenal di Maluku sebagai suatu istilah yang berarti ’melakukan pekerjaan secara

bersama-sama, gotong royongm kerja’ (bandingkan, Koentjaraningrat dan

Cooley)

e. Nyanyian Tarian Seka

Tarian adat dari Kepulauan Babar yang juga diwarisi oleh masyarakat Desa

Letwurung rata-rata diringi oleh lagu bersyair pantun dengan alat musik pengiring

berupa Tifa Besar dan Tifa Kecil. Adapun syair lagunya disesuaikan dengan

peristiwa yang menjadi latar tari, misalnya Tarian Seka untuk merayakan tahun

baru memiliki syair yang berbeda dengan Tarian Seka untuk merayakan HUT

desa.

f. Nyanyian Panjang

Jenis lagu ini dinyanyikan saat menidurkan anak/cucu di waktu malam setelah

bercerita.

Berikut ini akan disajikan beberapa contoh syair-syair pantun yang dinyanyikan oleh

masyarakat Desa Letwurung.

6

Page 7: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

a. Pantun dalam Nyanyian Tiarka/Carka

Bahasa Babar Timur Terjemahan Bebas Bahasa Indonesia

1. O Wulyo minyorewa moi lillyo O nere ilyo wukye metan ooo Metan ooo, kererye Wulyo Notilyo wana raayoo O wlili lemyaro ilyara ooo! O kalwedoooooo, Hoe!!!

2. Muwalilyo hawana lyona Muwali lyawo ne lyone e Muwane hawe melay muwane hawe melay noo Muwalilio hawana lyona Rtorwuhlely kota ite Muwane hawe lyona Ike ruke twane nane ite Yayo lar ahai nyarie wuky hepy riana riryo numye ryapi wa ryoi rora nyora lelyo o ray nyorak Yayo lar ahai nyarie wuky hepy riana riyo

1. Kami mohon Tuhan pelihara dan lindungi kami agar hidup baik-baik dan dalam suasana bahagia

Salam sejahtera!

2. Kapas yang dipintal oleh tangan-tangan manusia sangat berbeda dengan kapas yang dipintal oleh mesin-mesin industri. Pendapat leluhur bahwa kapas yang dipintal oleh tangan-tangan manusia adalah pertanda bahwa mati dan hidup itu bersama-sama (bait ini mengungkapkan kegembiraan yang luar biasa berkenaan dengan hari ulang tahun, baik negara, desa, atau gereja)

b. Pantun dalam Nyanyian Duduk

Bahasa Babar Timur Terjemahan Bebas Bahasa Indonesia

Lerowaye wanat pnelulyNoti liro molepir Wulyo minyewara moilil Komori rinora lely

Telah bertambah setahun usia yang membawa kesukacitaan dan kegembiraan bagi kita semua. Allah pelihara kita baik-baik supaya dapat hidup aman dan bahagia

7

Page 8: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

c. Pantun dalam Nyanyian Bahari

Bahasa Babar Timur Terjemahan Bebas Bahasa Indonesia

A uli nya ee U linye eeOo ulinyeo nuye lelya ee Ulnyia riore nuye lelye pene wulye rarewa moy lilyee pene wulye nerewa moy ee

Setahun lamanya lima peristiwa tersebut di atasBerlayar di lautan lepas tanpa pamrih Namun, dengan perlindungan Allah Tiba di pelabuhan dengan selamat Ventosa

d. Pantun dalam Nyanyian Tari Seka

Bahasa Babar Timur Terjemahan Bebas Bahasa Indonesia

1. Tari Seka Besar Rewlyale wanat oo kreye lonera Iwai lyaoara loyai lyal o Neriwa moylilye neriwa moy O wlili lemyaro ilyara ooo! (setiap bagian diulang 2x)

2. Tari Seka Lelana

Wulyo mominyoy makote warak oo Kreye lenora liro remetan Ryeyo keilye wuky molepiryo Lerana ryeye wuky melepiry oo

HUT Gereja yang kita rayakan membawa sukacita bersama Semoga Allah berkenan melindungi kita dalam memasuki tahun yang akan datang

Dengan tanda kehadiran AllahKita rayakan HUT Gereja Sebagai ungkapan rasa syukur dan sukacita kita kepada Allah sepanjang sejarah

Jika ditilik makna pantun-pantun tersebut di atas, nilai religi mewarnai hampir semua

bentuk nyanyian. Dapat dikatakan tradisi berpantun secara adat mewakili ungkapan

keyakinan dan sikap hidup masyarakat Desa Letwurung yang mengakui keberadaan dan

campur tangan Allah (Sang Penguasa) dalam setiap aspek kehidupan mereka. Tentang hal

ini, Lewier (1998) pernah menyebut bentuk dan corak pantun Babar sebagai Mazmur

Kepulauan Babar. Isinya disesuaikan dengan peristiwa atau keadaan yang sementara

dialami. Jadi, dikreasikan kembali atau diciptakan oleh penuturnya. Sifat dinamis dan

8

Page 9: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

kontekstual ini dilantukan secara perseorangan maupun kelompok. Sekali lagi, hal ini

tentu masih harus didukung dengan data-data pantun dalam nyanyian lainnya.

Tradisi pantun yang dinyanyikan ini mengharuskan penyanyinya menguasai teknik-

teknik dan olah vokal yang cukup sulit mengingat pelafalan yang membutuhkan teknik

pernafasan yang baik. Selama ini, tidak banyak orang yang mampu menyanyikannya

dengan pengusaan ekspresi yang tepat. Kemampuan ini rata-rata dimiliki oleh orang-

orang tertentu atau para tokoh adat. Selain harus memiliki penguasaan bahasa Babar,

seorang penyanyi atau penutur pantun juga harus memiliki kemampuan memukul tifa

yang disebut Tifa Besar dan Tifa Kecil karena biasanya dipakai untuk mengiringi tarian.

Jadi, penyanyi/penutur bernyanyi sambil memukul tifa dengan irama tertentu sesuai

konteks syair dan gerakan tari. Oleh karena itu, tidak banyak orang yang berani

melakukannya, selain takut terjadi kesalahan yang melanggar adat, tetapi juga karena

faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya.

Proses Revitalisasi

Usaha menanamkan rasa memiliki dan bangga terhadap tradisi adat budaya daerah

memang bukanlah suatu proses yang mudah. Walaupun Kepulauan Babar terletak jauh

dari jangkauan transportasi, tetapi gaung globalisasi dalam bidang teknologi dan

informasi juga merambah hingga ke sana dengan sajian media elektonik yang lebih

menarik para anak muda untuk menggaulinya dibandingkan dengan sajian tradisi yang

menuntut latihan yang kontinyu dan sekaligus penguasaan pengetahuan adat istiadat.

Proses pewarisan tradisi budaya Kepulauan Babar di Desa Letwurung saat ini diupayakan

dengan melibatkan pihak sekolah, yakni dengan memasukkannya ke dalam muatan lokal.

Pada 9 September lalu telah diadakan Pagelaran Seni Budaya Babar dari Desa Letwurung

dengan melibatkan lebih kurang 50 orang pendukung tari dan lagu. Menarik untuk dicatat

bahwa sebagian dari para pendukung tari dan laru tersebut adalah anak remaja tingkat

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka dengan fasih dan lincah melakukan gerakan-

gerakan Tari Seka dan secara fasih pula melafalkan syair-syair pengiring tarian. Hal ini

9

Page 10: TRADISI PANTUN DALAM NYANYIAN  DESA LETWURUNG KEPULAUAN BABAR MALUKU TENGGARA BARAT

dapat dikatakan sebagai suatu proses revitalisasi yang menciptakan kader-kader penerus

tradisi lisan. Saya melihat hal ini sebagai suatu langkah yang sangat baik dan memberi

harapan. Setidaknya sudah ada tanda-tanda keberlangsungan tradisi setelah sekian lama

hal ini hanya menjadi milik generasi tua yang jika diprediksikan 5-10 ke depan sudah

tidak ada lagi. Maka, ruang-ruang pewarisan masih membuka pintu bagi suatu revitalisasi

yang memungkinkan penciptaan kreasi baru seiring konteks dan situasi sekarang tanpa

melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pantun yang dinyanyikan.

Penutup

Dari uraian singkat atau lebih tepat disebut saja sebagai suatu pengenalan awal, dapat

dinyatakan bahwa tradisi berpantun, khususnya dalam nyanyian di Desa Letwurung

masih tetap eksis dan bahkan mulai disadari kepentingan pewarisannya. Langkah

selanjutnya yang perlu digiatkan adalah penelitian-penelitian di bidang kebahasaan dan

kesastraan, juga bidang antroplogi untuk mengungkap pandangan hidup maupun jati diri

masyarakat setempat.

Karakteristik isi pantun yang mengikuti konteks, menjadikan tradisi pantun dalam

nyanyian Desa Letwurung senantiasa aktual dan selaras dengan tuntutan zaman. Di satu

sisi, hal ini menjadi suatu keunggulan sekaligus tantangan bagi masyarakat pewarisnya

untuk senantiasa menjaga tradisi ini sebagai suatu kekayaan budaya yang menggenerasi

dari waktu ke waktu.

Daftar Bacaan

Cooley, J. 1984. Mimbar dan Tahta. Jakarta.

Lewier, F.C. 1998. ”Mazmur-Mazmur Kepulauan Babar” dalam Majalah Tifa No. 2 Edisi Juni-Juli 1998.

___________. 2005. ”Kebudayaan Babar” (makalah yang tidak dipublikasikan). Ambon.

Taber, Mark (editor). 1996. Atlas Bahasa Tanah Maluku. Ambon: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Maluku Universitas Pattimura dan Summer Institute of Lingustics.

10