tonny, konstruksi teknologi layar dan teknologi global (skripsi s1)

358
KON STR UKS I MOD EL MEK ANI SME KER JA TEK NOL OGI LAY AR DAN TEK NOL OGI GLO BAL Analisis Diskursus Teknologi dan Warga Dunia Dengan Pendekatan Fenomenologi SK RI PS I PROGRAM GELAR JENJANG SARJANA STRATA 1 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI O LEH : TO NN Y N RP : 5970128 N IRM : 97.7.004.17000.13583 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SURABAYA 2003

Upload: tonny

Post on 08-Aug-2015

490 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tulisan ini merupakan skripsi S1 Psikologi Sosial yang membahas mengenai bagaimana wacana budaya populer dan teknologi berperan dalam pembentukandunia global. Lahirnya generasi budaya populer pada awal era 1960-an, sekaligus merupakan periode awal teknologi informasi berbasis massa muncul sebagai konsumsi publik. Hal ini menimbulkan suatu ciri massal yang secara kontradiktif digambarkan oleh Kobo Abé (1967) sebagai “keseragaman dalam ketidakseragaman” dan dirasakan oleh Gong (1993) dalam “kebersamaan” di depan layar. Dengan menggunakan istilah teknologi layar dan teknologi global, penulis mengkaji fenomena tersebut dengan analisis diskursus melalui pendekatan fenomenologis. Unit analisis dalam tulisan ini adalah “pusat-pusat lokal” dan “skema transformasi” yang dikaji dengan empat kadiah metode yang disesuaikan dari Foucault (1997), antara lain; Kaidah imanensi, Kaidah perubahan berkelanjutan, Kaidah pengkondisian ganda dan Kaidah taktik polivalensi dalam berbagai diskursus. Sedangkan dalam menerapkan tiga strategi analisis umum, yaitu; strategi pertama: analisis teks; analisis digital; dan analisis institusi. Dalam hal ini, fenomenologi merupakan cara penjabaran bagi keseluruhan alur. Sedangkan kaidah metode maupun strategi analisis merupakan kecenderungan utama dalam tulisan ini. Secara keseluruhan, tulisan ini menyajikan cara kerja teknologi layar. Keseluruhan hasil analisis ini dapat diikuti secara holistik pada bagian tubuh teks, catatan kaki, Apendiks maupun catatan akhir. Keseluruhan bagian ini muncul sebagai keadaan sejajar yang meliputi kajian diskursus-diskursus yang sejajar pula secara sinkronis. Dalam hal ini teknologi layar muncul sebagai fokus perhatian di mana terjadi sinkronisasi antara “subyek” dan “obyek” dan juga sebagai arus penyusutan kesadaran. Sedangkan teknologi global hadir secara bersamaan dalam pola-pola ini sebagai pemrograman terhadap ketidaksadaran serta perlebaran arus kesadaran akan bersamaan sebagai “warga dunia”. Dalam dua modus tersebut, teknologi direpoduksi dalam jalinan di mana “subyek” automaton semakin mendekati ciri otomatisme, sedangkan “obyek” otomat semakin berevolusi menuju ciri automaton. Ciri meka[orga]nik ini merupakan model diduga penulis merupakan dasar bagi terwujudnya massa “warga dunia” yang dalam banyak hal memiliki kesamaan sekaligus perbedaan yang menjurang dengan crowd yang ditulis Gustave Le Bon.

TRANSCRIPT

Page 1: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

KON STR UKS I MOD ELMEK ANI SME KER JA TEK NOL OGILAY AR DAN TEK NOL OGI GLO BAL

Analisis Diskursus Teknologi dan Warga DuniaDengan Pendekatan Fenomenologi

SK RI PS IPROGRAM GELAR JENJANG SARJANA STRATA 1

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

OLEH :

TO NN YNRP : 5970128

NIRM : 97.7.004.17000.13583

FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS SURABAYA

2003

Page 2: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

iv

“Dewasa ini orang-orang bahkan tidak menyadaribahwa suatu gejala eksternal yang sama mengandung

dua sikap internal yang benar-benar bertentangan.

Ada dua jenis gelak-tawa,dan kita kekurangan kata-kata untuk membedakan keduanya.”

Milan Kundera, Kitab Lupa dan Gelak Tawa (2000)

Untuk Genma Tua dan Shoryu

Yang telah mengajak saya melihat secara langsungperubahan teknologi dari masa ke masa.

Page 3: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

v

KATA PE NGANTAR

Pada sekitar tahun 2001, saya pernah menulis sebuah artikel singkat berjudul

Teletubbies: Antara Kekuasaan Teknologi dan Teknologi Kekuasaan. Titik berat

analisis pada artikel tersebut berkisar sekitar persoalan munculnya diskursus

kekuasaan yang muncul dalam acara TV populer anak-anak seperti Teletubbies,

yang notabene dianggap “polos” dan “aman”. Dari artikel ringkas tersebut, saya

memulai mengumpulkan literatur untuk memperdalam persoalan. Motivasi itu

muncul sebagian karena banyaknya persoalan menarik yang secara tidak langsung

berkaitan dengan Teletubbies, dan sebagian lagi karena ketidakpuasan pribadi atas

analisis yang terlalu “dangkal” dan “penuh kutukan” pada artikel kecil tersebut.

Butuh sekitar beberapa bulan sebelum saya menyadari bahwa

perkembangan analisis tentang Teletubbies telah berkembang sedemikian luasnya,

hingga meliputi persoalan yang lebih luas dan global. Sedangkan, Teletubbies

sendiri semakin tenggelam di antara berbagai diskursus-diskursus baru yang pada

awalnya ditemukan hanya sebagai pelengkap. Namun “pelengkap” itu akhirnya

semakin lama semakin luas pembahasannya, sehingga muncul sebagai topik-topik

yang sejajar dan tidak kalah pentingnya dengan yang tolak mulanya. Dari sini,

penulis menemukan sebuah topik yang diputuskan sebagai penulisan skripsi ini.

Adapun skripsi ini merupakan syarat kelulusan jenjang S1 dan memperoleh gelar

Sarjana Psikologi.

Adapun selama penulisan ini, banyak pihak yang telah membantu dan

memberikan kontribusi kepada terwujudnya analisis ini dalam sebuah format yang

lebih teratur dan sistematis. Untuk alasan ini, saya terutama mengucapkan

terimakasih antara lain kepada Dr. Edy Suhardono yang memberikan masukan dan

sumbangan dari beberapa ide vital di dalam tulisan ini, gaya bahasa, susunan

sistematika teks, hingga masukan mengenai metode analisis; Sony Karsono, yang

menawarkan beberapa tulisan sebagai contoh untuk melengkapi kekurangan format

penulisan, melakukan editing pada beberapa bagian awal dan memberikan

Page 4: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

vi

dukungan metodis terhadap tulisan ini. Dan untuk keduanya, tidak terlupakan juga

oleh penulis kesediannya untuk menjadi Dosen Pembimbing skripsi bagi penulisan

secara sistematis analisis ini.

Dan, saya juga patut bersyukur kepada Dede Oetomo, Evi Lina Sutrisno dan

Ananta Yudiarso yang bersedia hadir menguji skripsi ini. Berkat mereka, skripsi ini

mendapatkan banyak masukan dan feedback yang sangat berarti.

Sedangkan untuk Billy dan Mike, saya juga harus berterimakasih atas

kesediaannya meminjamkan komputer dan printernya selama persiapan ujian

maupun masa revisi, sehingga akhirnya tulisan ini dapat tercetak sebagaimana

dipersyaratkan dalam sebuah skripsi. Juga berkat dukungan moril dari teman-

teman Laboratorium Psikologi Sosial, antara lain: Yuli, Yudin, Aries, Neli, Dias,

Cicil, Wiwik, Arfan, Mukti, Sugeng, Audifax dan masih banyak lagi yang tidak

sempat disebutkan di sini namun telah memberikan inspirasi bagi saya selama

masa-masa penulisan ini.

Rekan-rekan Tata Usaha Fakultas Psikologi, juga merupakan pihak yang

secara tidak langsung ikut menyumbangkan tenaganya untuk membantu skripsi ini

terurus secara administratif. Begitu juga, dosen-dosen dan mahasiswa-mahasiswa

Fakultas Psikologi yang selama masa kuliah memberikan masukan pengetahuan

bagi saya. Terutama secara khusus di sini, penulis mengucapkan rasa

terimakasihnya kepada Christopher Brown yang mengenalkan kepada penulis

metode analisis diskursus dan semiologi, di mana banyak mempengaruhi analisis

dalam tulisan ini.

Dan terakhir, penulis tidak lupa untuk berterimakasih pada segenap jajaran

Rektorat Universitas Ubaya, Dekan, PD I, PD II dan PD III Fakultas Psikologi yang

memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalankan studi di Kampus ini. Juga

kepada keluarga penulis yang memberikan sponsorship dalam bentuk dana,

semangat maupun doa, sehingga akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan, yang

dalam beberapa arti juga menandai berakhirnya masa studi penulis di jenjang S1

Psikologi. Dan terakhir, saya sadar bahwa ucapan terimakasih saja tidak cukup

membalas jasa-jasa mereka di atas.

Page 5: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

vii

DAFTAR IS I

HALAMAN JUDUL iHALAMAN PERSETUJUAN iiHALAMAN PENGESAHAN iiiHALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ivKATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiDAFTAR TABEL DAN GRAFIK xDAFTAR BAGAN DAN GAMBAR xiABSTRAK xiii

BAB I PENDAHULUAN 1A. LATAR BELAKANG 1

1. Layar dan budaya pop 12. Ideologi budaya layar 113. Universalisasi layar 28

B. RUMUSAN PERMASALAHAN 35C. TUJUAN 38D. MANFAAT 40E. SISTEMATIKA TEKS 41

BAB II PARADIGMA DAN METODE 48A. PARADIGMA DAN KERANGKA ANALISIS 48

1. Antara “fiksi” dan “non-fisksi” 482. “Realitas” sebagai diskursus 503. Fenomenologi “realitas”: lahirnya “subyek” dan “obyek” 54

B. PROPOSISI-PROPOSISI 59C. KONSTRUKSI METODE ANALISIS 66

1. Kaidah-kaidah metode 672. Artifak dan strategi analisis 70

BAB III KAJIAN TEORI 74A. KESADARAN DAN KETIDAKSADARAN GLOBAL 77B. ARKEOLOGI BUMI: LAHIRNYA “WARGA DUNIA” 94C. TEKNOLOGI LAYAR DAN PENGAMATAN VIRTUAL 113

Page 6: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

viii

BAB IV PEMBAHASAN 133A. TELETUBBIES: BAYI TEKNOLOGI 133

1. Teletubbies sebagai budaya populer: pergulatan antara idealisme danbisnis 133

2. Sinkronisasi antara “dunia anak-anak” dan “dunia layar” 1393. Teletubbies di mata publik Indonesia: tarik ulur antara orang dewasa

dan anak-anak 142B. “LAYAR” DALAM “LAYAR” 146

1. Antara “jarak”, “subyek” dan “obyek” 1462. Cara “obyek” eksis: penyesuaian struktur “inti” dari meraban menuju

“bahasa moderator” 1523. Reproduksi kembali dunia penglihatan dalam layar 1634. Teknologi bunyi-bunyi 173

C. SEMESTA SIMBOL-SIMBOL 1771. Tubbytronic Superdome sebagai Rahim Teknologi 1832. Meka[orga]nik 1973. Ikatan fokus dalam emosi wajah 2004. “Tuhan” dalam tubbyland 2045. Tubuh, psikis dan tingkah laku tubbies 209

D. ELABORASI TEMUAN-TEMUAN 216

BAB V REFLEKSI 220A. LAYAR-LAYAR MILIK NEGARA 220

1. Pemimpin “di dalam” layar dan “di belakang” layar 2202. Diskursus [berbeda] tentang teknologi antara dua periode 2243. Diskursus tentang teknologi dalam Akselerasi Modernisasi

Pembangunan 25 Tahun. 229B. ANTARA GLOBALISASI DAN IDENTITAS NASIONAL 236

1. Mimpi-mimpi yang terus berlanjut 2362. Bahaya di bawah selimut dan “jimat” Wawasan Nusantara 2413. Kesejajaran bersama “warga dunia” 247

C. TEKNOLOGI SEBAGAI KEKUATAN “OBYEKTIF” PERADABAN 249D. PEMBAURAN ANTARA DISKURSUS “TEKNOLOGI” DAN DISKURSUS

“ALAM” 257E. WARGA DUNIA DALAM MEKANISME KERJA TEKNOLOGI LAYAR DAN

TEKNOLOGI GLOBAL 2631. Institusi-institusi regulasi fokus massal 2632. “Warga dunia” dan crowd 2723. Teknologi layar dan teknologi global sebagai regulasi ledakan populasi 281

BAB VI PENUTUP 294A. KESIMPULAN 294B. SARAN-SARAN 305

Page 7: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

ix

DAFTAR PUSTAKA 309CATATAN AKHIR 317

APENDIKS A 321APENDIKS B 327APENDIKS C 331

Page 8: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

x

DAFTAR TABE L DAN GRAF IK

A. TA BE L

TABEL 1.1 Proporsi kegiatan interaksi seorang anak dengan teknologiinformasi dalam sehari 15

TABEL 3.1 Analogi antara tujuh pilar sistem pemrosesan informasidengan kerja manusia. 121

TABEL 4.1 Matriks karakteristik perbedaan penampakan wujud fisik,kepribadian, kebiasaan dan pergaulan antara para tubbies 212

TABEL 5.1 Arus fluktuasi pertumbuhan populasi dengan pembagianmenurut kohor/periodisasi di Amerika sebagai contohkecenderungan pertumbuhan populasi 282

TABEL 5.2 Pertumbuhan penduduk dunia antara tahun 1960-2000 284TABEL 5.3 Kecenderungan jumlah populasi dengan perbandingan angka

kelahiran dan angka kematian antara 1950-1990 di berbagaiwilayah 285

B. GR AF IK

GRAFIK 1. 1 Sumber informasi primer dan sumber informasi lain yangdigunakan di AS setelah serangan teroris 11 dan 12September 2001. N= 4.610. 30

GRAFIK 5. 1 Perbandingan antara indeks biaya penggunaan satelitIntelsat dengan indeks biaya hidup di Amerika Serikat,1965-1985 287

GRAFIK 5. 2 Transformasi pemusatan tenaga kerja di Amerika antara1800-2000. 292

Page 9: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

xi

DAFTAR BAGA N DAN GA MB AR

A. BA GA N

BAGA N 1. 1 Perbandingan sistematika isi dengan fungsi tekstualdilengkapi dengan keterangan urutan formal di tabelkanan. 43

BAGA N 1. 2 Formasi antara diskursus-diskursus dalam kesejajarandengan “teknologi layar” dan “teknologi global” sebagaipola yang dibentuk. 46

BAGA N 3. 1 “Sinkronisasi” dan “Pemrograman ulang atasketidaksadaran” dalam arus interaksi antara “realitas fisik”dengan “realitas virtual” 125

BAGA N 5. 1 Konstruksi model sistem kerja teknologi layar dan teknologiglobal sebagai penerapan politik internasional. 267

BAGA N 6. 1 Trikotomi domain sosial dalam pembagian: jurnalisme-publik-masyarakat menurut Luhmann. 298

B. GA MB AR

GAMBAR 4.1 Anak-anak dan Teletubbies, identifikasi melalui kostum 143GAMBAR 4.2 Tinky Winky (kiri bawah), Dipsy (kiri atas), Laa-laa (ka-

nan atas), Po (ka- nan bawah). Dalam tubbyland, sertakomposisi warna yang muncul di dalamnya. 164

GAMBAR 4.3 Percampuran tiga warna dasar 165GAMBAR 4.4 Kombinasi warna dalam Teletubbies dibandingkan dengan

spektrum warna penglihatan 169GAMBAR 4.5 Tubbytronic superdome (tampak luar) 185GAMBAR 4.6 Bagian dalam kubah tubbytronic superdome 186GAMBAR 4.7 Pola di dinding tubbytronic 188GAMBAR 4.8 Pola kerangka kubah tubbytronic superdome dalam grafis

datar. 189GAMBAR 4.9 Kerangka bangunan tubbytronic superdome dalam grafis

tiga dimensi 193GAMBAR 4.10 Para tubbies berada dalam tempat tidur di dalam

tubbytronic superdome yang berbentuk kapsul terbuka. 196

GAMBAR 4.11 Noo-Noo: konseptualisasi dari meka[orga]nik dalam

Page 10: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

xii

sebuah “subyek” mandiri 198GAMBAR 4.12 Matahari tubbyland 201GAMBAR 4.13 Terompet dalam tubbyland 204

Page 11: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

xiii

Tonny (5970128). Konstruksi Model Mekanisme Kerja Teknologi Layar dan TeknologiGlobal. Analisis Diskursus Teknologi dan Warga Dunia Dengan PendekatanFenomenologi. Skripsi gelar janjang S1 Surabaya: Fakultas Psikologi UniversitasSurabaya.

ABS TRAK

Lahirnya generasi budaya populer pada awal era 1960-an, sekaligus merupakanperiode awa teknologi informasi berbasis massa muncul sebagai konsumsi publik.Halmana menimbulkan suatu ciri massal yang secara kontradiktif digambarkan olehKobo Abé (1967) sebagai “keseragaman dalam ketidakseragaman” dan dirasakanoleh Gong (1993) dalam “kebersamaan” di depan layar. Dengan menggunakanistilah teknologi layar dan teknologi global, penulis mengkaji fenomena tersebutdengan analisis diskursus melalui pendekatan fenomenologis.

Unit analisis dalam tulisan ini adalah “pusat-pusat lokal” dan “skematransformasi” yang dikaji dengan empat kadiah metode yang disesuaikan dariFoucault (1997), antara lain; Kaidah imanensi, Kaidah perubahan berkelanjutan,Kaidah pengkondisian ganda dan Kaidah taktik polivalensi dalam berbagaidiskursus. Sedangkan dalam menerapkan tiga strategi analisis umum, yaitu;strategi pertama: analisis teks; analisis digital; dan analisis institusi. Dalam hal ini,fenomenologi merupakan cara penjabaran bagi keseluruhan alur. Sedangkan kaidahmetode maupun strategi analisis merupakan kecenderungan utama dalam tulisanini.

Secara keseluruhan, tulisan ini menyajikan cara kerja teknologi layar.Keseluruhan hasil analisis ini dapat diikuti secara holistik pada bagian tubuh teks,catatan kaki, Apendiks maupun catatan akhir. Keseluruhan bagian ini munculsebagai keadaan sejajar yang meliputi kajian diskursus-diskursus yang sejajar pulasecara sinkronis. Dalam hal ini teknologi layar muncul sebagai fokus perhatian dimana terjadi sinkronisasi antara “subyek” dan “obyek” dan juga sebagai aruspenyusutan kesadaran. Sedangkan teknologi global hadir secara bersamaan dalampola-pola ini sebagai pemrograman terhadap ketidaksadaran serta perlebaran aruskesadaran akan bersamaan sebagai “warga dunia”. Dalam dua modus tersebut,teknologi direpoduksi dalam jalinan di mana “subyek” automaton semakinmendekati ciri otomatisme, sedangkan “obyek” otomat semakin berevolusi menujuciri automaton. Ciri meka[orga]nik ini merupakan model diduga penulis merupakandasar bagi terwujudnya massa “warga dunia” yang dalam banyak hal memilikikesamaan sekaligus perbedaan yang menjurang dengan crowd yang ditulis GustaveLe Bon.

Kata kunci: teknologi layar, teknologi global, “warga dunia”, budaya massa.

Page 12: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

1

BA B I

PENDAHULUAN

A. LA TA R BE LA KA NG

1. Lay ar dan budaya pop

Di dalam gedung bioskop, saat lampu padam perhat ian penonton

teralihkan. Semuanya terkurung dalam ruangan gelap ber -AC, terpisah

dar i ruangan lainnya, cukup disamari cahaya minim. Kegelapan menelan

sis i-sis i lain dar i ruangan, termasuk kontak antar ind ividu.

Kemudian, muncul cahaya dar i proyektor menyorot dar i belakang

menuju layar sebaga i fokus. Ada keadaan kontras antara cahaya

proyektor yang ditangkap dan dipantulkan layar dengan ruang sekitarnya

yang gelap. Layar itu “otomatis” menjad i pusat perhat ian, sedangkan

proyektor berputar jauh di belakang dan tertutup dar i penglihatan,

lepas dar i perhat ian penonton yang menunggu film muncul di “da lam”

layar.

Lalu semuanya dimula i, dar i iklan sponsor, cuplik ekstra hingga

film utama usa i berputar di depan mata, kemudian mereka pulang

dengan puas atau bahkan tidak puas dengan film yang mereka tonton.

Selama film berputar, penonton dihantar ke “dunia” yang jauh dar i

kesehariannya. Berbagai dis torsi penglihatan dan pendengaran yang bisa

mengacau pengalaman sesaat itu diabaikan. Selama leb ih dar i satu jam

Page 13: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

2

di tengah kegelapan penonton melupakan sejenak dun ia sek itarnya,

bahkan termasuk dir inya sendir i. Keadaan ini din ikmati oleh penonton,

walaupun satu saa t mereka tidak puas dengan film yang mereka tonton,

mereka akan kembal i lag i pada saat lain sambil berharap menemukan

yang lebih baik. Sebaliknya yang merasakan kepuasan dar i layar tidak

per lu merasakan keh ilangan, selalu tersed ia media lain untuk mengobat i

ker induannya.

Pengalaman ini dalam bentuk ekstrim dicatat oleh Gola Gong1

dalam sebuah buku ber judul Perjalanan Asia melalu i penggambaran di

sebuah bioskop Ind ia:

“Suasana di gedung bioskop inilah yang membuatku selalu ingin nontonfilm India. Merasakan kegelisahan, kegembiraan, dan kejengkelanpenonton seiring dengan setiap babak film di layar. Sekali waktu akupernah geleng-geleng kepala, ketika hampir sebagian penonton keluargedung sebelum film bubar, karena sang jagoan —Tokoh si baik— matidi ujung peluru.”2

Penggambaran ini dilengkap i dengan bandingannya, yai tu sebuah bioskop

di Indonesia:

“Suasana seperti ini tak pernah aku rasakan di Indonesia, apalagi 21.Jangankan bersorak atau mengomentari film, ketawa ngakak sendirianpun kadang diusili penonton sebelah.”3

1 Gola Gong adalah nama dari seorang penulis novel remaja di Indonesia. Bukunya PerjalananAsia adalah catatan perjalanannya mengelilingi delapan negara, yaitu; Malaysia, Thailand,Laos, India, Banglades, Myanmar, Nepal dan Pakistan, pada tahun 1991-1992. Sepanjangperjalanan ini Gong selalu menyempatkan diri menonton film di bioskop–bioskop negarapemberhentiannya. Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Pembangunan Puspa Swara, Jakarta,tahun 1993. Sebelumnya, pernah diterbitkan secara berkala antara 1991-1992 oleh MajalahAnita Cemerlang.

2Ibid., op. cit., h. 178-179

3 Ibid., h. 178

Page 14: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

3

Dar i Pembandingan di atas, kita bisa mel ihat pembedaan yang

dibuat oleh Gong atas dua suasana yang kontras di dalam dua gedung

bioskop berbeda. Antara Ind ia yang penontonnya “bersorak jika sang

jagoan menang dan penontonnya ikut bernyany i bersama mengikuti

adegan film”, dengan suasana medita tif massal di bioskop 21 Indonesia.4

Uniknya, meski suasana bioskop di Ind ia terasa berbeda dengan yang

dirasakan di Indonesia , keadaan ini tidak menghalanginya untuk ikut

“merasakan” sepert i yang dirasakan oleh penonton lainnya. Dia

“merasakan”: “.. . kegeli sahan, kegembiraan, dan kejengkelan penonton

seiring dengan set iap babak film di layar” . Di depan layar bioskop, batas

budaya yang biasanya menjurang sesaat menjadi tidak berart i.5

Dalam kasus ini , “merasakan” yang dia lami oleh Gong berbeda

dengan “merasakan” bersifat simpat ik atau empati k dua orang yang

berhadap-hadapan secara fis ik. “Merasakan” di sin i sifatnya tidak

mel ibatkan tahapan-tahapan komunikas i tatap muka yang dikenal secara

umum. Sebali knya, pengalaman “merasakan” jus tru ter jad i saat fokus

perhat ian di arahkan pada layar yang berdir i “di luar” relasi itu . Dengan

kata lain, relasi terbangun justru saat kontak “langsung” dengan orang-

orang lain di sekita r teralihkan selama film ber langsung. Namun,

4Ibid.

5 Pada buku yang sama, Gong memberikan komentar mengenai Holy Festival di kota Varnasiyang dirayakan secara nasional di India: “’Ini pesta homoseksual!’ kata sang supir jeep... Akusering melihat orang yang mengeluarkan alat kemaluannya. Malah tidak malu-malubertelanjang. Orang-orang pun sambil mabuk berdansa. Aku bergidik juga melihat caradansa mereka. Lebih porno dari Salsa dan Dirty Dancing. Semua lelaki berdansa seperti itu,tua-muda atau anak kecil sekali pun... Tapi, di sudut lain yang berkelahi pun meramaikansuasana. Ada yang terjungkalnya dari motornya dan menabrak orang-orang. Polisi cumamenonton saja. Semua orang menjaga dirinya sendiri dari ancaman bahaya yang setiap saatdatang.” Bandingkan sikap Gong terhadap tarian pada perayaan tradisional ini dengansikapnya terhadap kebiasaan menari orang India di bioskop. (Ibid., hal. 131-132).

Page 15: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

4

penonton sama sekali tidak terhalang untuk “merasakan” sepert i apa

yang dirasakan penonton-penonton lainnya. Kin i, pusat dar i kontak itu

bukan lag i pada mas ing -masing ind ividu, di antaranya ada layar yang

menjembatani .6

Layar menjadi fokus perhat ian massal , sekaligus batas dan

jembatan antarindividu. Film sebaga i komodi tas yang ditampilkan

melalu i cahaya menuju layar, akan sepenuhnya ditangkap layar dan

dipantulkan kembal i pada penonton yang hadir. Diimbangi dengan

peralatan sound sys tem , maka set iap det ik kehadiran gambar itu

menjadi bermakna bag i set iap penonton. Makna itu tentu akan ditangkap

secara berbeda oleh tiap ind ividu penonton sesuai dengan seleranya

masing -mas ing, karena itu hal ini bukan penentu bag i bangki tnya

kesadaran massal . Set iap orang memili ki selera yang berbeda, namun

layar yang merangkul semuanya dalam satu wujud penampilan dan

mengikat semua perhat ian dalam satu alur kesadaran “merasakan”

kolekt if.

6 Seperti halnya sebuah televisi yang menjadi fokus dalam sebuah ruangan rumah (lihatcatatan kaki no. 60), menurut Akhudiat, bioskop adalah bangunan dan tempat hiburan yangpaling menonjol dari sebuah kota. Dalam kacamatanya, bioskop adalah: “...tempat hiburandengan menonton negeri asing di belahan bumi timur atau barat” (Kompas, 4/4/03, h. J).Dalam sebuah kota, tempat sebuah bioskop berada juga merupakan pusat konsentrasi massal.Kata “bioskop” sendiri berasal dari bahasa Belanda yang dapat diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia sebagai “gambar hidup” (gambar idoep). Pertunjukkan film untuk massa dimana menarik tarif pertama kali muncul di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris,Perancis, pada 28 Desember 1895. Awalnya tempat duduk sebuah bioskop dibagi menjadibeberapa klasifikasi menurut harga tiket. Di Indonesia, bioskop yang pertama kali dibangunpada masa Belanda (1901) menkhususkan sebuah kelas tempat duduk bagi “pribumi” yangbiasanya disebut kelas “kambing”. Namun pada pembukaan dekade pertengahan 1900-anpembagian kelas ekonomi bioskop tidak lagi berdasar tempat duduk, melainkan lebihdibedakan pada pengklasifikasian bioskop-bioskop yang ada dalam beberapa kelas sesuaidengan kecanggihan teknologi, fasilitas, pelayanan atau kenyamanan gedung dan jenis filmyang diputar. Baca: Victor C. Mambor, Satu Abad “Gambar Idoep” di Indonesia. Bagian I:1900-1970 dan Bagian II: 1970-2000 (Solo: KUNCI Cultural Studies Center, 1999, 2000).

Page 16: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

5

Antara selera Gong dan orang Ind ia tentang film belum tentu

sama, tap i Gong “merasakan” kebersamaan dengan penonton lainnya.

Padaha l, dengan menonton film India di negara asalnya tidak ada teks

yang menjelaskan isi cer ita untuk penonton asing sepert i Gong.

Walaupun begitu, Gong yang tidak memahami bahasa Ind ia dan hanya

mereka -reka jalannya cer ita memahami perasaan penonton lain yang

menguasai bahasa India dengan baik. Dalam hal ini unsur yang

member ikan peran utama adalah layar yang member ikan fokus utama

pada Gong dan penonton Ind ia itu, dan penampakan dalam layar lebih

berperan sebagai batas -batas kuncinya. Saat itu juga, muncul sebuah

“kesadaran” lain yang mengganti kan dan mengikat semua kesadaran

individu tanpa dihalangi budaya maupun keunikan individu.

Layar bekerja sebaga i teknologi yang mengikat kesadaran-

kesadaran mereka dalam arus “merasakan” bersama. Melupakan “diri”

dan tenggelam dalam satu arus kesadaran bersama merupakan cara

kerja dar i teknologi layar . Karena itu teknologi layar beroperas i secara

khusus sebaga i jar ingan arus psikis massal . Jika layar memili ki sifat

kolektif , apakah layar hanya merupakan pengalaman yang ter ika t pada

tempat sepert i halnya dalam gedung bioskop?

Pada contoh di atas, pola kesadaran “bersama” ber langsung

dalam gedung ter tutup di mana merupakan tempat massa berkumpul

secara fis ik, adakah mekani sme yang berfungsi sama dalam lingkup lebih

luas? Terdapat “layar” lain dengan bentuk berbeda di luar bioskop yang

memenuhi kebutuhan itu. Ada berbagai jen is layar bekerja di luar

Page 17: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

6

bioskop. “Layar” disaks ikan dan dirasakan bersama-sama pada satu

tempat maupun wilayah yang terpisah jaraknya ribuan, bahkan jutaan

mil jauhnya. Televi si merupakan contoh paling sesuai. Apapun yang di

dalam layar bisa diputar kembal i dalam jangka waktu yang tak terbatas

dalam media auto-focus . Ket imbang lokal dan parsia l, saat ini layar

adalah fenomena universa l dengan ika tan waktu dan tempat yang

renggang.

Segi ke-universal-an layar member inya sebuah cir i dan fungsi

tersendir i. Penekanannya pada fokus massa ke layar, melahi rkan sifat

memassal pada masyarakat di mana layar hadir. Ka rena sifatnya itu,

layar membangun kecenderungan corak dan pola budaya baru yang lebih

meluas baik dalam rentang “ruang” maupun “waktu” dibandingkan

dengan budaya sebelumnya. Dan, berkembang terus menerus dengan

pertambahan layar dar i masa ke masa, dalam h al luasnya jangkauan

penyebaran jumlah dan kesesuaian budaya, maupun teknik yang

digunakan. Layar mulai membentuk sebuah arus baru yang ber lahan -

lahan dianggap terpisah dar i budaya yang sifatnya lokal, terutama

dikarenakan model budaya layar7 yang menonjolkan sifat universal dan

populer.

Pola-pola budaya layar atau popular lebih sul it diamat i di

kehidupan sehari -har i jika diband ingkan dengan fenomena dalam gedung

bioskop. Ket ika keluar dar i ruangan dengan fokus kongkret, unsur

7Lebih umum dikenal sebagai “budaya populer” (disingkat “budaya pop”) atau “budayamassa”. Walaupun sebagian orang membedakan budaya pop dari budaya massa, dalam alasantersendiri yang akan dijelaskan di bawah, penulis menganggap keduanya berada dalamtataran mekanisme yang sama dalam teknologi layar.

Page 18: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

7

keteramatan “layar” menjad i sirna dan hanya meninggalkan pola

per ilaku yang samar namun mas ih terobservasi . Kobo Abé (1966),

seorang noveli s Jepang, mencatat fenomena ini :

“Furthermore, although the people walking along the streets werestrangers to each other, they formed a tight chain, like some organiccomposition, and I could not squeeze in. Could sharing ordinary, normalfaces forge such a strong bond among them? Moreover, even the thingsthey wore matched. The mass-produced pattern of today calledfashion.”8

The mass-produced pattern atau pola yang diproduks i secara massal ,

sebuah jar ingan tip is keadaan di mana set iap orang ter lihat “as ing”

secara jarak antara satu sama lain, namun bergerak melalu i satu

kecenderungan massal layaknya sebuah kompos isi “organ ik” dan

menjar ing mereka dalam “ikatan” kasat mata.

Kobo Abé mengamati pola ini muncul dalam dunia fashion, di

mana merupakan salah satu jantung gerakan arus budaya popular. Pola

kesadaran massal yang mana mir ip dengan pengalaman Gong di bioskop

ditemukan oleh Abé melalu i hi ruk pikuk dunia fashion. Namun berbeda

dengan Gong, pengalaman Abé leb ih kabur dan sul it didefinis ikan dengan

tepat: “Is that a negation of uniform, for heaven’s sake, or simply a

new kind of uni form?”9 Abé terjebak dalam sebuah kontradiksi yang

membingungkan karena per tanyaannya sendir i. Keruwetan ini berakar

pada dua lisme yang ber laku dalam fashion. Pada sudut ter tentu, fashion

8 Kobo Abé, The Face of Another, diterjemahkan dari Bahasa Jepang oleh E. Dale Saunders,(Tokyo: Charles E. Tuttle Company, 1967), hal. 66.

9 Ibid., op. cit.

Page 19: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

8

memili ki karakter “tidak seragam”: set iap orang bisa berpenampilan

sesuai model atau rancangan yang dip ilihnya. Tidak ada ketent uan yang

menetapkan pil ihan sama untuk semua ind ividu. Semua keleluasaan ini

diimbangi dengan model-model yang ragamnya luas dan selalu berubah

dar i waktu ke waktu secara berkes inambungan. Secara kontradiktif ,

semua gerak perubahan dan perkembangan dalam dunia fashion memili ki

kecenderungan kolekt if. Dalam dunia fashion muncul arus

kecenderungan massal di mana set iap mode yang muncul dijadikan

panutan secara luas oleh massa. Sifat ini member ikan fashion sebuah

sentuhan yang “seragam” di bal ik semua plural itas yang ditawarkannya.

: “From the standpoint of countinuous change, it probably is the

negation of the uniform, I suppose; but considering that thi s negation is

brought about col lectively, it may indeed be considered very much a

uniform.” 10

Bagi Abé, walaupun member ikan banyak pil ihan, fashion tetap

memili ki karakteri sti k yang “mengarahkan” dan “menuntun” massa

dalam suatu pola “se ragam”. Pola kesadaran massal ini tidak berhenti

hingga satu “keseragaman” belaka, melainkan, “Perhaps it”s spi rit of

today,” tul isnya, “And because I am against thi s spirit , I am a heretic.

Although my researches bol stered the part of thi s fashion made with

synthetic fibers, not even that would permit me to associate with the

crowd.” 11 Kepada pembacanya, Abé memper ingatkan: walaupun tidak

memili ki karakter jelas, pola massal ter sebut memili ki mekani sme

10Ibid.

11 Ibid.

Page 20: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

9

mapan yang dapat merasuk dalam kesadaran publik , serta memili ki efek

yang “ri il”. Seseorang yang tidak mengikuti kecenderungan kolekt if

tersebut akan mengalami keterasingan, tanpa perkecual ian. Tidak ada

peran aktor pelaku dibaliknya yang berdir i “di luar”, semuanya dalam

satu arus kesadaran ber sama.

Hal sama akan di alami Gong dalam bioskop 21 di Indonesia . Jika

dia tidak bersikap “diam” sepert i penonton lainnya, kemungkinan

terbesar, penonton di sebelah akan menegur agar dia segera diam,

namun tidak akan memaksanya untuk memfokuskan perhat iannya pada

layar bioskop. Beg itu juga jika hal itu terjad i di bioskop Ind ia, apabila

Gong menang is kecewa saat semua penonton menari gembira atau

sebaliknya. Singkatnya, Gong tidak dipaksa untuk memfokuskan

perhat iannya pada layar. Fokus pada layar, sifatnya selalu “sukarela”,

menolaknya hanya berart i “melepaskan” dir i dar i kecenderungan massal

tersebut, sepert i halnya pengas ingan “si janggal” dal am dunia fashion. 12

Lebih jauh kecenderungan massal dalam fashion dan layar per lu

dibedakan dengan “keseragaman” dalam art i yang dikena l selama ini ,

sepert i yang ser ing dipertunjukkan sebuah gerak jalan, parade pasukan

atau upacara sekolah. Dalam model keseragaman konvensional tuntutan

untuk memenuhi suatu per intah sebaga i fokus perhat ian sangat

ditekankan. Semua per intah harus ditafs irkan seragam dan dipahami

12Karena itu fashion dan layar di bioskop memiliki suatu cara kerja yang sama. Kata “layar”untuk selanjutnya dipakai untuk pengertian yang lebih luas dari sekedar “layar” yang sifatnyamaterial dan teramati, tapi lebih merupakan teknologi massal dalam jalinan fokus sebagaifenomen-fenomen. Untuk penjelasan lebih jauh, lihat juga Apendiks A dan pembahasan diBab III.

Page 21: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

10

dalam makna sama, unsur kontro l fis ik maupun psikis sangat dominan. 13

Kesadaran ber sama sepert i yang ditunjukkan Gong dan Abé justru

muncul dalam situas i bertentangan, yai tu keadaan tanpa kontro l

memaksa. Tidak harus ada kesesuaian antara “ps iki s” dan “fi sik”. Semua

orang member ikan perhat iannya pada fokus layar tanpa paksaan, dan

terutama lebih dirasa kan sebaga i “hiburan” 14. Yang pal ing unik,

walaupun tidak ada penafs iran seragam atas fokus perhat ian, hal ini

tidak mengurang i kecenderungan massa untuk bergerak “searah”.

Kesearahan massal yang dirasakan Gong, dan diamat i Abé ,

memili ki cir i khas sebaga i suatu kecenderungan pola-pola yang

terbentuk oleh fokus bersama dalam layar15. Kita tidak akan menemukan

cir i ini pada massa yang berkumpul di acara resmi, sepert i pidato pol itik

atau upacara wisuda. Dan sepert i yang telah ditunjukkan Abé,

13 “Aba-aba” atau “instruksi” dan penjabarannya dalam pengertian yang dipahami secara“benar” oleh massa memegang peranan dalam menciptakan keseragaman jenis ini.Keserasian antara “roh” dan “materi” merupakan wujud terbuktinya rasionalitas dalamrealitas fisik.

14Pendapat yang sama datang dari Tetsuo Kogawa dalam artikelnya berjudul Toward a Realityof Reference: The Image and the Era of Virtual Reality. Kogawa menulis: “As a result,television has become a kind of counter-reality (which is to say, it blurs the real gravity ofan event) and has come to be manipulated as an indeterminate cultural apparatus. When amedium so constituted becomes part of everyone's environment and seems natural to thepoint that it is no longer apparent as an instrument of control and indoctrination, to attackit with such cliched expressions as ‘colonization of the unconscious’ or ‘deprivation of thebody’ is not much of an indictment at all.” (Documentary BOX, no.8, October 3, 1995,Published by the Yamagata International documentary Film Festival, Tokyo Office).

15Antara pengalaman Gong yang terikat dalam satu ruangan dengan fokus terpatri melaluidiskriminasi terang-gelap dengan fokus tersamar dalam dunia fashion yang diceritakan Abé,terdapat juga contoh di mana kedua model pengalaman tersebut dikombinasikan seperti yangdiceritakan oleh M.T. Zen: “Gambaran secara efisien, otomatis dan efektif dapat diperolehdari suasana pelabuha-pelabuhan udara kota-kota besar di dunia seperti New York, Chicago,Dallas, Tokyo, London, Paris, Frankfurt dan lain-lain, Manusia berbondong-bondong digiringdi atas ban berjalan melalui lorong-lorong tertentu menuju kamar tunggu; menunggu sambilmelihat layar short circuit yang memberitahukan jadwal-jadwal penerbangan. Antara yangbepergian tidak ada yang bicara. Masing-masing baca koran, majalah, atau buku. Tidak adayang mengumumkan sesuatu. Semua dapat dilihat pada layar TV. Jika ada barang yanghilang, yang berkepentingan disodori formulir tuntutan untuk diisi. Tunggu saja satu duaminggu lagi. Nanti diberi tahu oleh...Tuan Computer.” Sains, Teknologi dan Hari DepanManusia, ditulis oleh M.T. Zen (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1981), hal. 29.

Page 22: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

11

kecenderungan tersebut justru berada pada wilayah yang ter lihat kurang

“sakra l”, sepert i budaya pop.16

Karena itu, ada kesesuaian yang unik antara kecenderungan

massal dalam ruang bioskop dengan ikon budaya pop lainnya, walaupun

untuk sementara ini mas ih sul it member ikan definis i yang tepat bag inya.

Cara kerja dar i teknologi layar mas ih sul it dipahami. Untuk memahami

pola yang ditemukan Gong dan Abé, per lu didalami berbagai masalah

yang bersangkutan dengan layar dan budaya pop pada dimens i berbeda.

Di bawah akan ditelaah akar ideologisnya.

2. Ide ologi budaya layar

Sepert i halnya Gong dan Abé, Kurt Vonnegut juga pernah mengalami

“kebersamaan” dar i layar:

“Pada masa-masa awal televisi, ketika paling banter hanya adasetengah lusin saluran, sandiwara yang ditulis dengan baik di layartelevisi masih dapat membuat kita merasa seperti anggota khalayakyang penuh perhatian, sekalipun kita sendirian di rumah” 17

Lebih lanjut lag i dia berkata,

16Budaya pop seringkali dikenal karena karakternya yang meluas dan meliputi hampir semuakalangan. Sakralitas kerap menjadi humor satir untuk mengkritik lembaga-lembaga resmiyang disebutkan di atas. Budaya pop tidak menampilkan kedisiplinan fisik, sebaliknya darisegi penampilan, dia memberontak terhadap segala wujud yang kaku, frigid dan serius.Dalam gedung bioskop misalnya, sikap yang santai merupakan cara menikmati, daripadaduduk dalam posisi yang benar dan teratur, walaupun tetap diatur untuk tidak mengganggubatas kesenangan orang lain. Oleh karena itu, dalam budaya pop sebenarnya berlaku regulasiterhadap kesenangan dan hiburan, sambil berusaha memproduksi kenikmatan baru.

17Kurt Vonnegut, Gempa Waktu, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 2001), hal.26.

Page 23: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

12

“Pada masa itu hanya dengan beberapa tayangan yang dipilih, temandan tetangga menonton pertunjukkan yang sedang kita tonton...Kitabahkan dapat menelepon teman malam itu juga, dan mengajukanpertanyaan yang jawabannya sudah kita ketahui: “Apakah engkaumelihatnya? Wow!””18

Namun sekarang, bag inya semua hanya tinggal kenangan: “Kini tidak

demikian lag i.”

Vonnegut tidak hanya sekadar menyangkal pengalaman masa lalu

yang mengga irahkan dengan televi si. Melalu i tokoh Kilgore Trout, dia

mengimajinas ikan planet “kembaran” bumi yang bernama Booboo .19

Planet itu memili ki penghuni dengan kemampuan “beradaptasi”: “Ini

berkat otak mereka yang besar dan hebat, yang dapat diprogram untuk

melakukan atau tidak melakukan, merasa atau tidak merasa, hampir

segala hal . Tinggal anda sebut saja.” 20 Sebuah versi sat ir dar i model

pendid ikan konservat if juga muncul pada kisah ini : “Pemrograman tidak

dilakukan melalu i pembedahan atau pengal iran lis tri k, atau dengan

segala campur tangan neurologis.” Namun, gaya “pemrograman” ini

terjad i secara sos ial , “hanya dengan bicara, bicara dan bicara.” 21

Lengkapnya, proses “pemrograman” ini dilukiskan sebaga i ber ikut:

“Orang dewasa berbicara kepada anak-anak Booboo secara manistentang berbagai perasaan dan perbuatan yang dianggap pantas dandikehendaki. Otak anak-anak itu otomatis akan merespons dengan jalan

18 Ibid., op. cit.19 Menurut Vonnengut, keduanya masih berada dalam satu galaksi yang sama. Sebenarnya

Booboo tidak lain adalah gambar sinis dari imej tentang bumi sendiri.20

Ibid 17., op. cit., hal. 18.21 Ibid., op. cit.

Page 24: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

13

menumbuhkan sirkuit-sirkuit yang menciptakan berbagai kesenangandan perilaku yang beradab.”22

Planet Booboo mulai berubah, ket ika seorang gad is bernama Nim-

nim (digambarkan berwatak “jahat”) berhas il membuat kamera,

pemancar dan pesawat televi si. Sebelumnya, anak-anak Booboo hanya

per lu stimulus kec il untuk membangki tkan imajinasi mereka. Tap i ket ika

televi si menggantikan pos isi orang tua: “Anak-anak muda Booboo tak

lag i mel iha t faedahnya mengembangkan imajinasi , sebab yang mereka

lakukan hanyalah menghidupkan saklar dan melihat segala macam

sampah yang mencolok mata.” 23 Generasi Booboo kemudian tumbuh

tanpa imajinasi , semua selera hiburannya tergantung pada apa yang

diberikan oleh Nim-nim: “Mereka akan menatap selembar halaman yang

dicetak atau sebuah luk isan sambil ber tanya-tanya bagaimana mungkin

orang bergetar memandang benda-benda yang beg itu sederhana dan tak

bernyawa itu.”24 Jarak antara generasi tua dan muda Booboo semakin

menjurang.

Penggambaran pes imisti s tentang Booboo, menandai perubahan

sikap Vonengut: dar i bagian publik penikmat televi si menjadi seorang

yang menolak televi si bisa member ikan manfaat. Sikap yang sama

dengan Kobo Abé ket ika mengas ingkan dir i dar i fashion. Kurt menolak

untuk menyamakan dir i dengan generasi muda Booboo, sambil tetap

22Ibid., op. cit. Dalam penggambaran ini, “otomatisme” dan “sirkuit-sirkuit” adalah suatuprogram yang sudah ada secara “alami” sebagai bagian dari kemampuan generasi Booboo.Ketimbang “biologis”, penggambaran ini lebih mencerminkan karakter “teknologis”. Watak“teknik-teknik” sudah ada dan menjadi bagian dari watak pendidikan konservatif.

23 Ibid., op. cit., hal. 20-21.24

Ibid., hal. 21

Page 25: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

14

mengenang indahnya masa-masa awal ket ika televi si muncul sebaga i

keajaiban mata. Sebuah penolakan yang ragu-ragu sekaligus kabur,

ketakutan akan keh ilangan pemahaman pada “budaya lama”, namun

takut terasing juga dar i generasi muda. Ketakutan ini bukan sekadar

angan-agan, melainkan muncul dalam berbagai pub likasi yang

dijust ifikas i jajak pendapat dar i pub lik .

Sebuah survey di Amerika pada akh ir tahun 1999 menunjukkan

anak-anak (us ia 7-10 tahun) adalah kelompok yang antusias dan nyaman

terhadap komputer dibanding orang dewasa .25 Dilaporkan juga, bahwa

85% anak-anak mengikuti terus perkembangan komputer, dan hanya 14%

yang merasa tertingga l. Kontrasnya, 49% orang dewasa merasa mengikuti

dan 49% mengatakan bahwa mereka ket inggalan pengetahuan.

Diband ingkan dengan orang dewasa (38%), anak-anak (56%) lebih

mempercayai informasi dar i internet. Survey ini menggambarkan anak-

anak ialah kelompok yang pal ing dekat dengan teknologi baru ket imbang

orang dewasa, karena orang dewasa lebih banyak dipenuhi rasa was -was

akan pengaruh negati f dari teknologi .26 Melengkapi data ini , diperk irakan

25 Marcus D. Rosenbaum (National Public Radio), Drew Altman (Kaiser Family Foundation) sertakoleganya dari Harvard’s Kennedy School of Government dalam press released hasil surveyyang berjudul Survey Shows Widespread Enthusiasm for High Technology (29 February 2000).Pengambilan data pada survey ini dilakukan dua tahap; melalui wawancara via teleponselama bulan November dan Desember 1999 di seluruh negara bagian Amerika Serikat.Populasi pada survey pertama adalah orang dewasa berusia di bawah 60 tahun sebanyak1.506 orang (sampling error +/-3%). Sedangkan pada survey kedua tercatat 625 anak-anak(10-17 tahun) diwawancarai (sampling error +/-5%).

26 Menurut Hofsteede (1994: hal 72-80), pada desa di Indonesia masuknya televisi sejak tahun1975 membawa pengaruh yang besar bagi anak-anak maupun orang dewasa. Dari laporannya,anak-anak mengalami perubahan kultural mendasar akibat televisi: “Akibat lain daripadamasuknya televisi di pedesaan adalah banyaknya anak-anak yang meninggalkan pelajaranmengaji [...] sebagian anak-anak juga mengikuti acara-acara pertunjukkan televisi sampailarut malam yang menyebabkan mereka tidak lagi mempunyai waktu untuk belajar ataumengerjalan pekerjaan rumah.” Sedangkan pada orang dewasa, perubahan tidak terlalumendasar. Walaupun masuknya televisi ke desa menambah sumber informasi baru, namun

Page 26: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

15

3,8 juta anak-anak di Amerika mendapatkan akses ke web. 27 Keadaan ini

menyebabkan teknologi menjad i bag ian yang tak terpisahkan dar i

keseharian anak-anak, kalau tidak mau dikatakan menguasai secara

sepenuhnya. Sekaligus member i kesan kesenjangan dengan orang dewasa

yang dikatakan kurang mengadops i teknologi informasi sebaga i bagian

kesehariannya. Sebaga i contoh, dalam peneli tian lain yang mel ibatkan

3.000 anak usia 2-18 tahun sebaga i subyek, mengungkapkan 64% anak-

anak menghabiskan waktunya leb ih dar i satu jam untuk menonton

televi si. 28 Untuk perbandingan lebih det il, lihat tabel di bawah.

TABEL 1.1 Proporsi kegiatan interaksi seorang anak dengan teknologiinformasi dalam sehari

Menonton TV 64%Membaca untuk hiburan 20%Mendengar CD atau tape 19%Mendengar radio 17%

Menggunakan komputer untuk hiburan 9%Bermain video game 8%Internet (Online) 3%Bermain game komputer 2%

sumber informasi secara langsung face to face masih menduduki peringkat teratas (59, 46%),sedangkan media massa menduduki posisi di bawahnya (40, 5 %).

27 Kathryn Montgomery, Children in the Digital Age, dalam sebuah artikel tak bertahun, Onlinedocument: http://www.prospect.org/print/V7/27/montgomery-k.html). Bagi Montgomery,anak-anak adalah figur yang akan segera berkembang menjadi dewasa pada masa mendatangdan mempengaruhi keadaan masa depan dibandingkan dengan orang dewasa yang akansegera mendekati usia senja.

28Donalds F. Roberts, Ph.D., Ulla G. Foehr, Victoria J. Rideout, Mollyann Brodie, Ph.D., Kids&Media, @ the new millenium (A Kaiser Family Foundation Report, November 1999), hal. 9.

Page 27: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

16

Sementara sebanyak 36% anak-anak menghabiskan waktunya satu jam

atau kurang dalam sehari untuk menonton televi si. Sedangkan yang

menonton televi si sel ama satu hingga tiga jam dalam sehari tercatat

sejumlah 31%, tiga hingga lima jam sehari sebanyak 16%, dan 17% untuk

menonton televi si leb ih dar i lima jam dalam sehari ! 29

Detail data di ata s tidak sekadar berbicara tentang dominasi

televi si dalam jadwal har ian dan kedekatan ber leb ihan anak-anak

terhadap teknologi , tetapi juga menyinggung persoalan leb ih mendalam,

yai tu; kri sis identi tas, kri sis pengalaman bat in, kri sis budaya yang juga

menjadi ancaman eks istens i sebuah kebudayaan sepert i yang dirasakan

Kurt Vonnegut. 30 Diduga kemudian keadaan in i memanc ing lahirnya suatu

bentuk “budaya baru”: “Maka bukan tidak mungkin, anak-anak kita akan

semakin terperangkap pada bentuk kemajuan peradaban yang salah

diinterpretasikan” 31. “Peradaban salah tafsir” tersebut diidentif ikasikan

oleh Mursito B.M. sebagai “budaya pop”.

Bagi Mursito B.M., 32 budaya pop tidak lain sama dengan hiburan

yang tidak memili ki nilai ser ius . Dia menetapkan bahwa baik hiburan,

ataupun budaya pop, notabene merupakan “ideologi” utama bagi

indust ri televi si. Alih-alih, Mursito menganggap budaya pop sebaga i

model kebudayaan yang sifatnya ringan, sesaat, gampang diterima oleh

29 Ibid., loc. cit.30

Preli Oktosari, Menyoal Film Kekerasan Di Televisi, Harian Suara Karya, Sabtu, 18 April 1998,hal. v, kol. 3-8. Menurut Preli, hasil penelitian PMB LIPI pada Oktober 1996 menyebutkanbahwa rata-rata anak-anak/remaja mampu menghabiskan waktu sekitar 23 jam per minggudi depan televisi.

31 Ibid., loc. cit.32

Mursito B.M., Budaya Televisi dan Determinisme Simbolik (Universitas Sebelas Maret, onlinedocument: http://psi.ut.ac.id/Jurnal/81mursito.htm).

Page 28: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

17

masyarakat dan tidak dibutuhkan sebuah kemampuan kognis i dengan

dis ipl in tertentu untuk menyerap pesan-pesan yang dibawakan.33 Alias,

dalam kacamata ini , budaya pop adalah pola-pola tingkahlaku yang

sifatnya memassal dan tidak memili ki kecerdasan ind ividual:34

“Dibandingkan dengan “kebudayaan tinggi” yang telah mapan,kebudayaan pop lebih menekankan pada kemampuannya untukmengkomunikasikan produk-produk dan segala aktivitasnyadibandingkan penilaian dan penghargaan kualitas. Ia lebih menyukaipenghargaan pasar ketimbang penghargaan dari kritisi seni. Lebihmenyukai memilih estetika persepsi daripada estetika kreasi. Katalainnya, ia lahir atas pesanan pasar.”35

Dengan meletakkan budaya pop sebaga i oposis i dar i sebuah

“kebudayaan tinggi”, secara implis it, budaya pop dianggap sebaga i

“kebudayaan rendah”, sebagai oposis i dar i “budaya kualit as”, yaitu

“budaya kuanti tas”. Budaya yang leb ih mement ingkan jumlah dar ipada

isi : “jejadian” kapita lisme. “Kebudayaan tinggi” juga hadir pada tul isan

Herbert Marcuse 36 dalam ist ilah higher culture, di seberangnya diduduki

budaya “la in”, yang lahir dar i kemajuan ras ionali tas teknologi .

Keduanya oleh Marcuse digambarkan sebaga i “integras i yang sama dalam

33Hal ini didukung oleh fakta sebuah survei yang dilakukan oleh Harian Kompas terhadap 900responden orang dewasa yang memiliki anak berusia 6-12 tahun dan 900 anak pada kelompoktersebut selama bulan Juli 1997 di lima kota Indonesia; Jakarta, Yogyakarta, Ujungpandang,Bukittinggi dan Madiun. Dalam survei tersebut menunjukkan bahwa acara televisi menjadibahan obrolan sebanyak 77% anak bersama temannya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86, 9%lebih suka membicarakan kelucuan atau serunya acara yang ditayangkan televisi daripadatopik-topik lainnya (Kompas, 26 Agustus 1997, hal. 1&5, kol. 6-9 & 1-9).

34 Bandingkan kritik ini dengan serangan dari Neil Postman kepada budaya populer dalambukunya, Menghibur Diri Sampai Mati. Mewaspadai media televisi (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 1995). Postman berpandangan bahwa tiap media yang berbeda akan mengakibatkanperubahan struktur budaya. Postman yakin bahwa dibandingkan budaya cetak-tulis, budayagambar yang dibawa televisi merupakan dekadensi dalam intelijensi masyarakatnya (Ibid.,op. cit., hal. 28-41)

35 Ibid 31., loc. cit.36

Herbert Marcuse, Manusia Satu-Dimensi, Penerjemah Silverster G. Sukur dan YusupPriyasudiarja (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, Desember 2000).

Page 29: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

18

bidang budaya”, adopsi higher culture ke dalam satu struktur ber sama

yang dirangkum oleh kemampuan ras ional teknologi .

Beda dengan Mursito yang membuat gar is tegas, Marcuse

menganggap budaya pop tidak benar -benar beroposis i terhadap higher

culture. Antagonisme antara dua dimens i yang kel iha tannya

bertentangan antara higher culture dan “budaya teknologi s” dicairkan

melalu i penggabungan dalam satu tatanan nilai mapan. Has ilnya adalah

budaya layak jua l: “Jika komunikas i mas sa bergabung menjad i satu

secara serasi , dan ser ing secara tak kentara, seni, pol itik, agama dan

fil safat dengan iklan, mereka membawa bidang -bidang budaya ini

kepada denominator mereka yang sama—bentuk komodi tas .”37 Marcuse,

walaupun secara samar-samar menganut dikotomi antara budaya

teknologi s dan budaya eksklusif , mengakui adanya kekuatan yang

mengikat sis i berbeda itu dalam satu “ikatan”. Formulasi ini kemudian

dikena l sebaga i budaya massal , sebuah usaha merangkul semua wujud

kultural dalam format baru:

“Ketika kata-kata besar kebebasan dan pemenuhan dengan lantangdipekikkan oleh para pemimpin dan politisi yang sedang berkampanye,pada layar kaca dan radio-radio dan panggung-panggung, merekaberubah menjadi suara-suara yang tanpa makna yang mendapat maknahanya dalam konteks propaganda, bisnis, disiplin, dan relaksasi.Asimilasi dari yang ideal ini dengan realitas menegaskan tingkat sejauhmana yang ideal telah dilampaui. Ia telah diturunkan dari alam jiwaatau roh atau manusia batin yang mahaluhur, dan diterjemahkan kedalam istilah-istilah yang operasional. Di sinilah terdapat elemen-elemen progresif dari budaya massa.”38

37Ibid., op. cit., hal. 86

38 Ibid., op. cit., hal. 86-87.

Page 30: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

19

Sintes is ini ditemukan dalam “layar kaca”, “radio -rad io” dan “panggung-

panggung”, di mana antagonisme antara “budaya” dan “reali tas sos ial”

didamaikan melalui kesadaran baru yang digenapkan secara teknologi s

melalu i reunif ikasi dalam dimensi baru .39

Baik Marcuse, Mursito maupun Kurt Vonnegut mas ing-mas ing

menemui satu tit ik yang sama. Melalu i kisah planet Booboo, Vonnegut

mengkhawatirkan lenyapnya kemampuan ber imajinasi generasi muda dan

ket impangan pemahaman antara dua generasi yang disebabkan oleh

televi si. Sedangkan Mursito lebih mel ihat budaya pop sebaga i kontradiksi

dar i sebuah budaya lain yang leb ih luhur, merupakan “agen” dar i

teknologi sepert i televi si. Dan agak berbeda dengan lain, Marcuse

menemukan sintesa perbedaan antara “higher cul ture” dengan “budaya

massa” ket ika keduanya bersenyawa dalam teknologi layar.

Dar i beragam pendapat ini , kedudukan layar dalam budaya pop

menjadi tulang punggung utama dar i kecenderungan massal yang disebut

budaya pop. Bag i Mur sito, budaya pop lah ir tidak lain karena adanya

bas is teknologi televi si, untuk Marcuse, “budaya massa” tidak lain

adalah bentuk baru dar i pengontro lan sos ial melalu i teknologi , dan Nim-

nim di planet Booboo membuat televi si dan peralatan elektroni s lainnya

yang merusak kemampuan ber imajinasi kaum muda. Pada umumnya,

pendapat-pendapat ini sesuai dengan paham bahwa teknologi adalah

bas is material bagi perubahan kul tural, yang mengacu pada anggapan

bahwa set iap per iode kultural berbeda memili ki var ian teknologi

39 Ibid., hal. 85.

Page 31: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

20

berbeda pula. Salah satu contohnya adalah empat tahap evolus i

perkembangan teknologi media komunikas i massa ber iku t ini .40 Tahap

pertama dimula i pada pertengahan 1600-an, yai tu ket ika teks atau

tulisan dikena l dan disebarkan secara luas, hal ini merubah bentuk sos ial

dar i “kegelapan” tul isan menuju komuni tas fil osofis ala Boy le. Tahap

kedua, ada lah ket ika lis trik dimanfaatkan sebaga i sarana komunikas i,

bersamaan dengan itu media muncul dalam format hiburan, yaitu dar i

pertengahan Abad 19 hingga awal Abad 20. Gelombang ket iga mulai dar i

munculnya teknologi informasi pada sekitar tahun 1960-an 41. Gelombang

empat yang dimula i pada dekade 1980-an hingga kin i mas ih meraba-raba

ke mana arah virtua l reality dan cyberspace akan merubah bentuk sos ial

kita.42

Dekade 1960-an yang diangkat sebaga i tit ik tolak perkembangan

teknologi informasi 43 berjalan sei ring dengan gerakan budaya tandingan

40Allucquère Rosanne Stone, Will the Real Body Please Stand Up?, pertama kali dipublikasikandalam sebuah antologi yang berjudul Cyberspace; First Steps, ed. Michael Benedikt,(Cambridge: MIT Press, 1991, hal. 81-118).

41Menurut Roger Fidler (2003: hal.166), 77 juta anak di Amerika yang dilahirkan antara tahun1946 dan 1964 merupakan “generasi televisi yang pertama”: “Bagi mereka yang dijuluki babyboomer, pesawat TV segera menjadi penghibur, pengasuh, guru dan kawan mereka. Kalauradio menyampaikan suara-suara dunia dengan seketika kepada telinga dan imajinasigenerasi sebelumnya, maka TV membawa gambar-gambar homogen yang mendefinisikan rasarealitas dan jati diri generasi ini.” Dengan demikian garis embarkasi lahirnya suatu generasi,walaupun sangat kabur secara batasnya, bisa ditandai melalui perbedaan tipe teknologi danmodel komunikasi yang muncul dan berpengaruh pada masanya. Kendati demikian, klasifikasisemacam ini tidak bermasalah, namun secara garis besar dapat digunakan untuk menyelidikisejauh mana pola kultural berbeda juga muncul dari perubahan tersebut.

42Ibid 40., loc. cit.

43 Sejak tahun 1948, teknologi televisi mulai dijadikan konsumsi publik luas, terutama diAmerika. Tahun 1953, TV berwarna standar diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat.Bersamaan dengan itu di tahun 1951, Mauchly dan Eckert berhasil membuat UNIVAC,komputer komersial yang pertama (TIME 100, 29/3, 1999). Dari data ini, kita mengetahuibahwa sejak berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 terjadi suatu ledakan barupenggunaan teknologi informasi oleh masyarakat luas (walaupun untuk komputer masihterbatas pada pengusaha, pemerintah dan militer saja). Bersamaan dengan itu, di Amerikadan negara Eropa lainnya (tempat ledakan teknologi massa terjadi) muncul suatu gerakankultural baru. Gerakan itu semakin memuncak di pertengahan tahun 1960. T. Wolfe dalamThe Me Decade and The Third Great Awakening menggambarkan gerakan kultural baru itu

Page 32: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

21

(counter-culture) terhadap masyarakat budaya “lama” yang dianggap

lebih “mapan”. Model gerakan budaya mulai bersemi dan disaks ikan oleh

Herbert Marcuse pada 1968. Namun, Marcuse lebih sibuk

mempermasalahan teknologi dan ekses eti snya, seh ingga lupa pada

wujud-wujud pal ing konkret. Alasan ini menegaskan pentingnya mel ihat

bagaimana wujud kul tural “baru” muncul tidak sekedar melalu i

penafs iran sepintas dan banyak dipengaruhi bias perbedaan generasi .

Per lu untuk mel ihat gerakan kul tural melalu i pemahaman yang dibangun

oleh “agen-agen perubahan” itu sendir i. 44 Kita kembal i pada pembahasan

sekitar tahun 1960-an, masa restorasi pasca Perang dun ia II, yaitu saat

di mana “publik dun ia” mulai mengental dalam usaha -usaha “menjaga

perdamaian dun ia.”

Kita mulai dengan per jalanan Soe Hok Gie 45 dalam lawatannya di

sejumlah universitas Amerika Ser ika t pada tahun 1968. Saat itu isu

perang vietnam dan ancaman perang nuk lir melanda Amerika. Di sela-

sela acara yang padat, Soe sempat berjalan -jalan di Salem, ket ika

sebagai: “We are now in the Me Decade--seeing the upward roll (and not yet the crest, byany-means) of the third great religious wave in American history, one that historians willvery likely term the Third Great Awakening. Like the others it has begun in a flood ofecstasy, achieved through LSD and other psychedelics, orgy, dancing (the New Sufi and theHare Krisha), meditation, and psychic frenzy (the marathon encounter).” (online documenthttp://www.warwick.ac.uk/fac/arts/History/teaching/sem17/medec.html, tahun tidaktercantum). Amerika era 60-an adalah periode di mana munculnya budaya campu aduk.

44Dalam banyak segi, dalam sebuah “perubahan”, yang disebut sebagai “agen” tidak lebih darihanya pihak yang berdiri di suatu sudut dan merasa dirinya ikut dalam sebuah gelombangperubahan massal. Perasaan bahwa “ikut dalam perubahan” tidak lain hanya sebuahkeikutsertaan dalam sebuah skenarion raksasa yang tidak jelas asal maupun arahnya.

45Mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 66, anggota KAMI (Kesatuan Aksi MahasiswaIndonesia) dan tokoh pergerakan perubahan politik di Indonesia selama 1965-1966. Catatanyang dikutip berasal dari catatan hariannya yang dibukukan dengan judul Catatan SeorangDemonstran (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1983), hal. 227-272.

Page 33: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

22

melewati toko mil ik Hippies46 dekat Universitas Wil lamate, dia berhenti

untuk mencatat isi sebuah poster sepert i di bawah ini ;

Reward,

For information to the apphrenhension of

Jesus Christ

Wanted for seduction, criminal, anarchy, vagrancy, andconspiring to overthrow the established government. Dressed poorly,said to be a carpenter by trade, ill nourished, has visionary idea,associated with bums, allien, believed to be a Jew, Prince of Peace,Son of Man, light of the world. Professional agitator, red beard, marksof wound, and felt the result of injuries inflicted by an angry mob ofrespectable citizen and legal authorities.47

Tidak diketahui apa yang menarik bag i Soe, namun isi poster itu

membuatnya berhenti dan membacanya. Barangkal i karena menyangkut

sosok yang sangat berpengaruh dalam “Barat”, Yesus Kri stus. Atau juga,

sosok lain yang secara samar berdir i di bal ik semuanya, yai tu kaum

Hippies —“pencipta” poster ini . Terutama, kedua sosok dalam poster ini

hadir “sejajar” melalu i deskripsi ter selubung.

Yang pertama, sosok Yesus dikarakterkan mir ip dengan kaum

Hippies. Yesus berpakaian “buruk” dan “aneh” menyerupa i seorang

46 Hippies adalah gaya hidup yang banyak mendominasi generasi muda Amerika dan Eropa padadasawarsa 1960 dan 1970. Muncul sebagai protes terhadap Perang Dingin yang terjadi sesaatsetelah PD II berakhir. Masyarakat Eropa saat itu dihantui oleh kemungkinan terjadinyaPerang Dunia yang lain. Menurut T Wolf, “Meanwhile, ordinary people in America werebreaking off from conventional society, from family, neighborhood, and community, andcreating worlds of their own. This had no parallel in history, certainly considering the scaleof it. The hippies were merely the most flamboyant example. The New Left students of thelate 1960's were another.” (Ibid 43., loc .cit.).

47Ibid 45., op. cit., hal. 241-242. Poster ini juga dikutip dalam sebuah artikel Soe Hok Gie,Agama dalam Tantangan, dalam kumpulan artikel berjudul Zaman Peralihan, (Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, cet keempat, 1999), hal. 203-204. Artikel serupa juga pernahdimuat dalam harian Sinar Harapan, 2 Februari 1969.

Page 34: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

23

Hippies48. Deskripsi Yesus ini berbal ikan dengan imaji resmi rel ijius;

digambarkan berjubah dan berjenggot rapi, bersih, serta terawat; atau

sebaga i raja dengan mahkota; dan, walaupun dalam pos isi di sal ib selalu

tampak agung. Dengan menurunkan derajatnya dar i “surga” hingga

sejajar dengan pos isi kaum Hippies, Yesus menjadi tampak tidak lebih

dar i seorang manusi a. Karena itu Yesus, layaknya Hippies, dibenc i

karena semerawutan dar i penampilannya. Baik Yesus maupun Hippie dari

kacamata ini , hanya dikenal sebaga i pihak yang subversif atau

berseberangan dengan kekuasaan kedaulatan sip il dan pemerintah.

Pada penggambaran kedua, respectab le cit izen dan legal

authorities sebaga i pihak yang juga ber seberangan dengan kaum Hippies

menjadi marah dan mengeroyok “Sang Juru Selamat” hingga ter luka.

Yesus sebaga i pusat agama Kri sten justru menjad i “buronan” bag i

respectab le cit izen dan legal author ities, dalam kasus ini yang dimaksud

bukan hanya orang Romawi dan kaum Far isi . Karena, kaum Hippies yang

membuat poster ini sekali lag i meletakkan posisinya sejajar dengan

Yesus, yai tu sebaga i kontra dar i respectab le cit izen dan legal

authorities. Ini merupakan penegasan keseja jaran antara dua tokoh ini .

Keduanya bukan hanya memili ki karakter tampang fis ik yang sama, tapi

48 Soe Hok Gie, dalam artikelnya Hippies, Peace & Love, menggambarkan penampilan Hippiesdalam narasi sebagai berikut: “Mereka mencoba menemukan dirinya dengan menolak nilai-nilai masyarakat yang menjerat manusia. Mereka tak peduli dengan norma-norma masyarakattentang pakaian. Mereka berpakaian seperti yang mereka sukai. Kadang-kadang tambalan,kadang-kadang jorok, kadang-kadang artistik sekali dengan warna-warna yang kontrasmenyolok.” (Ibid 47, op. cit., hal. 219).

Page 35: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

24

berada dalam satu pihak sebagai kaum tersingkir dar i respectab le

cit izen dan legal authorities 49.

Jika dulu Yesus berhadapan dengan orang Yahudi kolot dan

Romawi, kaum Hippies beroposis i pada warga masyarakat fanatik dan

pemerintahan yang gila perang. Dengan demikian poster ini bukan lag i

perombakkan simbol -simbol agama yang dipuja oleh publik ,

pengumuman ini terang -terangan menantang kekuasaan pemerintahan

dan legitimasi publik yang mendukungnya. Dengan menegaskan

respectab le cit izen dan legal author ities sebaga i pihak yang

bertentangan dengan Yesus (=H ippies ), poster ini menjelma menjadi

sebuah provokasi untuk meyakinkan pihak luas pos isi kaum Hippies

sebaga i lawan dar i tatanan masyarakat yang berdir i sebelumnya50.

Konsekuensinya, ket ika Yesus sejajar dengan Hippies, Hippies

menempatkan dir inya pada posisi setara dengan Kri stus sebagai “juru

selamat”. Yesus (=H ipp ies) baru yang berpenampilan kumal dan jorok,

49Bandingkan metafora ini dengan pembahasan Robert N. Bellah tetang civil religion diAmerika. Di mana George Washington disamakan dengan Moses dan Abraham Lincolndisejajarkan dengan Yesus Kristus, sedangkan Perayaan Thanksgiving Day dan IndependenceDay menjadi hari suci bagi warga Amerika . Analisa lengkap bisa diikuti di Robert N Bellah,Agama Sipil di Amerika, diterjemahkan dalam buku Menggugat Pendidikan; Fundamentalis,Konservatif, Liberal, Anarkis, disunting dan diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)

50 Model kritikan kepada budaya mapan seperti ini sebenarnya bukan hanya dominasi dari kaumHippies. Dr. Timothy Leary, seorang psychedelics yang disebut Presiden Nixon sebagai TheMost Dangerous Man in America, membuat pernyataan yang jauh lebih sarkastik diberi judulThe Declaration of Evolution. Dalam tulisan ini dia menyebut: “These old, white rulers havemaintained a continuous war against other species of life, enslaving and destroying at whimfowl, fish, animals and spreading a lethal carpet of concrete and metal over the soft body ofearth. They have maintained as well a continual state of war among themselves and againstthe colored races, the freedom-loving, the gentle, the young. Genocide is their habit ...“Sedangkan untuk menggambarkan sifat-sifat dari ‘budaya mapan’ ini, Leary mengatakan:“They are bores. They hate beauty. They hate sex. They hate life.” Atau dengan kata lain,Leary memproklamirkan sebuah budaya baru yang lebih mencintai kehidupan, penuh gairahdan lebih bebas untuk mencari kebahagiaan.

Page 36: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

25

sekaligus “Pangeran Perdamaian” (Prince of Peace), “Anak Manusia”

(Son of Man ) dan “Cahaya bag i Dun ia” ( light of the world). Pada

pemahaman ini , Hippies menjalankan peran yang sesuai dengan

penggambaran; sebaga i pec inta perdamaian, kebersamaan dan kesatuan

dunia. Nada serupa dapat ditemukan dalam salah satu lagu ciptaan John

Lennon51 berjudul Imagine. Pada salah satu bai t lagu hymne waj ib kaum

Hippies sedunia ini , terdapat cita-cita kaum Hippies yang digambarkan

sebaga i ber ikut;

//Imagine no possessions/ I wonder if you can/ No need for greed orhunger/A brotherhood of man/Imagine all the people/Sharing all theworld y-huh //You may say I’m a dreamer/but I”m not the only one/Ihope someday you will join us/ and the word will live as one///52

Sepert i Yesus, John Lennon dan Hippie s menjadi “pangeran” yang

memihak perdamaian dengan menyerukan “persaudaraan umat

manusia”. Sebaga imana Yesus mengajak manusia menjauhi jiwa serakah,

mereka juga mengajak seluruh umat manusia menuju dun ia baru yang

51 Salah seorang kelompok musik asal Inggris yaitu The Beatles. The Beatles adalah pelopormusik era tahun 1960-an yang dikenal memiliki ideologi sosial dan politik anti kemapanan.Dengan menggunakan musik rock, The Beatles menuntut kehidupan muda yang lebih bebas,yang membolehkan mereka bereksperimen dengan narkoba, dan seks bebas, yang tercakupdalam ideologi Summer of Love tahun 1967 (pandangan yang sangat berpengaruh pada kaumHippies dan sejumlah grup musik rock lainnya seperti The Rolling Stone, Pink Floyd dll.).Lennon juga adalah pemusik pertama yang memasukkan isu pelestarian lingkungan hidupdan kesetaraan gender melalui lagunya yang berjudul Across The Universe dan Woman is TheNigger Of The World. John Lennon pernah mengatakan bahwa Yesus Kristus kalah populerdibanding dengan The Beatles. Dalam sebuah artikel berjudul F&N Strawberry Soda Pop(Harian Kompas, Senin, 29/4/2002), hal. 37.

52Lagu ini pertama kali dikenal publik ketika dirilis pertama kali pada tahun 1971 dalam albumsingel John Lennon. Versi teks lagu ini berasal dari J. S. Arkenberg, Dept. of History, Cal.State Fullerton. Teks ini telah mengalami editing oleh Arkenberg. Data ini ada pada websiteInternet Modern History Sourcebook <http://www.fordham.edu/halsall/mod/modsbook.html>

Page 37: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

26

bebas dar i pender itaan. Dan Akh irnya, sebagai “terang dun ia” kaum

Hippies menubuatkan “dunia yang satu” dan bebas dar i pender itaan.

Pos isi kaum Hippies sebaga i “buron” masyarakat mapan sekaligus

sebaga i “terang dun ia” yang menyatukan dunia, sal ing berkontradiksi.

Sebaga i “buron”, Hippies ada lah kontra dar i tatanan masyarakat yang

ada. Sebaliknya, hippies yang “terang dunia” bukan penentang

masyarakat mapan, namun adalah “marti r” yang menyatukan dun ia.

Sehingga Hippies berperan paradoksa l, sebaga i “musuh” publik sekaligus

sebaga i Mes iah yang merangkul massa pub lik sebagai satu kesatuan 53.

Lebih menarik lag i, peran paradoks ini tidak membatalkan keadaan satu

dengan lainnya. Sebaliknya dua peran yang ber lawanan ini ber jalan

seiring sepert i jalur baja pada rel kereta api 54.

Peranan Hippies mulai surut pada akhir 70 -an, ket ika Hippies

bukan lag i suatu kel ompok dengan tujuan eksklusif , namun kelompok

dengan impian dan tujuan “mulia” yang diperjualbel ikan sebaga i

komoditas. Kaum bisnis mengincar keuntungan melalui berbagai pernik -

53 Pendapat ini didasarkan pada pendapat Soe Hok Gie dalam Agama dalam Tantangan (Ibid47., op. cit., hal. 203-208) yang menyebutkan bahwa bukan hanya Hippies, sebagai pelopor,yang menyatakan kekecewaannya pada suatu bentuk agama konservatif. Pergolakan jugaterjadi dalam tubuh-tubuh agama itu sendiri. Gereja Katholik dibanjir oleh gelombang protesyang menentang keputusan Paus yang melarang aborsi dan penggunaan alat kontrasepsi.Pastor-pastor ikut demostrasi sambil duduk di lobi hotel, bermain gitar dan bernyanyi. Halyang sama juga menerpa kelompok Kristen, di mana terpaksa mengadopsi dan menyesuaikanpola-pola budaya populer baru dalam misa-misanya agar dapat bertahan. Hippiesmembutuhkan simbol-simbol relijius untuk mendekati warga pada umumnya, begitu jugawarga umum memanfaatkan ideologi Hippies untuk melepaskan diri dari kekangan yangterlalu ketat dari agama dan tuntutan pekerjaan berat. Masyarakat populer mulai terbentukdalam dikotomi permiabel antara kehidupan yang saklar dan serius di kantor dan tembatibadah, dengan suasana hiburan di depan layar TV, bioskop, internet, dengan ditemani olehmariyuana dan LSD.

54Untuk persoalan ini, pendapat Herbert Marcuse di atas sangat sesuai untuk menjelaskankeadaan peran paradoksal dari kaum Hippies.

Page 38: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

27

pernik aksesoris berbau Hippies55. Hippies menjadi bag ian dar i pangsa

pasar, tidak berbeda dengan rumah tangga, pengusaha, pegawai

kantoran dan sebaga inya56. Namun, cita-cita Hippies telah meletakkan

pondas i untuk bag i bentuk kul tural baru, sebaga i bagian dar i

kecenderungan budaya pop. Di sin i, budaya pop bukan sekedar wadah

bisnis , namun juga memili ki nilai -nilai yang diunggulkan sebaga i

“kemanusiaan baru”; yang lebih “bebas”, “menyatukan” dan

member ikan “kebahagiaan” sepert i yang pernah dic ita-citakan oleh

Hippies. Cita-cita, ini diawetkan melalu i serangkaian modifikas i-

modifi kas i bar u member inya nilai produktif secara erkonomis sekaligus

tetap mengandalkan ideali sme free love-nya generasi 1960 -an sebaga i

kekuatan ideologis sekaligus alat pemasaran yang efekti f. Sis i

kontradiktif ini lah, di mana nilai -nilai pemberontakan dilandasi simb ol-

simbol kebebasan, kebahagiaan dan kebersamaan bersenyawa dengan

nilai -nilai ekonomis sebaga i komoditas, yang kemudian dikena li oleh

55 Ibid 43., op. cit., hal. 229: “Tapi setelah lama begitu lama kita sadar bahwa kita tidakberbahagia. Lalu generasi mudanya berontak, antara lain dengan Hippies. Mereka tak tahuapa yang mereka mau, tapi mereka tahu ada yang tidak baik. Tapi pemberontakan mereka(ribuan middle class younger generation) ini juga dikomersialkan dan dijadikan obyekpropaganda, tourisme. Direktur filem-filem membuat filem dan lain-lainnya. Bahkan cita-citakemerdekaan sekarang dikomersialkan dengan peace symbol yang dibuat di pabrik-pabrik.”

56 Dalam artikel Hippies, Peace & Love (Ibid 45, op. cit., hal. 221-222), Soe Hok Gie menulisdengan nada tak kurang sarkastiknya: “Betapa lucunya lencana perdamaian dan cintadiproduksi berjuta-juta buah. Mereka yang berontak dari masyrakat akhirnya menjadi obyekmasyrakat mencari uang.” Kesimpulan ini muncul ketika dia berkunjung ke Sausalito diFrancisco: “Keluar masuk ke toko-toko yang menjual barang-barang Hippies bersama orang-orang lain yang juga berpiknik. Dalam hati saya berpikir ‘Mereka adalah orang-orang yangberontak terhadap masyarakat yang terlalu dikomersialkan. Tetapi akhirnya jadi korbankomersialisasi...Biro-biro tourist mensponsori trip ke tempat-tempat Hippies, sebagai‘binatang’ aneh yang patut dilihat...Mereka bicara tentang perdamaian dan cinta (peace andlove) dan sekarang telah menjadi mode. Akhirnya timbul pabrik lencana dan posterperdamaian dan cinta.” Dan tentu gaya pakaian Hippies yang compang camping tidak lagimenjadi begitu aneh, namun menjadi bagian dari mode dunia fashion, seperti halnya celanajeans yang pada awalnya adalah simbol pemberontak mahasiswa Amerika terhadap perangVietnam juga menjadi mode baru yang menentukan trend dunia.

Page 39: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

28

Vonnegut, Mur sito, sedangkan Marcuse menyebutnya sebaga i “budaya

massa teknologis”.

Jika mengikuti cita-cita awal yang melandas inya, tidak dapat

dibenarkan anggapan bahwa budaya massa teknologi s itu budaya yang

sempit , kuanti tat if, tidak memili ki kua lit as sen i dan sifatnya bisnis

melulu. Sebaliknya, sesuai dengan ideali sme generasi -generasi

pemberontak di era 1960-an, budaya pop memili ki nilai -nilai yang khas;

“kebersamaan”, “kebebasan” dan “kebahagiaan”. Namun, tidak berart i

pandangan pihak yang beranggapan budaya massa teknologi s merupakan

proyek bisnis kap ita lisme, guna menjad ikan kemanusiaan sebaga i

komodi tas keuntungan dan alat kontro l sos ial ikut menjad i kel iru. Dalam

budaya massa teknologi s, kedua nilai tersebut mendapatkan tempatnya

masing -mas ing, berfungsi bersama-sama dalam satu pola massal .

Dit ilik dar i sin i, budaya pop tidak dil ihat lag i sebagai budaya yang

berdir i sendir i dan terpi lah secara eksak dengan “budaya bukan pop”.

Pada saat ini , hampir semua budaya yang ada telah dimoderni sas ikan

dan direkontruks i, kemudian disatukan ke dalam budaya pop. Dikotomi

“budaya pop” dan “budaya lokal” dalam hal ini tidak ber laku lag i.

3. Univers al isas i lay ar

Menurut John Nai sbi tt (1990) , budaya yang beraka l pada Nas ionali sme

lokal tidak berdaya membendung suatu arus dominasi global isasi budaya

Page 40: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

29

yang banyak dimotori oleh teknologi informasi dan kap ita lisme global .57

“Entertainment through the medium of language and image, crosses

over the line of superfic ial exchange and enter the domain of values,” 58

atau bag i Naisbi tt, pengaruh itu telah meresap dalam nilai-nilai publik .

Oleh karena itu, pembauran semacam ini membuat kita sul it untuk

membedakan antara “budaya pop” dengan “budaya lokal”.59

Melalu i pembauran ini pula, budaya massa teknologis mengalami

proses universal isasi, budaya pop had ir di mana-mana dan dapat diserap

oleh berbagai lap isan dan pola masyarakat yang ada pada berbagai

belahan dunia. Keberhasi lan ini tidak lepas dar i peranan layar yang

hadir di set iap kota dan pemukiman rumah pribadi untuk menghangatkan

kekeluargaan.60 Tidak hanya anak-anak, sepert i telah dis inggung di atas,

yang merasakan kenikmatan layar dalam berbagai perwujudannya. Orang

dewasa, yang biasanya mengeluhkan “ak ibat buruk” terhipnot isnya anak-

57John Naisbitt & Patricia Aburdene, Ten New Directions For the 1990’s. Megatrends 2000(New York: Milliam Morrow and Company, Inc., 1990), Chapter 4, hal. 119-153.

58 Ibid., op. cit., hal. 13959 Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pada saat ini banyak “budaya lokal” yang mengalami

kemasan ulang dalam bentuk “budaya pop” (Seperti Yoga, Meditasi, rokok dan lain-lain).Sebaliknya, “budaya pop” yang diterima sebagai budaya lokal juga cukup banyak. Sebagaicontoh, banyak orang yang mengkritik pengaruh negatif “budaya pop”, tapi ternyata lebihsuka memakai T-shirt, menonton acara sains ala Discovery Channel dan sekali-kali ikutmenikmati musik pop.

60 Tidak seperti sebuah bioskop yang menjadi bangunan sentral dalam sebuah kota (lihatcatatan kaki no. 6), televisi lebih cenderung sebagai medium domestik dengan audiensnyayang tersusun sebagai keluarga (Wilson, 1993: 19 & 22; Miller, 1995: 283; Dalam KrisBudiman, Di depan Kotak Ajaib: Menonton Televisi Sebagai Praktik Konsumsi (Yogyakarta:Galang Press, 2002), hal. 29. Dalam kesempatan lain, televisi bukan lagi sekedar medium,seperti kata Garin Nugroho: “Televisi bagai anak pertama dalam keluarga, serba menjadipusat perhatian” (Ibid., op. cit., hal. 35.). Namun, tidak berarti keluarga bisa dianggapsebagai “satuan” analisis. Kehadiran televisi dalam jalinan relasi dalam rumah, menunjukkankeberadaan “alami” bersama-sama sebagai bagian dari kesadaran individu di dalamnya.Dengan menonton televisi, individu dapat mempererat atau merenggangkan jalinankomunikasi antar individu dalam sebuah rumah (Ibid., hal. 130). Di luarnya, kehadirantelevisi sebagai sebuah obyek netral dalam sebuah ruangan rumah merupakan titik fokus dimana semua penghuni rumah dapat berkumpul bersama (Ibid., hal 41-48). Karena itu,seringkali bukan keluarga secara keseluruhan yang mengaktifkan kerja layar, melainkan layaryang mengolah perhatian individu-individu dalam satu jalinan pola bersama.

Page 41: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

30

anak oleh layar, tidak lain ada lah pihak yang ikut ter libat memproduksi,

menikmati dan memanfaatkannya, walaupun dalam konteks yang lebih

“serius” dan alasan -alasan “rasional” lainnya.61

Survey yang dilakukan e-Marketer mengungkap sumber-sumber

informasi yang digunakan orang-orang dewasa di AS untuk memperoleh

ber ita pasca per ist iwa 11 September 2001 memper lihatkan tabel sebaga i

ber ikut62:

GRAFIK 1.1 Sumber informasi primer dan sumber informasi lain yangdigunakan di AS setelah serangan teroris 11 dan 12 September 2001. N= 4.610.

0 20 40 60 80 100 120

Other

Surat Kabar

Bicara dengan orang lain

Internet

Radio

Televisi

SumberPrimer

SemuaSumber

Dar i tabel di atas, televi si tercatat sebaga i sumber informasi primer

maupun sekunder tertinggi (78% dan 97%); sedangkan sumber informasi

yang menduduki per ingkat kedua ada lah rad io, kemudian diikut i oleh

internet dan bicara langsung dengan orang lain menempati pos isi

61Terlibatnya anak-anak secara intens dengan televisi tidak terlepas dari keyakinan orang tuayang positif terhadap televisi. 37,8% orang tua mengaku membebaskan anak-anaknyamenonton televisi, 27,4% hanya sewaktu-waktu membatasi anak-anak menonton televisi, dansekitar 34,8% mengatur anak-anaknya dalam menonton televisi. (Ibid 31., loc cit., hal. 4, kol.3-7.) Dan yang paling penting, hingga saat ini para ahli media hampir-hampir luputmempermasalahkan kecanduan orang dewasa pada televisi dan media-media lainnya.

62Hans-Juergen Bucher, Crisis Comummunication dan internet. Risiko dan kepercayaan dalamsuatu media global, dalam Lukas S Ispandriarno, Thomas Hanitzsch & Martin Loeffelholz(eds.) Media-Militer-Politik. Crisis Communication: Perspektif Indonesia dan Internasional,(Jogjakarta: Galang Press, 2002, hal. 313-314).

Page 42: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

31

selanjutnya. Yang menarik ada lah fakta berupa “surat kabar” berada

dalam pos isi yang pal ing akhir dar i daftar informasi di ata s. Hal ini ,

menunjukkan bahwa ver si populer dar i ber ita yang ditawarkan televisi,

rad io, internet dan gos ip dar i mulut ke mulut jauh leb ih diminati dar i

pember itaan yang banyak didominas i tul isan dan analisa ilmiah. Jika

melengkapi data ini dengan data sebelumnya, orang dewasa walaupun

lebih berhat i-hat i menghadap i teknologi baru diband ing anak-anak,

namun mudah menjad i lengah ket ika menghadap i teknologi yang sudah

dijamin mapan dan menjadi tergantung terhadapnya. 63

Selain fakta bahwa teknologi dan budaya pop diterima tanpa

perbedaan batas bai k oleh anak-anak maupun dewasa, dalam wujud

tertentu juga menjad ikan batas-batas yang ada selama ini menjadi

kabur. Konsep Virtual Reality (VR) adalah contoh konsep budaya populer

pal ing signif ikan. Vir tua l Rea lity muncul dalam konteks yang beragam

dan sangat luas: indust ri komputer, mil iter, NASA, penuli s fiksi ilmiah

maupun dalam budaya populer sebaga i pemberontak (counterculture). 64

Berkembang dar i diskursus mar jinal dan spekulati f yang banyak

didominas i fik si ilmiah di sek itar tahun 198465 hingga 1992 (atau bahkan

63 Hal ini memberikan alasan mengapa orang tua begitu mudah membiarkan anak-anakmenonton televisi. Adapun alasan-alannya adalah sebagai berikut: televisi menghibur anak(40%), agar anak-anak betah di rumah (29%), televisi tidak berdampak buruk pada anak-anak(18,3%) dan anak-anak tidak bisa diawasi (10,9%). Dari data itu hampir tidak ada orang tuayang membiarkan anak-anak menonton televisi karena kepercayaannya pada anaknya,pertimbangan membiarkan anak-anak menonton televisi lebih dikarenakan mereka yakintelevisi tidak berbahaya. (Ibid 31 dan 55.)

64Chris Chesher, Colonizing Virtual Reality. Construction of the Discourse of Virtual Reality,1984-1992, online document: http://eserver.org/cultronix/chesher/

65Tahun ini diambil berdasarkan novel William Gibson (1984) yang berjudul Neuromancer, dimana istilah cyberspace pertama kali muncul. Namun Chesher sendiri meragukan pernyataanini, disebabkan bahwa pada 1950 ide serupa telah muncul pada karya Ray Bradbury yangberjudul The Veldt dan The happiness machine. Sebelum VR muncul, banyak tema-tema yang

Page 43: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

32

hingga kin i) berubah menjadi diskur sus yang dipaka i oleh mil iter,

pemerintah maupun ilmuwan dalam berbagai dis ipl in kaj ian.

Bagi simpat isan budaya populer, membangun realit as baru di

dalam sebuah layar adalah sebuah bentuk baru dar i cita-cita masa depan

berbas is teknologi .66 Ket ika mengalami kesuli tan merubah rea litas sos ial

jauh dar i opt imis, maka alternati f baru dengan mengkreas i rea lit as baru

tandingan diluncurkan. Para penggagas ini kemudian berharap teknologi

akan menjad i semakin berdaya dan kemudian memaksa para konservat if

merubah persepsi mereka tentang rea litas. 67 Dalam diskursus sepert i

Virtual Rea lity, budaya pop menemukan aksele ras i melalu i teknologi

dalam memperjuangkan kesatuan bumi yang damai.

Hanya saja, “kaum pembelot” gagal mendominasi teknologi

tersebut untuk semata-mata untuk persepsi pribadinya. Ironisnya lag i,

para konservat if yang hendak “di rombak” pik irannya juga menganggap

VR sebagai teknologi yang dapat membantu mil iter untuk tampil leb ih

gagah. Pada 1982, AU Amerika memperkenalkan, Visual ly Coupled

Airborne Systems Simulator (VCASS), fase kedua proyek “kopki t dimana

memili ki resolusi sangat tinggi dan layar vir tua l yang canggih68.

Sedangkan NASA meluncurkan proyek VIVED (Virtua l Environment

mendahuluinya seperti; virtual sex, virtual death, virtual education dan sebagainya. (Ibid.,op. cit.)

66Ibid. Chesher mengangkat kelompok seperti Cyberpunk yang muncul pada era 80-an sebagaicontoh. Sedangkan di tangan Timothy Leary dan teman-teman, VR bersama-sama dengan LSDmenjadi senjata utamakelanjutan pemberontakan kultural yang sudah eksis sejak tahu 60-an.

67Bagian ini akan dibahas lebih lengkap pada Bab II di tulisan ini.

68 Ibid 55.

Page 44: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

33

Display) pada tahun 1985.69 Pada perkembangan terakhir, mil iter

Amerika bahkan mengkampanyekan perang di Irak pada tahun 2003

sebaga i tranformasi menuju era perang baru yang leb ih vir tua l dan

elektronis dar i sebelumnya. Sedangkan pemerintah-pemerintah pada

permulaan Abad 21 galak menciptakan jar ingan Super Highways

Information yang berbas is VR.

Oleh karena itu, budaya pop dengan diskursus-diskur sus yang

muncul bukan hanya diadopsi oleh sekelompok generasi pemuda,

melainkan juga berbagai kalangan lain tanpa perbedaan golongan. Bil l

Clinton bermain saksofon di MTV, Tony Bla ir menyebut nama “REM” atau

penyanyi Ann ie Lennox dan “Seal” sebagai favori tnya70, sedangkan Ratu

Elizabeth II membag i perayaan pesta ulang tahunnya di Istana

Buckingham dalam dua perayaan resmi: “Klasik” dan “Populer”. Dalam

kasus lain, mil iter ikut mengambil and il dominan dalam menyebarkan

budaya pop ke wilayah tertentu. Selama okupasi terhadap Jepang 1945-

1952 oleh pasukan Amerika, budaya populer diedarkan ke kha layak

Jepang melalu i rad io mil ik Angkatan Laut Amerika, yai tu Far East

Network (FEN). 71 FEN secara tidak langsung ikut membantu dalam

melahi rkan generasi baru di Jepang, yang dikenal sebagai “J -Pop”

(Japanese Pop Art ).72 Di sin ilah, pantas diragukan pendapat bahwa

69 Ibid.70

Daya Tarik dan Empati Budaya Pop, Kompas [Minggu], 16 Maret 2001, halaman 11.71

Steve McClure, Nippon Pop (Tokyo: Tuttle publishing, 1998).72

Dalam sebuah film yang berjudul Good Morning Vietnam (1987), seorang deejay radio AFRSmilik Angkatan Udara AS di Saigon pada era tahun 1965 bernama Adrian Cronauer membawasusana baru di barak-barak militer AS dengan memyiarkan lagu-lagu populer seperti; rockn’roll, jazz, R&B dan sebagainya. Film tersebut merupakan ejekan sarkastik terhadapperang, namun sekaligus menggambarkan sisi manusiawi tentara Amerika melalui lagu-lagu

Page 45: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

34

budaya pop dan teknologi informasi semata merupakan cir i khas dar i

sebuah generasi yang eksklusif . “Fakta -fakta” di atas menunu jukkan

budaya populer merupakan tren yang sudah menjadi mainstream dan

cenderung massal . Budaya populer tidak ha nya kecenderungan yang

diterima satu pihak belaka atau konstruks i yang terbatas pada satu

pendir ian, melainkan mengatasinya semua itu. Budaya populer

merupakan karya dar i era di mana bersamaan dengannya bangkit juga

konstruks i -konstruks i khas teknologi lay ar.

Dar i tit ik sin ilah terbuka bag i untuk mengkaji lebih jauh dengan

mempertanyakan pola -pola yang ber laku antara diskursus -diskursus yang

satu dengan lainnya dan (untuk sementara ini leb ih) dikena l sebaga i

budaya populer dengan mekanisme kerja layar. Sif at massal kolekt if dan

universal antara teknologi layar dan budaya populer adalah sebuah

pertemuan kedua diskursus tersebut, selain “fakta” bahwa layar dalam

berbagai wujud tampaknya merupakan agen progresif dan “alat” promosi

dalam membaptiskan budaya pop uler pada ruang -ruang konsentrasi

perhat ian massa secara imanen. Baik sebaga i diskursus maupun dalam

wujud yang diakui leb ih “fisik” dar ipadanya, menjadi tidak relevan lag i

membahas teknologi layar dar i seg i ekses -ekses pos iti f maupun negati f

dit imbulkan. Sebaga i budaya dengan karakter yang menglobal, tanpa

wujud pasti, memiliki pola adaptasi dan diadopsi oleh populasi yang

kontradiktif , dikotomi tentang pro -kontra berada dalam satu jal inan

metode kerja diskursus.

pop. Budaya pop di sini berperan sebagai kritik sekaligus memberikan wajah manusiawi padamiliter.

Page 46: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

35

B. RU MU SA N PE RM AS AL AH AN

Oleh karena itu, bukan per tanyaan bagaimana pengaruh teknologi

informasi dalam masa tertentu terhadap perkembangan budaya populer

yang akan dia jukan penuli s. Bukan juga pertanyaan, apakah wujud-

wujud atau isi budaya populer macam apakah yang muncul pada era

teknologi informasi ; atau fak tor-faktor apa yang ikut menyumbangkan

pengaruhnya dalam membentuk budaya massa berbas is teknologi .

Penuli s juga tidak akan mengamati teknologi maupun budaya populer

sebaga i fenomena kul tural, sos ial dan psikologi s dalam pengertian

sebaga i satuan-satuan konstruks i yang terpilah-pilah secara eksak namun

sal ing ber interaksi . Dengan demikian, penuli s menghindari diri dar i

pos isi ter jebak pada penggo longan semena -mena antara faktor-faktor

khusus dan sampingan, atau antara suatu faktor -faktor dominan dan

faktor -faktor marjinal.

Dengan memperhat ikan karakter diskursus universal yang muncul

pada layar dan budaya pop, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak

relevan. Sebaliknya baik budaya populer maupun layar, keduanya ada lah

diskur sus tanpa kejelasan batasan konseptual namun memili ki ekses

yang dapat diobservasi melalu i pola-pola massal yang bekerja di alam

tak-sadar yang muncul dalam diskursus -diskur sus, program layar maupun

kebijakan ins titusiona l. Dalam hal ini tidak ada cir i tampak lain yang

dapat diamati dan dideskrip sikan dalam satu klasif ikasi wujud-wujud

yang pas ti dan tetap, melainkan dihadapan hanya ada suatu pola-pola

yang secara spesif ik dalam situas i yang lokal sifatnya. Budaya populer

Page 47: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

36

maupun layar memlik i karakteri stik akt if, berubah-rubah, tidak menetap

dan selalu muncul dengan inovas i baru yang tak terduga.73 Pada tahap

ini , mengharapkan sebuah kategori dan def ini si yang eksak dapat

menjebak analisa pada inferensi kabur dan mengada-ada tentang sebuah

art ifak berhala yang diberi nama “teknolog i layar” 74.

Dengan demikian, dalam menyikapi keadaan ini per lu dirumuskan

pertanyaan-pertanyaan yang leb ih koheren. Secara umum, muncul

pertanyaan; Bagaimana metode ker ja teknolog i layar memproduksi

kesadaran -kesadaran subyek dalam satu arus global dan massal?

Sedangkan sebaga i suatu pola-pola ket idaksadaran kolekt if, bagaimana

kerja teknologi layar muncul di permukaan sebaga i sebuah arus massal

yang secara samar-samar dapat diamat i, namun tidak memiliki

karakteri sti k fis ik yang “nyata” dan “eksak”?

Lebih spesifi k, pertanyaan yang diajukan antara lain; pola -pola

apa yang menjad i sentral dalam diskursus -diskursus yang muncul ?

Bagaimana peran diskursus tersebut muncul dalam tit ik -tit ik lokal itas

73 Karena itu metode penulisan diskursif dipilih sebagai cara yang sesuai untuk mengejarperubahan-perubahan aktif tersebut.

74“Teknologi layar” tidak mengacu pada sebuah obyek fisik yang tetap dan terikat secara padahanya sebuah keberadaan waktu lokal dan ruang lokal yang spesifik. “Teknologi layar” adalahsebuah metonim (Inggris. Metonymy, berasal dari bahasa Yunani. Meta, “menyeberangi” danonoma, “nama”) bagi konstruksi teknologi massal yang bekerja dengan memproduksi fokustanpa memberikan sebuah fisik yang seragam pada massa. Karena itu sifatnya globalsekaligus hadir dalam berbagai lokalitas yang plural. Kata “teknologi” dan “layar” sendiriadalah sebuah petanda dari sebuah penanda, yaitu mekanisme kerjanya yang diharapkanakan dideskrpsikan melalui kajian ini. Dia merupakan istilah yang diduga memiliki mekanismesama sekaligus juga merupakan “pusat lokal” dari mekanisme yang bekerja sebagai kesatuanglobal. Ketimbang obyek riil, “teknologi layar” merupakan sebuah diskursus dan istilah yangdigunakan penulis untuk menamai model yang akan dibangun oleh penulis. Sifat dari istilah“teknologi layar” tidak merupakan deskripsi belaka dari sederetan definisi tunggal ataupunjamak, melainkan merupakan istilah teknis yang analitis fungsional sifatnya. Halmanaketerangan serupa juga diberikan untuk istilah seperti “teknologi global” yang digunakanterus secara berpasangan sepanjang kajian berikut ini. Penjelasan lebih jauh, baca Bab II danlihat juga subjudul “Teknologi Layar dan Pengamatan Visual” pada Bab III.

Page 48: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

37

yang jamak dan beragam ser ta membentuk cir i psikologi s masyarakat

kontemporer? Termasuk dalam pertanyaan ini adalah, bagaimana teknik-

teknik layar mulai diterima sebagai strategi yang relevan untuk

memfungsikan mekani sme sejajar lainnya, yaitu teknologi global ?

Pertanyaan ini tidak dimaksudkan untuk menarik suatu gar is ruang dan

waktu pasti, namun leb ih berkonsentrasi pada penelusuran antara even

lokali tas yang satu dengan even lokali tas lainnya dalam per iod isasi yang

berperan melahi rkan modifi kas i diskur sus di sek itar ideologi

“kebahagiaan”, “keber samaan” dan “perdamaian” di mana muncul

dalam tema-tema budaya layar atau pop. Selanjutnya, per lu

dipertanyakan juga bagaimana teknologi layar dan global hadir sebaga i

mekani sme yang dia lami sebaga i satu kesatuan dalam wujud semesta di

dalam layar dan dalam keseharian sebaga i kehadiran sejajar dengan

teknologi global?

Dan pada akh ir tul isan, akan dijawab juga bagaimana relevansi

tul isan ini bag i keadaan sos iopoli tik di Indonesia dan keb ijakan

Internasiona l, terutama pertanyaan yang akan dijawab adalah dengan

ragam strategi apa saja mekani sme teknologi layar dan teknologi global

diterapkan melalu i diskursus kekuasaan yang dikaji melalu i ana lis is

terhadap tar ik ulur antard iskursus seh ingga melahi rkan ins titusi ?

Page 49: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

38

C. TU JU AN

Dengan demikian, peneli tian ini bertujuan mengkonst ruksi sebuah model

yang mendeskripsikan strategi dan cara kerja teknologi layar serta

teknologi global dalam memproduksi diskur sus, relasi , ins titusi

pendukung maupun perilaku-per ilaku yang berperan sebaga i seperangkat

mekani sme. Model ter sebut tidak akan menjadi “pedoman yang benar”

tentang suatu “si tuasi kin i”, karena model yang dibangun tidak akan

dipaka i sebaga i alat interpretati f bagi seluruh fenomena-fenomena yang

berkai tan dengan teknologi layar dan global sebaga i pengalaman

keseharian. Oleh karena itu bukan lah tugas dar i model yang dikonstruksi

untuk mencar i “kebenaran”, atau mengungkapkan relasi antara dua dan

lebih var iabel, atau menyingkap “fakta -fakta” tersembunyi, maupun

mendeskripsikan sebuah “kebenaran” terselubung di tengah “kesesatan”

rimba var iabel -var iabel.

Tujuan dar i model adalah menyiapkan konstruks i yang

member ikan gambaran bagaimana teknologi layar berfungsi secara

strategis dalam membangun formas i dis kursus sebaga i teknik yang

searah dengan teknologi global. Dengan demikian, model akan berguna

member ikan kerangka paradigmatik bagi penyel idikan mengenai pola-

pola masyarakat kontemporer sebaga i jal inan mekani sme sejalur antara

teknologi layar dan teknologi global.

Selain itu, dengan mengkontruks i model masyarakat teknologi s

yang muncul kita bisa mendeteks i pola-pola serupa yang had ir pada

“artifak-art ifak” budaya kontemporer lain yang muncul , tanpa harus

Page 50: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

39

melakukan genera lis ir. Pendeteks ian, tidak mencerminan sifat “ri il” dar i

model, sebaliknya merupakan kesempatan untuk menguj i seberapa jauh

model bisa difungsikan secara strategis dan teknis . Di sin i model

tersebut sekaligus ada lah hipotesis yang memili ki karakter tes tability

dan fal sib ili ty . Dengan demikian konstruks i model yang berhas il

dih impun di tul isan ini bukan kes impulan akhir dan tuntas dar i per soalan

yang dikaji . Model akan terus berkembang dan berubah dar i

perkembangan waktu ke waktu. Apa yang dijadikan sebagai “Bab

tentang Kes impulan” dalam tul isan ini tidak memili ki art i kes impulan

dalam penger tian penarikan kongklusi yang terangkum secara jelas dan

menetap dalam satu atau beberapa rumusan eksak, melainkan sifatnya

temporal dan hanya member ikan masukan tahapan terhadap keseluruhan

kaj ian. Deskripsi tentang model yang menjelaskan cara bekerja

teknologi layar dan teknologi global tidak dapat hanya dipero leh dalam

kesimpulan, melainkan berada secara integral dan global dalam

keseluruhan narasi . Kes impulan untuk suatu “rangkuman” atas semua

diskus i yang dapat berdir i secara mandir i, melainkan hanya merupakan

bagian dar i jal inan integral termaksud.

Dengan demikian, model yang akan dikonstruksi juga bertujuan

sebaga i riset awal bagi riset-riset ber iku tnya yang semakin ter lokal isi r.

Set iap pengkajian lanjutan yang akan dilakukan atas dasar konstruks i

tersebut, bisa jadi semakin “membenarkan” ataupun “menolak” model,

terutama model yang dikonstruksi sifatnya temporal dan tergantung

sekali pada perubahan situas i dan keadaan.

Page 51: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

40

D. MA NF AA T

Sebuah kontruksi model, maupun dekontruksi atas sebuah diskursus yang

dilempar ke publik dalam bentuk teks maupun lisan set idaknya dapat

mempengaruhi kesadaran publik atas “reali tas”. Mas ih dalam kerangka

pandangan penuli s, “reali tas” ada lah kontruksi diskur sus yang ada,

bukan sebaga i jawaban akh ir dar i tiap solusi . 75 Sebaga i rai son d’être,

sebuah diskursus tidak bisa dib iarkan terkil ir sepert i halnya

permasalahan modernisme tentang “reali tas”.

Karena itu, dalam menggali kerja sebuah diskursus pun per lu

diperhatikan bahwa yang dilakukan bukan sekedar menciptakan

alternatif baru dalam berpik ir. Namun leb ih dar i itu, pengga lian atas

metode kerja sebuah diskursus juga berart i penyusunan “reali tas” dalam

sebuah konstruks i. Tidak berart i konstruks i baru itu selalu ber lawanan

atau membongkar dengan ideologi, mitos maupun diskursus sebelumnya.

Dengan demikian persoa lan mengenai mekanisme kerja diskursus

teknologi layar dalam melahi rkan massa global bisa didekati dengan

sebuah cara berpik ir yang membuka lebih banyak kemungkinan dar i

sebelumnya. Diharapkan dengan mengungkap masalah ini , pendekatan

terhadap masyarakat populer global di mana ter tutup atau bersifat

pemisahan secara esensi dar i persoa lan leb ih “serius” lainnya dapat

dih indarkan pada masa yang akan datang.

75 Mengenai paradigma tentang realitas, lihat pada pembahasan soal paradigma di Bab II.

Page 52: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

41

Selain itu, untuk Mahasi swa calon Ilmuan Psikologi , Ilmuan

Psikologi dan Psikolog Indonesia , terutama Fakultas Psikologi Universitas

Surabaya, pengangkatan top ik dan metode yang dipaka i dalam tul isan ini

masih tergolong sesuatu yang baru. Selain kelak tentunya bermanfaat

sebaga i referansi maupun litera tur bandingan dar i metode sebelumnya,

walaupun tidak bisa dijadikan sebaga i con toh skr ips i yang sempurna,

tul isan ini menawarkan alternatif baru dalam kaj ian psikologi terutama

dalam perspektif lin tas dis ipl in dan lintas kultural dengan pendekatan

gabungan (fenomenolog i dan analis is diskursus). Dan ter leb ih la gi, bag i

mereka yang merasa terbatasi ide dan kreatifitasnya oleh sejumlah

aturan ortodoks dalam riset, metode dalam tul isan ini disarankan.

Sedangkan, untuk penuli s sendir i, tul isan ini merupakan

penumpahan ide dan konseptualnya tentang metode yang selam a ini

belum sempat dituangkan secara tertul is. Dan apa yang dituli s di sin i

adalah hanya merupakan studi awal bag i serangkaian riset -riset ber ikut

nya tentang mekani sme teknologi layar dan global yang telah

direncanakan penuli s.

E. SI ST EM AT IK A TE KS

Tul isan ini dibagi menjadi enam bag ian dengan tema sentra lnya

membahas tentang bagaimana fokus diorganis ir oleh teknologi layar dan

global . Bag ian pertama tul isan ini , sepert i yang telah diikut i di atas

menyorot pada pola-pola khas yang tampak pada permukaan secara

Page 53: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

42

kultural. Pada bag ian ini , kehadiran teknologi layar dan global teramati

sebaga i sebuah gejala massal yang tidak memili ki ikatan fis ik, namun

hadir sebaga i sekumpulan pola-pola yang teknik -teknik konstruks inya

masih menjad i tanda tanya. Sementara , sebelum meneruskan kaj ian

hingga pokok per soalan, pada bagian dua, akan dis inggung seperlunya

permasalahan paradigma dan metode yang digunakan pada penuli san ini

untuk menggali informasi-informasi yang berserakan. Dalam hal ini ,

penuli s akan merekomendas ikan suatu metode ana lisa yang sebenarnya

sudah dikena l cukup lama, namun mas ih kurang akrab untuk penuli san

skr ips i ilmiah.

Sedangkan pada bag ian ket iga dikaji juga teori -teori yang muncul

sebaga i produsen diskur sus dalam suatu rentang waktu tertentu. Bagian

ini juga akan menjelaskan pergeseran diskursus teknologi layar dan

global yang terjad i dar i abad revolusi indust ri hingga era cyberculture

yang diwarnai sejumlah teorikus populer. Selanjutnya, sebagai kaj ian

mikro, disamping ana lis is diskur sus makro yang telah mendahulu inya,

pada bagian keempat penuli s menggunakan Teletubbies 76 sebaga i

konsentrasi ana lis is. Pada bag ian ini , teknologi layar tidak sekedar hadir

dalam kaj ian diskur sus yang menggloba l, tetapi hadir sebaga i

pengalaman empirik dalam tradis i populer, sepert i sebuah acara

televi si. Kes impulan pada bab ini semakin menjelaskan formasi

diskur sus -diskursus yang telah dikaji sebelumnya, selain member ikan

pijakan konseptual untuk bag ian selanjutnya. 77

76 Ulasan ringkas pendahuluan tentang Teletubbies dan karakternya sebagai budaya populerbisa diikuti oleh pembaca pada bagian awal dari Bab IV.

77 Untuk kejelasan lihat bagan 1.1 di atas.

Page 54: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

43

BAGAN 1.1 Perbandingan sistematika isi dengan fungsi tekstual dilengkapidengan keterangan urutan formal di tabel kanan.

Pada bag ian “Refleksi ” (Bab V), teknologi layar dan global bukan

lag i sekedar struktura l sifatnya, melainkan hadir dalam wujud regulasi

dan normal isasi yang dijalankan oleh ins titusi-ins titusi yang

memberdayakan dan membudidaya sebuah sistem emansipas i massal .

Teknologi layar dan teknologi global berada dalam sela-sela jal inan

institusi dan member ikan peran-peran pada mas ing -mas ing satuan -

satuan interaksi di antaranya. Dan, sebaga i pijakan ke bab penutup

bagian ini menjelaskan teknik layar dan global menyatukan kontradiksi-

kontradiksi yang ada ke dalam suatu gaya hidup ber sama yang natura l.

Sedangkan untuk Bab VI yang merupakan “Penutup”, fungsi dar i

kes impulan tidak berdir i secara mandi ri dan lengkap member ikan

Page 55: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

44

deskripsi lengkap tentang model yang dikonstruksi sepert i yang laz im

dipahami pada pola penuli san skr ips i umumnya. Sebaliknya model yang

sepert i dimaksud pada bagian “Tujuan” di atas, hanya dapat diikut i

secara penuh melalu i keseluruhan dar i teks yang ada. Dengan demikian

kes impulan tidak terjebak pada gerali sas i konsep yang meniadakan sifat

lokali tas dar i diskur sus -diskur sus yang dikaji .

Oleh karena itu, tul isan ini tidak hanya berfokus pada

pembahasan satu diskur sus secara spesif ik sebaga i uni t yang tungga l dan

berdir i sendir i, melainkan terdir i dar i ura ian beberapa diskur sus yang

dibahas bersamaan dalam tatanan arus permasalahan. Dar ipada narasi

yang teratur ura ian antara diskursus yang satu dengan lainnya bersifat

diskur sif .78 Diskursus-diskursus ini merupakan konstruks i penanda sejajar

yang dianal isa untuk memperoleh gambaran mekani sme kerja yang

ber laku pada teknologi layar dan global . Aturan yang sama juga ber laku

untuk hubungan antara Bab yang satu dengan Bab lainnya. Tidak ada

satupun bab dar i tul isan ini merupakan suatu narasi yang mandir i. Relasi

antara teks yang satu dengan lainnya terjal in dalam satu arus diskursif .

Beg itu juga konsep ini ber laku juga untuk catatan kak i dan badan teks

secara umum. catatan kaki bukan sekadar “pe lengkap” bagi badan teks,

namun badan teks juga ser ingkal i menjalani fungsi “pe lengkap” bagi

catatan kak i. Baik badan teks maupun catatan kak i ada lah “saling

melengkap i” dan “di lengkapi”. Dengan demikian catatan kak i bukan lag i

suatu bag ian yang marj inal atau sebaliknya. Pentingnya catatan kak i

78Dalam Kamus Webster (lihat catatan kaki no. 88), diskursif atau discursive (Inggris)didefinisikan sebagai: “[1] wandering from one topic to another, skimming over manyapparently unconnected subjects; rambling; desultory, digressive. [2] based on the concioususe of reasoning rather than intuition.”

Page 56: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

45

dalam tul isan ini sama berpengaruhnya dengan badan teks terhadap

gambaran yang akan dikonstruksi sepanjang kaj ian.

Karena alasan di atas, walaupun menggunakan sis tematika urutan

judul bag ian klasikal seperti; “Pendahuluan”, “Kajian Teori”,

“Pembahasan”, “Penutup” dan sebaga inya, tul isan ini memiliki

sistematika yang cenderung sinkronis di mana antara satu Bab dengan

lainnya sal ing mendef ini sikan, ket imbang diakronis di mana

menggambarkan Bab yang satu dengan lainnya sebaga i bag ian yang

terpisah secara mandir i dalam urutan prosedura l metodi s. Dengan

pendekatan sinkronis , antara Bab satu dengan lainnya tidak ber langsung

dalam alur waktu yang runtut dan berjalan kontinu dan sebab-akibat ,

melainkan merupakan lap isan-lap isan dis kursus sejajar yang sal ing

menguatkan dan mendef inisikan satu sama lainnya. Dalam hal ini , Michel

Foucault pernah menuli s:

“Jadi, harus membicarakan peningkatan wacana itu bukan hanyadalam aspek perluasan; lebih baik melihat di dalamnya suatupemencaran dari bidang-bidang yang menghasilkan wacana-wacana itu,suatu diversifikasi bentuk bidang berikut pertumbuhan jaringan rumityang mengaitkan bidang-bidang itu.”79

Dalam hal ini , kaj ian tentang Teletubbies walaupun diletakkan di

bawah sub-judul “Pembahasan” bukan satu-satunya top ik sentra l yang

dikaji secara eksklusif . Beg itu juga “budaya pop”, “teknolog i layar” dan

“teknolog i global” bukan var iabel-var iabel diskri t dan terpilah sebaga i

obyek-obyek dalam sebuah korelasional . Hal ini ber laku juga untuk

79 Michel Foucault, Seks & Kekuasaan. Sejarah Seksualitas (Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama, 1997), hal. 39.

Page 57: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

46

diskur sus -diskursus lain, sepert i; world bra in , global brain,

“globalisasi”, dan vir tual rea lity. Tul isan ini tidak ber tujuan membahas

diskur sus -diskursus tersebut sebaga i satuan unit yang mandir i dengan

segala kekhususannya. Sebaliknya, diskursus-diskursus tersebut sal ing

berelasi secara uni latera l sebaga i formasi yang menggerakkan

mekani sme kerja mes in layar. Selanjutnya, teknologi global 80 merupakan

sebuah totali tas “kesadaran sekunder” yang merangkul semua formasi

tersebut sebaga i uni tas , sekaligus juga ada lah bag ian dar i relasi dalam

formasi tersebut (lihat bagan 1.2).

BAGAN 1.2 Formasi antara diskursus-diskursus dalam kesejajaran dengan“teknologi layar” dan “teknologi global” sebagai pola yang dibentuk.

Melalu i bagan ini , pembahasan pada bag ian Pendahuluan ditutup

dengan melanjutkan kaj ian pada bag ian ber ikutnya. Ter lebih dahulu

80 Untuk penggunaan istilah ‘teknologi global’ baca catatan kaki no. 69 dan Bab III.

Page 58: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

47

akan dikaji kerangka filosofis paradigmatik dan metodik yang

bermanfaat sebaga i pengetahuan untuk memahami pembahasan-

pembahasan selanjutnya. Sebaga i kerangka utama, bag ian ini akan dii si

dengan perdebatan tentang “reali tas” fik si dan nonfik si yang akan

banyak mewarnai diskus i pada bag ian leb ih lanjut tul isan ini .

Page 59: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

48

BAB II

PARADIGM A DAN METO DE

A. PA RA DI GM A DA N KE RA NG KA AN AL IS IS

1. Antara “fiks i” dan “non-f iks i”

Wenshi bufen [sastra dan sejarah tidak terpisahkan] ada lah sebuah

idiom tua dalam masyarakat Cina81. Maksudnya, dalam dunia

kesusasteraan Cina terdapat kesepadanan antara fik si dan his tor iograf i.

Karena itu tidak heran banyak penyai r Cina juga memili ki kesadaran

sejarah. Kejayaan dan keruntuhan dinast i-dinast i di Cina ser ing

disadurkan dalam karakteri stik fenomena alam82. Kontradiksinya, pada

pemahaman sastra “barat” kontemporer, fik si dan his tor iograf i adalah

dua bentuk diskur sus berbeda, mal ahan ber lawanan.

Histor iograf i ser ingkal i dikaitkan dengan sejumlah fak ta di mana

masalah sepert i val idi tas dan rel iab ili tas menjadi syarat mutlak untuk

dipenuhi. Pengandaian adanya sebuah dun ia obyekt if yang rii l dan

81 Iwan Fridolin, Cendekiawan & Sejarah Tradisi Kesusastraan Cina (Depok: Fakultas SastraUniversitas Indonesia, 1998), hal. 70.

82 Untuk jelasnya ikuti kutipan dari Shichi (The Record of Historian) karya Ssuma Ch’ien tentangawal berdirinya Dinasti Han [207 SM - 9 M] berikut ini; “Ketika Chang Ts’ang menjadi menteriperhitungan ia mulai menyusun kerja dan meralat kelender serta kunci nada yang sampaisaat itu telah diabaikan. Sejak kan-Tsu pertama kali mencapai Pa-Shang dalam bulan ke-10,ia melanjutkan praktek Ch’in kuno untuk memulai tahun baru di bulan ke-10 dan tidakmembuat perubahan. Menghitung putaran Lima Elemen [Wu Hsing], Chang Ts’angmemutuskan bahwa Han berhubungan dengan periode yang didominasi oleh elemen Air dankarenanya mendapat kehormatan warna hitam, warna air.” ( Dikutip oleh Andrey Ming dalamT’ung Shu. Almanak Cina Kuno (Jakarta: Abdi Tanur, 2000).

Page 60: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

49

teramati sebaga i pemicu awal dar i dis iplin ini . Sedangkan, dun ia sastra

fiksi diasos ias ikan dengan subyektiv itas yang imajinati f. Yang per tama,

disebut sebaga i “nonfiksi” dengan penekanan pada kekuatan “reali tas”.

Sedangkan yang terakh ir ada lah “fiksi”, di mana ser ing dikaitkan dengan

cir i denotatum, yai tu “rekaan”.

Aart van Zoest, seorang ahl i semiot ika Belanda, mengakui sul it

membedakan antara fiksi dan nonfik si. 83 Walaupun demikian, tetap

menganggap pembauran di antaranya sebaiknya tidak terjad i. Bil a fik si

dianggap nonfik si, dapat mengak ibatkan manipulas i atas kesadaran

terhadap sebuah rea litas. Zoest menganggap bahwa mitologi dan

ideologi tidak dapat digunakan sebaga i sebaga i unsur struktur dar i suatu

kenyataan. Singkatnya bagi Zoest, “Dunia bukan teks, dan teks bukan

dunia.”84

Pendapat Zoest ber seberangan dengan sejumlah semiolog 85

lainnya yang menganggap bahwa realitas dun ia didominas i oleh teks dan

diskur sus. Namun Zoest tidak sendir i, sebab umumnya sejumlah

penganut sains pos iti vis dan semiot ika ---yang dipengaruhi Charles

83Aart van Zoest, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotika (Jakarta: Intermasa, cet. 2, 1991,hal.1).

84Ibid., hal. 67

85“Semiologi” berasal dari bahasa Yunani semeîonn, “tanda”, yang berarti “ilmu tentang

tanda-tanda”. Begitu juga berlaku untuk “semiotika”. Antara semiologi dan semiotika tidakada perbedaan etimologi yang penting. Namun, perbedaan digunakan untuk merujuk padadua aliran teori yang sangat bertolak belakang. Semiologi merujuk pada “ilmu tentangtanda” milik Ferdinand de Saussure. Sedangkan, semiotika biasanya berlaku untuk teori yangdipelopori Charles Sander Pierces. Hal ini dijelaskan oleh Panuti Sudirman dan Aart van Zoestdalam Serba-Serbi Semiotika (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1996).

Page 61: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

50

Sanders Peirce [1839-1914] --- tetap menarik gar is yang keras antara

“fiksi” dan “nonfiksi” atau “tidak nyata” dan “nyata”86.

Masalahnya, sejauh mana kadar fiksi dan nonfiksi suatu

pengalaman bisa dibedakan dengan jernih tanpa dis torsi? Sebaga i contoh

di atas kita telah memberikan contoh dalam dunia kesusasteraan Cina

yang bebas dar i pembedaan fiksi dan nonfiksi. Apakah hal semacam ini

hanya ber laku di dunia sas tra Cina saja? Bagaimana dengan sastra

[posit ivi s] “barat” yang diklaim bebas dar i manipu las i pembauran fiksi

dan nonfiksi? Lantas, adakah fiksi dan nonfiksi yang berdir i sendir i -

sendir i sebaga i sebuah entitas yang mandir i?

2. “Re alitas” seb aga i diskursus

Perdebatan tentang fiksi dan nonfik si tidak bisa lepas dar i permasalahan

lain yang mendasarinya, sepert i soal “rea litas”. Ist ilah kata “reali tas”

diadopsi dar i bahasa Inggri s: reality, yang kata dasarnya ada lah real.

Dalam kamus Oxford 87, real didefinis ikan sebagai “exi sting in fact; not

imagined or supposed; not made up or art ifi cial”. Webster”s New World

Dictionary88 memaknainya sebaga i “exi sting or happening as or in fact;

actual ; true; object ive ly so etc .” Sedangkan ist ilah fact yang dipaka i

86 Dalam Kasus ini, Pierce (Berger, 2000) membedakan antara Ikon, Indeks dan Simbol.Pembedaan itu didasarkan pada pandangan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan obyek-obyek yang menyerupainya (Ikon), hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda (Indeks) ataukarena ikatan konvensional (simbol). Klasifikasi tanda-tanda Pierce hanya bisa dibangunapabila peran “subyek” yang terpisah dari “obyek” diperhitungkan.

87A.S. Hornby, E. V. Gatenby and H. Wakefield, The advanced Learner’s Dictionary of CurrentEnglish (London: Oxford University Press, Second Edition, 1963).

88Victoria Neufeldt and David B. Guralink, Webster’s New World Dictionary (New York:Prentice Hall, Third College Edition, 1991).

Page 62: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

51

untuk mendef ins ikan real, dimaknai oleh kamus Oxford sebaga i “[1] that

has happened or been done. [2] known to be true or accepted as true.

[3] reality; what is true; what exists .” 89 Bersamaan dengan itu, ist ilah

true yang digunakan def inisi ini dia rti kan sebaga i “ in accordance or

agreement with fact”90.

Presentas i singkat melalui serangkaian def ini si kata real di atas 91

berusaha menjelaskan bahwa kata ter sebut tidak lepas dar i kerancuan.

Melalu i penelusuran ini , kita menemukan dua kata lainnya yang muncul

kemudian sebaga i “subti tus i”, yai tu fact dan true. Padaha l fact sendir i

bahkan didefinis ikan ulang sebaga i reality atau dengan demikian terjad i

def ini si timbal bal ik. Hal yang sama dengan kata true dipaka i untuk

mendef ini sikan fact, sementara juga didefinikan oleh fact. Antara real,

fact dan true ber sifat sal ing mendef ini sikan. Atau kita bisa mengatakan

bahwa, untuk mendef inisikan kata real ternyata digunakan ist ilah lain

yang ternyata sejajar dengan kata sebelumnya serta didefinis ikan oleh

kata yang mendef ini sikan.

Padaha l, fungsi def ini si ada lah membatasi [def ini re.Latin ] sebuah

konsep. Def ini si adalah manifestasi log is makna suatu kata atau ide 92.

Dalam def ini si ditegaskan pembagian dan penggolongan harus benar -

benar memisahkan satu konsep dar i konsep lainnya. Dengan kata lain,

89 Ibid 87., op. cit.90

Ibid.91

Telaah ini pernah disampaikan oleh DR. Edy Suhardono dalam sebuah kelas kuliah PsikologiPolitik Universitas Surabaya di depan penulis. Namun, penjelasan pada kajian ini banyakdipersingkatdari yang pernah dikaji oleh Edy Suhardono tanpa mengulangi isi yang ingindisampaikan.

92FR. Manuel T Pinon, O.P., Ph.D., Fundamental Logic (Manila: Faculty of Phylosophy,University of Santo Thomas, 1973), hal. 65.

Page 63: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

52

bagian satu tak boleh memuat bagian yang lain. 93 Syarat ini tidak

terpenuhi oleh def ini si kata real. Ditambah dengan penjelasan di atas,

kita bisa menyimpulkan bahwa belum pernah ada def ini si yang memadai

untuk menjelaskan konsep real.94 Sedangkan def ini si yang ditawarkan

hanya bersifat tautologis semata. Kalau hanya untuk mendef inisikan

“reali tas” saja tidak ada konsep yang memadai, mungkinkah antara fik si

dan nonfik si dapat dibedakan secara tegas? Bahkan, dalam masalah ini

juga dipertanyakan, sebatas apakah eks istens i “reali tas”? Jika,

“reali tas” sendir i ada lah sebuah ide yang didapat dibatasi dengan

maksimal, lalu adakah lag i sebuah “reali tas” yang par excellence?95

Sedangkan dar i sudut etymologi , kata real berasa l dar i res

(Latin.), yang secara harafiah sama dengan thing. Def ini si kata thing

sendir i dalam kamus Webster tidak kalah rumitnya dengan real. Mel iputi

kategori yang luas, antara lain:

93Irving M. Copi, Introduction to Logic (New York: Collier MacMillan International Editions, fifthedition, 1978), hal. 154-158.

94 Hal mana berlaku juga untuk konsep seperti virtual reality, tandingan bagi konsep realitaskonservatif. Dalam virtual reality, realitas diproduksi dan dialami oleh subyek sebagaipengalaman setara dengan realitas keseharian. Karena itu seringkali, virtual reality dianggapsebagai realitas yang paradoksal. Walaupun demikian, virtual reality juga membukakesempatan untuk mempertanyakan realitas transenden yang diakui ada, apakah dalammemproduksi realitas obyektif subyek ikut memberikan nuansa bagi suatu pengakuan sesuatu“di luar” dirinya?

95 Mengenai definisi tentang real yang lebih pragmatis bisa kita ikuti pada deskripsi yang dibuatseorang penulis berikut ini: “Dalam kehidupan nyata, alat penhisap debu membunuh labah-labah. Kalau menyeberang di lalu lintas ramai tanpa memperhatikan jalan, kau akan ditabrakmobil. Kalau kau jatuh dari pohon, beberapa tulangmu akan patah.” Sedangkan dalam bukucerita yang “tidak nyata”: “...para pahlawannya bisa melakukan kesalahan sebanyak yangmereka inginkan. Tidak masalah apa yang mereka lakukan, karena di akhir cerita semua akanberes.” Lihat: Darren Shan, Cirque du Freak. Mimpi buruk jadi kenyataan... (Jakarta:Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 9-10. Pembedaan ini hanya berdasarkanpada “resiko” yang ditanggung oleh tokoh, dan menutup kemungkinan dari kisah fiktif yangdalam perancangannya se-“riil” mungkin dengan menyertakan resiko-resiko yang dianggaphanya ada pada karya nonfiktif. Sulit membedakan antara fiksi dan nonfiksi, tanpa suatupernyataan eksplisit dari penulis sendiri. Kekaburan fiksi dan nonfiksi juga bisa terjadi padasuatu karya yang sengaja direkayasa untuk tujuan tertentu seperti layaknya yang terjadidalam politik dan penyusunan sejarah untuk kepentingan sebuah rezim.

Page 64: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

53

“[1] any matter, circumstance, affair, or concern [2] that which isdone, has been done, or is to be done; happening, act, deed, incident,event, etc. [3] that which constitutes and end to be achieved, a step ina process, etc. [4] anything conceived of to be reffered to as existingas and individual, distinguishable entity [...] [5] a) personal belongings;also, clothes or clothing b) dress, garment, etc. [6] articles, devices,etc. use for some purporse [7] a person: used in expression ofaffection, pity, contempt, etc. [8] a being, object, or concept theexact term for which is not known or recalled or is avoided, as fromdisdain [9] a point of contention; issue [...]”96

Pada def ini si per tama dan kedua, thing sejajar dengan def ini si

real, yai tu sebaga i “segala sesuatu yang benar-benar terjad i”, dalam

wujud per ist iwa, aks i, kejadian dan sebaga inya. Pada def ini si ket iga,

ditekankan karakter dar i thing sebaga i ent itas yang mandir i. Melengkap i

penjelasan tersebut, pada def ini si ke empat thing merupakan sebuah

ent itas yang dip ilah-pilah sebaga i satuan-satuan tungga l sebaga i

“obyek -obyek” yang “tidak bergerak”(lihat juga catatan kak i no. 96) .

Kontradiksinya, sebaga i “obyek -obyek” terpilah satu sama lain, thing

mengandaikan kehadi ran subyek di dalamnya: “the object or concept

referred to or represent by aword, a symbol , or sign; referent”. Di sin i,

thing dapat berart i sebaga i sebuah “obyek” sekaligus “konsep”.

Pembauran ini diperkuat kembal i pada def inisi keenam, ketujuh dan

kedelapan di mana kehadiran sifat “subyek” had ir juga dalam thing.

Pada def ini si kesembilan, thing bahkan hanya diarti kan sebagai sebuah

“isu” atau “is i” dar i sebuah pembicaraan. Dan pada def ini si kedelapan,

96Ibid 88., op. cit. Lihat item thing. Untuk spesifikasi definisi [4] antara lain diartikan sebagaiberikut: “a) any single entity distinguished from all others. b) a tangible object, asdistinghuised from a concept, quality, etc. c) an inanimate object. d) an item, detail, etc.e) the object or concept referred to or represent by aword, a symbol, or sign; referent. f)an object of thougth; idea.”

Page 65: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

54

thing tidak lain merupakan sejajar dengan pengert ian “defin isi”, yai tu

berfungsi melakukan pembatasan dengan asumsi bahwa apapun yang

dibatasi tidak akan sal ing tumpah tindih satu sama lain. Jika demikian,

maka “pembatasan” yang awalnya untuk menciptakan suatu ketetapan

antara “konsep” dan “obyek”, juga merupakan fungsi dar i “konsep” dan

obyek” itu sendir i. Dalam hal ini , penulis tidak menemukan adanya

suatu ketetapan transenden yang berdir i memisahkan “keberadaan”

sebaga i sesuatu yang berada di luar “subyek”. Lantas adakah di sin i

suatu “obyek” atau “subyek” yang terpisah secara eksak?

3. Fenomenologi “re alitas”: la hirnya “subye k” dan “obye k”

Salah satu ist ilah yang sempat mencuat di atas namun belum sempat

dibahas adalah: object ively atau object ive 97. Disamping rea l, konsep ini

juga penting dalam membahas permasalahan fik si dan nonfik si.

Obyekt ivi tas ser ing menjadi ukuran untuk membedakan antara fik si dan

nonfik si. Semakin tinggi nilai obyekt ivi tas suatu karya dianggap semakin

rendah pula kadar fik si di dalamnya.

Untuk diskus i leb ih jauh, ada baiknya kita menengok kembal i

kamus Webster, def ini si yang diajukan untuk object ive ada lah,

“[1] of or having to do with a known or perceived object asdistinguished from something existing only in the mind of the subject,or person thinking. [2] being or regarded as being, independent of themind; real; actual. [3] determined by and emphasizing the features and

97 Lihat halaman 50, baris kalimat paling bawah.

Page 66: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

55

characteristics of the object, or thing dealt with, rather than thoughtsand feelings of the artist, writer, or speaker [..]” 98

Dar i def inisi di ata s, ditari k kes impulan bahwa obyekt ivi tas hanya

mungkin muncul apabila ada pemisahan tegas antara “subyek” sebaga i

kehadiran -dalam-pik iran (mind) dan “obyek” sebagai kehadiran -di -luar-

pik iran (li hat def ini si pertama). Kedua, obyekt ivi tas mengandaikan

adanya obyek yang berdir i sendir i dan mendeterminasi keberadaan

subyek serta dibedakan dengan subyek yang menjadi determinasi obyek

(defin isi ket iga). Namun, obyekt ivi tas mengandaikan kehadiran subyek

perseptif yang netral untuk menerima keberadaannya (defin isi kedua).

Pada def ini si kedua, kehadi ran obyekt ivi tas membutuhkan keyakinan

adanya subyek yang bebas kontaminasi dar i kecenderungan dalam

dir inya sendir i. Obyektiv itas tergantung pada kehadi ran subyek.

Dar i serangkaian def ini si ini , kehadiran pengalaman obyekt ivi tas

muncul dar i interaksi yang intens antara “subyek” dan “obyek”.

Walaupun, subyek dan obyek sal ing mendeterminasi, pendef inisian

masing -mas ing tidak pernah terpisah secara absolut. Sejalan dengan

teori persepsi psikologi yang diperkena lkan pakar Gestal t, menyebutkan

informasi tiba pada subyek dalam rangkaian proses penafs iran,

pengorgan isasian dan interpretasi 99. Sedangkan informasi “apa adanya”

98Ibid 88., hal. 86.

99Hal ini dibuktikan dalam phi phenomenon, yaitu ilusi gerakan yang diciptakan melaluipenampilan stimuli visual secara cepat, oleh Max Wertheimer [1880-1943]. Uraian ini dirujukberdasarkan kajian sederhana dan jelas dalam buku klasik pengantar Ilmu Psikologi karyaWayne Weiten, Psychology Themes & Variations, Third Edition (USA: Brook/Cole PublishingCompany,1989), hal 141.

Page 67: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

56

berwujud sensas i tidak banyak menyumbangkan pemahaman “reali tas”.

“Reali tas” jus tru lah ir dar i pemahaman interpretati f subyek.

Selain argumen Gestal t, diskur sus tentang subyek dan obyek juga

digeluti oleh Edmund Hussre l [1859-1938] melalu i konsep intensional ita s

kesadaran, di mana hubungan keduanya ber sifat arbrit ras i: Tidak ada

subyek tanpa obyek, dan obyek hanya eksis sebatas kesadaran subyek.

Pemahamn leb ih lanjut dapat dis imak melalu i kut ipan di bawah:

“Immediate ‘seeing’ [Sehen], not merely the sensory seeing ofexperience, but seeing in general as primodial dator conciousness [alsariginär gebendes Bewusstsein] af any kind whatsoever, is the ultimatesource of justification for all statements”100

Penekanan pada penyatuan “kesadaran” dan pengalaman inderawi

(Sehen ) menjad i cir i khas dalam konsep “fenomenon” (phainomenon,

atau “segala sesuatu yang tampak”), selain intens ionali tas kesadaran.

Baginya, “fenomenon” menampakkan dir inya sendir i, atau fenomen

adalah realitas sendir i yang tampak. Art inya, realitas tidak terselubung

dar i “di ri”, melainkan merupakan keadaan yang menyatu dengan

keberadaan subyek. Bersamaan de ngan itu pula subyek merupakan

“kesadaran yang bersifat intens ional”. Kesadaran selalu berart i

100 Ideas, General introduction to pure phenomenology, diterjemahkan oleh W.R. Boyce Gibson,(London: 1976, hal. 84), seperti dikutip oleh K. Bertens dalam Filsafat barat Abad XX Inggris-Jerman (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1983), hal. 99.

Page 68: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

57

kesadaran akan... sesuatu101. Kehadiran “subyek” selalu menyer takan

“obyek”. 102

Kedua pemahaman ini merupakan “dua sis i dar i uang logam yang

sama”. Maka, antara “subyek” dan “obyek” tidak mungkin berpisah

secara independen. Menggenap inya, Hussre l mengenalkan konsep yang

ket iga, yai tu: “konst itusi” (Inggr is: consti tut ion ), yai tu proses

tampaknya fenomen-fenomen pada kesadaran. Konsti tus i adalah

akt ivi tas kesadaran yang memungkinkan tampaknya “reali tas”. Dar i sin i

Hussre l membuat kes impulan: dunia “real” dikonstitusi oleh kesadaran .

Karena itu tidak ada kebenaran an sich, terpisah dar i kesadaran 103. Dunia

tidak lag i terpisah dar i subyek. Kesadaran subyek dan pengalaman

inderawi menyatu dalam proses konsti tus i. Karena itu, “reali tas” dalam

pandangan fenomenologi Hussre lian tidak lain hanya merupakan

“penilaian” kesadaran atas pengalaman inderawi, bukan dun ia obyek-

obyek yang ter iso las i.104

Jika ide Hussre l dijabarkan, maka “subyek” hanya bisa

didefinis ikan melalu i segala sesuatu yang “non-obyek”, sebaliknya

101 Artinya, tidak ada yang dapat dipikiran atau diperbuat tanpa adanya “sesuatu” yangdipikirkan atau diperbuat. Berpikir (atau berbuat) selalu diikuti oleh sebuah obyek.Contohnya, “aku berpikir tentang...” Tidak mungkin terjadi bahwa “aku bepikir” tanpaadanya “sesuatu” yang dipikirkan. Kehadiran “aku” selalu diikuti oleh suatu konteks lainsebagai bagian yang menyatu.

102Ibid 101., op. cit, hal. 101

103Ibid., hal. 102-103

104Konsep ini berbeda dari pandangan Immanuel Kant di mana realitas tidak pernah dapatdikenal secara langsung, atau “realitas” yang dikenal bukanlah realitas itu sendiri [das Dingan sich]. Subyek dalam pandangan Kant terisolasi dari obyek. Sebaliknya “realitas” yangdimaksud Hussrel tidak lain adalah konstitusi dari kesadaran itu sendiri atau tidak ada lagi“realitas” di luar kesadaran (Ibid., hal. 100).

Page 69: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

58

“obyek” eks is jika dinegasikan dengan “subyek” 105. Mir ip dengan

grammar bahasa yang utuh membutuhkan “subyek”, “predikat” dan

“obyek”. Singkatnya, relasi “subyek-obyek” merupakan dua konsep yang

sal ing tergantung satu sama lain, ket imbang dua realitas yang berdir i

sendir i-sendir i. Tidak mungkin membicarakan obyek tanpa kehadiran

subyek, begitu juga sebal iknya.

Pandangan Hussre l memahami bagaimana sebuah pengalaman

yang dibangun oleh diskur sus ter tentu, ber laku juga sebaga i rea litas

bagi “di ri” . Jika “fenomenon” ada lah realitas yang had ir sekaligus

dikonstitusikan kesadaran, maka “subyek” adalah bukan lag i sebuah

batasan dengan keberadaan dunia dan tidak pernah menjad i utuh dalam

dir inya sendir i sebaga i sistem yang tertutup. Karena itu yang dikena l

sebaga i “di ri” bukan sesuatu yang terdef ini sikan sebaga i satu kesatuan

dan terpisah secara sempurna dar i sesuatu yang “bukan -dir i”. Kesadaran

bukan bersifat “rohan iah” atau “mater ial ”, namun bergerak di antara

keduanya. Dalam keadaan ini diskursus yang ada dalam suatu masyarakat

berperan dominan menentukan batas-batas bagi kesadaran sekal igus

“reali tas”.106 Dalam satu kesempatan, diskursus -diskursus tersebut

105 Penjabaran ini berasal dari logika dialektis Hegelian yang menyatakan bahwa relasi duniabukan hanya bisa dirumuskan sebagai X = X atau obyek adalah “obyek”. Tapi dalamdialektika X = ( -X) atau obyek adalah juga “bukan obyek” (subyek). Lihat penjelasan lebihrinci pada M.A.W. Brouwer, Alam Manusia dalam Cahaya Fenomenologi (Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 1988).

106Diskursus atau discourse (Inggris) berasal dari bahasa Latin, discursus. Penterjemahan lazimdalam Bahasa Indonesia-nya adalah “wacana”. Namun istilah “wacana” terlalu terbatasuntuk menggantikan kata discursus maupun discourse, karena itu digunakan kata “diskursus”yang merupakan metamorfosis langsung dari bentuk Latinnya. Dalam Webster, discoursedidefinisikan sebagai: “[1] communication of ideas, information, etc. [2] a long and formaltreatment of a subject, in speech or writing; lecture; treatise; dissertation [3] ability toreason; rationality.” (Ibid 88., op. cit.) Penulis tidak akan hanya menggunakan salah satudefinisi, melainkan mengasimilasikan ketiga pengertian di atas dalam pengertian integral.Sedangkan untuk mengaktifkan diskursus sebagai sebuah unit analisis, pengertian di atas

Page 70: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

59

disebut mitos atau di lain waktu disebut sebaga i ideologi, atau bahkan

ser ing juga didapuk sebagai fakta.

B. PR OP OS IS I -PR OP OS IS I

Kesadaran merupakan “fiksi” sekaligus “nonfiksi”, dia meng[ada]kan

semua “obyek”, sekali gus mengandaikan adanya “obyek” yang berdir i di

luar kuasanya. Apakah kesadaran bergerak terus menerus di antara

kedua “dunia” ini , sebagai suatu kelangsungan gerak yang tiada henti,

atau leb ih merupakan potens ial itas yang pada suatu saat dua litas ini

dapat didamaikan? Pada pil ihan pertama, kita menuju suatu re-kreasi

pengalaman dalam suatu bentuk per luasan ulang dan terus menerus

sebuah semesta “baru”. Lalu untuk pil ihan kedua, kita menyeberang

masuk pada paham nihil isme di mana kesadaran menjadi “konsep” yang

tidak dapat disadari lag i. Hanya pada pil ihan pertama pengalaman

diakui “ada” dan bekerja sebaga i kesatuan dengan aks i. Kendat i

demikian keadaan ini tidak adanya pemisahan subyek dan obyek yang

radika l. Sebaliknya, subyek dan obyek adalah dua kategori yang sal ing

mengadakan satu sama lainnya sebuah pola reproduks i keber [ada]an.

Sebaga i gerak reproduks i pengalaman, kesadaran bekerja secara

teknologi s. Kesadaran bersemayam dalam kerja itu sendir i, rangkaian

ditransformasikan lebih jauh sebagai “pusat lokal”, yaitu diskursus yang muncul dan bekerjadalam suatu lingkup modifikasi khas dari sebuah tema kontinum. Selain itu dari katadiscursus, juga diturunkan satu istilah baru lagi yaitu discursive (Inggris) yang diterjemahkandalam bahasa Indonesia sebagai “diskursif” (lihat catatan kaki no. 78.) Pertimbangan inididasarkan semata-mata untuk membedakan pengertiannya sebagai strategi analisis daridiskursus yang berfungsi sebagai unit analisis.

Page 71: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

60

potongan dar i “seni” , “ilmu pengetahuan” maupun “pertukangan”.

Dengan demikian, pembedaan “diri” dar i segala ses uatu yang tidak

menyer takan kehadi rannya dianda ikan berdir i dan bekerja mandir i;

sebaga i hal “di luar” pengetahuan dan pekerjaannya, sebaga i “obyek”

transenden di luar “diri” yang imanen, sebaga i sesuatu yang

alam(iah)107. Teknologi member i kesempatan pada subyek untuk

dilahi rkan kembal i sebagai oposis ional arbriter yang dimungkinkan ada

karena keberadaan “obyek-obyek” yang (dialami) terpisah “di luar

dir inya”.

Dengan demikian semua “obyek-obyek” alamiah disajikan di

depan “subyek” sebaga i sesuatu yang terpisah dan teramati. Sebaga i

fungsi teknologi , “subyek” menjalankan konsti tus i dengan memilah,

mengelompokkan, memisahkan, menggolongkan semua pengalamannya

yang akan dikuatkan dan disend iri kan dalam satuan-satuan “obyek’

padat. Satuan -satuan itu kemudian diacak, diurai dan dicerna untuk

kembal i dibangun, disusun, ditata, diberi label sis temati ka baru sebaga i

seni, ilmu pengetahuan maupun keterampi lan baru. Begini lah kerja

107 “Alam sebagai ruang ialah segala hal yang dekat yang dapat didatangi langsung. Intimitasdari kamar kerja, isi saku, lemari, rumah. Juga kampung, kota, dan bagian dari tanah air.Bukan ruang yang diukur dengan meter atau derajat melainkan ruang dari kanan kiri, atasbawah dan muka belakang. Inti dari ruang alam ialah lokasi ‘di sini’. Alam muka berbedadengan alam belakang. Muka ialah hal yang didatangi, yang menuju ke arah saya, hal yangakan datang, yang baru. Belakang ialah hal yang sudah, yang tidak bisa mengherankan, yangmenjadi lantai.” Seperti yang diutarakan oleh M.A.W. Brouwer, Psikologi Fenomenologi(Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1984), hal. 13. Dalam tulisan ini “alam”akan sering juga disebut sebagai “dunia” atau “semesta.” “Alam” dalam tulisan ini dapatdijelaskan sebagai dua hal, yaitu sebagai cara obyek-meng[ada]-dalam-subyek (konstitusi)dan cara subyek-meng[ada]-dalam-obyek (intensionalitas kesadaran). Yang pertama akansering juga disebut sebagai “obyektivikasi”, sedangkan yang kedua disebut juga“subyektivikasi”. Karena itu “alam” tidak merujuk pada suatu eksistensi yang terlepas daripeng[alam]an. Selain itu, juga perlu dijelaskan bahwa ada perbedaan istilah “alam” yangakan digunakan pada Bab V, di mana dalam bagian tersebut, “alam” dikaji sebagaipembentukan diskursus yang didiskritkan dari keber[ada]an manusia dan teknologi. Jadi adapenggunaan istilan “alam” secara berbeda pada tulisan ini.

Page 72: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

61

“subyek” secara teknologi s, mes in yang terus menerus mengurai satuan-

satuan “nonfiksi” menjadi rangka ian “fiksi”, rangka ian “fiksi” yang

sudah kadaluarsa atau tidak lag i sepaham akan dilebur dalam satuan-

satuan “non-fik si” untuk didaur ulang sebaga i “fi ksi” baru, dan

seterusnya.

Dar i konteks pemahaman ini , member ikan kesempatan mengkaji

teknolog i itu sendir i tidak dalam wujudnya sebagai “obyek” teknis

melulu, terutama dalam pemahaman yang lebih umum atau tautologi s

sebaga i “penampakan empirik”. Untuk itu teknologi didefinis ikan antara

lain sebaga i; “[1] the science or study of the practi cal or industrial

arts, applied science, etc. [2] the term used in a science, etc; technical

terminology. [3] applied science. [4] a method, process, etc . For

handling a specif ic thenical problem. [5] the system by which a soc iety

provides its member with those things needed or des ired.” 108

Mulai def ini si pertama hingga keempat, teknologi menghadirkan

aks i “subyek” baik dalam pik iran (science), perasaan (arts), maupun aks i

fis ik (ski ll), suatu pendef ini sian “subyek” dalam satuan -satuan baru,

sekaligus per luasan teknologi sebaga i mesin “fiksi” hingga pada

“subyek” itu sendir i. Dan ket ika “subyek” masuk dalam jal inan “fiksi”

yang dibangunnya sendir i, teknologi menjelma menjad i “obyek” yang

terpisah dar i “subyek”. Mes in “fiksi” kin i menyatu sebaga i alam semesta

108Ibid 81., op. cit.

Page 73: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

62

baru yang “obyektif” dan dia lami sebaga i (sesuatu) yang (di yakini )

berdir i di luar “subyek” 109.

Pada tahap ini teknologi menggambarkan bagaimana “fiksi”

(subyektivikasi ) dan “nonfiksi” (obyektiv ikasi) dihadi rkan dalam wujud

metafi sika aks i-reaksi . Fiksi yang did apuk sebagai yang obyekt if

ser ingkal i dilawankan dengan nonfiksi yang bersifat subyektif , padahal

“subyek” maupun “obyek” tidak pernah dapat dipilah secara absolut

maupun disatukan secara absolut. Di satu sis i, sebaga i seni, ilmu

pengetahuan sekaligus kete rampilan, teknologi adalah pemimikan yang

pal ing mendekati “subyek” sendir i. Dia ada “di dalam subyek”, bekerja

sebaga imana “subyek” bekerja dan berfungsi sebaga i bag ian dar i

ketidaksadaran dir i “subyek” itu sendir i. Kontrasnya, sebaga i dunia

“obyek”, teknologi adalah pengulangan bentuk “alam transenden” yang

imajiner dalam bentuk yang leb ih “nyata” dan “obyektif”. Dalam hal ini ,

“subyek” dip ilah-pilah dan digolongkan kembal i dalam satuan psikologi s.

Sehingga relasi antara “subyek” dan “obyek” di tata ulang secara

teknologi s, diperluas dalam bentukan semesta baru yang leb ih nyaman

baik di “dalam” dir i “subyek” maupun “di luarnya”.

Dalam def ini si kel ima, teknologi muncul sebaga i sis tem yang

berdir i “di luar subyek”, sekaligus sebagai sistem yang menjad i bagia n

dar i kebutuhan dan impuls masyarakat. Sebaga i perwujudan sistem

109“Yang disebut ‘dunia’ ialah keseluruhan dari pengarahan dari alat-alat yang berdasarkansuatu ‘pengetahuan’ prasadar bisa menampakkan diri sebagai alat. Pengarahan ialah suatukompleks seperti palu, paku lemari, dan seterusnya. Arah utama terdapat dalam hal yangdisebut ‘tanda-tanda’. Zuhandenheit hanya mungkin karena ada dunia, yang cocok dengantangan menampakkan dirinya, karena ada ‘hal-mengada-dalam-dunia’... Bagaimana duniamemungkinkan pertemuan tangan dan alat? Itu berdasarkan pengarahan yaitu gejala bahwabahan dapat dipakai dan alat mengabdikan diri pada tangan.” (Ibid 105., op. cit., hal. 117).

Page 74: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

63

“obyek -obyek”, teknologi juga merupakan sis tem impuls dan kebutuhan

naluriah (needed or desired). Sehingga, teknologi dalam pengertian

pal ing akt if tidak didapatkan dar i kehadi ran tampak, melainkan hadir

sebaga i bag ian dar i ket idaksadaran. Karena itu, keberadaan teknologi

yang pal ing prinsipil tidak ter letak pada ragam bentuk, bahan dan model

sepert i dalam penampakan sadar. Sebaliknya, dia ter ikat dalam dir i

“subyek”, dirasakan sebaga i bagian dorongan impuls ket idaksadaran110.

Dar i gambaran ringkas di atas, akan dirumuskan prepos isi -

propos isi yang terus untuk dipertanyakan dalam menyusun tul isan ini ;

Propos isi pertama : cara kerja “subyek” dan “obyek” adalah sal ing

mengadakan dalam gerak produksi membag i, memisahkan, mengurai

seluruh “semesta” dan kemudian menyusun dan mengkontruks i kembal i

satuan-satuan “obyek” dan “subyek” dalam sebuah “alam semesta

baru”. Seluruh proses ini dapat kita sebut sebaga i “teknolog is” baik

sebaga i pola-pola, mekani sme, proses kerja, maupun fungsi .

Propos isi kedua : teknologi ada lah sebuah “fiksi” maupun

“nonfiksi”, “mitos” sekaligus “fakta”. Dia memili ki karakteri sti k

“sejarah” maupun “arkeolog i”. Teknologi membangun suatu masyarakat

sebaga i peradaban, sekal igus digunakan sebagai sebuah fakta arkeologi s

110Dalam bahasa Yunani dikenal istilah pragmaton, yaitu segala sesuatu yang digunakan untuksegi fungional yang dikenal sebagai “perkakas” atau “alat”, dan dalam tulisan ini kita kenalsebagai “teknologi”. Bagi. Brouwer, alat tidak merupakan proyek yang terpisah darikehadiran “subyek”: “Bagaimana sifat dari alat dapat diterangkan? Peralatan tidak terjadisecara sadar. Memakai alat dan menciptakan benda tidak berdasarkan pengetahuan-pengetahuan, tetapi justru suatu derivat dari situasi ini. Alat-alat dipakai dalam suatukompleks dari alat-alat lain di mana setiap unsur ‘menunjukkan’ unsur lagi. Paku-pakualmari, piring, makan. Dan lain-lain. Dengan tak sadar Dasein mengabdikan diri padapengarahan dalam kompleks ini” (Ibid., op. cit.)

Page 75: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

64

tentang struktur, tatanan, dan pola kecerdasan maupun fis ik bio log is

pada suatu masyarakat dalam suatu per iodisasi. Dengan demikian,

teknologi memili ki nilai pembeda dalam dir inya sendir i. Di sin i teknologi

juga memili ki karakter normal isasi maupun regulasi.

Propos isi ket iga : teknologi memili ki karakteri sti k global dalam

dir inya sendir i, dia membangun suatu metafi sika aks i yang mengadakan

“subyek” dan “obyek” dalam “alam” -nya. Dalam hal ini , pemilahan tidak

lain ada lah jalan menuju suatu unifikasi semesta.

Propos isi keempat: keberadaan yang pal ing bermakna dar i

teknologi bukan pada wujud pengalamannya sebaga i satuan wujud yang

berdir i sendir i, tap i merupakan bag ian dar i ket idaksadaran yang

memproduksi pengalaman bag i “subyek”. Teknologi bersifat tidaksadar

maupun pra-sadar dalam relasinya dengan kesadaran, maupun ber sifat

sadar sebaga i sebuah imajinasi tentang “obyek -obyek di luar dir i”.

Propos isi kel ima : ket idaksadaran berada dan berubah ber sama

pola-pola dar i “obyek -obyek”, dia bukan sistem yang tertutup dan

sekadar bio log is. Jika dibanding dengan kesadaran, sifatnya lebih

menetap tap i tidak untuk selamanya. Karena itu kesadaran, dalam

pemahaman ini , dil ihat sebaga i gerak akt if fokus yang selalu berubah

dan tidak memiliki ketetapan pada dir inya, namun dia juga merupakan

tempat “obyek” mengada ber sama dengan kehadiran sebuah “subyek” di

dalamnya.

Page 76: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

65

Melalu i propos isi -propos isi ini kita melangkah pada pembahasan

yang komprehensif dalam bab-bab selanjutnya. Namun kita akan terlebih

dulu menjawab pernyataan ahl i semiot ika --- sepert i Aart Van Zoest---

yang mengganggap bahwa fiksi [non-real] terpisah dar i nonfik si [real].

Sejalan dengan pemahaman di atas tentang cara “subyek” dan “obyek”

berelasi melalu i ikatan struktural tekno log is, kita menarik sebuah

pernyataan inferensial: bahwa “reali tas” dan “obyektiv itas” tidak lepas

dar i eks istens inya sebagai sebuah diskursus yang sebenarnya adalah

produk sos ial dar i struktur pemahaman tertentu, bukan takdir mutlak

atas keberadaan. Seperti teori psikologi ges tal t maupun fenomenologi ,

kontruksi keberadaan “obyek -obyek” lah ir dar i konsti tus i dan

intens ionali tas kesadaran yang juga menyebabkan keberadaan “subyek”.

Dengan demikian, “reali tas” tidak dapat dipaka i sebagai patokan

dalam rangka membedakan antara fik si dan nonfik si, sepert i teknolog i,

kedua kategori ini ada pada kerja reproduks i. Tidak ada lag i pembedaan

mutlak dan menetap antara “fiksi” dan “nonfiksi”, keduanya “sejajar”

dalam gerak fokus pengalaman yang terus bergerak. Sekarang, tibalah

untuk memutuskan bahwa dikotomi semacam subyektif-obyekt if, fiksi-

nonfik si atau rii l-tidak rii l bukanlah keberadaan yang transenden.

“Reali tas” sebaga i sebuah diskur sus di mana terstruktur dalam pola

metafi sika aks i bisa menggantikan pola dikotomi ini . Walaupun tentu

saja hal ini ditentang oleh mereka yang mas ih mensakralkan

“obyektiv itas”, bukan berart i pendekatan ini tidak bisa diterapkan.

Namun, tidak dapat ditolak lag i bahwa “obyektiv itas” ada lah kaidah

yang mandul dalam mel ihat pos isi teknologi hanya sebaga i dunia

Page 77: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

66

determinasi obyek-obyek, dan melupakan bagaimana cara “obyek-

obyek” itu had ir sebagai bag ian dalam dir i “subyek”, dan member i

“subyek” keberadaan yang unik. 111

Dengan menggunakan analis is diskursus kita dapat melampaui

keterbatasan dikotomi -dikotomi --- bas is materi il-spi ritual , sebab-akibat

serta fik si-nonfiksi--- untuk membangun kerangka ana lis is yang lebih

peka terhadap pengalaman teknologi s yang jamak, beragam dan teracak

dalam berbagai area kesadaran. Di bawah, kebutuhan akan membangun

konstruks i metode tidak lain merupakan penjabaran yang merupakan

konsekuensi lanjutan dar i kepekaan ini .

C. KO NT RU KS I ME TO DE AN AL IS IS

Kebutuhan akan ura ian tentang metode adalah tak terelakan dalam

suatu penuli san ber landaskan analis is diskur sus. Da lam hal ini berguna

untuk member i peluang kepada pembaca dalam member ikan

pertimbangan metodi s, selain member ikan kepekaan kepada penuli s

sendir i akan konsep yang dibangun pada pik irannya.

111 Dengan demikian, kita tidak terperangkap pada anggapan yang naif bahwa teknologi semata-mata hanya berdimensi materialistik dan berdiri di luar diri “subyek” sebagai “obyek”mandiri. Teknologi tidak lagi sekedar permasalahan bentuk, ragam, inovasi dan arsitekturfungsional yang hanya dapat ditelaah melalui penjelasan-penjelasan teknis tentang sistemdan kerja otonom. Melainkan teknologi juga bisa dikaji sebagai sebagai regulasi denganaksinya (bersama-sama) dengan “subyek”, sebagai bagian strategi diskursus dengan carasaling menguatkan strategi satu sama lain. Teknologi menjadi dalih dasar yang paling mutlakuntuk mentransformasi evolusi manusia dari “biologis” menuju “teknis”. Teknologi diberikeberadaan yang “obyektif” dan membantu “subyek” menyembunyikan dirinya dalamkeberadaan yang “non-materiil”.

Page 78: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

67

Ter lepas dar i semua kebutuhan tersebut, konstruks i atas metode

anali sa tidak bisa dip isahkan dar i sis tematika teks dan kerangka

paradigma yang dijadikan acuan. Leb ih penting lag i adalah, dis kursus-

diskur sus yang dikaji itu sendir i juga menentukan corak cara analis is

yang akan digunakan. Spontanitas relasi yang terkonstruks i antara

formasi diskur sus -dis kursus tersebut member ikan pola pada metode

analisa, bukan sebali knya. Karena itu tugas penjabaran metode bukan

bagian terpisah dar i bagian yang telah kita bahas di atas maupun bab

sebelumnya. Hingga sin i, sebagian tugas in i telah diambi l alih pada

penjabaran sebelumnya.

1. Ka idah- kaidah me tode

Namun, untuk member ikan suatu gambaran umum penjabaran yang lebih

ekspli sit dar i sebelumnya per lu dilakukan. Untuk itu, penuli s akan

mengacu pada sejumlah kaidah-kaidah metode ana li sis yang dapat

memperjelas metode yang digunakan. Kaidah -kaidah tersebut antara

lain; 112

112 Keempat kaidah metode dibawah merupakan penerapan dari karya Michel Foucault tentangseks dan kekuasaan (Ibid 79, op. cit., hal. 120-127). Sub-judul yang tertera di bawah dikutipsama dengan versi terjemahan bahasa Indonesia (kecuali: kata “wacana” yang diadaptasimenjadi “diskursus”), hanya dalam penjelasannya mengalami gradasi makna, walaupunbeberapa istilah tetap digunakan karena tidak ada kata pengganti yang tepat. Hal inidibutuhkan untuk menyesuaikannya dengan konteks kajian yang berbeda. Selain itu jugaperlu diingatkan, baik dari Foucault maupun penulis, kaidah-kaidah ini bukan merupakankeharusan metode. Untuk itu bisa disebut sebagai, “resep sikap hati-hati.”

Page 79: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

68

a. Kaidah Imanensi.

Antara diskur sus-diskur sus dengan mekani sme teknologi global, “obyek”

yang satu tidak berada di luar lainnya. Diskur sus -diskur sus ter sebut

bukan sekedar pembenaran atas mekanisme yang ada atau mekanisme

yang ber langsung bukan bas is dasar bagi munculnya diskur sus -dis kursus.

Walaupun mas ing-mas ing sifatnya bisa dibedakan dalam hal peran dan

sal ing terkai t, keduanya ada dalam pengalaman yang tunggal.

Pengalaman -pengalaman itu muncul sebagai “pusat lokal” , yaitu

konsentrasi per temuan diskursus dengan teknik -teknik dalam sebuah

konteks ruang dan klasif ikasi pengetahuan spesif ik. 113

b. Kaidah Perubahan Berkelanjutan.

Kaj ian ini tidak akan memula i ana lisa dengan di stings i-dis tingsi di mana

mengandaikan adanya suatu peran aktor yang tetap dalam membangun

kecenderungan massal teknologi s. Peran aktor-aktor, sepert i yang

dibahas di depan ter serak pada berbagai kalangan dan golongan yang

berbeda-beda, bahkan bertentangan satu sama lain. Karenanya peran

aktor yang terstrati fikasi secara pasti dan menetap tidak dapat

ditemukan, dikarenakan bahwa dalam set iap “pusat lokal” peran aktor

berubah mengikuti modifikas i dar i sejumlah tema sentra l. 114

113 “pusat lokal” adalah istilah yang digunakan Foucault. Dalam “pusat lokal” terjadi pertemuanantara struktur teknis yang khas dengan pengalaman “subyek” dalam ikatannya denganstruktur tersebut. Sifatnya insidental sekaligus struktural, dialami sekaligus dikonstruksi.Dalam kajian ini “pusat lokal” bisa dianggap sebagai unit analisis. Dalam beberapa bagianhanya disebut dengan “diskursus-diskursus”, namun mekanisme teknis telah diandaikan adabersama dengannya.

114 “Tema sentral” merupakan slogan-slogan yang muncul pada berbagai periodisasi dan terusdimodifikasi dalam wujud dan aktor berbeda-beda. Sebagai misal: tema liberty, egality danfraternity yang diusung oleh kaum libertin di Perancis pada abad pertengahan muncul

Page 80: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

69

c. Kaidah Pengkondisian Ganda.

“Pusat lokal” tidak merupakan lingkup mikro dar i “skema

transformasi”115 sebaga i lingkup makro. Antara keduanya juga tidak

homogen, art inya “pusat lokal” bukan hanya sekedar proyeksi diperkeci l

dar i “skema transformasi”, dan sebaliknya, “skema transformasi” tidak

merupakan proyeksi yang diperluas dar i “Pusat lokal.” Keduanya dil ihat

sebaga i “pengkondisian ganda”, yai tu satu sebaga i strategi dan teknik-

teknik yang muncul , dan lainnya sebagai landasan bag i manuver-

manuver taktik dan strategi agar berhas il mencapai tujuannya.

d. Kaidah Taktik Pol iva len dalam berbagai Diskursus.

Dalam hal ini per lu diperhat ikan tul isan Michel Foucau lt di bawah:

“..., jangan membayangkan satu model wacana yang terbagi di antarawacana yang diterima dan ditolak atau di antara wacana yangmendominasi dan wacana yang didominasi; tetapi bayangkan wacanasebagai unsur-unsur nalar, yang dapat bermain dalam aneka ragamstrategi.”116

Dalam sebuah diskursus , hubungan pro-kontra tidak merupakan sebuah

relasi sal ing meniadakan. Keduanya bisa jad i merupakan satu bag ian dar i

mekani sme yang ber laku. Di sin i diskursus tidak pas if, melainkan akt if

kembali dalam slogan kebersamaan, kebebasan dan kebahagian dalam budaya counter-culture populer dan juga dimodifikasi sebagai demokrasi oleh pemerintah. Namun, antarabentuk modifikasi satu dengan lainnya tidak lagi memiliki esensi yang sama. Di sini peran“pusat lokal” jauh lebih bermanfaat daripada tema sentral. Sedangkan sama pentingnyauntuk di analisis bersamaan dengan “pusat-pusat lokal” adalah bentuk-bentuk modifikasitersebut (Foucault menyebutnya sebagai “skema transformasi”, selain “mode kolektif” yanghadir sebagai struktur di dalamnya.

115 Penjelasan tentang “skema transformasi” dapat diperoleh pada catatan kaki di atas.116 Ibid 79, hal. 124.

Page 81: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

70

sebaga i suatu mekani sme yang mengolah berbagai ragam pemikiran yang

muncul . Diskursus menjadi alat sekaligus dampak, hambatan sekaligus

sandungan, tit ik per lawanan dan tit ik awal dar i strategi yang

ber lawanan. 117

2. Artifak dan strate gi anal is is

Tul isan menerapkan strategi mul ti -ana lis is yang plural untuk mengantar

pembaca mengalami secara vir tual mekani sme teknologi layar dan global

sebaga i bag ian keseha rian. Secara umum, ada tiga strategi ana lis is yang

akan diterapkan untuk menjalankan metode tersebut:

Strategi pertama : melakukan analis is diskur sus melalu i teks-teks

yang muncul dalam rangkaian beberapa per iodisasi yang berkaitan

dengan “pusat lokal” dan “skema transformasi” di mana teknologi layar

dan teknologi global had ir sebaga i mekani sme gejala-gejala massal

sepert i yang telah diuraikan dalam Bab I. Termasuk dalam pendekatan

ini adalah kaj ian etymologi , yang ditaruh dalam catatan kak i, di mana

menyaj ikan dasar log is dar i suatu diskursus ter tentu. Penting untuk

diperhati kan, kaj ian etymologi yang dilakukan tidak untuk mengungkap

asal mula suatu ist ilah atau metamorfosis bunyi atau tul isan dar i satu

kata satu ke kata lain, melainkan leb ih berguna dalam member ikan

deskripsi relasi hubungan antara makna suatu ist ilah dengan ist ilah lain

117 Ibid, hal. 125.

Page 82: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

71

yang mas ih dalam satu tatanan sis tem langue 118. Selain itu juga untuk

member ikan penjelasan penerjemahan satu ist ilah dar i langue bahasa

satu ke langue bahasa lain.

Strategi kedua : melakukan analis is diskursus melalu i art ifak

dig ita l di mana merupakan sumber -sumber informasi mengenai

bagaimana pengalaman virtua l diolah 119. Di sin i, ana lis is dig ita l

merupakan model ana lis is yang menggunakan gambar dan suara sebaga i

art ifak yang relevan, dar ipada sekadar mengandalkan teks ter tul is.

Namun, relasi antara teks dan gambar tidak berada dalam pola figure

and ground . Gambar tidak merupakan figur utama dengan teks sebaga i

118Dalam Bahasa Perancis istilah “bahasa” tidak hanya merupakan istilah yang tunggal sepertidalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (language). Untuk pengertian yang sama dengan“bahasa” dan language, dalam Bahasa Perancis dikenal istilah langage, yaitu bahasa dalampengertian secara lengkap dan menyeluruh. Sedangkan langage dibedakan lagi menjadi duawujud sebagai langue dan parole. Langue merupakan wujud sosial dari bahasa yang tidaktergantung pada individu, sebaliknya parole bersifat individual (psikis-fisik). Languedibedakan lagi dalam kajian lingusitik sebagai sinkroni dan diakroni. Lihat skema ini dalamFerdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, Cet. 3, Oktober 1996), hal. 185. Walaupun demikian, langue dan parole bukanlah duaobyek yang benar-benar terpisah, melainkan saling terkait dan menunjang satu sama lainnya(Ibid., op. cit., hal. 86). Walaupun bersifat sosial, langue adalah tatanan yang ada dalamsetuap individu. Kehadiran langue dalam individu diungkapkan dengan rumus:

1 + 1 + 1 + 1 ... = I (Mode kolektif)

Jadi, langue dapat diartikan juga sebagai “mode kolektif” (Ibid., hal. 87). Sedangkan dalamkajian ini, rumus ini diadaptasi menjadi:

“pusat lokal” + “pusat lokal” + “pusat lokal” + “pusat lokal” ... = Model Konstruksi

Simbolik “+” dalam rumus ini tidak bisa ditafsirkan sebagai akumulasi matematik. “+” dalamkajian ini, berarti peralihan kajian secara diskursif dari satu “pusat lokal” menuju “pusatlokal” berikutnya. Dengan demikian, “I” bukanlah kumulatif similar (“=”) dari “1 + 1 + 1 +1”. Melainkan “I” merupakan struktur yang hadir dalam setiap “1” atau “pusat lokal”.Sebagai “mode kolektif”, langue: “...hadir secara utuh dalam bentuk guratan yang tersimpandi dalam setiap otak, kira-kira seperti sebuah kamus yang semua eksemplarnya identik, yangakan terbagi di kalangan individu” (Ibid., hal 86-87).

119Untuk kajian tentang “obyek digital”, baca juga tulisan Alex Galloway, What is Digitalstudies? (online document: http://rhizome.org/ds/pages/galloway.html). Tulisan ini tidakakan digunakan sebagai referensi dalam tulisan ini, namun pembaca yang beminta bisamenjadikannya sebagai perbandingan metode. Dalam beberapa hal, Digital Studies yangditawarkan Galloway banyak kemiripan dengan analisis audiovisual yang akan dilakukanpenulis, namun pada beberapa terjadi perbedaan pendapat pada beberapa pendirian.

Page 83: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

72

pelengkapnya, atau teks juga tidak merupakan figur yang mempos isikan

gambar sebaga i dekorasi belaka. Gambar tidak untuk menjelaskan atau

dijelaskan oleh teks. Keduanya merupakan sebuah kerangka konstrukt if

yang sejajar dan dialami bersama secara arb itrasi sebaga i pola-pola

hejala dalam intens ionali tas ke[ tidak]sadaran subyek.

Strategi ket iga , Ura ian elaborati f untuk mengejawantahkan kedua

strategi di atas dalam sebuah narasi yang menggambarkan mekanisme

teknologi layar dan global dalam suatu tatanan ins titusi yang ber laku.

Pada pendekatan ket iga, yang dilakukan adalah mensintes is kedua

strategi per tama dalam rangka membangun sebuah konstruks i model

hipotesis tentang kerja teknologi layar dan global .

Di samping ket iga strategi umum di atas, juga akan digunakan

beberapa pendekatan spesif ik untuk menutupi kekurangan-kekurangan

yang ada. Dalam hal ini , psikoanal isi s Freudian dan psikoanal isa Jung

member ikan kontribusi dalam member ikan masukan pada karakter

ket idaksadaran dalam teknologi . Melalu i strategi ini , simbol -simbol yang

muncul sebaga i formasi dar i ins ting tak sadar bisa did iagnos is sebaga i

gejala yang muncul dan member ikan dun ia vir tua l ikatan langsung

dengan tubuh. Dengan demikian, teknologi dianal isi s melalu i simptom-

simptom simbol ik yang merupakan dorongan langsung dar i

ket idaksadaran.

Sebaga i lanjutan, pada bag ian selanjutnya akan dimula i

membahas sebuah diskursus di mana muncul bersamaan dengan lah irnya

budaya populer dan had ir bersama-sama dengan citarasa yang mewaki li

Page 84: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

73

pengalaman pribad inya, sebelum akhirnya akan kembal i lag i pada

pengkajian lebih mendalam. Untuk tujuan itu, setting awal tahun 1960-

an di “Barat” tetap sebagai per iode yang akan membuka diskus i kita.

Page 85: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

74

BAB II I

KAJIAN TEOR I

Erich Fromm hidup di tengah-tengah perubahan teknologi tahun 1960-an

merasakan secara samar manusia ser ta hab ita tnya mengalami

perekonst ruksian ulang. “Ditengah-tengah kita ada hantu,” tul isnya,

“Bukan hantu kuno sepert i Komuni sme atau Fac isme, melainkan hantu

baru: masyarakat yang dimesinkan secara total, dicurahkan untuk

meningkatkan produksi dan konsumsi material, dan diarahkan oleh

komputer-komputer.”120 Sebuah transi si dar i “hantu” yang satu ke

“hantu” lainnya, demikianlah kin i manusia terancam menurut nubuat

Fromm.

“Hantu” dalam diskur sus Fromm layaknya “hantu” Kar l Marx121,

memiliki karakter subversif . Namun, “hantu ” Fromm tidak sekadar

melancarkan aksi serangan dan penjajahan ke satu kelas sos ial belaka,

tapi hak ikat “kemanusiaan” secara utuh. Hal yang membangki tkan

kenangan Fromm pada Perang Dunia II. 122 Kecemasan ini melahi rkan

analog i klasik di mana Fromm merasakannya samar-samar kenger ian

120Erich Fromm, Revolusi Harapan, diterjemahkan oleh Kamdani (Yogyakarta: Penerbit PustakaPelajar, 1996), hal. 1.

121 Baca juga: Manifesto Partai Komunis, Karl Marx dan F. Engels.122

Fromm yang keturunan Yahudi Jerman dan pernah melarikan diri dari bangkitnya kekuatanFasisme Nazi kini menemukan sebuah bentuk Fasisme baru di dunianya yang “aman” danbarusan “bebas” dari sebuah perang besar. Namun ada ketakutan baru yang muncul padamasa itu; perang nuklir atau diktatorisme baru.

Page 86: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

75

“hantu” dengan menekankan sebuah wujud tanpa kepast ian bentuk,

sesuatu yang kabur namun terasa nyata. Dualitas dalam penglihatan. 123

Ketakutan yang pal ing menghantu i Fromm adalah sul itnya

memilah antara “hantu” dan manusia, kacaunya identi fikasi . Maka

menurut Fromm, “Revolusi tahap kedua ditandai: bukan hanya energi

hidup saja yang digant ikannya, melainkan pik iran manusia juga

digant ikan oleh mes in-mesin.” 124 Dengan kata lain, sang “hantu”

menggantikan manusia tidak sekadar fis ik saja, namun “meniru” seluruh

bentuk dan cara berpik ir manusia hingga benar-benar menyerupa inya.

Juga karena manusi a menyatu dengan “hantu” dan tidak dapat

dibedakan antara keduanya, maka pik iran manusia dikendalikan oleh si

“hantu”, seh ingga manusia memasuki dunia revolusioner tanpa mampu

berpik ir untuk menolak maupun mengkaji yang ada dalam pik irannya.

Menerima apa pun begitu saja, menjad i satuan mes in yang tidak

mempunyai rasa dan emosi.

Timbal bal ik pen iruan ini berpengaruh pada manusia sebagai

satuan kesadaran uni ter sebaga i subyek. Ancaman dar i mes in-mesin

terdapat “di ri” itu sendir i, bukan sekadar penjajahan atas fis ik dan

alienasi roh sepert i pada era kap ita lisme abad 18. “Diri” bukan lag i

satuan lepas mandir i tap i, “perasaan -perasaan dalam hubungannya

123Pada kenyataannya bukan Erich Fromm satu-satunya orang yang merasakan kegelisahanserupa. walaupun dalam hal ini sangat mungkin muncul hanya sekedar sebagai trendpendapat intelektual masa itu. Tercatat sejumlah tokoh satu era dengan Fromm sepertiLewis Mumfort, George Orwell, Aldous Huxley, Zhigniew Brzezinski, Herman Kahn, JacquesEllul serta Herbert Marcuse yang melihat bangkitnya sebuah budaya teknologis baru. Danseperti Fromm, tokoh-tokoh tersebut mengkhawatirkan perubahan baru itu menuju padaarah munculnya satu kekuasaan baru yang diktator di mana manusia atau publik tidakmempunyai kontrol atasnya. Fromm merangkum komentar-komentar itu dalam satu bukunyaberjudul Revolusi Harapan yang ditulis pada tahun 1968.

124 Ibid 120., op. cit., hal. 28.

Page 87: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

76

dengan orang lain dia tur oleh alat -alat yang mengkondisikan psikologi s

dan obat-obat bius, penipuan -pen ipuan lain yang dianggap member i

bentuk pengalaman instropektif baru.” Seh ingga antara manusia dan

mesin timbul relasi baru, di mana pos isi manusia sebaga i: “bagian dar i

mesin, diberi makan dan hiburan yang cukup tetapi pas if.” 125 Dar ipada

sekedar pen iruan, keserupaan yang identik, sang “hantu” bangki t

berevolus i menjad i sesuatu yang mut lak bentuknya dan meraksasa

ket imbang keberadaan manusia sendir i, yai tu “mega-mes in”126.

Kekhawati ran Fromm beralih sekarang, dar i kecanggungan karena dit iru

esensinya menjad i kenger ian akan penjajahan dar i yang lebih superior.

Fromm kemudian meramalkan manusia pada tahun 2000 akan

menjadi makhluk hambar dan tak berperasaan karena “mega-mesin”

mengambil alih semua tugas dan peranan manusia bahkan hingga pada

tahap kemandiriannya. Sepert i prediksi lainnya, kita menguj i sejauh

mana yang diramalkan Fromm akan menjad i kenyataan. Tul isan Fromm

dibuat pada tahun 1968 berdasarkan proyek si kecemasan atas kekuasaan

teknologi atas manusia masa itu. Sekarang, kita telah lewat dua tahun

dar i masa yang diramalkan Fromm. Kin i saatnya kita menguj i sejauh

mana teknologi tel ah muncul sebaga i “hantu” yang mengancam

kemanusiaan? Sementara semakin banyak ide yang menghubungkan

teknologi dan manusia bermunculan dar i masa itu hingga saat kin i, salah

satu yang penting ada lah paham “kesadaran global”.

125 Ibid.126

Diadaptasi dari istilah megamachine yang dikutip oleh Fromm dari buku karya Lewis Mumfortyang berjudul The Myth of The Machine, ditulis pada tahun 1966. (Ibid., hal. 3-5)

Page 88: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

77

A. KE SA DA RA N DA N KE TI DA KS AD AR AN GL OB AL

Menurut sebuah teks tentang susunan syaraf otak, 127 sekitar 100 mil lia r

lebih neuron dalam otak manusia sal ing berkontak membangun

kesadaran manusia. Sedangkan jumlah populasi planet Bumi sementara

ini mencapai angka 6.231.415.889 jiwa, dengan pertumbuhan 1.25%

set iap tahun128, mereka sal ing kontak melalu i berbagai jar ingan

informasi yang diperantarai lis trik dan teknologi , keserupaan ini

memungkinan bumi dapat dipandang sebaga i “otak raksasa”. Walaupun

jumlah populasi manusia belum seband ing dengan jumlah neuron pada

otak, melalu i teknologi , kin i keduanya memili ki fungsi serupa.

Kemudian, keserupaan ini melahirkan interpretasi dan spekulasi tentang

evolus i manusia menuju tingkat totali tas kesadaran massal yang tunggal.

Sedangkan bas isnya ada pada jar ingan elektomagnet is teknologi s bumi

yang menyerupa i sis tem neural dar i sebuah otak massal .

Menurut Armahedi Mahzar ,129 totali tas kesadaran tunggal manusia

ini ada lah perwujudan dar i terminal spi ritual itas pal ing akh ir sepert i

yang diramalkan di tahun 1930-an oleh paleontolog, yang juga seorang

pastor Ordo Jesuit Pranci s, bernama Tei lha rd de Chardin sebaga i: “ti tik

Omega”, yai tu tit ik akhir proses evolus i semesta. Alih-alih, dengan

127Robert L. Solso, Cognitive Psychology (Boston: Allyn and Bacon, Third Edition, 1991), hal. 40.

128Data berasal dari The World Factbook 2001, CIA, seperti dikutip oleh Geohive(ttp://www.geohive.com/charts/pop_now.php). Data berlaku untuk tanggal 17-Jun-2002,dengan sehari sebelumnya jumlah populasi manusia di Bumi mencapai angka 6.231.205.019orang, pertumbuhan perhari sebanyak 210.870 orang.

129Armahedi Mahzar, Mencari Kesadaran Semesta di Alam Mayantara (Bandung: Onlinedocument: http//www.mizan.com/bukudewasa/cyberspirit.htm, 28 Mei 1999).

Page 89: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

78

lahirnya konsep cyberspace130 ter jad i sua tu perkembangan pemiki ran

bahwa “ti tik Omega” Chardin bisa diwujudkan bukannya dalam diskursus

teolog i klasik , mela inkan ditemukan lah ir kembal i dalam perwujudan

teknologi s.

Pewartaan ide ini dalam bentuk diskursus yang leb ih intens if dan

provokati f datang dari Peter Russel l, penuli s The Global Bra in pada

tahun 1982. Menurut Russel l, “We have already noted that there are,

very approx imately, the same number of nerve cel ls in a human bra in as

there are human minds on the planet.” 131 Namun Russel l tidak sekedar

berhenti pada penyamaan tautologi s. Berdasarkan asumsi ini , Russel l

membangun argumen bahwa ada kesamaan antara cara per tumbuhan

otak manusia dengan jalan manusia berevo lus i. Russel l berusaha untuk

tidak hanya menarik kesamaan kuanti tat if, yang notabene sifatnya

statis . Karenanya dia mencoba menemukan sebuah “hukum” bag i evolus i

masyarakat manusia dengan merujuk basi s persamaan gar is sejarah

antara kesatuan jar ingan neuron dalam otak manusia dengan kesatuan

jar ingan kesadaran antar manusia dalam satu planet .

Menurut Russel l, otak manusia masa embrio mengalami dua fase

perkembangan penting. 132 Pada tahap awal ter jad i ledakan massif pada

jumlah sel otak yang ber langsung selama masa delapan minggu setelah

konsepsi. Setelah lima minggu, proses ini menurun hingga fetus memili ki

130“Di antara dua orang yang bercakap-cakap tentunya ada ruang. Ketika kita bercakap-cakapsecara lisan, ruang itu tak lain adalah ruang fisik yang tiga dimensi itu. Jika kita bercakap-cakap lewat telepon, tentunya ada sejenis ruang juga yang mengantarai kita,” kata Mahzar(Ibid., loc. cit.). “Ruang” itu yang kemudian disebut sebagai Cyberspace.

131 Peter Russell, The Global Brain, Bab 8, Towards a Global Brain (online document:http://www.peterussell.com/GB/globalbrain.html, tahun tidak tercantum).

132 Ibid., op. cit.

Page 90: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

79

sel syaraf yang cukup bagi kelangsungan hidup. Manandai dimula inya

tahap dua, mil iaran sel baru terbentuk, yang sebelumnya ter iso las i satu

sama lain, mulai sal ing terkoneks i. Antara bag ian otak yang satu dengan

lainnya terbangun jar ingan yang mengikat sel -sel itu menjadi satu. 133

Kesadaran memula i keberadaannya.

Russel l mengamati hal serupa pada evolus i masyarakat manusia:

“For the last few centuries the number of ‘cells’ in the embryonicglobal brain has been proliferating. But today population growth isslowing, and at the same time we are moving into the next phase–thelinking of the billions of human minds into a single integratednetwork.”134

Pada tit ik ini , global bra in disadari leb ih dar i sekedar kesadaran

terkendal i. Selayaknya sel otak, jumlah manusia yang cukup untuk

menutupi sebagian permukaan bumi menjadi terkoneks i, sebuah

kesadaran baru dengan tugas utama untuk bersos ial isasi. 135 Maksudnya,

bumi sebaga i sebuah planet telah bangki t sebaga i organi sme baru yang

seband ing dengan sis tem syaraf pada otak, di mana semua masyarakat

seluruh dun ia dapat ber -“sosia lisasi” dengan bebas tanpa hambatan dan

dengan kecepatan mengagumkan layaknya ker ja jar ingan syaraf .

Hukum evo lus i masyarakat kin i mengikuti hukum per tumbuhan

biolog is. Russel l membangun suatu pondas i bagi pemiki r-pemiki r

selanjutnya untuk menemukan suatu kepastian sejarah. Dan, penopang

133Ibid.

134Ibid.

135Menurut Russell, kesadaran ini hanya bisa diamati sebagai sebuah realitas hanya melaluijarak yang cukup jauh:“This awakening is not only apparent to us, it can even be detectedmillions of miles out in space. Before 1900, any being curious enough to take a "planetaryEEG" (i.e., to measure the electromagnetic activity of the planet) would have observed onlyrandom, naturally occurring activity, such as that produced by lightning.” (Ibid., op. cit.)

Page 91: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

80

dar i sejarah baru umat manusia itu tidak ter letak pada dir inya sendir i,

tapi sentra lnya berada pada teknologi cyberspace, sebuah ken iscayaan

dalam membawa manusia pada keterkoneksiaan secara utuh: “The more

complex our global telecommunication capabili tie s become the more

human soc iety is beg inn ing to look like a planetary nervous system .” 136

Adalah Douglas Rushkoff yang mendukung pernyataan ini . Di

kemudian har i, Rushkoff membawa ide ini dalam bukunya yang ber judul

Cyberia (1994). Berbeda dengan Russel l yang meni tik beratkan ide

tentang global bra in pada kesadaran yang menyatu, Rushkoff

mengungkap ket idaksadaran manusia ket ika terkoneks i sebaga i sebuah

organi sme global: “Each human being is an individual neuron, but

unaware of his connection to the global organism as a whole.” 137 Sifat

dar i ket idaksadaran global bra in adalah paradoks dar i tugasnya sebaga i

model “kesadaran tunggal bersama”.

Jika global bra in dianggap sebaga i suatu tingkat “kesadaran” baru

yang mel ibatkan manusia secara global, sebaliknya, global brain —

sepert i kata Rushkoff — justru bukanlah suatu hubungan yang

keberadaannya disadari subyek ( unaware)138 sebaga i satu kesatuan

organi s. Jika subyek (sebagai neuron ) tidak menyadari bahwa dir inya

terkoneks i dalam satu arus kesadaran tunggal, lalu apakah dengan

136Ibid., op.cit.

137 Douglas Rushkoff, Cyberia, (Online document: www.rushkoff.com, 1994).138 Hal yang sama sebenarnya juga dianut oleh Russell, walaupun dia berkali-kali menyebut-

nyebut global brain sebagai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari yang dimiliki manusiapada saat ini. Russel meyakini bahwa kesadaran global hanya bisa diamati dari jutaan mil diangkasa luar (baca kutipan tulisan Russell di catatan kaki no. 135). Atau dengan kata lain,bagi orang yang hidup di planet tersebut, kesadaran global tidak bisa benar-benar disadarisecara penuh keberadaannya.

Page 92: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

81

demikian global bra in masih bisa dianggap sebaga i kelanjutan dar i

evo lusi kesadaran manusia?

Menjawab pertanyaan ini , Rushkoff berkomentar: “As more people

become connected, more feedback and iterat ion can occur, and the

Gaian 139 mind can become more fully conscious.” 140 Semakin manusia

membentuk atau menjadi jar ingan, maka interaksi membawa manusia

pada tahapan dimana global brain merupakan dimens i baru yang semakin

“disadari” dan “menyatukan”. Seh ingga terbangun sis tim baru yang

massal dan teratur, layaknya koordinas i jar ingan otak dalam

menjalankan tugasnya. Koneks i menjadi kata kunci yang menjembatani

dua dun ia; sadar dan tidak sadar. Koneks i diyakini membangkitkan

ket idaksadaran menjad i sesuatu yang nyata, sadar dan disepakat i:

“Evolut ion, then, depends on humanity”s abi lity to link up to one

another and become a global consciousness.” 141 Dar i sin i, sifat

ket idaksadaran global brain di transformasi menjadi satu cita-cita sadar

sepert i yang digambarkan oleh Russel l. Dar i sebuah ket idaksadaran

massal , global brain menjadi cita-cita yang diperjuangkan secara sadar.

Leb ih jauh lag i, global bra in dijabarkan dalam ideologi totali sas i

kesadaran;

“The people you are about to meet interpret the development of thedatasphere as the hardwiring of a global brain. This is to be the finalstage in the development of ‘Gaia,’ the living being that is the Earth,for which humans serve as the neurons. As computer programmers and

139 Gaia, adalah istilah untuk “bumi” dalam bahasa Latin. Adalah perwujudan dari sosok yangdiyakini sebagai “Dewi Bumi” Yunani. Istilah ini dirujuk oleh Rushkoff dari Gaia hypothesisdari James Lovelock, dimana mendukung keyakinan Russell bahwa planet Bumi sendiri adalahsebuah raksasa organik yang hidup secara biologik.

140Ibid 137., op.cit.

141 Ibid.

Page 93: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

82

psychedelic warriors together realize that ‘all is one,’ a common beliefemerges that the evolution of humanity has been a willful progressiontoward the construction of the next dimensional home forconsciousness”142

“All is one ,” demikian cita-cita Rushkoff di atas, yai tu kesatuan tungga l

yang menjad i tujuan akh ir evolus i kemanusiaan baru. Kesatuan yang

dimaksud tidak sekedar terdapat pada kesadaran saja, namun juga

ket idaksadarannya, seh ingga faham ini membangun dunia “sadar” hingga

pada akar mentalnya. Sedangkan Rus sel l mengungkapkan cita-cita serupa

dalam bahasa yang leb ih ekspli sit : “.. .a sense of oneness and uni ty is

exactly what is ref lected ini thi s picture of the planet ... It symbol ises

the growing awareness that we are One Humanity, liv ing on One Planet ,

and with One Common Destiny.”143

Di mana letak kesadaran ind ividu di tengah-tengah bangki tnya

kesadaran global ? Menurut ide global bra in, kesadaran ind ividu bukannya

lenyap, tap i terakumulasi dalam satu kesadaran tungga l yang menyatu

dengan pijakan yang sama: “There are also parallels between the

evolut ion of the global bra in and the evolut ion of mental functions .” 144

Atau dengan bahasa lain Rus sel l mengatakan kesadaran dan

ket idaksadaran ind ividu mengalami evo lus i dengan bangki tnya global

brain. Jad i bukan akumulasi dar i kesadaran -kesadaran ataupun

penanaman ben ih kesatuan pada ket idaksadaran, tapi juga

persenyawaan merata yang ber imbas pada perubahan mental dan

142Ibid.

143Kutipan ini berasal dari transkip video sountrack yang berjudul The Global Brain. Untukmendapatkan transkrip ini bisa mengunjungi website pribadi milik Peter Russell yangberalamat di: http://www.peterussell.com/GB/Gbtext.html

144 Ibid., loc. cit.

Page 94: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

83

kesadaran ind ividu yang ter libat. Sedangkan, sebuah kesadaran global

yang awalnya terjad i tanpa kesadaran ind ividu, per lahan-lahan bangki t

mengatasi kesadaran-kesadaran lainnya dan menjad i satu kesadaran

utuh.

Leb ih penting lag i, global bra in sejalan dengan perwujudan cita-

cita humani sme baru dalam bentuk “kebersamaan” absolut yang secara

kontras mengandalkan teknologi sebaga i sarana utama (padahal bag i

Fromm misalnya, teknologi menjad i anti tes is bag i humani sme). Sadar

atau tidak, Russel l mengamini hal ini :

“New technologies, new communication protocols, new software andother developments will make the net of ten years time as hard toimagine today as laptop computers talking to each other across theglobe were twenty years ago.” 145

Antara evolus i yang dilandaskan pada teknologi , dan evolus i kesadaran

manusia (kemanusiaan) tidak bisa dibedakan lag i. Dalam global brain ,

teknologi dan kesadaran (ataupun ket idaksadaran) adalah satu kesatuan

dalam sebuah cita-cita utopis humanisme universal versi kontemporer.

Ini menunjukkan perbedaan pandangan, di mana Erich Fromm dan

rekan-rekannya menganggap teknologi sebaga i ancaman potens ial

terhadap kemanusiaan, sementara Russel l dan Rushkoff menganggap

teknologi justru merupakan unsur utama untuk mencapai kemanusiaan

ideal. Sebenarnya apa yang membuat kedua generasi pemiki ran ini

membuat jurang lebar dalam sikapnya kepada teknologi? Kenyataan

bahwa saat Erich Fromm menuli s tentang kekuasaan mega -mesin

145 Ibid 131., op. cit.

Page 95: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

84

komputer yang disebut -sebut sebagai sumber kontro l utama, teknologi

komputer mas ih merupakan “makhluk” asing bag i publik , mungkin

termasuk Fromm sendir i. 146 Walaupun revolusi komputer generasi

pertama hingga generasi ket iga dengan IC (Integrated Circuit) ter jadi

pada tahun-tahun awal akh ir PD II hingga pertengahan tahun 1960-an,

komputer terutama hanya banyak dikenal di kalangan mil iter, akademisi

dan sediki t dikena l kalangan bisnis melalu i IBM (International Bussiness

Machine). Pada masa ini cer ita -cer ita tentang komputer leb ih banyak

merupakan fantas i ket imbang pengenalan “sesungguhnya” tentang fungsi

dan cara kerja komputer. Fromm dan teman-temannya mengamati

perkembangan pesat itu dengan disertai rumor-rumor seram, sedangkan

di kantor-kantor perusahaan, komputer leb ih dikenal dar i nilai pretise-

nya ket imbang teknologi fungsiona l. 147

Kontras dengan generasi Fromm, Russel l dan Rushkoff yang mas ih

satu generasi di bawah, bukan hanya mengenal komputer dar i sebuah

jarak lenggang. Jauh dar i itu , revolusi mikro -elektron ik pada era

selanjutnya berhas il merubah komputer menjadi tidak beda dar i

teknologi pendukung kehidupan sehari -hari lainnya, sepert i; televisi,

kulkas , sendok dan lain-lain. Terutama disebabkan juga membanjirnya

PC (Personal Computer) pada pasaran dun ia yang telah dimula i sejak

146Roger Fidler, menggambarkan betapa pada awal komputer-komputer raksasa berukuran saturuangan penuh dipublikasikan ke publik menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagaikelompok masyarakat. Dengan imajinasi yang berkembang tentang kompleksitas dankekuatannya, komputer telah menjadi “kuil-kuil baja” hanya karena ukurannya yang raksasadan terbuat dari baja. Sebagai “kuil”, simbolisme relijius dari komputer diperkuat olehpenampilan operatornya yang bermuka serius dengan jubah putih layak disebut sebagaipendeta teknologi digital. (Baca catatan kaki no. 3, Bagian Pertama dari Mediamorfosis.Memahami Media Baru (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003), hal. 46.

147 Robert Sobel, IBM: Raksasa dalam Masa Peralihan, diterjemahkan ke Bahasa Indonesia olehRossi Sanusi dan disunting oleh Nin Bakdi Sumanto (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 1986). Baca Bagian IV, hal. 303-364.

Page 96: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

85

pembukaan tahun 1970, dan munculnya revolusi WWW (World Wide Web )

menjelang mil len ium ket iga. Perkembangan arah dan arus teknologi

komputer dar i era Fromm yang banyak didominas i mes in -mes in raksasa

rumit dan eks lus if menuju mikro -komputer yang sederhana dan “ramah”

pada era pertengahan 1970-an, member ikan jurang cukup luas bag i

pandangan kedua generasi mengenai peran teknologi dan relasinya

dengan kemanusiaan. Namun, sejauh mana perubahan wujud dar i

teknologi ini mempengaruhi panda ngan tentang perannya sebaga i

ancaman atau sebaga i alat bantu utama kemanusiaan, hal ini masih

sangat diragukan. Terutama sekali , ide sepaham dengan global bra in, di

mana teknologi dil iha t sebaga i alat rea lisasi kemanusiaan, justru telah

ada jauh sebelum komputer maupun teknologi informasi lainnya

mewabah di seluruh dunia.

Seorang penuli s fiksi ilmiah terkemuka, yai tu H.G. Wel ls 148, pada

tahun 1937 membayangkan adanya suatu sis tem kontro l jar ingan

informasi yang disebu tnya sebaga i world bra in149. Dalam bayangan Wel ls,

world bra in terdir i dari sebuah pusat informasi yang menyimpan seluruh

pengetahuan manusia dalam satu sentra l memori raksasa dan kemudian

148Herbert George Wells (1866-1946), penulis berkebangsaan Inggris. Lulus dari LondonUniversity dengan gelar bidang Biologi pada tahun 1890. Keberhasilannya yang paling utamaadalah menggabungkan pengetahuan ilmiahnya dengan visi fantastis melalui sejumlah karyafiksi ilmiah, di antaranya yang paling terkenal adalah; The Time Machine (1895) dan The Warof Worlds (1898). Banyak ide-ide Wells yang sampai saat ini masih diulang untuk diperdalamdan berpengaruh terhadap perkembangan sains maupun sosial. Salah satu paham yangdianutnya adalah tentang negara yang dipimpin oleh sejumlah ilmuwan (teknokrasi).

149 Nama ini, mau tidak mau, mengingatkan kita pada nama global brain yang diberikan PeterRussell pada idenya. Namun ada sedikit perbedaan antara keduanya yang akan segeradibahas.

Page 97: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

86

menghubungkan set iap orang yang mengaksesnya.150 “Pusat Informasi”

ini terdir i dar i uni t tugas sekumpulan ilmuwan pakar informasi yang

ter lat ih dan dengan memanfaatkan semua teknologi informasi yang ada

pada eranya, kemudian mengambil peran sebaga i pusat perencanaan

pengetahuan bag i dun ia:

“In a universal organisation and clarification of knowledge and ideas, ina closer synthesis of university and educational activities, in theevocation, that is, of what I have here called a World Brain, operatingby an enhanced educational system through the whole body ofmankind.” 151

Mereka ada lah pihak yang mengetahu i segala sesuatu yang terjad i,

melakukan pemilahan , kemudian menentukan apa yang layak dan tidak

untuk did ist ribusikan kepada masyarakat sebaga i satu-satunya sumber

informasi dan pengetahuan yang val id:

“a World Brain which will replace our multitude of uncoordinatedganglia, our powerless miscellany of universities, research institutions,literatures with a purpose, national education systems and the like; inthat and in that alone, it is maintained, is there any clear hope of areally Competent Receiver for world affairs, any hope of an adequatedirective control of the present destructive drift of world affairs.”152

Singkat kata, pusat informasi world bra in adalah sebuah usaha

dalam ska la massal untuk memilah dan merombak seluruh saluran

informasi yang pada awalnya semerawut dan tak tidak terkontro l, untuk

ditata, disusun, dan diatur kembal i sesuai dengan kaidah keteraturan

150Donald Michie, The Social Aspects of Artificial Intelligence, sebuah artikel yang dikumpulkandalam sebuah buku yang berjudul Micro-electronics and Society, disusun dan diedit olehTrevor Jones (London: The Open University Press, Milton Keynes, 1980), hal. 128-129.

151Wells, H.G., World Brain, 1938, hal. xvi, seperti dikutip oleh W. Boyd Rayward dalam H.G.Wells Idea of a World Brain: a critical Reassessment (Journal of The American Society forInformation Science 50, Mei 1999), hal. 557-579.

152 Ibid., loc.cit.

Page 98: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

87

tertentu agar terhindar dar i meledaknya jar ingan informasi

“menyimpang” dan “merug ikan” bag i masyarakat. Ide Wel ls ini didorong

oleh pada ang gapan terjad inya inefis iensi pada sis tem informasi dan

pendid ikan di masa itu, sehingga diperlukan: “preliminary ideas for a

federal world contro l of such things as communications, health, money,

economic adjustments, and the suppression of crime." 153 Jadi ada

informasi yang mengganggu, mengacaukan, dan merupakan kejahatan,

sehingga diperlukan sebuah langkah penert iban untuk menatanya

kembal i pada jalur yang leb ih efi sien. Bersama-sama dengan teknologi

informasi , sekelompok orang dengan kewenangan dominan aka n

melaksanakan tujuan ini , mereka kemudian menjelma menjad i dalam

wujud yang meta-teknobio log is, yai tu: world bra in. Teknologi yang

diperkena lkan oleh H.G. Wel ls ini dapat dib ilang “ramah” karena

dar ipada sekadar memesinkan manus ia, mes inpun berupaya

dimanusiakan, dan letak penyampuran kemanusiaan dan mes in ini

ditekankan pada kontro l dan dis ipl ini sas i informasi .

Hal ini menjadikan ide H.G. Wel ls menarik diperhatikan, bukan

hanya karena paham ini muncul pada masa yang kurang sesuai, namun

lebih disebabkan sifa t meta-teknob iologis ide itu. Karena itu, jika ide

ini diband ingkan dengan konsep meta-teknob iologis lainnya sepert i

global bra in Rus sel l dan rekan -rekannya, maka dimungkinkan melakukan

kaj ian yang diharapkan member ikan gambaran modifikas i diskursus yang

ber langsung dar i satu per iode menuju per iode ber ikut dalam sebuah

“skema transformasi”.

153Ibid.

Page 99: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

88

Sepert i yang diduga sejak awal, walaupun memili ki kesamaan

dalam nama, terdapat perbedaan mencolok pada keduanya yang tidak

bisa diabaikan. Baik Russel l, maupun Rushkof f beranggapan global brain

merupakan sarana menuju pembebasan manusia dar i keterasingan satu

sama lain.154 Bertolak belakang dengan ide pembebasan, melalu i wor ld

brain, Wel ls leb ih menekankan akan mis i kontro l. Karena itu, Wel ls

sendir i sangat menyadari bahwa wor ld brain memili ki nuansa pol iti s:

“bring all of the scattered and ineffect ive mental wea lth of our world

into something like common understanding, and into effect ive reaction

upon our vulgar everyday pol iti cal , soc ial and economic life.” Beda dar i

Wel ls, Rus sel l dan Rushkoff berusaha menunjukkan bahwa global bra in

merupakan sarana pembebasan spi ritual , cita-cita perdamaian dan

kesatuan mistis dengan “ibu bumi”, ket imbang kekhawati ran akan

inefisens i informasi dan upaya regulasi terhadapnya.

Namun, perbedaan ini merupakan pemisahan diskri t untuk

keduanya atau jus tru hanya permulaan? Sebagai sebuah ideali sas i evolus i

masyarakat, keduanya dimula i dar i rancangan sama: yai tu terkoneks inya

semua manusia oleh teknologi dalam satu jar ingan. Walaupun sep intas,

yang satu menganut sis tem koneks i terpusat dan yang lain menawarkan

sistem koneks i menyebar tanpa pusat. Tetapi , ket ika manusia terkoneks i

satu sama lain, baik dalam global bra in maupun world brain,

kebangkitan sebuah “kesadaran” baru yang bersifat melam pui kesadaran

154 Dalam hal ini Rushkoff pernah berkata, “...values of the original Internet community: thereis no boss, anyone can participate, and the more contributions from around the world, thebetter. The object of a rave dance is to join a large group together, at least temporarily,into a single, joyful, coordinated being.” Simak di : Douglas Rushkoff, Electronica. The TrueCyberculture, (online document: http://www.rushkoff.com/cgi-bin/columns/display.cgi/e -lectronica, May 1999).

Page 100: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

89

manusia dianggap sebagai hal tak terelakan. 155 Kesadaran integral itu

dijabarkan dengan sangat baik pada konsep global bra in maupun world

brain. Dalam cita-cita utopia yang tidak berbeda dengan All is one yang

dikumandangkan Rushkoff maupun unity of mind -nya Russell, Wel ls

menggambarkan cita -cita yang melandasi lah irnya world bra in:

“These innovators, who may be dreamers today, but who hope tobecome very active organizers tomorrow, project a unified, if not acentralized, world organ to “pull the mind of the world together”,which will be not so much a rival to the universities, as a supplementaryand co-ordinating addition to their educational activities- on aplanetary scale”156

Dar i pernyataan ini , tersingkap bahwa kecenderungan sentra lisasi dar i

world bra in sebenarnya tidak luput dar i perhat ian Wel ls. Wel ls

menyadari benar keterbatasan akan idenya ini .157 Namun Wel ls menaruh

keyakinan bahwa wor ld brain pada perkembangan selanjutnya akan lebih

member i kebebasan dengan menemukan bentuk yang lebih mudah

diterima oleh massa: “I hope, forecasting here, in such a permanent

organi sat ion of knowledge, systemati cal ly assembled, continual ly

extended and renewed and made freely and easily access ible to

everyone.” Bersama harapan tersebut, Wel ls tetap pada pendir iannya

155Rayward (Ibid 151), contohnya, menganggap tidak ada perbedaan yang berarti pada keduaide tersebut. (Ibid 139., op. cit.)

156 H.G. Wells, World Brain: The Idea of a Permanent World Encyclopaedia, (EncyclopédiaFrançaise, Agustus, 1937) dapat dibaca di online document: http://sherlock.berkeley.edu/wells/world_brain.html)

157Ada yang berpendapat bahwa Wells tidak menyadari bahaya dari pandangannya yangmenjurus menuju ke arah fasisme dikarenakan pada saat Wells menulis idenya, Nazi sebagaikekuatan utama Fasisme dunia belum benar-benar muncul sebagai ancaman (Ibid 151., loc.cit). Namun penulis kurang setuju dengan pendapat ini, menurut penulis cita-cita suatumasyarakat yang menyatu secara utuh dan terkontrol secara otomatis bukan semata-matapandangan yang dianut oleh Fasisme Nazi, tapi juga oleh kaum Liberal maupun Sosialis.Lagipula, ancaman tentang kekejaman Nazi pada awalnya bukan didasarkan pada doktrintotalianisme pada Nazi, tapi lebih tergantung pada cerita-cerita kekejaman Nazi terhadapkaum Yahudi dan invasinya terhadap seluruh Eropa dan Afrika.

Page 101: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

90

bahwa world bra in akan membawa manusia pada satu “keteraturan

bersama”, hanya saja penerimaan yang diberikan sifatnya “sukarela”:

“like a nervous network, a system of mental control about the globe,knitting all of the intellectual workers of the world through a commoninterest and common medium of expression into a more and moreconscious co-operating unity and a growing sense of their own dignity,informing without pressure or propaganda, directing withouttyranny”158

Jika diband ingkan dengan pendapat Rushkoff tentang transformasi

global bra in dar i keterkoneksian tidaksadar menuju koneks i sadar, ide

Wel ls di atas menemukan jalan keluarnya. Kontro l atas informasi terjad i

tidak dengan paksaan, melainkan sebaliknya, berdasarkan transformasi

meningkatnya kesadaran untuk bekerjasama dalam kesatuan dengan

world bra in 159. Sehingga untuk mencapai kontrol melalu i world brain ,

tidak ada yang merasa dikekang oleh sebuah kekuasaan diktator.

Maksudnya, dengan teknologi world bra in, “subyek” atau “indiv idu”

dalam jumlah besar dapat diarahkan menuju suatu keteraturan massal

tanpa per lu merasa adanya pemaksaan dar i luar. Mereka diawas i melalu i

suatu mekani sme, tanpa merasa kehadi ran satu “kesadaran” raksasa di

bal ik kesadaran mereka. Semua informasi yang mereka ter ima adalah

jalur yang “benar” dan “efekt if”, tidak pernah ada informasi yang

“tidak baik” dan “erosi” mental. Dengan demikian, semua manusi a hidup

dalam sebuah uni-rea litas dan uni-humani tas tak terbantahkan.

Lin ier dengan keadaan ini , global bra in menawarkan kebebasan

spiritual , bukan pengontrolan atas dir i. Walaupun, kebebasan spi ritual

158 Ibid 139., op. cit.159

Sedangkan dalam global brain, semakin sadar individu akan terkoneksi dirinya dengan oranglain, semakin kuat kebersamaan yang muncul.

Page 102: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

91

yang ditawarkan ter ikat oleh kerangka ter tentu. Walaupun mil liaran

manusia terkoneks i atas kemauannya sendir i, namun mereka tidak

pernah menyadari bangki tnya satu kesadaran raksasa, hingga kemudian

disadarkan hanya untuk semakin mengencangkan ikatan koneks i

tersebut. Peralihan keadaan koneks i tidaksadar menuju koneks i yang

sadar tidak mengandung kemungkinan lain kecual i hanya semakin

kuatnya kebutuhan akan koneks i dan “kebersamaan” yang terjal in

bersama dengannya. Segala kemungkinan yang tidak sesuai atau mungkin

bertentangan diabaikan. Hal ini bisa ter laksana jika semua orang

merasakan keterkoneksian secara global dengan perasaaan “bebas”,

“bahag ia” dan “keber samaan”. Seh ingga, segala sesuatu yang menunjuk

pada ind ikasi ber lainan arah dengan top ik ini akan disubl imasi secara

sadar maupun tak sadar oleh massa.

Sebaga i contoh, Rushkoff pernah menggambarkan kebangkitan

global bra in sebaga i perubahan pola evolusi manus ia yang sebelumnya

acak atau tak teratur dar i serangkaian seleks i alam menjadi pola yang

lebih “pasti” dan “je las”.160 Dalam pandangan ini , keinginan untuk

melakukan kontro l atas jalannya sejarah menuju sesuatu yang lebih

terkendal i sangat kentara. Hal ini membuat global bra in tidak jauh

berbeda dalam cita-cita untuk membentuk arah sejarah yang pasti,

sepert i halnya world brain, walaupun sama-sama mengandaikan adanya

“kebebasan” dalam keterl ibatan. Baik dalam world bra in maupun global

brain, tidak ada usaha untuk melakukan keseragaman fis ik atau psikis ,

yang ada hanya upaya member ikan kepada massa sebuah fokus yang

160Rushkoff dalam hal ini berkata, “Evolution is seen more as a groping toward than a randomseries of natural selections. Gaia is becoming conscious.” ( Ibid 137., op. cit.)

Page 103: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

92

jelas, pasti dan terarah tanpa perasaan terkekang atau terpaksa secara

mental maupun fis ik. Dengan demikian, baik global bra in maupun world

brain menawarkan suatu dunia baru, arus dan arah informasi yang tidak

lagi sekedar menawarkan “kebebasan”, namun telah menjad i “takdi r”

yang tidak per lu disembunyikan di alam bawah sadar. Kesatuan bersama

membawa kesadaran pada pengalaman sejarah yang pasti.

Dalam wor ld bra in, regulasi atas informasi dan pengetahuan

terjad i tetapi tidak ada “hukuman” jelas bagi yang tidak sepaham

dengan arah yang ditentukan. Bisa jadi, hal ini dikarenakan Wel ls yak in

bahwa ket idaksepahaman tidak bakal terjad i jika seluruh sup lai atas

informasi telah berhas il dimonopol i. Sedangkan, pada global bra in tidak

ditemukannya adanya suatu dis ipl in yang transparan, namun secara tak

sadar dan ber lahan-lahan massa global dituntun pada sebuah kebenaran

pra -sadar yang kemudian disadari untuk dikut i arah geraknya. Tidak

digenapinya “takdir” terwujudnya global brain berart i merupakan

stagnasi dan dekadensi bag i seluruh manusia, macetnya evo lus i dan

vakumnya sejarah (atau inefis iensi peradaban manusia menurut world

brain). Karena itu, global bra in Russel l dan Rushkoff bukan lain adalah

kelanjutan dar i perkembangan ide Wel ls tentang world bra in hingga

dalam format yang tampak lebih bersahabat dan mut lak secara

eks istens i dar ipada sebelumnya.161

161Walaupun tentunya bagi Russell dan Rushkoff yang yakin bahwa idenya adalah awal daripembebasan umat manusia tidak akan setuju dengan penyandingan ini. Beberapa keadaantetap menunjukkan bahwa “sentral regulasi informasi” pada world brain yang digambarkanmemiliki keberadaan fisik muncul kembali dalam global brain menjadi sosok yang lebihmistis dan spiritual sebagai cyberspace. Ada kontras, sekaligus ada kemiripan. Perpindahansosok sentral material menjadi virtual bisa dianggap sebagai modifikasi paling maju dariworld brain menuju global brain. Penerjemahan cita-cita Wells dalam wujud yang lebih

Page 104: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

93

Ringkasnya, dalam menyorot kebangkitan global bra in atau world

brain162 tidak bisa disorot semata-mata sebaga i sebuah fenomena yang

hanya berada jauh pada masa mendatang, atau dianggap belum eks is.

Dominasi ket idaksadaran atas keterkoneksian dan “kesadaran yang

tertuntun” member ikan sifat ideologis dan mitologis padanya, yang

berart i juga bahwa dia dibentuk dar i satu kemungkinan dar i ideologi-

ideologi lainnya di sua tu masa dan diberi sifat kek inian. Walaupun aspek

“mater ial” sepert i teknologi informasi mengambil and il yang tidak

sediki t di dalamnya, namun nubuat tentang bangki tnya “kesadaran

raksasa” massal itu leb ih banyak mel ibatkan proyeksi ke masa depan,

selain pengalaman masa lalu, tanpa mel iba tkan suatu pengalaman “saat

ini”. Dia [ada] sebaga i bangunan kontruksi dalam ket idaksadaran sebaga i

ideologi tetapi diaku i memili ki cir i-cir i pengalaman “empir is”.

Ket idaksadaran pada subyek atas “mega-kesadaran” (sang meta-

teknob iologi ) ini menjadi gejala second personality bagi subyek , yaitu

“kesadaran” yang diakarkan pada suatu imaji tentang totali tas bumi

tempat mereka berpijak. Suatu pembauran “fakta” dengan “mitos”,

sehingga bumi yang bulat bukan lag i sekadar bermakna sederhana

sebaga i “tempat berpijak umum untuk yang plural”, tap i juga menjad i

ramah dan bisa diterima, seperti halnya transformasi komputer raksasa dalam satu ruanganyang menetap dan terbatas menuju mini komputer yang jamak, plural dan portable.

162 Secara etymologi global dan world memiliki konsekuensi pemahaman yang berbeda. globalberasal dari kata globe yang memiliki arti “bentuk bulat”, dan biasanya mengacu pada idetentang bentuk bumi yang bulat. Sedangkan kata world atau “dunia”, memliki dasar maknayang sifatnya bisa meluas, hingga bersifat filosofis metafisik ketimbang material kongkret.Namun kalau kita menyelidiki akar kata globe, hal ini juga mengarah sapa pada pemahamanbahwa bentuk bulat adalah bentuk dengan sifat tak terukur secara eksak (diwakili olehsimbol π). Seringkali globe ataupun global digunakan juga untuk menggambarkan sesuatuyang mutlak, menyeluruh atau tak terbatas: universum (Orang Yunani misalnya,menggambarkan alam semesta atau universe dalam bentuk globe). Jadi globe atau globalsendiri memiliki sifat pengertian metafisik, seperti istilah world juga sering digunakan untukmerujuk pada makna bumi secara fisik. Untuk kajian perbedaan diskursus antara keduanyasimak di Apendiks B.

Page 105: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

94

mekani sme teknologi penggalangan kesadaran baru yang leb ih massal

dan sukare la. Keterlepasan dar i keterasingan adalah juga menerima

kesadaran permukaan bumi yang menyeluruh, tanpa batas, dan sal ing

ter ikat satu sama lain, dalam satu kebulatan yang searah dan sefokus

sebaga i kemungkinan bagi cara subyek yang parsia l untuk eks is. Second

personali ty bukan hanya merupakan ist ilah untuk menyebutkan adanya

satu kepribadian yang eks is dalam kepribadian lainnya, melainkan suatu

interupsi atas pengalaman realitas pribad i itu sendir i melalu i mekanisme

yang terpola “di dalam” dir inya sebagai “warga dunia”, sang global

brain dalam wujud massalnya.

Pada akh irnya, “kesatuan kesadaran manusia” se -dun ia

tergantung pada pola-pola kerja teknologi s yang sedang ber laku. Dan

teknologi yang akan menghantarkan pada penggenapan kaj ian hipotesis

mekani sme regulasi “warga dun ia” ada lah teknologi layar yang berbas is

pada kesadaran gobal .

B. AR KE OL OG I BU MI : LA HI RN YA “W AR GA DU NI A”

“Bumi itu bulat,” demikian bunyi keyakinan tentang tanah yang kita

pijak saa t ini : sebuah planet raksasa dengan bentuk bulat. 163 Sejak

Ari stoteles, Orang Yunani telah mengenalnya, namun “ide” (atau

“fakta”) ini menjadi lebih penting sejak dimula inya Abad 15 dengan

pelayarannya dan Abad 19 dengan revolusi indust ri. Dan, ket ika mis i

163Dalam hal ini sekolah, selain lembaga meteorogi dan geofsika, adalah lembaga utama yangpaling berperan menanamkan ide ini dalam kesadaran publik. Selain itu, dalam model lain,global brain atau world brain menjadi “pusat lokal” lain yang bekerja dalam “sisinonformal.”

Page 106: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

95

Appolo 11 ke bulan pada tahun 1969 mengir im gambar -gambar foto

“as li” bumi dar i jarak jutaan mil , imaji “bumi yang bulat” semakin

tertanam kokoh dalam sanubari pub lik . Sebuah kesadaran yang

sebelumnya telah terbentuk semakin kokoh ter tanam sebaga i

pengalaman empiri s. Kesan “global” dar i bumi semakin utuh ter tangkap

oleh indera dan eks is dalam pengalaman sehar i-har i. Ferdinand Magellan

memang berhas il membuktikan bumi itu bulat, ket ika dia ber layar dar i

timur melewati Atlant ik, Pas ifik dan kembal i dar i barat melalu i Tanjung

Harapan. Namun tidak ada yang lebih penting bag i Magellan dan orang-

orang Spanyo l diband ing dengan penemuan daerah koloni baru. Dalam

hal menyadari art i pentingnya bumi yang bulat adalah Phi leas Fogg164,

salah satu tokoh dar i dar i masanya (Abad 19) yang boleh dianggap

mewartakan “mukjizat” ini .

Phi leas Fogg memula i kisah mengel iling dunia dalam jangka waktu

delapanpuluh har i tidak mengawalinya dengan memohon atau meminta

restu dar i Ratu Inggri s atau sebuah spekulasi yang kabur tentang

makhluk-makhluk buas diseberang lautan, melainkan membu at sebuah

rancangan perkiraan eksak sebaga i ber ikut; 165

Dari London ke Suez via Mont Cenis dan Brindisi, dengan keretadan kapal uap ............................................................Dari Suez ke Bombay, dengan kapal api uap.........................Dari Bombay ke Calcutta, dengan kereta api........................

7 hari13 "

3 "

164Tokoh dalam novel karya Jules Verne yang berjudul “Around The World in Eighty Days.”Ditulis pada tahun 1873. Menurut Verne, Phileas Fogg tokoh utama cerita ini hidup disekitartahun 1872. Dia seorang bujangan aristokrat kaya Inggris yang hidup hanya ditemanipelayannya.

165Jules Verne, Around The World in Eighty Days (Guentenberg Project e-text, etext #103,January 1994). Kutipan di bawah diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia olehpenulis.

Page 107: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

96

Dari Calcutta ke Hong Kong, dengan kapal api uap ................Dari Hong Kong ke Yokohama (Jepang), dengan kapal api uap ...Dari Yokohama ke San Francisco, dengan kapal api uap ..........Dari San Francisco ke New York, dengan kereta api ...............Dari New York ke London, kapal api dan kereta api ...............----Total .......................................................................

13 "6 "

22 "7 "9 "

80 hari

Daftar ini merupakan perencanaan per jalanan mengel ilingi dunia yang di

mulai dar i arah timur London, dan kembal i ke tempat yang sama dar i

arah sebaliknya. Sebagaimana mes in-mes in pabrik pada Abad 19 yang

bekerja teratur dan tepat dengan hitungan waktu dan satuan yang

cermat, Fogg meyakini dan melakukan serupa untuk rencana

perjalanannya. Bagi Fogg, mengel ili ng dunia tidak membutuhkan

pengetahuan atas wilayah dan budaya setempat, tapi cukup dengan

memperkirakan teknologi yang hendak dipakai dan menentukan tit ik

koordinat daerahnya, sehingga waktu bisa ditepatkan hingga per -har i,

kemudian dijumlahkan keseluruhannya. Dun ia, menurut kacamata Fogg

adalah satuan jumlah har i, sedangkan wilayah yang akan dilalu i

direduksi sebaga i tit ik-tit ik geografis yang matematis .

Fogg (bersama Passepartout, pelayannya) memula i perjalanan

untuk membuktikan keyakinannya, berawal dar i London har i Rabu, 2

Oktober, pukul sembilan malam, ditetapkan akan kembal i ke tempat

yang sama di ruang per temuan Klub Reform pada Sabtu, 21 Desember,

pukul sembilan malam juga atau tepat delapan puluh har i kemudian.

Fogg harus membayar dua puluh ribu pounds pada teman -temannya jika

ia gagal mencapai waktu yang ditetapkan olehnya sendir i, namun jik a

hal sebaliknya terjad i, Fogg memenangkan uang dalam jumlah yang

sama. Perjalanan Fogg tidak mengandung mis i lain dan tujuannya

Page 108: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

97

direduksi dalam hal remeh sepert i taruhan. Leb ih menarik lag i, Fogg

ter libat dalam permainan ini bukan karena kehendaknya sendiri

melainkan dip icu oleh perbuatan pelayannya. Sebaga i seorang pria

Inggri s, Fogg hanya menjaga kehormatannya. Walaupun teman-temannya

selalu member ikan kesempatan membatalkan taruhan sambil

menyatakan ket idakpercayaannya, Fogg hanya menjawab: “Quite

possible, on the contrary.” Ket ika keyakinan ini kembal i disanggah, Fogg

semakin menegaskan bagaimana segala sesuatu dapat diperk irakan

dengan efi sien, ringkas secara matematis dan semua res iko kekeli ruan

bisa dicegah seminim mungkin: “A wel l-used min imum suffices for

everything,” lalu Fogg kembal i menambah, “I wil l jump—

mathemati cal ly”166 Layaknya keyakinan Revolusi Indust ri dengan

teknologi yang sedang ber langsung pada Abad itu 167, begitu lah yang

diyakini Fogg pada perhitungan waktu perjalanannya dalam skala

kemampuan mesin. Teknologi , sepert i keyakinan masa itu, telah berhas il

membuka jalur transportasi mengel ili ngi gar is tengah bola bumi,

sedangkan dalam informasi telah dipasang kabel telegram pada

sepanjang laut Atlant ik yang menghubungkan Amerika dengan Eropa.

Dengan cara ini Fogg menguj i keyakinannya akan kepast ian waktu yang

ditetapkan teknologi , dia menjengka li permukaan bumi, bukan hanya

dengan membuat perkiraan eksak sambil duduk di London saja.

166Ibid., op.cit.

167Sejak tahun 1850, di Eropa, terutama Inggris, berlangsung suatu perubahan besar-besarandalam kehidupan yang kelak disebut sebagai Revolusi Industri. Mesin yang cepat dan telitidalam bekerja mulai muncul sehingga produksi massal dapat terjadi. Hal ini banyak dibantuoleh berkat teori-teori murni dalam ilmu pengetahuan mulai dikembangkan dandimungkinkan penerapan dalam teknologi, termasuk dalam hal ini seperti Fisika, Kimia danMatematika. Ditulis oleh S. C. Burchell dan Pustaka Life Time, ed., Abad Kemajuan: AbadBesar Manusia-Sejarah Kebudayaan Dunia (Jakarta: P.T. Tiara Pustaka, 1986).

Page 109: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

98

Petualangan demi memperoleh pengalaman “empir is” akan mengel il ing i

permukaan bumi, ser ta memperkuat keyakinan akan kemampuan

teknologi .

Kenyataannya bukan hanya teknologi yang membantu Fogg

memenangkan taruhan tersebut. Walaupun banyak kejadian dan keadaan

yang tidak sesuai dengan perencanaan (Fogg sempat menggunakan

kereta kuda, kapal layar, kapal dagang, kereta sal ju, bahkan gajah,

selain kapal api uap dan kereta api yang direncanakan sebelumnya),

namun dia berhas il memenangkan taruhan sebesar dua puluh ribu pound.

Uniknya, dia tidak mengel ili ngi bumi selama delapa n puluh har i, tap i

dalam delapan puluh satu har i! Fogg ter lambat 24 jam, namun ada

faktor khusus yang tidak disadarinya. Diam-diam “fakta obyekt if” sangat

membantunya, yai tu: bumi itu bulat.

Jules Verne 168, penuli s buku ini sebagai Phi leas Fogg yang

“sebenarnya”, menggambarkan bagaimana hal ini bisa terwujud dalam

kutipan di bawah ini ;

“In journeying eastward he had gone towards the sun, and the daystherefore diminished for him as many times four minutes as he crosseddegrees in this direction. There are three hundred and sixty degrees onthe circumference of the earth; and these three hundred and sixtydegrees, multiplied by four minutes, gives precisely twenty-four hours--that is, the day unconsciously gained. In other words, while PhileasFogg, going eastward, saw the sun pass the meridian eighty times, hisfriends in London only saw it pass the meridian seventy-nine times.”169

168Jules Gabriel Verne atau Jules Verne lahir pada tahun 1828, di Nates, Perancis. Meninggalpada tahun 1905 di Amines. Studi resminya adalah dalam bidang hukum, tapi setelah itu diaputus sekolah karena alasan keuangan. Selanjutnya Verne banyak mempelajari geologi,teknik dan astronomi secara otodidak melalui buku-buku di perpustakaan Paris. Sejak ituVerne banyak menulis buku dengan tema fiksi ilmiah. Karyanya selain Around the World inthe Eighty Days antara lain terdiri dari; Five Weeks in the Balloon (1863), From the Earth tothe Moon” (1866) dan 20,000 Leagues Under the Sea (1870).

169 Ibid 165., op. cit.

Page 110: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

99

Dalam konteks ini , bantuan teknologi didukung oleh derajat kemiringan

bumi yang membentuk bumi bulat serta arah berputarnya telah

menyelamatkan Phi leas Fogg dar i kegagalan. Karena itu “bumi yang

bulat” bukan lag i sekedar perdebatan filosofis a la Ari sto teles, namun

telah menjad i penerapan teknis . Meski unsur ketakterdugaan akan

praktek lapangan mas ih kuat di sin i, tap i konsep “bumi yang bulat”

merupakan bag ian dar i teknologi yang memiliki tujuan tertentu. Bumi

kehilangan unsur transendennya sebaga i batas dar i penglihatan dan

pencerapan manusia. Sebaliknya bumi di alami sebaga i obyek utuh dan

berdir i sendir i, lepas dar i kesadaran manusia, dapat di amati vis-a-vis

sebaga i pengalaman empirik. Tidak berbeda dengan obyek -obyek

lainnya, bumi juga bisa dipecah, dibagi dan dikelompokkan kembal i

dalam satuan-satuan, dibangun kembal i dalam kerangka fungsiona l

tertentu170.

Maka “bumi yang bulat” semakin mendesak untuk tetap diingat,

dikena l, dipelajar i, dikuasai , dibenarkan dan kemudian difungsionalkan.

Bulat bukan sekedar merasakan melalu i tiang -tiang kapal di batas gar is

hor isonta l laut, bukan sekedar matahari yang hilang di barat dan muncul

dar i timur, juga bukan hanya sebaga i kebenaran filosofis tentang alam

semesta, tap i bulat yang benar-benar “bulat” sepert i yang dia lami oleh

Phi leas Fogg. Bumi menjadi imanen dalam kebulatannya sendir i. Kin i

bumi didefinis ikan secara teknologi s, bukan hanya alam trasenden .

Perwujudannya yang kasat mata bisa ditanggapi sebagai sebuah

teknologi , di mana “tiruan” dar i “bentuk asl i” bumi dapat kita

170Di sini “bumi” menjadi thing, dikenali, dipetakan dan dipilah-pilah secara geografis, bukanlagi wilayah saklar yang tak dikenal dan banyak menyimpan rahasia . Baca juga Bab II.

Page 111: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

100

“saksikan”. Bumi yang padat, utuh dan tunggal, tidak lag i dirasakan

sepotong-potong dalam jangkauan penglihatan yang terbatas, dia muncul

dalam model min iatur yang dapat dijangkau oleh pengalaman utuh

melalu i bangunan kongkret sebaga i globe atau bola peta dunia.

Sebaga i globe, representasi dar i pengalaman “obyek” yang tak

bisa dia lami secara utuh dimunculkan dalam garis lin tang dan bujur

kemudian dikontruksi kembal i dalam bentuk yang leb ih teramati.

Walaupun hanya sebaga i “ti ruan”, globe member ikan sensas i

pengalaman dar i “bentuk yang sebenarnya” dar i bumi transenden. Dalam

art ike l singkat di bawah, kita mengkaji bagaimana “bumi yang

sebenarnya” di alami melalu i bumi “ti ruan” yang dikontruksi;

Kelereng besar berwarna bi ru171

Bagi antariksawan-antariksawati yang sedang terbang diantariksa, bumi tampak bagaikan kelereng besar berwarna biru. Bentukbumi yang bulat dapat mereka lihat karena mereka berada di tempatyang jauh sekali. Namun dapatkah engkau melihat bentuk bumi selagiberdiri di atasnya?

Lihatlah bola peta dunia. Bola ini adalah model bumi. Di situdiperlihatkan gunung, samudra, danau, sungai, gurun, padang rumputdan hutan. Kebanyakan bola peta dunia bahkan dimiringkan tepatseperti keadaan bumi sebenarnya.

Bola peta dunia memperlihatkan bumi sebagaimana adanya —bulat. Dan bola peta dunia memperlihatkan bagaimana bentuk benuayang sebenarnya. Namun bola peta dunia hanya dapat digunakan untukmelihat satu bagian bumi saja. Untuk melihat tempat-tempat yangterletak pada sisi sebaliknya, engkau harus memutarnya.

Jika ingin melihat seluruh bumi sekaligus, engkau harus melihatpeta. Namun peta tidak akan memperlihatkan bumi sebagaimanaadanya. Pemeta merapatkan serta merentangkan bagian-bagian bumiini apabila menggambar pada peta datar. Dengan demikian bola petadunia merupakan sarana paling baik untuk melihat bentuk bumi, kecualikalau engkau mempunyai kapal antariksa.

171Anonim, Di Mana Letaknya di Bumi?, Bumi dan Antariksa, hastakarya anak-anak, PustakaBagaimana dan Mengapa (Jakarta: PT Tiara Pustaka, 1984).

Page 112: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

101

Tul isan ini bercer ita mengenai “bo la peta dunia”, yang oleh

penuli snya diyakini sebaga i miniatur dar i bumi: “Bo la peta dun ia

memper lihatkan bumi sebaga imana adanya...” Tidak hanya dalam

kal imat ini , “kesaksian” sejeni s ditegaskan oleh penuli s, melainkan kata

sepert i “sebenarnya” dan “sebagaimana adanya” menegaskan “bola peta

dunia” merupakan koeksistensi dar i penampakan visual yang “obyektif”

bagi bumi. Bahkan, pada alinea kedua “kebenaran” ini digambarkan

dengan yak in melalu i sebuah kal imat: “Di situ diperl ihatkan gunung,

samudra, danau, sungai , gurun, padang rumput dan hutan.” Si penuli s

“melihat” gunung, samudra, bahkan padang rumput ber [ada] di

permukaan bola peta dunia, walaupun “gunung” atau “padang rumput”

tidak pernah melekat pada bola peta dun ia. Namun, dia tetap yakin

mel ihat “danau”, “padang rumput” dan “bentuk benua” yang

“sebenarnya”, sebaga imana dia yak in mel ihat “bumi” yang “apa adanya”

pada model “peta bola dunia”. Dalam hal ini , “bo la peta dunia” adalah

representasi yang benar -benar sempurna terhadap “bumi yang

sebenarnya”.

Pada alenia terakhir sang penuli s menyebutkan bahwa peta

(dalam bentuk datar) lebih berguna untuk mel ihat bumi “secara

menyeluruh”. Berart i bola peta dun ia tidak mampu memper lihatkan

bumi sebaga i satuan utuh. Penuli s art ike l hendak mengatakan bahwa

“bola peta dun ia” leb ih terbatas dalam penglihatan diband ing dengan

peta datar, namun keterbatasan penglihatan ini bukanlah sebuah

“kelemahan” dalam pengamatan. Sebaliknya, member ikannya karakter

Page 113: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

102

sebaga i bentuk yang lebih menyerupa i “bumi yang sebenarnya”

diband ingkan dengan peta datar. Secara fis ik, dia tidak dirapatkan atau

direntangkan, sebaliknya, dia disaji kan dalam wujud “apa adanya”

sekalipun dia ada lah “ti ruan”.

Dengan mel ihat “bo la peta dun ia” di depannya, penuli s dapat

membayangkan dir inya sepert i ast ronut yang mengamati bumi dar i jarak

jauh. Bumi, bag i ast ronut di antari ksa, sepert i “ke lereng besar berwarna

biru,” sambil berpik ir demikian, penuli s melontarkan pertanyaan kepada

pembaca, “Namun dapatkah engkau mel ihat bentuk bumi selagi berdir i

di atasnya?” Pertanyaan ini mengingatkan pos isi antara kita dengan

bumi, di mana kita berada di atasnya, namun tidak selalu menyadari

bentuk dan keberadaannya, beda dengan astronut yang mel iha t bumi

secara langsung sepert i kelereng di depan mata. Dalam kesadaran ini ,

bumi di alami oleh manusia di atasnya tidak sebaga i kelereng yang biru,

tapi sebaga i sebuah alam yang di luar kemampuan pengamatan langsung.

Bumi tidak bisa dil ihat sebaga i sebuah satuan ket ika kita menempel

“tanpa jarak” di atas permukaannya yang luas. Sedangkan bag i ast ronut

di luar angkasa, yang berdir i pada suatu jarak tertentu dar i bumi, bukan

hanya dapat mel ihat permukaan bumi (wa lau tidak secara keseluruhan),

tapi “bangunan” bumi tampak sebaga i satu esensi layaknya sebuah

kelereng. Sebaliknya, pengalaman serupa dapat direpl ikasi melalu i “bola

peta dun ia”, di mana pengalaman “empiris” dan “obyektif” tentang

kesatuan esensi bumi di bawa pada pengalaman art ifi sia l melalu i sebuah

medium. Pengalaman kesatuan esensi bumi diproduks i kembal i dalam

“bola peta dunia”, sehingga pengamat mengalami bumi yang

Page 114: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

103

“sebenarnya” sebaga i obyek yang sejajar dengan “ke lereng biru besar”,

sebaga imana ast ronout. Sepert i sebuah “ke lereng”, “bo la peta dunia”

menampilkan bumi dalam bentuk yang “sebenarnya”, yai tu satuan obyek

yang tungga l, padat, material, mas if dan absolut sekaligus dapat

terjamah oleh tangan kosong. Ber samaan dengan itu , juga member ikan

fantas i tentang bumi raksasa yang “tidak teramati” .

Karena itu “bo la peta dunia” bukan lag i “peniruan” bumi

“sebenarnya” dalam hal bentuk, tapi dengan mereproduksi pengalaman

jarak antara “subyek” dengan bumi “sebenarnya”, bola peta dunia

member ikan peragaan bagaimana bumi seharusnya ber[ada]. Bumi

menjadi relati f ukurannya seperti ditunjukkan oleh “bola peta dunia”,

disusutkan sebaga i obyek di depan atau dilebarkan sebaga i kesadaran

transenden tentang bumi sebenarnya172 dalam pengamatan.

Secara fis ik sebaga i fokus pengalaman, dia bisa diproduks i dalam

berbagai ukuran yang berbeda. “Bo la peta dun ia” untuk kantor, berbeda

dengan dengan yang dikhususkan untuk keperluan ilmiah, sekolah,

kantor pemerintah atau sekedar hiburan dan penghias ruangan. Seh ingga

pengalaman tentang bumi yang “bu lat” dan “sebenarnya” terus

direpl ikasi dalam situasi yang berbeda dan berbagai macam ruang serta

kesempatan yang beragam. 173 Melalu i rep likasi dan duplikasi ,

172Bukan dirapatkan dan dilebarkan secara jarak fisik seperti dalam peta datar, penyusutan danpelebaran bola bumi adalah bagaimana fokus di arahkan pada satu obyek di luarnyakemudian merasakannya sebagai sebuah kesadaran transenden yang global. Dia adalah pola-pola “obyek” yang bekerja dalam diri “subyek” sebagai ketidaksadaran. Lihat juga catatankaki 107, pada hal. 60 tulisan ini.

173 Bola peta dunia atau globe tertua dibuat oleh Martin Behaim di Nürnberg pada tahun 1492.Fungsinya tidak lebih dari sekedar memperlihatkan posisi sebuah tempat. Dan untukselanjutnya pada Abad tujuhbelas hingga delapan belasan, fungsi globe tidak pernah

Page 115: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

104

pengalaman tentang “bumi yang sebenarnya” diperluas menjadi

pengalaman populer dan massal : sebagai permainan maupun

pemanfaatan leb ih “serius”. Bola peta dun ia diterima sebaga i bagian

dar i pengamatan “obyektif” tanpa disangkal lag i, dia dapat digunakan

sebaga i bagian navigasi penerbangan maupun peluncuran missil atau

jalannya sateli t. Termasuk dalam hal ini , “bumi” sebagai obyek yang

terobservasi , terukur, dipelajar i bahkan digerakan sesuai dengan

perencanaan fungsiona l. Kekuasaan sang pengamat yang berdir i “di luar”

bumi sebaga i obyek leb ih leluasa, bumi menjadi bag ian dar i teknologi

kekuasaan sekaligus dia lami sebaga i bumi yang “obyektif”. Sang

pengamat berada dalam arus “menyusut” atau “melebarnya” bola bumi

dalam kontruksi pengalaman “bola peta dunia”.

Car l Sagan (1997) member ikan perenungan tentang bagaimana

pengalaman “bumi yang sebenarnya” ber laku dalam kehidupan sehari -

har i. Dalam novelnya yang berjudul Contact, Ell ie Arroway, tokoh utama

novel tersebut berada pada situas i kontemplatif yang mengad irkan

pengalaman keberadaan “bola bumi” dalam kesadarannya;

“Ia (Ellie –pen.)menyentuh tanah di bawahnya; kokoh, membuathatinya tenang. Dengan hati-hati ia duduk, memandang ke kiri dan kekanan, sepanjang pantai danau. Ia bisa melihat kedua sisi air. Bumitampaknya saja, datar, pikirnya. Sebetulnya bulat. Sebuah bolaraksasa... berputar di angkasa... satu putaran sehari. Ia mencoba

berkembang dari sebuah peta dalam model yang unik. Sedangkan pada masa pemerintahanRaja Perancis Louis XIV, globe dibuat dengan ukuran diameter hingga 15 kaki sebagai simbolkejayaan Kerajaan. Hingga pada Abad sembilanbelas, globe yang lebih “serius” fungsinyamuncul menandai perbedaan dengan globe-globe lainnya yang pernah dibuat. Globe yangbaru tersebut dilengkapi dengan cincin vertikal dan horisontal sebagai alat ukur yangmengindikasikan kesinambungan waktu di seluruh dunia. Mc Graw-Hill Encyclopedia ofScience and Technology. an International Reference Work, volume 6 GAB-HYS (USA: McGraw-Hill, 1960), hal. 213-215.

Page 116: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

105

membayangkan putaran bumi, dengan jutaan manusia melekat dipermukaannya, bicara dalam bahasa yang berbeda-beda, mengenakanpakaian aneh-aneh, semua menempel di permukaan bola yang sama”174

Demikianlah, “ke lereng besar berwarna biru” itu tidak ter lihat sebaga i

“bulat” bag i El lie pada awalnya. Dia hanya merasakan sesuatu yang

kokoh sepert i tanah di bawahnya, hal ini member ikan rasa aman175.

Ket ika dia mel ihat gar is datar membatasi danau di kedua sis inya, ada

yang memberontak dar i dir i Ell ie. Dia merasa dit ipu oleh matanya,

“tampa knya saja, datar,” benaknya memberontak. Ell ie menekankan

lebih tegas, “sebetulnya bulat.” Peralihan dar i datar yang “tampaknya”

menuju bulat yang “sebetulnya” dalam bat in Ell ie adalah perbenturan

perjuangan antara “ilusi” dan “kenyataan”. Dalam ilusi “tam paknya”,

Ell ie adalah pihak yang “di tipu” oleh penglihatannya, walau apa yang

disebutnya sebaga i “tipuan” adalah pengamatan langsung Ell ie sendir i

pada gar is pembatas di danau. Sedangkan pada situas i “sebetulnya”

justru Ell ie adalah pihak yang akt if menola k penglihatannya sendir i.

Dengan kata lain, saat Ell ie merasa lepas dar i “ilusi” penglihatan,

dia menerima “fakta” yang muncul dari pengetahuannya sebaga i

“obyektiv itas”, serta yang terobservasi oleh mata telanjangnya sebaga i

“subyektivitas”. Kedudukan a ntara pengalaman “obyektif” dan

“subyekti f” tidak lag i tergantung pada keberadaan satu “obyek” yang

ada di luar atau di dalam “subyek”, tap i merupakan jarak antara fokus

174 Carl Sagan, Contact (Kontak), alih bahasa: Andang H. Sutopo (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 1997), hal. 17.

175 Sebuah rasa transenden akan penerimaan permukaan tanah sebagai tempat yang kokoh dantidak memiliki jarak dengan “diri”. Jika kita membayangkan Ellie Arroway sebagai seorangbayi, tanah tempat berpijaknya memberinya kenyamanan rahim seorang ibu.

Page 117: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

106

kesadaran dengan pola-pola dar i “dalam” dir inya sebaga i

ket idaksadaran. Ell ie menanggalkan satu kontruksi rea litas di mana

mel ibatkan pengamatan langsung menuju kontruksi rea litas lai n yang

berasal dar i “kesadaran lain” di dalam dir inya, menuju pengalaman

sebelumnya tentang “bola raksasa yang berputar sehari sekali”, di mana

dirasakan memiliki sifat kek inian sebaga i bag ian dar i observas i

obyekt if. 176

Pada satu kesempatan, Ell ie dan jutaan manusia melekat di ata s

sebuah bola raksasa. Walaupun manusia memiliki bahasa, keb iasaan dan

cara berpik ir berbeda, namun: “semua menempel di permukaan bola

yang sama.” 177 Dalam “reali tas” ini , manusia tidak dip isahkan oleh

batas-batas sepert i gar is lurus di ujung danau, tapi “menga lami” sebuah

permukaan bumi yang sama. Sebaga imana jika seseorang melakukan

perjalanan mengel ilingi bumi akan kembal i pada tit ik semula, dan orang

lain akan mengalaminya juga. Maka, baik bag i Ell ie maupun orang lain

tidak ada lag i batas fis ik yang benar -benar bisa memisahkan mereka dar i

satu sama lain. Semuanya berkumpul pada permukaan bola yang sama,

kejadian satu tempat berpengaruh ke wilayah lain. Ada efek timbal bal ik

yang membuat seseorang tidak bisa menghindar sama sekali dar i

pengaruh itu.

176Antara konstruksi realitas yang satu dengan lainnya tidak mengandaikan suatu hubungan yangmandiri dan terpisah sebagai pecahan realitas-realitas. Namun, kedua kontruksi berdiribersama-sama dalam suatu hubungan oposisional yang saling tergantung keberadaannyaantara satu dengan lainnya. Mereka didefinisikan masing-masing oleh pasangan arbitrasinyadalam hubungan interaksi. Karena itu ketetapan apakah yang satu adalah “realitas material”sedangkan lainnya adalah “realitas virtual” tidak didasarkan pada satu ketetapan universaldan abadi. Ketetapan itu sifatnya relatif, tergantung pada definisi kategorial masing-masinglawannya. Karena itu keduanya tidak dialami sebagai dua pengalaman terpisah, tapibersamaan sebagai kesatuan pengalaman oleh “subyek”. Lengkapi penjelasan ini denganmenengok kembali pada kajian di Bab II.

177 Ibid 174., op. cit.

Page 118: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

107

Implikasinya, sul it melepaskan dir i dar i “fakta”: kita hidup di

satu bola bumi yang sama. Diskur sus global mulai dikonstruksi , diraki t

dan diproduks i dalam skala luas ser ta versi yang semakin lama semakin

meluas. Pada permukaan tungga l, bumi memil iki penghuni “sah” dengan

bermacam julukan sepert i; “warga dun ia”, “warga bumi”, “orang bumi”,

“manus ia bumi”, global vil lage dan lain-lain. “Spesies” baru yang

menegaskan bahwa manusia bukan satu kelas spesies yang terpilah

secara bio log is, namun spesies yang ter ikat satu sama lain dalam satu

planet (dan satu tataran “hukum alam”), dan “jarak” yang menyusut. 178

Kita mengalami bersama-sama pengulangan bola dun ia, reproduks i

kesadaran ini muncul terus dar i ket idaksadaran dalam wujud

“keseragaman” pengalaman. Sebuah “keseragaman” pengalaman, di

mana diskur sus yang ada di alami dalam bentuk pembelaan maupun

pertentangan. Baik dalam pertentangan, maupun pembelaan, dibutuhkan

pemahaman bumi global sebaga i fakta “obyektif” tak terbantahkan.

Dengan demikian, bumi global memili ki sifat “mendamaikan” dan

“universa l” dalam dir inya.

Karena itu, menolak jad i “warga bumi” bukan berart i meniadakan

“keberadaan” -nya, tetapi menolak memili ki pengalaman yang sama,

berart i pula mengabaikan “diri” sebaga i bag ian dar i “penduduk” bola

bumi. Maka orang yang menolak dianggap mengas ingkan dir i dan

memisahkan dir i dar i “warga bumi” yang lain. Hal ini berbeda dengan

seseorang yang menolak dir i sebaga i warga sebuah negara, suku, agama

178“jarak” di sini bukan merujuk pada suatu jarak yang terukur dalam satuan-satuan pengkuran,tapi lebih merupakan “jarak observasi”, atau jarak antara “subyek” dengan “obyek” sebagaikesatuan fenomen-fenomen. Lihat kembali catatan kaki no. 107, 172 dan keseluruhanpembahasan pada Bab II.

Page 119: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

108

atau penganut sua tu ideologi ter tentu, dia bisa menyeberang ke satu

pihak yang lain, tapi tidak demikian dengan menolak dir i sebaga i “warga

bumi”. Tidak ada “pihak lain” yang bisa digunakan untuk menyeberang

keluar dar i tatanan ini , kecual i “menutup mata”, yang berart i kembal i

ke abad-abad perpecahan feodal di mana “kesatuan bumi” belum

terwujud. Pihak yang sepenuhnya berdir i sebaga i seberang dar i “warga

bumi” hanya makhluk asing dar i luar angkasa yan g berperan sebaga i

“orang lain” imajiner 179.

Tatanan ini menyebabkan “dunia budaya” yang sebelumnya

terbelah dan eks is dalam dunia “terpi lah -pilah” memasuki takdir baru

yang tak terelakkan 180. Takdir itu dibangun dar i “reali tas” yang

dilegi timasi melalu i pembenaran ilmiah maupun fakta observasi sehari -

har i. Dun ia yang sebelumnya dia lami sebaga i keterp isahan pengalaman,

disatukan dalam kebersamaan mut lak yang bukan lag i didasarkan

penyeragaman fis ik sepert i tujuan, atr ibut maupun simbol. Sebaliknya

179 Hal ini bukan penolakan terhadap spekulasi dan teori-teori yang ada tentang makhluk asingcerdas dari planet dan galaksi lain. Yang disorot di sini ialah bagaimana kedudukan konseptersebut menjadi oposisi biner yang semakin memperkuat kesan menyatu pada “wargadunia” sebagai “makhluk bumi”: baik melalui kisah ancaman invasi, pendudukan atas bumimaupun kunjungan bersahabat dari kedua pihak. Istilah Extra-Terrestrial-Inteligence (ETI)menunjukkan peran “figuran” dari “makhluk-makhluk” asing. Terrestrial merujuk pada“segala sesuatu yang berkaitan dengan bumi.” Sedangkan Extra memiliki makna yangberagam dari “sampingan”, “di luar” atau “figuran”. Karena itu ETI merupakan wujud figuryang perannya bersifat sebagai “pelengkap” dari “masyarakat bumi”. Dia berada “di luar”tapi dekat dengan “masyarakat bumi”, “mirip” tapi “berbeda”. Cocok dengan penggambarandalam dalam film fiksi ilmiah di mana peran utama selalu dipegang oleh “makhluk bumi”,dan peran sampingan dan figuran diduduki oleh makhluk asing ETI. Perlu dicatat pula, betapaaktifnya setengah Abad terakhir ini, “manusia bumi” memproduksi model-model ETI dalamwujud yang sangat jamak dan beragam, walaupun “fakta” keberadaan ETI masih menjadiperdebatan seru yang melibatkan NASA, militer, CIA, FBI, KGB, para saksi kontak langsung,ilmuwan, kaum agamawan, penulis fiksi ilmiah, dunia hiburan hingga kelompok eksklusifseperti pecinta ETI dan sekte-sekte (Masyarakat Dunia Ketiga berkali menjadi partisipansampingan). Untuk pertanyaan-pertanyaan tentang ETI dan spekulasi-spekulasi jawabannyabaca Contact, karya Carl Sagan (Ibid 174, op. cit.). Sedangkan tentang keyakinan dan saksi-saksi mengenai pertemuan dengan ETI dan UFO ikuti karya Nigel Blundell & Roger Boar,Terbesar di Dunia. Misteri UFO (Jakarta: PT Pradnya Paramita, cetakan kedua, 1991).

180Global brain atau world brain adalah salah satu diskursus yang sangat percaya dirimengumumkan “kemenangan” ini.

Page 120: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

109

keseragaman bukan lag i kebutuhan mut lak, semua perbedaan dan

keragaman itu ditampung oleh wadah yang disebut “peradaban dun ia”.

Wadah itu tidak memiliki fis ik nyata namun merupakan sekumpulan

kecenderungan yang merangkum semua sehingga menghindari

ket idaksetujuan maupun perbantahan. Sehingga jika menolak

kecenderungan itu, maka orang tersebut “memenjarakan”181 dir i dalam

suatu pandangan chauvinisme yang “sempit”. Hal ini bukan berart i

“peradaban universal” warga global menolak dir i atau beroposis i dengan

“budaya lokal” (walaupun pada awal-awalnya tampak demikian) .

Sebaliknya “budaya lokal” diterima sebaga i tambahan wawasan,

pengembangan wadah, namun tidak memiliki kemandirian rea litas

sepert i “peradaban universal” yang memili ki rea litas ilmiah dan indera

(sebagaimana Ell ie menyangka l batas danau sebaga i “tidak rii l” dan

menerima “bumi bulat” sebagai “sebetulnya”). Tidak ada alasan bagi

“peradaban lokal” menolak “peradaban bumi” sebaga i rea lit as, karena

itu yang selalu ditekankan ada lah menjaga eks istens i “budaya lokal” di

tengah -tengah “peradaban bumi”. “Peradaban bumi” melestarikan

“budaya lokal” tetap “eksis”, agar tidak terjatuh pada keseragaman

yang benar-benar mut lak. Karena itu secara per lahan “budaya lokal”

terus diadopsi oleh “peradaban bumi” sebaga i bag ian dar inya.

Perbedaan -perbedaan tetap dipertahankan, tapi tidak untuk memisahkan

warga bumi dalam batas-batas par sia l, melainkan menguatkan

181Pada dasarnya menjadi “warga bumi” juga berarti memenjara diri dalam satu tatanantunggal. Kendati mengikat diri dalam satu budaya lokal dianggap juga adalah sebuah“pemenjaraan” dan “pengasingan diri”, yang “melepaskan” diri darinya berarti sebuahpencerahan baru menuju “kebebasan” dari aturan moral tradisional. Bersamaan denganmenjadi “warga bumi” yang bebas seseorang menyerahkan dirinya secara sukarela padaaturan tataran baru yang yang dianggap lebih “bebas”, “riil” dan “ilmiah”.

Page 121: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

110

“kebersamaan” itu sendir i. Sebaga i akibatnya kita merasa berdir i di

“satu dun ia”, sekaligus merasa tidak pernah terkekang oleh satu aturan

tungga l. Kesadaran akan had irnya bumi obyekt if, bulat, penuh, dan

mutlak menjad i takdir akh ir yang “di setuju i”182 bersama sebagai rea litas

yang menyatukan kesadaran semua manusia.

Tatanan kebersamaan ini dibangun dalam berbagai diskur sus

ilmiah, pol itik, ekonomi, sos ial maupun budaya.183 Fakta (sekal igus

mitos) ini menjad i tren yang menentukan beberapa dekade akh ir ini . Ide

tentang global isasi pal ing mencolok mewarnai diskur sus dan diskus i yang

muncul . Bersamaan dengan itu, secara taksadar dunia dalam ideologi

memili ki satu tempat berpijak, satu aturan, satu ukuran, bahkan satu

kesadaran mulai terbentuk dalam kehidupan sehari -har i subyek.

Dan, hal ini bukan sesuatu yang sepenuhnya baru. Pola-pola

tersebut sudah had ir sejak revolusi kebudayaan muncul di era akh ir PD

182 Seperti pernyataan H.G. Wells di atas, world brain sifatnya tidak memaksa tapi diikuti secarasadar. Jadi bukan sebuah dominasi secara memaksa, tapi sifatnya halus dan hegemonis.Walaupun istilah hegemonis sebenarnya kurang tepat untuk menggambarkan keadaan ini,karena dalam hegemoni Gramsci peran kelas penguasa sebagai aktor pelaku dan proletarsebagai “korban” yang “ditipu” sangat penting. Kehadiran “aktor” pelaku hanya menambahrancu pemahaman. Sebab hal ini lebih mirip sebuah “disiplin moral”, di mana tidak adaperan aktor yang “berkuasa” dan “dikuasai”. Hanya kuasa itu yang bekerja sendiri. Walaupuntidak tertutup kemungkinan ada yang diuntungkan dan dirugikan dalam persoalan ini, tapi inipermasalahan yang berdiri sendiri sebagai satu diskursus lain.

183United Nation (UN) adalah salah satu pihak yang ikut perperan dalam menguatkan. Dalamsebuah brosurnya (2001), UN mengenalkan pendekatan pada pandangan peradaban yangmenekankan pentingnya pendekatan diversity di mana menganut paham: “perbedaan dalamuniversalitas”. Dalam hal ini mereka mendefinisikan diversity sebagai: “...an inherent partof universality, which is an integral feature of the philosophy behind the worldorganization” (Dikutip dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Tonny, Dialogue AmongCivilization or Counciousness Discernment?, Sebuah esai yang ditulis untuk merayakan tahunDialog antar Peradaban yang dicanangkan oleh UN pada Tahun 2001). Dalam ekonomi, isuglobalisasi ekonomi semakin merebak dan meributkan pemimpin di sejumlah negaraberkembang dikuatkan melalui WTO (World Trade Organization), IMF (InternationalMonetary Fund) dan World Bank. Tidak seperti pendapat umum yang menganggap globalisasiekonomi adalah pusat dari globalisasi dunia, dalam kajian ini globalisasi ekonomi merupakanpemanfaatan alternatif yang kreatif atas teknologi layar dan global untuk memindahkansumber daya dan modal dari wilayah-wilayah Dunia Ketiga untuk kepentingan “lebih krusial”dari “pemerintahan global bersama”, yaitu transformasi dari bentuk sebelumnya: “koalisikepentingan antara negara-negara untuk perdamaian”.

Page 122: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

111

II184 dan masa peralihan era 60-an menuju 70 -an, namun cita-cita dan

pola-pola aturan logisnya dimula i sejak Abad Pencerahan dan dikuatkan

oleh masa Revolusi Industri . 185

Kita kembal i kepada analog i perjalanan Phi leas Fogg mengitari

bumi, namun dengan cer ita yang berbeda. Bayangkan Phi leas Fogg

adalah seorang pengunjung Taman Safari . Selama berkel ili ng Taman

Safari dia mengunjungi area har imau, area singa, area kijang dan area

hewan-hewan lainnya. Setelah melewati semua area, Phi leas Fogg

memili ki bayangan Taman Safari sebaga i sebuah kesatuan (sejak awalpun

Fogg mel ihat taman itu sebaga i satu bangunan utuh dan berdir i sendir i,

kesadaran ini diperteguh dengan pengalamannya). Namun singa,

har imau, kijang dan hewan-hewan lainnya tidak mengetahui esensi dar i

tanah berpijaknya sebagai sebuah kesatuan utuh. Karena itu hanya Fogg

dan pengunjung lainnya yang tahu art i dan kegunaan pengetahuan itu.

Jika Fogg merasa semua hewan per lu tahu fakta ini , dia mulai mengajak

184 Selain istilah “Perang Dunia” yang mengingatkan kita pada novel H.G. Wells yang lain (TheWar of The World, 1904) dan mengesankan kita pada sifatnya yang menglobal (ketikamanusia mendapatkan musuh dari planet lain), Perang Dunia II adalah awal antara satunegara dengan negara lainnya mulai saling secara terang-terangan melanggar batas yangmereka setujui sebelumnya. Perang Dunia II, tidak seperti Perang Dunia I yang hanyamelibatkan sejumlah negara Eropa saja, benar-benar melibatkan hampir semua negara-negara di dunia. Tidak hanya seperti tentara Jerman yang hanya berkutat di Eropa, Afrikadan Atlantik, serta tentara Jepang yang banyak berkeliaran di Asia-pasifik, tentara sekutuAmerika dan Inggris benar-benar mengepung seluruh dunia. Segera pada saat itu bumi telahmenyatu dalam arus satu komando dari tentara sekutu yang muncul sebagai pemenangperang.

185 Ungkapan Liberty, Egality, dan Fraternity yang berasal dari masa-masa awal RevolusiPerancis sebenarnya masih memiliki gaung hingga kini baik dalam bentuk “Hak AsasiManusia” maupun tatanan politik modern. Pada saat ini juga, manusia mulai menjadi satuan-satuan yang sederajat atau dengan demikian dia tidak berada dipusat lagi seperti yangdiyakini Abad Pertengahan. Seiring dengan itu, segala sesuatu mulai dicari satuan-satuannya.Dan untuk menjembatani satuan yang satu dengan satuan lainnya, munculnya apa yangdisebut sebagai Rasio (perbandingan atas nilai-nilai dalam satu tatanan atau order yangseragam). Dengan cara ini, segala sesuatu (termasuk “bumi” dan “alam”) bisa dileburkandalam rasio. Sesuatu yang sangat menguntungkan pada saat dimulainya Revolusi Indunstri,yaitu saat di mana ukuran-ukuran yang seragam sangat dibutuhkan untuk membantupembuatan mesin yang cermat dan cepat. Hal ini juga adalah salah satu faktor yangmembantu Phileas Fogg dalam mengelilingi dunia.

Page 123: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

112

hewan-hewan lainnya mengel ili ngi Taman Safari dan mel ihat hewan-

hewan lainnya pada areal yang berbeda.

Hewan-hewan yang dia jak oleh Fogg berkel iling mulai menyadari

esensi dar i tempatnya sebaga i Taman Safari , menyadari batas-batas yang

mengurung dan menyatakan dir inya bukan hanya “warga areal har imau”

atau “warga areal unta”, tapi “warga Taman Safari”. Dengan begitu,

har imau tetap har imau dan tingga l di kandang har imau, begitu juga

warga lainnya, namun mereka memili ki ikatan yang “obyektif”.

Fogg, sebaga i penuntun juga menjad i penentu dan pencegah agar

hewan-hewan tidak lepas dar i Taman Safari . Karena itu Fogg juga per lu

meyakinkan hewan-hewan kalau di luar Taman Safari tidak ada lag i

tempat lain, kecual i ruang angkasa gelap dan “taman-taman” lain yang

terdir i dar i gas dan asap beracu n. Dengan cara ini Fogg membawa hewan

itu dalam rencananya dan menetapkan batas-batas kesadaran hewan-

hewan tersebut.

Cara serupa bisa ditemukan pada mes in atau teknologi kekuasaan

yang berbas is pada “kesadaran global”. Berbeda dengan realitas

metafora Taman Safari Fogg, dalam “reali tas global kita” (atau “hewan-

hewan” dalam rea litas “Taman Safari”) tidak per lu mengel ili ngi dunia

secara fis ik untuk mengunjungi “area-area” lainnya, sebab bumi dalam

realitas teknologi layar akan “menyusut” dan “melebar” layaknya “bola

peta dun ia”, dan memungkinkan kita “mengitar i” dun ia dalam hitungan

menit atau jam. Tapi persoalan ini tidak sesederhana pengungkapannya,

sebab “penyusutan” bumi bukanlah jarak satuan pengukuran dan “fi sik

tampak” secara badaniah.

Page 124: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

113

C. TE KN OL OG I LA YA R DA N PE NG AM AT AN VI RT UA L

Dalam bahasa maupun pengalaman sehari-har i, dikena l berbagai jen is

dan penger tian layar (screen ) yang berbeda, sepert i; layar proyektor,

layar panggung layar elektronik dan sebagainya.186 Layar elektroni k

dip isah lag i menjadi layar analog dan dig ita l. Berbagai jen is layar ini

menawarkan pengalaman dan sensas i berbeda bag i subyek, dalam hal ini

layar menjadi medium bagi “subyek” menuju suatu sis tem. “The medium

is the message,” 187 demikian gagasan Marsha ll McLuhan menjelaskan

jen is medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan merupakan

pesan itu sendir i. Jika dijabarkan, maka jen is medium yang berbeda

membuat pesan yang isinya sebenarnya “sama” menjad i “berbeda”

ket ika ditangkap penerima pesan. Ditengah-tengah jarak antara

pengir im pesan dan penerima pesan ter jad i distor si pada medium.

Distor si ini sebenarnya merupakan “ruang” pemisah antara pengir im dan

penerima, sekaligus penghubung keduanya.

Layar sebagai medium juga memili ki sifat kontradiktif ini . Maka,

pembahasan tentang layar dilakukan dengan tidak membedakan jen is

layar tersebut, karena ada “kesamaan” yang mengikat semua penger tian

186Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia tidak ada pemilahan kata “layar” ke dalambeberapa istilah yang berbeda. Sedangkan untuk Bahasa Inggris, “layar” dibedakan dalambeberapa pengertian seperti: screen, curtain dan monitor. Namun, dalam pemakaian bahasasehari-hari ketiga istilah ini sering tumpah tindih dalam pemakaiannya. Jadi pemakaianistilah “layar” dalam penulisan ini bisa sekaligus mengacu pada pengertian ketiga-tiganya,tanpa harus menggunakan istilah berbeda-beda. Untuk kajian lengkap mengenai ketiga istilahini, simak pada bagian terpisah di Apendiks A. Sedangkan untuk pemanfaatan lebih lanjutdalam istilah “teknologi layar”, baca catatan kaki no. 74 dan untuk istilah “teknologi” bacabagian Proposisi-Proposisi pada Bab II.

187Dikutip oleh Neil Postman dalam Menghibur Diri Sampai Mati, Mewaspadai media televisi”(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 20.

Page 125: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

114

layar. Dalam penger tian ini , layar merupakan konstruks i diskursus yang

bekerja dalam mekani sme psikis dan spiritual ket imbang material. Layar

menjadi batas pengalaman sensas i indera, sekaligus mengkoneksi indera-

indera pada realitas lain. Layar bekerja sebagai bag ian dar i kesadaran.

Sebaliknya, menurut pandangan Timothy Leary, ada perbedaan

sifat antara layar televi si yang otoriter dengan layar dun ia Internet yang

demokrati s sifatnya. 188 Pemahaman sederhana dan ini bisa dipahami,

sebab televi si membutuhkan “pusat penyiaran” di mana hal yang tampil

di layar sifatnya ter jadwal dan terprogram sehingga membutuhkan

adanya satu pusat yang menetap secara permanen. Termasuk dalam hal

ini ada lah masalah sensor dan undang-undang penyiaran yang ikut

menentukan isi layar. Sedangkan, internet memungkinkan orang secara

luas ikut akt if ter libat menentukan isi layar. Sifat dar i internet tidak

terpusat, melainkan memberikan kesan jamak dan plural . Jadi

pandangan Leary ini menegaskan ada layar yang sifatnya mengekang

kesadaran tetapi ada yang sifatnya ber lawanan, yaitu membebaskan

kesadaran melayang-layang dalam dunia cyberspace.

Namun sejauh mana dikotomi layar ini bisa diterima? Adakah layar

yang member ikan “kebebasan” kepada subyek sepert i diyakini oleh

Leary? Jawaban untuk pertanyaan-per tanyaan ini akan dijawab di bawah

nanti. Supaya pembahasan tentang kekuasaan layar tidak rancu dan

membingungkan, maka kita memu lai dar i satu jen is layar (layar yang

188 Anda bisa mengikuti pandangan Leary ini pada tulisannya yang berjudul Chaos &CyberCulture (United Stated: Ronin Publication, 1994) atau sebagian dari bab pertama didomain resmi milik Timothy Leary di; http://www.leary.com/archives/text/index.html.

Page 126: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

115

membebaskan a la Leary sebaga i pembuka diskus i) dan kemudian

per lahan-lahan akan ditari k pada penger tian layar yang lebih luas.

Bagi Timothy Leary, layar memili ki karakter mutlak dan univer sal

yang diwujudkan dalam “bahasa” sinyal komputer “0/1”. Menurut Leary

informasi yang biasanya diterima oleh otak juga bisa diwujudkan dalam

dunia teknologi layar dig ita l: “Everyting-animal , vegetable, mineral,

tangible, inv isible, electr ic-is converted to dig ita l food for info-starved

brain. And now, using the new digita l app liances, everything that the

brain-mind can conceive can be realized in electronic patterns.”

Pandangan Leray megamini bahwa melalu i teknologi layar seluruh

keber[ada]an dunia material dapat diterjemahkan sebaga i sekumpulan

kode informasi yang sifatnya psikologi s. Layar member ikan suatu jalan

bagi kreasi dun ia baru yang terutama lebih memenuhi kebutuhan

informasi otak dar ipada materi . Dan pengkreas ian “ruang baru” tersebut

tidak hanya memiliki implikasi teknologi s belaka, melainkan merupakan

kelanjutan jalannya evo lus i spesies manusia.

Bagi Leary proses, fenomena layar bukan tranformasi kemajuan

teknologi belaka sepert i yang dik ira oleh umum. Namun jauh itu,

teknologi layar membuka babak evolus i baru bag i manusia dar i dunia

“terrarium” 189 menuju apa yang disebutnya sebaga i ScreenLand atau

“cyber ia”,190 yang sebelumnya didahu lui evo lus i dar i dun ia “aquar ium”191

189 Terrarium berasal dari Bahasa Latin terra yang artinya “tanah” (bisa juga diartikan “bumi”)dan ium atau ia yang berarti “ruang”. Jadi Terrarium yang dimaksud Leary adalah ruang fisikyang disebut sebagai daratan, atau kesadaran riil obyektif.

190Cyberia (Berasal dari kata kybernan, bahasa Yunani yang kalau diterjemahkan bisa berarti“mengatur” atau “menuntun”; dan ia yaitu “ruang” dalam Bahasa Latin) pada pengertiantertentu tidak berbeda dengan istilah cyberspace. Namun istilah cyberia memiliki pengertianyang lebih lentur dan mudah diplesetkan. Cyberia bisa juga bisa diplesetkan sebagai Cyber-

Page 127: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

116

menuju “terrarium”. Dan ini merupakan jawaban evo lus ioner atas

filosofis klasik , di mana per tanyaan tentang dualisme “tubuh” dan

“pikiran” didamaikan dalam diskursus yang mel ibatkan otak dig ita l

(digita l bra in ), tubuh material (body matter) dan layar dig ita l (digita l

screen ) sebaga i satu kesatuan format yang disebut tri -bra in :192 “We tri -

brain amphib ians are learning how use cyberwear (computer suits) to

navigate around our ScreenLands the way we use the hardware of our

bodies to navigate around the material -mechanica l world, and the way

we use spaceships and space suits to navigate around the outer

space .” 193 Dalam trikotomi tri -bra in, manusia menjadi organik amphib ian

(berasal dar i bahasa Yunani, amphi [ganda] dan bios[hidup]), yaitu

makhluk yang berkelana secara bebas menjelajahi antara “dunia materi”

dengan cyberspace. Cyberware atau perangkat komputer memili ki peran

yang setara dengan tubuh bio log is dalam menuntun “subyek” sesuai

dengan area jelajahnya masing-mas ing layaknya pesawat luar angkasa

[man]ia, yang lebih merujuk kepada pengertian “komunitas virtual”, ketimbang sebagai“ruang yang mengantarai”. Sedangkan ScreenLand, jelas-jelas memiliki konotasi sebagaisebuah “tempat berpijak” (land). Antara “tempat berpijak” dan “komunitas” adalah dua halyang kerap merupakan eksistensi saling melengkapi, Kehadiran sebuah “komunitas” memilikiasosiasi adanya suatu “tempat berpijak” di mana komunitas itu bertemu. Begitu juga adanyasuatu “tempat berpijak” mengandaikan secara tidak langsung pada “siapa yang berada diatasnya”. Asumsi ini tampaknya tetap terbawa dalam memberikan istilah, walaupun cyberiadan ScreenLand sama sekali tidak memiliki lagi suatu ruang spesifik sebagai “tempatberpijak”.

191 Leary merujuk pada keyakinan biologi modern dimana semua makhluk hidup di bumi padaawalnya berasal dari tubuh organis purba bernama “protobion” yang hidup di dalam air.Genesis modern, yakin bahwa makhluk hidup pertama, termasuk nenek moyang manusia,terbentuk dari lautan. Dan bumi pada awal terbentuknya seluruhnya adalah lautan, tanpapermukaan daratan. Aquarium artinya adalah “dunia air”.

192Komposisi ini tidak harus terdiri dari komponen yang selalu sama. Pada televisi contohnya,tribrain Leary dapat ditafsirkan dalam bentuk lain, yaitu; tubuh material-broadcasting-layardigital.

193 Ibid 188., loc.cit.

Page 128: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

117

membawa astronaut menuju luar angkasa. 194

Ket ika cyberware setara dengan tubuh biologis , manusia bebas

bermanuver dalam dunia baru dan kembal i lag i ke tubuh bio log isnya.

“Roh” tidak lag i hanya ter ikat oleh satu tubuh, melainkan menemukan

wadah setand ing. Dengan kehadi ran ScreenLand, “subyek” semakin

berkuasa kembal i ata s “dirinya”, demikianlah menurut Leary. Kepada

pembacanya Leary mengajukan per tanyaan provokati f: “Can we engineer

our souls? Can we pilot our souls?” Kemudian pertanyaan ter sebut

dijawab oleh dir inya sendir i:

“The closest you are probably ever going to get to navigating your soulis when you are piloting your mind through your brain or its externalsimulation on cybernetic screens. Think of the screen as the cloudchamber on which you can track the vapor trail of your platonic,immaterial movements. If your digital footprints and spiritualfingerprints look less than soulful on the screen, well, just changethem. Learning how to operate a soul figures to take time.”195

“Roh” akan mampu member ikan arahan pada dir inya secara

“mandi ri” beg itu memasuki “jendela” layar. Seo lah-olah, dalam

cyberspace tidak ada sesuatu yang menuntunnya dan seiring dengan itu

semakin digerakan secara tak sadar pada jalur -jalur yang sudah ada

sebelumnya. Layar dianalogikan oleh Leary sebaga i cloud chamber, yaitu

“ruang” yang sifatnya kabur, terawang, tidak membatasi sehingga

menciptakan keleluasaan yang besar pada “roh”. Di sin ilah, pengalaman

di depan layar tidak dirasakan sebagai perjalanan yang menjemukan dan

194Karena itu tidak jarang juga penjelajah cyberspace disebut sebagai cybernaut. Seperti halnyaastronaut bergerak tanpa berat tubuh dalam ruang hampa udara, para cybernaut melayang-layang bebas “tanpa tubuh” di cyberspace.

195 Ibid.

Page 129: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

118

mudah membuat kecewa, melainkan penuh gai rah dan melegakan,

sepert i yang dia lami Jef f Zalesk i di bawah dalam pengalaman

perdananya menjela jah internet. Zalesk i membandingkan pengalaman

ini dengan pengalaman meditasinya:

“Pertama kali saya masuk ke web, saya menjelajah tak puas-puasnya.Dengan gembira saya mengklik dari satu situs ke situs berikutnya. Sayaberputar-putar di sepanjang tebing dunia digital. Saya biarkan pikirandan jari saya membawa diri saya ke mana saja. Ketika melihat jam,saya ternyata telah menggunakan Internet selama dua jam. Menjelajahiweb telah menyedot perhatian saya sepenuhnya. Namun, ketika selesai,saya tidak merasa segar dan menghadapi dunia seperti setelahmelakukan meditasi. Saya telah menjelajahi web berkali-kali selamadua tahun, dan peng-alamannya masih sama.” 196

Melengkapi pengalamannya Zalesk i membuat pengakuan, “Dalam

berbagai cara, layar menangkap dan memeras perhat ian saya.” Secara

fenomenologi s, yang di alami Zalesk i per tama ket ika dia duduk di depan

layar ada lah menajamkan kesadaran pada indera -inderanya secara penuh

dan terpusat pada layar. Hingga kesadaran terfokus hanya pada bagian

tubuhnya yang akti f terkoneks i pada layar, seh ingga bag ian tubuh

lainnya secara otomat is kurang akt if. “Saya biarkan pik iran dan jar i saya

membawa dir i saya ke mana saja,” ujar Zalesk i.197 Dengan demikian

“diri” tersentra l pada indera -indera spesif ik saja, dan dir i bergerak

bukan atas kemauannya sendir i, tap i mengikuti ke mana arah impuls

inderawi membawanya pergi.

196Jeff Zalesky, Spiritual Cyberspace. Bagaimana Teknologi Komputer MempengaruhiKehidupan Keberagaman Manusia, Bab 10, Cyberspace Yang Suci. (Online document:http://www.mizan.com/bukudewasa/cyberspirit.htm)

197 Ibid., loc. cit.

Page 130: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

119

Setelah beberapa menit ter jad i sebuah proses yang secara

per lahan membawa subyek menjauh dar i tubuh fis iknya. Mir ip yang

dikatakan John Perry Bar low, “Tiba-tiba saya tidak memili ki tubuh

lag i.”198 Namun bukan itu yang terjad i. Subyek tetap duduk di depan

komputer dan indera tertentu mas ih bergerak atau mengalami ber sama

subyek dalam dunia layar, hanya dalam keadaan ini sebagian besar

fungsi tubuh kurang akt if atau tidak disadari keberadaannya. Stimulasi

ini meningkatan fungsi indera-indera akt if sebaga i akibat penajamkan

perhat ian dan kesadaran. Fungsi kesadaran menjad i terpusat dan tidak

seimbang sebaga imana biasanya kita dalam kondis i sadar sehari -har i.

Pada saat itu “di ri” had ir bukan dengan tubuh, tap i pada fokus indera

tertentu. Hanya saja faktor ini bukan yang pal ing menentukan

“hi langnya” tubuh subyek. Ada faktor penting lainnya yai tu proses

sinkronisasi antara “layar” dan “otak dig ita l” dengan “di ri” subyek.

Sinkronisasi terjad i dalam dua tahap per ist iwa. Yang per tama

adalah serupa dengan gambaran di atas, ket ika konsentrasi subyek

terpusat pada indera-indera spesif ik yang berkontak dengan teknologi

layar, secara tidak sadar terjad i keadaan di mana teknologi layar

menjadi bag ian subyek yang sama rii lnya dengan indera -indera tubuh

yang lain. Dibarengi hilangnya kontak subyek dengan indera tubuh

kurang akt if, layar menjadi “indera” yang diterima oleh otak biolog is

subyek sebaga i rangsangan setara dengan indera biologis lainnya, dan

subyek merasakannya sebaga i bag ian dar i dir inya. Layar menggantikan

fungsi tubuh fis ik pada keh idupan sehari-har i, sehingga subyek tidak bisa

198 Ibid.

Page 131: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

120

membedakan antara “kerja fis ik” dengan “kerja teknologi layar”.

Ket ika, “diri” hanya eks is melalui indera-indera di mana fokus kesadaran

ber lebihan (di mana kontak indera terjad i dengan teknologi layar) ,

“diri” kembal i eks is dalam medium lain, yai tu layar. Keadaan ini

membawa subyek pada sinkronisasi selanjutnya.

Selanjutnya tingkat sinkronisasi mendalam terjadi ket ika “di ri”

mengada di dalam layar. Dir i berada di antara samudera signal -signal

informasi yang terolah dan terprogram oleh otak dig ita l. Ket ika dalam

“perja lanannya” subyek merasa had irnya sesuatu yang mir ip dir inya. Dia

bertemu “di ri” lain dalam dunia layar dig ita l. “Di ri” lain yang secara

sinkron bekerja sesuai keinginan dan kemauan subyek, seh ingga subyek

tidak merasakan terancam. Lambat laun dir i subyek dan “diri” lain

mengalami sinkronisasi di mana fungsi dan program teknologi tidak

dibedakan dengan kesadaran subyek. Semua kerja dan aks i yang “diri”

lakukan ber sama “di ri” teknologi s, dirasakan sebaga i has il dar i

perwujudan kemauannya sendir i. Tidak ada lag i pemisahan antara

“subyek” dan “obyek”.

Sinkronisasi dan kehadi ran “diri” lain yang mir ip dengan subyek

bersifat log ik. Karena program dan fungsi kecerdasan art ifi sia l dunia

layar semakin kompleks, dan ser ing diasasosiasikan dengan kemampuan

dan kecerdasan manusia. 199 Analog i antara cara kerja layar dan manusia

199Tetsuo Kogawa: “The technology of virtual reality, conceived as an extension of modernism,attempts to reconstruct the body which had been formatted by existing electronictechnology. This reconstruction happens through a method of deception. Heretofore,artificial reconstruction of the body had been an attempt to construct an equivalent of thehuman body: robots, cyborgs, and androids. Virtual reality, however, tries to attainequivalence on the level of the consciousness of existence instead of on the level of physicalexistence itself.” (Ibid 14, loc. cit.)

Page 132: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

121

digari skan oleh Malcolm Peltu200 dengan mengacu pada tujuh pilar sis tem

pemrosesan informasi :

TABEL 3.1 Analogi antara tujuh pilar sistem pemrosesan informasi dengan kerjamanusia.

Functions Examples of computer methods Human analogy

Data collection Visual Displays Units (VDUs),cassettes, punched cards and papertape, Optical Character Reading,sensors

Eyes, ears, mouth,nose, touch

Processing Central Processing Unit Brain

Processing rules Software programs DNA code, experience,learning

Short-termstorage

Main memory (core, semicon-ductors) Brain Memory

Bulk storage Magnetic discs and tapes, microfilm,“floppy” discettes

Books, microfilm,computer databases

Datatransmissionn

Telecommunications, cables Nervous system

Output Printers, VDUs, microfilm, voice,graph plotters, process control

Writing, graphics, voice

Serupa dengan manusia, layar memili ki ciri-cir i kemampuan “mirip”

dengan manusia, hanya dalam beberapa hal tidak bisa menyerupai

manusia. Namun, analogi ini tidak searah, sebaliknya, fungsi kerja

manusia disamakan dengan kerja teknologi . Studi psikologi kognit if

akhir-akh ir ini bertumpu pada kesesuaian pola-pola kerja kognis i

200 Peltu, Malcolm, Information Technology, ibid 150., op. cit., hal. 33.

Page 133: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

122

manusia dengan kecerdasan art ifi sia l.201 Sul it menolak kemiripan ini , dan

memisahkannya hanya dalam beberapa gar is fungsi .

Karena itu, lingkaran kesadaran terfokus pada indera, layar dan

kecerdasan art ifi sia l ter jal in dalam satu pola kesatuan “di ri” dalam

dunia vir tua l:

“Munculnya ‘monitor’ - layar bioskop, layar kaca televisi ataupunmonitor computer, melenyapkan perbedaan antara diri sebagai subjekdan dunia sebagai objek. ‘Monitor’ bukan sekadar objek di luar diri kitayang kita sedang lihat. Yang terjadi dalam monitor bukan sesuatukejadian di luar sana dan diri kita di sini. ‘Monitor’ membawa kita kedunia luar sama seperti dunia luar masuk ke dalam diri kita. Yangterjadi dalam televisi merupakan manifestasi diri kita, yang terjadidalam diri kita adalah penjelmaan televisi. Televisi telah menjadisebuah wujud nyata dari jiwa kita.”202

Namun apakah benar subyek bebas dar i tubuh fis iknya ketika dia berada

di dalam “tubuh dig ita l”-nya. Jawaban atas pertanyaan ini akan leb ih di

dasarkan pada pendapat Leary di mana manusia hidup bukan pada satu

“dunia” tap i secara bersamaan eks is di “dunia” lainnya (Baca kutipan

tul isan Leary di atas tentang manus ia amphibian).

Dalam metaforanya mungkin digambarkan subyek beralih secara

bebas dar i satu “dunia” menuju “dunia” lainnya, sepert i berpindah dar i

ruangan satu ke ruangan lain. Tapi secara teknis maupun psikis , tidak

201Herbert Simon, seorang pemenang Hadiah Nobel, menyatakan: “...within ten years mosttheories in psychology will take the form of computer programs'. Thus equipped with thelaws of human behaviour, telling it which stimulus will produce a desired response, acomputer-directed robot should certainly be able to toss off a striking tapestry or two. Or amillion...” (Dikutip oleh Alan Roberts dalam Artifice and Inteligence ( Arena Magazine, No.3,February-March 1993). Dapat diakses juga melalui online document:http://eserver.org/cyber/art_intl.txt)

202Stanley J. Grenz, Etos Posmodern (online document : http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed/edisi/index.php?isi=edisi&reformed_id=13).

Page 134: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

123

sesederhana itu. Sebab, yang ber langsung dalam proses tersebut adalah

transmisi pik iran dan kesadaran, bukan fis ik secara keseluruhan.

Kembal i pada pengalaman Zalesk i, di mana fokus perhat ian

tersedot sepenuhnya pada layar dan timbul perasaan tanpa beban hingga

dua jam ter lewati tanpa sadar. Sementara , Zalesk i mengungkapkan

pengalaman per tamanya melakukan meditasi : “Dua puluh tahun yang

silam, ket ika saya untuk per tama kal inya mencoba bermeditasi, saya

meletakkan bantal di atas lantai , lalu duduk bersila di atasnya, dan

menutup mata.”203 Apa yang dia lami kemudian, dapat diband ingkan

dengan pengalaman per tamanya menjelajahi dunia vir tua l:

“Saya ternyata tidak betah, berusaha untuk tetap duduk, takmelakukan apa-apa kecuali memperhatikan pikiran saya sendiri. Tubuhsaya memberontak dan begitu juga kepala saya. Belum sampai satumenit berlalu, saya meloncat seolah-olah disengat oleh lebah. Sayameninggalkan ruangan, menyalakan TV, mematikannya, melangkah lagi.Saya merasa diri saya bagaikan bertebaran seperti halnya bola biliarsetelah disodok.” 204

Selanjutnya, hal sama dialami Zalesk i ket ika memula i lag i meditasinya.

Setelah sebulan mencoba, Zalesk i berhas il duduk diam selama lima

menit. Yang dilakukan Zalesk i selama meditasi ada lah menyadari

gerakan dan ker ja tubuhnya secara keseluruhan. Ber tentangan dengan

itu, ket ika dia “me layang -layang” di dunia dig ita l, ter jad i proses

berkebalikan, gerakan dan kerja tubuh menjadi samar-samar.

Bagi Zalesk i, ket ika menumpukan kesadaran pada badannya

203Ibid 184.

204 Ibid

Page 135: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

124

sendir i, dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia laminya di

kehidupan sehari -har i: “Hampir set iap har i kita berangkat, dar i pagi

hingga malam, tanpa member i pik iran ket iga kepada napas kita, atau

lebih dar i per -hatian sesaat. Bahkan ket ika berusaha, sul it sekali untuk

tetap waspada pada napas selama leb ih dar i satu menit. Pik iran, pera-

saan, sensas i fis ik menggelincirkan perhat ian.”205

Implis itnya, “tubuh” memili ki kemandirian dan “kesadarannya”

sendir i. Dalam keseharian, fokus atau kontro l pada “tubuh” menguat dan

merata secara tak mencolok. Gerakan tubuh bekerja “otomatis” dan

sifatnya tidak sadar. Meditasi mampu meluaskan wilayah “kesadaran”

terhadap areal yang sebelumnya merupakan cakupan “ketidaksadaran”,

maka ter jad i “pemberontakan” oleh tubuh. Sebaliknya, selama

penjelajahan di alam vir tua l fokus ke seluruh tubuh tidak ditekankan,

sehingga ket idaksadaran bangki t mendominasi kesadaran kita 206.

Dualitas fokus perhat ian berupa “kesadaran” dan impuls -impuls

“ketidaksadaran” mewarnai perpindahan kesadaran antara layar

(cyberspace) dan dun ia “fi sik” (terrar ium). Saat fokus perhat ian

menumpuk pada indera-indera yang ikut mengalami sinkronisasi (“d iri”

terperangkap dalam indera dan layar) , kontro l terhadap ket idaksadaran

205 Ibid.206

Perhatikan kembali apa yang Zaleski lakukan ketika “tubuhnya” memberontak dari fokusperhatiannya yang menguat. Dia meninggalkan ruangan dan menonton televisi. Denganberdiri dari posisi duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan, fokus atas tubuh dibawakembali pada titik stabil perhatian pada tubuh di mana ‘ketidaksadaran’ kembali lepas dariikatan “kesadaran”. Hal ini tidak cukup karena fokus perhatian terlanjur menguat, Zaleskibutuh melarikan diri lebih jauh darinya, dan dia menemukannya pada layar televisi. Denganmemfokuskan diri pada layar televisi, proses di mana peristiwa sinkronisasi antara kesadarandengan layar terjadi, tubuh terlepas sepenuhnya dari fokus perhatian dan“ketidakseimbangan” antara kesadaran dan ketidaksadaran menjadi tuntas. Apa yang terjadipada proses ini mirip sebuah pendulum yang jika bergerak terlalu jauh ke satu sisidiseimbangkan dengan menggerakkannya ke sisi lain dengan sengaja.

Page 136: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

125

tubuh melemah serta dorongan yang ada menguat. Sebaliknya, fokus

atau kontro l ket idaksadaran yang berfungsi kuat ket ika meditasi serta

bekerja pada batas “normal” di kehidupan sehari -har i, melemah.

Sehingga, terjad i pembal ikan pos isi antara fokus kontro l pada “reali tas

fis ik” dengan “reali tas vir tual” sepert i format diagram di bawah:

BAGAN 3.1 “Sinkronisasi” dan “Pemrograman ulang atas ketidaksadaran”dalam arus interaksi antara “realitas fisik” dengan “realitas virtual”.

Diagram di atas menggambarkan, saat “subyek” menjelajahi

“dunia vir tua l” tidak ada pemisahan secara tegas antara

“ketidaksadaran” pada tubuh dan “kesadaran” pada fokus perhat ian,

yang terjad i hanya pergantian dominasi antara keduanya. Pada “reali tas

layar”, bangki tnya “ketidaksadaran” menyebabkan “subyek” merasa

tidak berbeban, bahagia, bebas dan tidak ada batas dengan “obyek”

(li hat panah bawah menunjukkan di mana sinkronisasi ter jad i).

Page 137: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

126

Kemawasan melemah atau menurun. Pada tahap ini fokus dan perhat ian

sadar menjadi lengah dan memungkinkan ter jad inya “pemrogaman ulang

kesadaran”, yai tu proses ket ika “kesadaran” dikembalikan dar i “rea litas

vir tual” ke “reali tas fis ik” , bentuk program dan konstruks i teknologi

layar terbawa dan ter tanam di wilayah ket idaksadaran dalam keh idupan

sehari-har i. Proses ini melelahkan fis ik dan mental sepert i yang

dirasakan oleh Zalesk i. Kelelahan terjad i karena konstruks i kesadaran

pra -sinkronisasi berusaha menyesuaikan “di ri” dengan “bangunan” dunia

di layar. Layar membatasi kesadaran, dan fokus perhat ian mengikuti ke

mana layar mengarahkannya. Akibatnya, mental bergerak terus

mel ibatkan ker ja sejumlah indera, proses ini menguras energi fis ik

maupun mental.

Proses-proses di atas ber langsung tidak sekedar dengan internet

saja, juga ter jad i ket ika menonton televi si, menonton film di gedung

bioskop, mendengar rad io, bahkan saat membaca sebuah novel dengan

serius. Hanya saja mas ing-mas ing memili ki batas pola dan tit ik awal

sinkronisasi yang berbeda. Pemaka ian teknologi yang sifat fokus

kesadarannya ter letak pada gerak fis ik (seper ti mengendarai mob il atau

sepeda motor 207), sinkronisasi ter jad i dengan cara mempengaruhi

kesadaran, kemampuan dan fungsi fis ik dengan cara yang berbeda.

Pengendara mobil akan canggung dan membutuhkan sinkronisasi ket ika

dia mengendarai sepeda motor, beg itu juga sebaliknya. Sama juga

207 Pada saat mengendari mobil atau sepeda motor, sebenarnya indera-indera yang biasanyaberfokus pada “layar” seperti pada cyberspace juga terfokus pada “layar” dalam tipe yangberbeda, bukan karena kesenangan tapi lebih karena kewajiban, seperti halnya rambu-rambulalu lintas dan struktur jalan. Hanya saja pada contoh di atas bagian ini agak diabaikanuntuk memberikan contoh bagaimana sinkronisasi manusia dan teknologi yang terjadi padatahap fisik saja.

Page 138: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

127

dengan medium-medium teknologi yang berbeda-beda memberikan

model sinkronisasi yang berbeda pula208. Hal ini mempengaruhi tahap

selanjutnya, yai tu bagaimana model program dan konstruk dibangun

dalam ket idaksadaran subyek.

Pola pemrograman ulang atas ket idaksadaran, model dan psikis

teknologi yang berbeda akan member ikan penyesuaian yang berbeda

pula pada ket idaksadaran baru. Hal ini tidak sama dengan kontro l

kesadaran melalu i penanaman chip dalam otak yang sifatnya fis ik dan

organi s, namun merupakan “penanaman” pola-pola baru dalam

ketidaksadaran manusia yang bers ifa t “ps iki s”. Melalu i ket idaksadaran

teknologi s yang terbentuk dar i “reali tas vir tua l” layar, “teknolog i

global” bekerja dengan cara-cara yang belum pernah diraih sebelumnya.

Ket ika Zalesk i ter sinkronisasi dengan arus layar, bersamaan itu

pula banyak orang dar i “belahan bumi berbeda” melakukan hal serupa,

dan mereka memasuki program yang bekerja mir ip “bo la peta dunia”

dalam membangun imaji bumi “tunggal” yang univer sal , meski dalam

bentuk yang lebih “susut” di mana set iap orang sal ing terkoneks i.

“Penyusutan” ini bukan “jarak” material, namun suatu pembangunan

kontruksi “ruang” baru yang tampak terpisah dar i “dunia materi”.

“Ruang” baru itu tidak pernah dianggap sebagai “dunia” yang terpisah,

karena imaji dunia materi tetap menyer tai “ruang” atau “dunia” baru.

Dunia baru semakin eks is jika bergabung dengan sifat struktur dun ia

material. Sebaliknya, “ruang” baru juga memiliki struktur bangunan dan

208 Namun sinkronisasi ini tidak hanya dijalani oleh subyek saja, tapi teknologi juga melakukanpenyesuaian wujud sehingga mempelancar proses tersebut, baca tentang “diri” lain dalamrealitas virtual pada penjelasan di atas.

Page 139: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

128

program tersendir i yang berbeda.

Dalam “reali tas vir tua l” identi tas menjad i anonim dan tidak

konsis ten dengan “reali tas fis ik”,209 tetapi kesadaran batas “reali tas

fis ik” tidak hilang beg itu saja. Batas-batas itu muncul dalam format dan

tujuan yang berbeda. Identi tas vir tual, domain negara, jen is kelamin,

bahasa yang berbeda tetap “ada”, walaupun sifatnya tidak paralel

dengan kenyataan fis ik dan leb ih mir ip imajinasi yang diakui sebaga i

“batas-batas nyata”. Set iap orang mengkreas i identi tasnya sendir i

berdasarkan batas-batas yang mengikat dia sehari -har i. Seh ingga

keterbatasan subyek karena identi tas relati f tidak terasa, sebaliknya,

batas-batas tersebut memperjelas universal itas rea lit as vir tua l dengan

berperan sebaga i pembanding bag i batas-batas “dunia material”.

Bayangkan seseorang tingga l wilayah geografis ter tentu dan

menonton televi si. Pada layar, dia menyaksikan kehidupan dan

kebiasaan suku terasing di Afr ika, yang letaknya ribuan mil dar inya

secara fis ik. Saat itu , dia merasakan sensas i berbeda secara bersamaan.

Di layar televi si dapat dil ihat per ist iwa yang tidak bisa dia amati secara

mata telanjang, seh ingga dia merasakan adanya “kedekatan ruang”.

Namun “kedekatan ruang” juga tidak muncul jika “reali tas fis ik” yang

mewaki li keterp isahan jarak tidak disadari.

209Sejak 1996, Negara Bagian Georgia di Amerika Serikat melalui H.B. 1630, sebuahamandemen pada the state’s Computer Systems Protection Act (Hukum PerlindunganTerhadap Sistem Komputer), dapat dimungkinkan bagi seseorang untuk: “knowingly totransmit any data through a computer network [using] any individual name . . . to falselyidentify the person . . . transmitting such data.” Wallace sendiri memberikan penegasanatas amandemen ini, menurutnya, “Anonymity and pseudonymity are built into thearchitecture of the Net.” Lihat: Jonathan D. Wallace, Nameless in Cyberspace Anonymity onthe Internet (CATO Institute Briefing Papers, No. 54, 8 Desember 1999), hal 3-4.

Page 140: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

129

Sepert i Ell ie dengan kontemplasinya, di satu sis i dia sadar adanya

“batas lurus”, namun kesadaran ini dikontraskan dengan kesadaran lain

yai tu bumi bulat “yang sebetu lnya”. Maka ket ika “Afrika” di televi si

terasa dekat dengan subyek apabila subyek menyimpan ingatan bahwa

Afr ika “yang sebetu lnya” letaknya jauh dar i tempatnya berdir i. Namun

“kedekatan” tersebut terasa leb ih rii l dan terobservasi oleh indera-

indera subyek dar ipada jarak Afr ika yang jauh, kedekatan “obyektif”

dan “universa l” ini leb ih diterima dar ipada fakta kedua. Hal ini menjadi

proses ket idaksadaran diingat terus walaupun “Afrika” dalam layar tidak

muncul dalam “reali tas empiri s”. Memori ini akan muncul kembal i set iap

subyek mengingat Afr ika. Sepert i Ell ie yang menolak kenyataan batas

rata pada hor ison danau yang dia amati dengan memorinya tentang bumi

bulat yang leb ih “ri il” .

Cara seperti menonton Afr ika di layar terus terjad i ket ika kontak

dengan layar ber langsung dalam waktu kontinu dan terus menerus.

Semakin kontak dengan layar ser ing terjad i, ket idaksadaran teknologis

terbentuk semakin kuat dan terasa rii l. Ket ika “kedekatan vir tual”

terasa nyata dan koneks i yang terelabolasi dalam realit as semakin

banyak, subyek yang ter libat merasakan kehadiran subyek lain menguat:

“On the skin-tis sue plane, our left brains are limited to mechanica l-

material forms. But in ScreenLand our right brains are free to

imagineer dig ita l dreams, vis ions, fictions, concoctions, hal luc inatory

Page 141: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

130

adventures. All these screen scenes are as real as a kick-in-the-pants as

far as our bra ins are concerned .” 210

Pik iran set iap orang berpengaruh pada pik iran subyek lain (dan

tentu saja terdapat program teknologi s yang membentuk semua pik iran

yang ter libat) . Selanjutnya terjad i proses sepert i ditunjukkan oleh

budaya massa, semua orang bergerak mengikuti pola sama, walapun

tidak seragam secara fis ik. Subyek sal ing “mengawas i” satu sama lain

walaupun tidak mel ihat wujud kongkret mas ing -masing.

Dalam layar, ragam impuls -impuls ket idaksadaran dun ia fis ik

digabungkan dalam satu lingkaran. Karena itu, dalam layar per temuan

satu “subyek” dengan “subyek/obyek” lain adalah bertemunya impuls-

impuls di cyberspace. Di “dalam”, subyek menemukan kesesuaian arah

dan pola antara impuls –impuls “subyek” lain dengan impuls dir inya.

Karena pola ini sifatnya tidak memaksa dan merupakan pelepasan

(pembebasan) dar i kontro l sos ial yang ber langsung, maka tidak dirasakan

sebaga i morali tas masyarakat yang terwujud pada superego. Karena itu

regulasi yang ber langsung dalam proses ini tidak berbentuk hukuman

atau ancaman, tap i leb ih berupa pengas ingan dengan “kehendak dir i”

atau penolakan terhadap “reali tas ”. Yang dituntut pada kebersamaan

bukan ketaatan, tap i penyesuaian dir i pada satu pola arah yang

“obyektif”.

Demikianlah teknologi global bekerja melalu i layar, dan

menghasilkan pola yang cenderung menuju satu arah, namun subyek

merasakan tidak ada paksaan dan kecenderungan yang ditentukan.

210 Ibid 188., op.cit.

Page 142: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

131

Dalam proses ini yang terjad i ada lah sinkronisasi 211 (ba ik dengan

teknologi maupun impuls -impuls lainnya), bukan ancaman kekuasaan

pengontrolan manusia oleh teknologi di mana keduanya adalah rea litas

terpisah dan berhadapa n sepert i yang ditakuti oleh Fromm dan teman-

temannya pada era 60-an. Sebagian art i “hantu” yang disadari Fromm

memang menjad i kenyataan dalam pola kekuasaan tanpa badan

cyberspace, tap i “hantu” itu hadir terutama pada regulasi

ket idaksadaran manusia.

Ketika Fromm bicara tentang humani sas i atas masyarakat

teknologi s, dia menuli s: “Komputer harus menjad i menjad i bagian

fungsional dalam orientasi -hidup sis tem sosial , dan bukan menjadi

“kanker” yang menimbulkan bencana dan akh irnya membunuh sis tem.” 212

Selanjutnya, juga ditetapkan relasi manusia-teknologi yang layak

menurutnya: “Manus ia dan komputer harus menjad i sarana untuk

mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan oleh ras io dan kehendak

manusia.” 213 Singkatnya, relasi manusia sebagai “tuan” dan teknologi

sebaga i “budak” harus ditegaskan kembal i agar pos isi ini tidak berubah.

Ket ika cyberspace lah ir sebaga i impuls -impuls dasar baru, tujuan

Fromm meng-humani sas i-kan teknologi boleh dikatakan “terwujud”.

Tapi bersamaan dengan itu, manusia tanpa sadar dibawa ber lahan pada

satu arah baru, layaknya seorang “tuan” yang mulai terpengaruh oleh

“budak” kesayangannya tanpa merasa dikuasai. Tidak ada peran

“subyek”, atau “obyek” mut lak pada relasi ini , manusia dan teknologi

211global atau world brain hanya salah satu dari contoh yang diberikan di atas.

212Ibid 120., op. cit., hal. 94

213 Ibid

Page 143: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

132

sal ing menyesuaikan dir i dan mengarahkan mereka bersama-sama pada

terciptanya komuni tas utopia baru didasarkan pada “kebersamaan”,

“kebebasan” dan “kebahagiaan”.

Page 144: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

133

BAB IV

PEMBAH AS AN

A. TE LE TU BB IE S: BA YI TE KN OL OG IS

1. Teletub bies seb agai budaya populer: pergulatan antara

ideal isme dan bisn is

Teletubbies dibuat atas pesanan dar i sta siun televi si BBC sebaga i salah

satu acara favori t untuk anak kec il berusia 2-5 tahun, di mana

akt ivi tasnya leb ih banyak di dalam rumah karena belum sekolah. Anne

Wood214 dan Andrew Davenport215 dar i Ragdol l Company Ltd, 216 sebagai

pihak yang menerima tender dan mengkonstruksi rancangan membuat

Teletubbies menjad i program pendid ikan bahasa bagi anak usia pra

sekolah.

Sejak debut pertama diumumkan oleh BBC 217 pada Maret 1997,

hingga kin i, Teletubbies telah mencapai 365 episode 218 dengan pan jang

214 Anne Wood adalah pendiri dan Creative Director dari Ragdoll Company Ltd. Lahir diSpennymoor, Co. Durham, pada tahun 1937. Pernah menjadi guru sastra dan bahasa Inggrisuntuk anak-anak usia 12-18 tahun. Anne Wood meyakini televisi memiliki peran yang pentingsebagai sumber yang membangun imajinasi anak-anak. Selain Teleubbies, Wood juga terlibatdalam serial televisi anak-anak lainnya seperti: Rosie and Jim, Tots TV dan Brum.

215Asisten produser dan penulis naskah bagi 365 episode Teletubbies.

216 Ragdoll Company Ltd. didirikan oleh Anne Wood pada tahun 1984 di Birmingham, Inggris.Merupakan badan usaha “independen” yang Bergerak di bidang produksi acara anak-anak.

217British Broadcasting Corporation atau BBC. Bersama dengan CBS (Columbia BroadcastingSystem), NBC (National Broadcasting Company), ABC (American Broadcasting Company) danCBC (Canadian Broadcasting Corporation), BBC termasuk lima raksasa dalam bidangpenyiaran radio dan televisi di dunia (Naisbitt & Aburdene: Ibid 57., op. cit., hal. 140).Semuanya adalah perusahaan yang berperan penting bagi kepentingan penyebaran budayapopuler kepada kalangan publik dunia dalam bahasa Inggris maupun bahasa lainnya melalui“industri acara televisi”.

Page 145: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

134

24 menit untuk tiap epi sode. 102 stasiun telah membel i program ini , dan

menerjemahkannya dalam 41 bahasa. Bahkan dengan bantuan teknologi

sateli t, Teletubbies dapat dis iarkan leb ih dar i 120 negara atau lima

benua di seluruh dunia. 219 Menggenapi prestasi ini , sederetan

penghargaan diterima oleh Teletubbies dar i publik negara sepert i Jepang

(1997), Jerman (1998) , Amerika (1999) dan berbagai penghargaan dar i

lembaga pemerintah maupun swasta di Inggr is (1997 -2001). Sederatan

prestasi ini mencerminkan sifat universal Teletubbies sebaga i budaya

pop anak-anak yang diterima dengan tangan terbuka di banyak negara

ber latar belakang budaya berbeda. Karakter ini bukan hanya semata -

mata disebabkan oleh sikap pos iti f dan terbuka dar i “warga dunia”

terhadap segala produk populer sepert i Teletubbies. Kesuksesan ini

ternyata tidak ter lepas dar i usaha kreatornya mengkreas i acara yang

dapat menarik simpat i anak-anak seluruh dunia.

Menurut Andrew Davenport, keragaman bahasa yang digunakan

Teletubbies di berba gai negara tidak akan mengubah isi dan pesan yang

akan dibawakan oleh Teletubbies 220. Di Estonia misalnya, Teletubbies

dikena l dengan bahasa setempat sebaga i Teletupsuds. Sedangkan di

Fin landia , keempat tokoh utama dalam Teletubbies diberi nama yang

berbeda dar i asl inya. “Tinky Winky” diubah menjadi “Ti ivi Taavi” ,

“Dipsy” menjadi “Hipsu”, “Po” menjad i “Pai”, dan hanya “Laa-Laa”

218Hal ini menunjukkan bahwa Teletubbies disiapkan untuk ditayangkan setiap hari secarapenuh dalam setahun kalender Masehi, yaitu 365 hari. Jadi seperti penggambaran dalamTeletubbies di mana acara dimulai saat matahari terbit dan selesai pada saat mataharitenggelam, satu episode dalam Teletubbies adalah “satu hari” dalam Tubbyland.

219 Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbiescoverage.html.Untuk data lengkap bisa dilihat pada Lampiran C.

220 Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies192.html

Page 146: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

135

yang tetap dipertahankan namanya sepert i asa lnya. Anne Wood

member ikan contoh ekstrim lain rekonstruksi ulang Teletubbies oleh

berbagai negara berbeda.221 Amerika tidak segan-segan mengganti suara

narator yang sebelumnya ber logat Inggri s Bri tish, dengan warna suara

yang ber logat Inggri s Amerika. Di Por tugal, isi cer ita Teletubbies

dipotong-potong dan diraki t ulang menjad i cer ita baru. Walaupun

demikian, hal ini tidak menjad i masalah bag i Wood maupun Davenport.

Sebaliknya Anne Wood malah menantang negara-negara lain untuk

melakukan hal sama: “We hope to encourage other countr ies to make

their own inserts and then we can show some of them in the

Teletubbies programmes broadcast by the BBC and other stations ,”

Demikian ajakannya 222. Bisa jad i sikap fleksibel dan terbuka untuk

adaptasi dalam bentuk pal ing ekstrim sekalipun ini ada lah salah satu

kunci sukses diterimanya Teletubbies di publik antarnegara. Namun,

sikap ini bisa juga ditafs irkan secara lain. Dengan toleransi ber lebihan

sepert i ini bisa bermakna bahwa bag i Ragdol l maupun BBC mengha lalkan

segala cara dengan tujuan sekadar memper luas dan memper lancar

ekspansi pasar hingga taraf internasional. Kedua kemungkinan di atas

semuanya sama mungkinnya.

Oleh karena itu, ada dua perspekti f untuk menyorot akar

keberhasi lan Teletubbies; Pertama, sejalan dengan pendapat Wood dan

Davenport, di mana Teletubbies ada lah jen is produk yang

menggabungkan pendidikan dan entertainment yang sengaja di

221Ibid., loc. cit.

222 Ibid.

Page 147: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

136

konstruks i dalam suasana culture free, seh ingga perombakan isi dar i

Teletubbies tidak akan mempengaruhi tujuan yang ing in dicapa i oleh

Teletubbies. Sementara pada tataran argumen kedua, Teletubbies

dil ihat dar i kepent ingan bisnis belaka yang penjua lan hak lisens i

tayangan dan merchandise-nya mengalahkan segala -galanya, termasuk

isi dan tujuan yang ing in disampaikan oleh Teletubbies. Baik dar i

perspekti f per tama maupun kedua, Teletubbies mencerminkan dualisme

kontradikt if dar i budaya populer yang did iskusikan pada Bab I. Dalam

konteks yang leb ih spesif ik kedua perspekti f tersebut akan dibahas pada

kaj ian di bawah.

Sebaga i mes in bisnis BBC, kesuksesan Teletubbies tidak diragukan

lagi. Di Indonesia sendir i, produk -produk mainan, pakaian dan aksesori

dengan tema keempat boneka tubbies menjamur, dar i toko mainan besar

sepert i Kidz Station maupun versi bajakan yang dijual di kak ilima. BBC

pernah membuat pengumuman resmi untuk mengancam pembajak

Teletubbies di Indonesia den gan tuntutan hukum, walaupun sampai saat

ini belum ada satupun kasus yang diajukan. Dalam kasusu ini , BBC

kurang ser ius mengeluarkan ancaman. Hal ini tidak mengherankan,

sebab dar i pendapatan merkandis , penjua lan hak siar, video dan buku

cer ita saja, angka pendapatan Teletubbies sudah tergolong besar.

Misalnya, untuk sebuah boneka mainan dengan lisens i resmi dar i BBC

Teletubbies yang dijual di Singapura harganya mencapai 15.000, - Dol lar

Singapura perbuah. Buku cer itanya sebanyak 10 judul, diterb itkan PT

Gramedia Pustaka Utama dengan hak penerbitan dar i BBC Wor ld Wide

Inggri s, harga pasarannya mencapai Rp. 7.000, - perbuku. Sedangkan VCD

Page 148: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

137

asl i dijual dengan harga Rp. 29.000,- perkep ing 223. Leb ih menarik lag i,

ternyata his ter ia pada Teletubbies tidak didominas i kaum anak-anak,

tapi juga orang dewasa. Selain itu, di mana-mana acara yang

menampilkan teletubbies mendapatkan sambutan hangat. 224 Semua ini

adalah aset dan keuntungan ekonomi bag i BBC.

Namun, baik BBC maupun Ragdol l sama-sama memili ki alasan

sendir i untuk menolak bahwa keuntungan pendapat besar -besaran

tersebut merupakan tujuan utamanya. Bag i Wood, tanpa menyebut

angka pasti, sebagian besar pendapatan dar i penjua lan merchandi se

digunakan untuk menutupi angka biaya pembuatan Teletubbies yang

cukup besar. 225 Jawaban ini , sementara dapat diterima, mengingat

hingga kin i baik BBC maupun Ragdol l tetap merahasiakan besar biaya

yang dihabi skan untuk memproduksi Teletubbies. Namun, jika jawaban

resmi ini tidak juga dapat menarik simpat i publik , Wood dan Davenport

telah menyusun jawaban lain. Terutama, yang ditekankan di sin i adalah

bahwa Teletubbies memang dibuat sebagai produk culture free:

“Through the magic of Tubbytronic technology the Teletubbies can

make the programme to suit many different cultures around the world.

This means that chi ldren in any country feel really comfortab le with

the Teletubbies because they speak in the ir language and show aspect s

223“Oh...Oh...Dunia “Teletubbies”!”, Harian Kompas, Minggu, 6 Mei 2001, hal. 14.

224Harian Jawa Pos, Senin Legi, 30 April 2001, hal 13. Tulisnya: “GANDRUNG: BonekaTeletubbies yang disiarkan Indosiar benar-benar jadi idola anak-anak.[...] Acara yang digelarKacang Dua Kelinci bekerjasama dengan Sri Ratu dan JPNN ini mampu membuat anak-anakhisteris.”

225Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies191.html. Untukdata lengkap bisa dilihat pada Apendiks C.

Page 149: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

138

of local life in the inserts.” 226 Mereka sepaham bahwa Teletubbies

memili ki daya adaptasi terhadap perbedaan kultural dan aspek lokal, dia

mampu mengikat semua perbedaan kul tural dalam satu arus program.

Walaupun, fak ta kepent ingan bisnis yang cukup menggiurkan

merupakan alasan yang kuat. Beg itu juga dengan “tujuan ideal” yang di

atas ada lah fak tor yang tidak dapat diabaikan beg itu saja. Mengingat ,

bahwa sambutan publik yang antusias mengisyaratkan bahwa Teletubbies

memili ki pengaruh lintas budaya. Dalam berbagai kesempatan bisa

dikatakan kedua tujuan tersebut: bisnis dan ideali sas i berjalan ber sama-

sama sal ing menunjang antara satu sama lain. Dengan memiliki karakter

lintas budaya, Teletubbies menjad i lebih mudah dijual . Sedangkan

dengan tujuan mengeruk keuntungan sebesa r-besarnya Teletubbies harus

di buat mudah diterima oleh berbagai bentuk pasar yang bervar ias i227.

Sebagai budaya populer, kedua unsur yang sepintas ter lihat kontradiktif

tersebut bekerja secara rapi dalam satu jal inan. Di sin i lah, dua unsur

kekuatan yang mendukung Teletubbies, selain fak tor ket iga yang akan

kita bahas lebih lanjut .

226 Online document: http://www.bbc.co.uk/education/information/faq/abroad.shtml. Untukdata lengkap tentang tanya jawab dengan Anne Wood dan andrew Davenport bisa dilihatpada Apendiks C.

227Menurut Kenichi Ohmae, menghasilkan produk yang universal sekaligus dapat diadaptasidengan mudah oleh lokal adalah salah satu strategi pemasaran yang berlandaskan perspektifglobal: “In high school phycics, I remember learning about a phenomenon called diminishingprimaries. If you mix together the primary colors of red, blue, and yellow, what you get isblack. If Europe says its consumers want a product in green, let them have it. If Japan saysred, let them have red. No one wants the average, No one wants the colors all mixedtogether. Of Course it make sense to take advantage of, say, any technologicalcommonalities in creating the paint. But local managers close to local costumers have to beable yo pick the color.” Baca tulisannya berjudul Managing in a Borderless World, dalambuku berjudul The Evolving Global Economy. Making Sense of the New World Order (Boston:A Harvard Business Review Book, 1995), hal. 274.

Page 150: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

139

2. Sinkronisasi anta ra “dunia anak -ana k” dan “dunia laya r”.

Press release yang diadakan BBC tanggal 31 Maret 1997 untuk

memperkenalkan Teletubbies pada publik Inggri s, Anne Wood228

menekankan bagaimana dun ia teletubbies dibangun secara uni versal :

“The Teletubbies live in the land where televi sion comes from, in the

land of chi ldhood, in the land of nursery rhymes.” 229 Mengacu pada

pernyataan ini , sangat ditekankan hubungan Teletubbies dengan televi si

dan anak-anak dalam kacamata Wood. Dun ia Teletubbies ada lah dunia

televi si, sekaligus juga dunia anak-anak yang nyaman 230. Dengan kata

228 Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa and Po are the Teletubbies, press release dari BBC. Dapat ditemukan di website resmi milik BBC, http://www.bbc.co.uk/education/teletubbies/

229 Online document: http://www.bbc.co.uk/education/information/faq. Untuk data lengkaptentang tanya jawab dengan Anne Wood dan andrew Davenport bisa dilihat pada Apendiks C.

230 Kata “Teletubbies” sendiri terdengar dekat dengan istilah “televisi”. “televisi” berasal daribahasa Inggris television, yang berasal dari kata tele (Bahasa Yunani untuk menyebut “jauhdari” atau “jarak”) dan vision (Bahasa Inggris yang biasanya diartikan sebagai “melihat”).Dengan kata lain, televisi bisa diartikan sebagai “melihat dalam suatu jarak tertentu (jauh)”.Sedangkan “Teletubbies” memiliki makna yang lebih rumit daripada yang dikira. Sepertihalnya kata “televisi”, bagian awal dari kata “Teletubbies” juga berasal dari Bahasa Yunani,yaitu tele. Sedangkan kata keduanya adalah tubbies. Tubbies bisa berasal dari kaya jamakuntuk keempat tokoh utamanya yang diberi nama tubby. Jika pengertian “Teletubbies”semata-mata merujuk pada keempat tokoh, istilah ini bisa berarti: “Para tubby (atautubbies) yang berada pada suatu jarak atau suatu tempat yang jauh”. Kata tubby, dalamdefinisi kamus Webster memiliki dua makna yaitu: “1. shaped like a tub; 2. fat and short”.Jika mengikuti definisi ini, berarti kata tubby bisa berasal dari kata tub yang bisa berartibeberapa makna antara lain: “1. a round, broad, open, wooden container, usually formed ofstave and hoops fastened around a flat bottom; 2. a bucket or tram for carrying coal, ore,etc, in a mine; 3. short for BATHTUB (bak mandi); 4. a slow-moving, clumsy ship or boat.Pada dataran pemahaman ini, “Teletubbies” juga bisa berarti “sebuah daerah yang luas,lebar dan memiliki sifat menampung di mana berada di suatu tempat dengan jarak tertentu(atau jauh).” Atau juga berarti para tubbies adalah makhluk dengan bentuk tubuh “gemukdan pendek.” Baik definisi satu, dua dan tiga, semuanya sesuai untuk menggambarkanbagaimana keadaan dalam Teletubbies. Pada definisi pertama memberikan pengenal secarasepintas apa itu Teletubbies. Pada definisi kedua, menyinggung karakter dari tubbyland yaitu“tanah lapang yang luas dan berisi banyak hal”. Sedangkan pengertian ketigamenggambarkan karakter umum fisik para keempat tokoh utama.

Lebih lanjut lagi penulis menemukan dugaan lain, yaitu bahwa kata tubby atau tubbiesbukan sekadar merupakan deviasi dari istilah tub, melainkan juga merujuk pada kata tubeyang dekat secara fonem maupun makna. Tube berasal dari istilah tubus (Latin) atau “pipa”.Kata tube dalam Bahasa Inggris bisa berarti sebagai “saluran” maupun “tabung” (kedua kataini sering digunakan untuk menyebut tabung atau saluran televisi, sedangkan kata “saluran”sering digantikan dengan kata channel, yang menggambarkan perbedaan gelombang transmisiantar stasiun pemancar yang berbeda. Jadi kata “saluran” di sini berbeda dengan katachannel. Lebih tepatnya, “saluran” yang dimaksud di sini adalah medium yangmenghubungkan televisi dengan stasiun transmisi). Dan perkembangan istilahnya di Amerika,

Page 151: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

140

lain, Teletubbies menggambarkan bagaimana jika “dunia televi si” (atau

teknologi layar) bersenyawa dengan “dunia anak” yang permeabel , dan

has ilnya ada lah keempat tubbies; Tinky Winky, Dipsy, Laa -Laa dan Po:

“We did this by tak ing a televi sion - the most magica l piece of

technology for a chi ld - and it put on the tummy of a soft toy.” We

developed the characters from that, creating technologica l babies - the

Teletubbies .” 231

Bagi Anne Wood para tubbies ada lah, “They are babies ,

technolog ica l bab ies ... , Like chi ldren, they also imitate what they hear,

so they wil l attempt to speak lke the Narrator and sometimes like the

Voice Trumpets.”232 Jelas bag i kita bagaimana dun ia teknologi dalam

Teletubbies tidak terpengaruh oleh modifi kas i budaya yang dil akukan

terhadapnya. Karena teknologi diperkena lkan bersifat uni versal ,

sedangkan anak-anak usia 2-5 tahun ada lah subyek yang kurang

dipengaruhi nilai-nilai kul tural. Dalam Teletubbies kedua dunia

disatukan oleh teknologi layar: “The voice trumpets represent the many

technolog ica l dev ices that are a natura l part of a chi ld’s life.” 233

Teknologi ada lah bag ian “alami” dar i anak-anak yang ada di luar ikatan

budaya.

the tube adalah slang word yang digunakan untuk menyebut “televisi”. Jika kata tubby atautubbies berasal dari kata tube, maka pengertian “Teletubbies” semakin luas. Selain sebagaisalah satu acara televisi, istilah “Teletubbies” juga bisa berarti: 1. “saluran” atau “tabung”yang menghubungkan antara dua tempat atau lebih dari suatu jarak; 2. sinonim dari kata“televisi”; 3. “saluran” atau “tabung” dalam “televisi”.

231 Ibid ., loc .cit.232 Ibid.233

Online document: http://www.bbc.co.uk/education/information/faq/teletubbyland.shtmlUntuk data lengkap tentang tanya jawab dengan Anne Wood dan Andrew Davenport bisadilihat pada Apendiks C.

Page 152: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

141

Namun, banyak kalangan tidak sependapat, terutama yang

mengangga p teknologi tidak selalu netral sifatnya, tap i mempromosikan

nilai -nilai tertentu: “In the context of the new educat ion outcomes,

that means opening young minds to global bel ief s and values. The

Teletubby world is the ir best attempt to touch pre-schoolers with the

seeds of the new ideology .”234 Para pemimpin sekuler diduga

berkomplo t dibelakangnya dengan agenda tersembunyi: “Our polit ica l,

educat ion, and media leaders want to introduce these inf luences ear ly -

- before chi ldren become ‘indoctrinated’ with Biblica l truths .” 235

Argumen ini diwarnai ide tentang persaingan ideologi, dan mengamati

Teletubbies sebaga i alat pol iti s untuk kepent ingan pihak ter tentu.

Pendapat ini ber tolak belakang dengan keyakinan publik .

Kebanyakan kalangan publik , terutama Indonesia, menerima Teletubbies

semata-mata hanya sebagai tontonan anak-anak yang ringan 236. Anggapan

ini memang tidak sepenuhnya kel iru, karena format Teletubbies sendir i

menunjukkan cir i-cir i bahwa acara ini ditujukan semata-mata pada

bal ita237. Namun persoa lannya jad i lain, sebab Teletubbies membawa

serta nubuat tentang bagaimana relasi antara manusia dan teknologi

234 Kjos, Berit, "Edutainment" How Teletubbies Teach Toddlers, (Online document:http://www.crossroad.to/index.html, tahun tidak tercantum).

235Ibid., loc.cit. Sebagai data pembanding tentang pandangan-pandangan yang mengkritikTeletubbies, kunjungi juga website yang terdaftar pada berikut ini: [1]http://moose.spesh.com/teletubbies/index.html [2] http://www.geocities.com/Enchanted-Forest/Dell/7306/ [3] http://www.tangh.demon.co.uk/tubbytoast/index.html [4] http://members.tripod.com/~tubbies

236 Harian Kompas, Minggu, 6 Mei 2001, Hal. 13 dan 14237

Anne Wood sendiri berkata, “...from children. All our ideas come from children. 'Ragdollworks for children' is our mission statement because, for everything we do, we watch andobserve children: how they play; how they talk; and how they react to the programmes wemake.” Lihat Lampiran C.

Page 153: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

142

ter ikat dalam jal inan “obyektif” dan “natural”. Dan karenanya , jelas

ideologi ter tentu eks is di bal iknya.

3. Teletubbies di mata publik Indonesia: tarik ulu r antara

orang dewasa dan an ak -anak.

Di Indonesia, kehadiran Teletubbies sejak penayangan per tamanya di

Indosiar pada tahun 2000, menunjukkan sejumlah gejala . Jawa Pos238,

dalam salah satu kolomnya, memuat sebuah Karnaval di Taman Surya,

Surabaya. TK Nurul Ulum Gresikan, salah satu dar i peserta yang hadir,

dir ias layaknya para tubbies. Kejadian ini menjadi menarik, sebab tidak

semua tokoh anak-anak dalam televi si dianggap sesuai untuk anak-anak,

apalag i diterima oleh lembaga sekolah.239

Permasalahan ini tidak bisa dil ihat hanya sebagai favour ism

kostum karnaval belaka, tetapi mencerminkan adanya pembauran batas

identi tas para siswa ter sebut dengan tubbies. Pos isi siswa-siswa parale l

atau terjad i sinkronisasi identi tas dengan para tubbies. Paradigma guru

tentang siswa dimediasi oleh kehadiran sosok Teletubbies dalam bentuk

kostum. Seh ingga Teletubbies di mata publik Indonesia mas ih merupakan

sosok yang aman bag i anak-anak. Sekaligus tercermin dar i sin i,

keikutser taan orang dewasa mengamini kehadiran Teletubbies sebagai

bagian dar i anak-anak. Orang dewasa mengalami kenikmatan ter sendir i

238Ada Teletubbies dan Polisi Cengeng, Metropolis (Harian Jawa Pos, 29/9/01), hal. 25.

239 Ambil sejumlah kasus seperti Crayon Shincan, Pokemon, dll. yang muncul di televisi padawaktu yang hampir bersamaan dengan Teletubbies. Tidak seperti Teletubbies, tokoh-tokohtersebut banyak dikecam oleh media maupun masyarakat sebagai perusak moral anak-anak.

Page 154: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

143

mel ihat anak-anak diberi ria san seo lah-olah bag ian dar i Teletubbies

yang muncul di keh idupan “nyata”.

Anak-anak dan dewasa menikmati Teletubbies dengan caranya

masing -mas ing: “Chi ldr en enjoy the ant ics of the Teletubbies - they see

their own world ref lected in the stories. Adults seem to enjoy the

innocent fun.” 240 Anak-anak mel ihat “dunia”-nya atau “diri” -nya berada

dalam Teletubbies (mungk in sebaga i bag ian dar i salah satu tubbies),

sebaliknya orang dewasa menerima Teletubbies sebaga i kesenangan yang

polos, dan membayangkannya sebaga i bag ian dar i sifat anak-anak yang

wajar dan mas ih dapat ditolerir . Kendat i demikian, dalam persoa lan ini ,

Teletubbies mas ih bisa dianggap tidak ter lalu istimewa dibanding tokoh-

tokoh televi si lainnya yang juga banyak digandrungi, dan memili ki fans

yang mas ing -mas ing. Sebaga i ikon budaya populer, “wajar” saja

Teletubbu ies diidolakan.

GAMBAR 4.1

Anak-anak dan Teletubbies, identifikasi melaluikostum

Menurut Montgomery, pola semacam ini telah terbentuk sejak

stasiun-stasiun televi si mulai mel iri k anak-anak sebaga i pangsa pasar

yang potens ial :

240 Online document: http://www.bbc.co.uk/education/information/faq/teletubbyland.shtm

Page 155: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

144

“In the last decade, these trends triggered a proliferation of new TVnetworks aimed at capturing a segment of the hot children”s market,including the controversial classroom news service Channel One, thehighly profitable Nickelodeon cable channel, CNN”s Cartoon Channel,and the Fox Children’s Network.” 241

Namun ideologi dan mitos tertentu yang membuat Teletubbies

menarik untuk dikaji sebaga i sebuah diskur sus teknologi layar,

Teletubbies mengungkapkan kerangka mengenai “panggung” masyarakat

kontemporer dalam relasinya dengan teknologi layar. Teletubbies adalah

acara berbau fik si ilmiah dengan nuansa teknologi yang kentala serta

disebarkan melalu i teknologi s pula kepada pemirsanya dengan tujuan

mengenalkan teknologi kepada anak-anak pada masa yang din i: “Any

chi ld growing up in the modern world has to be famili ar with new forms

of technology - TV and video games are now joined by the Internet and

computer games.”242 Bagi Teletubbies: ”The technology is not harmful

in its own right .”243 Sebaliknya, tanggungjawab morali tas berada di

tangan individu: “common sense tel ls us to check what message an

individual game or website is giv ing .” 244

Teletubbies menjad i konstruks i gaya populer yang dapat

membantu mengungkap lebih lanjut bagaimana mekani sme kerja

teknologi layar berfungsi sebaga i sebuah program tayangan. Karena itu

pemahaman atas relasi yang ber laku dalam diskursus di dalamnya akan

member ikan deskripsi pola-pola yang ber laku, dalam hal ini akan lebih

241Ibid 27., loc. cit.

242Ibid 233., loc. cit.

243Ibid

244 Ibid

Page 156: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

145

banyak menerapkan ana lis is terhadap gambar (imaji visual ), aud io dan

simbol -simbol yang muncul , dengan diimbangi ana lis is teks. Hal ini

cocok sekali dengan sifat Teletubbies sebaga i diskursus yang hadir

melalu i kotak televi si sebaga i layar serta medium, di mana imaji visual

dan suara ada lah dua ranah indera sebaga i medium komunikas i yang

dia lami secara empiri k dan interakti f oleh penonton 245.

Sampai di sin i, penuli s ter ingat pada betapa pentingnya peran

layar televi si yang terpasang pada perut para tubbies memainkan

peranannya di tengah -tengah acara. Dalam suatu kesempatan, layar

tersebut disebarkan secara luas melalu i layar lain, yai tu pesawat

televi si penonton mas ing-mas ing. Dalam Teletubbies, layar sebaga i

medium hadir dengan dua cara: sebaga i “subyek” sekaligus “obyek” dar i

penonton. Dar i fenomena “layar ganda” tersebut, kaj ian mengenai

diskursus -diskursus dalam Teletubbies akan di mulai.

245Perlu disorot di sini pula, Teletubbies adalah generasi baru dari program InteractiveTelevision (ITV) di mana merupakan program TV yang dirancang untuk melibatkan anak-anakdalam dunia televisi secara lebih aktif. Anak-anak tidak hanya duduk diam dan menonton.Adalah Pritchett dan Wyckoff yang mempelopori program ini dalam acaranya berjudul WinkyDink and You, sebuah acara TV anak-anak yang mengajak anak-anak untuk dekat ke layaruntuk ikut terlibat dalam jalan cerita. Winky Dink and You pertama kali diputar hari Sabtupagi, pukul 10 dari 10 Oktober 1953 hingga 27 April 1957, di CBS. Pembawa acaranya yangpertama adalah Jack Berry. Antara tahun 1969 hingga 1973, acara ini muncul kembali denganformat berwarna. Lihat: Eileen Rivera, The Wink that Started Interactive TV. How a 1950sShow got to Interact with the TV (TechTV. Inc., 2002). Untuk online document:http://abcnews.go.com/sections/scitech/TechTV/techtv_winkTV020823.html).

Menurut dugaan penulis, sangat mungkin sekali, Teletubbies dipengaruhi oleh acara iniyang dalam banyak segi mendahuluinya. Nama “Tinky Winky”, salah satu tubbies, dirasakandekat dengan nama “Winky Dinky” (Sebutan umum untuk Winky Dink). Untuk berbagaiinformasi lain tentang Winky Dink and You kunjungi website berikut ini: Winky Dink and You!(http://www.winkydinkandyou.com/); TVParty (http://www.tvparty.com/requested2.html);Yesterday Land (http://www.yesterdayland.com/popopedia/shows/saturday/sa1355.php);Domain Toon Tracker (http://www.toontracker.com/winky/winky.htm); atau Toonopedia(http://www.toonopedia.com/winkydnk.htm).

Page 157: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

146

B. “L AY AR ” DA LA M “L AY AR ”

1. Antara “j arak”, “subye k” dan “obye k”.

“Di atas buk it nan jauh, Teletubbies bermain-main,” demikian bunyi

kal imat pembuka yang diu lang terus menerus oleh narator pada tiap

episode. Sebaga i kal imat pembuka acara dan perkenalan dir i,

pernyataan ini merupakan sebuah cara membawa penonton pada dun ia

layar dalam Teletubbies. Terutama, sepert i dalam cer ita -cer ita lainnya,

kal imat pembuka menentukan bagaimana suatu cer ita di mulai dan

menunjukkan bagaimana cara penuli s menyaj ikan konstruks i dunianya ke

hadapan perhat ian pub lik.

Teletubbies memula i cer ita dengan memposisikan dir inya “di

atas” dan “jauh” dari penonton. Dia membuat jarak yang renggang

antara tubbyland (dunia dalam Teletubbies) dengan penonton yang

menyaksikannya lewat layar televi si. Pada jarak “tingg i” dan “jauh”,

penonton dia jak mel ihat tubbyland sebaga i “obyek penglihatan”.246

Penonton mel ihat tubbyland jika ada jarak yang “jauh” dan “tingg i”,

bukan ket ika pada jarak “rendah” dan “dekat”.

Teletubbies mengarahkan penonton merubah ide umum yang

mengatakan semakin “rendah” dan “dekat”, obyek akan semakin jelas.

246Tubbyland adalah perwujudan unitas dari keseluruhan formasi “obyek-obyek” yang adadalam Teletubbies. Lihat catatan kaki no. 230. Dalam hal ini, tubbyland dapat bermaknajuga sebagai “suatu tempat luas yang berada ditempat yang berjarak jauh” atau “tempatatau daerah yang berada dalam tabung atau saluran televisi”. Untuk perbandingan denganScreenLand lihat juga catatan kaki no. 190. Dalam kesempatan ini, tubbyland memilikimakna yang mendekati definisi ScreenLand, sekaligus memiliki arti yang mandiri sebagaisebuah formasi simbol-simbol yang muncul dalam acara Teletubbies.

Page 158: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

147

Tapi ini bukan penolakan atas “fakta” ter sebut, melainkan Teletubbies

membal iknya dengan pengalaman baru yang berbeda dar i biasanya,

penonton mel ihat tubbyland jus tru dalam pos isi fis ik yang “tingg i” dan

“jauh” dar i Teletubbies ber[ada].

Keber[ada]an tersebut ditekankan oleh narator, “In ilah

Teletubbies, Ini lah Teletubbies.” Bersamaan dengan itu, penonton

dikena lkan dan ditunjukkan pada keber[ada]an yang lengkap dalam

satuan. Mula i dar i Tinky Winky yang berwarna ungu dan ter tinggi

kemudian ber lanjut pada tubbies lainnya sesuai dengan warna dan tinggi

badan mas ing-mas ing; Dipsy dengan warna hijau, Laa-laa yang kuning

dan terakh ir ada lah Po yang berwarna merah. Keber[ada]an tubbyland

ditekankan dengan “obyek -obyek” di dalamnya. Keber[ada]an satuan

“obyek” memperkuat pemunculan tubbyland yang “sebenarnya” berada

di sebuah dun ia yang “jauh”.

Tiap pertengahan epi sode Teletubbies selalu ada bag ian waj ib, di

mana “kinci r ang in” 247 tubbyland akan berbunyi dan berputar kencang,

menyebarkan pecahan-pecahan gelombang sinar ke seluruh tubbyland.

Ket ika itu antena di kepala tubbies dan layar -layar kelabu pada perut

mereka menyala bergil iran. Akan ada salah satu dar i layar di perut

tubby menampilkan acara “la in” yang “jauh” dar i tubbyland, suatu

247Lebih lengkap tentang “kincir angin ajaib” (the magic windmail), baca pada pembahasan dibawah. Dalam beberapa hal “kincir angin ajaib” adalah suatu model simetris sirkular dengansebuah pusat dan cabang-cabangnya yang dapat saling menggantikan satu sama lainnya jikaberputar. Cabang-cabang mengikuti pusat yang berputar sebagai fokus. Mirip dengan keadaanini hubungan antara tubbies yang satu dengan lainnya saling sejajar dan dapat digantikanyang satu oleh lainnya tanpa ada perbedaan berarti. Mereka secara acak dan bergiliranditentukan oleg gelombang yang dipancarkan. Layar siapapun yang menyala bukan masalahpenting. Di sini antara tubbies yang satu dengan lainnya bersifat simetris sirkular terhadap“kincir angin ajaib”.

Page 159: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

148

“dunia nyata” yang mir ip dengan dun ia penonton Teletubbies. 248 Isinya

mengki sahkan sekelompok atau seorang anak dar i beragam etn is yang

menikmati permainan atau kesenangan ber sama orang tua mereka. Di

sin i, Teletubbies bukan lag i acara di mana memunculkan sebuah dunia

jauh yang berdir i sendir i, tap i sekaligus juga perantara penonton dengan

dunia lain di permukaan bumi yang berbeda. Dan hal ini dilakukan

melalu i layar di perut tubbies.

Ket ika acara di layar perut para tubbies tiba-tiba melebar dan

menutupi seluruh layar televi si, penglihatan yang satu digant i dengan

penglihatan lainnya. Saat itu, tubbyland dan para tubbies sekonyong-

konyong lenyap dar i pandangan penonton. Sebenarnya para tubbie s tidak

hilang atau lenyap, karena acara Teletubbies dan tubbyland serta isinya

akan muncul kembal i ke pandangan penonton setelah televi si perut usa i

diputar. Leb ih tepatnya yang terjad i ada lah para tubbies mengikuti pola

per ilaku penonton lai nnya yai tu menonton pada layar di perut teman

mereka, begitu juga tubby yang perutnya dijadikan medium bag i acara

tersebut, iku t memperhat ikan layar di perutnya sendir i. Dapat

dikatakan, penonton dan para tubbies menonton ber sama. Dunia

Teletubbies dibuat seo lah-olah muncul di sek itar dun ia penonton.

“Bersama” penonton lainnya, mereka memfokuskan perhat iannya pada

layar. Kehadirannya yang awalnya sebaga i “obyek” kin i juga menjadi

sama “subyek” nya dengan penontonnya. Sehingga para tubbie s tidak

248 Bagian ini disebut dengan istilah insert. Insert dibuat terpisah dari program Teletubbies itusendiri. Para kreator Teletubbies memanfaat sejumlah tenaga specialist insert director yangtersebar di banyak tempat untuk menyuting kebiasaan-kebiasaan anak-anak yang unik danmenarik. Insert diputar ditengah-tengah acara sebagai bagian program (online document:http://www.bbc.co.uk/education/teletubbies/information/faq/).

Page 160: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

149

disaks ikan lag i oleh “subyek” lainnya (pe nonton), tap i dia “hadir”

bersama-sama di antara “subyek”. Keber[ada]nya tidak lag i disadari

oleh “subyek” sebaga i “obyek” sepert i yang ditonjolkan di awal

pembukaan acara.

Pada awal acara jarak “jauh” antara tubbyland dan penonton

sangat ditekankan, karena itu keber[ada]an tubbyland sebaga i “obyek”

ter lihat dan terus diperkuat. Pada keber[ada]annya yang kedua, jarak

antara penonton dan tubbyland di-“ti ada”-kan. Pada keber[ada]an

terakh ir, pos isi para tubbies menjad i sama sebaga i penonton atau

“subyek”, bukan lag i “obyek” pada keber[ada]annya yang per tama.

Dengan demikian tubbyland bukan hanya tontonan tapi juga penonton.

“Obyek” sekaligus “subyek”, “jauh” sekaligus “dekat”, “di sadari” pada

satu saat, namun pada saat berbeda “tidak disadari” keber[ada]annya.

Dia menjad i isi acara tapi mengantarai penonton pada acara lainnya

melalu i layar pada perutnya. Selanjutnya timbul pertanyaan, bagaimana

mendeskripsikan pola interakti f yang rumit dalam Teletubbies ter sebut,

sebaga i tontonan halmana adalah “obyek” perhatian penonton atau

justru merupakan program pendampingan yang berdir i sejajar dengan

penonton?

Kenyataan kontradiktif dalam tubbyland member ikan pemahaman

bagaimana medium bekerja. Di sin i, tubbyland bisa dianggap sebaga i

medium yang mengantarai “pengl ihatan” dengan “obyek”-nya,

selayaknya cara kerja sebuah layar televi si. Namun, tubbyland memili ki

peran yang berbeda dengan medium biasa. Pada medium umumnya,

Page 161: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

150

ket ika kontak “subyek” dan “obyek” ber langsung, selalu kurang disadari

atau tidak pernah muncul sebagai “obyek” tersendir i bagi “subyek”.

Antara apa yang disaji kan di “da lam” layar, berbeda dengan medium itu

sendir i. Sebuah medium tanpa sesuatu yang disampaikan tidak akan

menarik perhat ian. Tidak ada orang yang rela menatap sebuah layar

televi si atau komputer selama berjam-jam tanpa ada “sesuatu” yang

bisa diberi perhat ian. Dalam keseharian, bahasa adalah medium yang

tidak disadari. Ket ika sesorang menyinggung tentang seekor sap i, bukan

bunyi kata “sapi” (sebagai sebuah fonem dalam Bahasa Indonesia ) itu

sendir i yang menjad i menjadi fokus perhat ian melainkan, sebuah konsep

dalam batasan pik irannya yang ber interaksi dengan has il pencerapan

plus persepsinya yang dituju. Sedangkan bunyi kata “sapi” tidak

memili ki kai tan langsung dengan sap i itu sendir i sebagai sebuah wujud

penglihatan atau short-term memory .

Bahasa sebagai medium berada di antara fokus tersebut, tidak

menjadi sebuah “obyek” mandir i dan disadari, melainkan merupakan

“dunia antara”. Demikianlah pula hal yang ber laku bag i medium lainnya

sepert i halnya layar. Namun melalu i serangkaian “subyektivikasi” dan

“obyektiv ikasi” tubbyland dapat dihadirkan sebaga i “medium kedua”

setelah layar televi si atau “medium pertama”, di mana merupakan

pemunculan medium dar i ket idaksadaran menuju sebuah medium baru

yang disadari namun tetap berfungsi sepert i “medium pertama”. Sebaga i

“medium kedua”, Teletubbies muncul sebagai “obyek” yang terkesan

ter lepas dar i “medium pertama” dan ter lepas tetapi tetap merupakan

kelanjutan fungsi dar inya. Singkatnya, tubbyland adala h “obyek” untuk

Page 162: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

151

“medium pertama”, dan sebaliknya merupakan “subyek” sekaligus

“medium kedua” untuk dunia lainnya yang diperantarai oleh tubbyland.

Tubbyland bukan sekadar berfungsi sebaga i panggung pertunjukkan,

namun juga menjalankan tugas sebaga i alat komunikasi. Dalam hal ini ,

tubbyland member ikan kesan kepada penontonnya suatu hubungan

reakti f dan timbal bal ik tanpa adanya two way communication langsung

maupun tidak langsung.

Sebaga i “medium kedua”, tubbyland menggabungkan pencerapan

dan fokus dar i “subyek” penonton dengan “obyek -obyek” di dalamnya

pada satu medium bersama. Para tubbies had ir bersama penonton

sebaga i “subyek”, sedangkan penonton “hadir” di dalam tubbyland

melalu i fokus kesadaran pada indera-inderanya yang ter sinkronisasi

dengan “medium pertama”, untuk kemudian diberi penguatan lag i

melalu i kontak “medium kedua” dengan dunia seberang (insert ).

Teletubbies member ikan peran setara antara “indera -indera” dengan

“tubbyland” melalu i proses “muncul” sebagai kesadaran dan “hi lang”

dalam ket idaksadaran pada arus “medium kedua”. Karena itu tubbyland

adalah “dunia antara”, bilamana indera terjadi sinkronisasi dengan

layar.

Pada Teletubbies yang dis iarkan melalu i layar televi si, terdapat

dua indera yang diarahkan untuk terfokus atau akt if bekerja m enerima

sinyal -sinyal dar i televisi dan Teletubbies, pertama adalah indera

penglihatan, dan kedua adalah indera pendengaran. Pembahasan

dilanjutkan dengan mengkaji Teletubbies sebaga i bag ian dar i indera

Page 163: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

152

penglihatan dan indera pendengaran. Sebelumnya per lu dibahas juga

topik bagaimana “obyek -obyek” dalam Teletubbies muncul dan

dikuatkan sebaga i sebuah fokus meng[ada] . Antara “dunia materi”

dengan Teletubbies sebaga i “dunia vir tua l”, indera -indera meng[ada]

bersama dengan dun ia “obyek”. Relasi antara “subyek” dan “obyek”

diproduks i kembal i dengan cara-cara pal ing primit if, yai tu ket ika bay i

yang baru lah ir mulai berhadapan dengan ibunya terdiskri t di luar

kesatuannya dengan kandungan sehingga terpaksa mencar i interaksi baru

dalam pola relasi “subyek” dan “obyek” 249.

2. Cara “ob yek” eksis: penye suaia n struktur “int i” dari

meraban menuju “b ah asa narator”

Saat bay i lahir, apa yang pal ing dinant ikan oleh orang tua, bidan

ataupun dokter ada lah tangisan si bay i yang menandakan fungsi paru-

paru telah bekerja, art inya bay i itu akan hidup. Tap i bag i si bay i

tangisan mewaki li perasaan tidak nyaman akibat “kehilangan” karena

berpisah dengan rahim Ibu.

249 Erich Fromm dalam bukunya Masyarakat yang Sehat (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995,hal. 28) pernah menulis: “Nyatalah bahwa kelahiran manusia pada dasarnya adalah suatutindakan negatif, bahwa ia terlempar dari kesatuan aslinya dengan alam, bahwa ia tidakdapat kembali pada asalnya, mengimplikasikan bahwa proses kelahiran umat manusia samasekali bukan perkara gampang. Setiap langkah eksistensinya yang baru sungguh menakutkan,karena selalu harus mengorbankan keadaan rasa aman yang relatif sedang dihayati, di manadunia eksistensinya belum dikuasai... Seorang ibu yang penuh cinta melindungi kita darikepanikan awal ini...Kita takkan pernah lepas dari dua kecenderungan yang salingberlawanan: pertama, kecenderungan keluar dari rahim, dari bentuk eksistensi hewani kedalam eksistensi yang lebih manusiawi, dari perhambaan menuju kebebasan; kedua,kecenderungan kembali ke rahim, ke alam, kepada kepastian dan rasa aman.” Walaupununtuk sementara ini dikotomi “individu” dengan “alam” tidak kita gunakan, namun denganpenjabaran berbeda dikotomi serupa hadir di tulisan ini sebagai “subyek” dan “obyek” dalampengertian tanpa batas yang tetap dan tegas.

Page 164: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

153

Berbeda dengan tangisan yang merupakan wujud perasaan tidak

nyaman, meraban atau mengoceh merupakan letupan rasa senang dan

kepuasan dar i bay i kurang lebih tiga bulan setelah kelahirannya, setelah

melewati satu fase di mana dipenuhi reaksi tangisan atau diam. Konsep

meraban sepert i dimaksudkan ada lah fase pra -bahasa yang tidak

mengenal struktur bahasa jelas atau morfologi yang lengkap.

Kesemenaan bunyi tidak dalam batas-batas aturan tata bahasa, tetapi

lebih bekerja sesuai tatanan impuls -impuls ket idaksadaran.

Antara “subyek” atau bay i dengan orang lain sebagai “obyek”

yang bag inya terasa samar, belum terjad i penjembatan sa tu tataran

batas-batas “umum” yang dipahami bersama dan dapat digunakan untuk

berkomunikas i. Jad i, antara “orang dewasa” dengan “bayi” terjad i

perbedaan dalam pembahasaan. Dikotomi ini lah diadopsi oleh

Teletubbies ke dalam sebuah metode pembelajaran bahasa yang

ber landaskan pada kontruksi mul til ingual . “Adults speak like adults ,

chi ldren speak like chi ldren and Teletubbies speak like Teletubbies,” 250

ujar Davenport. Antara anak-anak, orang dewasa dan Teletubbies

memili ki cara bicaranya sendir i. Walaupun seolah-olah terpisah secara

multil ingual, pembedaan ini tidak mengandaikan pemisahan hingga

terputusnya komunikasi sama sekali antara anak-anak dan orang dewasa.

Karena menurut Davenport, “chi ldren understand a lot more about

language that we credit them for.” 251 Hal ini disebabkan oleh karena

kemampuan mandir i dar i anak-anak: “chi ldren learn different voices

from different sources.” Melalu i berbagai sumber yang berbeda, anak-

250Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies16.html

251 Ibid., loc. cit.

Page 165: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

154

anak memper luas gudang kosakatanya sendir i tanpa ketergantungan

pada satu sumber. Anak-anak yang “aktif” untuk memfokuskan

perhat ian, memahami, meniru dan memasukkan kata-kata sebaga i

bagian dar i struktur bahasanya sendir i. Dikotomi struktur bahasa bukan

suatu pemisahan mut lak, melainkan perbedaan yang dapat diatas i

dengan proses penyesuaian struktur antara bahasa anak-anak dengan

struktur lain diseki tarnya.

Penyesuaian struktura l ini ter jad i karena anak-anak akt if

menirukan kembal i ucapan-ucapan yang didengar dar i “orang lain”.

Peniruan yang mengandaikan tidak ada pengaruh perbedaan struktur

bahasa terhadap kemampuan akt if belajar bahasa. Sehingga, di antara

struktur bahasa berbeda, dibangun anggapan anak-anak memili ki

kemampuan bawaan mandir i, suatu struktur bahasa universal organi s.

Pada struktur “permukaan” terdapat gar is persamaan universa l yang

memungkinkan anak-anak belaja r cara bicara orang dewasa di “dunia

nyata”, maupun Teletubbies di “dunia vir tual”. Ket iganya bukan lag i

kelompok bahasa yang terpisah, tap i dii kat transformasi “inti” bahasa

satu menuju “inti” lainnya melalu i proses pen iruan. 252

Menurut Kar l Büh ler ada dua cara anak-anak menirukan bahasa

orang dewasa; per tama, melalu i peniruan spontan bahasa orang lain,

kedua, pen iruan yang dilakukan anak sesudah did ikte. 253 Dalam

Teletubbies, perbedaan kedua metode menjad i ambigu. Tidak ada upaya

252 Klasifikasi model bahasa dalam dua struktur; “inti” dan “permukaan”, banyak dianut olehpaham Linguistik Nativis yang meyakini adanya sebuah tata bahasa universal yang berlakusecara neural dalam pikiran manusia.

253F.J. Mönks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: pengantar dalamberbagai bagiannya, cet. 10 (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996., hal. 162).

Page 166: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

155

memunculkan pen iruan kata-kata, tap i anak-anak dia lihkan fokusnya

untuk merespon secara sukare la. Representas i keberadaan pen iru dar i

dalam layar diwaki li oleh para tubbies. Para tubbies memili ki kosakata

yang terbatas sepert i anak-anak, kemiripan ini ada lah jembatan pada

pembandingan: “Chi ldren enjoy the ant ics of the Teletubbies - they see

their own world ref lected in the stories.” Anak-anak merasakan dunia

pengalamannya direproduksi dalam Teletubbies berupa “kemir ipan”

(resemblance)254. Kemiripan ini mempermudah proses pendekatan yang

lebih pribad i kepada/oleh anak-anak terhadap dunia yang dikontruksi

dalam Teletubbies. Selanjutnya, sepert i anak-anak masa awal belajar

bahasa, para tubbies akan berbicara dengan meniru segala sesuatu yang

didengar dar i sek itarnya.

Berbeda dengan proses penyesuaian struktur bahasa di “dunia

fis ik” , Teletubbies menawarkan kepada anak-anak bentuk “as imi las i”

yang leb ih ramah. Dalam Teletubbies, semua hal yang “mirip” dengan

kehidupan sehari-har i dikontruksi ulang dalam suatu tatanan yang

berbeda. Tidak ada tangisan tidak nyaman dalam Teletubbies, hanya ada

suara meraban, tawa dan suara yang stabil dar i bahasa seorang dewasa

sebaga i narator. Maka jad ilah sarana bantu anak-anak yang

mengas imi las ikan suatu pembentukan “is i” bahasa secara halus dan

lebih bersahabat: “Chi ldren learn language in the real world. Thus as

an audience they want to listen , to pay attent ion, but what they are

254 Kemiripan sebagai peniruan pada suatu model. Jadi dalam Teletubbies, peniruan bukanhanya dilakukan oleh anak-anak terhadap suatu model. Tapi model sendiri adalah suatupendekatan pada kemiripan yang ditiru dari anak-anak. Hal ini disebabkan Teletubbies dibuatberdasarkan pengamatan pada perilaku anak-anak. Dikotomi anak sebagai peniru dan modelyang berperan sebagai pihak yang ditiru seperti yang ditunjukkan oleh teori belajar sosial(social learning theory) dari Albert Bandura tidak berlaku di dalam Teletubbies.

Page 167: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

156

lacking, away from Teletubbies, is information laid out in a form they

can ass imi late.” 255

Berbeda dengan anak-anak yang mengikuti percakapan orang

dewasa disertai kehadi ran fis ik, para tubbies meniru pembicaraan dar i

“subyek” kasat mata sepert i narator atau suara dar i corong. “Suara”

yang dit iru tampil dalam bentuk tanpa kehadi ran “subyek” secara

lengkap. Tidak ada ajakan untuk para tubbies dan penonton mengulang

pesan dar inya. Namun, ada suara meraban dan tawa gembira dar i

tubbies mengikuti set iap narasi . Sifatnya ramah dan sukare la, serta

member ikan kenyamanan dar ipada ancaman. Dar i karakteri stik ini,

sebuah keakraban ditawarkan.

Walaupun peniruan anak-anak terhadap yang diucapkan para

tubbies dan narator sep intas terjad i pada struktur bahasa “permukaan”

saja, namun proses yang terjad i tidak hanya itu. Pen iruan bukan sekedar

pada fonem, melainkan da lam ikatan struktur morfeem, dimana

menyer takan kehadiran struktur int i. Di bawah, kasus ini akan

diperjelas.

Contohnya, ket ika narator berkata, “Suatu har i di taman tubby

muncul lah sesuatu.” Mengikuti perkataan ter sebut, akan ada “sesuatu”

yang memang muncul di tubbyland. Kemudian, seorang tubby, yai tu Po 256

lewat di tempat itu dengan sepedanya. Segera dia berhenti, dan

mengamati “sesuatu” tersebut dengan heran dan ber tanya-tanya, “A-Oh,

apa itu?” Ujarnya seo lah -olah ber tanya pada seseorang yang tak ter lih at,

255Ibid., loc. cit.

256 Tentang “Po”, baca lebih lanjut di tabel 4.1

Page 168: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

157

tatapannya di arahkan ke depan layar, tempat para penonton ber[ada].

“Itu bendera,” jawab narator.

“Oh... , bendera! Bendera!” Seru Po riang mengel ili ng benda yang

baru dikena lnya. Po tidak mengenal benda yang baru diterimanya, hanya

dar i narator dia mendengarnya bernama “bendera”. Bersamaan dengan

mengenali nama tersebut, Po mendadak “mengenal” benda yang

ditunjukkan oleh narator. Sepert i benda yang mendadak muncul di

tubbyland oleh per intah narator, konsep tentang benda itu tiba-tiba

berada dalam pik iran Po. Karena itu, saa t narator bertanya kepada Po,

“Siapa yang harus kibarkan bendera?” Po segera mencabut bendera itu.

Kemudian narator meneruskan arahannya , “Bagaimana mengibarkan

bendera itu?” Po secara otomat is mengangkat bendera di depannya dan

membawanya di tangan lalu menggoyang-goyangkannya. Ber jalan sambil

menyanyikan lagu yang hanya berbunyi kal imat, “Kibar-kibar bendera!”

secara berulang-ulang.257 Antara narator dengan Po seo lah ada jembatan

penghubung. Dar i pengucapan narator, Po belajar menamai benda yang

ditemuinya. Tapi, yang membantu Po memahami konsep tentang

“bendera” tidak pada bahasa yang digunakan narator, melainkan pada

“obyek” yang muncul dan hadir secara empirik bag inya. Kehadiran

“obyek” sepert i “bendera” juga berart i pemusatan seluru h makna dan

fungsi bendera ke dalam sis tem pengetahuan. Kata kerja sepert i “kibar”

ikut menjadi pengetahuan Po saat narator memunculkan “bendera”

dalam tubbyland dan member inya nama, dan Po tahu cara mengibarkan

257 Kasus ini bisa ditemukan pada episode pertama Teletubbies.

Page 169: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

158

“bendera”” dalam waktu sesaat. Tidak dibutuhkan meniru pengucapan

fonem secara tepat untuk memahami ide tentang “bendera”. Sebab,

“obyek -obyek” tidak eks is dalam fonem, melainkan, dalam Teletubbies

dipahami sebaga i rangkaian struktur empiri s yang diturunkan tanpa

mel ibatkan kejelasan fonem. “Obyek” dan bunyi bahasa menjadi satuan

yang terpisah satu sama lain.

Po saat itu juga mengenali “bendera” dalam struktur bahasanya .

Dia akan menjawab, “Oh, bendera, bendera,” ket ika tubby lainnya

bertanya padanya, “Apa itu?” Mereka mendapat jawaban pengulangan

kata narator oleh Po, serentak mereka mengikuti kata-kata ter sebut,

“Oh, bendera. Bendera.” Secara kilat “bendera” menjadi bagian dar i

struktur bahasa para tubbies, dan seluruh pengetahuan yang berkaitan

dengan “bendera” segera dipahami tanpa melewati proses leb ih lanjut,

namun saat itu juga hadir dalam penger tian mereka. Mereka pun

kemudian tahu bagaimana “mengibarkan: bendera di tempat yang

“wajar”, sepert i di tempat tinggi dan bisa disaks ikan bersama-sama,

pengetahuan tersebut dipero leh secara otomat is begitu mereka

mengenal ist ilah “bendera”.

Kasus serupa terjad i juga pada epi sode lain di Teletubbies. Ket ika

narator berkata, “Suatu har i di dun ia tubby, Teletubbies mel iha t awan

bergerak,” maka ada awan yang bergerak sebaga i koeksi stensi dar i

ucapan sang narator. Awan sebaga i “obyek” pada awalnya bukan suatu

wujud mandir i, tetapi merupakan keber[ada]an yang mengikuti kata-

kata narator dalam bentuk yang dapat diobservasi. “Obyek -obyek”

Page 170: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

159

penerjemahan ulang dar i struktur bahasa narator tidak ter ikat pada

“struktur permukaan”, tap i merupakan “struktur int i” dar i bahasa

narator. Seluruh “benda”, “peris tiwa”, “waktu” dan “aksi” muncul

mengikuti kata-kata narator yang mendahulu inya. Pada awalnya,

“obyek -obyek” dalam Teletubbies muncul sebaga i materiali sas i ide -ide

narator menuju suatu bentuk kongkret yang dapat diamat i secara

langsung.

Keber[ada]an obyek-obyek mengalami perubahan, ket ika tubbies

meniru ucapan sang narator: “Eih, awan bergerak.” Kin i, “awan

bergerak” bukan hanya sebaga i keber[ada]an sampingan. Dia mendapat

penegasan keber[ada]annya dar i para tubbies melalu i pen iruan ucapan

narator. Sebaga i “obyek” yang mendahulu i ucapan tubbies, kehadiran

“awan” ada lah keber[ada]an yang leb ih mut lak dar ipada pengulangan

ucapan itu sendir i. Dar i suatu “obyek” imanen, “aw an bergerak”

bertransformasi menjad i “obyek” transenden yang mendahulu i ide dan

bahasa para tubbies. Karena itu letak ide “awan bergerak” bukan lag i

pada struktur permukaan bahasa narator maupun para tubbies, tetapi

sekarang merupakan “obyek” empiri s. Dengan kata lain, kin i “obyek”

dalam Teletubbies menjadi mandir i mengatasi bentuk struktura l bahasa.

Sehingga, tranformasi struktur bahasa dar i narator ke para tubbies

bukan pada suara atau permukaan luar bahasa itu, tetapi leb ih ter fokus

pada “struktur int i” bahasa sebaga i “kebenaran empiri s” dan

“universa l” yang dia lami oleh indera penglihatan.

Page 171: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

160

Keber[ada]an obyekt if “obyek-obyek” dalam Teletubbies bukanlah

keadaan yang menetap, tapi ber langsung dalam kes inambungan antara

narator sebaga i kreator “obyek -obyek” dengan para tubbies sebaga i

penguat keber[ada]an “obyek -obyek”. Jika narator melanjutkan

narasinya dengan menyebut, “Awan kec il tapi tebal bergerak.” Maka

kedudukan “obyek-obyek” sekali lag i mengalami pendef inisian ulang

sebaga i ide “subyekti f” yang merupakan arahan skenar io narator, untuk

kemudian diikut i oleh para tubbies: “Awan kec il tap i tebal,” yang sekali

lag i menegaskan keber[ada]an “obyek”. Proses serupa akan berulang

kembal i dan dijawab dengan cara yang sama oleh para tubby, “obyek-

obyek” yang sebelumnya dikuatkan keber[ada]annya akan kembal i

din isb ikan oleh narato r, dan kembal i dikuatkan secara empiri s oleh para

tubbies untuk kemudian disubyekt ifi kas i narator lag i dan seterusnya.

Antara narator dan para tubbies keduanya memiliki kedudukan

berbeda dalam pos isinya terhadap kehadiran “obyek”, walaupun

keduanya ada lah “subyek” dalam hubungan oposis i terhadapnya. Jika

narator melakukan subyektif ikasi terhadap “obyek”, maka para tubbies

melakukan obyekt ifi kas i terhadapnya. Baik subyektif ika si dan

obyekt ifikasi, keduanya tidak merupakan esensi yang berdir i sendir i-

sendir i. Dalam melakukan subyektif ikasi terhadap obyek, narator

member ikan batasan bunyi bahasa yang jelas untuk mendef inisikan

keber[ada]an obyek, hal mana tidak dilakukan oleh para tubbies. Para

tubbies tidak mengucapkan dengan tepat kata-kata narato r, tapi

mengulangnya dengan kata-kata yang mir ip tapi terdengar agak berbeda

dalam pengucapan. Devias i ini muncul sebaga i bentuk dar i per iode

Page 172: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

161

meraban yang merupakan identi fikasi para tubbies dengan bayi. Ket ika

narator berkata, “Ucapkan Halo!” diverbali sas i ulang oleh para tubbies

bukan sebaga i “Ha lo”, tapi “Ah-Oh”. Begitu juga ket ika dengan

pengucapan kata “bendera”, yang muncul dalam mulut para tubbies

adalah: “bende lya”258.

Sedangkan untuk “obyek” itu sendiri, fokus perhat ian

transformasi struktura l tidak hanya sampai pada keber[ada]an

penampakan saja. Namun, melewati suatu jangka, “obyek” akan

menghi lang dar i permukaan perhat ian penonton, para tubbies maupun

narator. Jika saat itu sang narator berkata , “Lalu bendera itu

menghi lang” diikut i oleh para tubbies yang meniru, “Ah, menghi lang.”

Bendera itu secara fis ik akan lenyap dar i pandangan. Kin i “obyek” tidak

memiliki kehadiran fis ik lagi, tap i dia hadir sebaga i sebuah rangka i

pengetahuan di dalam pikir an. “Bendera” sebaga i sebuah morfeem dan

seluruh ide yang berkai tan dengannya tidak memili ki bentuk fis ik lag i,

namun meninggalkan jejak dalam memori penonton. Di sin ilah

“as imi las i” bahasa ter jad i bukan hanya dalam penyesuaian pola fonem,

tapi leb ih kepada penyesuaian morfeem, atau ide dengan ter lebih

dahulu memperoleh penguatan keber[ada]an melalu i obyekt ifi kas i dan

subyektif ikasi.

Kenyataan ini yang menyebabkan kenapa para kreator Teletubbies

tidak pernah keberatan acara ini di-dubbing dengan bahasa yan g

258 Di sini Teletubbies sebagai program belajar bahasa banyak mendapatkan kritikan dikarenakantidak memberi contoh ucapan bunyi kata yang tepat, namun cenderung kabur dan pelatdalam pengucapannya.

Page 173: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

162

beragam di set iap negara yang berbeda pula. Semua ide dan fokus dalam

Teletubbies tidak ter ikat pada struktur permukaan bahasa yang

termanifestasi dalam perbedaan bunyi vokal. Teletubbies sendir i

member ikan jawaban atas permasalahan ini : “Teletubbies is for all

chi ldren, many of whom grow up speaking more than one language.” 259

Sebaga i misal, Po bisa berbicara dalam bahasa Kanton dan

mengucapkannya dengan baik layaknya bahasa ibunya. Dia menyanyikan

lagu dalam kata: "Fi-dit , fi-dit , fi -dit !" (bahasa Kanton untuk “cepat”)

dan "Mar, mar, man !" (ar tinya: “lambat”). Uniknya lag i, Po ser ingkal i

juga berhitung dalam Bahasa Kanton: "Ya, yi, sam, sae, mmm ,"

(1,2,3,4,5).

Sehingga akhirnya, Teletubbies mengikat sejumlah struktur

bahasa dengan pola -pola beragam dalam sebuah jal inan yang leb ih

universal . Belajar bahasa di dalam Teletubbies bukan berart i hanya

mengikuti dan meniru bunyi -bunyi bahasa yang berbeda, namun juga

berart i, sinkronisasi ide -ide yang ada dalam Teletubbies kepada

penonton. Bahasa tidak lag i mempun yai tubuh pada dir inya sendir i,

melainkan semuanya ber[ada] dalam penampakan maupun pendengaran:

“Teletubbies is aimed for chi ldren at critical stages of language

development, so the programme concentrates on mus ic, rhythms,

temporal and spatia l relations, as wel l as real chi ldren talking in their

own words about their own experiences. This is what we found chi ldren

enjoyed watching” Karena itu, sepert i sebuah pencip taan lag i atas

259Online document: http://www.bbc.co.uk/education/teletubbies/information/faq/po.shtml

Page 174: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

163

sebuah dun ia baru, ide -ide dalam Teletubbies diterjemahkan ke dalam

satuan-satuan warna dan bunyi yang dicerap dan dia lami ber sama-sama

sebaga i “reali tas” empirik.

3. Rep roduksi kemb ali dunia penglih at an dalam dunia lay ar

“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum

berbentuk dan kosong: gelap gul ita menutupi samud era raya, dan Roh

Allah melayang-layang di atas permukaan air ,” demikian isi alenia

pertama pada kitab Kejadian yang bercer ita tentang penciptaan alam

semesta. “Jadilah terang,” Allah berkata kemudian. “Al lah mel ihat

bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan -Nya lah terang itu dar i gelap. Dan

Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang

dan jadilah pag i, itu lah har i pertama.” 260

Sepert i kisah dalam kitab Kejadian, demikian pula Teletubbies

memula i cer itanya, yai tu ket ika “terang” muncul . Teletubbies hadir

sebaga i “obyek” penglihatan ket ika matahari berwajah bay i261 terbit dan

memancarkan sinarnya di tubbyland, dan acara ditutup dengan

menghi langnya matahari di bal ik buk it-buk it. Sepert i sebuah kata di

kitab Kejadian, “terang itu baik,” para tubb ies hanya muncul di mana

“terang” berada. Dalam “dunia terang” penglihatan memperoleh

kekuatannya. Penglihatan mendapatkan cahaya, “dunia” di depannya

260Dikutip dari Alkitab Terjemaahan Baru LAI atas izin Lembaga Alkitab Indonesia (Jakarta:1999).

261Tentang “matahari berwajah bayi” baca pada bagian khusus di Bab ini yang membahaspersoalan ini lebih mendalam.

Page 175: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

164

muncul dengan warna-warna, dan dalam Teletubb ies, sebuah dun ia baru

warna-warni muncul bersama cahaya layaknya penciptaan dalam kitab

Kejadian.

Tubbyland adalah dun ia yang hanya hadir bagi penglihatan

penonton saat cahaya muncul . Bangunan dalam tubbyland adalah

kontruksi warna-warna yang dirancang untuk member ikan penglihatan

suasana tip ika l. Dalam tanya jawab yang disusun Anne Wood dan Andy

GAMBAR 4.2

Tinky Winky (kiribawah), Dipsy (kiriatas), Laa-laa (ka-nan atas), Po (ka-

nan bawah). Dalamtubbyland, sertakomposisi warna

yang muncul didalamnya.

Davenport, muncul per tanyaan sepert i: “Why are

the Teletubbies purple, green, yel low and red ?”

Wood dan Davenport menjawab: “ We chose bright

modern colours to go with the technologica l world

of the Teletubbies . The evidence is that young

chi ldren prefer bright color - and everything in

Teletubbyland is bri ght, happy and energetic .”

Jawaban ini terdengar samar, dan kurang jelas

maksudnya. Dan juga apa yang dimaksud oleh

mereka sebaga i bri ght modern colour s, tidak

bisa menjelaskan mengapa warna yang menurut

mereka cocok dengan dunia teknologi bisa menjadi warna yang sesuai

juga untuk anak-anak. Dalam hal ini per lu diajukan sebuah pendekatan

yang leb ih tepat untuk menjelaskan kompos isi warna -warna yang muncul

dalam Teletubbies.

Page 176: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

165

Sepert i kita ketahui di atas, ada empat warna (ungu, hijau,

kuning dan merah) yang muncul sebagai tit ik perhat ian dan

direpresenta sikan oleh keempat tubbies secara berturut, yai tu; Tinky

Winky, Dipsy, Laa-Laa dan Po (li hat Gambar 4.2 dan Tabel 4.1.).

Keempat warna itu muncul berdasarkan sejumlah per timbangan teorit is

tentang warna, di antaranya ada lah tentang teori trichromatic , yai tu

teori yang beranggapan semua warna yang ada dalam penglihatan terdir i

dar i tiga warna dasar.

Pada teori tri chromatic yang diajukan oleh Thomas Young dan

Hermann von Helmholtz (1852) 262, pengl ihatan mata manusia mempunyai

tiga tipe reseptor dengan tingkat berbeda untuk panjang gelombang

cahaya spesif ik. Spesif ikasi warna ditemukan dalam struktur biolog is

yang material.

Selanjutnya Helmholtz menyebutkan,

manusia mempunyai tiga reseptor yang s ecara

spesif ik sensit if pada tiga panjang gelombang,

yang terdir i dar i; warna merah, hijau dan biru.

Pada teori ini , mata dapat mel ihat warna yang

memiliki ragam luas dikarenakan secara

mandir i mata melakukan percampuran terha -

GAMBAR 4.3

Percampuran tigawarna dasar

dap warna tersebut. Dar i teori ini muncul anggapan bahwa ada tiga

warna dasar dalam spektrum cahaya yang dibentuk proses penglihatan

warna-warna lain sepert i kun ing, ungu, biru hijau dan lain-lain melalu i

262 Dalam Weiten (1995: hal. 136).

Page 177: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

166

mekani sme biologi yang ber langsung di mata (Lihat gambar 4.3). Teori

ini semakin populer pada tahun 1960-an, ket ika George Wald

mendemonstrasikan kepada publik bahwa ada tiga tipe cones 263 pada

mata.

Kontruksi warna dun ia Teletubbies adalah rekonstruksi konsep ini

kembal i ke dalam penjabaran berupa tubbyland. Untuk jelasnya

bandingkan antara warna-warna yang ada pada gambar 4.2 dengan

gambar 4.3. Selain tiga warna dasar, Pola percampuran warna primer

yang muncul pada gambar 4.3 termasuk dominan muncul di Teletubbies.

Dalam gambar 4.2, ket iga warna dasar sepert i yang terkonsep pada

gambar 4.3 tersebar secara merata dalam set iap obyek. Dunia

penglihatan warna dengan determinasi bio log is had ir kembal i dalam

dunia cyberspace dengan determinasi teknik . Bio log i dan teknik memiliki

peran yang sama dalam menghasil kan dun ia penglihatan warna-warni.

Karena itu, teori tri chromatic untuk kompos isi warna tidak hanya

merupakan dominasi diskursus bio log i, melainkan juga merupakan bagian

dar i kerangka teknis televi si. Gambar-gambar yang diambi l melalu i

kamera, dipecah menjadi tiga warna dasar merah, hijau dan biru.

Kemudian, dimasukkan ke dalam tiga tabung kamera terpisah dan

diproses menjadi tiga sinyal berbeda. Sepert i halnya semua cahaya yang

diterima oleh mata dibagi ke dalam tiga warna sesuai teori tri kotomi

cones . Sinyal-sinyal dar i kamera dipancarkan melalu i satu gelombang

pengantar yang diterima oleh pesawat penerima, kemudian dip isahkan

263Saraf reseptor pada mata yang berperan dalam penglihatan berwarna. Di samping conesadalah rod, reseptor mata untuk penglihatan tanpa cahaya (Ibid., op. cit., hal. 130-131)

Page 178: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

167

dan ditembakkan pada layar. Seband ing dengan proses ini , lap isan ret ina

pada mata menerima sinyal dar i reseptor kemudian memula i proses

analis is sebelum akhirnya diteruskan pada otak. Layar televi si yang dar i

jauh ter lihat keabu-abuan ada lah kumpulan bintik fos for yang terdir i

dar i; sepert iganya memancarkan cahaya merah, sepert iganya biru,

sedangkan sepert iganya lag i hijau. Ket iganya menerima panjang

gelombang sesuai dengan warna mas ing -mas ing.264 Antara proses sensas i

penglihatan organi s mata dengan bintik-bintik fos for layar memili ki

metode klasif ikasi yang sesuai 265.

Proses serupa terjad i pada lay ar keabu -abuan di perut para

tubbies, semua warna primer yang ada di Teletubbies menyatu di dalam

layar. Pada gambar 4.3, tit ik temu di mana warna primer berbaur

muncul warna put ih keabu -abuan. Dengan demikian, baik layar televi si

maupun layar di perut tub bies memiliki kesamaan kemampuan

menciptakan seluruh warna yang dikena l dengan jalan

mengkombinas ikan warna -warna dasar. Sepert i halnya bola mata

mengolah semua warna menjad i pengalaman penglihatan “fisik”,

kemudian member ikan kehadiran dunia penampakan, l ayar juga

melakukan hal sama ket ika menghadirkan tubbyland di depan mata

penonton.

264Tentang proses pengolahan visual pada tabung televisi baca tulisan David Carey, Cara KerjaTelevisi (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, 1981).

265 Bandingkan analisis ini dengan tabel 3.1 pada Bab III, di mana sistem pengumpulan informasidalam teknologi informasi berupa layar dan sebagainya bisa dianalogikan dengan fungsiindera-indera yang biologis sifatnya. Hanya saja, penulis tidak melihat perbandingan inisebagai analogi semata. Karena itu bukan kerja layar televisi yang dibuat meniru proses kerjaindera mata, juga tidak berlaku untuk sebaliknya, yaitu terjadi teknologisasi atas konseptentang proses biologis. Namun kesimpulan yang penting untuk ditarik dari analisis ini adalahbahwa konsep “biologis” dan “mekanik” bukanlah sesuatu yang saling beroposisi, melainkanmemiliki pola-pola yang saling menjelaskan satu sama lainnya.

Page 179: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

168

Tubbyland adalah perwujudan sinkronisasi fungsi maupun isi

antara teori pengli hatan bio log is dengan penglihatan teknologi s.

Ditambahkan dengan sis i gelap terang warna achromatic, dunia material

dic iptakan kembal i “da lam” layar. Hanya saja, percampuran warna

primer opt ik bio log is sekaligus teknologi s dalam Teletubbies tidak

pernah hingga membaur sepenuhnya. Tiap-tiap warna selalu tampak

berdir i sendir i dan masih dikena li sebagai satuan-satuan. Permainan

gradas i leb ih terjad i pada intens itas gelap-terang achromati c.

Perwujudan warna tri chromatic dalam wujud kesatuan terpisah-

pisah bisa ditemukan dalam kompos isi warna pada tubuh para tubbies

sendir i. Warna-warna dasar dan persilangannya, sepert i dalam gambar

4.3, diwujudkan dalam satuan-satuan konstruks i yang dapat teramati.

Set iap tubbies memili ki warna khas yang membedakan satu sama lain

dan tinggi tubuh yang berbeda-beda pula. Secara keseluruhan hanya ada

empat tubbies di dalam tubbyland. Warna dan tinggi badan yang ada

terdis tribus i secara teratur dalam suatu pola susunan. Pola-pola

pasangan tersebut sek ila s terkesan acak dalam aso ias inya. Tetapi

ternyata terdapat suatu korelasi teratur, yang mungkin disengaja dan

mungkin juga tidak disengaja, antara “tingg i tubuh” para tubbies

dengan “warna” yang menjadi cir ikhas mereka mas ing -masing. Untuk

jelasnya, kai tan dalam pola ini bisa diamat i pada gra fis dan

penjelasannya di bawah ini :

Page 180: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

169

GAMBAR 4.4

Kombinasi warna dalam Teletubbies dibandingkan dengan spektrum warnapenglihatan

Spektrum warna pada gambar di atas, yang direntangkan dalam

sebuah gar is lurus, ada lah urutan panjang gelombang elektromagnetis

yang dapat ditangkap oleh mata bio log is. Di luar batas spektrum

tersebut, ter dapat gelombang-gelombang yang tak ter tangkap oleh

penglihatan “normal”. Urutan spektrum itu memili ki urutan sebaga i

ber ikut: ungu dengan gelombang cahaya terpendek (350 nanometer),

kemudian hijau (500 nanometer), kuning (600 nanometer) dan yang

terpanjang ada lah merah (700 nanometer).266 Antara 350-700 nanometer ,

angka ini menunjukkan batas warna-warna yang dapat dil ihat oleh mata.

266Wayne Weiten, Psychology, Themes and Variations, (USA: Brook/Cole PublishingCompany, 1989).

Page 181: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

170

Urutan panjang gelombang warna ini yang digunakan oleh

Teletubbies untuk membentuk komposisi urutan para tubbies. Tinky

Winky dengan “panjang” tubuh tertinggi memili ki warna ungu yang

merupakan gelombang cahaya terpendek, begitu juga tubbies lainnya

berturut-turut memili ki warna yang berkebalikan antara urutan “panjang

gelombang” dengan urutan “tingg i tubuhnya” (lihat gambar 4.4). Urutan

kebalikan ini bisa dijelaskan dengan fak ta bahwa tingkat sensitiv itas

reseptor pada mata untuk gelombang warna ungu leb ih tinggi dibanding

dengan panjang gelombang lainnya.267 Dan urutan tersebut kembal i

sesuai dengan urutan “tingg i tubuh” para tubbies, yai tu; dar i hijau,

kuning dan merah sebagai warna dengan tingkat sensiv itas terendah

reseptor mata. Dengan kata lain, warna-warna para tubbies adalah

kompos isi percampuran warna tri chromatic dasar ditambah dengan

pengurutan berdasarkan batas penglihatan manusia berdasarkan

gelombang cahaya dan tingkat sensiv ita s mata menerima cahaya ungu

(atau biru), hijau, kun ing dan merah.

Dengan demikian, kita mengetahu i dasar pember ian warna pada

Teletubbies. Sebaga i perwujudan dar i seluruh dasar -dasar penglihatan

optik, Teletubbies mempu membangun sebuah “dunia baru”. Dalam

“dunia baru” itu, semua rentang warna penglihatan muncul dalam wujud

yang terpilah-pilah sesuai percampuran dasar tiga warna tri chromatic.

Ini member ikan unsur yang “menyeluruh” dan “universa l ” pada

cyberspace Teletubbies. Dar i sis i budaya, unsur pemunculan timpang

hanya pada sebuah warna bisa mengak ibat penafs iran parsia l atau

267 Ibid.

Page 182: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

171

kultural. Melalu i warna-warna percampuran primer dan memenuhi

semua rentang warna yang ada, hal ini bisa dih indari . Dari warna,

Teletubbies hendak member ikan pengalaman “bebas-kul tural” , sekaligus

merangsang penglihatan penonton dengan formasi warna layar yang

universal .

Walaupun bersamaan dengan itu, warna-warna tersebut juga

menjadi pembeda antara tubby yang satu dengan lainnya. Kemandirian

masing -mas ing warna tetap dipertahankan dan kompos isinya selalu

dijaga agar tidak menghi langkan unsur keuniversalan dar i warna-warna

tersebut. Perpaduan warna menjad i persoa lan yang penting di sin i.

Namun, Per lu dijaga pula agar kemandir ian warna-warna dalam

Teletubbies tidak merusak sifat universal yang telah dibangun.

Adalah teori proses opponent tentang warna yang selanjutnya

mempengaruhi kompos isi warna Teletubbies. Ewald Her ing (1878) 268

menyebutkan bahwa persepsi pada warna tergantung pada reseptor-

reseptor yang membuat respon dalam tiga kelompok warna-warna yang

sal ing antagonis tik . Tiga kelompok warna antagonis itu secara berhadap-

hadapan terdir i dar i; merah versus hijau, kun ing versus biru dan hitam

versus put ih.

Kembal i gambar 4.2 , kita bisa mel ihat bagaimana teori opponent

Her ing diterapkan pada Teletubbies. Tubbie s disusun dengan pola warna

yang tidak sal ing antagonis tik . Dipsy berwarna hijau dipasangkan

dengan Laa-Laa yang berwarna kun ing, sebaliknya Tinky Winky yang

268 Ibid., hal. 137-138

Page 183: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

172

berwarna ungu disand ingkan dengan Po yang berwarna merah.

Kecenderungan ini tidak sekedar dalam satu contoh, dalam Teletubbies,

pola yang sama terjad i terus jika keempat tubbies dip isah dalam dua

kelompok269. Model komposis i warna yang menghindari penempatan

warna antagonis tidak ber laku untuk keempat tubbies saja, tetapi semua

warna obyek dikontruksi dengan memperhat ikan agar tidak ada warna

antagonis tik muncul dalam jarak dekat. Dengan demikian kedekatan

persepsi satu warna dengan warna yang lain bisa dipertahankan

walaupun tetap tampak berdir i sendir i sebaga i warna percampuran

primer.

Puncaknya, ket ika para tubbies sal ing berpelukan270, keempatnya

mel ingkar menjadi satu, layar diperut mereka menyatu di tengah-

tengah. Pos isi ini membentuk pola mir ip lingkaran percampuran primer

pada warna trichromatik , yai tu warna-warna sekeli lingnya menyatu di

tengah dalam persinggungan warna put ih keabu-abuan. Warna-warna

tubuh para tubbies yang berpelukan disusun dengan pola merah-ungu

dan hijau-kun ing.

Melalu i penyusunan kompos isi warna yang tel iti , unsur

keuniversalan dibangun dalam pola warna -warna dasar yang tampak

mandir i dan plural . Pola-pola warna dalam tubbyland disusun sesuai pola

penglihatan opt ik yang dianggap universal , dengan demikian

269 Untuk keterangan pembanding, lihat tabel 4.1 di bawah. Dalam tabel dijelaskan bahwasahabat dekat dari tinky Winky adalah Po dan teman gandeng dari Laa-Laa adalah Dipsy.Pembagian ini, kelihatannya tidak terlalu absolut, sebab selalu ditekankan bahwa relasiantara keempat tubbies adalah saling menyayangi satu sama lain dengan selalu berpelukanbersama-sama.

270Kebiasaan yang paling sering dilakukan dan disukai oleh semua tubbies tanpa perkecualian.Penjelasan lebih lanjut, lihat pembahasan berikut.

Page 184: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

173

mempermudah sinkronisasi antara penglihatan penonton dengan gambar

di layar. Keber[ada]an Teletubbies juga menjadi cara-cara penglihatan

membangun sebuah dun ia bag i dir inya ser ta “ramah” dan “hangat” bag i

penonton. Dar i strategi dan teknik konstruks i warna ini lah, Teletubbies

“memodern isasi” penglihatan penontonnya dan memula i sebuah program

keakraban antara manusia (anak-anak maupun dewasa) dengan teknologi

layar dalam sebuah per temuan di dalam cyberspace.271

4. Teknologi bunyi-bunyi

Bunyi, dalam Teletubbies, bukan sebuah esensi yang ter cerabut dar i

keseluruhan konstruks i. Bunyi ada lah bagian yang sepenuhnya

bersenyawa dengan penglihatan, bukan sekedar pelengkap. Walaupun

Teletubbies merupakan program dengan dominasi gambar: “.. .the

programme is so visual that it can be enjoyed with the sound down.

Chi ldren with impaired hearing particularly enjoy Teletubbies.” 272

271Hingga pemaparan terakhir tentang warna, masih ada sebuah “teka-teki” yang belum sempatterjawab. Jika pemilihan warna yang mendasari para tubbies berdasarkan teori trichotomiwarna, mengapa jumlah keseluruhan tubbies bukan tiga, sesuai dengan tiga primaritas warna(biru, hijau dan merah), melainkan justru empat (ditambah warna kuning). Salah satu alasanbisa dijawab dengan teori opponent, untuk melengkapi relasi antara warna antagonis. Namunjika demikian, seharusnya ada enam orang tubbies (ditambah warna hitam dan putih), karenadalam teori Hering ada enam primaritas warna. Jawaban atas polemik ini ditemukan olehpenulis ada pada teori ketiga tentang primaritas warna, yaitu yang dikemukakan oleh Ladd-Franklin. Menurut J.P. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT RajaGrafindoPerkasa, 1997, hal. 96), pada teori Ladd-Franklin terdapat empat primaritas warna yangterdiri dari merah, hijau, kuning dan biru. Dalam teori ini, mata primitif adalah bersifat butawarna (mata yang tanpa cones). Pada selanjutnya terjadi evolusi dari rod menghasilkan conebiru dan kuning. Dari cones tersebut terjadi evolusi berikut, menghasilkan cone merah danhijau. Tampaknya teori empat primaritas ini yang menjadi alasan munculnya pilihan empattubbies. Kemungkinan lain adalah bahwa pemilihan jumlah sebanyak empat warna inidilakukan dengan mengeliminir warna hitam dan putih yang memiliki kesan “muram”,“angker”, “serius” dan “saklar” dan menetapkan warna-warna yang ceria dan tampakberagam.

272 Andrew Davenport, FAQ (online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_

Page 185: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

174

Namun suara tidak pernah terpisah penuh dar i keseluruhan program,

suara ada lah bag ian utuh dar i penampilan Teletubbies: “As a wri ter, I

write in the sound as a part of the programme.” 273 Dalam Teletubbies,

pendengaran bunyi dia lami sebaga i bag ian dar i pengalaman kontaknya —

selain terpusat pada penglihatan— dengan tubbyland.

Selayaknya kontruksi warna-warna dalam Teletubbies, bunyi-

bunyi memili ki fungsi yang sal ing bekerjasama mewujudkan dunia

teknologi layar. Bunyi bukan latar pas if atau sekedar melengkap i

kehadi ran “obyek -obyek” dalam tubbyland, bunyi memili ki karakteri stik

kerja yang akt if: “Sound is used in an act ive manner. Space is left for

chi ldren to respond. One important use of sound is so that chi ldren can

ant icipate what’s coming next.” 274 Lebih dar i sekedar pelengkap, suara-

suara secara akt if menuntun fokus perhat ian penonton layaknya lampu

sorot panggung menetapkan perhat ian pada pertunjukkan. Kehadiran

lampu sorot di tengah kegelapan member ikan kontras pada penglihatan,

begitu juga bunyi-bunyian yang kontras antara keber[ada]an bunyi

tertentu dengan keber[ada]an bunyi lainnya, sekaligus penanda bag i

kehadi ran “obyek”.

Karena bunyi bukan kategori yang berdir i sendir i, kehadi rannya

menjadi bag ian eks istens ial dar i “obyek -obyek” dalam tubbyland . Bunyi

dalam Teletubbies merupakan ant isipas i bag i keber[ada]an yang muncul

setelahnya: “It is to do with making predictions from clues in the sound

teletubbies18.html).273

Ibid., loc. cit.274 Ibid.

Page 186: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

175

as wel l as from what a chi ld can see on the screen.” 275 Dalam hal ini dia

juga alat untuk member ikan rasa nyaman melalu i “se la”, seh ingga

semua narasi dalam tubbyland menjad i mudah dikena l, akrab, dan leb ih

terkendal i: “When a chi ld can ant icipate accurately they get

confidence, and so by the end of a programme, a chi ld is fee ling more

confident because they”ve worked out for themselves what”s going to

happen.” 276 Penonton, bersama “obyek-obyek” lainnya dalam

Teletubbies, ikut terelaborasi ber sama dalam jal inan bunyi dan

penglihatan.

Bunyi bukan faktor yang disadari, sepert i lampu sorot panggung

yang bukan menjad i fokus perhat ian itu sendir i. Sebaliknya, “obyek-

obyek” yang muncul ada lah fokus perhat ian utamanya. Sedangkan bunyi,

walau muncul lebih awal, tidak memili ki makna sama sekali hingga

munculnya “obyek”. Terkecual i sepert i dalam Classi cal Condit ining,

yai tu ket ika ikatan antara bunyi dan “obyek” terkondis i secara

permanen, kehadi ran bunyi saja sudah mengandaikan kehadiran

“obyek”. Namun, ter ikat maupun tidak, bunyi merupakan wujud materi

pengalaman yang tidak disadari sebagai fokus. Diterima sebaga i fungsi

pendengaran yang tidak memiliki makna pada dir inya sendir i.

Bunyi di tubbyland dibedakan dengan suara moderator yang

memiliki ika tan struktural dengan konstruks i yang ada. Tidak sepert i

suara moderator yang memiliki narasi dalam dir inya, bunyi muncul

dalam wilayah yang tidak mengenal struktur makna bahasa. Secara

275Ibid.

276 Ibid.

Page 187: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

176

“alami”, bunyi leb ih mir ip dengan komunikas i meraban pada bay i, lebih

mendekati ket idaksadaran dalam suatu rangkaian tersendir i. Karena itu

bunyi ada lah ika tan yang pal ing efekti f antara “dunia fis ik” dengan

“dunia vir tual” untuk menarik fokus sekaligus merupakan pengalaman

yang langsung menggema di ruangan tempat penonton ber[ada].

Ter lebih lag i, karakter tanpa struktur jelasnya leb ih membantu dalam

menuntun ekspresi emosi dar i anak-anak pra-sekolah maupun orang

dewasa, ket imbang yang dilakukan oleh gambar maupun bahasa. Asosiasi

penonton bebas member ikan interpretasi pada bunyi, meskipun usaha

mengkonst ruksi bunyi yang ramah bag i penonton mempengaruhi juga

imaji yang dibangun.

Sebaliknya, bunyi -bunyi yang muncul dalam Teletubbies bukanlah

suatu ket idakteraturan. Bunyi-bunyi dalam Teletubbies terbatas pada

fungsinya sebagai sound effect . Walaupun diberi kesan “alamiah”

dengan tambahan suara burung, namun bunyi yang muncul tidak

merupakan suatu ket idaksengajaan dar i lua r rancangan. Di luar bunyi-

bunyi yang telah dia tur, tidak ada bunyi lain yang menginterups i ke

dalam tubbyland selain dar ipada yang telah diatur. Selain musik, suara

tertawa para tubbies serta “matahari bay i”, sound effect dan sediki t

tambahan suara burung, tidak ada bunyi lain. Dilengkap i dengan

lapangan padang rumput yang luas dan renggang dengan kontras langit

di atasnya, tubbyland adalah dun ia yang sak lar dan ter iso la si sebaga i

satu ent itas yang berdir i sendir i. Walaupun, usaha member ikan kesan

kehadi ran yang rii l bag i penontonnya tetap dilakukan pada beberapa

bagiannya, namun hal ini tidak dapat menutup kesan bahwa Teletubbies

Page 188: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

177

adalah wilayah yang benar-benar dikonstruksi secara mandir i sebaga i

sistem simbol-simbol yang terprogram secara khusus . Sepert i halnya

warna-warna dan bunyi-bunyi dalam Teletubbies yang sangat terpilah

guna mengkonst ruksi suatu semesta baru, keseluruhan konstruks i simbol -

simbol yang ada dalam Teletubb ies ber laku sama. Konstruks i simbol -

simbol tersebut tidak bisa dil ihat dar i kacamata rii l maupun tidak rii l,

melainkan dibangun secara tel iti dengan menggabungkan sensas i indera

mengenai kedua pen ila ian tersebut277.

C. SE ME ST A SI MB OL -SI MB OL

Dunia Teletubbies ada lah dun ia sureal is, di mana “obyek-obyek” muncul

dan menghi lang secara sesuka hat i dan mister ius bag i ras io. Namun

Wood mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut Wood, “‘The

Teletubbies’ dome is real (and we can film ins ide when rain prevents us

from working outside). The hil ls are rea l, the rabbits are real, the

windmi ll is rea l, some of the grass and flowers are rea l and some are

art ificia l. And the Teletubbies are real, in the sense that they run and

play in Teletubbyland just as you see the m on screen.” 278 Apa yang ada

di dalam Teletubbies bisa juga disaks ikan secara “fi sik”. Kesan ini juga

diperkuat oleh Davenport yang berpendapat sama: “For us,

277Lihat kembali catatan kaki no. 96. Dalam hal ini simbol-simbol sama dengan thing . Dan dalambeberapa hal, simbol adalah suatu representasi sejajar dengan suatu sistem lain. Di manasimbol-simbol terkonstruksi bersama sejumlah penafsiran atasnya.

278 Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies19.html

Page 189: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

178

Teletubbyland has to be real; we bel ieve in it absolutely.” 279 Walaupun

diband ing Wood, pernyataan Davenport banyak dibumbui oleh kesan

yang melemahkan anggapannya sendir i280, kedua pendapat ini tidak

kel iru sepenuhnya.

Secara geogra fis proyek “tubby land” berada di sebidang tanah

luas terbuka yang ter letak di pinggi ran desa Warwicksh ire, Inggri s.

Sepert i kata Wood, semua obyek dalam Teletubbies benar -benar

dibangun sesuai ukuran “sebenarnya” dengan tujuan penyut ingan film.

Untuk penggemar Teletubbies ada layanan yang member ikan kesempatan

berbicara dengan “para tubbies” melalu i telepon atau surat. Sedangkan

di Stratford, sebuah toko mil ik Ragdol l menyed iakan min iatur lengkap

tempat tingga l para tubbies lengkap dengan kontro l panel dan Noo-Noo.

Dalam hal ini keber[ada]an Teletubbies sebagai obyek yang disaks ikan

dengan mata dan dirasakan indera -indera lainny a pada tubuh seo lah-

olah muncul melawan sifatnya yang “fikti f” ber[ada] dalam layar.

Namun mendiskus ikan apakah Teletubbies itu “fikti f” atau

“bukan” stidak akan member ikan kontribus i pemahaman baru. “Nyata”

atau “tidak”-nya dun ia Teletubbies mungkin men entukan reaksi yang

berbeda pada tiap penonton. Ter leb ih lag i, berkonsentrasi pada

polemik ini tidak sesuai dengan tujuan tul isan ini , yai tu membangun

suatu model yang menjelaskan mekani sme ker ja teknologi layar. Karena,

279 Ibid., loc. cit.280 Davenport memulai deskripsinya dengan kata “for us...” dan pada menjelang akhir kalimat

menggunakan kata “believe...” Kedua kata ini mengisyaratkan sifat subyektif daripernyataannya sendiri. Pada kata pembuka, Davenport segera membela diri danmengingatkan pada publik bahwa sifat rill dalam Teletubbies hanya merupakan keyakinanmereka (us) secara pribadi. Dan kemudian meskipun diberi penekanan keterangan“...absolutely” dibelakangnya, kata believe sendiri merupakan istilah yang memperkuat katapembukanya; yaitu segala omongannya hanya pantas dilihat dalam konteks keyakinan, bukansesuatu yang empirik secara “fakta”.

Page 190: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

179

jawaban salah satu dar i alternati f tidak pernah akan memuaskan. Jika

Teletubbies ada lah “fiksi”, kita menemukan tubbyland sebaga i

konstruks i bangunan yang kita temukan secara geografis maupun fis ik.

Walaupun demikian, “reali tas” Teletubbies di layar tidak kita temukan

di dunia “fi sik”. Jadi Teletubbies lebih merupakan campuran dar i “fiksi”

dan “nonfiksi” sekaligus . Di sis i lain, bangunan yang dikatakan sebaga i

“nyata” tidak merupakan penggambaran naif yang memaparkan apa

adanya sepert i yang digambarkan baik di film maupun “kenyataan”.

Konstruksi di tubbyland ada lah kumpulan penerjemahan serangkaian ide

dalam bentuk fis ik yang “nyata” maupun “tidak nyata” 281.

“Bukit” atau “lembah” dalam Teletubbies bukan sekedar “bukit”

atau “lembah” selayaknya yang tertangkap mata. Secara fis ik, tubbyland

terdiri dar i kumpulan gundukan -gundukan permukaan tanah yang disebut

perbukitan. Hanya saja gundukan bukit ter sebut disusun dalam ukuran

yang hampir sama satu sama lain dan menimbulkan kesan teratur.

Sehingga kalau kita perhat ikan permukaannya menyerupa i ge lombang

amplitudo. Dalam pengertian tentang gelombang, ist ilah “bukit” dan

“lembah” muncul secara animas i sebaga i gar is yang ber lekuk cembung

dan cekung. Dunia Teletubbies sebaga i kumpulan gelombang adalah cir i

dar i teknologi layar di mana penglihatan, pen dengaran dan gelombang

pemancar berada dalam satu konsep yang sama dan dapat

281Selanjutnya, analisis ini tidak akan berfokus pada Teletubbies sebagai sebuah “fakta” waktu,tempat, kejadian ataupun deskripsi, penjelasan dan pencarian hubungan sebab akibat antarasatu variabel dengan variabel lainnya yang berlangsung di dalamnya. Teletubbies bukanmerupakan sampel yang merupakan bagian dari satu populasi lebih luas. Tidak akan adausaha melakukan generalisasi hasil temuan, melainkan yang ada hanyalah mengkonstruksi.Apapun yang akan dibangun dalam kajian ini tidak lebih dari sebuah model yang terdiri pola-pola di mana membantu memberikan deskripsi metode kerja yang dilakukan oleh teknologilayar untuk mengorganisir kesadaran dalam satu arus melalui jaringan alam taksadar.

Page 191: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

180

dipertukarkan. Ini adalah cir i universal dari gelombang, secara sejajar

dia member i penglihatan dan pendengaran, juga sebaga i pembangunan

satu dunia lain. Konsep tentang gelombang mereduksi semua warna dan

bunyi dalam bentuk fluktuasi yang memil iki kestab ilan bentuk dan

dikena li sebaga i sebuah “obyek”.

Kenyataan bahwa gelombang tidak mempunyai bentuk mandir i

menjadikannya memiliki pemunculan dalam “obyek” lainnya

menyebabkan dia dapat diterjemahkan dalam bentuk apa pun. Dalam

Teletubbies gelombang muncul sebagai per [bukit ]an hijau yang permu -

kaannya bergelombang. Bentuk lain dar i gelombang ditemui pada kincir

angin yang berputar memancarkan gelombang dan partikel cahaya.

Karena itu gelombang ada lah konsep yang menyatukan perbedaan-

perbedaan dalam satu ukuran yang dapat diband ingkan satu sama

lainnya. Penglihatan dan pendengaran menjadi seragam, begitu juga

teknologi dan alam disatukan dalam konsep gelombang.

Namun ini bukan batas terakh ir ide yang berdir i di bal ik konsep

per[bukit ]an Teletubbies. Berbeda dengan buk it dalam penger tian

umum, “bukit” di dalam Teletubbies sifatnya tidak acak melainkan

tertata rap i. Rumput-rumput yang tumbuh rapi dan semak-semak

berbunga juga tertata sangat teratur dan seragam. Di sela-sela

perbukitan ada jalan setapak yang berkelok -kelok namun sepert i

lainnya, sifanya ter tata tanpa ada unsur alamiah. Tidak ada

kesemerawutan atau anarki sme di dalamnya.

Bertentangan dengan semua penggambaran di atas adalah

representasi dar i “al am” di dun ia Teletubbies. “Alam” yang dalam

Page 192: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

181

pengertian sehari -har i adalah eks istens i yang berdir i sendir i tanpa

campur tangan manusia, tampil di Teletubbies bukan lag i sebaga i

“kelia ran” dan “ketidakterdugaan”. Sebaliknya “alam” tam pak ramah

dan tak berbahaya. Buk it-buk it di Teletubbies mencerminkan sifat itu .

Selain para tubbies selalu bermain di “alam” tanpa merasa bahaya,

bentuk per [bukit ]an di Teletubbies mencer itakan pola yang sama juga.

Berbeda dengan buk it yang kita kenal, di Teletubbies buk it tidak

memili ki sifat-sifat tak terduga sepert i sebuah lekukan tajam, jurang

atau tanah yang ter lalu mir ing permukaannya. Semua buk it di tubbyland

memili ki ukuran yang hampir seragam dan lekukan antara buk it yang

satu dengan yang lain sangat mulus tanpa ada sudut mengganggu.

Kumpulan dar i kurva atau kubah yang permukaannya halus tanpa sudut

tajam. Secara psikologi s, tidak ada kekerasan dalam pola ini . Semuanya

member i rasa aman dan ant isipas i yang menjamin para tubbies maupun

siapa saja yang berdir i di atasnya.

Namun, para tubbies tidak pernah menjelajah di dalam “alam”

tersebut secara menyeluruh. Tidak satupun sumber dar i “alam” yang

menghidupi para tubbies, sebab semua kebutuhan mereka dipenuhi oleh

“obyek” lain yang berdir i di [luar] “alam”, yai tu tubbytron ic superdome.

Sedangkan fungsi “alam” bagi para tubbies sebaga i arena bermain yang

nyaman dan tak berbahaya. Sebaga i arena bermain, “alam” adalah latar

yang kurang diperhatikan para tubbies. Tetapi , hal ini tidak ber laku

sama untuk semua kasus. Sebab dalam Teletubbies, narator menentukan

“obyek” yang menjad i fokus para tubbies dan penonton. Sehingga pada

keadaan ter tentu “alam” juga menjad i fokus perhat ian. “Alam” dalam

Page 193: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

182

Teletubbies sebaga i latar ket imbang figur utama, fungsi alam yang

“merawat” dan menyed iakan sumber daya mandul dan digant ikan oleh

“obyek” lain. Sebali knya, “alam” sendir i ditert ibkan oleh sebuah

kekuatan tak tampak. Direduksi dalam keteraturan gelombang yang

teknologi s sekaligus “alamiah”.

Pos isi “alam” dalam Teletubbies merupakan tempat di mana

semua bermula. “Di atas buk it nan jauh, Teletubbies bermain-main.”

Keber[ada]annya bag i dunia penglihatan dan pendengaran mendahulu i

keber[ada]an “obyek -obyek” lainnya di Teletubbies. Kontradiksinya, dia

hanya latar raksasa bagi “obyek-obyek” yang muncul di [da lam]

keberadaannya. Keber[ada]annya mut lak dan tungga l sebaga i dataran

luas tanpa batas fis ik, tapi “batas” psikologi s dar i para tubbies membuat

alam hanya bag ian dar i tubbytronic superdome . Karena itu, dia patuh

dan tunduk pada satu tataran bersama dengan “obyek -obyek”

penglihatan lainnya dan bekerja di bawah satu konsep terangkai .

Semua keber[ada]an di Teletubbies bukan keber[ada]an yang

muncul sebagai “obyek” yang dapat dit ili k secara penuh sebaga i

pengamatan tungga l, walaupun sep intas ter lihat demikian. Keber[ada]an

merupakan rangka ian dar i berbagai diskur sus yang direduksi dalam satu

dunia penampakan indera-indera. Tumpukan-tumpukan dsikursus dalam

Teletubbies melahi rkan alur cer ita. Keber[ada]an memiliki sifat

menyeluruh dan par sia l dalam diskur sus. Secara lebih lengkap tentang

dunia tubby akan kita bahas di bawah.

Page 194: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

183

1. Tu bb yt ro ni c Su pe rd om e se ba ga i Ra hi m Te kn ol og i

Dar i semua obyek di Teletubbies, ada lah pusat terpenting di tubbyland.

Tubbytronic superdome 282 adalah satu-satunya tempat para tubbies

menggantungkan hidupnya, rumah sekali gus perawat para tubbies.

Tubbytron ic superdome menjaga keberlangsungan dir inya secara

mandir i, tanpa campur tangan para tubbies. Di luar tubbytron ic

superdome, para tubbies tidak mendapatkan perawat yang bekerja

untuk mereka sepert i yang dilakukan mesin-mesin di dalamnya. Meski

282Istilah “tubbytronic superdome” merupakan dua pasang kata yang masing-masing diterdiridari gabungan dua istilah. Untuk memkajinya, kita perlu memisahkannya terlebih dahulubaru kemudian menggabungkannya kembali dalam satu pemaknaan yang lebih global. Kata“tubbytronic” berasal dari dua istilah, yaitu tubby dan tronic. Untuk etymologi istilah tubbydan varian pemaknaannya bisa diikuti pada kajian di atas. Sedangkan istilah tronic, menurutdugaan penulis berasal dari istilah electronic (yaitu istilah untuk menggambarkan segalaperalatan yang mekanisme kerjanya didasarkan pada karakter dan aksi electron, yaitu salahsatu unit partikel atom yang digambarkan fisika mengeliling inti atom). Kata electron (ataunegatron) pertama kali dipakai oleh G.J. Stoney pada tahun 1891, dan merupakan model“arus negatif” yang beroposisi terhadap positron (atau proton) sebagai unit partikel positif.Sebagai gabungan penggunaan istilah dengan tube (salah satu bentuk dasar istilah tubby),dalam kamus Webster dikenal istilah electron tube: “a sealed or metal tube completelyevacuated or filled with gas at low pressure and having two or more electrodes that controlthe flow of electrones.” Electron tube juga merupakan salah satu komponen yang ada dalamtelevisi untuk memisahkan dan kemudian mentransfer electron yang dipancarkan ke sebuahpenampilan di layar (New Encyclopedia of Science, volume 14: space-termite [London: OrbisPublishing Limited, 1980], hal. 2005-20012). Dengan kata lain, istilah tubbytronic tidak lainmerujuk pada mekanisme kerja komponen dalam televisi, atau juga bisa dianggap sebandingdengan pengertian televisi sebagai teknik kerja elektronis. Sedangkan istilah superdome,merupakan gabungan dari kata super dan dome. Kata dome merupakan perkembangan dariBahasa Latin: domus (artinya “rumah”); dan Bahasa Yunani: dõma (dapat diterjemahkansecara harafiah sebagai “rumah”, “atap rumah” atau “kuil”). Pada pengertian sekarangbentuk konstruksi geometri atap berbentuk simetris sirkuler dalam wujud kubah: “roundedroof with a circular base.” Atap kubah merupakan model bangunan yang banyak digunakanoleh gereja-gereja Abad Bizantium. Bentuk atap kubah dalam gereja-gereja pada AbadPertengahan Eropa pada perkembangan selanjutnya banyak diadopsi oleh mesjid-mesjid atauatap stadiun olahraga. Sedangkan istilah super, berasal dari istilah Latin yang bunyinya samayang berati “di atas” di mana merupakan perkembangan dari istilah Yunani: hyper. Superdalam pengertian kontemporer tidak jauh berbeda dengan pengertian awalnya. Dalam halini, super menggambar sesuatu keadaan yang ekstrim di atas atau mengatasi semua keadaanrata-rata. Karena itu, istilah superdome selain menggambarkan bentuk bangunan kubah, jugamemiliki konotasi sebagai “suatu sistem yang berdiri di atas segalanya”. Sifat dari superdomeadalah “berdiri di atas” dan “saklar seperti sebuah kuil atau gereja”, namun juga berfungsisebagai sebuah “rumah”. Dibandingkan dengan istilah tubbytronic yang “partikuler” sebagaimekanisme menggorganisir unit partikel electron, sifat dari istilah superdome adalah“universal di atas semua sistem di bawahnya”. Karena itu tubbytronic superdome merupakangabungan dua karakteristik modus yang saling berkontradiksi namun tergabung sebagaisebuah sistem uniter dalam satu wujud karakteristik konstruksi.

Page 195: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

184

“alam” di dun ia tubbyland digambarkan sangat luas, para tubbies tidak

pernah melangkah jauh dar i tubbytronic superdome. Sejak awa l acara

para tubbies keluar dar i tubbytronic superdome dan kembal i masuk ke

dalamnya jika acara usa i.

Di dalam Tubbytronic superdome terdapat mesin-mesin penting

bagi kelangsungan hidup para tubbies, yaitu tubbytoast dan

tubbycustard . Keduanya dibuat untuk menghasil kan kue penting bag i

penyambung hidup para tubbies. Sedangkan, untuk pembersih rumah

mereka memili ki Noo-Noo, mesin penyedot debu yang hidup. Semua

“obyek” dalam kubah bergerak secara otomat is, termasuk dalam hal ini

adalah tubbytron ic superdome itu sendir i. Beberapa benda bekerja

setelah tubbies menekan tombol , namun lainnya menunjukkan sebuah

kemandirian penuh, bahkan memili ki kua lif ikasi sebaga i “makhluk

hidup” sepert i Noo -Noo.

Tubbytron ic superdome, memiliki interior berbentuk kubah dan di

dalamnya penuh peralatan elektronik. Dar i luar, warna permukaannya

hijau dan ber lumut sepert i rumput di alam tubbyland. Bangunan ini

memili ki dua pintu dan dua jendela berbentuk setengah lingkaran.

Sedangkan bag ian atasnya ada lubang yang dapat digunakan untuk

meluncur ke bagian dalam bangunan. Ciri-cir i ini berbeda dengan semua

rumah modern yang pernah kita jumpai . Tubbytron ic superdome

dirancang dan dibangun secara khusus untuk para tubbies, tidak ada

kemungkinan lain di mana dijadikan ars itektur yang diterapkan secara

nyaman pada keh idupan sehari -har i. Rancangannya leb ih bernuansa

art ist ik dan fan tastik ket imbang teknis . Kubah itu menjadi perwujudan

Page 196: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

185

teknologi yang tampak “nyata” dalam wujud fis ik Teletubbies dibanding

lainnya. Sifatnya tungga l, tidak ada bangunan serupa lag i di tubbyland

sepert i juga para tubbies yang empat orang saja di tubbyland. Dar i

keadaan ini , dia muncul sebaga i satu-satunya bangunan yang berada di

tubbyland, dan tempat tubbies tergantung secara psikis dan bio logis .

GAMBAR 4.5

Tubbytronic superdome (tampak luar)

Pada bag ian interior, filosofis kontruksi bangunan ini ter lihat

lebih jelas. Atap dan dinding kubah terdir i dar i ruas-ruas yang

menyempit ke atas menuju tit ik pusat di atapnya. Selanjutnya dari tit ik

tersebut menyambungkan mas ing-masing ruas ke sebuah pilar yang di

tengah, membentuk sebuah pola yang rad ial . Semakin jauh dar i tit ik

temu di pilar, ruas tersebut makin melebar membentuk dinding dan

akhirnya menyatu ke dasar kubah. Antara atap dan dinding tidak ada

pemisahan, beg itu juga antara dinding dan pondas i. Pemisahan , justru

bersifat vertikal sebaga i satuan-satuan ruas dinding. Terbentuklah di

dalam kubah sebuah ruangan yang menyatu, dengan sebuah pilar sebaga i

sentra l dar i atap, dinding sekaligus pondas i. Pilar tersebut merupakan

bagian terumit di dalam tubbytron ic superdome di mana banyak lampu,

alat petunjuk ukuran dan Tombol -tombol dan tungka i pengendal i. Pilar

tersebut merupakan pusat dar i seluruh kubah.

Page 197: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

186

Di sek itar pilar hanya ada

sebuah ruangan terbuka secara

penuh dan mengelilingi pilar letak

kontro l panel tanpa sekat pemisah

yang membatasi atau membag i

menjadi ruang -ruang terpisah.GAMBAR 4.6

Bagian dalam kubah tubbytronicsuperdome

Warna permukaan dalam kubah berbeda dengan warna hijau lumut

permukaan luarnya yang serupa “bukit” di antara perbuk itan tubbyland

(bandingkan gambar 4.5 dengan gambar 4.6 ). Leb ih banyak dominasi

warna abu -abu terang metalik yang berbaur dengan warna -warna

percampuran dasar sepert i merah, biru, kuning, jingga dan hij au.

Perbedaan mencolok antara luar dan dalam ini menciptakan pemisahan

nuansa dan situas i antara tubbytron ic pada satu sis i bag ian yang

menyatu dengan “alam” sedangkan pada sis i yang lain kontras dar i

lingkungannya.

Pada sis i dalam tubbytronic superdome, unsur teknologi s tampak

dalam wujud fis ik yang berbeda secara kontras dengan karakteri stik

“alam” di luar. Sebaliknya, bentuk luarnya yang ter tanam kokoh

dipermukaan tanah di member inya kesan sebagai bag ian tak terpisahkan

dar i “alam” tubbyland. Bahkan tubbytron ic seolah-olah muncul dar i

dalam tanah tubbyland. Namun dalam berbagai hal tubbytron ic sebaga i

keber[ada]an yang berdir i sendir i dan unik tidak ber ikatan dengan

“alam”. Bukan “alam” yang memfungsikan tubbytronic, tap i bergerak

oleh dir inya sendir i.

Page 198: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

187

Sebaga i sui generi s, tubbytron ic superdome terangkai sebaga i

kesatuan pola-pola struktura l yang sama ber laku juga untuk semua

“obyek” di Teletubbies. Tidak ada ruang yang teralienasi dar i ruang

lainnya, sifatnya “utuh” dan “menyatu” tersentra l oleh sebuah pilar

sebaga i “pusat”. Karena itu tubbytron ic superdome lebih mir ip sebuah

Mandala yang dipaka i dalam upacara Buddhi sme Tibet dar ipada sebaga i

tempat tingga l dalam konsep “keseharian”. “Dibangun” layaknya situs

per ingatan yang menggambarkan keyakinan, sekaligus sebaga i tempat

tingga l dan memiliki kemampuan kontrol mandir i padanya dir inya.

Tubbytron ic memili ki karater rel iji us, dom[inan], mel indung i, merawat

sekaligus teknis 283. Sifatnya sureal is dan mister ius sepert i halnya seluruh

“obyek” yang ada di tubbyland, tidak ada proses yang menggambarkan

kemunculannya, ataupun ikatan his tor is yang menjelaskan

keber[ada]annya. Mewaki li sifat teknologi s, dia adalah omnipresent.

Karena itu membongkar keber[ada]annya tidak mungkin mengandalkan

deskripti f “fakta -fakta” umum, melainkan hanya mungkin dilakukan

dengan mengobservas i konstruks i pola -pola yang sedang terwujud secara

empirik, lalu membeberkannya sebagai sebuah bag ian strategi metode

kerja.

Perhat ikan kembal i gambar 4.6, untuk mengkaji konstruks i

simbol ik yang be rdiri di bal ik keber[ada]an tubbytronic, pertama -tama

yang dibutuhkan adalah menengok ke dalam konstruks i interior

tubbytron ic. Pola awal yang akan dikaji adalah sebuah motif yang

283 Baca juga catatan kaki di atas yang membahas etymologi dri sitilah tubbytronic superdome.Bandingkan juga karter tubbytronic superdome dengan karakter “merangkum”, “melindungi”dan “mengawasi” pada screen, curtain dan monitor, seperti yang dikaji dalam Apendiks A.

Page 199: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

188

berada di dinding tubbytronic. Perhat ikan lingkaran-lingkaran kec il

sepert i rel ief yang mengel ili ngi di sek itar sebelah bawah tembok dalam

tubbytron ic pada gambar 4.6. Pada gambar tersebut, ter lihat sebaga i

sebuah lingkaran kec il menyala di dalam lingkaran gelap yang lebih

besar ukurannya. Sedangkan di antara keduanya terdapat lingkaran-

lingkaran kec il yang berkel ili ng dalam “ja lur” mel ingkar yang dibentuk

oleh keduanya.

GAMBAR 4.7

Pola di dindingtubbytronic

Untuk skema yang lebih besar dapat dilihat

pada gambar 4.7. Pada gambar ini, masing-masing

lingkaran tampak memutari sebuah lingkaran lebih

besar yang berada di tengah. Antara lingkaran

kecil satu dengan lingkaran lain tidak ada ikatan

yang menyatukan secara langsung. Bahkan lingkar-

an itu ter lihat berdir i sendir i sebaga i satuan yang utuh. Hanya saja,

semua ter fokus mengel ili ngi lingkaran ditengahnya. Mereka semua

memusat tanpa adanya pengikat yang langsung. Pemusatan sifatnya

tidak mangas imi las i dan membaurkan satu sama lain hingga ke bentuk

yang tungga l, namun sifatnya ada lah integral sekaligus berdiri sebaga i

individu berhadap-hadapan dengan lainnya. Mas ing -mas ing mas ih berdir i

sebaga i sebuah lingkaran dan mengel ilingi lingkaran lainnya.

Kebersamaan yang terbangun itu dirangkum dalam “ruang” yang

berdir i di luar lingka ran-lingkaran tersebut dan mer ingkup i semuanya.

Lingkaran makro member ikan kesan semua lingkaran di”dalam”nya

Page 200: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

189

menjadi satu kesatuan utuh dalam satu obyek tungga l. Bersama-sama

dengan lingkaran yang berada di pusat, dia menghasil kan ruang baru

untuk menyatukan semua lingkaran kec il tersebut tanpa ikatan fis ik

dalam satu bangunan utuh dan tungga l.

Pola serupa juga had ir

dalam dalam keseluruhan

konstruks i formas i interior

tubbytron ic superdome. Jika

seluruh atap ser ta dinding

tubbytron ic superdome

dibuka, akan ditemukan pola

grafis berbentuk radial

sepert i pada gambar 4.8.

Jika kemudian diband ingkan

antara gambar 4.7 dengan

GAMBAR 4.8

Pola kerangka kubah tubbytronic superdomedalam grafis datar.

gambar 4.8, keduanya mem-

per lihatkan sebuah kesamaan formas i konstruks i grafis . Pembandingan

ini tidak bermaksud menjadikan pola yang satu sebaga i peniruan dar i

pola lainnya, namun kesamaan antara kedua pola bersifat deskripti f.

Pada pola atap kubah, pada lingkaran a di mana juga merupakan

lubang atap tubbytron ic sebaga i jal an masuk para tubbies, menjadi

pusat fokus sepert i halnya lingkaran pusat di dalam gambar 4.7 Semua

gar is-gar is pemisah antar ruas semakin menyempit bertemu dil ingkaran a

pada langit -langit kubah. Sedangkan di tiap ruas terdapat lampu-lampu

bulat kec il (co cokan dengan gambar 4.6) yang dalam gambar 4.8 diwaki li

Page 201: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

190

oleh lingkaran e. Lingkaran e sepert i halnya lingkaran kec il yang

mengel iling pusat pada gambar 4.7, juga mengel ilingi lingkaran lebih

besar yai tu di tit ik a. Antara tit ik e yang satu dengan lainnya dipisahkan

gar is antar ruas-ruas yang semuanya dibatasi oleh lingkaran besar yai tu

bentuk lingkaran makro dar i tubbytron ic superdome yang

memisahkannya dengan “alam” diluar yang diwaki li tit ik d.

Jika semua pola pada gambar 4.7 dan 4.8 kita satukan, has ilny a

adalah bangunan yang meluki skan elemen -elemen mandir i dalam bentuk

satuan lingkaran yang semakin terfokus pada lingkaran pusat dan

kemudian dil ingkupi lag i oleh lingkaran yang lebih besar dar i semuanya.

Pola ini akan terulang lagi dalam skala yang lebih besar dan luas dar i

sebelumnya. Kesatuan -kesatuan yang leb ih kec il mengel ilingi kesatuan -

kesatuan yang leb ih besar membentuk satu pola raksasa yang terus

melakukan “reproduksi” dengan cara yang sama. Dan uniknya, antara

satuan-satuan yang satu dengan lainn ya tidak ada yang memiliki ikatan

langsung, mereka hanya difokuskan pada satu tit ik. Antara fokus dan

satuan-satuan yang mengel ilinginya tidak ada ikatan, namun satuan -

satuan itu sepert i “melayang” dan “bebas” tapi tidak memisahkan dir i

dar i pusatnya. Dar ipada “di ikat”, satuan -satuan tersebut lebih mir ip

“mengikatkan” dir i pada fokus hingga menjadi lingkaran transenden

yang mengatasi semuanya.

Namun pola-pola ini bukan ber langsung di dalam tubbytron ic saja,

tetapi meluas hingga ke seluruh tubbyland. Sebaga i tit ik pusat dar i

tubbyland, tubbytron ic menyatukan seluruh “lingkaran” bukit -buk it di

sekitarnya dalam satu fokus. Kemudian, membentuk “lingkaran” kasat

Page 202: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

191

mata yang mengikat seluruh tubbyland sebagai alam semesta. Semesta

tubbyland bergerak dengan “menyusut” pada satu fokus, dan “melebar”

kemudian dalam kesatuan, dan mengalami penyusutan kembal i, lalu

dilanjutkan proses serupa. Terus menerus arus “penyusutan” dan

“pelebaran” terjad i dalam pola yang sama, kemudian merambat

layaknya gelombang menyebar ke segala arah.

Hingga pada tahap ini , kita mengenal bagaimana tubbyland

disusun dan diluaskan oleh sebuah pola seragam yang bergerak dalam

arus “susut” dan “lebar”. Tapi alasan mengapa “lingkaran” sebaga i pola

yang terus menerus muncul belum memperoleh jawaban yang

memuaskan. Dalam semesta tubbyland, secara keseluruhan lingkaran

muncul sebaga i “sa tuan” elementer, sekaligus esensi wujud keluasan.

Sebaga i simbol “kesatuan”, lingkaran dalam semesta tubbyland

merupakan ent itas yang berdir i sendir i tanpa ter ikat. Paradoks lingkaran

ini , sama dengan sifat kontradiktif dar i cir i “obyek” dan “subyek” dar i

Teletubbies sebaga i “medium kedua”. Juga seimbang dengan pesan

“universa litas yang mandir i secara par tikular” sepert i kontruksi warna

dalam Teletubbies. Namun, kesamaan ini tidak menjelaskan bagaimana

kontruksi ideologi ini ber laku dalam keadaan yang leb ih khusus .

Lingkaran memili ki cir i unik dibanding dengan bangunan-bangunan

lainnya dalam geometri. Dia menggambarkan “kontinui tas” terus

menerus tanpa perubahan. Lingkaran juga bidang yang tidak memili ki

siku-siku dan mel ingkup i semua yang di dalamnya seo lah -olah memili ki

sifat “utuh” dan “melindungi”. Dalam kai tan dengan sifat-sifat dasar

Page 203: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

192

dar i sebuah lingkaran kita bisa membandingkannya dengan peran

seorang “Ibu” (matter).

Menurut Car l Gustav Jung, archetype tentang ibu memili ki cir i-cir i

sebaga i ber ikut:

“...is often associated with things and place standing for fertility andfruitfulness: the cornucopia, a cave, a tree, a spring, a deep well, orto various vessels such as the baptismal font, or to vessel-shapedflowers like the rose or the lotus. Because of the protection it implies,the magic circle or mandala can be form of mother archetype.” 284

Sekila s dar i pandangan Jung, cir i ideologi lingkaran muncul juga dalam

watak archetype ibu. Terutama, dalam model vessel (lorong) dan circle

(lingkaran) muncul juga sebagai bag ian dar i wujud yang diinterpretasi

Jung sebaga i archetype ibu. Kedua bangunan ini , lorong dan lingkaran,

menggambarkan “ke lah iran” dalam wujud “rahim” dan “lorong rahim”

yang sangat dekat dengan identi fikasi ibu sebagai sebuah simbol.

Dar i tit ik tolak teori archetype Jung tul isan ini berusaha

memahami tubbytron ic superdome. Namun tidak seluruh teori archetype

Jung ini dapat digeneral isi r untuk memahami tubbyland. Sebaliknya,

archetype ibu tidak sepenuhnya had ir dalam tubbyland, namun

direpresenta sikan dalam hadirnya konstruk “rahim” atau “lingkaran”

sebaga i wujud relasi antara “bayi” dan “ibu” selama masa-masa

prenatal.

284Carl Gustav Jung, Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, trickster (Great Britain, Thames:Routledge Regan Paul Ltd., 1972).

Page 204: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

193

Sepert i yang ditunjukkan dalam set iap epi sodenya, para tubbies

selalu muncul dan hilang melalu i sebuah “lubang gelap” di atap

tubbytron ic. Pada gambar 4.8 dan 4.9 , pos isi lubang gelap ditunjuk-

GAMBAR 4.9

Kerangka bangunan tubbytronicsuperdome dalam grafis tiga dimensi

kan tit ik a. Dar i tit ik a, terdapat

saluran yang meluncur dan ke luar

dar i dekat kontro l panel di dalam

tubbytron ic. Bersama-sama tit ik b

(pintu) dan tit ik c (jendela), tit ik a

merupakan celah penghubung

antara bagian dalam tubbytronic

superdome dengan “alam” di luarnya (di tunjuk oleh tit ik d). “Lubang

gelap” bisa berart i jalan menuju tubbyt ronic superdome bag i para

tubbies, sepert i halnya pintu berbentuk lorong di dinding bawah. Baik

lorong a, b, maupun c, ket iganya merupakan sis tem tubbytroni c agar

tidak ter iso las i dar i sis tem luar. Namun juga tidak menyatukan

sepenuhnya, mas ing-masing tetap berdir i sendir i. Tubbytron ic

superdome tetap ber fungsi sebaga i kesatuan sis tem yang memenuhi

kebutuhan dan merawat para tubbies secara mandir i. Bangunan yang

berdir i sendir i, tap i tidak ter iso lir dar i “dunia luar”.

Cara kerja dar i tubbytron ic superdome memili ki cir i dan fungsi

layaknya rahim ibu. Sebaga i rah im, tubbytron ic menghi langkan trauma

kehilangan rah im yang dia lami set iap ind ividu saa t dil ahirkan, dengan

memenuhi kebutuhan secara menetap. Sebal iknya dia tidak memili ki

wujud “organ is” dalam pengertian klasik , tubbytron ic mengkonstruksi

kembal i fungsi dan ciri dar i rah im melalui wujud teknologi s. Dalam

Page 205: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

194

rahim teknologis, keterbatasan dar i rah im ibu bio log is yang sifatnya

temporal diatas i dengan ketakterikatan waktu dan kebebasan akses tak

terbatas.

Melalu i “lubang gelap”, tubbies “muncul” dan “mengh ilang”

dalam rah im teknologi s tubbytron ic set iap saat mulai dan berakh irnya

episode Teletubbies. Pada dimens i ini , “lubang gelap” bekerja layaknya

vagina ibu atau jalan keluar bay i dar i rah im, sekaligus juga

mengimpli sit kan sebaga i jalan atau lorong kembal i menuju rahim.

Ke[satu]an dengan rahim kin i bukan lag i yang harus dicera ikan sebaga i

syarat lah irnya “subyek”, tap i “subyek” bisa menikmati masa-masa

ke[satu]annya dengan rahim secara tak terbatas akibat koneks inya

dengan teknologi dalam tubbytron ic superdome. Kin i bay i tubbies adalah

makhluk amphib ian, yang berpindah-pindah dar i satu keadaan menuju

keadaan lain. Dia “bebas” berpindah, tap i kehadi ran rah im baru berart i

“keterfokusan” pada ken ikmatan baru melalu i koneks i dengannya.

Koneks i itu ter ikat antara para tubby dengan tubbytron ic

superdome melalu i sentuhan fis iknya dengan tombol-tombol kontro l

panel di pusat. “Menyambung” dan “memutuskan” koneks i melalu i

gerakan sederhana sepert i “menekan” tombol member ikan ken ikmatan

akan kuasa terhadap “tubuh” sendir i dan sesuatu yang berada “di luar”.

Cir i seksua litas285 bukan hanya muncul dalam kecenderungan

285Seksualitas tidak dipahami secara genital, melainkan merupakan suatu dorongan akankenikmatan yang dirasakan secara subyektif dengan perantara sebuah obyek yang berada “diluar” dirinya. Hasrat untuk menguasai, menjadi superior, menyatukan dan bertahan hidupmerupakan gelombang pasang surut yang dinikmati bersama dengan ketakutan akankehilangan, ketidakberdayaan, perpisahan parsial dan hasrat menghancurkan diri.Kenikmatan dan hasrat libidinal tidak terikat pada salah satu belaka, melainkan terwujuddalam kondisi naik turun yang bekerja bergantian menghasilkan refleks “menahan” dan“melepaskan” koneksi.

Page 206: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

195

“mendekat i”, “mendorong” dan “menahan” koneks i, tetapi juga dengan

“menjauhi”, “menar ik dir i” dan “pe lepasan sementara” atasnya. Sepert i

halnya pos isi bay i dengan put ing buah dada ibunya, penguasaan dada ibu

oleh bay i bukan hanya ter letak pada penguasaan sepenuhnya, tap i juga

ket ika dia mengalami keterp isahan dar inya. Keterp isahan menimbulkan

perasaan adanya ker induan akan sebuah “obyek” dalam kedudukannya

sebaga i “subyek”: kesetaraan dengan dirinya. Pemenuhan atasnya

member ikan ken ikmatan tersambungnya kembal i koneks i dengan

“obyek” di luarnya yang diinginkan. Dalam hal ini , put ing dada ibu

menjadi fokus dorongan kenikmatan dan member ikan bay i perasaan

“terarah” serta kuasa atas tubuhnya sendir i di samping dengan

ke[satu]an dengan sosok ibu sebaga i semesta. Walaupun sebenarnya

“tubuh” ket ika itu justru menjadi sis tem yang ter ikat secara fis ik

dengan dun ia di luarnya, dan sekaligus tidak lag i berada dalam kontrol

psikis .

Apabila kompleks ini ter jad i dalam rah im maka tombol -tombol di

kontro l panel berfungsi sama dengan “ar i-ari”, yai tu pusat interaks i

“bayi teknologi” Teletubbies dengan rah im “Ibu teknologis” (mother of

technology) dalam memenuhi kebutuhan para tubbies secara otomatis .

Melalu i koneks i ini , semua kebutuhan hidup sepert i tidur dan makan

dipenuhi melalu i interaksi para tubbies dengan tubbytron ic superdome.

Ket ika tubbies mengambil jarak “memisahkan” dir i dar i tubbytron ic

superdome dan berdiri sebaga i “subyek” tidak menyebabkan ter lepas

sepenuhnya dar i ari-ari teknologi s yang ada sepert i halnya ter jadi pada

kelahi ran organik. Melainkan “pemisahan” mengisyaratkan pada

Page 207: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

196

ker induan akan ken ikmatan penyatuannya di kemudian har i dengan

“obyek” sebaga i sebuah semesta.

Karena itu antara para tubbies dengan

tubbytron ic superdome terdapat suatu

ikatan emosional yang membuat mereka

tidak pernah memisahkan dir i sepenuhnya

dar i fokus tersebut. Sifat dar i tubbytronic

superdome tidak menguasai , tap i jus tru

para tubbies yang membutuhkan ikatan itu.

Tubbytron ic sifatnya adalah merawat dan

GAMBAR 4.10

Para tubbies berada dalamtempat tidur di dalamtubbytronic superdomeyang berbentuk kapsulterbuka.

member ikan “cinta”-nya pada para tubbies. Hubungan antara keduanya

lebih tepat digambarkan sebaga i proses sinkronisasi, di mana saling

beradaptasi mencip takan eku ilibrium homeostas is. Para “bayi teknologi”

teletubbies hidup dalam rengkuhan “ibu teknologi”, dan tubbytron ic

hanya memperoleh konteks makna fungsiona l apabila keberadaan para

tubbies ber[ada] di sek itarnya.

Sebaga i “ibu tekno logi”, tubbytron ic superdome memili ki

karakteri sti k yang sangat disesuaikan dengan bentuk badan para tubbies.

Di dalam, semuanya di atur sesuai dengan jumlah dan ukuran para

tubbies. Baik perabotan sederhana, sepert i meja, kursi, tempat tidur

dis inkronkan bentuknya sesuai dengan bentuk fis ik mas ing-masing

“pr ibadi” para tubbies (lihat gambar 4.10). tubbytron ic superdome

menjalani peran sepert i rah im seorang ibu yang memahami seluruh

kebutuhan lib idinal bay inya dengan sempurna, kenyamanan dan

Page 208: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

197

pengertian yang tidak akan ditemukan para tubbies di luar tubbytronic

superdome.

Bila kemudian dikait kan dengan pola alam semesta tubbyland

yang “menyusut” dalam suatu fokus dan “melebar” sebaga i hubungan

global , sinkronisasi dalam ikatan “cinta” antara tubbies dan tubbytronic

superdome merupakan ikatan bag i ter jad inya suatu fokus yang has ilnya

adalah sebuah “keber samaan” semu yang terbentuk antara para tubbies

sendir i. Pos isi antara tubbies ada lah setara bagi tubbytron ic superdome,

dan semuanya dilayani secara adi l. Karena itu, tubbytron ic superdome,

berperan sebaga i “fokus” atau “pusat” bag i tubbies, sedangkan secara

keseluruhan “tubby land” mengikat mereka dalam satu semesta. Semesta

tubbyland muncul sebagai “bagian” mandir i namun tak terpisahkan dar i

tuybbytronic superdome. Begitu juga pos isi sebaliknya ber laku sama

untuk “obyek” yang ada. Kerangka ini lah kita akan membantu

memahami bagaimana kedudukan dan ideologi yang mendasari dan

direpresenta si oleh simbol -simbol lain dalam Teletubbies.

2. Meka[orga]nik

Sebagai rah im, semua teknologi di dalam tubbytron ic superdome

merupakan ke[satu]an dengan induknya. Perwujudan obyek muncul

sebaga i tubbytoast, tubbycuster dan yang pal ing penting ada lah Noo-

Noo. Tubbytoast dan tubbycuster ada lah mes in penghasil pasta dan kue

yang merupakan konsumsi utama para Tubbies. Bentuknya cenderung

persegi dan sudutnya tumpul . Kontak para tubbies dengan dua peralatan

Page 209: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

198

ini melalu i tombol. Berbeda dengan kedua alat ini , Noo-Noo memili ki

karakteri sti k berbeda dalam bekerja ataupun fungsinya sebagai alat. Dia

tidak menunggu para tubbies menekan tombol untuk menjalankannya,

sebaliknya dia akt if bekerja sebaga i satuan tubbytron ic yang mandir i.

Bagi Noo-Noo, antara kerja mesin penyedot debu dan sifat dan

karakter organi sme membaur dalam wujud fis ik nyata. Dia memili ki dua

mata yang berputar-putar, belala i panjang untuk menghi sap kotoran

dan debu, ser ta tubuh berbentuk tabung untuk menampung kotoran dan

debu yang dih isapnya, dilengkapi pula”roda” otomat is yang membantu -

GAMBAR 4.11

Noo-Noo:konseptualisasi

dari meka[orga]nikdalam sebuah

“subyek’ mandiri

nya berpindah -pindah tempat tanpa per lu dibantu

oleh pihak lain di luar dir inya. Secara keseluruhan,

Noo -Noo merupakan rancangan yang sangat sinkron

antara sebuah organisme dengan sebuah mes in

penyedot debu otomatis. Dalam fis ik Noo -Noo,

dualisme antara mekanik dan organik didamaikan

dalam konsep otomat isme.

Sebaga i perwujudan otomat isme, Noo-Noo mengisyaratkan adanya

“diri” yang muncul , bergerak, beroperas i, berpikir dan bekerja dengan

sistem kontrol yang berada di dalamnya. Dalam hal ini pos isinya tidak

jauh berbeda dengan para tubbies sebaga i organi sme. Dan sepert i para

tubbies pula, walaupun dia memili ki kemandirian sebaga i elemen yang

berdir i sendir i, Noo-Noo tidak pernah memisahkan dir inya dar i

tubbytron ic superdome. Bedanya, para tubbies bisa meninggalkan

tubbytron ic sementara untuk bermain di luar sedangkan Noo-Noo tidak

Page 210: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

199

pernah meninggalkan kubah. Para tubbies selalu bermain, sedangkan

Noo-Noo selalu sebaga i “pekerja”. Relasi antara tubbies dengan Noo-Noo

mencerminkan hubungan yang mir ip ika tan “tuan” dan “budak”.

Dalam menjalankan fungsi sebaga i “peker ja”, Noo-Noo adalah

alat steril isasi segala kotoran dan sumber penyak it yang mungkin muncul

di dalam tubbytronic superdome. Dia penjamin konsep tentang

“kesehatan” dan “keamanan” untuk para tubbies. Stabil isasi fungsinya

adalah dalam menjaga agar keadaan dalam tubbytronic superdome tetap

menjadi tempat aman bag i para tubbies. Karena itu sebaga i “budak”,

Noo-Noo tidak pernah di bawah pemerintahan para tubbies, melainkan

tugasnya merawat dan mempertahankan ken ikmatan para tubbies dalam

tubbytron ic superdome dengan menangkal gangguan dar i “luar”.

Selain itu, dalam pos isi “budak”, Noo-Noo tidak berbeda dengan

para tubbies yang ber laku sebaga i “tuan”. Keduanya berada dalam

ikatan kesatuan dengan rahim ibu teknolog is. Pemisahan antara

keduanya dalam dua kategori diskri t bukan antara konsep yang satu

sebaga i “mesin”, sedangkan lainnya ada lah “organ isme”. Kedua konsep

tersebut berada dalam Noo-Noo maupun para tubbies. Para tubbies

bukan lag i sekedar organi sme belaka, tap i juga memili ki cir i-cir i

mekanik di dalam dir inya (automaton) sedangkan Noo -Noo ada lah mesin

yang memili ki kemandirian layaknya seorang individu (otomat isme).286

286 Humberto Maturana dan Francisco Varela dalam bukunya berjudul Autopoiesis and Cognition:The Realization of the Living, mendefinisikan ulang tubuh organik sebagai autopoiesis, yaituself-referential, sistem otonom yang memiliki karakter deterministik dan relativistik. Dalamhal ini, tubuh mengikuti suatu kerangka acuan yang disebut sebagai common frame ofreference, di mana imaji visual berfungsi layaknya “bahasa” tidak sekedar menyampaikaninformasi, namun berperan sebagai wilayah interaksi antara “subyek” dengan sebuah

Page 211: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

200

Hubungan oposis i antara “mesin” dan “organ isme” dalam hal ini menjadi

hanya sebuah keadaan timbal bal ik yang masih berada dalam sebuah

areal global , bukan lag i konsep yang mandir i, apalag i berhadap-hadapan

sepert i yang ditakutkan oleh Erich Fromm287.

3. Ikatan fokus dala m emos i waj ah

“Obyek” yang pal ing awal muncul set iap epi sode Teletubbies sepanjang

24 menit ada lah sebuah “matahari”. Sepert i yang sudah dikaji di atas,

matahari muncul sebaga i “terang” yang member ikan penglihatan sadar

akan kehadi ran warna-warna yang berada dalam layar. Dia muncul

sebaga i bag ian dar i penglihatan, kontradiksinya dia ada lah “obyek”

penglihatan sekaligus juga hadir di dalam “subyek” sebaga i kerja

penglihatan itu sendir i.

konstruksi acuan bersama (Ibid 13., loc. cit). Bandingkan pandangan ini dengan ide Kobo Abétentang The mass-produced pattern pada Bab I, hal. 7.

287Dari berbagai segi, Noo-Noo adalah “hantu” yang paling ditakuti oleh Fromm, wujudpemimikan (mimicry) mesin yang menanding peran fisik maupun psikis seorang manusia.Ironisnya, ketakutan Fromm tidak pernah mendapatkan tanggapan yang sesuai, sebab dalamTeletubbies Noo-Noo tidak memberikan kesan “mengerikan” atau “angker” (Untukkejelasannya, ikut bagian awal dari Bab III pada tulisan ini). Sebaliknya sosok Noo-Noocenderung ramah dan humoris. Sebagai “budak”-pun Noo-Noo samasekali tidak menunjukkansikap gampang kecewa. Tidak ada hantu proletariat dalam dirinya, Noo-Noo memiliki sikapjinak namun kreatif dalam dirinya. Kyoko-Date, “gadis imaji” dalam wujud rancangan digitalyang dibuat pada tahun 1996 sebagai pembawa acara (VJ) televisi, adalah sosok yang palingsesuai untuk dibandingkan dengan Noo-Noo. Kaz Hori, wakil presiden HoriPro Inc. (agenKyoko Date), membandingkan keunggulan Date dengan pembawa acara “manusia” lainnya:“She doesn’t complain about anything, and she doesn’t sick.” Dalam berbagai kesempatan,peran Date menyamai pembawa acara umumnya. Date yang dibayangkan masih berumurenam belas tahun, menjadi salah satu pujaan bagi publik Jepang. Hebatnya lagi, Kyoko Datehanya program awal, sebab untuk ke depan HoriPro berencana mengkreasi seorang manajervirtual untuk Kyoko Date. (Ibid 66., op. cit, hal. 21).

Page 212: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

201

Dalam pos isi sebaga i “obyek” tampak,

“matahari” di dalam tubbyland memili ki bentuk

bulat dengan warna kuning keputihan dilengkap i

dengan pancaran cahaya ke seluruh arah.

Namun, ket imbang mir ip matahari sehari -har i

GAMBAR 4.12

Matahari tubbyland

yang kita lihat, “matahar i” tubbyland memili ki wajah seorang bay i yang

menyebabkannya leb ih ekspresif emosional , dar ipada sekadar

member ikan pencahayaan. Di dalam tubbyland, wajah bay i ter sebut

adalah satu-satunya wujud yang memili ki ekspresi emosional tidak

dibuat-buat di banding “subyek/obyek” lain yang ada dalam tubbyland.

Dalam kaca mata penglihatan empiri s, wajah manusia yang had ir dalam

dunia sureal is Teletubbies satu-satunya hanya berada dalam matahari

tersebut. Karena itu dia ada lah keberadaan tunggal dalam semesta

Teletubbies dimana tidak ada bandingannya, dan mendapat sorotan

cukup intens dalam banyak slo t.

Sebaga i wujud wajah bayi, matahari tersebut mengamati dar i ata s

segala sesuatu yang ter jad i di dalam tubbyland. Dia bukan hanya bagian

dar i tontonan, tap i juga penonton. Dalam wajahnya yang “manus iawi”

dia member ikan fokus identi fikasi antara penonton dengan dir inya.

Karena dia melakukan sepert i yang dilakukan para penonton

Teletubbies: member ikan reaksi emosional terhadap apapun yang terjad i

di dalam Teletubbies. Dia “memil ih” untuk meraban, ter tawa senang,

bingung atau sekedar diam saja sebaga i reaksinya terhadap apa yang

Page 213: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

202

terjad i di bawahnya. Tidak ada reaksi murung, sedih, tangisan, atau

kesaki tan dalam kategori reaksi emosional yang dimunculkannya. Art inya

dia memilah secara ketat reaksi emosional yang layak atau tidak layak

untuk dimunculkan. Dia menguatkan dan menjadikan emosi yang lain

menjadi semakin “nyata” dengan tampilan wajah bay i yang lembut,

bersahabat, cer ia, sedangkan emosi lain yang “menyimpang” dar i ciri -

cir i tersebut dit iadakan dar i penampakan penonton.

Di sis i lain, reaksi emosional yang tampil melalu i medium

“matahari” merupakan penguatan suasana emosional terhadap

organi sme automaton Teletubbies yang fri gid. Tetapi pos isinya bukan

sekedar pelengkap dari kekurangan, leb ih jauh lag i, dia ada lah acuan

penonton Teletubbies untuk member ikan reaksi emosional yang ter fokus

dan terseleks i. Dia seolah -olah membawa keber[ada]an penonton

bersama-sama dalam kehadiran emosional di dalam layar. Penonton

merasakan adanya satu “obyek” lain yang memili ki suara, ekspresi,

wajah yang sama manusiawi dengan dir inya: “Chi ldren’ s voices are used

in the inserts: as soon as chi ldren saw the early experimental inserts

with chi ldren’ s voices in them, they locked on to them. Children find it

easier to lis ten to other chi ldren and see baby shaped things .”288 Dan

mereka, menjad i leb ih mudah terkunci secara fokus pada pemunculan

tersebut. Ada “penonton” lain dalam layar yang menuntun para

penonton pada suatu kondis i yang sesuai denga n tubbyland.

288Andrew Davenport, FAQ, Online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies17.html

Page 214: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

203

Namun hal ini tidak member ikan penonton penguatan

keber[ada]an dir inya sebaga i “subyek”, melainkan “subyek” dih ilangkan

keber[ada]annya. Sebagai gantinya, keber[ada]an penonton digant ikan

pos isinya oleh sebuah medium lain yang memili ki “kemir ipan” dengan

dir inya di dalam teknologi layar. Dia tidak menunggu reaksi dar i

penonton, tap i mengawali dan menentukan reaksi emosional yang layak

baginya sendir i. Seh ingga semua kejadian dalam Teletubbies bebas dar i

determini sme emosional penonton yang berada di luar, seh ingga semua

ekspresi emosi yang ada dio lah dan dikontruksi oleh obyek yang ada

dalam dir inya sendir i. Penonton dalam hal ini berperan menyesuaikan

emosi dengan reaksi-reaksi emosional yang muncul dalam obyek

sentra lis tik tersebut. Walaupun tidak ada paksaan untuk melakukan hal

ini , juga tidak ada tuntutan untuk meniru semua ekspresi yang muncul .

Tapi “pengertian”, “empat i” dan “pemahaman” penonton terhadap

emosi-emosi “universa l” yang muncul dar i ekspresi bahagia matahari

bayi mengalami sinkron isasi, seh ingga penonton memahami teletubbies

sebaga i hal yang menyenangkan saja. Selanjutnya, ekspresi-ekspresi

yang muncul dalam layar diterima oleh penonton sebaga i bagian dar i

reaksi emosi dir inya terhadap Teletubbies: “The baby sun offers

reassurance as it is always happy and watches the Teletubbies with the

same enjoyment that chi ldren do .” 289

Dengan mengambil alih kontro l subyek atas reaksi emosi

pribadinya, dia member ikan “kesadaran” baru pada cir i-cir i personali tas

289 Anne Wood dan Andrew Davenport, Why does Teletubbyland look like it does?, Onlinedocument: http://www.bbc.co.uk/education/teletubbies/information/faq/teletubbyland.shtml

Page 215: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

204

subyek yang dip ilah, dikuatkan, dihadirkan dan dipahami sebaga i

dir inya. Sepert i Noo-Noo, dia member ikan alam pembauran teknologi s

Teletubbies sebuah “kemanusiaan” dan kesadaran baru yang teknologis

pada penonton Teletubbies.

4. “Tuh an” dalam tu bbyland

Berkebalikan dengan peran wajah “manusiawi” yang diberikan oleh

matahari bay i, terompet suara dalam Teletubbies memili ki peran yang

berbeda. Karena itu dar i pada berwujud wajah seorang manusia atau

bayi, terompet memili ki wujud penampakan yang teknologis. Walaupun

demikian, sebaga i teknologi dia dianggap bukan hal yang asing: “The

voice trumpets represent the many technolog ica l dev ices that are a

natura l part of a chi ld”s life.” 290

GAMBAR 4.13

Terompetdalam

tubbyland

Sebaga i bag ian teknologi yang “alami” dari

kehidupan anak-anak, terompet suara memili ki bentuk

yang unik. Gabungan dar i bentuk yang memanjang

dengan membulat di ujungnya, menyerupa i shower

mandi, sekaligus mir ip corong telepon, atau

menyerupa i earphone .291 Dengan kata lain, wujud dar i

terompet tubby land ada lah kumpulan bentuk berbagai

290 Ibid., loc.cit.

291 Namun, dari Anne Wood dan Andrew Davenport, dia lebih sering disebut sebagai ‘terompet’

Page 216: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

205

macam teknologi yang biasanya dijumpai dalam kehidupan rumah

tangga. Berbeda dengan tubbytron ic superdome yang futuri stik dan tidak

laz im, terompet suara justru karakteri stik yang “natural”, walaupun

jumlahnya tidak dapat dipast ikan, tap i “benda” sejenis ini dengan

bentuk yang seragam dapat berada di dalam maupun di luar tubbytron ic

superdome, yang berart i juga bahwa dia ter sebar di seluruh tubbyland.

Di luar tubbytron ic, terompet suara muncul dar i dalam tanah ke

permukaan buk it, dan tidak ada batas eksak di mana dia muncul ,

art inya di tubbyland terompet ini bisa muncul begitu saja. Sedangkan di

dalam tubbytronic superdome, ditemukan terompet ter letak ditengah-

tengah tempat tidur para tubbies (li hat gambar 4.10, terompet berada

di tengah -tengah, antara tempat tidur Dipsy dan Laa -Laa).

Kemunculannya yang acak di semua tempat, ditambah dengan

bentuk tidak mencolok layaknya perkakas har ian, terompet tubbyland

bukan fokus bag i penonton. Keberadaannya disadari tap i kur ang menarik

diperhati kan. Dia muncul sebaga i “obyek” yang berdir i sendir i dalam

tubbyland, sekaligus mister ius. Berkebalikan dengan cir i-cir i yang

dimili kinya, terompet tubbyland memili ki peran yang hampir sama

dengan narator. Ter lebih-leb ih lag i, sepert i narator, terompet

merupakan sosok dengan penekanan kehadi ran “suara” yang sifatnya

menuntun. Bedanya dengan narator yang tidak memili ki fis ik tampak

sama sekali , dia tetap memili k kehadiran fis ik, walau sifatnya terbatas.

Karena itu diband ing dengan narator yang munculnya sebaga i “subyek”

yang mengambil jarak dar i dun ia tubbyland, terompet mengambil pos isi

sebaga i bagian wujud fis ik dar i kontruksi tubbyland. Layaknya “obyek-

Page 217: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

206

obyek” lainnya dalam Teletubbies, dia berperan sebaga i tontonan bag i

penonton Teletubb ies , ter lihat sebaga i “obyek” penglihatan yang

imanen. Keistimewaan ini tidak dimili ki “obyek -obyek” lainnya di

Teletubbies.

Sebaga i sebuah “subyek” sepert i narator, keber[ada]annya

sebaga i bag ian tatanan dalam tubbyland ter letak pada cara bagaimana

dia menuntun keadaan dalam rangka ian urutan per ist iwa. Dia memula i

acara dengan seruan: “Saatnya Teletubbies! Saatnya Teletubbies!

Saatnya Teletubbies!” Atau pada akh ir acara dia memper ingatkan

penonton maupun para tubbies: “Saatnya berpisah! Saatnya berpisah!”

Keber[ada]annya ada lah penekanan sekat -sekat waktu, berbeda dengan

sifat kebersamaan (unity) yang muncul dalam Teletubbies, dia

menekankan pemisahan “saat” dalam tubbyland dengan “saat umum”

lainnya, “ruang vir tual” dengan “ruang material”. Pada sis i in i dia

member ikan kekhususan ruang bag i tubbyland, sekaligus menekankan

posisi yang sama pentingnya dengan “saat-saat” lainnya. Tubbyland

menjadi “jadwal” yang eksak ada dalam pengalaman sehari-har i.

Di sin i muncul paradoks, ket ika tubbyland muncul sebaga i ruang

dan waktu yang “khusus”, bersamaan dengan itu dia had ir sebaga i

bagian dar i rentetan ruang dan waktu yang sama dengan penonton. Dia

tidak dibedakan lag i dar i “saatnya tidur”, “saatnya makan”, “saatnya

bekerja”, “saatnya nonton TV” dan “saat-saat” la innya. Sebaga i

rangka ian “saat” dalam satu har i penuh, tubbyland mengikat fokus

perhat ian penontonnya dalam kebiasaan, pola, dan program yang

Page 218: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

207

terjadwal di dun ia tubbyland. Tubbyland, muncul dalam kesadaran

penonton sebaga i kesatuan ruang dan waktu yang khu sus dan mandir i,

sekaligus menyatu dalam pengalaman. Sama “obyektifnya” dengan

satuan-satuan waktu jam mekanik dan “subyekti f” sepert i halnya jadwal

dan keb iasaan sehari -har i yang disusun seseorang.

Sedangkan terompet suara dan narator tersebut, pada seg i ini ,

perannya sama transendennya dengan konsep tuhan yang disusun orang

Yahudi dalam Alk itab. Bukan hanya karena keber[ada]annya yang

abstrak, namun perannya dalam member ikan spesif ikasi ruang dan waktu

sama sepert i Tuhan Yahudi yang menetapkan har i Sabtu atau Minggu

sebaga i “Saatnya har i Tuhan”. Sepert i Tuhan, terompet maupun narator

tidak hanya berdir i di “atas” member ikan pembatasan-pembatasan

satuan ruang dan waktu, namun juga “berbicara” dengan penonton dan

para tubbies.

Pengalaman imanen akan keberadaan terompet dan narato r

sebaga i “subyek” yang had ir di luar “di ri” para tubbies dan penonton,

member ikan peran kontradiktif pada sifat transenden dalam kasus

sebelumnya. Sekarang dia had ir sebaga i “saat”, sebaga i bagian

tubbyland. Secara “fi sik” dia tetap tidak terpisah dar i penonton,

melalu i “suara” dia had ir bersama dalam “ruangan materi”. Ber sama-

sama dengan tubbyland kin i tidak lag i dia lami secara “subyekti f” dalam

narasi , melainkan narasi sebaga i bag ian dar i tubbyland. Tidak sepert i

sebelumnya, “obyektiv itas” tubbyland bukan diadakan melalu i satuan

“saat-saat” belaka, melainkan sekarang dia memili ki sifat transenden

Page 219: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

208

sepert i “ruang materi”. Penonton sebaga i “subyek” menjad i bag ian dar i

keber[ada]an “obyektif” tersebut. Pengalaman imanen ini menuntun

penonton-penonton Teletubbies menuju tubbyland, mengalami dunia

“tubby land” sebaga i pengalaman sejajar dengan “dunia materi”.

Kedua cara kerja narator dan terompet tersebut, bukan

perbedaan yang terpisah. Keduanya merupakan sis tem teknologi yang

memproduksi melalu i serangkai “fokus” dan “obyektiv ikasi” untuk

menghadirkan pengalaman, ruang, “saat” atau waktu dalam jumlah tak

terbatas dan dapat dil ipat gandakan terus menerus. Bagi penonton

maupun para tubbie s, waktu dan ruang Teletubbies sifatnya tidak

mutlak walaupun dirasakan “ri il”. Para tubbies bisa mengulang kembal i

set iap adegan yang disuka i dan diinginkan untuk diu lang. Jika mereka

mengatakan, “Lagi! Lagi! Lag i!” Maka adegan atau atraks i yang muncul

diu lang kembal i sama persis sepert i sebelumnya. Cir i ini sekal igus

menjadi cara Teletubbies menunjukkan ker ja teknologi layar sebaga i

bagian dar i penonton mengalami dun ianya: “We have some evidence of

how chi ldren respond to seeing things aga in and again. A very young

chi ld can use videos to repeat a section of a programme over and over

again. It’ s part of Teletubbies” function to encourage chi ldren to

become screen literate: it”s going to be a world of screens rather than

pages when they grow up.”292 Cir i pengulangan pengalaman vir tua l layar

bukanlah sesuatu yang berdir i sebaga i fungsi di luar cara penonton para

tubbies tap i ada lah bagian dar i cara dan kebutuhan penontonnya:

292Andrew Davenport, FAQ, online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/teletubbies17.html

Page 220: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

209

“Chi ldren need to look at things much more than adults . Our format

enables them to listen and watch; they need to see things over and over

again. It’ s one of the rules of produc ing the programme that the

Teletubbies appear to play spontaneousl y, in the way that chi ldren

do.” 293

Melalu i pengulangan, “obyek -obyek” muncul , hilang dan

kemudian muncul kembal i dalam sik lus yang ber tautan dengan

keber[ada] “subyek” penonton dan para tubbies. Sedangkan antara para

tubbies dengan penonton memperoleh jalur indent ifikas i di antara

keduanya. Sepert i para tubbies, para penonton ket ika memfokuskan

“diri” pada “ruang” dan “waktu” dalam Teletubbies mentautkan

keber[ada]annya dengan keber[ada]aan “obyek -obyek” dalam tubbyland.

Walaupun demikian, para tubbies tidak selalu muncul sebaga i “subyek”

yang sejajar dengan penonton, ada kalanya para tubbies muncul sebaga i

“obyek” tontonan. Sebaga i “obyek” tontonan, para tubbies adalah

kelompok sos ial bercir i teknologi s dalam wujud yang organi s.

5. Tubuh , psikis dan tingkah laku tubbies

Secara sos iob iologi s, para Tubbies ada lah satuan spesies spesif ik dalam

pola relasi dan bentuk tubuh sesuai dengan kontruksi semesta teknologi

yang meng[ada] dalam teletubbies. Wujudnya adalah penerapan model

amphib ian meka[orga]nik dalam fis ik yang tampak secara inderawi, atau

disebut juga sebaga i automaton.

293 Anne Wood, Ibid., loc.cit.

Page 221: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

210

Sesuai dengan kata tubbies yang dalam bahasa Inggri snya berart i

“gemuk” dan pendek”294, para tubbies memili ki tubuh yang tambun dan

cenderung melebar dengan propos ional tubuh melebar di perut dan

pinggu l. Perbandingan antara kepala , dada, perut/pinggu l, paha dan

kaki berada pada ras io antara 3:2:4:3:2. Selain perut, kepala adalah

daerah pal ing menonjol. Bagian kepala merupakan tempat para tubbies

melakukan kontak sos ial di antara mereka sendir i, maupun kontak dalam

bentuk sinyal -sinyal elektronis yang dipancarkan “kinci r ang in aja ib”

(magic windmail ).

Bentuk kepala para tubbies, bulat, separuh terbungkus oleh

pakaian yang menyatu dengan tanpa ada pemisahan membungkus seluruh

badan. Wajah adalah bagian yang terbuka dan menampakkan mata yang

bulat, hidung, mulut dan tel inga. Dibanding dengan hidung dan mulut,

mata dan tel inga para tubbies menduduki proporsi yang leb ih luas. Mulut

tubbies walaupun cukup lebar, tidak memiliki gerak lentur, berbeda

dengan mata para tubbies yang memutar -mutar dengan bebas. Dan

hidung adalah indera yang pal ing minor dalam tubbies ber lawanan

dengan ukuran tel inga tubbies yang menyamai panjang kepalanya.

Kecenderungan dominasi mata dan tel inga dalam wajah para

tubbies, menggambarkan penonjolan indera tertentu dibanding indera -

indera lainnya. Indera taktil (sentuh) para tubbies jus tru terbungkus

seluruhnya oleh lap isan pakaian yang hanya terbuka pada wajah. Wajah,

dengan demikian, menduduki suatu porsi yang penting dalam

294 Lihat kembali catatan kaki no. 230. Dalam pengertian tertentu, “gemuk” dan “pendek”memiliki makna sebagai bentuk lanskap horisontal. Bentuk lanskap horisontal merupakanmodel bentuk yang biasanya digunakan dalam layar.

Page 222: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

211

keseluruhan tubuh para tubbies, selain antena dan layar di perut. Wajah

adalah ala t sos ial isasi para tubbies, yang ber laku di kalangan mereka

sendir i dan ber laku juga dengan penonton. “Mata” dan “te linga”, secara

khas menunjukkan seleks i perhat ian dalam kontak sos ial antara

tubbyland dengan dun ia penonton melalu i teknologi layar. Tubbyland,

mengikuti penekanan seleks i perhat ian ada lah dun ia yang dikontruksi

secara spesif ik melalu i ranah “pengl iha tan” dan “pendengaran”.

Sebaga i fungsi teknologi layar, ditunjukkan secara luas pada

keseluruhan tubuh para tubbies. Dengan layar di perut dan antena di

kepala , para tubbies tidak berbeda dengan televi si yang bergerak dan

hidup. Sul it membedakan, apakah para tubbies ada lah organi sme yang

memili ki cir i teknologi s atau teknologi yang memili ki karakter biologis .

Antara automaton dan otomat isme, sekarang tidak lag i memili ki

pertentangan di dalam tubuh tubbies.

Karena itu tubuh para tubbies memili ki kemampuan menjal in

koneks i dengan teknologi-teknologi lainnya dalam tubbyland. Layar di

perut para tubbies, ber fungsi simetr is dengan ari-ari di perut bay i jika

berkontak dengan ibunya dalam kandungan, dalam hal ini tubbytronic

adalah ibu bio log is/teknologi snya. Tubbies menerima sinyal -sinyal dar i

pemancar melalu i antenanya, sepert i mes in menerima per intah jarak

jauh.

Sedangkan, pos isinya sebaga i ind ividu-ind ividu yang berdir i

sendir i, para tubbies justru menampilkan mereka memili ki karakteri stik

pribadi yang khas dan berbeda antara satu dengan lainnya. Mereka

diberi pembeda dalam nama, warna, tinggi badan, kebiasaan hingga

Page 223: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

212

sifat-sifat khusus. Dengan kata lain, mereka memiliki “kepribad ian”

dalam dir inya (lihat tabel 1.1). Para tubbies “unik” sebaga i “indiv idu”,

berbeda dengan pengambaran klasik tentang mesin yang selalu seragam,

tidak memili ki ind ividua litas, apa lag i kepribadian. Dalam hal ini , sejauh

mana perbedaan tubbies ber laku sebaga i “kepribadian” yang mandir i?

Sebaga i contoh, set iap melakukan keg iatannya para tubbies selalu

didahu lui suara narator adalah faktor “subyekti f” yang muncul di

bal iknya. Suara narator tidak hanya menjelaskan apa yang ter jad i,

melainkan juga menuntun seluruh aks i para tubbies dalam kerangka

narati f. Dalam sebuah epiodenya, Laa -Laa duduk di sebuah padang

rumput. Ket ika suara narator menyebut, “Laa-Laa membaca buku.”

Spontan Laa-Laa meniru, “Laa-Laa sedang membaca buku” sambil

mengambil buku dan ber lagak siap membacanya.

TABEL 4.1 Matriks karakteristik perbedaan penampakan wujud fisik, kepribadian,kebiasaan dan pergaulan antara para tubbies.295

Nama Tinky Winky Dipsy Laa-Laa PoWarna

pembedaungu hijau kuning merah

Urutan tinggibadan 1

(tertinggi)2 3 4

(terendah)Bentukantena

Segitiga terbalik Garisvertikal

GarisSpiral

Lingkaran

Barangkesukaan

Tas Jinjingmerah

Topi hitam-putih

Bola berwarnajingga

Scooter ber-warna merah

dan tambahanwarna biru

Lagu yangdinyanyikan

"Pinkle winkle,Tinky Winky,pinkle winkle,Tinky Winky"

"Bup-a-tum,bup-a-tum,bup-a-tum"

"Laa-laa-li-laa-laa-li-laa-

li-laa"

"Fi-dit, fi-dit,fi-dit, fi-dit."

dan"Mar, mar,

man"

295Data ini disusun dari berbagai sumber dari website internet ditambah dengan observasilangsung penulis dari film.

Page 224: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

213

Gerakan yangdisukai

Berjalan,berbaris,menari,

berguling

Menari,berjalan

dengan gayasantai danflamboyan

Menari,memainkan

gerakan kaki,menyanyi

Menari danmenyanyi

Karakterkepribadian

Pendiam, selalubersikap

“dewasa”,gerakan

tubuhnya lebihterkontrol.

Selalumencobabersikap“dingin”(cool),

walaupuntidak menutupirasa sayangnya

pada paratubbieslainnya.

Penggembira,manja, selalumenanyakankeberadaan

tubbieslainnya jika

dia sendirian,suka memberi

komentar“bagus”,

namun kalausedang

berpikir akanmematung

diam.

Selalu tampakbersemangat,

gembira, penuhantusiasme,membikin

kejutan, penuhrasa ingin tahu,

sukamengamati

tombol-tombolpada kontrol

panel.

Teman akrab Po Laa-Laa Dipsy Tinky WinkyJenis kelamin Laki-laki Laki-laki perempuan Laki-lakiWarna kulit Putih Coklat Kuning Putih

Keeksi sannya sebaga i “Laa-Laa” tidak ditentukan kesadaran

“subyekti f”nya. Saat Laa -Laa berkata, “Laa-Laa sedang membaca buku”

sebenarnya “Laa-Laa” yang disebut ada lah “obyek” bag i dir inya sendir i.

Dengan demikian, “Laa-Laa” yang akt if merupakan kesadaran terpisah

dar i kesadaran “subyekt if” dir inya, namun diakui sebagai “di rinya”.

Bersamaan dengan itu, ada kesadaran lain yang diakuinya sebagai bagian

dar i kesadaran dir inya yang menentukan fokus perhat ian untuk Laa-Laa.

Karena itu, baik Laa-Laa dan para tubbies lainnya, walau memili ki

karakter khas dalam dir inya, tap i tetap ber jalan dalam kerangka narasi

yang mengikat keber[ada]an mereka dan “obyek” lain dalam satu

jal inan.

Para tubbies, dalam kasus ini , ter ikat pada cir i karakteri sti k yang

sama. Mereka semua gemar berpelukan, mereka juga suka menari .

Page 225: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

214

Mereka semua selalu bahagia, tidak ada permusuhan antara mereka,

tidak ada pender itaan, kesedihan, dan wajah mereka meski ramah selalu

tampak datar-datar saja tanpa gejolak emosi: “Teletubbies are

extremely good role models . They’re very act ive. They’re very social ;

they love each other; they sup port each other; they approach

everything with enthus iasm and with cur ios ity; they are extremely

positive.” 296 Tidak ada sifat negati f, tidak menyenangkan atau

menyed ihkan dalam dir i mereka, karakter mereka ber sih tanpa cacat,

lugu tanpa kel ici kan. Tidak ada protes atau kecewa ket ika salah satu

dar i mereka dip ilih secara acak menjad i fokus, yang lain ikut

bergembira. Mereka menunggu dengan sabar gil iran mas ing -mas ing,

mengantri . Mereka “produk” sempurna dar i sistem yang bekerja

menyusun tubbyland sebaga i “dunia ideal”.

Semua pola karakter berbeda yang tersebar dalam dir i para

tubbies dikontruksi atas persamaan karakter ini , seh ingga perbedaan-

perbedaan tersebut tidak menyimpang dar i karakter sempurna yang

mengak ibatkan ket idakteraturan atau kecacatan. Dan yang lebih

penting, di seluruh tubbyland, hanya ada empat tubbies yang seluruh

kebutuhannya tercukupi dengan baik dalam tubbytron ic superdome.

Keempatnya memili ki keunikan yang semu, dan selalu dalam satu ikatan

dalam kebiasaan “berpelukan”. “Berpe lukan” ada lah keg iatan dengan

penekanan pada kesenangan, kehangatan dan jauh dar i sifat memaksa.

Member ikan kedekatan fis ik sekaligus afeksi , dan mencerminkan

296Andrew Davenport, FAQ, online document: http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbies194.html

Page 226: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

215

kehangatan. Terutama lagi, dia ada lah keterikatan dan keterangkaian

dalam satu jal inan yang sukare la dan menyenangkan. Saat keempat

tubbies pelukan beramai-ramai, mereka membentuk lingka ran di

tengahnya di mana mereka sal ing berhadap-hadapan. Antena di kepala

sal ing menyentuh satu sama lain, begitu juga layar di perut buncit

mereka. Merasakan kehadi ran satu sama lain, bukan “diri” yang

terpisah-pisah, melainkan satuan realitas yang sal ing mengikat.

Pengalaman pelukan mel ingkar yang dilakukan ber sama-sama

adalah kontruksi keikhlasan individu-ind ividu berbeda-beda untuk

menjal in koneks i yang sal ing mengikat satu sama lain. Dia tidak

memaksakan kebersamaan atau keseragaman pada individu, melainkan

individu-ind ividu dilahi rkan untuk mentautkan semua dalam satu jal inan

seolah-olah “tanpa kekuasaan”. Kebersamaan para tubbies dalam

simbol “berpelukan”, merupakan cir i penga laman yang menyebabkan

kehadi ran “kesadaran” lain diakui sebaga i kesadaran dir inya, tidak

dil ihat sebaga i pemaksaan. “Para tubbies seolah -olah bisa “menolak”

narasi yang dibuat narator. Pada set iap akh ir acara, Narator mengajak

para tubbies “berpamitan”. Dengan berhitung, “satu,” maka salah satu

tubby mengikutinya, “satu.” Setelah itu tubby itu meghilang di bal ik

semak-semak. Begitu juga untuk hitungan “dua”, “tiga” dan “empat”,

berurutan tubbies yang lain mengikuti hitungan itu dan mengikuti jejak

temanya.

Kejutan muncul , ket ika para tubbies tiba-tiba muncul kembal i

dar i bal ik semak-semak sambil tertawa-tawa. Sesaat, apa yang

dinarasikan oleh narator ditolak oleh para tubbies. Walaupun demikian

Page 227: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

216

sang narator tidak melakukan suatu aks i kekerasan pada para tubbies

agar menuruti narasi yang dibuat. Sebaliknya, narator hanya berkata

dengan kecewa, “Oh, tidak...” Maksudnya, bukan itu yang diinginkan

narator. Narator hanya menunjukkan ket idaksetujuan, has ilnya para

tubbies secara serentak mengikuti kata narator, “Oh, tidak. ..” Setelah

itu, narator menghi tung kembal i dar i awal, dan proses serupa terulang

kembal i. Kal i ini para tubbies memahami keinginan narator leb ih baik,

dan acara pun ditutup dengan lancar .

“Pemberontakan” kec il dan nakal ditunjukkan oleh para tubb ies,

ing in menunjukkan mereka memili ki “kemandir ian” dar i moderator.

Mereka tidak menolak narator atau terpaksa mengikuti narasi dalam

Teletubbies, sebaliknya mereka menjalaninya dengan “bebas” sesuai

dengan keinginannya. Yang mereka khawat irkan ada lah “kekecewaan”

dar i narator, mereka adalah spesimen yang selalu bahagia tanpa ada

paham penolakan. Mereka hidup untuk “pener imaan” dan kebutuhan

akan “kehangatan”. Suatu karakteri stik yang mewarnai kebudayaan

massa berbas is teknologi layar dan menjadi cir i masyarakat

kontemporer.

D. EL AB OR AS I TE MUA N-TE MU AN

Semesta Teletubbies bergerak secara rotasionak dan spiral melalu i dua

modus; Pertama, modus ber langsung dengan mengikat perhat ian

“subyek” atas sebuah “obyek”, keduanya ter sinkronisasi sebaga i sebuah

fokus. Sedangkan fokus bukanlah obyek tunggal yang menetap, namun

Page 228: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

217

teru direprodusir dalam beragam wujud. Dalam keadaan ter fokus,

hubungan antara “subyek” dan “obyek” mengalami penyusutan.

“Subyek” tetap merasa “obyek” sebaga i bagian yang berdir i sendir i,

tetapi juga merupakan bagian dar i dir inya. “Obyek” berada dibawah

pengawasan dan kekuasaan “subyek”, tap i seolah -olah bekerja secara

mandir i di luar kuasa “subyek”. Sebaliknya, “subyek” mengalami proses

penyesuaian, asimilasi dan sinkronisasi dengan keber[ada] an obyek,

begitu juga dengan “obyek” yang semakin har i ditarik ke dalam

konstruks i yang ramah untuk “subyek”.

Kedua , Ket ika relasi antara “obyek” dan “subyek” berada dalam

ikatan psikis , bersama dengan “subyek-subyek” lainnya, semuanya

meluas dan menyatu sebagai semesta tatanan “obyek -obyek” baru yang

lebih luas dan makro. Baik “subyek-subyek” maupun “obyek”, kin i

adalah sebuah kesatuan yang din ila i sebaga i “obyek” maupun “subyek”

massal yang mut lak dan menyeluruh. Sebaga i “obyek”/”subyek”,

kesatuan global tersebut kembal i ter ikat pada satuan lain di luarnya

yang menjad i “obyek” fokus, fungsinya sebagai “subyek” didefinis ikan

ulang dalam relasi arbritasi dengan satuan oposis ional lain di luar

dir inya. Proses yang terjad i pada modus pertama mulai terulang

kembal i, kemudian ber lanjut lag i pada modus kedua, dan terus menerus

mengalami “penyusutan” dan “pe lebaran” semesta fenomen.

Melalu i dua modus mekani sme gerak ini , dunia teknologi layar

dalam Teletubbies mengikat “dunia material” di luarnya yang

merupakan par tikel dar i sifat keber[ada]annya sebagai fokus. Karena

itu, walau “obyek-obyeknya” memili ki cir i art ifi sia l, dapat membawa

Page 229: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

218

penontonnya pada suatu kontruksi kesadaran yang memiliki nil ai -nilai

rii l sepert i; kebahagiaan, kebersamaan (un iversa lit as) dan kebebasan.

Nilai-nilai ini memili ki karakter bangunan ter ikat dalam teknologi

kesadaran melalu i sinkronisasi , dirasakan “ada” dalam semesta relasi

“obyek” dan “subyek” tubbyland. Sehingga, sinkronisasi ada lah gerak

menuju “nihil ist ik” jarak antara “subyek” dan “obyek” fokus. Gerak

serupa dengan bay i dalam rahim Ibu.

Teknologi layar sekarang adalah rah im “ibu” baru, yang

menghi langkan kontak kita dengan rah im pra-sadar. Dar i ibu biolog is

kita beralih pada “ibu” teknologi dan tidak memili ki keterbatasan

sepert i sebelumnya. Dalam tahap ini sinkronisasi kembal i ter jad i, tidak

secara insedenti l sepert i pada konsepsi, tap i diinginkan dengan sengaja

dan didekati tanpa paksaan. Sekarang, teknologi juga memili ki karakter

organi s dan merupakan bag ian dar i pemenuhan impuls -impuls

ket idaksadaran. Dia berada dalam ket idaksadaran sebaga i bag ian dar i

“subyek”, dan menjad i pembatas bag i kesadaran. Baik apakah dalam

pembatasan “ruang” dan “waktu” melalu i produksi “saat”, maupun

dalam pembatasan ideologis sebaga i produsen dar i kenikmatan,

universal itas maupun kebebasan.

Dengan dasar kerangka ini , Teletubbies adalah program yang

mempersiapkan generasi untuk menjadi warga dar i “Dunia Baru”. Dunia

dalam kerangka acuan sepert i dun ia dalam tubbyland; pembauran antara

cir i mekanik dan organik dalam mekani sme otomatis dan automaton;

dengan pengas ingan aks i dar i tubuh dan jiwa ser ta jiwa dar i tubuh dan

aksi; dan lah irnya bay i-bay i teknologi yang haus akan sos ial isasi, nilai -

Page 230: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

219

nilai universal ; bergembira dan bahagia dalam kebersamaan semu; dan

ter lebih-lebih ketakutan untuk ditolak dan diasingkan dar i pergaulan

masyarakat dun ia ada lah kekuatan yang menuntunnya untuk menerima

satu fokus ber sama. Namun bukan komunikas i intens secara langsung

antara mereka yang melahi rkan kebutuhan tersebut, melain kan melalu i

perhat ian atau fokus yang member ikannya imajinasi kebersamaan.

Seluruh kebersamaan, kebahagiaan dan kebebasan dalam tubbyland atau

screen land ter letak pada interaksi secara berbarengan antarindividu

ket ika fokus massal ter jad i: “sinkroni sas i kolektif”.

Dan, ket ika narator dalam Teletubbies yang pada set iap akh ir

acara selalu mengucapkan kata: “Matahari mulai tenggelam, Teletubbies

berpamitan,” fokus tersebut kin i lenyap dar i penampilan sebaga i

“obyek” terpisah dan mandir i. Teletubbies sebaga i salah “pusat lokal”

mekani sme kerja teknologi layar hadir sebaga i pola-pola dalam

ketidaksadaran dan menuntun mereka semua ke arah sebuah kontruksi

sejarah masa depan yang “obyektif”, “pasti” dan “narat if” dirasakan

sebaga i anomal i ruang dan waktu: Tommorow comes today297.

297 Istilah yang terdengar kontradiktif ini sebenarnya merupakan salah satu slogan yang munculdalam era cyberspace sebagai gambaran tentang anomali waktu yang terjadi akibat koneksiyang terjalin oleh fokus layar di mana “ruang” dan “waktu” bergerak dalam mekanismepenyusutan dan pelebaran kesadaran. Gorillaz, salah satu kelompok musik tekno yangmenggunakan tokoh animasi sebagai komposisi anggotanya, pernah menulis sebuah lagudengan judul Tommorow comes today. Sebagian bait lagu tersebut dikutip di bawah:

“Everybody's here with me(we) Got no camerad to seeDon't think tomorrow will in this worldThe camera won't let me goAnd the verdict doesn't love our soulThe digital won't let me goYeah yeah yeahI'll pay (yeah yeah yeah)When tomorrowTomorrow comes today” [...]

Page 231: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

220

BAB V

REFLEKSI

A. LA YA R-LA YA R MI LI K NE GA RA

1. Pe mimpin “di dal am” layar dan “di belakang” layar

Kembal i pada kisah per jalanan Gola Gong mengel ili ng Asia. Sek ita r akh ir

1991, Gong memasuki Pat tan i, Tha iland, melalu i jalan darat dar i

Malaysia. Di Pat tan i Gong mencatat pengalamannya di dalam gedung

bioskop:

“Setelah pemutaran ekstra dan iklan, tiba-tiba semua penonton berdiri.Beberapa saat aku bingung juga. Pada ngapain, mereka? Aku pikir adawaktu istirahat seperti di bioskop-bioskop murah di Indonesia. Tapibegitu di layar ada raja mereka, King Rama IX, Bhumipol Abdulyadey,dan Lagu Raja, aku baru paham. Buru-buru aku berdiri, karenapenonton di kiri-kananku pada menoleh.”298

Kontras dengan saat-saat di mana “merasakan” dan keadaan larut dalam

hiruk pikuk penonton di Ind ia, kin i Gong mengalami situas i yang terasa

asing olehnya. Di Biokop Pat tan i, Gong tidak menikmati suasana sepert i

pada bioskop Ind ia, sebaliknya yang muncul adalah ke-“bingung”-an.

Dalam “kebingungan”-nya, Gong mendapat i penonton di sekitar menoleh

padanya dan mengawasi. Berbeda dengan penonton bioskop 21 di

298 Ibid 1. op. cit., hal. 30.

Page 232: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

221

Indonesia atau Ind ia yang membiarkan Gong melakukan tindakan apa

saja asal tidak mengganggu perhat ian penonton lainnya, orang-orang

Pattan i tidak member ikan alternatif pil ihan lain selain mengikuti tata

cara ser imonia l baku tersebut. Tak terkecual i, yang mereka tuntut

dihormati ada lah “Raja mereka”, yang tidak termasuk “Raja” -nya Gong.

Di bioskop Ind ia, tidak ada tuntutan bagi Gong untuk menari dan

bernyanyi bersama mereka. Begitu juga, di bioskop 21, tidak ada yang

memaksa Gong untuk menyimak dan menikmati set iap adegan film.

Penonton lain, dalam hal ini , hanya diharapkan jangan mengganggu

konsentrasi penonton lainnya. Sebaliknya pada situas i berbeda, yang

dituntut oleh penonton bioskop di Pattan i ada lah sebuah “tindakan”

waj ib dan harus dii kut i oleh suatu aks i lan jutan. Yang per tama, “diri”

dan “tubuh” dibiarkan mengurung dir i dengan pil ihan-pil ihannya sebaga i

individu, dengan res iko ter iso las i dar i publik. Sedangkan, pada keadaan

yang kedua, “di ri” dan “tubuh” dipaksa mengikuti suatu atur[an] di

mana ada kekuasaan lain yang secara “tatap muka” member ikan

instruksi langsung.

Jadi, ada dua tipe regulasi massa yang berbeda, yai tu; pertama,

massa yang termedias i secara tidaksadar dan otomat is oleh sebuah fokus

berupa layar. Sedangkan pada tipe kedua, massa digerakkan oleh

sebuah kekuasaan lain dengan tuntutan akan keseragaman tindakan.

Walaupun sama-sama terjad i dalam gedung bioskop, kedua tipe

organi sas i massa tersebut berbeda karakter oleh karena had irnya suatu

intevensi , yai tu foto “Sang Raja” yang muncul di layar. Leb ih spesif ik

Page 233: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

222

lag i, tuntutan untuk “seragam” ini dikaitkan dengan satu kekuasaan

otoritas yang memaksa.

Pemunculan sebuah sosok otoritas yang memili ki kekuasaan

memaksa dalam layar memang bukan sebuah hal yang baru. Untuk

Thailand, seremonial serupa ada lah tradis i nas ional. Bag i orang asing

sepert i Gong, seremonial tersebut dapat menimbulkan perasaan gagap,

gamang dan salah tingkah299. Leb ih luas lag i, pemunculan fenomena ini

bukan hanya di Tha iland. Di Indonesia “lagu-lagu waj ib nas ional” ,

sepert i Indonesia Raya , set iap har i dan rut in ditayangkan sebaga i

pembuka siaran sua tu saluran televi si dan pada penutup acara

dilengkap i oleh lagu lainnya300. Atau di Inggri s, penyanyi pop yang

manggung menutup acaranya dengan lagu “God Save the Queen” dan

pertunjukkan acara olahraga antarnegara selalu memulai atau menutup

acara dengan lagu kebangsaan pula. Fenomena munculnya kekuasaan

negara dan nas ionali sme dalam layar membe rikan gambaran betapa

pentingnya teknologi layar bagi kepent ingan suatu negara. Namun,

sejauh mana cara ini efekti f memanfaatkan teknologi layar sebaga i alat

kontrol mas ih merupakan pertanyaan besar. Kendat i demikian, cir i -cir i

ini member ikan dimens i kekuasaan negara dalam usahanya mengatur,

mengelola, dan mengarahkan massa untuk suatu kepent ingan nas ional,

299 Gong sendiri mendefinisikan perasaan tersebut sebagai: shock culture (Ibid., hal. 29).Berkebalikan dengan layar di bioskop India di mana “batas-batas” perbedaan kulturalmendadak terasa lenyap, kehadiran seremonial menghormati sosok Raja di Thailand justrumenyebabkan kuatnya kehadiran perbedaan kultural. Ada “Raja mereka” yang harus ikutdihormati oleh seseorang yang bukan rakyatnya.

300Beberapa televisi swasta berusaha meninggalkan tradisi ini, namun sebagian lainnya bersamadengan TVRI masih melakukan seremoni tersebut.

Page 234: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

223

serta mencip takan intervens i kepent ingan yang sep intas di atas tampak

bertentangan dan berbeda dengan pola-pola dalam teknologi layar.

Bagi Sukarno, pre siden pertama Indonesia, di samping berguna

sebaga i alat propaganda negara, layar memlik i fungsi lain:

“Kadang-kadang aku duduk seorang diri, atau djuga kalau akuberhadapan dengan orang-orang jang aku tahu dasarnja munafik (akutjukup sering bertemu dengan orang-orang demikian) aku bertanyadalam hati: Apa jang membikin mereka membandel dan berkepalabatu?[...] Apakah mereka mengira bahwa bahwa apa-apa jang merekautjapkan didepan umum itu tidak sampai ketelingaku? Apakah merekamengira aku tidak membatja koran, tidak mengikuti siaran-siaran Radiodan Televisi? Apakah mereka mereka mengira bahwa apabila merekamain bisik-bisik dan pas-pis-pus dalam pertemuan-pertemuan jangkonspiratif, tidak ada diantara jang diajak konspirasi itu jang setiakepada Pemimpin Besar Revolusi, dan melaporkan segala sesuatu.” 301

Bagi Sang Pemimpin Besar Revolusi Indonesia , televi si, rad io dan koran

bersama-sama dengan laporan inteli jen merupakan strategi pengawasan

gerak-ger ik terhadap aks i-aks i “kontra-revolusi”, baik di ruang publik

maupun yang tidak ter sorot. Keduanya merupakan kesatuan strategi

pengawasan: media penyiaran untuk pengawasan penyiaran dan

percakapan di ruang terbuka, sedangkan laporan inteli jen memantau

gerakan-gerakan dalam ruang ter tutup.

Dalam konteks ini , media penyiaran alat bagian dar i strategi

kontro l sos ial oleh negara. Karenanya, media harus berpihak pada salah

satunya, menjadi bag ian dar i ideologi revolusioner “NASAKOM” 302 atau

301 Pidato Amanat Presiden/Panglima Tertinggi Besar Revolusi PROF. Dr. Ir. H. Sukarno padatanggal 17 Agustus 1964, TAVIP: Tahun Ber-Vivere Pericoloso (Surabaja: Penerbit Fa. GRIP,1964), hal. 19.

302Disingkat dari “Nasionalis, Agama dan Komunis”, yaitu trilogi yang dipetakan oleh Soekarnomengenai garis pembeda antargolongan dalam masyarakat Indonesia. Namun, di tengah-

Page 235: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

224

menjadi antek “imper ial is” dan “ko lon ial is” yang “kontra-revolusi.”

Media diukur hanya dari satu seg i, yai tu keberp ihakannya. Tidak dikena l

adanya media yang “netra l” dan “obyektif”, media selalu berada dalam

konteks kepent ingan kelas dan golongan ter tentu. Dalam kacamata ini

hanya ada “kawan” atau “lawan”.

2. Diskursus [b erb ed a] tentang teknologi antara dua perio de

Adalah ins iat if pemerintahan Sukarno pula, pada menjelang pembukaan

Asian Games IV tahun 1962, untuk mendis tribus ikan TV-set Hitam putih

sebanyak 10.000 uni t kepada warga Jakarta (terutama pejabat), dengan

tujuan mendiseminasi siaran dar i TVRI303. Sebelumnya, teknologi

informasi yang dikena l pub lik Indonesia , lebih banyak didominas i

suratkabar dan Rad io, yai tu RRI yang lah ir sejak tangga l 11 September

1945304. Dalam berbagai seg i, semua sarana media ini tidak lain ada lah

tengah hangatnya pertikaian ideologi di era 1959-1965, NASAKOM bersama dengan Manipol(Manifesto Politik) berubah menjadi garis haluan negara yang wajib didukung.

303 TVRI yang pertama kali dibentuk didorong oleh adanya persyaratan dari Komite Asian Gamesyang menyatakan bahwa tuan rumah Asian Games wajib memiliki stasiun televisi. Siaranpercobaan TVRI pertama kali terjadi pada tanggal 17 Agustus 1962, dengan topik utamanyaperingatan upacara kemerdekaan RI dari Istana Merdeka, dan tentu yang paling menarikperhatian adalah pidato tahunan rutin Pemimpin Besar Revolusi. Pemancar dibangun diSenayan dengan kapasitas 1 (satu) Kilowatt. Pemancar permanen yang juga dibangun disenayan dengan kapasitas lebih besar, 10 kilowatt, baru selesai pada tengah malammenjelang pembukaan Asian Games IV, 24 Agustus 1962. Hasil wawancara dengan Alex. L.Zulkanaen, Makna dan Fungsi RRI dan TVRI: Sebuah Penelusuran Historis, dimuat dalam bukuberjudul Memotret Telematika Indonesia: Menyongsong Masyarakat Informasi Nusantara,Editor: Sony Yuliar, et al. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), hal. 89.

304Selain RRI, juga ada Radio Angkatan Udara yang dikelola oleh personil AURI. Dibandingkandengan RRI yang kebanyakan menyanyikan lagu pop Indonesia, Radio milik AURI justru lebihbanyak menyiarkan lagu pop dari Barat. Kebanyakan lagu yang diputar di Radi AngkatanUdara berasal dari piringan hitam milik anggotanya yang didapatkan ketika bertugas ke luarnegeri. Sedang RRI, sebagai radio tunggal milik pemerintah (tanpa adanya media tandingan)kebanyakan disiarkan secara live dari studio, dengan seleksi ketat terhadap artis-artis yangakan tampil. Hal ini disorot oleh A. Tjahjo Sasongko dan Nug Katjasungkana, Pasang Surut

Page 236: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

225

alat revolusi yang menunjang per juangan negara yang baru bangun

tersebut, yai tu Republ ik Indonesia.

Dalam kacamata Sukarno, teknologi informasi tidak pernah

muncul sebaga i sebuah obyek tersendir i, apalag i dibuat kebijakan yang

menunjangnya secara khusus. Pad a Keppres No. 215/1963, TVRI

disebutkan sebaga i: “.. .alat hubungan masyarakat ( mass communication

media ) dalam membangun mental/sp iri tua l dan fis ik dar ipada Bangsa

dan Negara Indonesia serta pembentukan manusia sos ial is Indonesia

pada khususnya.”305 TVR I ber sama lembaga-lembaga lain di bawah

pemerintahan Sukarno tidak lain adalah “alat” (too ls) untuk mendukung

revolusi Indonesia 306. Beg itu juga yang dia lami oleh RRI : “Sebagaimana

sudah umum ketahui, RRI yang dilahirkan melalu i gagasan besar, baik di

Musik Rock di Indonesia, dimuat dalam Prisma No. 10 Tahun XX, Oktober 1991 (Jakarta:LP3ES, 1991), hal. 49.

305Ibid., op. cit., hal. 90.

306Dalam Manifesto Politik (Manipol), Sukarno menggunakan istilah retooling yang kabur artinyauntuk mendeskripsikan tugas negara. Retooling menurut Sukarno adalah: “...menggantisarana-sarana, mengganti alat-alat dan aparatur-aparatur jang tidak sesuai lagi denganpikiran demokrasi terpimpin, dengan sarana-sarana baru, dengan alat-alat dan aparatur-aparatur baru, jang lebih sesuai dengan outlook baru. Retooling berarti djuga menghematsegala sarana-sarana dan alat-alat jang masih dapat dipergunakan, asal alat-alat itu masihmungkin diperbaiki dan dipertadjam kembali.” Lihat dalam: Penetapan Bahan-bahanIndoktrinasi (Bandung: Dua-R, tahun tidak tercantum), hal. 61. Lebih lanjut lagi, H. RuslanAbdulgani, dalam Rangkaian pidato radio untuk menjelaskan isi Manipol dan Usdek,menjelaskan sebagai berikut: “Kata ‘retooling’ adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris,dan asal dari kata ‘tool’. ‘Tool’ adalah alat; dan re-tool berarti mengganti alat jang lamadengan alat jang baru sama sekali; atau menggunakan alat-alat jang lama untuk pekerdjaan-pekerdjaan jang sama sekali baru bagi alat-alat lama itu sendiri” (Ibid., op. cit., hal. 212).Perlu diketahui bahwa istilah retooling tidak ada sama sekali dalam kamus bahasa Inggris.Sangat mungkin sekali istilah ini dibuat sendiri oleh Sukarno.

Perubahan kata tool yang merupakan kata benda menjadi “retooling” yang merupakankata kerja aktif merupakan kecenderungan teknologi dalam kacamata Sukarno di mana tidakmerupakan sebuah benda atau “obyek” mandiri tanpa kelibatan suatu intervensi dari “kerjasubyek”. Dari kutipan-kutipan di atas, terungkap bahwa bagi Pemerintahan Sukarno tidak adaperbedaan posisi antara pejabat aparatur negara sebagai “subyek”, lembaga maupunteknologi yang sama-sama harus berperan secara “benar” dalam Revolusi Indonesia. Ketiga-tiganya dikategorikan sebagai tool atau “alat” (dalam pengertian “retooling”, yaitu bagiandari suatu kata kerja aktif, bukan “obyek” pasif).Teknologi, dan khususnya teknologiinformasi bukanlah sesuatu yang spesifik dan disebutkan secara eksplisit, melainkan secaraimplisit membaur dalam keseluruhan fungsi kerja negara.

Page 237: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

226

era Orla maupun Orba telah diperlakukan hanya sebaga i terompet

pemerintah semata.” 307

Karena itu, dalam masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin ,

teknologi sama sekali bukan sesuatu yang pernah dianggap mandir i dan

diperhati kan secara terpisah dar i bidang lain. Seluruh sarana dan aparat

negara hanya dibagi menjadi dua hal , yang mendukung revolusi atau

kontra -revolusi. Untuk mengatasi semua penyelewengan terhadap tugas

ini , Sukarno menuli skan resep khususnya yang diberi nama retool ing 308:

“Inilah arti dan isi perkataanku mengenai ‘retooling for the future’,jang tempo haru saja utjapkan dimuka D.P.R. Retooling daripada semuaalat-alat perdjoangan ! Dan konsolidasi dari semua alat-alat-perdjoangan sesudah retooled ! Retooling badan eksekutif, yaituPemerintah, kepegawaian dan lain sebagainja, vertikal dan horizontal.Retooling badan legistatif, jaitu D.P.R. Retooling semua alat-alat-kekuasaan Negara, —Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,Polisi. Retooling alat-alat produksi dan alat-alat distribusi. Retoolingorganisasi-organisasi masjarakat, —partai-partai politik, badan-badansosial, badan-badan ekonomi. Ja, djaga-djagalah, —semuanja akandiretool, semuanja akan direordening dan diherodening, dan memangada jang sedang diretool.”

Dar i sin ilah, bermula penggalakan besar -besaran berupa nas ionali sas i

terhadap seluruh “alat” mil ik “imper ial is” dan “ko lonial is” , diikut i

kemudian dengan pencekalan besaran-besaran terhadap budaya asing

yang dapat mengancam revolusi309 (atau produk budaya negara-negara

307Ibid 303, op. cit., hal. 88.

308 Tentang arti kata retooling lihat kembali pada catatan kaki No. 306.309 Kampanye anti neo-kolonialisme-imperialisme sudah di mulai sejak tahun 1959, namun

terhadap musik populer Barat belum ada tindakan nyata untuk melakukan pelarangan. Barupada tahun 1963, musik-musik Barat mulai dikecam oleh pemerintah, dan dalam masyarakatsendiri dimotori oleh organisasi seperti LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Bahkan sejaktahun 1965, RRI menghentikan samasekali memutar lagu-lagu Barat berirama twist,rock’n’roll, musik The Beatles dan lagu-lagu Indonesia yang dipengaruhi ketiga musik Barattersebut. Sukarno sendiri dalam pidatonya selalu mengecam musik Barat sebagai “lagu-lagucengeng” dan “ngak-ngik-ngok” yang dianggap kontra-revolusioner yang merusak kepribadian

Page 238: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

227

“musuh” Revolusi Indonesia). Semua keadaan ini baru berhenti beberapa

saat setelah ter jad inya pergantian rez im.

Melalu i serangkaian kudeta berdarah, Jenderal Suharto kemudian

muncul sebagai pemegang kuasa, setelah ter lebih dahulu semua unsur

pendukung Sukarno dan PKI dil ibas habis antara tahun 1965-1966.

Setahun kemudian, diskursus “Orde Baru” lahir dengan member ikan

nuansa “Orde Lama” terhadap rez im sebelumnya. Pemerintahan Orde

Baru leb ih memilih keb ijakan yang ter tutup dalam persoa lan pol itik:

tidak ada per tentangan antarideo log i, tidak ada pidato berapi-api , tidak

massa yang berkumpul . Dalam set iap pidatonya Suharto tampil dengan

membaca teks, tidak sepert i Sukarno yang berbicara secara spontan.

Kontras dengan Sukarno yang banyak dis ibukkan dengan aks i konfrontasi

pol iti k, Suharto cenderung menekan semua pergolakan pol itik dan

berusaha mencip takan “ketertiban”, “kestabilan” dan “keamanan”.

Perbedaan ini sengaja dic iptakan, diberi sifat diskri t “baru” vs “lama”,

seolah-olah memunculkan situas i yang lebih teratur dan leb ih mekanis

dar ipada sebelumnya yang penuh pergolakan310.

dan budaya nasional Indonesia. Puncaknya pada bulan Juli 1965, tiga personil KoesBersaudara dijebloskan ke penjara setelah lagu a la the Beatles di sebuah pesta Paskah yangdiadakan di Gereja Immanuel, Jakarta. Setelah 100 hari di penjara Glodok, merekadibebaskan pada bulan September 1965. Kejaksaan Tinggi Jakarta mengancam akanmemberikan sangsi tindak pidana subversif apabila lagu a la the Beatles kembali dinyanyikan(Ibid 304., loc. cit., hal. 49-50). Hal yang sama berlaku tidak hanya musik populer Barat saja,tapi film-film Barat juga mengalami nasib berbeda. LEKRA mengambil sikap bersitegangterhadap budayawan-budayawan Manifesto Kebudayaan (yang disebutnya dengan nadamengejek sebagai “Manikebu”) yang cenderung menganut paham “humanisme universal” dimana merupakan kecenderungan yang dianut dunia sastra Barat pada masanya.

310Untuk kajian tentang perbedaan karakter penggunaan bahasa antara “Orde Lama” dan “OrdeBaru”, baca tulisan Virginia Matheson Hooker, Bahasa dan Pergeseran Kekuasaan diIndonesia: Sorotan terhadap Pembakuan Bahasa Orde Baru, dalam kumpulan tulisan berjudulBahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru, Yudi Latif dan Idi SubandyIbrahim, ed. (Mizan Pustaka, 1996), hal. 56-76.

Page 239: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

228

Kemudian, lah irlah paket Kab inet Pembangunan Repeli ta

(Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang memusatkan perhat ian

pemerintah pada per soalan -persoa lan yang lebih beragam dan teknis

sifatnya, sambil berusaha menghapuskan kenangan tentang pol itik

ideologi yang mas ih lekat dalam ingatan publik masa pemerintahan

Sukarno. Muncul pula saat itu sekumpulan teknokrat : yai tu sekelompok

ilmuwan poros Univer sitas Indonesia. Kebanyak mereka ada lah alumni

universitas-univer sitas di Amerika atau Eropa Barat yang direkrut dalam

pemerintahan sebaga i pejabat. Konon, para teknokrat tidak diangkat

sebaga i perwakilan dar i partai tertentu, melainkan diangkat karena

keahlian dan kepakarannya dalam bidang yang dipegang. Berbeda

dengan menter i era Sukarno yang didominas i oleh perwakilan dar i

partai , teknokrat di masa awal Orde Baru dip ilih berdasarkan kecakapan

teknis dan menguasai ilmu yang diperlukan311.

Dengan pola kabinet Orde Baru tersebut, pemerintah member ikan

kesempatan munculnya suatu model pemiki ran yang lebih mekanisti s

dan teknis bag i keb ijakan pemerintah, dengan demikian nuansa hiruk

pikuk pol itik semakin tengge lam ditengah mekanisme tahunan dan lima

tahunan yang terus dijalankan tanpa ada gejolak berart i.

311Munculnya Menteri Riset dan Teknologi (disingkat Menristek) pada susunan Kabinet Pelitamasa Orde Baru, merupakan penambahan unsur dari Menteri Urusan Research Nasional padasusunan Kabinet Dwikora yang diangkat pada tahun 1964. Penekanannya pada istilah“teknologi” melengkapi suatu konsep yang alpa dalam naskah-naskah maupun strukturpemerintahan Sukarno.

Page 240: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

229

3. Diskursus tentang teknologi dalam Akselera si Moder nisasi

Pembanguna n 25 Ta hun

Lebih dar i itu , ist ilah “teknolog i” mulai muncul dalam kesadaran publik

sebaga i sebuah “realitas” ter lepas dar i ideologi massal . Sebaliknya,

teknologi , dalam diskursus Orde Baru, ada lah bag ian dar i paket

modern isasi yang dicanangkan sebaga i tugas Pembangunan Nas ional:

“Modern isasi tidak dapat dip isahkan dar i teknologi , oleh karena pada

dasarnya teknologi ada lah has il karya pemikiran menuju harmonisasi

antara manusia dengan alam secara leb ih efi sien untuk semakin

member ikan has il yang lebih besar.” 312 “Alat” yang di masa Sukarno

merupakan esensi yang tak terpisahkan dar i tujuan ideologi revolusi,

sekarang secara ontologis muncul sebagai kesejajaran dengan

masyarakat yang mampu membantu mereka untuk semakin “harmonis”

dengan “alam” 313.

Muncul dua permasalahan besar tentang relasi teknologi dan

kedudukan manusia sebagai kesatuan negara -negara; pertama, teknologi

adalah bag ian dar i kemajuan sejarah manusia yang memiliki

312Ali Moertopo, Mayor Jenderal TNI/AD, Dasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi ModernisasiPembangunan 25 Tahun (Jakarta: Yayasan Proklamasi dan Centre for Strategic andInternational Studies, cetakan 2, Maret 1973), hal. 56.

313 Menurut Isa Ridwan, dalam tulisannya berjudul Ideologi dan Teknologi (dimuat HarianKompas 7/7/89), hubungan antara ideologi dan teknologi bersifat diskrit. Ideologi secarahistoris-linear berada di masa lampau, sedangkan teknologi di masa kini. Ideologi cenderungmenyuburkan dimensi budaya afektif-mistik sedangkan teknologi secara kognisi kritis.Ideologi adalah ide abstrak, sedangkan teknologi adalah benda. Ketika Ridwanmenggambarkan “teknologi di masa kini” seakan-akan yang diacu adalah rezim Orde Baruyang teknis mekanis dan dipertentangkan dengan rezim “Orde Lama” yang dalam suasanafketif-mistiknya kental. Tidak seperti “Orde Baru” yang “modern”, “obyektif” dan“terkontrol” , “Orde Lama” merupakan peninggalan sejarah yang telah usang seperti revolusiyang hiruk pikuk, “subyektifitas” berapi-api dan penuh pidato liar membangkitkan geloramassa. Lihat Max Wilar, Ideologi dan Teknologi, dimuat dalam Majalah Basis XXXIX No 2,1990, hal. 61-63.

Page 241: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

230

potens ial itas gerak yang selaras dengan derap maju mesin

“modernisasi”. Kedua, teknologi ada lah “hasil karya” manusia namun

justru menjad i alat bantu menjembatani manusia dengan alamnya. Pada

pandangan pertama, modern isasi yang menjadi tujuan hampir seluruh

pemerintahan negara -negara di dunia mengharuskan adanya peran

teknologi dalam mencapai tujuan tersebut. Walaupun tidak sebaga i satu

has il akh ir yang diinginkan dalam kerangka cita-cita negara, dia adalah

motor penggerak menuju vis i tersebut: “Teknologi bukan tujuan

melainkan akselerator dalam proses modern isasi .” 314 Menyoroti

persoalan ini , sebenarnya sudah menjadi kesepakatan tidak tertul is

internasional, teknologi dianggap sebaga i alat bantu pendukung yang

pal ing penting dar i cita-cita negara dan dunia. Sedangkan pada ide

kedua, manusia tera lienas i dar i alam, seraya mencar i medium yang

mengembal ikan “harmonisasi”. Manusia tercerabut dar i “alam”, dan

menggantinya dengan cita-cita baru sepert i modern isasi melalu i

teknologi untuk mengembal ikan kontaknya dengan “alam”. Melalu i

“harmonisasi” ini “alam” muncul kembal i dalam bentuk yang telah

dimoderni sas ikan, atau dengan kata lain diberi cir i teknologi s. Kendat i,

teknologi sendir i dip isahkan secara mandir i sebagai sebuah “obyek”

seraya tetap harus dikejar dan dikuasai sebagai bag ian dar i kepent ingan

“subyek” negara.

Dengan mengandaikan teknologi sebaga i “obyek” mandir i dar i

“subyek” seraya tetap merupakan alat yang harus diadopsi dalam sistem

314 Ibid., op. cit., hal. 57-58.

Page 242: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

231

pemerintahannya, negara-negara kembal i memperoleh “gerak majunya”

dalam sejarah. Dualisme ini ber laku dal am kaidah yang menganggap

masyarakat manusia harus menguasai teknologi sebagai salah satu

sumber “obyektif” bagi kemakmuran, sebaliknya teknologi juga

menentukan struktur masyarakat: “Apabila teknologi dapat dianggap

universil dalam art i dapat digunakan oleh masyarakat manapun,

pengaturan dan cara penggunaannya ada lah fungsi kondis i suatu

masyarakat.”315 Teknologi , selayaknya sebaga i “obyek” berdir i sendir i,

tidak memili ki ideologi, dan dapat diterapkan dalam masyarakat tanpa

perkecual ian, dia “obyektif” dan tak berpihak. Hanya saja, tetap

tergantung pada kondis i masyarakat itu sendiri sebaga i “subyek” yang

menerapkannya.

Kemudian dengan ber landaskan pada pemahaman ini , Ali

Moertopo, salah satu konseptor pembangunan Orde Baru di Indonesia 316

315 Ibid., op. cit., hal. 56

316 Menurut Jenderal Soemitro, konsep dari Ali Moertopo seperti yang terangkum dalam bukunyaDasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun, diterima olehSuharto, presiden kala itu, hanya sebagai “menampung angin”, artinya sekedar ditampungnamun tidak dianggap benar-benar dilaksanakan. Sedangkan tujuan lainnya, hanya untukmembuat Ali Moertopo senang. Seperti yang diutarakannya kepada Heru Cahyono,Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74 (Jakarta: Pustaka sinarHarapan, 1998), hal. 21. Sedangkan penjabaran konsep-konsep yang sebenarnya dilakukanoleh sekumpulan teknokrat yang dikoordinir oleh Widjojo Nitisastro (Ibid., op. cit., hal. 22).Walaupun demikian, pandangan ini pantas diragukan, karena banyak konsep yang munculdalam buku tersebut, seperti; keluarga berencana (KB), penggunaan teknologi padat karyadan lain-lain, ternyata muncul kembali pada masa-masa selanjutnya sebagai “programpemerintah” walaupun keikutsertaan Ali Moertopo tidak pernah muncul lagi. Buku tersebutdisusun dengan mengikutsertakan sejumlah tokoh CSIS (Centre for Strategic andInternational Studies), yaitu: Panglaykim, Daoed Joesoef, Soedjati, Harry Tjan Silalahi danHadi Soesastro (Ibid., hal. 30).

Page 243: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

232

menawarkan empat cara mengadops i teknologi ke dalam suatu

masyarakat, 317 yang terdir i dar i:

1. Imitas i, teknologi terbaru diperkena lkan dan sekaligus menjad i

shock-therapy dalam merubah masyarakat.

2. Penyesuaian, dengan mempertahankan bentuk masyarakat yang

tradis ion il digunakan teknologi yang sederhana atau yang

disesuaikan dengan tingkat kemajuan.

3. Revolusioner, merubah masyarakat ter leb ih dahulu , setelah

berhas il baru diberi teknologi sederhana atau yang disesuaikan.

4. Integral, dengan memperkenalkan baik teknologi modern

maupun yang disesuaikan dengan harapan perubahan dapat

terjad i berangsur-angsur .318

Baik dalam strategi imi tas i, penyesuaian, revolusioner maupun integral,

menunjukkan pengal ihan teknologi memili ki konsekuensi yang bermuara

pada perubahan struktur masyarakat secara mendadak, ber lahan-lahan,

maupun gabungan dar i keduanya.

Teknologi tidak lag i sekedar sebuah “obyek” yang esensinya dan

wujudnya ditentukan kepent ingan “subyek” masyarakat, sebaliknya juga

317 Ibid 312., op. cit., hal. 57

318 Menurut Ali Moertopo, metode integral adalah cara yang paling cocok untuk situasi dankondisi masyarakat Indonesia, dia dijadikan sebagai bagian dari kebijakan pembangunanIndonesia untuk masa yang akan datang: “Dalam rangka akselerasi modernisasi ini polakebijaksanaan memilih sistem integral sebagai dasar dengan merencanakan danmemperhitungkan penahapan penggunaan teknologi dilihat dari segi kondisi masyarakatnya.”(Ibid., op. cit.). Dualitas pola integrasi tercermin dalam promosi h-tech melalui industripembuatan pesawat IPTN, satelit Palapa dan pola ‘penyesuaian’ teknologi berlahan-lahandalam wacana industri padat karya atau immediate technology.

Page 244: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

233

menuntut penyesuaian kesadaran dar i penggunanya . Melalu i konsepsi

semacam ini lah teknologi sepert i televi si dib iakkan semasa Orde Baru.

Pada tahun 1969, jumlah televi si di Indonesia telah membengkak

menjadi 65.000 uni t. Maret 1972, uni t televi si memasuki angka 212.580,

melesat hingga 1.050.000 uni t pada tahun 1978 319. Dalam jangka waktu

dua tahun kemudian angka ini membengkak hingga 1.500.000 uni t dan

7.132.462 uni t pada tahun 1984320. Telebih lag i, perkembangan dun ia

televi si di masa Orde Baru tidak ber langsung dalam kuanti tas

kepemi likan televi si per/unit, melainkan melalu i rev isi SK Menpen

No.111/1990 tentang pengaturan sia ran televi si, stasiun televi si swasta

mulai bermunculan. Ada 5 stasiun TV swasta semasa Orde Baru, namun

kel ima -limanya dikena i ketentuan penyiaran yang mengatur bahwa TVRI

sah untuk menyis ipkan tayangannya ke set iap layar bila diperlukan, dan

stasiun televi si swasta harus rela member ikan waktu dan ruang siarnya.

Hal yang sama ber laku juga untuk teknologi -teknologi lainnya, Orde Baru

tetap melakukan “sensor” ketat terhadap penggunaannya. Ledakan

pemakaian teknologi sekaligus dii kut i menguatnya peran tersentra l dar i

319 Pada tahun 1975, televisi merambah pedesaan di Jawa bersama dengan paket program OrdeBaru “Listrik Masuk Desa”. Laporan Departemen Penerangan RI melalui sebuah proyekpenelitian pada tahun 1977-1978 menyebutkan bahwa pemilik televisi: “rata-rata berasaldari golongan sosial atas yang mempunyai horison pengetahuan lebih luas serta mempunyaikepentingan terhadap berbagai informasi,” yang umumnya terdiri dari pegawai pemerintah,pedagang, tokoh masyarakat/agama dan ABRI. Dibandingkan dengan perokataan, jumlahtelevisi di desa masih terbatas jumlah pemiliknya yang kemudian melainkan fungsi yang agakberbeda dari televisi, yaitu sebagai simbol status seseorang. Pemerintah ikut menggalakansosialisasi televisi melalui pnyebaran beberapa televisi yang diletakkan pada tempat-tempatyang dijangkau oleh publik umum. Oleh: W. Hofsteede, Perubahan Sosial dan Budaya SebagaiAkibat Masuknya Televisi di Pedesaan, dalam buku berjudul Pembangunan Masyarakat:Kumpulan Karangan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal. 72-73.

320Data ini dapat diperoleh dalam Sikripsi S1, yang ditulis oleh Sonja, berjudul Hubungan PolaKonsumsi Tayangan Televisi Dengan Kecenderungan Berperilaku Agresif dan Prososial padaSiswa-siswa SMU I Dapena Surabaya (Surabaya: tidak diterbitkan, Fakultas PsikologiUniversitas Surabaya, 1997).

Page 245: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

234

pemerintah menjad i sebuah cir i yang muncul dominan selama masa-masa

usaha pemerintah Orde Baru “memodern isasi” kehidupan warganya 321:

“Namun dengan berjalannya Orde Baru, proporsi penyebaran TV antarajakarta dan daerah-daerah lainnya berubah dramatis. Jika pada 1966tercatat 81%TV di Jakarta dan 19% di luar Jakarta, pada 1986 proporsiini berubah menjadi 19% di Jakarta dan 81% di luar Jakarta. Jumlahtotal TV yang terdaftar juga meningkat 150 kali pada kurun waktutersebut. Dengan pola perkembangannya yang demikian, kekuatan paraperancang programa acara di Jakarta untuk mempengaruhi wawasanmasyarakat pun meningkat secara luar biasa. Pada kurun waktu yangsama pula, tidak terlihat adanya pertumbuhan daerah-daerah dalammempengaruhi pusat. Dalam program pemancar radio misalnya, daerah-daerah diizinkan untuk mempromosikan programa mereka hanyapendengar lokal.”322

Karena itu, sang pengguna teknologi bukan hanya diharapkan

menyesuaikan dir i dengan komando pusat, namun pada kesempatan lain

bisa berubah menjadi potens i menghambat : “Menjad i kenyataan dalam

usaha memperkenalkan teknologi baru selalu terdapat berbagai

hambatan. Hambatan -hambatan ini dapat ter letak dalam sis tim sosial

321Bukan hanya televisi, pada tahun 1967 muncul radio sawasta pertama di Indonesia, PT RadioPrambors. Radio ini banyak dikelola oleh anak-anak muda yang sekedar menyalurkanhobbynya. Bersamaan dengan boom minyak pada tahun 1970-an, pemerintahan Orde Barumendapatkan keuntungan ekonomi yang besar dikarenakan Indonesia sebagai salah satunegara penghasil minyak terbesar di Dunia mendapatkan keuntungan dari lonjakan hargaminyak. Boom minyak memberikan keuntungan terbesar terutama untuk pejabat tingginegara, militer dan segelintir pengusaha. Dari kelompok yang mendapat keuntungan besartersebut kemudian lahirlah dan berkembang “kelas menengah kota” yang haus akan budayamaupun teknologi dari luar negeri dan mendapatkan akses terhadap “barang mewah”tersebut dibandingkan dengan pegawai rendahan dan buruh. Kelompok ini muncul sebagaisimbol modernisme di masa Orde Baru, generasi muda yang banyak menghabiskan waktunyadengan gaya hidup berhura-hura dan “non-politik”. Pada masa itu di perkotaan mulai tumbuhsubur night club, ditambah dengan konsumsi yang haus terhadap “barang-barang modern”seperti motor, stereo set, video dan alat-alat musik. Lengkapnya, gaya hidup Barat yangditekan habisa-habisan semasa penmerintah Sukarno, mulai diadopsi sebagai bagian gayahidup dan modernisme. Terjadi peralihan istilah “pemuda” yang sebelumnya berkonotasipolitik, menjadi “pemuda” yang gaya hura-hura, a-politik, meniru gaya hidup artis-artisBarat dan menggemari barang-barang “mewah” dan “modern” (Ibid 304., loc. cit., hal.52-56).

322 Joshua D. Baker dalam Re-Inveting the Wheel: Sebuah Tinjauan Antropologis terhadapPalapa, termuat bersama artikel lainnya dalam buku Memotret Telematika Indonesia:Menyongsong Masyarakat Informasi Nusantara (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), hal. 282

Page 246: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

235

yang ber laku, sikap manus ianya, pengetahuan dan keterampi lannya,

atau dalam peralatan produksi tradis ional yang dikena lkan hingga saat

ini ”323. Teknologi dip isahkan secara segari s dengan type masyarakat;

“tekno log i tradis ional” yang menghambat dan “teknolog i modern” yang

menjadi akselerator pembangunan. Transformasi teknologi berart i

perubahan masyarakat, dengan membag inya dalam kategori “modern”

dan “tradisional”, kemudian mengga lakan peralihan dar i “tradi sional”

menuju “modern”. Melalu i serangkaian usaha dar i terencana dar i pusat,

“tekno log i modern” diharapkan berhas il “dimasyarakatkan” dan

“disos ial isasikan”.

Masyarakat yang pada awalnya sebaga i “subyek” penentu bag i

teknologi , menjad i hanya salah satu faktor yang dianggap dapat

mendukung atau menghalangi penerapan akselerator moderni sas i.

Keuniversalan teknologi tidak lag i ditafs irkan sebagai sekadar peralatan

“obyektif” yang netral , namun merupakan gar is keb ijakan nas ional yang

seharusnya diikut i oleh masyarakat: “Suhar to menggunakan sateli t,

pesawat-pesawat terbang Garuda semua bermesin jet, jet ization. Dalam

dua hal ini digunakan teknologi yang amat canggih demi menjamin

secara fis ik Wawasan Nusantara. Ini suatu jasa Suharto yang besar,

tetapi ekssesnya ialah bahwa Suharto tidak boleh dikrit ik. Rakyat tidak

boleh berbuat macam-macam yang berbeda dengan pola pikir dan

323 Ibid., op. cit.

Page 247: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

236

pandangan dia .”324 Masyarakat menjadi sama “obyeknya” dengan

teknologi , dan menjadi bagian dar i salah satu “modal dasar

pembangunan”. Ini ada lah cikal bakal bag i warna dan arah keb ijakan

pemerintah Orde Baru ke masa depan, gar is dan panutan untuk

pembangunan yang berhaluan pada “iptek” sebaga i diskursus setand ing

dengan “imtak”325: “‘Hal itu bagi saya merupakan pembunuhan terhadap

benih-ben ih spi ritual bangsanya sendir i. Suharto leb ih mementingkan

kekuatan fis ik dar ipada kekuatan spi ritual ’. Padaha l kekuatan spi ritual

itu jauh leb ih penting dar ipada kekuatan fis ik. Iptek itu jauh lebih

mement ingkan kekuatan fis ik, makanya kita memahami, mengapa

Habieb ie mendapat peranan yang beg itu penting dar i Suharto.” 326

B. AN TA RA GLO BA LI SA SI DA N ID EN TI TA S NA SI ON AL

1. Mimpi-mimp i yan g terus berlanjut

Dorongan pemenuhan hasrat akan teknologi terus menjad i lia r, walaupun

Orde Baru secara “resmi” dianggap berakh ir. “Bayangkan... ,” ujar Onno

324Soebadio Sastrosatomo, Era Baru – Pemimpin Baru (Jakarta: Pusat Dokumentasi Politik“GUNTUR 49”, Januari 1997), hal. 20. Tentang Kelanjutan pemakaian Satelit dan Industripesawat terbang sebagai perwujudan doktrin Wawasan Nusantara, baca juga padapembahasan selanjutnya dalam bagian yang sama dalam Bab ini.

325 Sementara di kalangan intelektual semasa tahun 1989, perkembangan perdebatan tidakhanya berkutat sekitar permasalahan “iptek” dan “imtak”. Mereka (Isa Ridwan, Ignas kleden,Arief Budiman, L. Wilardjo, Farid Ruskanda, F. Budi Hardiman, Max Wilar dan lainnya)memperdebatkan juga permasalahan antara dikotomi “ideologi” dan “teknologi” (Ibid 307.,loc. cit., hal. 60). Lihat juga Budi Hardiman, Teknologi Sebagai Ideologi (Ibid., hal. 71-75).

326Dibandingkan dengan jabatan Menag (Menteri Agama) yang kurang populer, Habiebie yangmenmenduduki jabatan Menristek jauh lebih dikenal dan diingat oleh masyarakat Indonesia(Ibid., op. cit.). Baca juga tulisan Anom Surya Putra dan Edy Suhardono yang berjudul: E-Government: Transisi Teknologi dalam Rule of law/justice, Bagian Ke-tiga dari buku berjudulPemikiran Transitional atas Transitional Justice, (Surabaya: dipersiapkan untuk KomisiNasional Hak Asasi Manusia oleh Tim Institut Ilmu Sosial Alternatif [IISA], Edisi Revisi, Juni2001), hal 32-51.

Page 248: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

237

W. Purbo dar i Ins titut Teknologi Bandung (ITB), ket ika B.J . Hab ibie,

mantan Menris tek di kab inet rez im Orde Baru diangkat sebaga i Presiden

sementara mengganti kan Suharto yang mengundurkan dir i pada tahun

1998:

“Alangkah mulianya pekerjaan seorang guru yang mengajar satu jutamurid dalam waktu yang bersamaan; betapa cepatnya ilmupengetahuan tersebar. Bayangkan jika kita dapat dengan mudahberbincang dengan Presiden B.J. Habibie & para menteri pembantuyang menurut kabar telah menggunakan E-mail; alangkah indahnyahidup ini jika aspirasi rakyat banyak dapat dengan cepat mencapai &bahkan berinteraksi langsung dengan pimpinan tertinggi negara tanpaperlu takut di sensor, di ciduk, di culik oleh aparat BKO. Menjadiseorang exportir ke seluruh penjuru dunia yang berpenghasilan US$menjadi demikian mudah. Bayangkan - batas antar negara hanyaberjarak antara ujung jari anda dengan keyboard!” 327

Saat “batas antar negara hanya berjarak antara ujung jar i anda dengan

dengan keyboard”, maka jarak antara Purbo dengan presiden yang

dipuja-puja olehnya, menjadi tidak berart i lag i. Serta, dar i “kabar”

yang dia dengar bahwa Sang Presiden dan jajaran pejabat telah

menggunakan e-mai l, semakin meruap-ruaplah mimpi erotiknya. Dar i

angan-angan sebuah teknologi massal yang membantu seorang guru

melayani “satu juta” siswa seka ligus, menjadi angan -agan tentang

pemerintah leb ih demokrati s dengan mengandalkan teknologi informasi .

Tidak jelasnya maksudnya, apakah dengan memili ki e-mai l maka seorang

327 “Bayangkan - batas antar negara hanya berjarak antara ujung jari anda dengan keyboard!”kata ini paling menggambarkan keyakinan optimistik pada kemampuan teknologi, menjadikanjarak antara tubuh, keyboard dan bayangan tentang ‘batas negara’ sebagai ketunggalanpengalaman akan kehadiran kesadaran global. (Onno W. Purbo, Pergeseran Paradigma di EraGlobalisasi, Institut Teknologi Bandung, sebuah artikel tanpa tahun di domain:http://www.bogor.net/idkf/idkf/aplikasi/pergeseran-paradigma-di-era-globalisasi-08-1998.rtf).

Page 249: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

238

presiden dan bawahannya akan menjad i tidak diktator lag i atau ada

maksud lain.

Nyatanya, mimpi erotik semacam ini bukan hanya dominasi

perseorangan, sifatnya cenderung “massa l” dar ipada “personal”. Mimpi

itu berada dalam jal inan morfologi “bayangkan...”, sebuah fantas i

penuh godaan akan kenikmatan cita-cita “mulia” di masa “fiksi”:

“Dengan ter sebarnya knowledge & kekuasaan pada rakyat, maka secara

simultan uang, kekayaan & kekuatan ekonomi akan berada langsung

pada massa yang banyak tidak lag i terpusat pada segelinti r penguasa &

konglomerat yang menyimpan uangnya di Bank-Bank asing.” 328 Teknologi

informasi menjad i sumber bagi pengetahuan dan kekuasaan bag i rakyat,

terutama dengan tersebarnya teknologi itu secara merata dan tidak

terpusat hanya pada dominasi ter sentral.

Hal ini mensinyal ir, set idaknya untuk saat ini , bahwa dorongan

pemenuhan birahi teknologi s tidak terpusat lagi pada kebijakan

pemerintah negara semata. Seiring dengan meledaknya internet pada

akhir tahun 1990-an, bersamaan dengan menguatnya arus isu -isu global

dan tengge lamnya sebuah “pusat rii l” yang dominan pada masa Orde

Baru di antara kekalutan massa, Kehausan akan transfer teknologi dar i

“luar”, baik yang dilakukan oleh negara, lembaga pendid ikan, ekonomi

maupun konsumsi masyarakat luas, terus membengkak di luar kebijakan

resmi yang dirancang pemerintah. Menurut IDC (In f ormation Data

328 Ibid., loc. cit.

Page 250: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

239

Corporation),329 dana yang sudah dibelanjakan untuk kepent ingan TI

(tekno log i informasi ) di Indonesia termasuk tinggi . Pada tahun 2000,

diperk irakan US$ 772,9 juta, naik dar i US$ 638,4 juta pada tahun

sebelumnya. 330 Dar i jumlah ini , sek itar 57,7% dar inya ada lah belanja

perangkat keras sepert i PC dan notebook, dan sekitar 14,4% untuk

perangkat lunak. Namun, proporsi ini din ila i mas ih terbal ik dar i

kedudukan seharusnya, sehubungan dengan perkiraan bahwa pembajakan

terhadap sof tware memili ki pangsa yang jauh leb ih besar (diduga

mencapai 90%) dar i data penjua lan resmi yang dijadikan rujukan.

Sedangkan dar i 17 sektor yang melakukan pengga lakan belanja

teknologi , sektor pal ing banyak mengeluarkan uang ada lah komunikas i &

media (19,3%), dii kut i oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah

(12,4%), dan perbankan (11,8%).

Kondis i ini melahi rkan paham-paham baru yang merasa teknologi

dapat berperan sebaga i aksele ras i demokratisas i atas pemeri ntahan

suatu negara. Alat kontro l bag i kekuasaan negara. Melalui arus informasi

yang membanjir dar i luar, diharapkan pemerintahan sebuah negara tidak

dapat menutup-nutupi “reali tas” yang terjad i. Dan, bersamaan dengan

cita-cita “luhur” ter sebut, merebaklah pula suatu pola konsumsi

teknologi yang semakin bernafsu. Situasi ini tidak luput dar i pengamatan

pengambil keb ijakan negara pada pejabat pemerintahan pengganti rez im

Habieb ie yang singkat itu: “Dengan terbukanya sumber informasi

329 Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober, seperti dikutip oleh Yanuar Nugrohodalam tulisannya berjudul Globalisasi, Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial, sebuahtulisan dalam format e-text, dapat ditemukan di domain: http://www.unisosdem.org/article_full ver sion.php?aid=240&coid=2&caid=30&auid=4.

330 Sebuah angka yang fantastis untuk negara dengan krisis di bidang ekonomi.

Page 251: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

240

modern, masyarakat Indonesia telah dapat mengikuti perkembangan

yang terjad i di luar negaranya. Sebaga i akibatnya tuntutan untuk dapat

menikmati barang dan jasa yang diproduksi dengan teknologi modern

ikut pula meningkat.” 331

Dar i mimpi yang satu, berbuah pada mimpi yang lain, dar i sebuah

cita-cita “luhur” beralih pada hasrat belanja yang besar teknologi .

Teknologi informasi menjadi jendela yang merangsang bangkitnya

kebutuhan dan harapan akan teknologi yang semakin lama semakin

canggih, memikat, dan me-”mabuk”-kan sepert i sajak Yudhis tira di

bawah ini :

MABUK332

Mabuk oleh jutaan plastikKepalaku jadi elastisPerut tembus pandangUsus dari selangMataku fiberglas

Bagai mainan bikinan JepangAku berjalan sempoyonganDi bawah cahaya gemerlapanBerbagai iklan metropolitan

Bagai mainan bikinan AmerikaAku merangkak gemeretakDi bawah perintah kontrak-kontrakBerbunyi tik, tak, kakerlak

Aku mabukAku mabuk jutaan elektronikKepalaku penuh kabel listrikPandangan mataku berbinar-binar

331 Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No.2/M/Kp/II/2000, Kebijakan StrategisPembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional 2000-2004 (Jakarta: Kantor MenteriRiset dan Teknologi, Februari 2000), hal.10

332Dikutip oleh Rachmat Djoko Pradopo dalam tulisannya berjudul Puisi Indonesia ModernPeriode 1970-1990 ( Majalah Basis XL, No. 1, januari, 1991), hal. 29-30.

Page 252: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

241

“E-nam-ju-ta-do-larE-nam-ju-ta-do-lar..”

1982

2. Ba haya di bawah selimut dan “j imat ” Wawasan Nusanta ra

Di luar semua mimpi -mimpi tersebut, di samping keyakinan bahwa

teknologi , layaknya modern isasi, ber jalan “maju” tanpa dapat

dihalangi ,333 ketakutan akan bahaya dan akibat negati f yang muncul dar i

transfer teknologi tanpa mel ibatkan kemampuan negara untuk menjadi

mediator, ada lah dis kursus yang lah ir ber samaan dengan kebeletnya

teknologi dianggap sebagai kebutuhan mut lak: “Sembarang pesan atau

produk komunikas i yang sampai pada penduduk negara kurang-

berkembang lewat radio, TV, film, video-cassete, buku, majalah

cenderung menimbulkan berbagai hal tak diinginkan.”334 Mimpi-mimpi

menjelma menjadi ancaman dalam bentuk fantas i tentang situas i

berbahaya: “.. .harapan-harapan dan selera konsumtif yang tak mungkin

dicapai, sikap serta gaya hidup yang sama sekali tak ada hubungannya

dengan situas i negara itu sendir i dan leb ih buruk lag i, juga mengancam

333Mimpi tentang teknologi yang lebih uzur usianya datang dari Tan Malaka dalam bukunyaberjudul Madilog (ditulis tahun 1947): “Perhatikan induk mesin itu! Alangkah keras kerjanya!Asap nafasnya berbual-bualan, keringatnya kurasa panasnya. Dengarkan peluit-peluitmemberi peringatan, Ke tepi, ke tepi, aku lari! Jangan lariku terganggu! Berapa ribu kilobarang kuangkut, berapa ratus jiwa di belakangku. Perempuan, lelaki, pemuda, pemudi,kanak-kanak dan bayi. Ke tepi, ke tepi, teriakku sekali lagi. Bahaya bagimu adalah noda bagidiriku. Keselamatan semua aku tanggung, jadi mesti kutepati. Satu menit terlambatmenghilangkan namaku. Abangku masinis langsung bertanggung jawab. James Watt namamoyangku! Cepat cakap dan aman sentosa inliah semboyanku! Kesempurnaan adalah haridepanku.” Kutipan ini berasal dari edisi yang telah diperbarui (Jakarta: Pusat Data Indikator,cetakan pertama, 1999), hal. 445.

334Soedjatmoko, Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Pilihan Karangan (Jakarta: cet. LP3ES,Jakarta, cetakan keempat, 1995), hal. 76.

Page 253: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

242

untuk menind ih dan mencek ik kreativit as kultural asl i.” 335 Sepert i hantu

Erich Fromm336, teknologi menjad i ancaman sekaligus kebutuhan, karena

itu diperlukan penjinakan dalam formula leb ih “membumi” agar negara-

negara tidak terancam dar i kecanduan: “Hantu kehampaan eks istens ial

yang nampaknya menatap mereka yang juga sepenuhnya terbenam dalam

apa yang dinamakan kebudayaan kosmopoli tan moderen, dengan begini

mungkin dapat dis ingkirkan oleh suatu proses pembuahan silang yang

diperbaharui dengan kebudayaan-kebudayaan serta agama-agama dunia

yang tradis ional.” 337

Kembal i pada keyakinan Orde Baru di atas, ancaman bahaya dar i

“iptek” itu dijawab melalu i “imtak.” Namun, teknologi dan dampak

negati fnya338 tidak bisa dinegasikan beg itu saja. Melainkan dibaurkan

melalu i suatu “acuan rel igio-kul tural” untuk member ikan: “motivasi

yang leb ih kuat dan awet bagi pola-pola pembangunan yang ber sifat

pribumi,” atau dalam bahasa lain: 339

“Karena ilmu pengetahuan dan teknologi akan mewarnai keseluruhancorak kehidupan mendatang, mau tidak mau segenap lapisanmasyarakat harus dipersiapkan untuk memahami makna dan implikasikesemuanya bagi kehidupan kita sehari-hari tanpa melupakan kapasitasdan kapabilitas masyarakat setempat (local geniuses) yang memilikikarakteristik tradisional (traditional knowledge).”

335Ibid., op. cit.

336Baca Bab III.

337Ibid 334., op. cit., hal. 76-77.

338 “Pertanyaan-pertanyaan mengenai dirinya sendiri, mengenai tujuan-tujuannya dan mengenaicara-cara pengembangannya tidak dapat dijawab lagi oleh ilmu dan teknologi tanpa referensikepada patokan-patokan mengenai moralitas dan makna serta tujuan hidup manusia,termasuk mengenai yang baik dan yang batil dalam kehidupan manusia moderen.” Dalam:Soedjatmoko, Etika Pembebasan. Pilihan Karangan tentang: Agama, Kebudayaan, Sejarahdan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LP3ES dan Yayasan Obor, cet. kedua, 1985), hal 203.

339 Ibid., op. cit., hal. 76

Page 254: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

243

Ancaman keh ilangan suatu jat i dir i dar i “teknolog i univer sal”

kembal i dijawab dengan teknologi yang diberi aspek “re lig io-kul tural”,

teknologi menjad i ancaman sekaligus solusi 340. Di sin ilah kemudian

program-program hi -tech bukannya dihapus walaupun dianggap

berpotens i mengancam keaslian identi tas bangsa, melainkan terus

didana i dan disaklarkan (fet ish ized)341 sebagai bag ian dar i kekuatan

bangsa menghadap i ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dar i

luar maupun dalam negeri :

“Dengan Palapa, saklarisasi artifak-artifak ‘hi-tech’ digabungkan denganpengaruh militer pada ideologi nasional untuk menghasilkan efek yangmenarik: kepercayaan bahwa dengan memiliki satelit, Indonesia akansemakin bersatu dalam cara berpikirnya tentang apa bangsa Indonesiaitu. Kesatuan persepsi tentang bangsa ini diberi nama WawasanNusantara”

Dengan demikian, sateli t yang merupakan hi -tech tidak menjadi

“hal-hal yang tidak diingankan”, walaupun pada prakteknya sateli t tidak

sekadar memper lancar arus informasi antarwilayah dalam negeri ,

melainkan juga mempermudah akses informasi dar i luar. Terlebih lag i,

340 Dalam suatu pidato di depan civitas Akademika I.T.S. (Institut Teknologi Surabaya) dalamrangka peringatan Dies Natalis lembaga tersebut, Fuad Hasan (mantan teknokrat di OrdeBaru) menyebutkan: “Teknologi sebagai salah satu matra modernisasi makin cenderungditonjolkan sebagai tolokukur untuk menilai sejauhmana tingkat modernisasi yang telahdicapai oleh suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan kiranya kalau disimpulkan, bahwadewasa ini makin menguat kecenderungan glorifikasi terhadap teknologi. Dalamperkembangannya, teknologi secara instrumental telah membuktikan kesanggupannyasebagai perpanjangan manusia, baik untuk dimanfaatkan secara konstruktif maupundigunakan dengan tujuan destruktif” (judul dan angka tahun tidak tercantum).

341“Ketika kita megatakan bahwa ‘hi-tech’ disakralkan, kita bermaksud menyatakan bahwasepanjang Orde Baru, teknologi canggih dipandang dengan cara sama sebagaimana layaknyaorang melihat jimat. Mereka percaya bahwa jika mereka dapat memilik benda-benda hi-techmaka mereka akan memiliki kekuatan yang luar biasa.” Menurut Joshua D. Baker dalam Re-Inveting the Wheel: Sebuah Tinjauan Antropologis terhadap Palapa, melalui kepemilikanterhadap teknologi tinggi seperti IPTN (Industri Pesawat Terbang Nasional), Satelit Palapadan sebagainya, Orde Baru berharap Indonesia dapat segera meloncat dari fase pertanianmenuju fase hi-tech yang merupakan ciri pembeda dari negara-negara maju (Ibid 322., op.cit., hal. 275-284).

Page 255: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

244

sateli t Palapa samasekal i bukan teknologi yang diproduks i secara

mandir i oleh Indonesia: “Bagaimanapun, dar i seg i teknologi sateli t

Palapa bukan merupakan inovas i Indonesia , tetapi inovas i Amerika.

Indonesia hanya membel i produk jad i —dengan uang yang sebagian besar

dip injam dar i bank-bank Amerika.” 342 Sesuatu yang seharusnya asing dan

berasal dar i “luar”, bukan hanya diterima dengan tangan terbuka,

malahan menjadi bag ian dar i persepsi dan cara pandang bangsa

Indonesia mel ihat dir inya sebagai sat u kesatuan wilayah, pol iti k,

ekonomi, sos ial , budaya, pertahanan dan keamanan yang terhimpun

dalam doktrin Wawasan Nusantara.

Di sin ilah alasan mengapa teknologi tradis ional yang pada satu sis i

menghambat pembangunan, pada keadaan lain menjad i “penye lesaian”

terhadap masalah yang dit imbulkan teknologi modern. Sebaliknya,

teknologi modern yang dipercaya membawa manusia Indonesi a pada

tahap pembangunan modern, ket ika dirasakan membawa permasalahan

baru343, diselesaikan melalu i solusi asimilasi antara identi tas kul tural

dengan teknologi344. Teknologi modern, mulai diadaptas i sebaga i bagian

342 Ibid., op. cit., hal. 275. Menurut Ir. Willy Moenandir M., gagasan tentang Satelit Palapabermula dari sebuah konferensi di Jenewa tahun 1971. Adalah Hughes, sebuah perusahaanraksasa pesawat terbang yang menarwakan ide ini kepada Suhardjono, wakil Indonesia,sebelum akhirnya diterima oleh Soeharto. Soeharto menyambutnya secara positif danmemberi nama Palapa sebagai calon satelit pertama Indonesia. Selain pertimbanganideologis, satelit Palapa diadakan dengan dasar pertimbangan keuntungan ekonomis yanglebih kentala daripada sekadar masalah keuntungan ideologis. Palapa diluncurkan pada bulanAgustus, 1976 di Cape Canaveral, Frolida. (Wawancara dengan Ir. Willy Moenandir M., Ibid.,hal. 107-110).

343“Kerawanan moral dan etis muncul karena kemaksiatan dan munkarat kini juga mengalamimassifikasi. Perjudian adalah salah satu contoh yang mengalami peningkatan kualitas dankuantitas berhubung dimungkinkannya massifikasi dengan bantuan ala-alat teknologiinformasi mutakhir.” D.R. Amien Rais, Dakwah Menghadapi Era Informasi, artikel dalam bukuberjudul Demi Kepentingan Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal. 17.

344 “...bagaimana dakwah harus menghadapi massifikasi maksiat dan munkarat? Kita mengenalungkapan populer yang mengatakan al baqqu bilaa nidhaamin yaghlibhuu al-bathilu binidhaamin. Kebenaran tanpa didukung organisasi yang rapi akan dikalahkan oleh kebatilan

Page 256: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

245

dar i identi tas kul tural, sambil secara was -was berusaha mencegah

pengaruh negati f yang datang dar inya. Di sin ilah teknologi bukannya

semakin tengge lam, melainkan semakin dirasakan untuk dibutuhkan.

Tidak lag i bermasalah, apakah ekspansi teknologi dapat atau tidak dapat

menjadi ancaman identi tas kul tural.

Pemerintahan kabinet presiden Gus Dur, contohnya, pada akh ir

Januar i 2001 lalu mencanangkan program yang disebutnya: “Gerakan

Nas ional Telematika” dan “Nusantara 21”. Dalam program pertama,

antara lain diambi l langkah sebaga i ber ikut: “Memasukkan TI sebaga i

kur iku lum waj ib sejak Sekolah Dasar SD.” Langkah ini dii kut i “jaring

pengaman” kul tural melalu i keb ijakan sepert i Inpres No.2/2001, yai tu

membakukan ist ilah-ist ilah komputer dalam bahasa Indonesia ,

penyusunan apl ikasi komputer bahasa Indonesia dan akh irnya

menganjurkan kepada Menris tek dan Mendiknas untuk: “menggunakan

apl ikasi komputer berbahasa Indonesia dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya yang dilakukan melalu i penggunaan komputer.” Keb ijakan ini ,

di satu sis i merupakan usaha menasiona lisasi teknologi informasi melaui

jalur birokrasi , namu di pihak lain semakin menunjukkan betapa TI telah

menjadi suatu kepent ingan yang merambah hingga berbagai kepentingan

dengan organisasi yang rapi. Dewasa ini manusia modern melakukan amar makruf nahimungkar telah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi modern. Mereka benar-benar memanfaatkan secara maksimal penggunaan jasa teknologi canggih.” (Ibid., op. cit.,hal. 17-18). Bagi kelompok Islam, teknologi informasi sendiri merupakan senjata yangdigunakan “lawan”, sehingga perlu digunakan senjata yang sama untuk melakukan seranganbalik. Bukan hanya pada hal-hal yang maksiat dan mungkar, melainkan persaingan antaragama merupakan alasan yang semakin mendesak pentinya mengadopsi teknologi informasisebagai bagian dari strategi dakwah: “Saudara-saudara kita kaum Nasrani jelas sudahmenyiapkan diri dengan baik untuk menyongsong era baru pertelevisian tsb. Bagaimanadengan MUI? Muhammadiyah? NU? ICMI? Dlsb? Inilah salah satu tugas penting dalam erainformasi yang harus kita laksanakan bila kita tidak ingin melihat dakwah Islamiyah diIndonesia mengalami keterbelakangan.” (Ibid., hal. 19-20). Dikotomi Iptek dan Imtak tidaklagi terlalu menjulang seperti yang dibayangkan, masyarakat kultural ramai-ramaimengadopsi teknologi informasi sebagai bagian dari strategi menghadapi globalisasi.

Page 257: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

246

nas ional. Dengan memasukkan TI ke dalam kur iku lum waj ib sejak SD,

pemerintahan Gus Dur yang singkat telah membuat kebijakan yang

berpengaruh besar pada masa depan nas ional, di mana ketergantungan

dan kebutuhan akan TI sem akin ditanamkan dalam benak set iap ind ividu.

TI, tidak lag i di luar struktura l pemerintahan atau sekadar fungsi

pendukung, melainkan merupakan ken icayaan mut lak. Di luar dugaan,

Gus Dur dengan tradis i pesantren dan keagamaan yang kuat serta

sebelumnya dikenal sebaga i tokoh agama, tetap saja mengandalkan

teknologi sebaga i kesatuan strategi dalam mendid ik maupun membangun

birokrasi pemerintahannya walaupun Orde Baru telah dinyatakan

berakh ir. Lengkapnya, di bawah pemerintah Megawati yang

menggantikan Gus Dur , untuk pertama kal i pada sejarah ketatanegaraan

Indonesia terbit lah UU No. I8 Tahun 2002, tentang Sis tem Nas ional

Peneli tian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi 345. Dengan demikian, kuatnya hasrat akan penguasaan suatu

teknologi yang sesuai , berdir i di luar pola-pola kekuasaan atau

kebijakan pol iti s sebuah rez im belaka. Melainkan terus ber tahan secara

hampir “permanen” dar i satu rez im ke rez im ber ikutnya sebaga i

dorongan kebutuhan yang muncul terus dalam aneka simptom beserta

semua kon tradiksi dan konfli k-konfli knya.

345 Undang-undang (UU) ini tidak benyak memberikan suatu kebijakan baru mengenai teknologi.Dalam berbagai segi, UU tersebut hanya mengesahkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi(iptek) sebagai sebuah “kekuatan” dan “sumber kemakmuran” yang harus diadopsi olehnegara seperti yang telah dicanangkan pendahulunya: “Ilmu pengetahuan dan teknologi yangstrategis adalah berbagai cabang ilmu pengetahuam dan teknologi yang memiliki keterkaitanyang luas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara menyeluruh, atauberpotensi memberikan dukungan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat, kemajuanbangsa, keamanan dan ketahanan bagi perlindungan negara, pelestarian fungsi lingkunganhidup, pelestarian nilai budaya luhur bangsa, serta peningkatan kehidupan kemanusian.”Lihat Bab I: Ketentuan Umum, pasal 1, poin 3.

Page 258: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

247

3. Ke se jaja ran bers ama “warga dunia”

Suasana dilematis muncul pada situas i di mana dorongan “obyektif” dar i

semakin massifnya kesadaran global akan teknologi , ber tubrukan dengan

ketakutan kehilangan kepribadian “natural” yang disusupi kepribadian

baru tanpa akar geogra fis dan budaya. Teknologi bekerja melalu i jar ing

transenden di luar ruang-ruang kekuasaan negara, dan penguasaan atas

teknologi dilandasi tujuan nas ional yang banyak dipengaruhi

kekhawati ran akan ketert inggalan dar i kemajuan global. Seh ingga

teknologi , walaupun dis inyali r dapat menjad i momok bagi kelangsungan

identi tas nas ional, dia tetap menjad i penentu pos isi nas ional di dunia

global . Karenanya teknolog i tetap merupakan kebutuhan mendesak:

“.. .perlunya bangsa Indonesia untuk mensejajarkan dir i dalam dunia

internasional dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi .” 346

Dalam paradigma “kesejajaran”, Indonesia akan diterima sebagai bagian

masyarakat Internasional atau “warga dun ia”, bukan negara yang

mengejar dominasi penuh terhadap bangsa-bangsa lain. Dia menjadi

bagian “warga dun ia” yang “cinta damai”, dan “kepribad ian bangsa”

kin i dihadi rkan dalam “kesejajaran”, “kesetaraan” dan “kemandir ian”:

“Dengan demikian ilmu pengetahuan dan teknologi akan menyediakan

dukungan bag i pembangunan nas ional yang ber langsung secara

berkelanjutan, sehingga secara nyata akan menumbuhkan pembentukan

346 Ibid 331., op. cit., hal. 1.

Page 259: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

248

kemandirian, ketahanan dan keunggulan dalam kai tannya dengan

percaturan global .”347

“Tujuan nas ional” ditempatkan dalam konteks baru sebaga i

bagian penentuan pos isi dalam masyarakat global . Dalam penentuan

posisi , “kesejajaran” hanya memungkinkan tar ik ulur kepent ingan

melalu i persaingan di mana juga merupakan: “kemampuan bangsa dalam

berbagai tantangan dan persaingan global, meningkatkan kemakmuran

dan kesejahteraan hidup rakyat secara nyata dan berkelanjutan dengan

tingkat pertumbuhan dan dis tribus i yang secara pol iti s dan kultural

diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.” 348 Antara tujuan nas ional dan

persaingan dalam tatanan kesetaraan global diberi penafs iran baru

sebaga i kecenderungan yang berjalan lin ier dalam kemajuan teknologi :

“Menyed iakan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

mengembangkan kemampuan pengelolaan segala sesuatu yang

merupakan kecenderungan atau keprihatinan global, ser ta meningkatkan

kompat ibi litas pembangunan nas ional dengan perkembangan global .” 349

Dalam acuan pembangunan ini , teknologi , mau tidak mau, menerima

atau menentang, ber sama-sama dengan era global isa i, ada lah suatu

takdir “obyektif” yang harus ditempuh untuk tetap dapat ber tahan

dalam persaingan global. Keberadaan teknologi dalam kehidupan lokal

bukan lag i hanya sebuah pil ihan, melainkan keharusan.

347Ibid., hal. 6.

348Ibid., hal. 5.

349 Ibid., hal. 57.

Page 260: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

249

Claude Lév i-Strauss memperhat ikan kecenderungan serupa terjad i

pada negara -negara “berkembang” di seluruh dunia: “Apa yang

dikeluhkan negara-negara “berkembang” dalam pertemuan-per temuan

internasional bukanlah mereka merasa dibuat sepert i orang Barat,

namun jus tru mereka tidak diberi cara-cara yang cukup cepat untuk

menyerap kebudayaan Barat.” 350

C. TE KN OL OG I SE BA GA I KE KU AT AN “O BY EK TI F” PE RA DA BA N

“Tidakkah kita lihat ,” tanya Lév i-Strauss, “bahwa seluruh dunia secara

progresif telah meminjam teknik -teknik Barat, gaya hidupnya, hiburan -

hiburannya hingga pakaian -pakaiannya ?” 351 Diterimanya budaya “Barat”

oleh negara-negara “non-Barat” merupakan proses universal isasi sebuah

peradaban, walaupun pada awalnya, pemaksaan penerimaan budaya

“Barat” terjad i setelah budaya “lokal” diporak porandakan ter lebih

dahulu . Keadaan ini menghasil kan suatu ket impangan peradaban antara

model-model “Barat” yang diterima sebaga i superiori tas oleh

masyarakat budaya lainnya dengan budaya masyarakat itu sendir i. 352

Namun apakah pengakuan atas superiori tas “Barat” ini sifatnya

konsensus , atau justru adalah has il suatu penjajahan oleh “Barat”?

350 Claude Lévi-Strauss, Ras & Sejarah, diterjemahkan oleh Nasrullah Ompu Bana (Yogyakarta:LkiS, 2000), hal. 48.

351Ibid., op. cit., hal. 47.

352 Ibid., hal. 48.

Page 261: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

250

Keduanya ditolak Lév i-Strauss: “Ket idakse imbangan ini tidak

muncul lag i dar i subjektiv itas kolekt if, ... Inilah fenomena objekt if yang

hanya penyebab-penyebab objekt ifl ah yang dapat menjelaskannya .” 353

Bagi Strauss, pengakuan atas peradaban “Barat” sebagai yang pal ing

superior telah menjad i fenomena rii l dan diterima secara penuh oleh

dunia: “Terbukti sejak setengah abad yang lalu, peradaban Barat secara

keseluruhan, maupun lewat beberapa elemen ter tentu cenderung

menjadi kunci, sepert i halnya industria li sas i, yang ter sebar luas di

seluruh dun ia.” 354

Revolusi indust ri yang terjad i pada Abad 18 hingga 19 menghantar

peradaban “Barat” pada suatu peran dan posisi yang unik dalam

hubungannya dengan “non-Barat”. Menurut Strauss, revolusi indust ri

merupakan alasan mengapa “Barat” secara “kebetulan” memili ki

keunggulan teknik diband ing peradaban-peradaban lainnya. Sepert i

revolusi Neolit ikum355 yang secara serentak terjad i di Yunani Kuno,

Mes ir, Timur Tengah, Lembah Hindustan dan Cina, revolusi indust ri

berangkat dar i Eropa Barat, Amerika Ser ikat, Jepang, Uni Sovyet dan

akhirnya menyebar hingga ke daerah-daerah yang kin i di sebut sebaga i

353 Ibid., hal. 51.354

Ibid., hal. 48.355

Revolusi Neolitikum atau biasanya disebut sebagai “zaman batu halus”, adalah suatuperiodisasi perkembangan kultural dalam Antropologi yang dideterminasi pada model-modelteknik pembuatan peralatan-peralatan didominasi batu-batuan yang lebih “halus” dibandingdengan zaman sebelumnya, Paleolitikum atau “zaman batu kasar”. Diduga merupakan zamandi mana lahirnya sejumlah teknik umum seperti; bertani, beternak, pembuatan gerabah,menenun dll. yang masih banyak dipakai hingga saat kini. Dan peradaban selanjutnya lebihmerupakan usaha penyempurnaan belaka dari teknik-teknik yang muncul pada masa itu.(Ibid., hal. 52.)

Page 262: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

251

“Dunia Ket iga”. 356 Mewaki li sifat global dan menyeluruh, teknologi masa

revolusi indust ri merupakan penyempurnaan pal ing berhas il terhadap

model-model budaya revolusi Neoli tikum, melalu i sejumlah perangkat

sepert i: ari tmatika, geometri dan ilmu-ilmu pengetahuan yang tumbuh

subur di “Barat”. 357 Dalam konteks ini , Strauss menemukan fenomena

“obyektif” dan sebab -sebabnya berada dalam perab tek nologi , serta

peradabab “Barat” sebagai pengusung utamanya.

Bukan sekedar penundukan melalu i kekuasaan pol iti s, sos ial ,

budaya ataupun ekonomi yang membuat membuat “Barat” muncul

sebaga i pusat model “kemajuan”, melainkan melalu i teknologi , revolusi

alat-alat produksi yang secara “obyektif” diakui pula masyarakat-

masyarakat lainnya leb ih “maju” dan “berkembang” diband ing “alat-alat

tradis ional”, “Barat” merengkuh kedudukannya sekarang. Ber samaan,

teknologi revolusi industri dianggap sebaga i cara terbaik memproduksi

kemakmuran. Per lahan-lahan ket ika nas ion -nas ion di Asia, Afr ika dan

Amerika Lat in terbentuk, ser ta-merta teknologi segera pula menjadi

sarana bag i mencapai cita-cita nas ional mereka.

Karena itu, ket ika seorang etnograf dar i “Barat” berkunjung ke

suku-suku miskin di Brazi l Timur dan berusaha melakukan penyesuaian,

menemukan penduduk asl i menang isi nas ibnya yang jauh dar i tempat

tingga lnya di “Barat”. Bagi mereka, “Barat” merupakan tempat yang

lebih “indah” diband ingkan Brazi l yang miskin dan ter tinggal. 358 Atau

356Ibid., hal. 61.

357Ibid., hal. 59.

358 Ibid., hal. 50.

Page 263: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

252

juga contoh lain yang lebih ekstrim. Seorang antropolog dar i Inggr is

mendatang i sebuah desa pelosok di Afr ika Tengah untuk melakukan studi

lapangan tentang masyarakat tradis ional. Ket ika dia diundang untuk

meyaks ikan hiburan malam sebaga i penyambutan atas kedatangannya,

dalam pik irannya, dia mengira akan disambut dengan per tunjukkan

tradis ional yang unik sebaga i kebudayaan lokal. Jauh dar i bayangannya,

ternyata dia hanya dia jak untuk nonton film dar i video berjudul: Basic

Instinct!359

Melalu i semua contoh ini , has rat akan teknologi dar i “Barat”

merupakan dorongan yang muncul dan tampak dar i per ilaku publik

secara luas, tanpa hanya tersentra l pada tingkah laku negara dan

aparatnya saja. Dia diterima sebahgai sesuatu yang universal membawa

“kemajuan” dan “kemakmuran.” Kepent ingan untuk segera

mengadaptasi dan menerapkan teknologi dalam format “lokal”,

merupakan hasrat tidak kunjung padam. Teknologi memiliki kadar

obyekt ivi tas , negara -negara “non-barat” berusaha member ikan sentuhan

lokal (subyekti f) dan berharap bisa membawa masuk fungsi “obyektif”

teknologi tanpa mel ibatkan karakteri sti k “subyekti f” budaya “Barat.”

Sebuah harapan yang tampaknya mungkin berhas il, jika anggapan bahwa

transfer teknologi tidak selalu berart i asimilas i budaya dapat dibuktikan

benar.

Har lan Cleveland menolak gagasan ini , sambil menunjukkan

bahwa teknologi memiliki konsekuensi kul tural tak terelakan bagi

359Anthony Giddens, Runaway World. Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 1.

Page 264: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

253

peradaban yang mengadops inya sebagai bagian kehidupan sehari -

har inya: “Satu abad yang lalu kekaisaran Cina membedakan antara

‘Ajaran Cina demi hal -hal yang esensial’ dan ‘Ajaran Barat demi hal -hal

yang prakti s.’ Tetapi pada masa ini , bagaimana seorang pemimpin

membedakan yang prakti s dan esensial, terutama jika yang prakti s itu

begitu esensial? ”360 Cleveland mengingatkan: “Sejumlah besar budaya

yang berdasar ilmu muncul dan diimpor dalam kemasan ‘praktis ’.” 361

Sementara itu, esensi nilai-nilai “Barat” mengintai kesempatan untuk

muncul dan eks is mempengaruhi massa “pemakainya”.

Di sin i ter jad i dilema bag i negara -negara berkembang dalam

melakukan adopsi teknologi . Sebab, walaupun teknologi dianggap

“netra l” dan “obyektif”, secara prinsipil : “Yang meleka t pada teknologi

modern ada lah gagasan Barat tentang pembatasan pemerintahan,

tentang kebebasan untuk menemukan sesuatu dan bereksper imen serta

ber inovas i, tentang hak -hak pekerja, tentang manajer yang memimpin

tetapi tidak bersikap sebaga i boss.”362 Transfer atas teknologi dar i

“Barat”, mau tidak mau, merupakan penerimaan juga terhadap nilai-

nilai kul tural dar i Barat. Karena itu, penerimaan teknologi revolusi

indust ri “Barat”, juga bermakna menerima nilai-nilai superiori tas

“Barat”.

360Harlan Cleveland, Lahirnya Sebuah Dunia Baru. Momen Terbuka Untuk KepemimpinanInternasional, diterjemahkan oleh P. Soemitro (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, edisipertama, Mei 1995), hal 18-19.

361Ibid., op. cit. hal.19.

362 Ibid.

Page 265: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

254

Poin ini bermuara pada dua pendapat berbeda. Di satu sis i,

teknologi dianggap sebagai universal , “obyektif” dalam dir inya. Dan, di

sis i lain, teknologi notabene tidak lain adalah alat propaganda ideologi

“Barat” dan cara mengukuhkan superiori tasnya. Pada satu kutub,

teknologi tidak memili ki nilai pol iti s, teknologi hanya berart i produksi,

dukungan ekonomi, kemakmuran dan cita-cita menuju masyarakat ideal.

Pada poros lain, teknologi tidak lain ada lah alat hegemoni dar i “Barat”,

dia “subyekti f” sebaga i bag ian dar i identi tas “Barat”, sebaga i agen yang

menyampaikan “keagungan”, “keunggulan” dan “kemajuan” peradaban

“Barat "

Jika argumen per tama diterima, pandangan teknologi hanya

sekumpulan benda-benda yang berdir i sendir i, tanpa kehadiran “ide” di

dalamnya juga harus rela diterima. Namun, dengan demikian, teknologi

dapat dipertukarkan secara bebas tanpa adanya perubahan sos ial

maupun kul tural. Sebaliknya, jika pandangan kedua yang diakui ,

teknologi menjadi cir i dan mil ik masyarakat tertentu. Semata-mata has il

karya dan rekayasa ideologis sua tu kelompok untuk kepent ingan

tertentu. Ada “subyek” mut lak yang memegang kendal i secara penuh

atas teknologi .

Kedua pandangan ter sebut sama-sama membawa permasalahan

dalam dir inya sendir i. Jika pandangan teknolog i itu “obyektif” dan

“bebas nilai” diterima, maka sepert i yang dibahas sebelumnya,

mengadaptasi teknologi , berart i juga mengadaptasi sikap, per ilaku dan

pengetahuan yang dipero leh melalu i serangkaian tindakan

Page 266: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

255

“penyesua ian” dir i yang berart i juga bahwa teknologi memili ki

karateris tik subyektif di dalam dir inya 363. Terjad i perubahan masyarakat

bersamaan dengan munculnya sua tu teknologi baru. Walaupun lah irnya

teknologi modern berasal dar i “Barat” dan dianggap merupakan bagian

dar i identi tasnya, “Barat” sendir i mengalami perubahan kul tural, nilai

maupun pandangan ber samaan dengan hadirnya teknologi baru yang

mereka kreasikan. Antara “Barat” sebelum revolusi indust ri dan “Barat”

yang dikenal sesudahnya bukan lag i struktur masyarakat yang seragam

dan sama. Demikian pula, revolusi teknologi informasi pada per tengahan

1960-an, juga member ikan perubahan def ini si bag i “Barat” itu sendir i 364.

“Subyek” mengalami perubahan struktura l ole h karena kekuatan

“obyektif” teknologi , walaupun teknologi tetap merupakan suatu

strategi yang bisa berubah batas -batasnya oleh suatu aks i dar i “subyek”.

Dis ini lah muncul suatu usaha untuk member ikan teknologi

karakter dan kontruksi yang berdir i sendir i: “Dalam skala makro,

pengembangan energi nuk lir cenderung memperkuat sentra lisasi ,

sedangkan bentuk energi yang leb ih lembut lebih mendorong adanya

363 “Kebudayaan modern teknologi itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral.Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan[...] Akan tetapi sekaligus kebudayaan itu ampuh dalam mewujudkan sistem nilai dan normayang baru yang dapat amat sangat menentukan sikap hidup nyata seseorang, bahkansekelompok orang, sebuah masyarakat sebagai keseluruhan. Menghayati kebudayaanteknologis modern berarti mempunyai faham-faham, sikap-sikap, penilaian-penilaian,prioritas-prioritas dan cara-cara berfikir tertentu.” Simak bahsan ini pada Frans MagnisSuseno, Dampak Relativisme Kebudayaan, dimuat dalam Majalah Basis XXXIX-I, Januari 1990,hal. 20. Lihat juga komentar DR. J Verkuyl dalam Etika Kristen: “sungguhlah jika kitamanusia, di dalam perkembangan teknik itu merupakan hubungan antara alat dan tujuan,yakni bahwa alat itu akan menjadi tujuan, sehingga teknik itu menjadi suatu berhala, Suatu‘Moloch’, yang menuntut anak2 kita sebagai korban” (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992),hal. 96-97. Alat yang netral sekaligus menjadi tujuan sebagai suatu visi. Pergulatan antaraalat dan tujuan menjadikan teknologi sebagai “keajaiban” sekaligus “hantu” yang“mengerikan”.

364 “Akan tetapi meskipun kebudayaan teknologi modern jelas sekali ikut menentukan wujudkebudayaan barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakinbanyak masukan non-Barat pula, misalnya dari Jepang” (Ibid., loc. cit., hal. 19).

Page 267: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

256

pola pembangunan yang leb ih mendekati desentral isasi. ”365 Set iap model

teknologi memili ki karakter khas dalam dir inya sebaga i struktur mandir i.

Struktur sebuah teknologi member ikan wujud bag i struktur masyarakat.

Akan tetapi , suatu penerapan kekuasaan yang khas akan merubah

karakter ini :

“Teknologi dapat dipakai dalam pelbagai cara, dengan konsekuensiyang berbeda dari distribusi kekuasaan... Di dalam komunikasielektronik, radio dan televisi cenderung memperkuat sentralisasi,meskipun teknologi yang sama dengan kebijaksanaan yang tepatmengenai programming dan kontrol, digunakan untuk meningkatkanpartisipasi rakyat, inisiatif dan pengaruh lokal.” 366

Dalam hal ini , fungsi dan kedudukan teknologi berubah terus menerus

ter ikat pada situas i ter tentu, dan terutama, adalah teknologi sekedar

bagian dar i perencanaan pengembangan suatu daerah: “Kalau kita tak

menginginkan TV menjadi alat yang memperbesar gairah buat pindah ke

kota, ia harus dij inakkan guna memenuhi berbagai kebutuhan partis ipasi

kultural di desa.” 367 Karena itu diperlukan jar ingan dar i berbagai

kelompok untuk bekerjasama demi: “mengarahkan teknologi buat

tujuan-tujuan sos ial , dan peranan sentra l dar i organi sas i sos ial serta

pembangunan sos ial dalam model ini .”

Pandangan ini menolak anggapan Cleveland bahwa teknologi dan

nilai -nilai “Barat” ada lah relasi yang mut lak , sekaligus menerima bahwa

set iap teknologi memiliki karakteri sti k tersendir i. Pandangan ini

menerima kemungkinan adanya nilai-nilai tertentu yang dibawa oleh

365 Ibid 334., op.cit. hal. 181.366 Ibid., op.cit.367

Ibid., op.cit., hal. 137

Page 268: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

257

teknologi , namun menolaknya sebaga i harga mati yang harus dipatuhi.

Melainkan dia menawarkan teknologi bisa diterapkan dengan struktur

tertentu yang sifatnya “lokal”. Pada tahap ini kecenderungan anggapan

bahwa teknologi itu bersifat universal (bi sa disesuaikan dan

diadaptas ikan dengan mudah pada nilai -nilai kul tural lain-lain) tetap

tidak bisa ditolak, walaupun juga pendapat Cleveland, teknol ogi

membawa tugas ideologi ter tentu juga merupakan argumen yang kuat.

Hanya saja kecenderungan Cleveland akan keberadaan suatu konsep

obyekt if “Barat” yang sebaga i bagian tak terpisahkan dar i teknologi

tetap bukanlah konsep yang dapat langsung diterima koleks i. Penuli s

mencoba menawarkan alternati f, di mana “teknolog i” dan “ideologi”

adalah suatu konstruks i yang dapat dengan mudah dipertukarkan dan

tidak mandir i secara kontradik tif satu sama lain. Sebaliknya baik

“teknolog i” maupun “ideologi” ada lah dis kursus yang terus diproduks i

sebaga i strategi sal ing menguatkan pos isi masing-mas ing.

D. PE MB AU RA N AN TA RA DI SK UR SU S “T EK NO LO GI ” DA N

DI SK UR SU S “A LA M”

Dsikur sus tentang teknologi memang lah ir dan berasa l dar i “Barat”, dia

merupakan bag ian dar i proyek revolusi industr i. Dalam def ini si awalnya,

dia merupakan terminologi yang menjelaskan segala sesuatu dalam nilai -

nilai fungsiona l. 368 Kelanjutannya, wacana teknologi dibawa ke daerah-

daerah koloni sebaga i paket dar i “kemajuan” dan “ta tanan” (order),

368 Howard Dowen-Jones, Teknologi dan Dunia Ketiga, dalam Alan B. Mountjoy, Dunia Ketiga danTinjauan Permasalahannya (Jakarta: Bumi Aksara, cet.1, February, 1984), disunting oleh Dr.Prijono Tjiptoherijanto, terjemahan D.H. Gulö.

Page 269: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

258

sekaligus sebaga i bag ian dar i mes in raksasa kap ita lisme dalam bentuk

alienasi div isi -div isi buruh: “The iso lated group of labourers to whom

any particular detail function is ass igned, is made up of homogeneous

elements, and is one of the consti tuent parts of the total

mechanism.” 369 Dar i sini, diskursus teknologi menjad i dominan, dan

terus diproduks i, baik oleh hemisfer yang menganggap teknologi itu

netral , sepenuhnya pos iti f maupun yang menganggapnya merusak.370

Teknologi menjad i fokus pembicaraan, dianggap penting sekaligus

dijad ikan sesuatu yang ber langsung di luar dar i per ist iwa alam, sekaligus

dianggap terpisah sebagai “obyek” di luar “subyek”. Kompromi dar i

keadaan ini ada lah lah irnya tri kotomi: Manusia-Alam-Teknologi .

Pada akh irnya, perbedaan yang tegas antara “alam” dan teknologi

mulai diragukan. Anthony Giddens berkata, “Masyarakat kita hidup

setelah alam berakh ir .” Tetapi, bag i Giddens bukan secara “fi sik” alam

menemui kepunahan, melainkan:

“Hal ini mengacu pada fakta bahwa hanya sedikit aspek lingkunganmaterial di sekeliling kita yang belum dipengaruhi dengan cara tertentuoleh intervensi manusia. Banyak hal yang sebelumnya dipandang alamikini tidak lagi sepenuhnya alami, meskipun kita tidak selalu bisa yakin dimana yang satu berakhir dan yang lain mulai.” 371

369Karl Marx, Capital, di sari dari versi online marxist.org, 1999. Berdasarkan versi Inggris yangpertama kali dicetak oleh Progress Publisher, Moscow, 1887. Bagian Keempat, Division ofLabour and Manufacture.

370 Tentang teknologi sebagai perusak total: “Tidak mudah mengingkari, manakala seseorangtidak lagi peka terhadap norma-norma yang benar maka mesin-mesin akan cenderungmembuat manusia menjadi salah satu komponennya. Manusia menjadi sekrup dari mesinkehidupan. Mesin membuat manusia kasar, brutal, vugal, banyak dan bodoh seperti mesin itusendiri. Semua itulah yang mempengaruhi ‘kebudayaan’ modern.” Baca tulisan FrithjofSchuon, Transfigurasi Manusia. Refleksi Antrosophia Perennialis (Yogyakarta: PenerbitQalam, cet. 1, Juli 2002), hal. 45.

371Ibid 359., op. cit., hal.23

Page 270: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

259

Antara yang dis inyali r sebaga i “sebab -musabab alamiah”, kin i, tidak

bisa dibedakan lag i dengan fenomena yang ditenggarai sebaga i “produk

teknologi s”. Dalam hal ini , kita mempertanyakan apakah gempa bumi

yang terjad i memang fenomena geogra fis pergerakan kerak bum i, atau

sebaliknya disebabkan percobaan nuk lir ter selubung? Sama halnya kita

memperdebatkan fenomena pemanasan global, apakah faktor rusaknya

ozon karena indust ria lisasi penyebab utamanya, atau argumen baru:

perubahan reaksi nuk lir dalam matahari yang menjadi sebab utama.

Begitu juga fenomena-fenomena lainnya.

Pada ska la lebih sederhana, Masanobu Fukuoka menyebutkan

bahwa manusia kontemporer ser ing tidak bisa membedakan antara

bahan makanan alamiah dan olahan teknologi pertan ian modern melalu i

rekayasa genetika, ataupun “rekayasa-rekayasa” yang leb ih sederhana

dar i itu .372 Bahan pangan has il pengolahan genetika di seluruh dun ia,

mel iputi kedela i, jagung, kapas dan kentang, mencapai lebih dar i 35

juta hektar , dengan kebanyakan menyebar di Amerika Utara dan Cina. 373

Bahan pangan diproduksi dan did ist ribusikan bersama dengan has il

teknologi lain yang lebih sederhana untuk did ist ribusikan sebaga i

konsumsi keseharian. 374

372Masanobu Fukuoka, Revolusi Sebatang Jerami. Sebuah Pengantar Menuju Pertanian Alami(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991).

373Ibid., op. cit., hal. 29

374Bagi Fukuoka, pengertian tentang “alam” sendiri merupakan kerancuan besar yang dibuatoleh apa yang disebutnya sebagai “pengetahuan diskriminatif”: “Alam sebagaimana yangdimengerti oleh pengetahuan ilmiah adalah alam yang telah dihancurkan; alam merupakanhantu yang memiliki kerangka, tetapi tidak berjiwa. Alam sebagaimana yang dimengerti olehpengetahuan filsafat merupakan suatu teori yang diciptakan dari spekulasi manusia, hantuyang berjiwa tetapi tidak berstruktur.” (Ibid., hal. 107-108.) Di sini, “alam” tidak lebih darisebuah konsep kabur dan tidak memiliki wujud jelas, namun secara oposisional terhadap

Page 271: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

260

Batas pembeda “teknolog i” dan “alam” tidak selalu muncul

sepert i penggambaran indust ria lisasi di atas. Melainkan, sis i yang

kultural juga mengambil bag ian sepert i kisah dukun dalam novel Ayu

Utami di bawah ini :

“Juga keterangan bahwa nenek adalah pawang hujan yang amatampuh. Eyang adalah salah satu pawang yang paling sering dipakaiPresiden untuk acara kenegaraan, ujarnya dengan bangga yangkebanyakan (barangkali kesombongan itu yang membuatnya sedari tadimenjengkelkan). Karena itu desanya telah dialiri listrik sementaradesa-desa sekitarnya gelap gulita. Sayang dia menolak telepon.Katanya, terlalu banyak teknologi akan mengurangi ilmunya.”375

Pawang hujan, adalah orang yang mampu mengatur “alam” dan

dikarenakan jasanya pada pemerintah, desa asa lnya diberi had iah

lis tri k. Di sin i, teknologi ada lah benda berharga bag i pemerintah dan

warga desa, karena dijadikan “penghargaan” dan membuat desa itu

lebih “terang benderang” ket imbang desa lainnya. Namun bag i sang

pawang hujan, teknologi yang dominan (banyak) sepert i telepon, justru

ancaman kemampuannya mengatur hujan (ilmu). Dalam konteks ini ,

teknologi bukan sekedar “hadiah” atau “kemajuan” bagi desa yang

sekitarnya mas ih gelap gul ita , walaupun lis tri k ada lah had iah atas

kemampuan sang pawang, teknologi merupakan kekuatan sebanding

dengan “ilmu” dan bisa mempengaruhi keberadaan sang pawang sendir i.

“manusia” dan “teknologi” dia dianggap eksis. Walaupun “alam” dianggap sebagaikeberadaan pertama, manusia dan teknologi dianggap sebagai keberadaan lanjutan. Namun,“alam” merupakan konsepsi yang muncul bersamaan dengan keberadaan kedua (manusia)muncul, dan setidaknya semakin kuat oleh oposisi keberadaan ketiga (teknologi) diakui ada.

375Ayu Utami, Larung, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan Jurnal KebudayaanKalam, 2001), hal. 30.

Page 272: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

261

Jika “ilmu” bisa memawangi hujan, teknologi memunahkan

kesakt ian itu. Jika sang pawang “menguasa i” hujan, teknologi berdaya

membatalkan kemampuan sang pawang. Teknologi ada lah kekuatan

berasal dar i “luar” pawang, namun mampu menginterups i kemampuan

yang ada “dalam” dir inya. Tidak sepert i hujan yang dikuasai olehnya,

teknologi ada lah fenomena di “luar” dir inya yang mas ih “liar” ,

melampaui kemujaraban “ilmu”. Sepert i hujan, teknologi membutuhkan

“ilmu” lain untuk mengendal ikannya. Tidak sepert i hujan yang

dikendalikan teknik tradis ional sepert i asap rokok, 376 teknologi

membutuhkan teknik -teknik yang belum dikuasai olehnya.

Fenomena hujan yang dikena l alamiah, kin i sama dengan telepon

yang dikategor ikan sebaga i teknologi , atau juga mungkin asap rokok.

Sekaligus, teknologi yang diyakini pemerintah dan rakyat desa di atas,

merupakan “alat” pembantu. Teknologi sebaga i “obyek” yang

dib icarakan, did iskusikan, diproduks i, dii nginkan dan dipaka i, tapi

sekaligus menjadi kekuasaan baru yang berdir i “di luar”, tidak

dibedakan dengan “alam”. Sebaga i teknologi yang bekerja di luar

“subyek”, teknologi dianda ikan berdir i sendir i dan bergerak otomat is

sekaligus dapat mempengaruhi sis i “dalam” dar i subyek.

Kehadiran teknologi di sis i “da lam” subyek secara psikologi s juga

muncul dalam alat tes psikologi . Dalam tes psikologi yang dikena l

sebaga i House-Tree-Person Test (HTP), menggambar obyek rumah dan

pohon adalah bag ian sistem simbol ik yang diyakini member ikan

376Ibid., op.cit, hal. 31. Dalam cerita, sang pawang hujan mengendalikan hujan hanya

menggunakan asap rokok.

Page 273: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

262

gambaran mengenai kedekatan seseorang dengan sosok orang tua

(parental ). “Rumah” merupakan reprsentasi dar i ide dan emosional

“subyek” (di representasi oleh gambar “manus ia”) terhadap sosok Ibu,

sedangkan “pohon” merepresentasi sosok bapak. “Rumah” di mana

merupakan konstruksi teknologi s kontras dengan “pohon” yang

dik las ifi kas i sebagai “obyek” alamiah, namun dalam HTP keduanya

sejajar sebaga i “ibu” atau “ayah” 377. Teknologi sepert i rumah, tidak

dikena li lag i sebaga i teknik konstruks i, walaupun subyek tes HTP diberi

arahan untuk menggambarkan rumah yang sesuai dalam bayangannya. 378

Namun “rumah” dalam HTP dianggap sebaga i “ibu” yang secara sosok

memili ki cir i “alami” dalam ingatan bawah sadar sebaga i rah im.

Konsekuensinya, teknologi sepert i “rumah” dianggap sejaja r juga

dengan wujud dar i sosok “ibu”, terutama dalam sifatnya sebaga i

“perawat”. Sebaga i “perawat”, teknologi rumah menjalani fungsi

layaknya “rahim” seorang Ibu.

Di sin ilah, teknologi mengambil peran dominan, tersamar, sakral ,

merawat dan tidak sadar dalam kerja yang merupakan bag ian dar i

psikis . Dia sangat “dekat” dengan “subyek”, kalau tidak mau dikatakan

dia mir ip dengan “subyek” itu sendir i. Bersamaan, juga dikena l

“subyek” sebaga i bag ian di luar dir inya.

377Pendiskritan ini banyak dipengaruh asumsi pembagian fungsi rumah tangga antara peran ayahdan ibu. Di mana sebagai laki-laki, ayah dikonotasikan dengan kerakter yang “berada di luarrumah”, sedangkan peran ibu rumah tangga yang selalu “berada di dalam rumah”. Dalam tesini, sosok “ibu” yang lebih sering ada “di dalam” rumah secara simbolik terikat dengankonstruksi “rumah”.

378 Menggambar sebuah rumah melibatkan aktivitas merancang, mengkrontuksi dan membangunsesuatu dalam ide dalam media yang tampak. Pada hakekatnya dia adalah teknologiarsitektur.

Page 274: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

263

E. WARGA DUNIA DALAM MEKANI SME KERJA TEKNOLOG I LAYAR

DAN TEKNOLO GI GL OBAL

1. Ins titusi -institusi regulasi fokus mas sal

Teknolog i sebaga i obyek fokus sekaligus semesta setara dengan “alam”

dalam mempengaruhi kesadaran merupakan prinsip kerja teknologi layar

atau global merupakan sebuah struktur yang juga bisa diamat i dalam

institusi media komunikas i massa “warga dunia”. Tekno log i layar muncul

sebaga i sis tem yang meregulas i “muncul” atau “lenyap” -nya topik-topik

pembicaraan dar i kesadaran ind ividu -ind ividu 379.

Secara institusional, teknologi layar atau global muncul sebaga i

institusi yang mengkaitkan, memunculkan dan mengikat s emua

diskursus -diskursus sebaga i satuan isu yang mendesak bagi “warga

dunia”:

“Masyarakat dunia, sejauh masih dapat disebut masyarakat, harusdalam praktek kongkret menangani soal lingkungan berskala global yangkenyataannya memang bukan segala-galanya, tetapi tindakan yangtepat pada waktunya diperlukan oleh jutaan orang.”380

Isu -isu merupakan media bagi massa, yai tu umpan yang dilempar untuk

menjar ing fokus-fokus dar i uni t ind ividu yang ter sebar dalam batas-

batas (frontier) antar negara, bangsa, ideologi, agama, suku maupun

379 “Individu” bukanlah satuan riil material, melainkan suatu strategi untuk memisahkan antaratubuh, jiwa dan perbuatannya: “Satu-satunya bagian tingkah laku seseorang yang dapatdipertanggungjawabkannya kepada masyarakat adalah bagian tingkah laku yang menyangkutorang lain. Dalam bagian yang menyangkut diri sendiri, kebebasannya mutlak. Seorangindividu berdaulat atas dirinya sendiri, atas tubuh dan pikirannya sendiri.” Lihat di: JohnStuart Mill, On Liberty. Perihal Kebebasan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996), hal. 14.Dengan demikian “individu” adalah satuan “jiwa” dan “badan”, tanpa kehadiran“perbuatan” yang dapat berpengaruh pada sosial.

380 Ibid 360., op. cit., hal. 256-257

Page 275: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

264

keluarga. Sebaga i organisas i fokus, isu -isu mengikat secara “langsung”

perhat ian uni t ind ividu, merembes melawati batas-batas tersebut dan

menjadikannya menjad i semu.

Karenanya, isu -isu mendesak untuk dikaj i, dibahas, dan

disebarkan. Vita l bukan hanya bag i masyarakat, namun ind ividu

dianda ikan berkuasa memilih dan menentukan. Jadi, isu -isu tidak dil iha t

sebaga i kuasa dar i luar yang memaksa ind ividu mematuhinya,

sebaliknya, menawarkan individu untuk menentang, menolak,

mengkr iti k, menerima atau jus tru menguatkan isu -isu yang dilempar

sebaga i satuan fokus. Ind ividu dibebaskan berfokus pada isu ter tentu,

dan kurang memperhat ikan lainnya, atau merangkul semua isu dalam

diskur sus tunggal, terutama pendekatan komprehensif ditawarkan

sebaga i jalan “bermutu”. Ada spesia lisasi isu-isu yang pengemasannya

bisa bervar ias i dan plural ; dar i yang tampak “serius” (seper ti yang

dimotori oleh tri log i Pemerintah - NGO [Non -Goverment Organi sat ion] -

Pers dalam ideologi perjuangan tertentu, produk perundangan -

undangan, konferens i, kongres -kongres, demonstrasi dan pernyataan

resmi) ataupun dalam kemasan “hiburan” (seperti talk show film, musik,

acara radio dan acara televisi) . Dan pembicaraanya bisa mel iputi ranah

bidang kaj ian yang luas dan beragam pula: ekonomi, sos ial , pol iti k,

geografi, kependudukan, budaya, agama maupun sains.

Penyempitan fokus indiv idu dalam produk var ian konsentrasi yang

meluas menggapai “segala” persoa lan, menentukan penjar ingan fokus

individu-ind ividu ke dalam ruang global tak terbatas . Sekaligus elaborasi

Page 276: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

265

var ian dalam wujud “konsen bersama”. Per luasan var ian muncul dalam

topik-top ik: “ancaman perang nuk lir”, “demokrat isasi pemerintah”,

“kekerasan terhadap perempuan”, “Hak kebebasan anak”,

“penghematan energi”, “ketertingga lan Dunia Ket iga”, “kesel amatan

lingkungan hidup”, “globa lisasi ekonomi”, “globa lisasi budaya”381,

“AIDS”, “Teknolog i Informasi”, “kloning” dan setumpuk isu -isu lainnya,

merupakan “ruang -ruang” konsen yang dibatasi sebaga i satuan -satuan

konsentrasi fokus “bersama”. 382

Antara isu yang satu dengan lainnya tidak ada jurang pemisah,

namun sal ing menyeberang, secara formal maupun isi . Isu

“keter tinggalan Negara Ket iga” dengan mudah dikaitkan pada isu-isu

lain sepert i; demokrati sas i”, “Hak kebebasan anak”, “Hak perempuan”,

“Globali sas i ekonomi” dll . Jika membahas isu “keselamatan lingkungan

hidup”, terkai t juga isu ; “keter tingga lan Dunia Ket iga”; “globa lisasi”;

“demokrat isasi”; “ancaman nuklir”; dan “industriali sas i”. Jarak antara

isu yang satu dengan lain, walaupun diberi batas kategoria l, namun

dapat beralih dar i isu yang satu ke lainnya tanpa batas permanen. Dar i

isu-isu yang ada akan muncul var ias i -var ias i yang baru, dan leb ih baru

381 “Globalisasi” dalam hal ini adalah bagian isu-isu yang muncul secara parsial sebagai fokusperhatian. Istilah “globalisasi” baru muncul pada tahun 1980-an sebagai bahan pembicaraanyang sengit. Berbeda dengan “globalisasi”, “teknologi global” adalah rangkaian yang bekerjadi luar kesadaran subyek, dia bergerak secara otomatis. Jika “globalisasi” berada sebagaibagian dari fokus, “teknologi global” adalah pola-pola yang mengolah fokus-fokus menjadisatuan raksasa yang tunggal. Globalisasi erat kaitannya dengan “kesadaran” (fokus),sedangkan “teknologi global” terikat dalam jaringan ketidaksadaran dengan semestateknologis.

382 Di sini, isu-isu adalah satuan yang mengikat peristiwa, kejadian, waktu dan tempat dalamsebuah pengemasan memorial dalam ingatan massal. Keadaan spesifik pada sebuah kasusdiabaikan dan diikat dalam satuan yang lebih umum dan tidak terbatas pada tempat danwaktu yang khusus, sehingga dapat direproduksi dan diulang terus menerus kemunculannyaselama diinginkan. Dibedakan dari isu-isu spesifik yang tidak memiliki ikatan spesifikasi dandianggap semata-mata hanya gosip, subyektif, tidak jelas, dan gampang dilupakan, isu-isuglobal diberi ciri keberadaan yang obyektif, dapat dijadikan kajian, menuntut dibicarakanterus menerus, serta diingat secara global.

Page 277: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

266

lag i. Sebaliknya, ada isu yang semakin tengge lam, namun muncul dalam

bentuk lain.

“Is i” dar i isu sendiri berubah-rubah dalam penafs iran dan

penetapan tingkat vitali tasnya sebagai fokus, namun semua isu ter sebut

dianggap “penting”, “berpengaruh” dan mendesak untuk diadopsi,

dibahas, dip iki rkan, diolah terus menerus secara “bersama -sama”.

Semakin dibahas , dijadikan konsentrasi fokus, diadopsi, die laborasi

dengan individu-ind ivi du, isu -isu muncul sebagai “obyektiv itas” massal .

Ter lebih-lebih lag i, sif at dar i isu global, sepert i yang disebutkan di atas,

tidak dipengaruhi oleh relasi pro dan kontra atasny a. Pro dan kontra

adalah relasi yang pal ing “alamiah” dar i isu, keduanya berada di

dalamnya, bukan merupakan relasi yang sal ing memisahkan. Karena itu,

baik pihak pro maupun kontra, merupakan bagian kesatuan jar ingan

dalam rangka menjadikan isu sebaga i fokus bersama. Isu justru

berkembang dalam ali ran diskursus pro dan kontra, dan karenanya isu

itu sendir i menjad i “obyektif”. Subyektiv ikasi atas isu-isu dalam

pembahasan yang semakin menggloba l, bertumpuk pada koleks i

diskur sus -diskursus pro-kontra, merupakan langkah ke obyekt ivikas i ata s

isu itu sendir i. Isu -isu menampung semua kaj ian, perhat ian, bahasan,

peneli tian, observasi maupun pen ila ian atas dir inya, dia mengikat semua

bentuk fokus perhat ian itu dalam tit ik temu di depan, layaknya layar

dalam gedung bioskop. Teknologi layar atau global bekerja dalam

jar ingan antara ind ividu-individu melalu i konstelasi isu -isu yang menjadi

fokus “bersama” 383.

383 Sebagai sebuah rangkaian skematis utuh dalam pola relasi ini, lihat gambar 5.1.

Page 278: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

267

BAGAN 5.1 Konstruksi model sistem kerja teknologi layar dan teknologi global sebagaipenerapan politik internasional.

Fokus atas isu-isu ter jad i bukan karena adanya pemaksaan untuk

menerima isu sebaga i kebenaran tungga l yang absolut, tetapi

pemfokusan terjad i karena isu itu ditolak juga diterima, dib icarakan

terus menerus, dipela jar i, dibukt ikan ataupun disanggah kebenarannya,

berkembang melalu i jar ingan dia lektika wacana-wacana. Namun, tidak

berart i isu -isu selalu berhenti pada tahap pembicaraan saja, tap i diikut i

produksi perangkat -perangkat ins titusiona l yang menyertainya , baik

dalam bentuk sepert i; plakat, lembaga, hukum, petugas penert iban,

sosok pujaan ataupun kesepakatan diam-diam. Ada juga saatnya isu -isu

muncul sebagai parameter yang mengawasi sebaga i morali tas baru:

Page 279: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

268

“Dramatisasi permasalahan, kekhawatiran dan kebutuhan manusiamelalui TV. Bila sejumlah hal yang dengan jelas ditonton oleh berjuta-juta orang, hal itu menjadi tidak dapat diabaikan —suatu peperangan,ketidakadilan, matinya burung-burung laut. TV menjadi...suatu mesinkesadaran moral, mesin simpati dan toleransi, melampaui batas-batassosial dan geografis.” 384

Sebaga i “mesin kesadaran moral” , alat bantu kemanusiaan, teknologi

layar menjad ikan isu-isu bag ian dar i kesadaran subyektif , lah ir sebaga i

bagian dar i dir i “subyek”385. Karena itu, dalam membicarakan isu -isu ,

berart i harus menyadari kesadaran lain yang hadir: “Maka siapa pun

yang berkomunikas i dalam suatu kri sis, yang memili ki relevansi

internasional harus sadar akan khalayak global.”386 Lah irnya “kesadaran

moral”, adalah kesadaran akan kehadiran “khalayak global” di mana isu-

isu dib icarakan dan diperdebatkan. Ada lah “tugas” teknologi layar

menghadirkan “khalayak global” melalu i fokus pada isu -isu.

Membincangkan isu-isu global , juga bermakna membawa kesadaran

global sebagai bagian [dalam] dir inya. Karena itu, tanpa melalu i negara,

masyarakat atau batas geografis yang semakin har i semakin semu, kin i,

individu menjad i fokus dar i regulasi teknologi moral global .

384 John Platt, seorang futuris, seperti dikutip oleh Harlan Cleveland (Ibid 360, op.cit., hal. 17-18).

385John McConnell dalam 77 Theses on the Care of the Earth menggambarkan bagaimana“kesadaran moral global” memiliki pengaruh yang lebih besar dari kekuasaan atau otoritassuatu negara: “That constraints and requirements for Earth care will then permeate societyand provide our global conscience with moral authority and influence greater than that ofnational governments” (online document: http://www.earthsite.org/)

386Hans-Juergen Bucher, Crisis communication dan internet. Risiko dan kepercayaan dalamsuatu media global, editor: Lukas S Ispandriarno, Thomas Hanitzsch dan Martin loeffelholz,dalam Media-Militer-Politik. Crisis communication: Perspektif Indonesia dan Internasional(Yogyakarta: Friederich Ebert Stiftung dan Galang Press, cet. 1, 2002).

Page 280: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

269

Al Gore, ket ika menjad i senator dan memimpin delegasi kongres

Amerika Ser ikat di Rio pada tahun 1992, menyuarakan morali tas global

dalam pernyataannya:

“Setiap orang di Bumi adalah bagian dari penyebab, ini menyulitkanusaha untuk menyusun tanggapan yang efektif. Tetapi setiap orang diBumi juga harus siap menanggung akibat-akibatnya, ini menimbulkantanggapan yang efektif esensial dan harus bisa dipakai untukmendapatkan suatu tanggapan — pada saat pola global itu diakui secaraluas.”387

“Setiap orang di Bumi”, bag i Al Gore, menjadi “pe laku” sekal igus

“korban”. Set iap ind ividu ada lah “subyek” sekaligus “obyek”. Sekaligus

individu dibungkam dalam kesend iriannya, dan membicarakan isu -isu

global sama dengan membicarakan perbuatan dir i sendir i. Dengan kata

lain, “di ri” global mendatangi individu dan mengajaknya bicara tentang

dir inya sendir i. Hanya ind ividu dan “di rinya” sendir i dalam imajinasi

teknologi global . Kehadiran yang lain merupakan bag ian dar i kehadiran

dir inya, dalam bentuk kesadaran yang leb ih global sebaga i orang-orang

(warga ) Bumi.

Dalam set iap isu global , individu -ind ividu mel ihat jejak

pkirannya, perbuatannya, perasaannya, proporsi pribad inya dan

mengadops inya sebaga i bagian dir i. Sepert i komidi putar, sekelompok

orang bergerak sama dalam satu alunan merasakan kehadiran lainnya,

tapi tidak berkontak secara fis ik. Mas ing -mas ing ind ividu memutari pusat

dan kemudian kembal i ke tempat semula dia berada. Dan, dia mel ihat

yang lain sama sepert i dir inya.

387 Ibid 360., op.cit., hal. 268

Page 281: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

270

Kasus yang berada dalam jarak jauh dar i ind ividu tidak

mempengaruhi besar kec ilnya fokus yang diberikan. Wilayah kesadaran

lokal digant ikan wilayah diskur sus-diskur sus dalam skala global . Yang

terjad i kemudian, ind ividu-individu semakin ter ikat dalam kesadaran

tungga l tanpa ikatan fis ik di antara mereka sendir i. Ind ividu menjadi

ter iso lir dar i ind ividu lainnya, ironisnya, dia merasa terbebas dar i ikatan

lokal dan memasuki sebuah “pergaulan” yang leb ih terbuka dengan

“warga bumi” lain.

Di mana-mana, sikap apatis , acuh tak acuh, diam, tidak peduli

terhadap kehadi ran “khalayak global” dicap sebaga i biang dekadensi ,

kesewenang-wenangan dan kemerosotan moral. Sikap ter tutup dan

menyendiri menjad i “akar” dar i penyak it mental asosia l. Keacuhan

adalah sumber penyimpangan, atau set idak-tidaknya membiarkan

penyimpangan terjad i tanpa adanya tindakan dar i dir i.388 Sebaliknya,

sikap peduli , empati k, terbuka, aserti f, akt if dikampanyekan sebaga i

solusi adekuat bag i “masalah bersama”: “Dialog terus menerus harus

dilakukan di tingkat mikro. Yang menjad i tujuan ialah organisas i rakyat

biasa di mana penduduk setempat leb ih banyak berperan dan bukan

sebaga i obyek tindakan yang diambi l.. .”389 Isu -isu kemudian melahi rkan

tuntutan bersikap akt if berdia log, tanggap, reakti f, supel dan mudah

388“Tantangan terbesar dalam proyek demokratisasi teknologi adalah sikap enggan (reluctance)dan apatis masyarakat terhadap pengembangan teknologi walaupun mereka sadar bahwateknologi berdampak besar bagi kehidupan mereka [...] Sikap ini mucul karena cara pandangmereka dalam melihat diri mereka tidak dalam kerangka sebagai anggota publik (publicperson) yang seharusnya aktif dan partisipatif, tetapi semata-mata sebagai komponen dalamteknologi, yakni konsumen atau pengguna yang berkonotasi pasif.” Sulfikar Amir, TeknologiSebagai Stimulasi Demokrasi (Jawa Pos: Selasa, 18/06/2002, online document:http://www.jawapos.com/print/index.php?cat=news&id=83681).

389J.P. Pronk, Sedunia Perbedaan. Sebuah Acuan dalam Kerjasama Pembangunan Tahun 1990-an (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hal. 362.

Page 282: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

271

“bergaul” , menjelma jadi kebutuhan sikap “terbuka”. Semuanya per lu

dib icarakan, dibongkar, dikuak, digerakkan dan dikeluarkan dar i tempat

tersembunyi dar i mata “khalayak global” dan diangkat sebaga i isu baru.

Ind ividu-ind ividu asy ik menikmati dir inya berada di mana-mana ikut

mengintip dan membongkar isu-isu yang ada , namun merasakan ind ividu

lain mengikuti jejaknya di belakang sepert i komidi putar. Semua adalah

“subyek” dan “obyek”, sal ing mengawasi dan merasa diawas i dalam

“mesin kesadaran moral”. Tidak pernah benar-benar ada peran “subyek”

dan “obyek” yang mut lak di dalamnya.

Dalam beberapa kesempatan, kesadaran sal ing merasakan

kehadi ran “khalayak global” menjad i zaman baru yang tak terelakan

sepert i diungkapkan Arthur C. Clarke di bawah ini ;

“Kita akan memasuki apa yang dengan tepat disebut Abad Keterbukaan(the Age of Tranparency). Sebagai sebagian besar orang, banyak bangsayang tidak suka hidup dalam rumah kaca. Sejauh ini mereka itumungkin belum sadar bahwa mereka sudah melakukan hal itu ... KetikaZaman Keterbukaan tiba, kebijaksanaan politik dan militer akanterletak pada kerja sama dengan hal-hal yang tidak mungkindihindari.”390

Clarke mengingatkan semua orang, ketidaksadaran adalah langkah

menuju per ingatan untuk menyadari keadaan “obyektif” yang sedang

ber langsung. Ket ika membuka ruang kesadaran baru, yang terjad i adalah

produksi isu -isu baru. Lahan untuk sal ing mengintip dalam

“keterbukaan” yang “bebas”. Set iap orang merasa melayang sepert i

sateli t mengel ili ng bumi, mel ihat bersama ke fokus. Ber lahan-lahan

390Ibid 360, op. cit., hal. 153.

Page 283: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

272

mereka merasakan tidak lag i ter iso las i secara ind ividu, mereka lah ir

kembal i sebaga i sebuah kepribadian baru, di saat itu juga perasaan

sal ing mengintip antara satu sama lain semakin kuat. Di antara bil ik-

bil ik halus dan transparan antarindividu-ind ividu terbentuk kompleks

ketakutan “di int ip” dan kegemaran “mengintip”, kemudian aks i timbal

bal ik ini menjad i lingkaran pemersatu yang mengikat satu sama lain

dalam suasana global dan massal .

Dalam hal ini teknologi lah ir sebaga i perangkat isu itu sendir i,

perangkat kemajuan ataupun res iko ancaman. Namun dalam ska la yang

rohaniah dan privat , teknologi bekerja memproduksi lahan kesadaran

[dan ket idaksadaran] global melalui penggerakkan fokus-fokus. Sepert i

semesta Teletubbies, kesadaran metafi sika teknologi global dan layar

ada di rangka ian “penyusutan” fokus dalam isu -isu global dan

“pelebaran” sebaga i kha layak global .

2. “Warga dunia” da n crowd

Kemiripan cir i-cir i antara “warga dun ia” dan crowd , monster raksasa

pembunuh pada pembukaan abad 20, bukan sebuah kebetu lan belaka.

Sepert i halnya “warga dunia”, yang menggerakan kekuatan crowd pada

mulanya adalah sifatnya yang tidaksadar: “Crowds, doubtless , are

always unconscious, but thi s very unconsciousness is perhaps one of the

Page 284: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

273

secret s of their strength.” 391 Dalam beberapa hal keduanya memiliki

sejumlah perbedaan. ber ikut ini di bawah akan dibahas karakter ist ik

yang menyatukan maupun memisahkan karakter crowd dar i “warga

dunia”.

Sebaga i halnya crowd, “warga dun ia” ada lah suatu kesadaran

massal yang terbentuk dar i leburnya individu ke suatu arus

ket idaksadaran kolekt if. Dan sepert i “warga dun ia” pula, crowd

merupakan sebuah kekuatan yang dapat merangkul berbagai perbedaan

dalam suatu momen yang sama: “In its ord inary sense the word ‘crowd’

means a gather ing of individuals of whatever nat ionality, profession, or

sex, and whatever be the chances that have brought them together.” 392

Baik Crowd maupun “warga dunia”, keduanya bersifat massal , plural

namun menyatu sebagai satu kesadaran . Oleh Gustave Le Bon,

menyatunya individu dalam crowd diseja jarkan dengan konstruks i tubuh

fis ik secara geneti s:

“The psychological crowd is a provisional being formed ofheterogeneous elements, which for a moment are combined, exactly asthe cells which constitute a living body form by their reunion a newbeing which displays characteristics very different from those possessedby each of the cells singly.”393

Karenanya, apa yang ber langsung dalam crowd ada lah merubah sama

sekali cir i yang ada dalam seorang ind ividu dan meleburnya ke dalam

391 Gustave Le Bon (1841-1931), The Crowd. A Study of The Popular Mind (Project Guetenberg:http://promo.net/pg).

392Ibid., op. cit.

393 Ibid.

Page 285: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

274

karakter massa yang sifatnya baru sama sekali . Di mana perbedaan

karakter antara ind ividu dengan crowd sifatnya sal ing meniadakan satu

lainnya: “In the col lective mind the intel lectua l apt itudes of the

individuals, and in consequence the ir ind ividuality, are weakened.”

Dibandingkan dengan karakter ind ividu yang sadar, intelek,

bertanggungjawab dan terkontrol, crowd memili ki karakter pembeda

yang sifatnya tidaksadar, emosional, semena -mena dan tidak

terkontro l394. Dalam kesempatan lain, crowd bahkan muncul sebaga i

sebuah “organ isme” baru dengan kepribadian yang berbeda secara total

dengan ind ividu: “Massa bukanlah tjuma Rakjat dje lata jang berdjuta-

djuta sadja. Massa ada lah Rakjat dje lata jang sudah ter luluh mempunjai

semangat satu, kemauan satu, roh dan njawa satu. Massa ada lah berart i

d e e g, d j e l a r d r e n, l u l u h a n.” 395

Ind ividu kehilangan cir i khasnya bersama bangki tnya “roh” dan

njawa” yang “terlu luh” itu, dideterminas i dan disubvers i oleh sesuatu

“kesadaran raksasa” yang di luar kuasanya sebaga i ind ividu: “He is no

longer himself, but has become an automaton who has ceased to be

guided by his wil l.” 396 Selanjutnya, dalam crowd, ind ividu -ind ividu

melalu i serangkaian tahap tergerak secara kolekt if pada suatu aks i-aks i

brutal : “It is in thi s way, for instance, that a happy expression, an

image opportunely evoked, have occasionally deterred crowds from the

394Ibid. Bandingkan ciri pembeda yang dibuat Gustave Le Bon ini dengan kritik terhadap budayapopuler di depan (Bab I yang mebahas Ideologi budaya populer), di mana budaya populerdianggap tidak intelektual dibandingkan dengan higher culture yang sifatnya lebih rasionaldan inteletktual.

395 Soekarno, Mentjapai Indonesia Merdeka (Djakarta: Departemen Penerangan R.I., 1959), hal.57.

396 Ibid 391.

Page 286: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

275

most bloodthir sty act s.” 397 Dalam hal ini , crowd menjadi raksasa yang

bergerak secara mandir i dan mengatasi semua cir i yang dianggap ada

pada ind ividu: “Massa-aks i buka ‘vergader ing -vergadering openbaar jang

berbarengam’. Massa-aks i tidak bisa ‘di per intahkan’ atau ‘dibik in’

orang, tidak bisa dipaberikkan oleh pemimpin.. .” 398 Karena itu

ket imbang sebuah perkumpulan yang benar-benar terorgani sir rap i dan

ter[atur] , crowd yang dimaksud adalah sekerumunan orang yang

bergerak secara otomat is, otoriter, liar namun mudah ter sugest i oleh

sebuah stimulus yang tepat untuk bergerak dalam aks i yang seragam.

Dalam kesempatan lain, sikap ini ditafs irkan sebaga i “semangat

radika l”: “Semangatnja massa, kemauannja massa, keberaniannja

massa, ‘ap inja’ massa, bukanlah sama dengan semangat atau

kemauannja Marhaen saut-per satu, bukanpun sama dengan djumlahnja

semangat atau kemauan Marhaen-marhaen itu semuanja[ ... ] ‘Api massa’

ini lah melahi rkan ‘perbuatan-perbuatan’ massa jang hebatnja bisa

menggojangkan sendi-sendi masjarakat, ja sampai mengugurkan

masjarakat dengan segala sendi -sendi dan alas-alasnja.” 399

Walaupun memili ki kesamaan cir i sebagai automaton dan

merupakan “kesadaran global” yang tampak mandir i, pada tit ik ini

terjadi jurang pemisah yang luas antara crowd dengan “warga dun ia”.

“Warga dunia” tidak memili ki “kesatuan aks i”, “kesat uan roh”,

“kesatuan jiwa” ataupun “ap i massa” yang menyala-nya la. Ter leb ih lag i,

“pertemuan” antara “warga dunia” tidak berkonsentrasi secara fis ik di

397Ibid.

398Ibid 395., op. cit., hal. 59.

399 Ibid., hal. 56-57.

Page 287: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

276

jalan-jalan, lapangan atau gedung-gedung, melainkan ind ividu-ind ividu

duduk dengan tenang dan khidmat di depan layar. Dan walaupun tidak

ada layar yang tampak, dan terjad i suatu perkumpulan, pergerakan

“warga dunia” leb ih bersifat terkonsentrasi ke cir i-cir i yang ind ividua l

dan asing satu sama lainnya:

“Gambaran secara efisien, otomatis dan efektif dapat diperoleh darisuasana pelabuhan-pelabuhan udara kota-kota besar di dunia sepertiNew York, Chicago, Dallas, Tokyo, London, Paris, Frankfurt dan lain-lain, Manusia berbondong-bondong digiring di atas ban berjalan melaluilorong-lorong tertentu menuju kamar tunggu; menunggu sambil melihatlayar short circuit yang memberitahukan jadwal-jadwal penerbangan.Antara yang bepergian tidak ada yang bicara. Masing-masing bacakoran, majalah, atau buku. Tidak ada yang mengumumkan sesuatu.Semua dapat dilihat pada layar TV.”400

Walaupun tampak berbondong-bondong, ber jumlah besar, massa yang

menunggu di bandara masing-mas ing terpaku pada kegiatannya masing-

masing. Tidak ada keseragaman fis ik maupun mental sepert i yang terjad i

pada crowd di mana tampak uni ter dalam berbagai wujud

penampakkannya maupun kesadarannya . Massa “warga dunia”

teralienasi secara ind ividua l, namun sal ing terkoneks i dalam satu arus

yang diatur dibalik layar. Tidak ada keseragaman interpretasi antara

satu dengan lainnya, walaupun terjad i keragaman interpretasi ,

penyelesa ian melalu i aks i pertikaian fis ik “haus darah” dan “radikal”

bukan saluran yang sesuai dengan mekanisme kerja “warga dun ia”.

Pertentangan dan permusuhan antar individu-ind ividu diolah melalu i

sebuah mekanisme komunikatif . Kesamaan antara “warga dun ia” bukan

pada wujud subtansi fis ik maupun mental , melainkan hadir dalam pola-

pola struktura l sebaga i sebuah mekani sme yang menciptakan suatu

400 Ibid 15., op. cit.

Page 288: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

277

kecenderungan-kecenderungan di mana mengarahkan massa secara

tersulubung. Sebaliknya, crowd atau massa-ak si tidak memili ki struktur

yang pasti dan menetap, namun memili ki perwujudan gerak fis ik dan

mental yang searah.

Berbeda dengan “warga dunia” yang (lebih ) banyak berbicara

tentang kedamaian dan (jauh) leb ih mawas dir i, crowd ada lah momok

“haus darah” bag i lawan-lawannya. “Warga dunia” sama sekali tidak

memili ki karakter aks i–aks i “radikal” ataupun “haus darah” dan tidak

memili ki tekanan yang kuat akan kepast ian suatu aks i fis ik dan mental

yang seragam dengan sasaran yang jelas. Tidak ada sasaran dan alasan

seragam yang menggerakkan “warga dunia”, ter leb ih lag i tidak ada

kewajiban untuk ber[gerak] atau ber[aksi] untuk mereka. “Warga dunia”

hidup bersama-sama dan bergerak memenuhi kecenderungan-

kecenderungannya dengan sasaran atau alasan yang plural dan berbeda,

dengan keyakinan ind ividu mas ing-mas ing . Walaupun bergerak dalam

pola-pola yang sama, “warga dunia” tidak memili ki konsentrasi yang

khusus pada ruang dan waktu yang lokal dan “mater ial”. Sifat dar i

“warga dun ia” ada lah massal , umum, mengambang dan glo bal , sekaligus

ter ikat dalam satuan -satuan yang tetap memisahkan mereka sebaga i

“indiv idu-ind ividu”. Mereka mandir i tetapi “saling tergantung dalam

pola aks i reaksi antara satu sama lain”, yang ser ingkal i dikena l dengan

ist ilah interdependensi.

Sebaliknya, crowd yang dikenal Gustave Le Bon memili ki tampang

ber ingas, otoriter dan memaksakan kehendaknya dengan ancaman

kekerasan fis ik. Seh ingga antara Abad 19 hingga awal abad 20, crowd

Page 289: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

278

menjadi alat pol iti k yang pal ing digemari oleh kaum Jacobin Peranc is,

buruh-buruh komuni s-sos ial is, kaum anarki s, dan terutama kaum

Nas ionali s Asia untuk memperoleh dukungan pol iti s atau menjatuhkan

lawan-lawannya atau meraih kemenangan pol iti s.401 Tak elak lag i, crowd

yang diarahkan dan diprovokasi oleh suatu pihak ter tentu untuk

mencapai sasaran-sasaran yang dibenc i dan ing in dijatuhkan, segera

menjadi monster bag i musuh-musuhnya. Beberapa contoh keberingasan

crowd atau massa sepert i; pemancungan Raja dan Ratu Peranc is pada

era Revolusi Peranc is, pembantaian Bolshevik terhadap keluarga raja

Tsar di Rus ia hingga pembantaian pendukung Sukarno dan simpat isan PKI

pada peralihan ke Orde Baru di Indonesia ada lah contoh -contoh

legendari s bagaimana kebiadaban crowd atau massa terjad i. Crowd

dapat bergerak secara “otomatis” (atau digerakkan) untuk menjatuhkan

suatu kekuasaan dan menghancurkan rez im yang sudah sekarat, dengan

kata lain, crowd dapat menciptakan suatu pembaruan sos ial : “Massa-aks i

adalah aks inja Rakjat dje lata jang, karena kesengsaraan, telah ter luluh

mendjadi satu djiwa baru jang rad ika l, dan bermaksud ‘memaradj ikan’

ter lah irnja masjarakat baru!” 402 Dengan demikian, Crowd bisa menjad i

senjata pol itik yang dapat mematikan sua tu sis tem, tetapi sebaliknya,

401 Sukarno, pemimpin kaum Nasionalis Indonesia mengancam musuh-musuhnya dengan crowdyang bergerak dengan sugesti darinya: “Neen Meneer, kalian takut akan kebangkitannjamassa, kalian takut kepada Rakjat, Rakjat yang tentu sadja beraksi atas andjuran-andjuranku untuk ber-massa-aksi!” (Ibid 301, op. cit., hal. 20). Contoh lainnya adalah TanMalaka, salah satu pemimpin Komunis-Nasionalis yang mengandalkan senjata serupa denganSukarno: “Hanya ‘Satu Massa Aksi’, yakni satu massa aksi yang tersusun akan mendapatkankemenangan di satu negeri berindusteri seperti Indonesia!” Selanjutnya dia berkata: “Bilaburuh yang berjuta-juta meletakkan pekerjaannya dengan maksud tertentu, memaksameminta keuntungan ekonomi dan politik, niscaya kerugian dan kekalutan ekonomi yangditandai oleh aksi mereka dapat melemahkan kaum penjajah yang keras kepala itu.” TanMalaka memilih “pemogokan dan pemboikotan” sebagai alat massa aksi yang paling efektifuntuk melawan “kaum penjajah”. Lihat tulisan Tan Malaka yang berjudul Massa Aksi(Jakarta: Komunitas Bambu, 2000), hal. 82.

402 Ibid 395., hal. 57.

Page 290: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

279

member ikan sumber kekuatan bag i pihak yang didukungnya 403. Dengan

kata lain, crowd dapat menghancurkan juga dapat melestarikan suatu

kekuasaan.

Sebaliknya, “warga dun ia” sebaga i salah satu tipe crowd , kalau

tidak bisa dianggap berbeda secara keseluruhan, tidak memili ki

pengelompokkan yang kentala dalam relasi diskri t antara pihak yang

mendukung atau menolak suatu gagasan. Tidak ada “kekerasan fis ik”

atau “radikal” dalam aksi interaksi dan komunikas i antarindividu sebaga i

“warga dun ia”. Terutama tidak ada aks i anarki s dar i “warga dun ia” yang

dapat menjatuhkan suatu otoritas kekuasaan. Hal ini banyak

dikarenakan oleh sua tu faktor yang tidak pada bentuk crowd klasik ,

yai tu suatu perkumpulan massa yang tidak mel ibatkan “fi sik” maupun

aks i langsung, melainkan terbentuknya “warga dunia” lebih banyak

ber langsung melalu i kesadaran antar ind ividu yang sal ing berkontak satu

sama lain, tanpa memerlukan suatu per temuan lokali tas . Impuls -impuls

dan dorongan primit if yang menjad i motor penggerak bag i crowd

disalurkan pada suatu ruang yang dirasakan “subyek” leb ih bebas

bergerak dan tidak berbahaya untuk orang lain. Dalam hal ini teknologi

layar menjad i katars is bagi dorongan primit if crowd, dan kemudian

menghasil kan suatu jen is massa yang leb ih terkontro l secara fis ik,

namun tetap akt if dan partis ipatif secara mental dalam diskus i dalam

set iap agenda isu-isu global yang terus bermunculan sebaga i fokus

bersama.

403Menurut Gustave Le Bon, Napoleon Bonaparte adalah salah satu pemimpin yang memehamikarakteristik dari crowd dan memanfaatkannya untuk memperkuat kekuasaannya ( Ibid. 363).Dalam berbagai contoh, crowd sengaja diciptakan untuk melakukan kampanye politik sepertidalam Pemilu (Pemilihan Umum) di Indonesia.

Page 291: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

280

Ind ividu-ind ividu mendapatkan ruang baru tanpa merasa harus

ter iso lir secara psikologis, walaupun keberadaannya sebagai ind ividu

tetap ter iso lir secara lokal dalam imajinya sebagai uni t-uni t mandiri .

Sebaliknya, secara mental relasi antara mereka dirasakan tidak lag i

terpisah dan ter tutup dar i “dunia luar”. Keber[ada]an psikis dip isahkan

dar i kehadi ran tubuh dan aks i, sepert i aksi diasingkan dar i psi kis dan

tubuh. Ada psikis yang bergerak tanpa tubuh, dan ada aksi yang

teralienasi dar i kesadaran, serta tubuh yang berpik ir tanpa psikis 404.

Ket iganya menjad i satuan -satuan yang teralienasi satu sama lainnya.

Secara tidaksadar ind ividu-ind ividu dijalin oleh suatu program bersama

dengan teknologi layar sebagai fokus yang terasing dar i tubuh dan

aksinya sendir i. Jurang perbedaan antara ciri individu yang ras ional dan

bebas dengan cir i crowd yang irasional dan mengikat berhas il

diminimalkan dalam wujud massa yang baru sebaga i “warga dunia”.

Crowd, yang bergerak dengan meluluhkan perbedaan antara aks i, tubuh

dan psikis dalam per temuan yang lokal dan menetap di[ jinak]an

kemudian dengan melakukan pemisahan terhadap ket iganya, seraya

membatasi persenyawaan yang menyeluruh antara ket iganya dengan

menawarkan alternati f pertemuan leb ih global dan abstrak. Has ilnya

adalah suatu pola-pola massal yang unik dan belum pernah muncul

sebelumnya, di mana pada bag ian awal kita sebut sebagai:

404Dalam sinkronisasi, tubuh dan psikis dipisahkan dari kerjanya. Kerja teknologi mengambil ahlikerja tubuh dan pikiran. Aksi tidak lagi merupakan kelanjutan kontinum dari tubuh dan psikismelainkan di[antara]i oleh teknologi sebagai medium. Sedangkan tubuh kemudian bergeraksecara otomatis mengikuti suatu penyesuaiannya dengan teknologi sebagai mediumnya, danpsikis yang melayang-layang dengan bebas menikmati suatu perhelatan “tanpa keikutsertaantubuh”. Tubuh “ditinggalkan” kesadaran, bekerja secara mandiri sebagai sebuah “sumberenergi” yang bermanfaat untuk bekerja bersama sebagai bagian dari fungsi teknologi.

Page 292: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

281

“keseragaman yang tidak seragam”405. Dalam hal ini mekani sme ker ja

teknologi layar dan teknologi global, di satu sis i merupakan strategi

melakukan kontro l secara langsung melalu i ket idaksadaran terhadap

crowd, juga merupakan suatu kreasi ruang dan waktu baru yang

member ikan kesempatan pada ind ividu untuk lahir kembal i dalam situas i

di mana impuls -impuls primit ifnya mendapat penyaluran bukan dalam

wujud lokal dan seragam melainkan terpisah-pisah secara plural dalam

arus yang global .

3. Teknologi layar dan teknologi global seb agai reg ulasi

ledakan pop ulasi406

Teknologi layar dan teknologi global merupakan mekani sme di mana

crowd atau massa merupakan salah satu sarana utama, selain fokus layar

dan “imajinas i” yang dibangun ind ividu tentang dir inya sebaga i bagian

sejajar dengan “warga dun ia”. Teknologi layar dan teknologi global

bekerja justru dal am populasi yang besar dan “ruang fis ik” terbatas

sepert i yang dia lami oleh banyak negara akh ir -akhir ini . Ledakan jumlah

kelahi ran yang besar dengan angka kematian rendah, ada lah ancaman

bagi “warga dun ia” sekaligus merupakan bag ian dar i tugas dan kekuatan

dar i teknologi layar dan teknologi global. Mengenai pola perkembangan

405Baca kembali kajian tentang pola-pola budaya massa di Bab I.

406 Bagian ini hanya merupakan sebuah penyajian bagaimana model teknologi layar danteknologi global berfungsi secara teknis sebagai alternatif strategi untuk mencapai beberapatujuan yang kongkret. Karena itu sifatnya tidak akan terlalu mendetail, dikarenakandibutuhkan literatur, data dan metode analisis yang lebih beragam untuk memperoleh kajianyang mendalam dan lengkap. Hal ini belum bisa dipenuhi oleh tulisan ini. Selain akanmembutuhkan kajian yang semakin lama semakin kompleks, untuk saat ini bagian inimembutuhkan waktu dan tenaga yang besar dan tak terbatas. Inilah alasan mengapa bagianini ikut dilampirkan pada bagian ini, yaitu sebagai pengingat bahwa tidak ada akhir yangabsolut dalam mengkaji fenomena seperti teknologi latayar. Waktu terus berjalan, dan apayang diamati oleh penulis saat ini mungkin tidak akan berlaku sama untuk masa mendatang.

Page 293: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

282

kuanti tas penduduk, pasang surut pertumbuhan populasi dar i beberapa

runtutan per iode yang terjad i di bawah menjadi salah satu contoh :

TABEL 5.1 Arus fluktuasi pertumbuhan populasi denganpembagian menurut kohor/periodisasi di Amerika sebagai contohkecenderungan pertumbuhan populasi407.

Kohor(Periodisasi) Tahun kelahiran Usia di

2001

Jumlah rata-rata kelahiran

per/ tahunUkuran

Pra-PerangDunia I Sebelum 1914 88+ 201,000 Relatif

kecil

PerangDunia I 1914-1919 82-87 244,000 Relatif

kecil

1920-an 1920-1929 72-81 249,000 Relatifbesar

MasaDepresi 1930-1939 62-71 236,000 Relatif

kecil

PerangDunia II 1940-1945 56-61 280,000 Relatif

besar

Baby boom 1946-1965 36-55 426,000 SangatBesar

Baby bust 1966-1979 22-35 362,000 Relatifkecil

Anak-anakdarigenerasibaby boom

1980-1995 6-21 382,000 Relatifbesar

Anak-anakdarigenerasibaby bust

1996 on 0-5 344,000 Relatifkecil

Pada per iod isasi di atas, baby boom yang terjad i pada paska Perang

Dunia II merupakan sebuah fenomena yang dia lami oleh bukan hanya

407 Shifts in the population size of various age groups, (online document:http://www12.statcan.ca/english/census01/Products/Analytic/companion/age/population.cfm

Page 294: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

283

Amerika, namun sejumlah negara lainnya dalam corak jumlah dan

propos isional yang berbeda atau beragam.

Berbeda dengan tabel 5.1, data pada tabel 5.2 menyaj ikan

penurunan tingkat pro sentase per tumbuhan yang menurun terus menerus

sejak tahun 1960-2000, terkecual i pada beberapa bag ian daerah.

Menurut perkiraan, pada tahun 1990 penduduk dun ia berjumlah 5,3

mil lia r. Dar i 80% jumlah ter sebut ada lah ber tempat tingga l di negara-

negara Asia dan Afr ika. Pertumbuhan penduduk per/tahun ter tinggi

tercatat terjad i di daerah Sub -Sahara Afr ika. Sayangnya data dalam

tabel 5.2 tidak member ikan gambaran laju pertumbuhan penduduk dun ia

sebelum tahun 1960. Antara tahun 1950-1955, tingkat pertumbuhan

populasi dun ia mencapai angka 1,79 juta. Meningkat pada antara tahun

1970-1975 menjad i 1,96 juta jiwa, dan jumlah ini baru menurun hingga

1,74 juta pada per iode 1985-1990408. Data di bawah disusun dengan

per iodisasi sedemikian rupa hingga hanya menunjukkan secara progres if

bahwa: “laju per tumbuhan penduduk di seluruh dun ia berkurang secara

berangsur -angsur” 409.

408Data ini diringkas dari tulisan K. Srinivasan, Critical Factors affecting Population Growth inDeveloping Countries, dalam buku berjudul Population – the Complex Reality. A report ofPopulation Summit of the World’s Scientific Academies (London: The Royal Society, 1994),diedit oleh Sir Francis Graham-Smith, F.R.S., hal. 183.

409 Ibid 389, hal. 18.

Page 295: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

284

TABEL 5.2 Pertumbuhan penduduk dunia antara tahun 1960-2000410

Pertumbuhan penduduk rata-rata setahun (%)Kelompok Negara 1960-1970 1970-1980 1980-1990 1990-2000

(a)

DuniaNegara MajuEropa Timur (termasukUni Soviet)CinaNegara Berkembang lain

Afrika UtaraSub-Sahara AfrikaAsia Selatan dan Timur(b)Asia baratAmerika Latin

Negara SedangBerkembang

2,01,1

1,02,42,5

2,52,6

2,43,22,7

2,4

1,90,9

0,81,92,5

2,63,0

2,33,42,4

2,6

1,80,6

0,71,42,4

1,83,1

2,23,72,2

2,6

1,70,5

0,61,32,3

2,33,3

2,03,21,9

2,9

Catatan: (a) untuk tahun 1990-an atas dasar proyeksi (medium variant)(b) Tidak termasuk Cina

Walaupun ”penurunan” ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa

penduduk dun ia semakin berkurang, melainkan: “.. . penduduk dunia

tahun 1990 akan ber tambah dengan 90 juta”, bahkan sebelum tahun

2000, jumlah populasi dunia akan terus membengkak hingga 6,3 mil lia r

jiwa411, dan 8,1 mil lia r jiwa menjelang tahun 2020412. Art inya, laju

perkembangan jumlah keseluruhan kuantitas penduduk dun ia tidak

ter lalu terpengaruh oleh penurunan laju penduduk yang menurun tiap

dekade setelah 1960. Yang pasti setelah tahun 1960, setelah diawal i

baby boom, jumlah penduduk dun ia terus bertahan di atas jumlah 3

mil lia r. Hal ini dikarenakan oleh jumlah angka kelahiran yang tinggi ,

410Ibid., op. cit., hal. 17. Dikutip sesuai dengan format yanga ada pada literatur rujukan.

411 Ibid.412

Ibid 402, op. cit.

Page 296: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

285

sedangkan jumlah angka kematian yang semakin menurun terus antara

1950-1990 (lihat Tabel 5.3).

TABEL 5.3 Kecenderungan jumlah populasi dengan perbandingan angka kelahiran danangka kematian antara 1950-1990 di berbagai wilayah413

Catatan: (a) Data ini didasarkan pada saat Uni Sovyet masih berdiri.

Tentunya, pertambahan jumlah penduduk ter sebut tidak mungkin

diikut i oleh per tambahan luas wilayah fis ik yang layak tingga l. Luas

wilayah layak tinggal fis ik selalu cenderung bersifat konstan dan

menetap. Di tambah lag i, bahwa seluruh permukaan dun ia diasumsikan

sudah ter jengka li dan terpetakan secara permanen atau menetap. Tidak

ada lag i “tanah kosong” yang dapat direbut, dikuasai, dieksploi tas i dan

dianeksas i untuk tujuan menampung jumlah penduduk dalam suatu

negara yang meruap. Gerakan penduduk antarnegara dibatasi dengan

peraturan-peraturan imigrasi yang ketat. Antara batas wilayah satu

dengan wilayah lain telah dipetakan dan dibatasi sebaga i wewenang

pemerintah suatu negara. Seluruh permukaan dun ia dipetak-petakan

413 Ibid. Tabel ini hanya merupakan bentuk ringkasan dari referensi.

jumlah populasi(dalam juta) tingkat kelahiran tingkat Kematian

regional

1950 1970 19851950

-1955

1970-

1975

1985-

1990

1950-

1955

1970-

1975

1985-

1990

Total Dunia 2516,4 3697,8 4851,4 37,5 31,5 27,1 19,7 12,1 9,8

Afrika 222,0 361,8 552,9 49,2 46,6 44,7 26,9 19,2 14,7Amerika Latin 165,9 285,7 404,3 42,5 35,4 28,7 15,4 9,7 7,4Amerika Utara 166,1 226,5 264,8 24,6 15,7 15,0 9,4 9,0 8,7Asia 1377,3 2101,9 2835,2 42,9 34,8 27,8 24,1 12,4 9,0Eropa 392,5 459,9 492,2 19,8 15,7 12,9 11,0 10,4 10,7Ocenia 12,6 19,3 24,6 27,6 23,9 19,4 12,4 9,8 8,1

USSR (a) 180,0 242,8 277,6 26,3 18,1 18,4 9,2 8,6 10,6

Page 297: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

286

menurut gar is batas antarnegara. Dengan demikian penyelesa ian

masalah populasi tidak bisa dia tas i dengan perpindahan penduduk atau

pendudukan wilayah lain sebaga i koloni , disebabkan set iap negara

memili ki kedaulatan, wewenang penuh dan kepent ingan nas ional atas

daerahnya mas ing-mas ing.

Sebaga i alternati f, regulasi atas populasi leb ih diarahkan pada

usaha-usaha yang intens if dalam negara itu sendir i, yang biasanya

dilakukan melalu i alat kontrasepsi. Pada sis i lain teknologi layar,

mengambil peran yang agak berbeda dalam mengatasi masalah ini ,

terutama dengan mereduksi kemungkinan munculnya crowd yang

semakin besar karena pertumbuhan populasi atau semakin sempitnya

ruang fis ik. teknologi layar dan teknologi global mengkreas i suatu

“ruang baru” yang berdir i sejajar dengan ruang materi , di mana potens i

crowd berkumpul secara lokal dia lihkan pada pertemuan kesadaran yang

semu. Melaui ruang vir tual, crowd dikumpulkan secara spiritual tanpa

mel ibatkan keterl ibatan fis ik, yang dengan demikian member ikan

individu kesempatan untuk melepaskan dir i sejenak dar i kepadatan

antarjarak fis ik yang semakin lama semakin menyempit karena

pertumbuhan populasi penduduk. Ruang eks istens i “subyek” dil ipat

gandakan melalu i dua jen is ruang sejajar yang dapat dijela jah i secara

bergantian. Pada “dunia vir tua l”, “subyek” mendapat kesempatan

menumpahkan dorongan-dorongan dan energi naluriahnya dengan bebas

menjelajahi alternati f-alternati f fokus yang tersed ia, seh ingga ket ika

ber[ada] kembal i dalam “dunia material” , seluruh dorongan ter sebut

semakin berkurang kekuatannya sebagai penggerak aks i fis ik. Pemuas

Page 298: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

287

akan kebutuhan yang fis ik organik, digant ikan oleh pemenuhan dorongan

yang dilakukan oleh layar. Kebutuhan akan makanan dan seksua litas

yang sebelumnya ber sifat pokok dapat digantikan sementara dengan

kepuasan yang diberi kan oleh layar. Dengan demikian “pe lebaran”

dalam “dunia vir tua l” tidak hanya berart i pel ipatgandaan ruang dalam

art i kuanti tas , tetapi juga dalam makna yang sejajar dalam makna peran

pemenuhan kebutuhan -kebutuhan populasi.

GRAFIK 5.1

Perbandingan antara indeks biayapenggunaan satelit Intelsat denganindeks biaya hidup di AmerikaSerikat, 1965-1985414

Dalam beberapa kesempatan, kedudukan antara dua “dunia” ini

tidak sejajar. Ser ingkali, keh idupan dalam “dunia vir tua l” mulai

dianggap jauh leb ih enteng, menghibur , menyenangkan dan damai

mengatasi keadaan “dunia material” yang serba penuh tuntutan kerja,

kurang memuaskan dan ter lalu ser ius . Hal ini juga didukung oleh biaya

414Morgan (1980), dikutip oleh Zulkarimein Nasution, Teknologi Informasi. Dalam PerspektifLatar Belakang & Perkembangannya (Indonesia: Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, 1989), hal. 55.

Page 299: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

288

penggunaan maupun pemili kan teknologi informasi dar i tahun ke tahun

menurun, sedangkan biaya hidup keseharian melonjak terus (li hat grafik

5.1). Kecenderungan ini terus ber langsung hingga saat ini . Sejak tahun

2003, pajak barang-barang elektronik di Indonesia dicabut, sedangkan

harga bahan pokok terus meningkat. Sherry Turkle dalam Life on the

Screen (1995)415, mencermati sejumlah kasus kecanduan internet yang

menghabiskan sebagian waktu har iannya secara on-line. Dalam hal ini

mulai muncul keyakinan bahwa keh idupan on-line leb ih bermakna

dar ipada keh idupan off -line. Di mana peran ini sebelumnya dipegang

oleh televi si yang berhas il membuai mil liaran manusia dalam program-

programnya yang konstan had ir set iap har i di dalam ruangan rumah dan

ruang publik. Peran ini juga dipegang oleh telepon, di mana sebagian

remaja menghabiskan sebagian besar waktunya di telepon untuk sal ing

mengobrol san tai dengan teman atau pacar mereka. Lingkungan sek itar,

tempat tubuhnya ber semayam, menjad i tidak menarik lag i untuk

diurus 416. Dalam beberapa kasus, dalam mengambi l keputusan keseharian

seseorang dipengaruhi oleh apa yang disaks ikannya dalam layar. Ist ilah

sepert i “as seen on TV” atau “as seen on movie” merupakan kata-kata

yang merangsang bag i masyarakat sekarang, sekaligus panduan untuk

menemukan segala sesuatu (dari produk rumah tangga, peralatan kerja,

pacar hingga orang tua ideal) di kehidupan kesehariannya sepert i yang

dia temui dalam “dunia vir tua l”. Dalam lahan semacam ini , di mana

dorongan untuk mengkonsumsi mengikuti suatu mode tertentu makin

415Lihat artikel berjudul Komunitas Virtual dan Permasalahan Kualitas Hidup, yang merupakansaduran dari tulisan Philip Brey, New Media and The Quality of Life dalam Jurnal Society forPhilosophy of Technology, vol. 3, no. 1, 1999 (Ibid 311., op. cit., hal. 247-253).

416 Ibid., hal 251.

Page 300: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

289

menguat har i ke har i, dunia advert ising tumbuh subur. Hal ini sekaligus

merupakan terobosan pasar yang pal ing menguntungkan untuk sistem

perekonomian Kap ita lisme.

Beberapa dekade yang lalu, dun ia perdagangan dan indust ri

kapita lis dihantui terus oleh ramalan Kar l Marx yang menyatakan bahwa

suatu saat sis tem Kapita lisme akan runtuh oleh beberapa faktor

penyebab dar i karakternya sendir i, di mana kemampuan produksi massal

yang awalnya merupakan kekuatan indust ria lisasi yang mencetuskan

sistem kapita lisme menjadi salah satu penentu. Barang-barang di toko

akan ber limpahan, sedangkan daya bel i masyarakat semakin melemah.

Pertumbuhan penduduk yang semakin har i bertambah menyebabkan

ket impangan antara kelas borjui s dan proletar semakin melebar. Jumlah

orang yang tersingki r dar i kelas penguasa alat produksi semakin

bertambah, yang berart i daya bel i dar i masyarakat makin har i makin

menurun. Sedangkan kemajuan teknologi menyebabkan produksi barang-

barang komodi tas terus meledak, tanpa diimbangi daya bel i yang

memadai: “It is no longer a mere acc ident, that capita list and labourer

confront each other in the market as buyer and sel ler ”417.

Tetapi waktu menunjukkan bahwa ramalan dar i Marx tidak

terbukti, walaupun Depres i ekonomi ya ng menimpa Barat pada tahun

1930-an, yang diikut i oleh pemboikotan pembel ian produk Barat di Asia,

hingga awal Perang Dunia II seakan -akan ekonomi kapita lisme akan

menemui aja lnya. Sebaliknya, sejak berakhirnya Perang Dunia II, di

mana Amerika Ser ikat, Ker ajaan Inggr is dan Uni Sovyet muncul sebaga i

417 Ibid 369, op. cit., bagian 23.

Page 301: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

290

pemenang perang, mendadak semua permasalahan ekonomi yang

sebelumnya dihadapi masyarakat kap ita lisme mendadak sirna. Salah satu

faktor yang mungkin dapat menjawab permasalahan ini , kecual i karena

Perang Dunia II 418, penetapan nilai mata uang yang timpang antara

negara-negara Barat dengan negara Asia-Afr ika, pengikatan relasi

dengan utang dan pembangunan berkala sis tem moneter dunia,

“masyarakat dun ia” yang berorientasi pada “dunia vir tua l” adalah faktor

yang sangat membantu. Karena itu: “Revolus i teknologi ter sebut

peningkatan penerapan peralatan elektronik, atau pen ingkatan

otomat isasi proses -proses produksi bisa mempertahankan ‘boom’

keuntungan karena bisa menghemat/memotong biaya-biaya produksi

barang-barang secara berart i, itu lah sebabnya mengapa barang -barang

tersebut bisa dijual dengan harga yang lebih murah dan, dengan

demikian, akan memperbesar pasar konsumen.”419

Permasalahan selama ini ada lah dilema antara kepent ingan sis tem

ekonomi kaptal isme akan jumlah populasi yang besar sebaga i sumber

tenaga ker ja murah sekaligus pasar bag i komodi tas dihasi lkan, dan

akibat semakin besar kemungkinan munculnya crowd dar i jumlah

populasi yang membengkak. Crowd yang besar dengan keterbelakangan

ekonomi yang meningkat, merupakan sasaran propaganda komunisme

yang pal ing efekti f selama masa perang dingin 420, sekaligus juga

418Doug Lorimer, Serangan Global Imperialisme dan Kemungkinan Perlawanannya (Jurnal Kiritahun 1, No. 1, Juli 2000). Menurut Lorimer, perang merupakan alat Kapitalisme Amerikauntuk mengatasi masalah pengangguran yang muncul selama Depresi ekonomi.

419Ibid., loc. cit., hal. 122

420 “The greater the social wealth, the functioning capital, the extent and energy of its growth,and, therefore, also the absolute mass of the proletariat and the productiveness of itslabour, the greater is the industrial reserve army. The same causes which develop the

Page 302: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

291

merupakan pasar yang potens ial untuk memasarkan komodi tas , dan

gudang untuk merekrut tenaga kerja yang murah 421. Dengan

terbentuknya suatu massa populasi yang besar dan mengambang, maka

kemungkinan buruk timbulnya ket idakpuasan dapat diredam seminimal

mungkin. Kim Moody mencatat bahwa pada pertengahan 1990-an terjad i

pemogokan buruh besar-besaran di negara “Dunia ket iga”, antara lain:

Nigeria (1994), Paraguay (1994), Indonesia (1994), Taiwan (1994), Brazil

(1996), Bol ivia(1995), Argent ina (i996) , Venezuela (1996), Colombia

(1997) dan Ecuador(1997). Di Amerika sendir i pemogokan buruh naik dar i

angka 195(1995) menjadi 237(1997) 422. Namun, dar i sek ian jumlah

pemogokan tersebut, tidak ada gerakan yang benar -benar berniat

merubah keseluruhan tatanan yang ada.

Di sin ilah, teknologi layar memainkan perannya yang pal ing

berart i. Selain sebagai sarana propaganda tentang kemakmuran

“obyektif” dun ia Barat yang modern, juga sekali gus melakukan program

pembiakan suatu jen is massa yang walaupun jumlahnya besar namun

antipati terhadap keadaan sek itarnya. Per tentangan antarkelas sos ial

didamaikan dalam layar. Buruh-buruh dan karyawan rendahan yang

menghabiskan separuh dar i kesehariannya di tempat kerja mendapatkan

expansive power of capital, develop also the labour-power at its disposal. The relative massof the industrial reserve army increases therefore with the potential energy of wealth. Butthe greater this reserve army in proportion to the active labour-army, the greater is themass of a consolidated surplus-population, whose misery is in inverse ratio to its torment oflabour. The more extensive, finally, the lazarus-layers of the working-class, and theindustrial reserve army, the greater is official pauperism. This is the absolute general lawof capitalist accumulation.” (Ibid 369, bagian 25).

421Menurut Anthony Brewer, Marx melupakan aspek penjualan produk pada Kapitalisme. Dimana untuk Kapitalis menaikan upah dengan tujuan agar produk yang dijual tetap memilikikonsumen untuk membeli. Simak: Kajian Kritis Das Kapital Karl Marx (Jakarta: Teplok Press,1999), hal. 114.

422Hendri Kuok, Krisis Kapitalisme dan Krisis Kaum Buruh (Jurnal Kritik volume 2/Tahun 1,Agustus-September 2000), hal. 104-105.

Page 303: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

292

sarana hiburan dan pelepas emosi dalam layar. Melalu i layar pula,

berbagai hiburan yang din ikmati oleh bor jui s, juga dirasakan oleh

proletar secara semu-semu. Dalam hal ini , massa mendapatkan ruang

yang leb ih menyenangkan dar i kesehariannya yang kurang

menguntungkan. Lah irl ah tubuh-tubuh yang dit inggalkan oleh jiwa dan

aks inya.

GRAFIK 5.2

Transformasi pemusatantenaga kerja di Amerikaantara 1800-2000423.

Jiwa yang akt if dalam dialog, namun pasif dalam tindakan; cinta

damai dan ant i kekerasan; dan terutama mencintai kebahagiaan hidup

yang disaks ikan set iap har inya dalam dunia layar. Teknologi layar dalam

fase ini memainkan fungsi dan peran jamak sekaligus global dalam

“warga dun ia”, yai tu sebagai alat propaganda kepent ingan pihak

tertentu sekaligus sumber pengetahuan publik; medium bagi

keber[ada]an pub lik , tempat yang “bebas” untuk interaksi publik

sekaligus regulasi populasi untuk mencegah dan mngurangi terjad inya

crowd; komodi tas sekaligus perangsang pasar yang agresi f serta pencipta

423 Dikutip dengan adaptasi dari Fidler (2003: hal. 125).

Page 304: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

293

ranah-ranah kerja yang baru (li hat garafi k 5.2); dll . Ironisnya , bagi

individu-ind ividu yang berada di dalam arus tersebut tidak ada perasaan

lain selain merasa semakin har i dun ia semakin bebas, penuh

kebersamaan dan bahagia, tanpa ada alternati f wilayah baru terpisah di

luar “masyarakat dunia”.

Page 305: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

294

BAB VI

PENUTUP

A. KE SI MP UL AN

Chuck Nolan, seorang superv isor kur ir jasa pengir iman FedEx (Federal

Express), selalu memicu bawahannya yang terdir i dar i latar lokali tas

beragam untuk selalu menepati waktu. Melesat dar i satu tit ik menuju

tit ik lain secara global dalam kalkulasi waktu det il hingga ke menit dan

det ik. Memanfaatkan semua teknologi terbaik untuk tujuan itu,

mengantar paket kir iman dengan tepat waktu. Dalam penggambaran ini ,

Chuck Nolan, tokoh dalam film Cast Away, dianalogikan dengan Phi leas

Fogg.

Berbeda dengan Fogg, perjalanan Nolan tidak berakh ir dengan

kegemi langan dan kejayaan. Nolan tidak memili ki ist ri yang berasa l dar i

has il per jalanannya atau memenangkan sebuah taruhan. Sebaliknya,

dalam kecelakaan pesawat terbang yang mengantarnya mengir im paket,

Nolan terdampar di pulau kosong selama empat tahun lebih, yang berart i

kealpaan dia dar i kha layak global . Dalam berbagai catatan resmi, Nolan

telah “mati”, dihapus dar i catatan kependudukan dan dijadikan

kenangan dar i masa lalu.

Dar i dun ia global yang ramai, Nolan ter lempar dalam dunia yang

hening, tidak ada hewan eksotik atau suku asing sepert i kisah Robinson

Crusoe, juga tidak ada manusia Lil iput sepert i Gul liver Travel . Nolan

Page 306: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

295

mengapung-apung dalam kesendiri an yang terasing di tengah -tengah

lautan Pas ifi k luas, terkurung di antara ombak dan karang. Melengkap i

kesend iriannya, Nolan bertahan hidup dengan lingkungan yang dalam

berbagai seg i terperangkap secara lokal, waktu yang merayap tanpa

hitungan angka, tidak ada akumulasi waktu yang mut lak, spesif ik dalam

keadaan, ser ta leb ih penting lag i ada lah ket iadaan kontak dengan “yang

lain”.

Peralihan dar i dun ia yang selalu bergerak, berubah, mengejar,

global namun merasakan kehadiran “orang lain”, menuju dunia

cenderung diam, menetap, santai dan tiadanya “orang lain”, pada satu

sis i ada lah pengkrontrasan dia dunia yang berbeda. Di sis i lain, juga

bercer ita bagaimana dunia yang satu had ir dalam konteks dun ia lain

dalam wujud yang “di sesuaikan”. Nolan tidak hanya belajar membuat

api dar i kayu, menangkap ikan dengan tombak, memetik kelapa dar i

pohonnya dan membenturkannya ke batu untuk memperoleh isinya, atau

teknik-teknik yang dalam ukuran normal itas kontemporer dianggap

primit if. Di luar itu semua, Cast Away mencer itakan bagaimana Nolan

menggunakan barang yang ditemukannya terhanyut ber sama dir inya

untuk keperluan yang “menyimpang” dar i kegunaan konteks “umum”,

sepert i; berbicara dengan bola vol i yang diber i nama “Wi lson”,

menggunakan sepatu ice skating untuk mencabut gig i atau gaun malam

berenda dipaka i sebagai jar ing ikan. Dalam pulau terpencil , semua

teknologi berpindah dar i konteks yang layak pada keseharian memasuki

jal inan fungsiona l yang samasekal i baru.

Page 307: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

296

Nama “Wilson”, dapat bermakna sebaga i merk dagang bola vol i

pada keseharian, tap i juga berart i nama seorang “teman” bicara terbaik

yang dimili ki Nolan selama masa pengas ingannya. Nolan member inya

wajah dar i jejak darah telapak tangannya menyerupa i wajah ter senyum.

Kemudian per lahan-lahan, Nolan mulai berbicara dengannya,

“mendengar” tanggapan dar i Wil son dan member i jawaban, hingga lama

kelamaan komunikas i ter jal in antara keduanya. Sebaga i bola vol i, Wilson

tidak berbicara atau mendengar kata-kata Nolan dalam penger tian

umum. Namun sebaga i relasi antara “subyek” dengan “obyek”, Wilson

adalah kehadi ran “indiv idu” lain yang diandaikan di luar dir i Nolan.

Kehadiran Wil son “obyektif” dalam pengamatan, tap i juga “subyekti f”

sebaga i proyeksi Nolan akan sos ok “orang lain”. “Dia” dirasakan Nolan

sehidup dir inya, seh ingga Nolan per lu meminta maaf jika “bersikap

kasar” terhadapnya, atau menang isi Wil son jika “meningga lkannya”.

Antara Nolan dan Wilson terjal in relasi baik secara kognis i, maupun

emosional . Hal yang tidak terjad i jika Nolan masih berada di lingkungan

sebelumnya: Nolan tidak akan pernah sempat berbicara dengan sebuah

bola vol i, apa lag i merangkul dan menyed ihkannya.

Bola vol i sebaga i benda, alat, perkakas yang dalam permainan

vol i ada lah “po in yang diperebutkan” beralih menjad i “teman set ia”.

Sebaga i benda terbuat dar i kul it yang dijahi t jad i satu bag ian utuh dan

dii si ang in di tengahnya, Wil son bukanlah fokus. Fokusnya di dalam

berbagai sis tem kebutuhan, sebagai “permainan”, “olahraga” ataupun

“teman set ia”. Dalam Cast Away, dia had ir sebagai bag ian dar i dir i

Page 308: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

297

Nolan sekaligus teman di luar dir i yang empirik dan memili ki wujud

tampak.

Melalu i teknologi global dan layar, “keber samaan” antara Nolan

dan Wil son bisa ber langsung dalam ajang main yang jauh leb ih luas serta

mel ibatkan “obyektiv itas” massa dan medianya. Dengan menjad ikan

individu menetap pada “kesendir iannya”, teknologi global maupun layar

justru menawarkan program kesadaran massal baru yang dia lami sebaga i

kemanunggalan baru dalam dunia vir tual, mengelaboras ikan dan

merekonst ruksi “dunia lama” dalam tatanan “adi-material”. Fokus

perhat ian ind ividu diikat secara halus, dengan “kesadaran pribadi”,

sukare la dan kebahagiaan menuju sinkronisasi ber sama ke

kemanunggalan “rohan iah”, sedangkan tubuh dan aks inya dit inggal

bergerak dalam dunianya sendir i-sendir i..

Kemanunggalan “rohan i” ini dalam berbagai kesempatan kita

kenal sebaga i “publik”, “warga dun ia”, “khalayak global”, global vil lage

dan berbagai sebutan lainnya. Sifat dar i kemanunggalan ini adalah

“menye luruh” dan hampir tidak member ikan pelung samasekal i bag i

individu untuk memisahkan dir i dar i eks istens inya. Namun pada sis i lain,

bentuk kemanunggalan ini juga dapat dibedakan dar i “dunia luar”

dengan didasarkan pada kode biner,

“Sistem publik dibedakan dirinya dari lingkungannya denganmenggunakan kode biner (binary code) ‘menarik perhatian/tidakmenarik perhatian’. ‘Perhatian’ termasuk sistem publik, melainkan‘tidak menarik perhatian’ termasuk lingkungannya.”424

424Hanitzsch, Thomas, Misi Sosial atau “Mission Impossible”? Tentang otonomi proses produksiberita, dalam Lukas S Ispandriarno, Thomas Hanitzsch & Martin Loeffelholz (eds.) Media-Militer-Politik. Crisis Communication: Perspektif Indonesia dan Internasional (Jogjakarta:Galang, 2002), hal. 302.

Page 309: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

298

Pada pemahaman ini , publik dan int itusi media ada lah gerakan “liar”

berdasarkan keputusan irasional menyeleks i informasi dengan kri ter ia

“perhatian”, karena itu tidak ada kekuasaan dar i luar yang

mengontrolnya. Bersamaan, pada model ini , dianda ikan adanya

masyarakat transenden berdiri di luarnya, sedangkan “publik” hanya

sebagian dar i keseluruhan tersebut. Masyarakat dalam model ini ,

dianda ikan sebaga i sesuatu yang “menyeluruh”, dibedakan dar i

kehadi ran publik yang “parsial” . Kecenderungan ini dideskripsikan pada

model grafis sepert i di bawah:

BAGAN 6.1 Trikotomi domain sosial dalam pembagian: jurnalisme-publik-masyarakatmenurut Luhmann (1999, dalam Hanitzsch, 2002, hal 302).

Kekurangan dar i pola ini , jus tru ada lah pengakuan bahwa adanya

“masyarakat” trasenden yang beb as dar i jus tif ikasi pub lik , dan

melupakan imajinasi tentang “masyarakat” justru dibangun melaui “sub-

sistem”. Ket ika berbicara tentang ruang vir tua l pub lik, paradigma

Page 310: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

299

dikotomi antara “si stem-utama” dan “sub-sistem” harus dit inggalkan

untuk menghindari pendekatan yang mel ihat bangunan ins titusiona l

teknologi layar dan global secara “bi rokrat is” , dan kemudian berakibat

pada merubah ruang publik sebagai “obyek” ter lepas sama sekali dar i

relasi “mater iil ”. Cacat ideali sti k ini , jika tidak disadari, akan mengarah

pada pengurungan dir i otonomisasi yang masturbat if, dan pemisahan

ruang-ruang berjenjang dan berujung pada ras ionali sas i keberadaan

masyarakat, terutama kehadiran “khalayak global” yang dimajinas ikan

secara “obyektif”. 425 Pada trikotomi ini , sekaligus tercermin pemisahan

yang kentala pada massa menjadi tiga fungsi yang berdir i sendir i,

layaknya ker ja-jiwa-tubuh yang terpisah satu sama lain. Perhat ian

(publik) dapat dip isahkan dar i tubuhnya (masyarakat) , sedangkan aks i

(jurnalisme) menjadi alat ker ja yang berdi ri sendir i terorgani sir oleh

suatu lembaga.

Melalu i model mekani sme kerja teknologi layar dan teknologi

global (seperti yang dikaji pada analis is diskursus global bra in, budaya

populer, Teletubbies dan lain-lain), kehadiran imajinasi masyarakat

merupakan kelanjutan dar i pola-pola yang dibangun oleh teknologi layar

dalam ruang publik . Tidak ada pembag ian eksak antara masyarakat dan

ruang pub lik , keduanya berada dalam tatanan teknologis berbentuk

relasi “pemuaian” dan “penyusutan” semesta ket idaksadaran/teknolog i.

425Sebagai masyarakat global yang obyektif, masyarakat menjadi determinisme mencerminkanpenampakan ruang publik dan jurnalisme: “... masyarakat yang rukun memperolehjurnalisme yang damai, sedangkan masyarakat yang kejam akan mendapat jurnalisme yangkejam pula.” (ibid., op. cit., hal. 310). Kemudian, dari fokus perhatian kepada jurnalisme,dengan mudah dialihkan pada dorongan disiplin moralistis kepada “masyarakat”: “Untuk itumemang diperlukan “budaya perdamaian” (culture of peace) yang merupakan tugas bagiseluruh lapisan dan bagian masyarakat – tidak hanya jurnalisme.” (Ibid., op. cit.)

Page 311: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

300

Proses yang berjalan melalu i reproduks i fokus isu -isu dan “perhatian

bersama” serta kehadi ran “kesadaran lain” (second personali ty ).

Relasi antara manusia dan teknologi layar menjadi ind ividua l,

int im, subyektif sekaligus mel ibatkan karakteri stik kontradiktif yang

massal , global, “obyektif” dan non -teknologi s secara penampakannya 426.

Tidak sepert i penggambaran klasik tentang teknologi, di mana dalam

posisi pil ihan mendominasi atau didominas i manusia, relasi itu bersifat

biolog is dalam dorongan naruli ah akan “rahim” yang leb ih abadi, tak

tergantikan dan leb ih memuaskan secara lib ido. Dar i poin ini , ruang

publik atau masyarakat sebagai sebuah sinkronisasi “subyek” dalam

sebuah rahim teknologis dan rahim teknologis sebaga i semesta yang

memenuhi dorongan akan “kebersamaan” melalu i produksi ruang-ruang

rohaniah tak terbatas bagi fokus.

Kelahiran kembal i “subyek” dalam ruang virtual, mengandaikan

adanya kebebasan dar i ruang material. Set iap “subyek” melayang -layang

tanpa tubuh di ruang publik , dan tubuh dir ancang kembal i dalam ruang

ars itektur mekanik. Sedangkan mekanik mengalami regeneras i dalam

karakteri sti k yang leb ih organik. Proses ini mentransfer “sang otomat”

menjadi automaton , sedangkan automaton diprogram terus-menerus

melalu i sinkronisasi sebagai jalan menuju “otomatisme”. Kedua

pembauran menampilkan sinkronisasi dalam fungsi teknologi lebih

otonom sebaga i rah im teknologi s yang transenden sekaligus imanen:

426 Di sini bentuk pengalaman kultural berbaur dengan keyakinan akan sebuah ruang dan waktu“obyektif”, dalam bentuk keyakinan akan “kemajuan” berupa seperangkat nilai-nilaiuniversal yang menjadi tolak ukur bagi semua budaya. Dalam ciri-ciri ini, budaya popularatau budaya massa menempati representasi yang menampilkan gejala tersebut (Baca kembaliBab. I untuk memperoleh penggambaran tentang cara kerja “budaya populer” dalammembentuk medan massa.

Page 312: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

301

mother of techno logy.427 Dengan demikian, fungsi teknologi s menjad i

“alamiah” ket imbang “mekan is”; “merawat” dan “menuntun” daripada

“menguasa i”; memenuhi dan meregulas i ref leks-ref leks bio log is dar ipada

penaklukan dan repres i atasnya; ser ta, menciptakan keteraturan

terselubung melalu i fungsi-fungsinya didalam ketidaksadaran.

Keteraturan, dalam fungsi teknologi s, tidak memili ki sifat

memaksa, tetapi membebaskan “subyek” dalam menentukan

fperhatiannya, ikut ter libat memproduksi diskursus -diskursus , yang

kemudian berbal ik member ikan keterjalinan struktura l dalam fungsi di

luar kesadarannya. Penyempitan fokus dalam isu -isu ada lah sekaligus

cara diskur sus dibelah-belah, dip ilah kemudian ditata kembal i dalam

isu-isu baru serta memper luas ruang gerak kesadaran ind ividu-ind ividu

yang “melibatkan” dan “di libatkan” di dalamnya. Di sin i, isu-isu

mewaki li relasi bay i dan ibu dalam pola “menjauh” dan “mendekat”.

Dalam posisi “menjauh” isu -isu ada lah satuan obyek berada dalam jarak

pandang “subyek” yang terbuka untuk dibahas, dikaji , did iskusikan,

ditolak, didebatkan dan diteli ti dengan seksama. Dan ket ika semuanya

terjad i, per lahan-lahan isu -isu menjelma menjadi kekuatan “obyektif”

yang mengikat “subyek-subyek” dalam “ruang fokus ber sama”. Dalam

“ruang bersama” ini , isu-isu tidak lag i hanya fokus melainkan

menghadirkan kedekatan psikologi s dalam model “khalayak global”.

427Dalam sebuah komik karya Masahiko Kikuni, seluruh dunia diatur oleh sistem yang dijalankankomputer dan menjadikan pemerintah negara menjadi hanya boneka. Sang sistem,digambarkan sebagai komputer induk yang disebut sebagai, “Ibu negara pemimpin kami”atau mother, dalam bahasa Jepang disebut sebagai okan, atau panggilan ibu secara umum,dibedakan dengan okasan, ibu biologis. Dalam: “Sang Penakluk. Nippon Ichi No Otoko NoTamashi” (Surabaya: Lelaki Notamashi Comic, 2002) Namun, pembedaan ini tidak berlakuuntuk istilah di atas. Mother of technology memiliki fungsi sebagai “ibu publik” maupun “ibubiologis” dalam dirinya, terutama sebagai kontruksi ulang dari rahim alam ke dalam bentukyang lebih publik, biologis sekaligus teknologis.

Page 313: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

302

Antara “khalayak global” dan “indiv idu” bukan relasi antara “obyek”

dengan “subyek”, melainkan isu-isu global dan semua kepent ingannya

eks is ber[ada] dalam individu sebagai dir inya sendir i. Di sin i, relasi

kedekatan antara “bayi teknologi s” dan “ibu teknologi s” ber langsung

dalam kesatuan sebaga i ruang rahim publik , dan per luasannya kembal i

melalu i reproduks i isu -isu ada lah gerak spi ral dalam jal inan timbal bal ik

“mendekat” dan “menjauh”, “menyusut” dan “memuai”, “sinkroni sas i”

dan “pemrograman”, “memilah” dan “menyusun”, “subyekti fikasi” dan

“obyektif ikasi” , serta “memfokus” dan “mengloba l”. Relasi ini

diproduks i kembal i, diperluas , hingga akh irnya terbentuk semesta yang

imanen dalam fokus kesadaran, dan transenden di luar kesadaran

(ketidaksadaran) sebagai satu kesatuan tungga l, hingga membentuk

ruang yang massif dan mengandaikan tidak ada ruang lain di luarnya.

Namun kesatuan ini tidak mengak ibat ber senyawanya antara ind ividu

satu dengan lainnya secara total, melainkan dalam berbagai kesempatan

individu tetap berada dalam suatu batas -batas partikular yang

mengisolasi satu sama lainnya. Rasa kebersamaan, kontrasnya, justru

dihasi lkan dengan par tikularisme yang hadir secara bersamaan dalam

suatu arus konstruks i baru. “Kebebasan” dalam hal ini , juga diproduksi

melalu i semakin relatifnya jarak antara sekat-sekat tersebut, di mana

“imajinas i global” dihadirkan juga.

Karenanya permasalahan teknologi global dan layar tidak

mengandaikan adanya negasi , diskursus -tandingan, penolakan, atau

revolusi di luarnya. Semuanya kedudukan “pro” dan “kontra” imanen

dalam mengobyektiv ikasi dan menjus tif ikasi kebutuhan mendesak akan

Page 314: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

303

teknologi global dan layar. Pengas ingan sepert i yang di alami Chuck

Nolan pun, tidak akan membawa seseorang benar-benar ter lepas dar i

teknologi global dan layar, ter leb ih-leb ih hanya memenuhi mekanisme

“pengasingan dir i” yang memang tersed ia sebaga i bag ian mekanisme

pertahanan dir i yang dimili ki masyarakat global . Di sin i, masyarakat

global , menuntut adanya konformitas, penyesuaian dir i, gampang

bersosiali sas i, keterl ibatan, keakti fan, keterbukaan, “empat ik” dan

menentang sikap yang chauvinis , menutup dir i, apatis , pas if, terkuc il

dar i pergau lan dun ia, serta “sewenang-wenang”. Morali tas global

dengan demikian morali tas pergau lan dalam pos isi “setara”, bukan

didasarkan pada penampakan mencolok sosok otoritas yang benar -benar

tampil memukau dan kharismat ik. 428 Dalam hal ini , teknologi layar dan

teknologi global terbuka pada apl ikasi yang kreati f untuk menciptakan

suatu massa (crowd) yang leb ih terkendal i, rasa puasnya ter salurkan

melalu i layar lalu diarahkan pada tindakan konsumtif dan leb ih secara

naluri leb ih cin ta pada dialog-dia log intelektual dar ipada suatu aks i yang

ekstrim. Dar ipada mement ingkan gerakan-gerakan pol iti k yang penuh

kekerasan, masyarakat ini leb ih menyukai ekspresi -ekspresi yang

bernilai seni, menghibur , intelek dan pas ifi s.

428Kehadiran “sosok sentral” yang dominan dalam bentuk “negara superpower” atau “polisidunia” adalah sebuah paradoks dalam masyarakat global dan diumumkan secara malu-maludengan mengajak warga dunia untuk mengamininya. “Kesetaraan” seringkali adalah konsepyang kabur dan hanya menjadi idealisme yang dikejar-kejar oleh negara-negara“berkembang” untuk diterima sebagai bagian dari warga dunia. Dalam tataran ini, teknologiglobal dan layar adalah kecenderungan-kecenderungan yang diperkuat untuk memperolehmanfaat secara ekonomis, politis, militer maupun ideologis. Namun dia bukanlah “alat” darisebuah kekuasaan “di luarnya”, melainkan kekuasaan itu ada dalam teknologi itu sendiri danhanya menjadi “menguntungkan” dalam serangkaian permainan dalam kaidah-kaidah yangberlaku di dalamnya juga. “Sang sosok sentral” dalam hal ini adalah konspirasi yang lahirdan dimungkinkan dari adanya kecenderungan yang lahir dari teknologi-teknologi tersebut.

Page 315: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

304

Hingga pada tahap ini , kita bisa mencoba mempertanyakan

bagaimana kekuasaan ber laku di dalam teknologi global dan teknologi

layar? Kekuasaan tidak berada di luarnya, melainkan berada dalam relasi

bersama-sama mereproduksi semesta dan regulasi terhadap fokus layar.

Karena itu, penguasaan dominan dan menyeluruh atas alat-alat

pendukung teknologi layar dan global tidak berart i akses langsung pada

kekuasaan atas “warga dun ia”. Namun, serangkaian kecenderungan-

kecenderungan teknologi global dan layar yang mengarahkan seluruh

perhat ian “warga dun ia” pada “takdi r” dan per tumbuhan “evolusi

bersama”. Kecenderungan-kecenderungan tersebut tidak mungkin

dikuasai secara menyeluruh dan mut lak oleh institusi sepert i apapun

juga, melainkan terakumulasi terus menerus melalu i serangkaian fokus-

fokus yang diproduks i. Karena itu, ser ingkal i isu -isu yang memungkinkan

adanya usaha untuk mengkreas i sebuah kesempatan menciptakan isu

baru, bukan usaha secara langsung dar i ind ividu yang menentukan

perubahan isu-isu.

Sebaliknya, solusi yang menganjurkan untuk kembal i ke sis tem

kehidupan “alamiah” juga sama sekali tidak dapat diterapkan.

Bagaimanapun juga pembatasan antara “alam” dan “teknologis” kin i

tidak mudah dikena li lag i. Lag ipula, revolusi besar-besaran yang

merombak sis tem yang terbangun tidak sama sekali bisa menjamin vis i

tentang “alam yang ideal” terbentuk. Malahan, hanya membuka

kesempatan untuk mengarah pada konstruks i kekuasaan teknologis

dalam versi yang lain terbuka lebar.

Page 316: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

305

B. SA RA N-SA RA N

Karena itu, bukan maksud penuli s untuk membuat sebuah ramalan,

prediksi atau penyelesa ian “final” untuk permasalahan kul tural yang

muncul dar i kekuasaan teknologi layar dan global . Juga bukan

menawarkan model perubahan tandingan sebaga i per lawanan

(revolusioner maupun reaksioner) terhadapnya. Tidak ada solusi yang

tuntas dan menyeluruh untuk persoa lan ini , dan melakukan

pembongkaran “kr iti s” secara drasti s atasnya hanya akan memperkuat

kehadi rannya secara “obyektif”. Walaupun demikian, penuli s hendak

menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru guna mengungkap secara

lebih var iat if pola-pola global yang sedang ber langsung, tanpa harus

“mendukung” maupun “mengutuk”.

Model yang dikonstruksi tentang mekanisme kerja teknologi layar

dan teknologi global samasekal i bukan suatu paradigma yang tuntas dan

usai pada dir inya sendir i. Model tersebut juga bukan sebuah ala t kerja

yang telah selesa i dan tingga l dipraktekkan pada berbagai bidang kerja

dan pengetahuan. Ringkasnya, model tersebut dibangun sebaga i sebuah

konstruks i yang samar-samar dan mas ih membutuhkan studi dan kaj ian

lanjutan untuk menguji sekaligus melengkap i kekurangan yang dikandung

di dalamnya.

Adapun salah satu alasan kekurangannya adalah keterbatasan

litera tur yang dimili ki oleh penuli s dan keterbatasan metode yang

dip ilih untuk melakukan ana lis is ini . Dalam hal literatur , selain sul itnya

mendapatkan bahan-bahan yang diinginkan penuli s dan kelangkaan

Page 317: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

306

sumber, juga ranah tipe tekstual yang digunakan untuk mengkaji masih

tergolong terbatas pada art ike l dan buku saja. Beberapa teks sepert i

iklan, spanduk, poster , coretan dinding dan berbagai sumber tidak

tersusun lainnya mas ih luput dar i incaran penuli s. Selain itu, beberapa

analis is yang dis iapkan oleh penuli s tidak mendapatkan ruang dalam

tul isan ini , terkai t dengan keterbatasan sumber biaya, waktu dan

tenaga.

Sedangkan keterbatasan dalam metode, analis is diskursus

walaupun cukup jitu dapat memasuki wilayah yang selama ini alpa dalam

pembicaraan tentang teknologi informasi dan interaksinya dengan

psikososial, membutuhkan waktu dan kesabaran yang panjang ser ta tidak

dimungkinkan untuk deadline penuli san yang singkat ini . Sedangkan

keunggulan metode ini dalam menyaj ikan transformasi akt if dar i masa

ke masa antara diskur sus -diskursus , justru menjadi bumerang bag i yang

mengharapkan suatu has il ajeg dan pasti akan suatu obyek kaj ian.

Output dar i metode ini bukan serangkaian kes impulan ter struktur dan

menetap, melainkan kaj ian panjang lebar yang sul it untuk ditari k

kes impulan secara indukt if, berubah-rubah dan sangat tergantung pada

perubahan situas i mendatang.

Hal ini tidak menunjukkan bahwa tul isan samasekal i mandul

dalam member ikan prediksi tentang masa depan. Prediksi muncul secara

imanen dan implis it dalam rangka ian kaj ian secara keseluruhan berupa

kecenderungan-kecenderungan potens ial yang akan had ir, namun bukan

sebuah ketetapan takdir akan masa depan yang teratur ser ta tak

Page 318: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

307

terbantahkan. Sekali lag i, sepert i yang telah diperingatkan penuli s,

model yang dikons truksi tidak merupakan deskripsi rii l atas kondis i yang

yang “obyektif” tetapi merupakan rangka ian sejumlah pengalaman yang

dikaji dan dirangkum secara diskursif . Model dalam hal ini adalah

rangka ian fenomen-fenomen, bukan genera lis ir atas suatu peri stiwa atau

konsep.

Sebaga i akh ir, untuk pembaca yang kecewa karena output pada

tul isan ini tidak member ikan sebuah kes imupulan yang tuntas dan

gambaran ekspli sit tentang mekanisme kerja teknologi layar dan global ,

penuli s menawarkan bahwa rangka ian model yang ada bisa untuk

dilanjutkan di kemudian har i menjad i sebuah peneli tian yang lebih

spesif ik, teknis , operas ional, langsung dan lebih atrakt if dar ipada yang

ditawarkan dalam tulisan ini . Penuli s sendir i sedang merencanakan

serangkaian kaj ian yang leb ih luas dan terper inc i baik secara teorit is

maupun teknis operas ional, terutama dalam kaj ian yang lebih

dipusatkan pada mekani sme ker ja teknologi layar yang mel ibatkan

secara langsung menuntun “subyek” dalam dunia vir tual. Kemungkinan

keterl ibatan ket idaksadaran di dalamnya, member ikan bobot perhat ian

peneli ti leb ih lanjut pada top ik sublimina l perception, yai tu top ik yang

mel ibatkan kerja ter selubung layar dalam member ikan sugest i secara

tidaksadar yang dapat mengarah pada suatu tindakan-tindakan nyata.

Penul is tidak menyangsikan kedekatan antara sublimina l perception

dengan mekani sme kerja layar sepert i yang sempat dikaji pada tul isan

ini .

Page 319: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

308

Singkat kata, penuli s belum mendapat penggambaran yang

memadai untuk mendeteks i mekani sme ker ja teknologi layar dalam

kaj ian-kaj ian yang leb ih menjanjikan untuk penerapan prakti s. Dan

sepert i yang telah diyakini oleh penuli s, kaj ian dalam tul isan ini tidak

akan mengungkap secara keseluruhan metode kerja teknologi kerja

layar, tanpa adanya kaj ian -kaj ian leb ih lanjut . Kaj ian ini hanyalah awal

dar i suatu kaj ian-kaj ian ber ikutnya yang leb ih panjang dan

membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Page 320: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

309

DAFT AR PUST AKA

Abé, Kobo, The Face of Another, diterjemahkan dari bahasa Jepang oleh E. DaleSaunders (Tokyo: Charles E. Tuttle Company, 1967)

Amir, Sulfikar, Teknologi Sebagai Stimulasi Demokrasi (Harian Jawa Pos: Selasa,18/06/2002. Online document: http://www.jawapos.com/print/index.php?cat=news&id=83681).

Anonim, Alkitab Terjemahan Baru (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1999).

Anonim, Hastakarya anak-anak. Pustaka Bagaimana dan Mengapa (Jakarta: PT TiaraPustaka, 1984).

Anonim, New Encyclopedia of Science (London: Orbis Publishing Limited, 1980).

Berger, Arthur Asa, Tanda-tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, diterjemahkan olehM. Dwi dan Sunarto (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, cetakan pertama, 2000).

Bertens, K., Filsafat barat Abad XX Inggris-Jerman (Jakarta: Penerbit PT Gramedia,1983)

Blundell, Nigel dan Roger Boar, Terbesar di Dunia. Misteri UFO (Jakarta: PT PradnyaParamita, cetakan kedua, 1991).

B.M., Mursito, Budaya Televisi dan Determinisme Simbolik, (Universitas Sebelas Maret:Online document: http://psi.ut.ac.id/Jurnal/81mursito.htm, tahun tidaktercantum}

Brewer, Anthony, Kajian Kritis Das Kapital Karl Marx (Jakarta: Teplok Press, 1999)

Brey, Philip, New Media and The Quality of Life (Jurnal Society for Philosophy ofTechnology, vol. 3, no. 1, 1999).

Brouwer, M.A.W., Psikologi Fenomenologi (Jakarta: Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, 1984)

_______________, Alam Manusia dalam Cahaya Fenomenologi (Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 1988).

Budiman, Kris, Di depan Kotak Ajaib: Menonton Televisi Sebagai Praktik Konsumsi(Yogyakarta: Galang Press, 2002).

Burchel, S. C. dan Pustaka Life Time (eds.), Abad Kemajuan: Abad Besar Manusia-Sejarah Kebudayaan Dunia (Jakarta: P.T. Tiara Pustaka, 1986).

Cahyono, Heru dan Soemitro, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15Januari ’74 (Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1998).

Carey, David, Cara Kerja Televisi (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1981).

Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa, 1997).

Page 321: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

310

Chapman, Chris, Everything you see here is true. Teletubbies – The True Story (Onlinedocument: http://www.disinform.co.uk/, 1997)

Chesher, Chris, Colonizing Virtual Reality. Construction of the Discourse of VirtualReality, 1984-1992. (Online document: http://eserver.org/cultronix/chesher/,tahun tidak tercantum).

Cleveland, Harlan, Lahirnya Sebuah Dunia Baru. Momen Terbuka Untuk KepemimpinanInternasional, diterjemahkan oleh P. Soemitro(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,edisi pertama, Mei 1995).

Connors, Michael, The Race to the Intelligent State. Charting the Global InformationEconomy into the 21st Century (Oxford: Capstone, 1997).

Copi, Irving M., Introduction to Logic (New York: Collier MacMillan InternationalEditions, Fifth edition, 1978).

Fidler, Roger, Mediamorfosis. Memahami Media Baru (Yogyakarta: Bentang Budaya,2003).

Fukuoka, Masanobu, Revolusi Sebatang Jerami. Sebuah Pengantar Menuju PertanianAlami (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991).

Foucault, Michel, Power/Konowledge. Selected Interviews and Other Writings 1972-1977 (NewYork: Pantheon Books, 1980).

______________, Dicipline and Punish. The Birth of the Prison (New York: VintageBooks, 1995).

______________, Seks & Kekuasaan. Sejarah Seksualitas (Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 1997).

Fridolin, Iwan, Cendekiawan & Sejarah Tradisi Kesusastraan Cina (Depok: FakultasSastra Universitas Indonesia, 1998).

Fromm, Erich, Masyarakat yang Sehat (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995).

___________, Revolusi Harapan, diterjemahkan oleh Kamdani, (Yogyakarta: PenerbitPustaka Pelajar, cetakan pertama, 1996).

___________, Lari dari Kebebasan (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, cetakan pertama,1997).

Galloway, Alex, What is Digital studies? (Online document: http://rhizome.org/ds/pages/galloway.html, tahun tidak tercantum).

Giddens, Anthony, The Third Way. Jalan Ketiga. Pembaharuan Demokrasi Sosial(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999).

________________, Runaway World. Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001).

Gong, Gola, Perjalanan Asia (Jakarta: Pustaka Pembangunan Puspa Swara, 1993).

Page 322: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

311

Gorillaz, Tommorow comes today, (Online document: www.gorillaz.com).

Graham-Smith, Sir Francis, F.R.S, Population – the Complex Reality. A report ofPopulation Summit of the World’s Scientific Academies (London: The RoyalSociety, 1994).

Grenz, Stanley J., Etos Posmodern (Online document : http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed/edisi/index.php?isi=edisi&reformed_id=13,tahun tidak tercantum).

Hofsteede, W., Pembangunan Masyarakat: Kumpulan Karangan (Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1991)

Hok Gie, Soe, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia,1983).

___________, Zaman Peralihan, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, cet keempat,1999).

Hornby, A.S., E. V. Gatenby dan H. Wakefield, The advanced Learner’s Dictionary ofCurrent English (London: Oxford University Press, Second Edition, 1963).

Ispandriarno, L. S., Hanitzsch , T. dan Loeffelholz, M. (eds.), Media-Militer-Politik.Crisis Communication: Perspektif Indonesia dan Internasional (Jogjakarta:Galang, 2002).

Jones, Trevor (ed.), Micro-electronics and Society (London: The Open University Press,Milton Keynes, 1980).

Jung, Carl Gustav, Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, trickster (Thames:Routledge Regan Paul Ltd., 1972).

_______________, Memperkenalkan Psikologi Analitis, diterjemahkan oleh G. Cremers(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1989).

Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No. 2/M/Kp/II/2000, Kebijakan StrategisPembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional 2000-2004 (Jakarta:Kantor Menteri Riset dan Teknologi, Februari 2000).

Kidder, Tracy, The Soul of A New Machine (U.S.A: Penguin Book, 1982).

Kikuni, Masahiko, Sang Penakluk. Nippon Ichi No Otoko No Tamashi (Surabaya: LelakiNotamashi Comic, 2002).

Kjos, Berit, "Edutainment". How Teletubbies Teach Toddlers (Online document:http://www.crossroad.to/index.html).

Kuok, Hendri. Krisis Kapitalisme dan Krisis Kaum Buruh (Jurnal Kritik volume 2/Tahun1, Agustus-September 2000).

Kogawa, Tetsuo. Toward a Reality of Reference (Tokyo Office: Documentary BOX, no.8,Yamagata International documentary Film Festival, October 3, 1995).

Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim (eds.), Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana diPanggung Orde Baru, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996).

Page 323: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

312

Leary, Timothy, Chaos & CyberCulture (United Stated: Ronin Publication,1994).

_____________, The Declaration of Evolution, (Online document: www.leary.com,tahun tidak tercantum).

Le Bon, Gustave, The Crowd. A Study of The Popular Mind (Online document:http://promo.net/pg).

______________, Psychology of Revolution (Ibid.)

Lenon, John, Imagine, lilik lagu diedit oleh J. S. Arkenberg, Dept. of History, Cal. StateFullerton (Online document: http://www.fordham.edu/halsall/mod/modsbook.html, 1971).

Lévi-Strauss, Claude, Ras & Sejarah, diterjemahkan oleh Nasrullah Ompu Bana(Yogyakarta: LkiS, 2000).

Lorimer, Doug, Serangan Global Imperialisme dan Kemungkinan Perlawanannya (JurnalKiri tahun 1, No. 1, Juli 2000).

Mambor, Victor C., Satu Abad “Gambar Idoep” di Indonesia. Bagian I: 1900-1970 danBagian II: 1970-2000 (Solo: KUNCI Cultural Studies Center, 1999 dan 2000).

Marcuse, Herbert, Manusia Satu-Dimensi, Penerjemah Silverster G. Sukur dan YusupPriyasudiarja (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, Desember 2000).

Marx, Karl, Capital, (Online document: www.marxist.org, 1999).

_________, Capital II (Online document: www.marxist.org, 1999)

_________, dan F. Engels, Capital III, (Online document: www.marxist.org)

_________, dan F. Engels, Manifesto Partai Komunis (Online document: marxist.org)

Mc Graw-Hill Encyclopedia of Science and Technology . an International ReferenceWork, volume 6 GAB-HYS (USA: Mc Graw-Hill, 1960).

Mill, John Stuart, On Liberty. Perihal Kebebasan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1996).

McClure, Steve, Nippon Pop (Tokyo: Tuttle publishing, 1998).

McConnell, John, 77 Theses on the Care of the Earth, (Online document:http://www.earthsite.org/, tahun tidak tercantum).

Ming, Andrey, T’ung Shu. Almanak Cina Kuno (Jakarta: Abdi Tanur, 2000).

Moertopo, Ali, Mayor Jenderal TNI/AD, Dasar-dasar Pemikiran Tentang AkselerasiModernisasi Pembangunan 25 Tahun (Jakarta: Yayasan Proklamasi, Centre forStrategic and International Studies, cetakan kedua, Maret 1973).

Mönks, F.J., A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: pengantardalam berbagai bagiannya (Yogyakarta: Cet. 10, Gajahmada University Press,1996).

Page 324: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

313

Montgomery, Kathryn, Children in the Digital Age, (Online document:http://www.prospect.org/print/V7/27/montgomery-k.html, tahun tidaktercantum).

Mountjoy, Alan B., Dunia Ketiga dan Tinjauan Permasalahannya, disunting oleh Dr.Prijono Tjiptoherijanto, terjemahan D.H. Gulö (Jakarta: Bumi Aksara, cetakanpertama, February, 1984).

Naisbitt, John dan Patricia Aburdene, Ten New Directions For the 1990’s. Megatrends2000 (New York: Milliam Morrow and Company, Inc., 1990).

Naomi, Omi Intan (ed.), Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konservatif, Liberal,Anarkis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).

Nasution, Zulkarimein, Teknologi Informasi. Dalam Perspektif Latar Belakang &Perkembangannya (Indonesia: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia, 1989).

Neufeldt, Victoria dan David B. Guralink, Webster’s New World Dictionary. ThirdCollege Edition (New York: Prentice Hall, 1991).

Nugroho, Yanuar, Globalisasi, Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial, (Onlinedocument: http://www.unisosdem.org/article _full ver sion.php?aid=240&coid=2&caid=30&auid=4, tahun tidak tercantum).

Ohmae, Kenichi, The Evolving Global Economy. Making Sense of the New World Order(Boston: A Harvard Business Review Book, 1995).

Oktosari, Preli, Menyoal Film Kekerasan Di Televisi, (Harian Suara Karya, Sabtu, 18April 1998, hal. v, kol. 3-8.

Pinon, FR. Manuel T, O.P., Ph.D., Fundamental Logic (Manila: Faculty of Phylosophy,University of Santo Thomas, 1973).

Purbo, Onno W., Pergeseran Paradigma di Era Globalisasi (Online document:http://www.bogor.net/idkf/idkf/aplikasi/pergeseran-paradigma-di-era-globalisasi-08-1998.rtf., tahun tidak tercantum).

Pradopo, Rachmat Djoko dalam tulisannya, Puisi Indonesia Modern Periode 1970-1990(Majalah Basis XL, No. 1, januari, 1991).

Pronk, J.P., Sedunia Perbedaan. Sebuah Acuan dalam Kerjasama Pembangunan Tahun1990-an (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993).

Postman, Neil, Menghibur Diri Sampai Mati. Mewaspadai media televisi (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1995).

Putra, Anom Surya dan Edy Suhardono, E-Government: Transisi Teknologi dalam Rule oflaw/justice, Bagian Ke-tiga dari buku berjudul Pemikiran Transitional atasTransitional Justice, (Surabaya: dipersiapkan untuk Komisi Nasional Hak AsasiManusia oleh Tim Institut Ilmu Sosial Alternatif [IISA], edisi revisi, Juni 2001).

Rais, Amien, Demi Kepentingan Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

Page 325: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

314

Rayward, W. Boyd, H.G. Wells Idea of a World Brain: a critical Reassessment (Journalof The American Society for Information Science 50, 1999).

Rivera, Eileen, The Wink that Started Interactive TV. How a 1950s Show got toInteract with the TV (TechTV. Inc., Online document:http://abcnews.go.com/sections/scitech/TechTV/techtv_winkTV020823.html., 2002).

Roberts, Alan, Artifice and Inteligence (Arena Magazine, No.3, online document:http://eserver.org/cyber/art_intl.txt, February-March 1993).

Roberts, Donalds F., Ph.D., Ulla G. Foehr, Victoria J. Rideout, Mollyann Brodie, Ph.D.,Kids& Media, @ the new millenium (A Kaiser Family Foundation Report,November 1999).

Rosenbaum, Marcus D., Drew Altman dan koleganya, Survey Shows WidespreadEnthusiasm for High Technology (Kaiser Family Foundation, 29 February 2000).

Rushkoff, Douglas, Cyberia, (Online document: www.rushkoff.com, 1994).

_______________, Electronica. The True Cyberculture, (Online document: http://www.rushkoff.com/cgi-bin/columns/display.cgi/electronica, 1999)

Russell, Peter, The Global Brain, (Online document: http://www.peterussell.com/GB/globalbrain.html, angka tahun tidak tercantum).

Sagan, Carl, Contact (Kontak), diterjemahkan oleh Andang H. Sutopo (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1997).

Said, Edward. Orientalism (New York: Vintage books, 1979).

Sasongko, A. Tjahjo dan Nug Katjasungkana. Pasang Surut Musik Rock di Indonesia(Jakarta: LP3ES, Prisma No. 10 Tahun XX Oktober 1991).

Sastrosatomo, Soebadio. Era Baru – Pemimpin Baru (Jakarta: Pusat Dokumentasi Politik“GUNTUR 49”, Januari 1997).

Saussure, Ferdinand de, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press, cetakan ketiga, Oktober 1996).

Schuon, Frithjof. Transfigurasi Manusia. Refleksi Antrosophia Perennialis (Yogyakarta:Penerbit Qalam, cetakan pertama, Juli 2002).

Shan, Darren, Cirque du Freak. Mimpi buruk jadi kenyataan..., (Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 2002).

Shifts in the population size of various age groups. (Online document:http://www12.statcan.ca/english/census01/Products/Analytic/companion/age/population.cfm

Sobel, Robert, IBM: Raksasa dalam Masa Peralihan, diterjemahkan ke Bahasa Indonesiaoleh Rossi Sanusi dan disunting oleh Nin Bakdi Sumanto (Yogyakarta: GadjahMada University Press, Yogyakarta, 1986).

Page 326: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

315

Soedjatmoko, Etika Pembebasan. Pilihan Karangan tentang: Agama, Kebudayaan,Sejarah dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LP3ES dan Yayasan Obor, cetakankedua, 1985).

___________, Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Pilihan Karangan (Jakarta: LP3ES,cet. Keempat, 1995).

Soekarno, Mentjapai Indonesia Merdeka (Djakarta: Departemen Penerangan R.I., 1959).

________, Manifesto Politik, Penetapan Bahan-bahan Indoktrinasi (Bandung: Dua-R,tahun tidak tercantum)

________, TAVIP: Tahun Ber-Vivere Pericoloso, Pidato Amanat Presiden/PanglimaTertinggi Besar Revolusi tanggal 17 Agustus 1964 (Surabaja: Penerbit Fa. GRIP,1964).

Solso, Robert L., Cognitive Psychology, (Boston: Allyn and Bacon, Third Edition, 1991).

Sonja, berjudul Hubungan Pola Konsumsi Tayangan Televisi Dengan KecenderunganBerperilaku Agresif dan Prososial pada Siswa-siswa SMU I Dapena Surabaya,Skripsi S1 (Surabaya: tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya,1997).

Stone, Allucquère Rosanne, Will the Real Body Please Stand Up?, pertama kalidipublikasikan dalam sebuah antologi yang berjudul Cyberspace; First Steps, ed.Michael Benedikt, (Cambridge: MIT Press, 1991).

Sudirman, Panuti dan Aart van Zoest, Serba-Serbi Semiotika (Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, 1996).

Suseno, Frans Magnis, Dampak Relativisme Kebudayaan (Majalah Basis XXXIX-I, Januari1990).

Tan Malaka, Massa Aksi (Jakarta: Komunitas Bambu, 2000)

________, Madilog (Jakarta: Pusat Data Indikator, cetakan pertama, 1999).

Tonny, Dialogue Among Civilization or Counciousness Discernment?, (Surabaya: tidakditerbitkan, 2001).

_____, Teletubbies: Antara Kekuasaan Teknologi dan Teknologi Kekuasaan (Ibid.).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor I8 Tahun 2002, Sistem Nasional Penelitian,Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi besertapenjelasannya (Bandung: Citra Umbara Bandung, 2002).

Utami, Ayu, Saman (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG] dan JurnalKebudayaan Kalam, 1998).

__________, Larung, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG] dan JurnalKebudayaan Kalam, 2001).

Verkuyl, J, DR., Etika Kristen. Kebudayaan (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992).

Page 327: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

316

Verne, Jules, Around The World in Eighty Days (Guentenberg Project e-text, etext#103, January 1994).

Vonnegut, Kurt, Gempa Waktu (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), cetakanpertama, 2001).

Wallace, Jonathan D., Nameless in Cyberspace Anonymity on the Internet (CATOInstitute Briefing Papers, No. 54, 8 Desember 1999)

Weiten, Wayne, Psychology Themes & Variations (USA: Brook/Cole Publishing Company,Third Edition, 1989).

Wells, H.G., World Brain: The Idea of a Permanent World Encyclopaedia,(Encyclopédia Française, Agustus, 1937). Versi digital bisa didapatkan dalamonline document: http://sherlock.berkeley.edu/wells/world_brain.html)

Wilar, Max, Ideologi dan Teknologi, dalam Majalah Basis XXXIX, No 2, 1990, hal. 60-70.Lihat juga F. Budi Hardiman, Teknologi Sebagai Ideologi, dalam edisi sama, hal.71-75.

Wolfe, T., The Me Decade and The Third Great Awakening (Onlinedocument:http://www.warwick.ac.uk/fac/arts/History/teaching/sem17/medec.html, tahun tidak tercantum).

Yuliar, Sonny, Joshua D. Baker, Leonie T. Wiyati dan Slamet Santoso (eds.), MemotretTelematika Indonesia: Menyongsong Masyarakat Informasi Nusantara (Bandung:Pustaka Hidayah, 2001).

Zalesky, Jeff, Spiritual Cyberspace: Bagaimana Teknologi Komputer MempengaruhiKehidupan Keberagaman Manusia. (Online document: http://www.mizan.com/bukudewasa/cyberspirit.htm.

Zen, M.T., Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia (Jakarta: Penerbit PT Gramedia,1981)

Zoest, Aart van, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotika (Jakarta: Intermasa, 1991).

Page 328: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

317

CATATAN AKHI R

Bagian ini memuat informasi mengenai teks-teks yang digunakan untuk menyusun

tulisan ini. Tidak semua sumber yang mempengaruhi tulisan ikut di cantumkan dalam

Daftar Pustaka. Beberapa sumber yang dicantumkan di sini tidak dirujuk secara

langsung dalam tulisan. Alasan pencantuman, adalah supaya pembaca yang ingin

menelusuri jalan berpikir penulis lebih jauh mencapatkan informasi saluran yang

dibutuhkan.

Bab Sa tu : Pe n d a hu l u a n

Abé, Kobo, The Face of Another, Diterjemahkan dari bahasa Jepang oleh E. DaleSaunders (Tokyo: Charles E. Tuttle Company, 1967). Penulis novel ini lahir pada tahun1924. Kobo Abé banyak dipengaruhi oleh karya Poe, Dostoevsky, Nietzsche, Heiddeger,Jaspers dan Kaffka. Karya pertamanya The Road Sign at the End of the Roaddipublikasikan tahun 1951. Sedangkan buku The Face of Another telah dibuat filmnyaoleh Teshigahara.

Selain itu, karya Robert N. Bellah, Agama Sipil di Amerika, diterjemahkandalam buku Menggugat Pendidikan; Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis,disunting dan diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),merupakan sumber yang berharga bagi penulis untuk memperoleh gambaran ringkassejarah kebudayaan Amerika pra-1960-an.

Untuk model penulisan, saya merujuk pada Clifford Greetz,, Negara Teater.Kerajaan-kerajaan di Bali Abad Kesembilan Belas (Yogyakarta: Yayasan BentangBudaya, cetakan pertama, Maret 2000) dan Roland Barthes, Empire of Signs (New York:Hill and Wang, 1983). Kedua tulisan ini merupaka contoh kajian yang melakukan analisisdengan membangun sebuah konstruk model.

Sedangkan untuk lagu pembanding Imagine John Lenon, pembaca bisamengikuti perkembangan lagu pop dengan tema serupa dari We Are the World(Amerika for Africa, tahun 1980-an) dan Heal the World (Michael Jackson, 1990-an).

Untuk kajian yang lebih kompleks dan ringkup lebih luas tentang secara bioskopbaca tulisan D.N. Rodowick, A Short History of Cinema, bagian pertama dari bukuGilles Deleuze's Time-Machine (Online document: http://www.rochester.edu/College/FS/Publications/TimeMachine/ShortHistory/html).

Untuk informasi tentang Kurt Vonnegut, dia lahir di tahun 1922. Kilgore Trout,tokoh utama dalam Gempa Waktu (yang versi aslinya ditulis 1997) adalah proyeksi sosokdirinya sendiri dan hadir dalam hampir setiap karyanya. Kurt Vonnengut selalumengkritik keadaan masyarakatnya yang semakin “dekaden” melalui karya-karyasebagai berikut: Mother Night (1961), Cat’s Cradle (1963), Slaugtherhouse-Five (1969),Bluebeard (1987), Hocus Pocus (1990), dan Fates Worse Than Death (1991). Darirentang tahun ini, dapat dimengerti bahwa Kurt Vonnengut termasuk “generasi tua”yang ikut melihat muncul era baby boom dan berkembangnya teknologi informasi daritahun 1950-sekarang.

Selain teks-teks di atas, juga ada beberapa artikel dari koran dan majalah yangmenjadi acuan, antara lain: Harian Kompas: 4/4/03, h. J; Harian Kompas: 26/8/97, hal.

Page 329: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

318

1&5, kol. 6-9 & 1-9; F&N Strawberry Soda Pop, Harian Kompas: Senin, 29/4/02, hal. 37;Daya Tarik dan Empati Budaya Pop, Harian Kompas: Minggu, 16 /3/01, hal. 11; danMajalah TIME edisi khusus 100: 29/3/99. Sedangkan bahan audiovisual, lihat: GoodMorning Vietnam (1987).

Bab Dua : Pa ra d i gm a d a n M eto d e

Selain Edmund Hussrel dan Michel Foucault, sebagian besar tulisan pada Bab inidipengaruhi oleh catatan kuliah murid Ferdinand de Saussure, Tullio de Mauro, yangdibukukan dalam Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,cetakan ketiga, Oktober 1996). Buku tentang metode analisis lingustik yang menurutpenulisnya mungkin merupakan metode kajian yang akan masuk sebagai bagian daripsikologi sosial, atau psikologi secara umum (hal. 82).

Pada beberapa bagian dari tulisan ini yang membutuhkan konsep singkat tema-tema psikologi umum penulis menggunakan karya Wayne Weiten, Psychology Themes &Variations (USA: Brook/Cole Publishing Company, Third Edition, 1989), sebuah sumberklasik untuk Pengantar Psikologi. Selain itu, penulis juga menggunakan karya Chaplin,J.P., Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa, 1997).

Bab T iga : Ka j i a n T eo r i

Karya Roger Fidler, Mediamorfosis. Memahami Media Baru (Yogyakarta: BentangBudaya, 2003), merupakan referensi yang sangat bermanfaat untuk tulisan ini. Sarandari saya: pembaca dianjurkan untuk membaca keseluruhan buku ini. Kajian panjanglebar yang menelusuri evolusi media dari masa ke masa dengan berbagai variasimerupakan referensi yang memberikan informasi tentang ekses-ekses dari tiap jenismedia yang muncul baik secara sosial, ekonomi maupun politis. Untuk sejarahperkembangan komputer yang berkaitan dengan ekonomi, baca tulisan Robert Sobel,IBM: Raksasa dalam Masa Peralihan, diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh RossiSanusi dan disunting oleh Nin Bakdi Sumanto (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta, 1986). Walaupun secara spesifik, buku ini hanya menyorotiperkembang IBM sebagai sebuah badan usaha, namun secara tidak langsungpertumbuhan teknologi informasi juga muncul sebagai kajian. Sedangkan untuk kajianlebih lengkap mengenai asal usul IC (Integrated Circuit) dan PC (Personal Computer),ikuti studi kasus yang ditulis oleh Tracy Kidder, The Soul of A New Machine (U.S.A:Penguin Book, 1982).

Lihat juga sebuah buku kumpulan artikel yang diedit oleh Trevor Jones, Micro-electronics and Society (London: The Open University Press, Milton Keynes, 1980).Sebuah buku berisi kumpulan artikel tentang pengaruh teknologi berbasis IC denganpengaruhnya terhadap sosial. Pada Bab ini direferensi antara lain artikel berikut:Donald Michie, The Social Aspects of Artificial Intelligence dan Malcolm Peltu,Information Technology.

Beberapa bagian dari tulisan ini juga dipengaruhi oleh tiga buah film animeJepang yang antara lain berjudul: Serial experiment Lain, Ghost in the Shell dan NeonGenesis Evangelion. Film yang pertama bertema tentang internet yang banyakdipengaruhi oleh Cyberia Rushkoff, Vannevar Vush dan John C. Lily. Eiri, salah seorang

Page 330: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

319

dalam tokoh film tersebut pernah berucap: “Information inside humans is not onlywhat they got by themselves since they had their consciousness. Humans have beenconnected with their ancestors, and form a human race. And they have receivedinformation from their ancestors. But, they are just a data if they are not shared [...]Do you think what you actually are? Human's have been already connected. I justrestored them.”. Film kedua, menggambarkan bagaimana sebuah mesin yang dapathidup dan merasakan dirinya sebagai sebuah organisme. Sedangkan film ketiga,memiliki tema bio-enginering dengan gaya kuasi-relijius, di mana kesatuan antaraseorang manusia dengan mesin digambarkan secara spiritual.

Bab Empat : Pe m ba ha sa n

Bagian ini banyak dipengaruhi oleh artikel karya saya sendiri, yang ditulis lebih awal,berjudul Teletubbies: Antara Kekuasaan Teknologi dan Teknologi Kekuasaan (2001).Walaupun tidak secara mendasar pengaruhnya. Banyak ide dalam artikel ini tidak sesuailagi dengan temuan-temuan baru dari penulis, namun, beberapa hasil analisi dikemasulang dan dimasukan sebagai bagian dari Bab ini.

Untuk sumber referensi utama mengenai Teletubbies, dapat diakses melaluidua buah website, antara lain website resmi milik Ragdoll Production Ltd.(http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/) dan website resmi milik BBChttp://www.bbc.co.uk/education/information/faq). Data-data tersebut sebagian telahdilampirkan dalam Lampiran C. Sedangkan untuk website sampingan lihat juga websitemilik PBS. Sedangkan referensi audiovisual, penulis menggunakan 6 episode filmTeletubbies dan Kawan-kawan dalam bentuk vcd dan 7 episode lainnya diikuti penulislewat televisi. Kesemuanya merupakan versi dubbing ke dalam Bahasa Indonesia.Walaupun jumlah ini tidak dapat mewakili 365 episode dari Teletubbies, hal ini tidakberpengaruh pada analisis penulis yang tidak melibatkan isi cerita Teletubbies. Analisisterutama diarakah pada struktur simbolik waktu dan ruang yang ada pada Teletubbies.Lihat juga:

Berit Kjos, "Edutainment". How Teletubbies Teach Toddlers (Online document:http://www.crossroad.to/index.html). Website milik kalangan kristen ini tidak hanyamengecam Teletubbies saja, namun hampir semua kebudayaan budaya pop yangsekuler. Untuk Artikel yang berisi sindaran sarkastik pada Teletubbies yang sifatnyasekuler antara lain dari: Chris Chapman, Everything you see here is true. Teletubbies –The True Story (online document: http://www.disinform.co.uk/, 1997); Welcome tothe home of the Teletubbies conspiracy site (http://www.mtattersall.demon.co.uk/tubbies/home.html), website heboh yang sempat diancam tuntutan hukum oleh BBC!;Analisis dan sekaligus satir dari sosok misterius di website: http://moose.spesh.com/teletubbies/; Baca juga lirik lagu parodi berjudul (I Want To Live Like) The Teletubbies.to the tune of Common People yang ditulis oleh Jill Phythian pada Agustus tahun 1997.

Sedangkan Penggunaan Alkitab dalam bagian ini semata-mata untukmemperlihatkan sifat relijius yang muncul dalam Teletubbies.

Sumber media massa antara lain; Oh...Oh...Dunia “Teletubbies”!, HarianKompas: Minggu, 6/5/01, hal. 14; Harian Jawa Pos: Senin Legi, 30/4/01, hal 13; AdaTeletubbies dan Polisi Cengeng, Harian Jawa Pos: 29/9/01, hal. 25.

Page 331: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

320

B a b L i ma : Re f l e k s i

Bagian ini meliputi berbagai brosur, artikel, buku yang beragam. Pertimbanganpemilihan sumber terutama dilihat dari periodisasi penulisan. Patut diperkecualikan disini adalah beberapa data yang digunakan, dicantumkan dengan pertimbangan praktis.

Bab Enam: Pe n ut u p

Satu-satunya komik dalam tulisan ini yang digunakan sebagai bahan analisisadalah karya Masahiko Kikuni, “Sang Penakluk. Nippon Ichi No Otoko No Tamashi”(Surabaya: Lelaki Notamashi Comic, 2002). Komik kategori “dewasa”, selain berisicerita-cerita vulgar juga banyak memberikan kritik sosial dalam bentuk humor yangsurealis. Dalam kasus ini, komik ini dijadikan referensi terutama pada bagianpenggambaran tentang sebuah komputer raksasa yang disebut sebagai “Ibu”. Untukcontoh penggunaan kata “Ibu” untuk komputer, lihat juga tetralogi film berjudul Alien.Dalam film tersebut, komputer yang mengatur segala sesuatu dalam kapal disebutdengan nama Mother. Namun pada sekuel akhir film tersebut Alien: Ressurection,komputer induk disebut dengan nama Father. Kontras ini justru memperkuat sifatsemesta dari komputer di mana bukan hanya sosok Ibu saja yang diambil alih perannya,namun sosok Ayah juga “ditiru”.

Sebagai sumber audiovisual lainnya, lihat: Cast Away (2000).

Page 332: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

321

AP ENDIKS A:

KA JI AN ETY MOL OGI ANT AR A IS TI LA H SC RE EN , CU RT AIN ,

MO NI TO R DAN “L AY AR ”

Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia tidak ada pemilahan kata “layar” ke

dalam beberapa istilah yang berbeda. Sedangkan untuk Bahasa Inggris, “layar”

dibedakan dalam beberapa varian pengertian dan penggunaan seperti: screen,

curtain dan monitor. Istilah screen dalam Inggris Modern merupakan kelanjutan

bentuk dari istilah skrene pada Inggris Medieval, yang dipakai untuk makna

yang sama dengan “alat penyaring” (sieve) dan “tirai” (curtain). Sedangkan

istilah ini berasal dari Bahasa Jerman Kuno: screm (Jerman: shrim), yang

memiliki makna harafiah sebagai: [1] “melindungi” [2] “menjaga” [3]

“mengawasi”.

Dengan demikian, antara screen dan curtain memiliki kedekatan

pengertian, walaupun pada perkembangannya kedua istilah tersebut memiliki

konotasi yang agak berbeda. Curtain sendiri merupakan deviasi dari istilah Latin,

yaitu: cortina (secara harafiah dapat diartikan sebagai: [1] “ketel”; [2]

“membatasi panggung (circle) sebuah teater”; [3] “tirai”. Sedangkan dalam Bahasa

Inggris, curtain antara lain didefinisikan sebagai: “[1] a piece of cloth or other

material, sometimes arranged so that it can be drawn up or sideways, hung for

decoration, as at a window, or to cover, conceal, or shut off something [2]

anythong that covers, conceals, separate, or shut off something [3] that part of a

wall between two bastions, gate, etc. [4] an enclosing wall that does not support

a roof.” Sedangkan sebagai bagian penggunaan istilah dunia teater, didefinisikan

sebagai: “sheet or heavy material to draw or lower across the front of the stage

in a theater before and after each screne of a play” (Victoria Neufeldt and David

B. Guralink, Webster’s New World Dictionary, [New York: Prentice Hall, Third

Page 333: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

322

College Edition, 1991]). Dari serangkaian daftar definisi tersebut, kata curtain

memiliki kecenderungan harafiah sebagai sebuah bidang yang memisahkan,

membuat jarak, menutupi sesuatu sekaligus juga dapat bersifat sebagai dekorasi,

melindungi, memilah, menyaring maupun mengawasi. Dalam sebuah teater, selain

memisahkan antara panggung dengan penonton, juga bekerja sebagai pembatas

antar babak teater, sekaligus menandakan dimulainya (awal) atau selesainya

(akhir) suatu lakon. Karakter dari curtain adalah menghasilkan diferensiasi ruang

untuk memberikan kesan adanya dua atau beberapa bidang yang berdiri sejajar

saling berhadapan. Untuk menjelaskan persoalan ini, bisa digunakan contoh fungsi

tirai pada sebuah jendela. Sebagai aksesoris dalam rumah, tirai (curtain) juga

menjadi bidang yang dapat ditutup maupun disibak. Ketika tirai direntangkan maka

hubungan antara bagian dalam rumah menjadi terpisah dari bagian luar. Ketika

disusutkan, tirai membuka pandangan dari dalam rumah ke luar rumah. Kapan tirai

dari ditutup atau dibuka, merupakan pemilahan yang sifatnya semena-mena.

Pemilik rumah dapat memutuskan kapan dia ingin melihat ke luar, dan saat dia

tidak menghendakinya tirai bisa ditutup. Seperti halnya tirai, dalam suatu teater,

curtain juga melakukan pemilahan untuk menjadikan babak yang satu menjadi

mandiri dibanding babak lainnya, atau memisahkan keseluruhan permainan dalam

teater dengan segala sesuatu di luarnya baik secara ruang (sebagai batas

panggung) maupun waktu (sebagai satuan jadwal pementasan yang mandiri dari

jadwal-jadwal lainnya). Pada sisi ini, fungsi pembatasan maupun penetapan yang

sifatnya “semena-mena” antara batas-batas tersebut merupakan usaha

menciptakan satuan-satuan mandiri. Dan batas-batas itu menjaga, mengawasi dan

melindungi antara satuan ruang serta waktu yang tercipta agar tetap dipahami

sebagai “dunia” yang berdiri sendiri-sendiri.

Karakter ini bisa ditemukan juga dalam istilah screen yang beberapa

definisinya di kamus Webster terdaftar sebagai berikut: “[1] a) a light, movable,

covered frame or series of frame hinged together, serving as portable partition to

separate, conceal, shelter, or protect. b) any partition or curtain serving such a

purpose [2] anything that functions to shield, protect, or conceal like a curtain (a

smoke screen) [3] a coarse mesh of wire, etc., used to sift out finer from coaser

Page 334: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

323

parts, as of sand or coal; sieve [4] a system for screening or separating different

types of person, etc [5] a frame covered with a mesh, as of wire or plastic, used

to keep insects out, serve as a barrrier, etc. As on window [6] a) a flat, reflective

or translucent surface, as a matte white sheet or one of beaded vinyl, upon which

films, slides, etc. are projected. b) the film industry or art [7] the surface area

of a television set, radar receiver, etc. on which ligth pattern are formed [...]”

(Ibid.). Pada definisi No. 2, antara screen dan curtain direduksi sebagai segala

sesuatu yang sifatnya mengunci, melindungi dan menyembunyikan sesuatu. Pada

bagian ini, screen sebagaimana dengan curtain adalah sebuah sistem yang

melakukan pemisahan, pemilahan dan pembagian atas berbagai hal untuk

menciptakan keberagaman (lihat juga definisi No. 4).

Meskipun demikian, baik dalam definisi No. 1a maupun 1b, screen selain

memiliki karakter yang sama dengan curtain, juga memiliki fungsi lain yaitu

mengikat satuan-satuan tertentu dalam suatu fungsi yang mandiri. Pada definisi

1b, screen merupakan kesatuan kegunaan dari beberapa curtain atau bagian.

Curtain, dalam pengertian ini, menjadi bagian-bagian dari screen, walaupun

keduanya kadang-kadang memiliki karakter maupun pengertian yang sama. Jadi

screen memiliki karakter yang paradoksal dalam dirinya. Pada satu keadaan,

screen seperti halnya curtain memiliki fungsi membatasi, sekaligus menciptakan

jarak untuk menghasilkan keberagaman waktu dan ruang. Namun pada sisi lain,

karakter melindungi, menutupi dan menciptakan jarak dari screen memiliki

pengertian yang agak berbeda dengan curtain, di mana sebaliknya memiliki arti

mengikat semua pembatasan dalam satu ikatan. Pada pengertian ini,

“melindungi”, “menutupi” dan “menciptakan jarak” berarti juga merupakan

kamuflase dari pembatasan-pembatasan yang ada sehingga dialami sebagai satu

alur. Contoh yang paling tepat adalah potongan-potongan film, di mana ketika

digerakan dengan cepat menghasilkan suatu kesan hilangnya patahan-patahan yang

ada dan menciptakan suatu kesinambungan yang “utuh”. Baik screen maupun

curtain keduanya memiliki kecenderungan sama, yaitu membagi dan memisahkan

segala sesuatu dalam keberagaman untuk menciptakan satuan-satuan, dan

Page 335: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

324

kemudian diikat lagi dalam satu kesatuan yang lebih luas untuk kemudian

dipisahkan lagi dari satuan baru lain “di luarnya” sebagai pembeda.

Kemampuan membagi dan menghasilkan satuan-satuan terpisah kemudian

merakitnya dalam alur kontinum merupakan fungsi screen dan curtain yang paling

bermanfaat dalam dunia industri film maupun televisi. Dalam hal ini screen hadir

sebagai sebuah bidang datar di mana berbagai berbagai gambar, cahaya, atau

sinyal-sinyal ditangkap dan diproyeksikan sebagai sebuah alur yang terlihat seolah-

olah bergerak dan “hidup”. Screen melakukan rekonstruksi dari serpihan-serpihan

yang ada sehingga tampak menyatu, sekaligus merupakan bidang yang membatasi

antara keber[ada]an di permukaannya dengan ruang di luarnya, di mana penonton

berada. Kontrasnya, screen juga merupakan bidang di mana indera penonton

melakukan kontak dengan penampakan yang muncul sebagai hasil rekonstruksi.

Sedangkan pada definisi ketiga, monitor memiliki sedikit kesamaan dengan

screen sebagai: “a receiver or speaker, as in the control room of broadcasting

studio, for checking the quality of the transmission” (Ibid.) atau “television

screen used in a studio to check or select transmission” (A.S. Hornby, E. V.

Gatenby and H. Wakefield, The advanced Learner’s Dictionary of Current English,

[London: Oxford University Press, Second Edition, 1963]). Monitor, memiliki sifat

yang sama dengan screen sebagai sebuah receiver. Walaupun dalam definisi,

monitor, berbeda dengan screen, lebih banyak menonjolkan karakter sebagai

pengawas dan kontrol saja, tanpa melibatkan fungsi lainnya yang ada dalam

definisi screen maupun curtain. Sedangkan bentuk asal istilah monitor dari bahasa

Latin, yaitu monere (artinya “memperingatkan”), memiliki kesinambungan

harafiah sebagai kontrol dengan pengertian screen dan curtain sebagai

“pembatas”, “pencipta jarak”, “pelindung” dan “pengawas”. Baik dalam

pengertian screen, curtain maupun monitor, layar muncul sebagai kegiatan aktif

yang mengontrol dan mengatur daripada hanya sekadar obyek pasif yang diatur.

Sebagai “obyek” pasif, screen dan curtain merupakan bagian dari pertunjukkan.

Sebagai aparatus yang aktif, screen, curtain dan monitor muncul sebagai alat

seleksi perhatian, pengawasan dan pembatas.

Page 336: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

325

Dalam definisi lain, monitor juga dijabarkan sebagai: “schoolboy given

authority over his fellows” (Ibid.). Definisi ini menarik, walaupun agak jauh dari

pengertian monitor sebagai salah jenis screen atau layar. Namun dapat

menggambarkan bagaiaman model pengawasan yang berlangsung dalam monitor.

Monitor dalam beberapa hal juga merupakan bidang di mana signal-signal

direfleksikan seperti halnya screen. Bedanya, seperti seorang murid yang diberi

wewenang mengawasi teman-temannya sendiri, di mana dalam berbagai hal lain

tidak jauh dengan murid lainnya, monitor merupakan fungsi dari layar di mana

pengawasan adalah keseluruhan dari karakternya. Sebagai sebuah bidang yang

sekaligus diawasi, layaknya juga murid tersebut diawasi oleh gurunya, secara

penampilan maupun fungsi lainnya monitor memiliki karakteristik yang sama

dengan screen maupun curtain. Hal ini menjelaskan, mengapa walaupun screen,

curtain dan monitor merupakan suatu fungsi yang sejajar, namun dalam

penggunaannya akan menimbulkan konotasi yang berbeda.

Namun, dalam pemakaian bahasa sehari-hari ketiga istilah ini sering tumpah

tindih dalam pemakaiannya. Jadi pemakaian istilah “layar” dalam penulisan ini

bisa sekaligus mencakup fungsi dan karakteristik ketiga istilah di atas, tanpa harus

menggunakan variannya. Kata “Layar” sendiri dalam Bahasa Indonesia bisa

digunakan untuk menyebutkan “potongan kain lebar yang diikat pada tiang dan

digunakan perahu untuk memanfaatkan laju angin”, tetapi juga digunakan untuk

menterjemahkan ketiga istilah di atas ke dalam Bahasa Indonesia. Kedekatan

kedua pengertian ini, di dasarkan oleh karena “layar” pada bioskop sebagai model

yang pertama kali dikenal terbuat dari kain putih lebar, sama dengan layar perahu

yang biasanya terbuat dari kain. Pada perkembangan selanjutnya, istilah layar

semakin diadaptasi untuk melingkupi ketiga istilah di atas. Muncul kemudian istilah

seperti “layar kaca” untuk menyebut “layar” yang tidak terbuat dari kain

melainkan kaca seperti pada televisi. Pada klasifikasi lain, “layar” dibedakan juga

menjadi “layar emas” dan “layar perak” untuk membedakan antara film yang

dibuat khusus untuk ditayangkan di bioskop dengan film yang khusus untuk diputar

di televisi.

Page 337: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

326

Untuk pemanfaatan lebih lanjut dalam istilah “teknologi layar” seperti yang

digunakan dalam skripsi ini, baca catatan kaki no. 69 dan untuk istilah “teknologi”

bisa diikuti pada Bab II, bagian yang membahas tentang “proposisi-proposisi”.

Page 338: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

327

AP ENDIKS B:

SEKELUMIT PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA GLOBAL DAN

WORLD

Istilah global didefinisikan antara lain sebagai: “[1] round like a ball; globe-shaped

[2] of, relating to, or including the whole earth; worldwide [3] complete or

comprehensive. Dari tiga definisi ini, yang pertama mengambil deskripsi tentang

bentuk; kedua, berkaitan dengan pengertiannya sebagai benda spesifik, yaitu

planet bumi dan seluruh isinya; sedangkan pada definisi ketiga, menggambarkan

karakternya sebagai sebuah eksistensi keber[ada]an ontologis sebagai satu

kesatuan yang utuh.

Sedangkan kata dasar global, yaitu globe (berasal dari istilah Latin, globus

atau “bola”) didefinisikan antara lain sebagai berikut: “[1] any round, ball-shaped

thing; sphere; specif., a) the earth. b) a spherical model of the earth showing the

continent, seas, etc. c) a similar model of the heavens, showing the

constellations, etc. [2] anything shaped somewhat like a globe; a) a round glass

container, as for goldfish. b) a rounded glass cover for lamp. c) a small, golden

ball used as a symbol of authority.” Seperti istilah awalnya, kata globe selalu

mengacu pada bangun “bola”, yaitu konstruksi simetris tiga dimensi dari beberapa

bidang “lingkaran”, sebagai bentuk yang melatari semua pengertian yang muncul.

Namun, konsekuensi dari penggunaan istilah ini, seperti dalam bentuk deviannya:

global, lebih dari sekedar arti bentuk yang bulat belaka, walaupun karakter dari

bangun “bola” tetap merupakan dasar untuk perluasan maknanya. Bidang 360º dari

ketiga dimensi dari “bola” menghasilkan suatu konstruk yang tidak memiliki sudut

samasekali, dalam hal ini memberi kesan yang “utuh”, '”menyeluruh” dan “total”

pada karakternya. Seringkali “bola” menjadi simbol “keutuhan” dan “absolut”,

sehingga juga digunakan oleh raja-raja Eropa sebagai simbol kekuasaannya yang

tak terbatas (Lihat definisi 2c di atas).

Page 339: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

328

Dalam penggunaan yang lebih luas pada saat ini, kamus Webster mencatat

variasi sebagai berikut: [1] globalism, didefinisikan sebagai: “a policy, outlook,

etc. that is worlwide in scope”. [2] globalize atau globalization, yaitu: “to make

global; esp., to organize or establish worldwide”. [3] global village, yang berarti:

“the world regarded as a single community, as a result of mass media, rapid

travel.” [4] globate: “round like a ball.” [5] globe trotter: “a person who travel

widely about the world, esp.,one who does so for pleasure or sight seeing”.

Bahkan digunakan hingga pada penamaan spesies tumbuhan (globe flower) dan

hewan (globe fish). Dua istilah terakhir ini, tampaknya digunakan dengan

pengertian globe sebagai bentuk “bulat”.

Sedangkan untuk kata world, walaupun tidak memiliki makna sebagai

bangun “bulat” seperti halnya global, banyak digunakan juga untuk pengertian

yang sama antara keduanya. World (berasal dari Bahasa Inggris Tua dalam istilah

werold, dapat diterjemahkan secara harafiah sebagai “dunia”, “kemanusiaan”,

atau “waktu yang panjang”) didefinisikan sebagai berikut: “[1] a) the planet

earth. b) whole universe. c) any heavenly body thougth of hypothetically as

inhabited [2] the earth and its inhabitants [3] a) the human race; mankind b)

people generaly; the public [4] a) some part of the earth b) some period of

history, its society, etc. c) any sphere or domain d) any sphere of human activity

e) any sphere or state of existence [5} Individual experience, outlook, etc. [6] a)

secular or social life and interest, as distinguished from the religious or spiritual

b) people primarily concerned with secular affairs or pursuits [7] a large amount;

great deal [8] a star or planet.” Jika kita membandingkan dengan definisi global

dan globe, pada definisi No. 1 dan 2 dari istilah world, terdapat kesesuaian makna

antara keduanya baik sebagai planet bumi maupun alam semesta. Namun pada

definisi ke 3 dan 4, istilah world memiliki konsekuensi perbedaan makna, di mana

daripada hanya bersifat “keseluruhan” dan “obyektif”, istilah ini juga memiliki

karakter “parsial”. Selain itu, daripada masalah bentuk “bulat”, world melingkupi

makna yang lebih tertuju pada keberadaan yang berkaitan dengan “subyek” dan

“kemanusiaan”. Begitu juga pada definisi berikutnya, istilah world semakin

menjurang perbedaannya dengan istilah global dan globe (kecuali pada definisi No.

Page 340: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

329

8). Jadi agak berbeda dengan istilah global yang mendefiniskan keber[ada]an

semesta dengan cara meluas, menyebar dan merangkum, istilah world

mendefinisikan semesta dengan cara membatasi, membagi-bagi, memisahkan dan

partikular. Walaupun ada tumpang tindih pengertian pada beberapa bagian, dan

seringkali melingkupi sebuah makna spesifik yang sama. Baik global maupun world,

keduanya dipakai untuk menggambarkan bumi dan seluruh isinya, dengan

konsekuensi konotasi yang bisa diartikan secara berbeda.

Kata world dalam penggunaan kontemporer meliputi istilah berikut [1]

world class, digunakan dengan makna: “of the highest class, as in international

competition”. [2] worldling, yang berarti sebagai: “a worldly person” [3] Worldly:

“a) of or limited to this world; temporal or secural 2) devoted to or concerned

with the afairs, pleasure, etc. of this world.” [4] worldly wise: “wise in the ways

or affairs of the world; sophisticated”. [5] world power: “a nation or organization

large or powerful enough to have a worldwide influence”. [6] world’s fair: “any

various expositions at which the arts, crafts, industrial and agricultural products,

scientific advances, etc. of various countries of the world are on display. [7] world

shaking: “of great significance, effect, or influence; momentous” [8] world soul:

“a universal animating principle conceived of as analogous to the soul of a

person.” [9] world view: “a comprehensive, esp. Personal, philosophy or

conception of the world and of human life. [10] world weary: “weary the world;

bored with living” [11] world wide: “extending throughout the world”. Jika

membandingkan daftar variasi pemakaian istilah global dan world, maka akan

ditemukan tumpangtindih pemakaiannya. Kata worlwide misalnya, sangat dekat

sekali dengan istilah globalism, globalize dan globalization. Selain itu pola baru

juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan baru untuk memberikan nama

sebuah lembaga dengan kata world, seperti: World Bank dan World Court yang

diikuti oleh kegemaran menggunakan simbol bola dunia sebagai logo. Pemakaian

lebih spesifik lagi misalnya pada istilah World War ! dan World War II. Juga

tercatat penggunaan istilah seperti World Wide Web (WWW) atau World Trade

Centre (WTC).

Page 341: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

330

Oxford mencatat juga penggunaan istilah world dalam bentuk kata citizen

of the world (warga dunia), yang dapat diterjemahkan sebagai “a cosmopolitan

person.” Kata cosmopolitan, bisa diartikan sebagai “[1] common to or

representative of all or many parts of the world; not national or local [2] not

bound by local or national habits or prejudices; at home in all countries or places

[3] having a worldwide distribution, as some plants or animal.” Akar katanya

berasal dari istilah Yunani kosmos (“alam semesta” dan “keharmonisan”)dan polis

(kota). Sedangkan dalam bentuk Inggrisnya, cosmos, dapat pula berarti: “[1] the

universe considered as a harmonious and orderly system [2] harmony; order [3]

any complete and orderly system.” Dalam beberapa hal, menurut orang Yunani,

kosmos memang memiliki bentuk bulat atau globe. Sedangkan istilah cosmopolitan

memiliki kedekatan dengan kata world, terutama world’s fair, sebagai sebuah

keadaan yang melukiskan karakteristik multinasional.

Dalam hal ini, baik global, world maupun cosmopolitan, adalah istilah-

istilah yang menggambarkan suatu penyatuan dari beberapa bagian (negara,

budaya, peradaban dll.) yang terpecah-pecah dalam suatu pola pandangan yang

lebih meluas, menyeluruh, melebar, abstrak dibandingkan dengan bagian yang

disatukannya di mana bersifat lokal, terbagi-bagi, terbatas dan partikular.

Sedangkan istilah cosmos yang hadir secara implisit dalam pemakaian ketiga istilah

tersebut, berpengaruh pada pandangan kontemporer tentang suatu tatanan baru

dunia yang lebih aman, damai dan bebas.

Page 342: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

331

AP ENDIKS C:

BE BE RA PA AR SI P TE NT AN G TEL ET UB BIE S

1. Per kenal an Resm i Tel et ubbies oleh BBC dan Rag doll

BBC Site for Teletubbies

Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa and Po are the Teletubbies

Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa and Po are the Teletubbies, stars of a major new dailypre-school television show for BBC2 starting on Monday March 31 1997.

A live action series, Teletubbies features four brightly coloured characterswho live in a fantasy world linked to reality. BBC Children's Programmes havecommissioned Ragdoll Productions (Tots TV, Rosie and Jim) to produceTeletubbies. For the first time BBC Children's Programmes is co-producing a serieswith BBC Education and BBC Worldwide.

Drawing on months of research with its target audience of 2-5 year olds,Teletubbies is a major pre-school initiative, which focuses on learning through thejoy of play, helping to prepare children for their forthcoming school life.Teletubbies is designed to make children feel confident, relaxed and ready tolearn.

Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa and Po live happily together in their own worldof childhood fantasy where a baby-faced smiling sun rises each morning, rabbitsrun over the rolling hills and voice trumpets, which connect them with the realworld, name things, count things and sing songs.

Hidden under the hills is the tubbytronic superdome where the Teletubbiessleep and play with the technology that supplies their food, tubby custard andtubby toast. A conscientious comic vacuum cleaner, the Noo-noo, shares theirliving quarters. A magic windmill brings them pictures of children from the realworld and two wooden animals, the Lion and the Bear (with voices by PenelopeKeith and Eric Sykes), are friendly faces.

Anna Home, Head of BBC Children Programmes, says: "From the early daysof Watch with Mother, through Bill and Ben to Play School, the BBC has always

Page 343: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

332

served its very youngest viewers. Teletubbies is an innovative, high qualityentertainment programme for today's generation of pre-school children."

Anne Wood, Creative Director of Ragdoll Productions, comments: "We arevery proud of Teletubbies, our latest production inspired by the creative world ofvery young children."

Frank Flynn, Head of Commissioning for BBC Schools, said: "Children,parents and teachers will be able to tune in every week day to this unique BBCcollaboration that aims to make learning fun."

The Teletubbies Characters:

Tinky WinkyTinky Winky is purple and is the largest, gentlest Teletubby. When out walking helikes to sing his own Tinky Winky song.

Tinky Winky loves to dance and fall over on his back. He loves all theTeletubbies very much but he's best friends with Po.

DipsyThe second largest Teletubby. Dipsy is green and loves to wear his hat as he

thinks it gives him style, and style is very important to Dipsy.

He loves all the Teletubbies very much but sets himself apart a bit as hetries to be cool. His special song is "Bup-a-tum, bup-a-tum, bup-a-tum".

Laa-LaaThe happiest, silliest and second smallest of the Teletubbies, yellow Laa-

Laa loves to sing and dance. Her favourite word is 'nice' and Dipsy is her bestfriend.

She adores her ball and enjoys being outside running, jumping and chasing.She stands pigeon-toed when she is thinking and always needs to know where allthe other Teletubbies are and will round them up if one of them goes missing. Shehas her own special "Laa-laa-li-laa, laa-li-laa-li-laa" song.

PoPo is red and is the smallest Teletubby. She likes to jump up and down to

express her feelings of joy, enthusiasm and surprise.

Page 344: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

333

Po whizzes around the hills on her scooter and likes to keep an eye on thepanel of switches and controls on the central column inside the Teletubbies' house.Po likes to sing her special song "Fi-dit, fi-dit, fi-dit!" and "Mar, mar, man!" whichtanslate from Cantonese as 'faster' and 'slower'.

The Noo-nooThe Noo-noo is a comic vacuum cleaner with a mind of her own who is

always found inside the Teletubbies' hill home. The Noo-noo tidies up after theTeletubbies, sucking up spilled custard and tubby toast crumbs with his long,wobbly hose.

Sometimes he is a little over-conscientious and tidies up the Teletubbiesbelongings as well. On these occasions a comedy chase occurs until the Noo-noo ispersuaded to give them back.

TeletubbylandTeletubbyland is full of surprises where elements of animation, pantomime

and nursery rhyme are used to magical effects. Magical computerised animationconjures up images of one tap dancing teddy bear, animals marching two by two,three ships, a house with four windows or a tree with five birds.

The large colourful wooden toys, the Lion and the Bear are a comic duowho, in pantomime style are perpetually engaged in a game of hide-and-seek, inand out of the rolling hills of Teletubbyland. The Lion and the Bear are voiced byPenelope Keith and Eric Sykes, and the Teletubbies love to pretend to befrightened of them.

Making Teletubbies - it's child's play

Months of research went into producing Teletubbies. Creator Anne Wood explainshow the series starts and ends with the child.

"Like a good book, good television needs to be chosen positively with theneeds of children in mind," says Anne Wood of Ragdoll Productions, the companythat produces Teletubbies for the BBC.

Teletubbies is a bold initiative in pre-school programming. Tinky Winky,Dipsy, Laa-Laa and Po live in a fantasy world of song and image, linked to the realworld by the televisions in their tummies. Anne Wood explains that this highlyoriginal idea came, "... from children. All our ideas come from children. 'Ragdollworks for children' is our mission statement because, for everything we do, wewatch and observe children: how they play; how they talk; and how they react tothe programmes we make."

Page 345: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

334

Teletubbies is researched with focus groups

Ragdoll develops ideas by watching children in their specially designed shopin Stratford-upon-Avon and through seven focus groups involving nursery schoolchildren all over the country. Work on Teletubbies started over a year ago and theresearch is ongoing.

"Everything in Teletubbies has been done with love and a sense of fun,"explains Anne. "We go to a lot of trouble to show affection in our programmes.Children need to see their experiences reflected back to them as part ofdiscovering who they are. We hope that enjoying Teletubbies will help them workthrough their own experiences and grow a little."

No strings attached

Teletubbies is different. Carefully scripted, the series features four full-sizedcostume characters. Unlike other pre-school programmes it doesn't use puppets,but it includes computerised effects and makes extensive use of children.

Children have made Anne aware of the technological revolution we areliving through and the technological world in which we live.

"Children are surrounded by voices that speak to them from all the over theplace: from television, videos, radios, toys, CD players - all sorts ofannouncements - and, of course, other children and adults. But they still have adeep emotional need to be listened to in an environment that they recognise andin which they feel comfortable."

Toytime for Teletubbies

The Teletubby characters were inspired by the idea of a soft toy which a childclings to as emotional support and this was joined to the idea of technology. "Wedid this by taking a television - the most magical piece of technology for a child -and it put on the tummy of a soft toy. We developed the characters from that,creating technological babies - the Teletubbies."

Not all children can run around freely so Teletubbyland is deliberatelycreated as a large, green outdoor space. "The indoor shots are filmed inside theTeletubbies' home hill - they are not shot in a studio. The whole thing is real,"explains Anne who shivers at the memory of Siberian temperatures in the earlymonths of construction. "The Teletubbies live in the land where television comesfrom, in the land of childhood, in the land of nursery rhymes."

Page 346: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

335

His first word was "Eh-oh!"

Andrew Davenport, the co-creator of Teletubbies, has worked closely withAnne developing the characters. Andrew studied Speech Sciences and over the lastfive years has worked closely with Ragdoll, particularly in his role aswriter/performer on Tots TV. "He's a particularly gifted writer for very youngchildren because of his acute ear for their speech," comments Anne.

Andrew and Anne compiled a list of the first words and phrases thatchildren make their own and this comprises Teletubbies' own vocabulary. Likechildren, the Teletubbies also imitate what they hear so they will attempt tospeak like the narrator and, sometimes, the voice trumpets. The programme isdesigned to be interactive, so a lot of space is left in the programme for thechildren to talk back to the screen.

Teletubbies is specifically designed to aid children's speech development."Children will find the Teletubbies' attempts to speak funny and so they will feelconfident about joining in," explains Anne. "Like children coming into the world,the Teletubbies know nothing. Children watching know this: they see theTeletubbies as beings who know less than they do."

Lifelong learning, "Again, again!" Lifelong learning

Teletubbies is designed to develop thinking skills so that children will beready for more formal learning.

"When they see children in the filmed inserts in the Teletubbies' tummieshaving experiences that reflect their own, they recognise their experience and theexperience of relating to even younger children. They will know what's going tohappen, so their joy when it does is part of helping to learn how to makepredictions - the critical part of learning."

For that reason the insert is shown twice during the episode, a simpletelevisual equivalent to the repetition of favourite songs and books that everyparent knows delights children.

Critically, it is learning through the joy of play. "I want children to smile. Ifthey are smiling they are relaxed. If they are relaxed, they will be confident. Ifthey are confident, they will dare to be curious. If they are curious they will growin confidence. Too often they are harangued to do things before they are ready."

Kids speak out

Teletubbies is resolutely child friendly. Working closely with BBC Education on thefilming of the real-life inserts, Anne chose children's voices over a traditional

Page 347: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

336

narrator. "If a child in the film is aged three, then that child speaks thecommentary. Children watching have to relate to the characters in theprogramme. We found that when we tried adult narration on the children's filmsthat children watching didn't listen with the same attention as they did when achild was speaking."

Besides children, the series uses an orchestra of voices - performers withvarying accents such as the voice trumpets, the narrator and the Lion and the Bear(voiced by Penelope Keith and Eric Sykes) which encourage children to listen.

"I believe television and video are the most underestimated force ineducating our children in the technological age," comments Anne. "It is importantto develop children's thinking skills. A child has to be able to develop the capacityto watch and listen at the same time. That's why children go back to favouritetapes and books time and time again. Those who say, 'I never let my child watchTV,' are denying their children an opportunity to learn."

Through the window of television

We should remember that many little ones spend a great deal of timeindoors in small spaces. We may deplore the conditions in which some childrenlive, so we must always remember that television can be a window to otherpossibilities.

The children who have seen Teletubbies have nicknamed it, 'the sun baby'sprogramme' after the smiling, laughing baby-faced sun that rises each dayover Teletubbyland - a perfect example of the effect of Anne Wood's clevermix of love and research.

2. Tab el ta nya jaw ab dari Anne Wood dan AndrewDaven port

NO KETERANGAN ISI TANYA JAWAB

Pertanyaan: Do you think the Teletubbies help young children? Is it educational?Why?

1.

Jawaban: The Teletubbies have tremendous fun living their lives and they reflecta child's own experiences for their enjoyment. This increaseschildren's confidence, something that everybody needs for a happystart in life.

Pertanyaan: Do you watch children watching your programmes?2.Jawaban: Yes, we do watch children watching Teletubbies and their reactions

tell us a lot about the programme. We know it is working when thechildren watch carefully and respond eagerly. This tells us that theyunderstand the story and will take their own meaning from it. Ifchildren are not stimulated by something on screen they simply walkaway to play with something else!

Page 348: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

337

Pertanyaan: How did you think of the idea for the Teletubbies?3.Jawaban: People often ask how we thought of the idea, but Teletubbies is the

result of a great many ideas and processes painstakingly worked outover two years. The shortest answer is that we look to our audiencefor all our ideas - the programme is build out of how children play, howthey develop language and what they are naturally interested in.Added to that, we include as much comedy as we can.

Pertanyaan: How do you select the children who are featured in the programmes?Do they know that they're going to be seen on Teletubbies? If so, dothey get excited?

4.

Jawaban: We call the parts of the programme where children appear on theTeletubbies' tummy screens the 'inserts'. We have a number ofspecialist insert directors working in different areas of the country wholook out for children with a special interest or passion, no matter howsimple, that they can demonstrate or 'tell' to the camera.

For instance, one director encountered a child who loved washing up.So she filmed the child washing up. The child's enthusiasm speaks foritself on camera. When we showed the insert to children they wereabsolutely riveted! Children do look forward to being on theprogramme. Filming can be hard work for very young children, so wedo our best to make it fun.

Pertanyaan: How old are the Teletubbies? Will they ever age?5.Jawaban: The Teletubbies are characters that behave like children aged about

one or two. They will never grow older any more than Peter Rabbit,Kermit the Frog, Mickey Mouse or James Bond will age.

Pertanyaan: I am interested in working in television production and would like someadvice.

6.

Anne Wood: It was more a case that television found me than I found television. Iwas involved in publishing a magazine about books for children andthat's where it started. Television companies are looking for peoplewith specific skills and experience so be absolutely certain aboutwhich area of television production you want to work in and what skillsand experience you have. Then approach the production companiesyou think are relevant. You can find lists of independent productioncompanies and information about their trade organisation ProducersAlliance of Cinema and Television (PACT) in The Media Guide 2000(a Guardian book published by Fourth Estate at £15.00, ISBN 184115 232-3), or look for a copy in your local reference library.

7. Pertanyaan: On what basis did you compile your list of phrases commonly said bychildren? I am a graduate student in speech and language pathology,and I am wondering if you consulted any language specialists,linguists or even educators? Also, have there been any objectivestudies done on the benefit to early language with regards to yourshow?

Page 349: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

338

AndrewDavenport:

I am also a graduate of speech and language pathology, which I foundinvaluable when 'designing' the language of the Teletubbies based onfeatures of the emerging speech of a young child.

Teletubbies is aimed for children at critical stages of languagedevelopment, so the programme concentrates on music, rhythms,temporal and spatial relations, as well as real children talking in theirown words about their own experiences. This is what we foundchildren enjoyed watching. We did not consult any languagespecialists, but have met many since the programme aired.

I am not aware of any objective studies of the benefits of theprogramme with regard to speech and language development, thoughwe do hear very positive anecdotal reports from parents and carers,notably of children affected by autism.

Sheffield Hallam University conducted a study based on use of theTeletubbies in a classroom situation. The findings were published in1999.

Pertanyaan: What did you like doing when you were young? Did you watch TV? Iask because, as a mother, I have been very careful to keep mychildren away from 'unsuitable' programmes - I consider theTeletubbies very 'suitable'.

Anne Wood: I did not watch TV until I was 14 because nobody in our village couldafford a TV set. Not that we noticed the lack - we used to make up ourown games and, of course, went to Saturday morning cinema

8.

AndrewDavenport:

I was lucky enough to grow up with 'Andy Pandy', 'The Woodentops','Pogle's Wood', 'The Clangers', 'Blue Peter', 'The World About Us','Horizon' and 'Arena', as well as 'Morecambe and Wise' and 'MontyPython'. I had plenty of other interests but television has always beena rich source of information and inspiration.

Not all programmes are necessarily good, or 'suitable', especially foryoung children. Viewing for children always has to be a matter ofpersonal judgement and common sense on behalf of a parent.

Pertanyaan: What do you think of modern technology? Is it harmful or neutral?9.Jawaban: Any child growing up in the modern world has to be familiar with new

forms of technology - TV and video games are now joined by theInternet and computer games. The technology is not harmful in its ownright but common sense tells us to check what message an individualgame or website is giving.

Pertanyaan: Why are the Teletubbies purple, green, yellow and red?10.Jawaban: We chose bright modern colours to go with the technological world of

the Teletubbies. The evidence is that young children prefer brightcolours - and everything in Teletubbyland is bright, happy andenergetic. It is also very important to give each Teletubby charactertheir own colour so that they are easily recognised by a young childwho is trying to follow the story.

11. Pertanyaan: Why are the Teletubbies so appealing to people of all ages from 18months to about 60 years?

Page 350: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

339

Jawaban: The Teletubbies are designed to behave like happy, energetictoddlers, so of course they are appealing! Children enjoy the antics ofthe Teletubbies - they see their own world reflected in the stories.Adults seem to enjoy the innocent fun. Of course, we all enjoy thecomedy and everybody loves a 'Big Hug'!

Pertanyaan: Why do the Teletubbies have such strange names?12.Jawaban: The Teletubbies live in a playful world, over the hills and far away.

Their names are playful and fun to say. In our experience, childrenoften give extraordinary names to their favourite toy characters. Thenames might seem 'strange' to some people, but to Teletubbies - orchildren - they feel just right.

Pertanyaan: Why do you teach little kids 'Eh-oh!' instead of proper English like'Hello'?

13.

Jawaban: This must be the most frequently asked question about theTeletubbies but is also one of the most important in explaining theprogramme. We never teach children to say 'Eh-oh!' - that's just theway the Teletubbies say it. All the children (and adults) in theprogramme say, 'Hello'. We do know that children sometimes say 'Eh-oh!' when they are mimicking the Teletubbies, but they know very wellit's only a game. Children love to play with language - hence nurseryrhymes and nonsense verse - and playing with something is by fa r thebest way to learn about it.

Pertanyaan: Why haven't the Teletubbies got a dog?14.Jawaban: We're not sure that a dog would feel very much 'at home' in the

technological world of the Teletubbies. A toy dog did appear one dayin Teletubbyland. Tinky Winky and Dipsy had a lot of fun makingfriends with it. The episode is called 'Our Dog Alice'.

Pertanyaan: Why does Po speak Cantonese?15.Jawaban: Teletubbies is for all children, many of whom grow up speaking more

than one language. Po can speak Cantonese and enjoys using thislanguage as well as English. Po sometimes sings this song when sherides her scooter: "Fi-dit, fi-dit, fi-dit!" (fast) and, "Mar, mar, man!"(slow). They are English transcriptions of Cantonese. Po sometimescounts in Cantonese: "Ya, yi, sam, sae, mmm," (1,2,3,4,5).

Pertanyaan: In Britain, at least, there's a recurring view that very young childrenought not to be watching television. Is there anything from the successof Teletubbies that may have helped to disprove that argument?

Anne Wood: I can only speak from experience - and we have a lot of parents writingto say how much their children have benefited from watchingTeletubbies. This programme, they say, has made a significantcontribution to their children's development.

All anyone can do is their best and in order to do best you've got to beable to relax. Television is a perfectly legitimate way for parents andchildren to relax together.

16.

AndrewDavenport:

Teletubbies are extremely good role models: they're active; they'resocial; they love each other; they support each other; they approacheverything with enthusiasm and with curiosity; and they are extremelypositive. What's more, all the evidence is that when children watchtelevision they are not vegetating: they are dancing with theTeletubbies; they are singing with the Teletubbies; they are answeringback and telling the Teletubbies what to do.

17. Pertanyaan: You were criticised at the time for choosing babyish voices for theTeletubbies. What was the reason for them?

Page 351: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

340

Anne Wood: Because they are babies - they are technological babies - so, for adramatic reason, you couldn't get them to speak as adults.

Andy and I compiled a list of the words and phrases that children firstmake their own and this comprises the Teletubbies' own vocabulary.Like children, they also imitate what they hear, so they will attempt tospeak like the narrator and, sometimes, like the voice trumpets. Andyis a particularly gifted writer for very young children because of hisacute ear for how they speak, which, of course, reflects how theythink.

Andrewdavenport:

Children learn language in the real world. Thus as an audience theywant to listen and pay attention, but what they are lacking - away fromTeletubbies - is information laid out in a form they can assimilate. Weprovide a set of voices that children respond to.

Adults speak like adults, children speak like children and Teletubbiesspeak like Teletubbies. Children understand a lot more aboutlanguage than we credit them for.

Children learn different voices from different sources and you cannever stop children learning language. You can only inform theirimagination.

Pertanyaan: Why does Teletubbyland look like it does?18.Jawaban: The Teletubbies live in their own world and the rabbits, the baby sun,

the windmill and the voice trumpet are just part of the landscape forthem. The Teletubbies love the rabbits and enjoy the flowers whosometimes speak. The voice trumpets represent the manytechnological devices that are a natural part of a child's life.

The baby sun offers reassurance as it is always happy and watchesthe Teletubbies with the same enjoyment that children do.

Pertanyaan: My friend has seen Teletubbies abroad and it's different...Why?19.Jawaban: Through the magic of Tubbytronic technology the Teletubbies can

make the programme to suit many different cultures around the world.This means that children in any country feel really comfortable with theTeletubbies because they speak in their language and show aspectsof local life in the inserts.

Pertanyaan: How could you have been so confident that children would love theTeletubbies? What form did your research take?

Anne Wood: Our ideas develop through watching children in our specially designedRagdoll shop in Stratford-upon-Avon and through our focus groups,which include individual families across the British Isles. We employfull-time testers, who copy tapes and provide equipment, and ourresearch is non-stop. We film children watching our programmes sothat we can learn from their body language and what they talk about.You can tell when their interest has been caught. We positively createopportunities for responses - we are constantly on the receiving end ofreactions and they constantly influence what we do.

20.

AndrewDavenport:

Informal response gathering helped to provide us with the wholestructural basis of Teletubbies. It's the way we keep in touch with ouraudience. There are ways of researching adult responses toprogrammes. Our way is to study the responses of children and wehave to be ingenious with the techniques.

Page 352: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

341

Pertanyaan: What is the thinking behind the filmed inserts and why are theyrepeated?

Anne Wood: Children need to look at things much more than adults. Our formatenables them to listen and watch; they need to see things over andover again. It's one of the rules of producing the programme that theTeletubbies appear to play spontaneously, in the way that children do.It's a game that we are playing; children know that it is not real.Children live in the same world as the rest of us, but they perceive itdifferently.

21.

AndrewDavenport:

We have some evidence of how children respond to seeing thingsagain and again. A very young child can use videos to repeat asection of a programme over and over again. It's part of Teletubbies'function to encourage children to become screen literate: it's going tobe a world of screens rather than pages when they grow up.

Children's voices are used in the inserts: as soon as children saw theearly experimental inserts with children's voices in them, they lockedon to them. Children find it easier to listen to other children and seebaby shaped things.

We use television as a constructive thing, we can speed things up andwe can slow things down. We're just being silly with television, childrenknow that.

Pertanyaan: How did you research the programme?Anne Wood: Our ideas develop through watching children in our specially designed

Ragdoll shop in Stratford upon Avon, and through our focus groups,which include individual families across the British Isles. We employfull time testers, copying tapes and providing equipment, and ourresearch goes on all the time. We film children watching theprogrammes so that we can learn from their body language and whatthey talk about. You can tell when their interest has been caught.

22.

AndrewDavenport:

The informal response gathering helped to provide us with the wholestructural basis of Teletubbies. It's the way we keep in touch with ouraudience. There are ways of researching adults' response toprogrammes. Our way is to study the responses of children and wehave to be ingenious with the techniques

Pertanyaan: How important is the sound in Teletubbies?Anne Wood: It is very important. The way the sound is placed becomes space for a

child to predict. It is all to do with anticipating action. The music isspecially composed by Andrew McCrorie-Shand to be listened to bychildren. He has an intuitive understanding of how children hearmusic. The music is designed to get children to say, 'What's that?’.

23.

AndrewDavenport:

Sound is used in an active manner. Space is left for children torespond. One important use of sound is so that children can anticipatewhat's coming next, but the programme is so visual that it can beenjoyed with the sound down. Children with impaired hearingparticularly enjoy Teletubbies.

It is to do with making predictions from clues in the sound as well asfrom what a child can see on the screen. When a child can anticipateaccurately they get confidence, and so by the end of a programme, achild is feeling more confident because they've worked out forthemselves what's going to happen. As a writer, I write in the sound asa part of the programme.

Page 353: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

342

Pertanyaan: What was the reaction outside Ragdoll to your early ideas?Anne Wood: The first presentations I ever made on the idea were greeted with a

kind of stunned silence. Someone in the BBC asked, 'Are these realrabbits?' In the US they thought it looked like a post-nuclear landscapecaught in sunshine!

24.

AndrewDavenport:

Everyone seeing it for the first time was aware they were seeingsomething completely new. They were all intrigued, but we were verymuch aware that if it had not come from the company with thereputation of making Tots TV, Rosie and Jim, and Brum, it wouldnever have got as far as it did. Very young children have no problemin identifying with what we have created. To them, it's all perfectlylogical.

Pertanyaan: What was your inspiration?Anne Wood: It came from a challenge. The BBC already had successful Pre-School

programmes, but these were for a higher age group than Teletubbies.The BBC wanted a programme for children younger than anyone hadever dared make before.

25.

AndrewDavenport:

We perceived the possibility for a different approach. Much had notbeen addressed before because of the reservations many peoplehave about television for very little children. That was the inspirationand the challenge.

Pertanyaan: Where did the idea for something so innovative come from?Anne Wood: Our ideas always come from children. If you make something for

children, the first question you must ask yourself is 'What does theworld look like for children?' They perceive the world very differentlyfrom grown-ups. We spend a lot of time watching very young children,how they play, how they react to the world around them, what they say

26.

AndrewDavenport:

Teletubbies is a worldwide success because children are the same theworld over. They grow, they learn language, and they learn to talk, tothink the same, wherever they grow up.

Pertanyaan: How much did the views you were getting differ from those reported bythe press from some parents and carers?

Anne Wood: Totally. Our confidence in the programme came from childrenwatching. We also had a very positive reaction from children to thefirst showing. What was disconcerting was criticism from those withineducation about our well-researched educational input. There is a lackof awareness still in Britain about how early learning starts.

27.

AndrewDavenport:

We had been receiving responses to the programme for longer than ithad been on air from children who had been shown the programme.So we had a picture of how it was being perceived that was different towhat the papers were reporting.We have structured Teletubbies from a very young child's point ofview. When certain things are seen or happen in the programme, suchas the windmill turning, children can predict what is going to happen.Likewise, with the voice trumpets: they make sound 'concrete.'The programme directs children to listen: so much of the environmentin which children grow up now precludes them learning from listening.Teletubbies actively functions to direct their listening.

28. Pertanyaan: Where is Teletubbies filmed?

Page 354: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

343

Anne Wood: Teletubbies is filmed in the open air on a site in the Warwickshirecountryside. The Teletubbies' dome is real (and we can film insidewhen rain prevents us from working outside). The hills are real, therabbits are real, the windmill is real, some of the grass and flowers arereal and some are artificial. And the Teletubbies are real, in the sensethat they run and play in Teletubbyland just as you see them onscreen.We use computer generated images for a lot of the special effectssuch as the animals walking across the hills, water, boats and so on.Filming takes place for six months of the year: it's exhausting hardwork. It looks easy, but it's incredibly difficult. In addition to the peopleon site we have people working on post-production at facilities housesand at Pinewood Studios.It can take up to six months to make one half hour programme:scripting, directing, producing and editing. It is a highly craftedprogramme. Our performers who work with the Teletubbies have doneso well: it's very demanding work.

AndrewDavenport:

If you are making a fantasy for a child you must work very hard to takeit seriously: the colours, sets, voices, which character does what. Somany people are involved in making Teletubbies and they carepassionately about it. You can't expect a child to take a fantasyseriously if you have any cynical thinking. For us, Teletubbyland has tobe real; we believe in it absolutely.

Pertanyaan: How would you answer those people who say merchandising exploitsyour children?

Anne Wood: Far from exploiting children, we are creating a fantasy for them to playwith. Research indicates that children under seven can play veryimaginatively and even more imaginatively as a result of television.You can't ban merchandising. The merchandising industry is part ofour age. It's a fact of life that requires us to finance our work from thatsource. A broadcaster will not provide all of the funds to anindependent producer such as Ragdoll to make programmes. Thebalance has to come from merchandising.

29.

AndrewDavenport:

We are constantly asked this. Teletubbies enjoys success because itis good. If it were exploitative, it would have died by now.

Pertanyaan: Does Teletubbies differ from one country to another?Anne Wood: The voice will change in some cases. The American programmes are

longer, with an American voice for the narrator. In some countries,such as Portugal, the inserts are re-made to show local children. Wehope to encourage other countries to make their own inserts and thenwe can show some of them in the Teletubbies programmes broadcastby the BBC and other stations.

30.

AndrewDavenport:

The programme has to take note of speech patterns around the world.So in Estonia children know it as 'Teletupsuds.' And in theneighbouring country, Finland, whose language is similar, Tinky Winkyis Tiivi Taavi, Dipsy is Hipsu, Po is Pai - and Laa Laa stays the same.The essence always stays the same - it's funny in any language.

Pertanyaan: Are your other programmes influenced by the success of Teletubbies?31.Anne Wood: Each concept for a good programme is complete unto itself.

Teletubbies won't affect Rosie and Jim. If these concepts have a truthabout them, they are so self-evident that they can't be destroyed. Eachproject really has sufficient strength, a resilience, which prevents itfrom being influenced or diluted. One thing I have learned: the fewerwords the better.

Page 355: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

344

AndrewDavenport:

The other programmes have always been very strong. WhatTeletubbies has done is raise their profile and drawn attention toRagdoll's work.

Pertanyaan: Can we visit Teletubbyland?32.Jawaban: Teletubbyland is located at a secret spot in the heart of the

Warwickshire countryside and as a film set is not open to the public.However the Ragdoll shop in Stratford upon Avon has many Teletubbyattractions for young children including a Teletubbies theme roomcomplete with Teletubby control panel, Teletubby slide and Noo-nooride-on. Children can also talk to the Teletubbies on the phone andwrite and post them a letter or drawing in their own Teletubby postbox.

Pertanyaan: What next?Anne Wood: If you are working for children, there is always something new to

discover. We are both moving forward to bring something new to ourwork.

33.

AndrewDavenport: One possibility is a feature film - but not of the Teletubbies

Catatan tambahan: Tabel di atas disusun kembali dengan perbaikan berdasarkannaskah yang dipublikasikan melalui domain internet milik BBC Corporation dan RagdollProduction.Online Document: http://www.bbc.co.uk/education/teletubbies/information/faq/ danhttp://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/

3. Tel etu bbies Covera ge

Teletubbies has been sold to 102 broadcasters in 78 territories and can be seen in

111 countries and is translated into 41 languages.

In fact these programmes can be picked up by other territories via satellite

increasing the total number of countries which can receive Teletubbies to over

120.

Algeria, Antigua & Barbuba, Argentina, Australia, Austria, Bahamas, Bahrain,

Barbados, Belgium, Belize, Bolivia, Bosnia, Brazil, Bulgaria, Cayman Islands,

Canada, Chad, Chile, China, Colombia, Costa Rica, Croatia, Cuba, Czech Republic,

Denmark, Dominican Republic, Djibouti, Dubai, Ecuador, Egypt, Eire, El Salvador,

Estonia, Finland, France, Germany, Greece, Grenada, Guadeloupe, Guatemala,

Honduras, Hong Kong, Hungary, Iceland, India, Indonesia, Iran, Iraq, Israel, Italy,

Jamaica, Japan, Jordan, Kenya, Kuwait, Latvia, Lebanon, Libya, Lithuania,

Page 356: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

345

Malaysia, Malta, Martinique, Mauritania, Mexico, Montenegro, Montserrat,

Morocco, Myanmar, Netherlands, New Zealand, Nicaragua, Norway, Oman,

Panama, Paraguay, Peru, Philippines, Poland, Portugal, Puerto Rico, Qatar, Russia,

Saudi Arabia, Serbia, Singapore, Slovakia, Slovenia, Somalia, South Africa, South

Korea, Spain, St Kitts - Nevis, St Lucia, St Vincent & the Grenadines, Sudan,

Sweden, Switzerland, Syria, Taiwan, Thailand, Trinidad & Tobego, Tunisia, Turkey,

United Arab Emirates, United Kingdom, United States, Ukraine, Uruguay,

Venezuela, Virgin Islands, Yemen.

Online document:

http://www.ragdoll.co.uk/teletubbies/progr_teletubbiescoverage.html

4. Tel etu bbies Award ed

2001 Best Pre-school Education AwardThe Royal Television Society

2000 The IndiesBBC AUDIO CALLEighth Annual AwardsIndependent TV Productions

1999 LIMA Awards (Licensing Industry Mercahandising Awards/USA),5 categories.

Page 357: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

346

1999 The IndiesNICKLEODEON UK CHILDREN'S AWARDSeventh Annual Awards forIndependent Television Productions

1998 CHILDREN'S BAFTABest Pre-School Programme

1998 Marketing Society AwardsNew Product of the Year

1998 THE Nats CHILDREN'S AWARDSixth Annual Awardsfor Independent Television Productions

1998 VENDOR OF THE YEARRavensburger

1997 PROGRAMMES AWARDAwards of Excellence (Video Rome Entertainment)'Dance with the Teletubbies''Here Come The Teletubbies'

1997 British Association of Toy RetailersToy of the Year (Golden Bear)

1997 AWARD FOR CHILDREN'S ENTERTAINMENTRoyal Television Society

Page 358: Tonny, Konstruksi Teknologi Layar dan Teknologi Global (Skripsi S1)

347

1997 CITY OF BIRMINGHAM AWARDBest Midlands ProducedChildren's Television Production of 1997(Celebrating a unique contribution tothe media industry in the region)

1997 GRANDPRIZE WINNERPRE-SCROOL EDUCATION CATEGORY24th Japan Prize International Contest, Tokyo'Teletubbies - Playing in the Rain'