tipes

Upload: andi-asmitha-abrar

Post on 06-Mar-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tipes

TRANSCRIPT

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. An

Umur

: 6 tahun

Alamat

: Jl. Ablam lorong 10/22 F

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Tanggal masuk RS SM: 4 AGUSTUS 2014

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama

: Demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk Puskesmas.RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan utama demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk Puskesmas. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39 C, Bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, Panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas.

Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak gelas aqua (100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB 3 hari. BAK normal.

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah ataupun mengalami sakit serupa.

Riwayat makan: Sebelum sakit pasien makan banyak 3 kali sehari atau lebih, porsi cukup dan bervariasi. Kadang-kadang pasien suka jajan makanan dan minuman di luar rumah, seperti chiki-chikian. Namun, saat sakit nafsu makan pasien berkurang.

Riwayat BAB: Sebelum sakit BAB pasien lancar, teratur 1x sehari,

konsistensi lunak, warna coklat kekuningan, darah (-),

lendir (-). Saat sakit pasien mengeluh susah BAB.

Riwayat BAK: Lancar, banyak, kuning, tidak nyeri sewaktu BAK.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

Ada riwayat alergi terhadap debu, dingin. Biasanya berupa bersin-bersin dan sesak pada dada. Tidak ada riwayat kejangRIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

A. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Pasien dikandung cukup bulan dan sesuai masa kehamilan. Ibu pasien memeriksakan kehamilannya secara teratur selama hamil. Ibu pasien tidak memiliki keluhan yang berarti. Pasien dilahirkan di Bantu oleh dokter. Lahir spontan, langsung menangis, pergerakan aktif dan tidak ada cacat fisik maupun trauma lahir. Berat badan lahir 3600 gr, panjang badan lahir 51 cm.

Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

B. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

Riwayat Pertumbuhan

Menurut ibu pasien pertambahan berat badan dan tinggi badan pasien terus meningkat sampai sekarang. KMS pasien sudah hilang.

C. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

PenyakitUmurPenyakitUmur

Diare-Darah-

Otitis-Difteri-

Radang paru-Morbili-

Tuberkulosis-Parotitis-

Kejang-Demam berdarah-

Ginjal-Demam Typhoid-

Jantung-Operasi-

Cacingan-Kecelakaan-

Alergi (biduran)+Lain lain-

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA

Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit tertentu. Sekarang tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 4 agustus 2014PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

:

Frekuensi nadi : 124x / menit

Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Frekuensi napas : 24x / menit

Suhu tubuh

: 37,1 C

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KEPALA

Bentuk dan ukuran

: Normocephal Rambut dan kulit kepala: Hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut Mata : Palpebra superior tidak edema, mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak anemis, pupil bulat isokor, diameter 3mm, refleks cahaya +/+ Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung Mulut : Bentuk normal, bibir tidak kering, tidak ada sianosis, tidak keluar darah dari mulut, ditemukan adanya stomatitis, lidah kotor di bagian tengah, tepi lidah hiperemis, tidak ada tremor lidah Tenggorokan

: Faring tidak hiperemis, tonsil T1 tenang Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba, kelenjar submandibula, supra-infra clavicula dan cervical tidak terabaTHORAX

Paru

- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi intercostae dan suprasternal

- Palpasi: Stem fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama kuat

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru batas paru-hepar di ICS VI MCL dektra

- Auskultasi: suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

Jantung

- Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

- Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri

- Perkusi : redup, batas jantung kiri : sela iga V linea midclavicula sinistra

kanan: parasternal

atas: sela iga II linea parasternal sinistra

- Auskultasi: BJ I dan II murni, murmur (-), Gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : tampak datar

- Palpasi : hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dextra, konsisitensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (+), lien tidak teraba, defans muskular (-)

- Perkusi : timpani, shifting dullness (-), meteorismus (+)

- Auskultasi : bising usus (+) normal

GENITALIA

: , bentuk normal

ANUS REKTUM : tidak tampak kelainan dari luar

EKSTREMITAS : akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema, tidak ada deformitas

KULIT : turgor baik, petechiae (-)

KGB : submandibula, cervical, supra-infra clavicula, axilla, inguinal tidak teraba

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis

Tendon achilles: +/+, normal

Lutut

: +/+, normal

Biceps

: +/+, normal

Triceps

: +/+, normal

Refleks Patologis

Babinski

: -/-, normal

Chaddock

: -/-, normal

Oppenheim

: -/-, normal

Gordon

: -/-, normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin

12,4 gr%

12-14gr/dlTrombosit

152.000/l

150.000-400.000

Leukosit

3.600/l

4.000-10.000

Serologi Widal

Salmonella Typhi O

(-) Salmonella Typhi H

(+)1/160Salmonella Paratyphi A O(-)

Salmonella Paratyphi A H(-)

Salmonella Paratyphi B O(-)

Salmonella Paratyphi B H(+)1/80Salmonella Paratyphi C O(+) 1/320

Salmonella Paratyphi C H(-)

RESUME

Telah diperiksa seorang anak berumur 6 tahun datang ke puskesmas Barabarayya dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang timbul sejak 5 hari. Demam bersifat naik turun terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas pasien kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak. Pasien juga menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 4 hari. Pasien juga mengeluh susah BAB sejak 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering jajan makanan di luar rumah. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap debu, dingin Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis.

Tanda vital :

Frekuensi nadi: 124 x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat Tekanan darah: 120/80 mm Hg Frekuensi napas: 24 x/menit Suhu tubuh

: 37CPada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali 2 cm dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan licin, konsistensi kenyal, dan nyeri tekan (+).

Pada pemeriksaan laboatorium didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella Typhi H (+) 1/160 dan Salmonella Paratyphi B H (+) 1/80.DIAGNOSA

Demam tifoid

DIAGNOSA BANDING

- DHF

- ISK

- Bronkitis

- Influenza

- TB paru

- Demam paratifoid

- Bronkopneumonia

PENATALAKSANAAN

Tirah baring selama 2 minggu

Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat.

Causal

Kloramfenikol

: 44 kg x 50 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis)

: 4 x 550 mg sehari

Simptomatis

Paracetamol

: 44 kg x 10 mg/kgBB/kali

: 3 x 440 mg (bila demam)

Metoclopramid

: 44 kg x 0,1 mg/kgBB/kali

: 4,4 mg (bila mual)

Gliseril Guaiakolat:100 mg x6 (tiap 4 jam)

ANJURAN PEMERIKSAAN

Kultur darah (gaal)

Kultur feses

Pemeriksaan urine lengkap

Pemeriksaan foto thorax

Tes mantoux

Widal ulang

PROGNOSA

Ad vitam

: bonam

Ad fungtionam: bonam

Ad sanationam: bonam

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 4 Agustus 2014S: Demam (+), mual (+), nyeri perut (+), batuk (+), pilek (-), tidak sakit

menelan. BAB dan BAK lancar normal.

O: KU: tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tensi : 120/70 mmHg

Nadi : 116x/menit

Suhu : 38C

Respirasi : 30x/menit

Pemeriksaan fisik abdomen :

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/- SI -/-

Telinga

: Serumen -/-

Hidung

: Sekret -/-

Mulut

: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok

: Faring Hiperemis -

Turgor

: Normal ; Tonus Normal

Extremitas

: Akral hangat; Normal ; Oedem -

Thorax

: BJ I-II +, regular

Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen BU

: NormalTanggal 5 agustus 2014S: Demam (+), mual (+), muntah (-), sakit perut (+), batuk (+) kadang- kadang. BAK lancar, warna kuning jernih. BAB (-)

O: KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit

Suhu : 37,7C

Respirasi : 28x/menit

Pemeriksaan fisik abdomen :

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/- SI -/-

Telinga

: Serumen -/-

Hidung

: Sekret -/-

Mulut

: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok

: Faring Hiperemis -

Turgor

: Normal ; Tonus Normal

Extremitas

: Akral hangat; Normal ; Oedem -

Thorax

: BJ I-II +, regular

Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen BU

: Normal

Tanggal 6 agustus 2014S: Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk kadang-kadang. Os susah makan tapi mau minum. BAK lancar dan banyak. BAB (-)

O: KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 96x/menit

Suhu : 37C

Respirasi : 30x/menit

Pemeriksaan fisik abdomen :

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/- SI -/-

Telinga

: Serumen -/-

Hidung

: Sekret -/-

Mulut

: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok

: Faring Hiperemis -

Turgor

: Normal ; Tonus Normal

Extremitas

: Akral hangat; Normal ; Oedem -

Thorax

: BJ I-II +, regular

Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen BU

: Normal

Tanggal 7 agustus 2014S: Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk kadang-kadang. Os susah makan tapi mau minum. BAK lancar dan banyak. BAB (-)

O: KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 90x/menit

Suhu : 36,5C

Respirasi : 26x/menit

Pemeriksaan fisik abdomen :

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/- SI -/-

Telinga

: Serumen -/-

Hidung

: Sekret -/-

Mulut

: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok

: Faring Hiperemis -

Turgor

: Normal ; Tonus Normal

Extremitas

: Akral hangat; Normal ; Oedem -

Thorax

: BJ I-II +, regular

Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen BU

: Normal

Tanggal 8 agusutus 2014S: Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk berkurang. BAK lancar dan banyak. BAB 1x konsistensi lunak, tidak ada darah dan lendir.

O: KU : tampak sakit ringan

Kesadaran : CM

Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 90x/menit

Suhu : 36C

Respirasi : 24x/menit

Pemeriksaan fisik abdomen :

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/- SI -/-

Telinga

: Serumen -/-

Hidung

: Sekret -/-

Mulut

: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok

: Faring Hiperemis -

Turgor

: Normal ; Tonus Normal

Extremitas

: Akral hangat; Normal ; Oedem -

Thorax

: BJ I-II +, regular

Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen BU

: Normal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, CB. Epidemiologi

Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

C. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Gambar 1. Salmonella Typhi

D. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penelitian yang dilakukan terhadap sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism adalah 105-109 organisme, dengan masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari, bergantung jumlah kuman yang dapat masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi tubuh dengan menembus mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen sample sel yang dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus, berhubungan dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama olah makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.

Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Gambar 2. Patofisiologi Demam Tifoid

E. Manifestasi klinis

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa infeksi akut pada umumnya yaitu

Demam sekitar interminten/remiten

Lidah kotor, mulut kering, mual muntah

Gambaran gejala saluran nafas atas

Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah

Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/ hepatomegali

Raseola mungkin ditemukan

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa

Demam kontinyu

Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit)

Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung

Hepatomegali dan splenomegali,

Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan kehilangan nafsu makan

Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:

Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi

Jika keadaan memburuk:

Disorientasi, bingung, insomnia,

Komplikasi perdarahan dan perforasi.

F. Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik. Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-positif terjadi.

Tes Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :

a). agglutinin O (dari tubuh kuman)

b). agglutinin H (flagella kuman)

c). agglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.

Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :

1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya infeksi aktif.

2) Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.

3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :

1) Pengobatan dini dengan antibiotik

2) Gangguan pembentukan antibodk dan pemberian kortikosteroid

3) Waktu pengambilan darah

4) Daerah endemik atau non endemik

5) Riwayat vaksinasi

6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat demam tifoid masa lalu atau vaksinasi

7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.

Kultur darah

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.

2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman

3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.

4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.

G. Penatalaksanaan

Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalkasaan yang tepat merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi. Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.

Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO) harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba. Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.

Pemberian terapi tambahan dengan dexametason(3mg/kgBB dosis awal, diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan pengawasan .

Gambar 4. Pengobatan pada demam tifoid

Gambar 5. Antibiotik yang direkomendasi untuk demam tifoid

H. Komplikasi

Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan ekstraintestinal.

Intestinal

: peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi

Ekstraintestinal : ensefalitis, pneumonia, meningitis, osteomielitis, hepatitis.

I. Pencegahan

Higiene peorangan dan lingkungan

Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan penanganan pembuangan limbah feses.

Imunisasi

Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid, terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.

Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.

Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari (hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.

J. Prognosis

Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and Prevention of Thypoid Fever. Comunicable Disease Surveillance and Response Vaccinase and Biologicals. WHO.

Bhutta ZA. 2006.Clinical Review. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Thypoid Fever. BMJ; 333: 78-82

Braunwald. 2008.Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition, New York,

Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http:// emedicine.medscape.com/article 231135-overview dikunjungi pada 20 Februari 2011.

Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Nugroho Edi, Maulani RF. Jakarta EGC

Ranjan L.Fernando et al. 2001. Tropical Infectious Diseases Epidemiology, Investigation, Diagnosis and Management, London,;45:270-272

Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta FKUI

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

THYFOID

Oleh :

ANDI ERILKA SRI ABRAR

RESKI APRIANTI PINNIRISKI RAHAYU SOFIANIPembimbing

dr.Fauziah Dachlan Saleh, M.KesDIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014