tinjuan-sirosis-hepatis

26
BAB I PENDAHULUAN Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Salah satu menifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5 Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan – laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian 1

Upload: jo-parfait-ii

Post on 08-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hvhvjbbj

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna

bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari

ligamentum Treitz. Salah satu menifestasi hipertensi porta adalah varises

esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah

yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis

di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar

akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain

menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik

(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.

Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di

Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan – laporan dari

beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien

sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam

dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun

dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di

Bagian Penyakit Dalam. 1-5

Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia

terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis

(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki – laki dapat

timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan

seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala – gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,

meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.

1

Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung

lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan

berlangsung terus menerus atau tidak. 1-5

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang

ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan

nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses

regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang

mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.1,2,3

II. EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian

terbesar ketiga pada pa s i en yang be rus i a 45 – 46 t ahun ( s e t e l ah

penyak i t ka rd iovasku l e r dan kanke r ) . D i seluruh dunia, sirosis

menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orangmeninggal

setiap tahun akibat penyakit ini.4

Leb ih da r i 40% pas i en s i ro s i s a s im toma t i s . Kese lu ruhan

i n s idens i s i r o s i s d i Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya sebagian besar akibatpenyakit hati alkoholik maupun infeksi

virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya

laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS

Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari

pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun

(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun d i j umpa i pa s i en s i ro s i s ha t i

s ebanyak 819 (4%) pa s i en da r i s e lu ruh pa s i en d i Bag i an Penyakit

Dalam.2

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata

terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49

tahun.

3

III. KLASIFIKASI

Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara

fungsional danetiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis

hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mik ronodu l a r  Ditandai dengan terbentuknya septa tebal

teratur, di dalam septa parenkim hatimengandung  nodul  halus  dan

kecil  merata  di  seluruh  lobus. Pada  sirosis mikronodular, besar

nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini biasanya disebabkanalkohol atau

penyakit saluran empedu.2,4,5

2. Makronodu l a r  Ditandai dengan terbentuknya septa dengan

ketebalan bervariasi, mengandungnodul yang besarnya juga

bervariasi ada nodul besar didalamnya, ada daerah luasdengan

pa renk im yang mas ih ba ik a t au t e r j ad i r egene ra s i

pa r enk im . T ipe i n i biasanya tampak pada perkembangan hepatitis

seperti infeksi virus hepatitis B.2,4,5

4

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).2,4,5

Sedangkan s eca ra fungs iona l , s i r o s i s hepa t i s d ibag i men j ad i

kompensa t a dan dekompensata.

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada

stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.

Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan skrining.2,4,5

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya

gejala-gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.2,4,5

IV. ETIOLOGI

1. Alcoholic liver disease

Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol

berat. Alkohol tampaknya melukai hati dengan menghalangi

metabolisme normal protein, lemak,dan karbohidrat.2,3

2. Hepatitis C kronis

Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati

yang selama beberapa  dekade  dapat mengakibatkan  sirosis.

Dapat didiagnosis  dengan tes serologi yang mendeteksi antibodi

hepatitis C atau RNA virus.2,3

5

3. Hepatitis B kronis

Vi ru s hepa t i t i s B menyebabkan pe radangan dan ke rusakan

ha t i yang s e l ama beberapa  dekade  dapat  mengakibatkan  sirosis.

Hepatitis  D  tergantung pada kehadiran hepatitis B, tetapi

mempercepat sirosis melalui ko-infeksi. Hepatitis Bkronis  dapat

didiagnosis  dengan  deteksi  HBsAg>  6  bulan  setelah infeksi awal.

HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai apakah pasien perlu

terapi antiviral.2,3

4. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)

Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi

penyebab jaringan parut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan

dengan diabetes, kekurangan gizi protein,  obesitas,  penyakit  arteri

koroner,  dan  pengobatan  dengan obat kortikosteroid. Penyakit ini mirip

dengan penyakit hati alkoholik tetapi pasien tidak memiliki riwayat

alkohol. Biopsi diperlukan untuk diagnosis.6

5. Sirosis bilier primer 

Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus,

dan non ikterik hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya

disertai elevasi alkali fosfatase serta peningkatan kolesterol dan

bilirubin. Hal ini lebih umum pada perempuan.2,3

6. Kolangitis sklerosis primer 

PSC ada l ah gangguan ko l e s t a s i s p rog re s i f dengan ge j a l a

p ru r i t u s , s t e a to r rhea , kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit

tulang metabolik.2,3

7. Autoimmune hepatitis

Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati

yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya jaringan parut dan sirosis.

Temuan yang umum didapatkan yaitu peningkatan globulin dalam serum,

terutama globulin gamma.

6

8 . S i ro s i s j an tung .

Ka rena gaga l j an tung k ron i s s i s i kanan yang menga rah

pada kemacetan hati.2,3

9. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain:2,3,5

a) Defisiensi alpha1-antitripsin

Merupakan gangguan autosomal resesif. Pasien juga mungkin

memiliki PPOK, terutama jika mereka memiliki riwayat merokok

tembakau. Serum AAT selalu rendah.

b) Hemakhomatosis herediter 

Biasanya hadir dengan riwayat keluarga sirosis, hiperpigmentasi kulit,

diabetes mellitus, pseudogout, dan / atau cardiomyopathy,

semua karena tanda-tanda overload besi. Labor akan

menunjukkan saturasi transferin puasa> 60% danferritin >300

ng/mL.

c ) Penyak i t Wi l son

Kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan ceruloplasmin serum

rendah dan peningkatan kadar tembaga pada biopsi hati hati.

d) Penyakit simpanan glikogen tipe IV

e) Tirosinemia herediter

f ) Ga l ak to semia

g) Intoleransi fruktosa herediter  

10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.

V. PATOGENESIS

Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis),

sesuai dengan etiologinya.  Jika  etiologinya  ditangani  pada  tahap  ini,

perubahan  tersebut  masih sepenuhnya reversibel.2,3

Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang

menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui

organ dan mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan

peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanyameny impan v i t amin

7

A, da l am pengembangan s i ro s i s . Ke rusakan pada pa renk im ha t i

menyebabkan  aktivasi  sel  stellata,  yang  menjadi kontraktil  (myofibroblast)

dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan

TGF-β1, yang mengarah pada  respon  fibrosis  dan  proliferasi  jaringan ikat.

Selain  itu,  juga  mengganggu ke se imbangan an t a r a ma t r i k s

me t a l l op ro t e ina se dan i nh ib i t o r a l ami (T IMP 1 dan 2 ) ,

menyebabkan kerusakan matriks.2,3

Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit,

yang pada akhirnyamenggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada

penurunan aliran darah di seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke

hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi  portal

bertanggung  jawab  atas  sebagian  besar  komplikasi parah sirosis.2,3

VI. MANIFESTASI KLINIS

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang

ditemukan pada waktupas i en me l akukan pemer ik saan ru t i n a t au

ka r ena ke l a inan penyak i t l a i n . Ge j a l a awa l sirosis (konpensata)

meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut  kembung,  mual,  berat badan menurun, pada laki-laki

dapat  timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta

menurunnya dorongan seksualitas.2

Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua

tipe gangguanf i s i o log i s : kegaga l an pa renk im ha t i dan h ipe r t ens i

po r t a l . Kegaga l an pe renk im ha t i memperlihatkan gejala klinis berupa :

1 . Ik t e ru s

2 . As i t e s

3. Edema perifer 

4. Kecenderungan perdarahan

5. Eritema Palmaris

6. Spider nevi

7. Fetor hepatikum

8. Ensefalopati hepatik 3,7,8

8

Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara

lain:

1. Varises oesophagus dan lambung

2. Splenomegali

3. Perubahan sum-sum tulang

4. Caput medusa

5 . As i t e s

6. Collateral veinhemorrhoid 

7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)3,7,8

VII. DIAGNOSIS

Pada s aa t i n i , penegakan d i agnos i s s i r o s i s ha t i t e rd i r i

a t a s pemer ik saan f i s i s , l abo ra to r i um, dan USG. Pada ka sus

t e r t en tu d ipe r l ukan pemer ik saan b iops i ha t i a t au peritoneoskopi

karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan

sirosis hati disi.2

a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik

1. Ha t i : p e rk i r aan be sa r ha t i , b i a sa ha t i membesa r

pada awa l s i r o s i s , b i l a ha t i mengecil artinya, prognosis

kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya

kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri

tekan pada perabaan hati.

2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.

3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral

dan ascites.

4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy

pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput

medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan

adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria.

Bisa juga dijumpai hemoroid.2,5

9

b) Laboratorium

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup

tinggi, dengan AST>ALT. Namun, aminotransferase normal

tidak menyingkirkan sirosis.

2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih

tinggi pada penyakithati kronis karena alkohol.

4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang

berlangsung.

5. A lbumin - r endah ak iba t da r i menurunnya fungs i

s i n t e t i s o l eh ha t i dengan sirosis yang semakin

memburuk.

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor

pembekuan.

7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari

hati ke jaringan limfoid.

8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk

mengeluarkan air bebas akibat dari tingginya ADH dan

aldosteron.

9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan

menurunnya sintesis thrombopoietin  dari  hati. Namun,  ini

jarang  menyebabkan jumlah  platelet<50.000 / mL.

10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan

marginasi limpa.

11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar

faktor-faktor koagulasidan dengan demikian

koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit

hati.3,5

c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

10

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises

esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi  : dapat  dilihat  varises  esofagus  sebagai

komplikasi  sirosishati/hipertensi portal.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah

mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada

penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran,

permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena

hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah

hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion).

Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama

stadium dekompensata,  hepatoma/tumor,  ikterus  obstruktif

batu kandung empedu dan saluran empedu, dan lain lain.

4. Pemeriksaan  penunjang  lainnya  adalah  pemeriksaan  cairan

asites  denganmelakukan  pungsi  asites.  Bisa  dijumpai  tanda-

tanda  infeksi  (peritonitisbakterial spontan), sel tumor,

perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaanmikroskopis,

kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan

lipase.5

VIII. KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat

komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan

dan penanganan komplikasinya.2,3,7

Pe r i t on i t i s bak t e r i a l spon t an , ya i t u i n f eks i c a i r an

a s i t e s o l eh s a tu j en i s bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder

intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen.2,3,7

Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut

berupa oligouri,peningkatan  ureum  damn  kreatinin  tanpa  adanya

kelaianan  organik  ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan

11

penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG).2,3,7

Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises

esofagus pecahyang  menimbulkan  perdarahan.  Angka

kematiannya  sangat  tinggi,  sebanyak dua per tiganya akan meninggal

dalam waktu 1 tahun walaupun dilakukan tindakan untuk

menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2,3,7

Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat

disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan

hipersomnia), selanjutnya dapattimbul gangguan kesadaran yang

berlanjut sampai koma.2,3,7

Sindrom  hepatopulmonal,  terdapat  hidrothoraks  dan

hipertensi portopulmonal.2

IX. PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi

ditujukan mengurangiprogresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan

yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan

komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung

protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2

Tatalaksana pasien sirosis kompensata

Bertujuan  untuk  mengurangi  progresi  kerusakan  hati.  Terapi

pasienditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

Alkohol  dan  bahan-bahan  lain  yang  toksik  dan  dapat  mencederai

hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan

obat herbalbisa menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

Pada  hemokromatosis  flebotomi  setiap  minggu  sampai  konsentrasi

besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyak i t ha t i nona lkoho l i k , menurunkan be ra t

badan akan mencegah terjadinya sirosis.

12

Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama

diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun.

Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan

mutasi  YMDD  sehingga  terjadi  resistensi  obat.  IFN  Alfa diberikan

secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.

Pada hepa t i t i s C k ron ik , kombinas i i n t e r f e ron dengan

r i bav i r i n me rupakan terapi standar. Interferon diberikan secara

suntikan 5 MIU 3 kali seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin

800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2

Tatalaksana pasien sirosis dekompensata

A s i t e s :

o Tirah baring

o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.

o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton

dengan dosis200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa

dimonitor dengan penurunanberat badan 0,5 kg/hari,

tanpa adanya edema kaki atau 1 kh/hari denganadanya

edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat,

bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40

mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.

Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 Ldan dilindungi

dengan pemberian albumin.

Ensefalopati hepatik 

o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus

penghasil amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/

kgBB/ hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai

cabang.

Varises esophagus

13

o Sebelum  berdarah  dan  sesudah  berdarah  bisa  diberikan

obat penyekat beta (propranolol).

o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat

somatostatin atauoktreotid, diteruskan dengan tindakan

skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bakterial spontan

o Diberikan  antibiotika  seperti  sefotaksim  IV,  amoksilin, atau

aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal

o Mengatasi  perubahan  sirkulasi  darah  di  hati,

mengatur keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis

dekompensata. Namunsebelum dilakukan transplantasi ada

beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.2

X. PROGNOSIS

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2

Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien

sirosis yangakan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,

albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati dan juga status nutrisi.

Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C. KlasifikasiChild-Pugh berkaitan

dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk

pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.2

Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan fungsi hati

Derajat kerusakan Mininal Sedang Berat

Bilirubin serum

(mu.mol/dl)

< 35 35-50 >50

Albumin serum >35 30-35 <30

14

(gr/dl)

Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar

PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma

Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus

Di unduh dari: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Marcellus S,

Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Pusat penerbitan

departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia.2006.

hal. 446

BAB III

KESIMPULAN

Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati

kronik difus yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang

membentuk jaringan ikat dangambaran nodul.

15

Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis Bdan

C merupakan penyebab yang s e r i ng d i I ndones i s , s edangkan

a lkoho l me rupakan penyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring

meningkatnya obesitas, diabetes mellitus,penyakit jantung koroner,

maka nonalkoholik steatohepatitis juga menjadi etiologi sirosisyang penting.

Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis

yangtampak serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit

ini baik jika diobatipada stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut,

akan sulit untuk bertahan hinggalebih dari 5 tahun, karena sirosis bersifat

irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat diberikan mulai dari medikamentosa

hingga transplantasi hepar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim.Cirrhosis.2009;http://www.mayoclinic.com/print/

cirrhosis [d i akse s 19 Jun i 2011].

16

2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, 2006. 443-4463.

3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its

Complications. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine.

Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies. 1844-1855.

4. Sutadi Sri M.Sirosis Hepatis. 2003;

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam srimaryani5.pdf   [ d i akse s

19 Jun i 2011].

5. Anonim Sirosis Hepatis. 2008;

http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosis-hepatis/ [d i akse s

19 Jun i 2011]

6. Dufour  J  F.  Non  alcoholic  Steatohepatitis.

http://orpha.net/data/patho/GB/uk-NASH.pdf  [d i akse s 19 Jun i 2011].

7. S c h i a n o T h o m a s D , B o d e n h e i m e r H e n r y C .

C o m p l i c a t i o n o f C h r o n i c L i v e r   Disease. Dalam: Current

Doagnosis and Treatment Gastroenterology. Edisi II.USA:

McGraw-Hill Companies, 2003. 639-6638.

8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-prosesPenyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.

493-501.9.

9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Kiver

Disease. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi

XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies. 1813

17