tinjuan-sirosis-hepatis
DESCRIPTION
hvhvjbbjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari
ligamentum Treitz. Salah satu menifestasi hipertensi porta adalah varises
esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah
yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain
menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.
Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan – laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam
dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam. 1-5
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki – laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala – gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.
1
Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung
lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan
berlangsung terus menerus atau tidak. 1-5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang
ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan
nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses
regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang
mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.1,2,3
II. EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian
terbesar ketiga pada pa s i en yang be rus i a 45 – 46 t ahun ( s e t e l ah
penyak i t ka rd iovasku l e r dan kanke r ) . D i seluruh dunia, sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orangmeninggal
setiap tahun akibat penyakit ini.4
Leb ih da r i 40% pas i en s i ro s i s a s im toma t i s . Kese lu ruhan
i n s idens i s i r o s i s d i Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibatpenyakit hati alkoholik maupun infeksi
virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS
Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun d i j umpa i pa s i en s i ro s i s ha t i
s ebanyak 819 (4%) pa s i en da r i s e lu ruh pa s i en d i Bag i an Penyakit
Dalam.2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49
tahun.
3
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara
fungsional danetiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis
hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mik ronodu l a r Ditandai dengan terbentuknya septa tebal
teratur, di dalam septa parenkim hatimengandung nodul halus dan
kecil merata di seluruh lobus. Pada sirosis mikronodular, besar
nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini biasanya disebabkanalkohol atau
penyakit saluran empedu.2,4,5
2. Makronodu l a r Ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandungnodul yang besarnya juga
bervariasi ada nodul besar didalamnya, ada daerah luasdengan
pa renk im yang mas ih ba ik a t au t e r j ad i r egene ra s i
pa r enk im . T ipe i n i biasanya tampak pada perkembangan hepatitis
seperti infeksi virus hepatitis B.2,4,5
4
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).2,4,5
Sedangkan s eca ra fungs iona l , s i r o s i s hepa t i s d ibag i men j ad i
kompensa t a dan dekompensata.
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada
stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan skrining.2,4,5
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.2,4,5
IV. ETIOLOGI
1. Alcoholic liver disease
Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol
berat. Alkohol tampaknya melukai hati dengan menghalangi
metabolisme normal protein, lemak,dan karbohidrat.2,3
2. Hepatitis C kronis
Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati
yang selama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis.
Dapat didiagnosis dengan tes serologi yang mendeteksi antibodi
hepatitis C atau RNA virus.2,3
5
3. Hepatitis B kronis
Vi ru s hepa t i t i s B menyebabkan pe radangan dan ke rusakan
ha t i yang s e l ama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis.
Hepatitis D tergantung pada kehadiran hepatitis B, tetapi
mempercepat sirosis melalui ko-infeksi. Hepatitis Bkronis dapat
didiagnosis dengan deteksi HBsAg> 6 bulan setelah infeksi awal.
HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai apakah pasien perlu
terapi antiviral.2,3
4. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)
Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi
penyebab jaringan parut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan
dengan diabetes, kekurangan gizi protein, obesitas, penyakit arteri
koroner, dan pengobatan dengan obat kortikosteroid. Penyakit ini mirip
dengan penyakit hati alkoholik tetapi pasien tidak memiliki riwayat
alkohol. Biopsi diperlukan untuk diagnosis.6
5. Sirosis bilier primer
Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus,
dan non ikterik hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya
disertai elevasi alkali fosfatase serta peningkatan kolesterol dan
bilirubin. Hal ini lebih umum pada perempuan.2,3
6. Kolangitis sklerosis primer
PSC ada l ah gangguan ko l e s t a s i s p rog re s i f dengan ge j a l a
p ru r i t u s , s t e a to r rhea , kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit
tulang metabolik.2,3
7. Autoimmune hepatitis
Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati
yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya jaringan parut dan sirosis.
Temuan yang umum didapatkan yaitu peningkatan globulin dalam serum,
terutama globulin gamma.
6
8 . S i ro s i s j an tung .
Ka rena gaga l j an tung k ron i s s i s i kanan yang menga rah
pada kemacetan hati.2,3
9. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain:2,3,5
a) Defisiensi alpha1-antitripsin
Merupakan gangguan autosomal resesif. Pasien juga mungkin
memiliki PPOK, terutama jika mereka memiliki riwayat merokok
tembakau. Serum AAT selalu rendah.
b) Hemakhomatosis herediter
Biasanya hadir dengan riwayat keluarga sirosis, hiperpigmentasi kulit,
diabetes mellitus, pseudogout, dan / atau cardiomyopathy,
semua karena tanda-tanda overload besi. Labor akan
menunjukkan saturasi transferin puasa> 60% danferritin >300
ng/mL.
c ) Penyak i t Wi l son
Kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan ceruloplasmin serum
rendah dan peningkatan kadar tembaga pada biopsi hati hati.
d) Penyakit simpanan glikogen tipe IV
e) Tirosinemia herediter
f ) Ga l ak to semia
g) Intoleransi fruktosa herediter
10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.
V. PATOGENESIS
Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis),
sesuai dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini,
perubahan tersebut masih sepenuhnya reversibel.2,3
Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang
menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui
organ dan mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan
peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanyameny impan v i t amin
7
A, da l am pengembangan s i ro s i s . Ke rusakan pada pa renk im ha t i
menyebabkan aktivasi sel stellata, yang menjadi kontraktil (myofibroblast)
dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan
TGF-β1, yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat.
Selain itu, juga mengganggu ke se imbangan an t a r a ma t r i k s
me t a l l op ro t e ina se dan i nh ib i t o r a l ami (T IMP 1 dan 2 ) ,
menyebabkan kerusakan matriks.2,3
Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit,
yang pada akhirnyamenggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada
penurunan aliran darah di seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke
hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi portal
bertanggung jawab atas sebagian besar komplikasi parah sirosis.2,3
VI. MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktupas i en me l akukan pemer ik saan ru t i n a t au
ka r ena ke l a inan penyak i t l a i n . Ge j a l a awa l sirosis (konpensata)
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta
menurunnya dorongan seksualitas.2
Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua
tipe gangguanf i s i o log i s : kegaga l an pa renk im ha t i dan h ipe r t ens i
po r t a l . Kegaga l an pe renk im ha t i memperlihatkan gejala klinis berupa :
1 . Ik t e ru s
2 . As i t e s
3. Edema perifer
4. Kecenderungan perdarahan
5. Eritema Palmaris
6. Spider nevi
7. Fetor hepatikum
8. Ensefalopati hepatik 3,7,8
8
Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara
lain:
1. Varises oesophagus dan lambung
2. Splenomegali
3. Perubahan sum-sum tulang
4. Caput medusa
5 . As i t e s
6. Collateral veinhemorrhoid
7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)3,7,8
VII. DIAGNOSIS
Pada s aa t i n i , penegakan d i agnos i s s i r o s i s ha t i t e rd i r i
a t a s pemer ik saan f i s i s , l abo ra to r i um, dan USG. Pada ka sus
t e r t en tu d ipe r l ukan pemer ik saan b iops i ha t i a t au peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati disi.2
a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik
1. Ha t i : p e rk i r aan be sa r ha t i , b i a sa ha t i membesa r
pada awa l s i r o s i s , b i l a ha t i mengecil artinya, prognosis
kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya
kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri
tekan pada perabaan hati.
2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral
dan ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy
pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput
medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria.
Bisa juga dijumpai hemoroid.2,5
9
b) Laboratorium
1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup
tinggi, dengan AST>ALT. Namun, aminotransferase normal
tidak menyingkirkan sirosis.
2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.
3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih
tinggi pada penyakithati kronis karena alkohol.
4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang
berlangsung.
5. A lbumin - r endah ak iba t da r i menurunnya fungs i
s i n t e t i s o l eh ha t i dengan sirosis yang semakin
memburuk.
6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor
pembekuan.
7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari
hati ke jaringan limfoid.
8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk
mengeluarkan air bebas akibat dari tingginya ADH dan
aldosteron.
9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan
menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati. Namun, ini
jarang menyebabkan jumlah platelet<50.000 / mL.
10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan
marginasi limpa.
11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar
faktor-faktor koagulasidan dengan demikian
koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit
hati.3,5
c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
10
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises
esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai
komplikasi sirosishati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah
mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada
penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran,
permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena
hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah
hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion).
Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama
stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif
batu kandung empedu dan saluran empedu, dan lain lain.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan
asites denganmelakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-
tanda infeksi (peritonitisbakterial spontan), sel tumor,
perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaanmikroskopis,
kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan
lipase.5
VIII. KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat
komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan
dan penanganan komplikasinya.2,3,7
Pe r i t on i t i s bak t e r i a l spon t an , ya i t u i n f eks i c a i r an
a s i t e s o l eh s a tu j en i s bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen.2,3,7
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oligouri,peningkatan ureum damn kreatinin tanpa adanya
kelaianan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
11
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).2,3,7
Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises
esofagus pecahyang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua per tiganya akan meninggal
dalam waktu 1 tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2,3,7
Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapattimbul gangguan kesadaran yang
berlanjut sampai koma.2,3,7
Sindrom hepatopulmonal, terdapat hidrothoraks dan
hipertensi portopulmonal.2
IX. PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi
ditujukan mengurangiprogresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan
yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
Tatalaksana pasien sirosis kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi
pasienditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan
obat herbalbisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyak i t ha t i nona lkoho l i k , menurunkan be ra t
badan akan mencegah terjadinya sirosis.
12
Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama
diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun.
Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan
mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. IFN Alfa diberikan
secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepa t i t i s C k ron ik , kombinas i i n t e r f e ron dengan
r i bav i r i n me rupakan terapi standar. Interferon diberikan secara
suntikan 5 MIU 3 kali seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin
800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2
Tatalaksana pasien sirosis dekompensata
A s i t e s :
o Tirah baring
o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton
dengan dosis200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunanberat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kh/hari denganadanya
edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat,
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 Ldan dilindungi
dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik
o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus
penghasil amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/
kgBB/ hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.
Varises esophagus
13
o Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat penyekat beta (propranolol).
o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat
somatostatin atauoktreotid, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan
o Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau
aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal
o Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis
dekompensata. Namunsebelum dilakukan transplantasi ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.2
X. PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien
sirosis yangakan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati dan juga status nutrisi.
Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C. KlasifikasiChild-Pugh berkaitan
dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk
pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.2
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan fungsi hati
Derajat kerusakan Mininal Sedang Berat
Bilirubin serum
(mu.mol/dl)
< 35 35-50 >50
Albumin serum >35 30-35 <30
14
(gr/dl)
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus
Di unduh dari: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Marcellus S,
Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia.2006.
hal. 446
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati
kronik difus yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang
membentuk jaringan ikat dangambaran nodul.
15
Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis Bdan
C merupakan penyebab yang s e r i ng d i I ndones i s , s edangkan
a lkoho l me rupakan penyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring
meningkatnya obesitas, diabetes mellitus,penyakit jantung koroner,
maka nonalkoholik steatohepatitis juga menjadi etiologi sirosisyang penting.
Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis
yangtampak serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit
ini baik jika diobatipada stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut,
akan sulit untuk bertahan hinggalebih dari 5 tahun, karena sirosis bersifat
irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat diberikan mulai dari medikamentosa
hingga transplantasi hepar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.Cirrhosis.2009;http://www.mayoclinic.com/print/
cirrhosis [d i akse s 19 Jun i 2011].
16
2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006. 443-4463.
3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its
Complications. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine.
Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies. 1844-1855.
4. Sutadi Sri M.Sirosis Hepatis. 2003;
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam srimaryani5.pdf [ d i akse s
19 Jun i 2011].
5. Anonim Sirosis Hepatis. 2008;
http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosis-hepatis/ [d i akse s
19 Jun i 2011]
6. Dufour J F. Non alcoholic Steatohepatitis.
http://orpha.net/data/patho/GB/uk-NASH.pdf [d i akse s 19 Jun i 2011].
7. S c h i a n o T h o m a s D , B o d e n h e i m e r H e n r y C .
C o m p l i c a t i o n o f C h r o n i c L i v e r Disease. Dalam: Current
Doagnosis and Treatment Gastroenterology. Edisi II.USA:
McGraw-Hill Companies, 2003. 639-6638.
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-prosesPenyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.
493-501.9.
9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Kiver
Disease. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi
XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies. 1813
17