tinjauan yuridis anak bayi tabung dalam hukum …/tinjauan... · perundang-undangan (statue...

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Penelitian Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: TIAR NURUL CHASANAH NIM: E0007054 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: trinhque

Post on 17-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS

BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penelitian Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih

Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

TIAR NURUL CHASANAH

NIM: E0007054

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ii

Page 3: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

iii

Page 4: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Tiar Nurul Chasanah

NIM : E0007054

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian hukum (skripsi) berjudul:

”TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS

BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penelitian

hukum (skripsi) ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penelitian hukum dan gelar yang

saya peroleh dari penelitian hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 12 Januari 2012

Yang Membuat Pernyataan

Tiar Nurul Chasanah NIM. E0007054

Page 5: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAKSI

TIAR NURUL CHASANAH. E0007054. 2012. TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hukum di Indonesia yang saat ini telah menyentuh di segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang kedokteran. Adanya alih teknologi mengenai bayi tabung dalam rangka menanggulangi infertilisasi pada pasangan suami istri memerlukan perlindungan hukum pula untuk diterapkan di Indonesia seperti mengenai hubungan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta mengenai hak mewaris atas anak bayi tabung berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan jenis peneltian normatif, penulisan ini bersifat preskriptif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sumber data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini dengan menggunakan studi kepustakaan. Penulisan ini menggunakan teknis analisis bahan metode silogisme dan interpretasi.

Adanya teknologi bayi tabung di Indonesia memaksa para legislatif untuk membuat peraturan yang berkaitan dengan penerapan anak bayi tabung di Indonesia. Pelaksanaan teknologi bayi tabung di Indonesia berdasarkan proses alih teknologi yang diambil dari temuan teknologi para ahli kedoteran dari luar negeri dengan pertimbangan untuk mengambil aspek kemanfaatan dari teknologi bayi tabung serta mengingat arti pentingnya anak dalam suatu keluarga. Akan tetapi hukum di Indonesia ternyata ketinggalan dari pada fenomena tentang bayi tabung. Bayi tabung di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1988 namun peraturan bayi tabung baru muncul pada tahun 1993 pada Pasal 16 Undang-Udang No 23 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang selanjutnya disempurnakan dengan Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur secara umum mengenai syarat umum bayi tabung dapat diterapkan di Indonesia, tidak menyebutkan peraturan mengenai kedudukan hukum maupun hak mewaris anak bayi tabung. Dengan dasar penafsiran secara analogi atau memperluas pengertian dari anak sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka anak bayi tabung dapat dikategorikan sebagai anak sah. Dikategorikannya anak bayi tabung ke dalam anak sah menjadikan anak bayi tabung memiliki hak waris yang sama dengan anak sah. anak bayi tabung merupakan salah satu ahli waris ab intestato golongan I berdasarkan Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

iv

Page 6: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

Kata Kunci: Kedudukan Hukum Anak Bayi Tabung, Anak Sah, Hak Waris Anak

Bayi Tabung menurut KUHPerdata

ABSTRACT

TIAR NURUL CHASANAH. E0007054. 2012. A JURIDICAL REVIEW ON IN VITRO FERTILIZATION-CHILD IN LEGACY LAW BASED ON THE CIVILE CODE. Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University.

The law in Indonesia has currently touched every areas of life including medical area. The presence of technology transfer about in vitro fertilization in the attempt of coping with infertility in husband-wife couple needs law protection to be applied to Indonesia like that concerns the legal relationship of in vitro fertilization-child in marriage according to the Act No. 1 of 1974 about Marriage as well as concerns the right to give legacy to the in vitro fertilization based on the Civil Code.

In this legal research, the author employed a normative type of research that was prescriptive in nature, using statute and conceptual approaches. The data source used in this research was secondary data source with primary, secondary, and tertiary law materials. Technique of collecting law material used in this research was library research. Meanwhile the technique of analyzing material used in this research was syllogism and interpretation method.

The presence of in vitro fertilization technology in Indonesia forced the legislature to develop a regulation concerning the application of in vitro fertilization-child in Indonesia. The implementation of in vitro fertilization in Indonesia was based on the technology transfer process taken from the technological findings of foreign medical experts by taking into account the beneficial aspect of in vitro fertilization technology and recalling the importance of child within a family. However, Indonesian law, in fact, was left behind the phenomenon of in vitro fertilization. The first in vitro fertilization in Indonesia was done in 1988, but the regulation about it emerged only in 1993 in the Article 16 of Act No. 23 about 2009 about Health, thereafter accomplished by the Article 127 of Act No. 36 of 2009 about general conditions of in vitro fertilization that can be applied in Indonesia, without mentioning the regulation about the legal position and the right to give the in vitro fertilization-child the legacy. Based on the analogical interpretation or the extension of definition of legal child about Act No. 1 of 1974 about Marriage and Civil Code, the in vitro fertilization-child could be categorized as legal child. The inclusion of in vitro fertilization-child into legal child made him/her having the right to legacy equal to the legal child. The in vitro fertilization-child was one of ab intestato class I beneficiaries based on the Article 852 of Civil Code.

Keywords: Legal Position of In vitro fertilization-child, Legal Child, the In vitro fertilization’s Right to Legacy according to the Civil Code.

v

Page 7: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

O you who believe! stand out firmly for justice, as witnesses to Allah, even as

against yourselves, or your parents, or your kin, and whether it be (against) rich or

poor: for Allah can best protect both. Follow not the lusts (of your hearts), lest you

swerve, and if you distort (justice) or decline to do justice, verily Allah is well-

acquainted with all that you do.

- Q.S. An-Nisa : 135 –

Harus ada dari kamu segolongan (orang-orang) yang mengajak kepada

kebaikan, menganjurkan kebaikan dan mencegah yang munkar. Merekalah orang-

orang yang beruntung dan berbahagia.

- Q.S. Ali Imran : 104 –

Yakinlah, bahwa apa pun yang Anda kerjakan, atau yang tidak Anda kerjakan,

mengarah ke sesuatu, dan akan menyampaikan Anda kepada kualitas hidup

tertentu di masa depan.

- Mario Teguh -

Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam

semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan

terasa selamanya”

- Lance Armstrong-

Memang baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik

- Peneliti -

vi

Page 8: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini peneliti persembahkan kepada : § Allah SWT, Penguasa semesta

alam, yang senantiasa memberikan yang terbaik dalam setiap detik episode kehidupan;

§ Bapak dan Ibu yang tiada henti memberi dukungan dan senantiasa mendoakanku selama ini;

§ Kakak-kakakku yang selalu membantu dan menyemangati;

§ Keponakanku yang telah menjadi sumber penghiburanku;

§ Indonesia tercinta, tempatku bernaung;

§ Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

vii

Page 9: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

§ Giniung Pratidina, yang selalu menguatkan di segala keadaanku.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan hukum ( skripsi ) dengan judul: “TINJAUAN

YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS

BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai

syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau

skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril

yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada :

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan

kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui

penulisan skripsi.

2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Endang Mintorowati, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah dengan

sabar membantu, membimbing, serta memberikan banyak pembelajaran yang

sangat berharga bagi penulis.

4. Ibu Ambar Budhi Sulistyawati, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Skripsi

yang telah membimbing, membantu, mendukung dan memberikan curahan

ilmunya kepada penulis.

viii

Page 10: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

5. Bapak Tuhana, S.H., M.Si selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan

nasehatnya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga

dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis

amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Achmad Sumardi dan Ibunda Sri Surati,

atas segala untaian doa, dukungan, kasih sayang, kerja keras serta tetesan air

matanya telah diberikan selama ini. I’m here because you love me.

8. Kakak tercinta, Retno Nugraini Rahayu, yang selalu memberikan kasih

sayang, dukungan dan motivasi kepada penulis.

9. Kakak tersayang, Riska Anggit Dwi Ning Tyas yang selalu mendukung

penulis, memberikan ide cemerlang, arahan dan membantu menyelesaikan

masalah penulis.

10. Kakak-kakakku, Alfath Fathoni Jumadil Ula, S. Ip. dan Asep Surono, SE yang

telah memberikan motivasi dan dukungan untuk penulis.

11. Keponakanku, Deff Abdillah Ahmad Al Ghozali, yang selalu menjadi sumber

penghiburan penulis.

12. Giniung Pratidina, S.H. yang senantiasa memberikan semangat penulis,

menuntun kedewasaan penulis dan selalu menguatkan penulis dalam segala

keadaan.

13. Mas Arif Agus yang telah menjaga dan membantu penulis selama menuntut

ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

14. Mas Say, S.H. atas kesabaran dan kepeduliannya untuk membagikan ilmunya

kepada penulis.

15. Seluruh teman-teman Justicia Angkatan 2007 FH UNS.

16. Segenap anggota Dewan Mahasiswa Fakultas Hukum (DEMA FH) periode

2007-2008.

ix

Page 11: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

17. Saudaraku, Satya Nugraha, Maya Istia, Padang, Buyung Loding, Istiana, Dedi

Tri Yulianto, Bu Tin (Tina Tince) yang telah bersama-sama penulis mengukir

kebahagiaan dan kesuksesan.

18. Sahabat-sahabatku di Shimanist, Kartika Purbasari, Giska Talisha, Bu Laras,

Maya, yang telah memberikan warna dalam hidup penulis.

19. Teman-teman Magelangers, Dura, Dhanis, Dhani, Randu, Nera, Nunna yang

selalu memberikan kesan kehebohan dan memberi keceriaan bagi penulis.

20. Teman-teman Himaho, Ocki, Riskiyes, Hapsoro, Jefri, Bayu, Black, Penden,

Tama, Penceng, yang telah membuat semangat bagi penulis selama ini.

21. Teman-teman alumni Akademi Putri Ayu, Ike, Mega, Sari, Ana, Peny, dan Eli

yang dengan cerianya memberikan rasa kekeluargaan yang mendalam bagi

penulis.

22. Sang idola Beyonce Knowless, untuk gertakan lagu Run The World yang turut

memberikan inspirasi serta kobaran semangat selama penyelesaian penulisan

hukum ini.

23. Seluruh teman-teman kost Putri Shima 2 yang telah membantu dan memberi

dukungannya selama ini.

24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan

penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak

kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang

membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Semoga karya

tulis ini mampu memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca.

Surakarta, 12 Januari 2012

Peneliti

x

Page 12: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

TIAR NURUL CHASANAH

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI…………………….. .... iii

PERNYATAAN……………........................................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI.................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9

E. Metode Penelitian ................................................................... 10

F. Sistematika Penelitian Hukum ............................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori ....................................................................... 16

a. Tinjauan Umum tentang Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan ....................................... 16

b. Tinjauan Umum tentang Perkawinan

di Indonesia ................................................. ..................... 19

xi

Page 13: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

c. Tinjauan Umum tentang Waris di Indonesia .................... 21

d. Tinjauan Umum tentang Anak ......................................... 23

e. Tinjauan Umum tentang Bayi Tabung ............................. 26

f. Dasar Hukum, Status, dan Kedudukan Atas Anak Bayi

Tabung terhadap Harta Warisan ....................... ............... 32

g. Tinjauan Umum tentang Penafsiran Hukum .................... 33

2. Kerangka Pemikiran................................................................ 39

BAB III PEMBAHASAN

A. Kedududkan Kedudukan Hukum Anak Bayi Tabung

dalam Perkawinan Orang Tua menurut Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan............................. 42

1. Aturan Yuridis dan Problematika tentang

Anak Bayi Tabung…………………………………… 42

a. Anak menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan……………………………….. 44

b. Proses Lahirnya Anak Bayi Tabung ……………... 45

c. Legalitas Bayi Tabung melalui Akta atau

Pencatatan Kelahiran Anak ………………………. 50

2. Korelasi Alih Teknologi Berdasarkan Konsep

Kedokteran dan Mekanisme Pengaturannya ………….. 52

a. Konsep Alih Teknologi Bayi Tabung

Berdasarkan Ilmu Kedokteran ……………………. 52

b. Mekanise Pengaturan Anak Bayi Tabung ………... 57

3. Perkawinan Sah sebagai Syarat Pelaksanaan Bayi

Tabung di Indonesia …………………………………… 60

4. Konsep dan Legalias Anak Bayi Tabung sebagai

Anak Sah ……………………………………………… 64

B. Hak Waris atas Anak Bayi Tabung dalam Pewarisan

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata................. 71

1. Konsep Hukum Waris berdasarkan Kitab

xii

Page 14: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Undang-Undang Hukum Perdata ……………….……… 71

2. Penggolongan Warisan menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata ………………………. 75

3. Tinjauan Yuridis Anak Bayi Tabung dalam Hukum

Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata .. 81

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 83

B. Saran ....................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 85

xiii

Page 15: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

xiv

Page 16: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasar atas konstitusi.

Di dalam negara hukum maka semua pola tindakan masyarakatnya diatur

dengan hukum. Baik dalam bidang hukum pidana, perdata, adat, hukum tata

negara, maupun hukum administrasi negara. Mengenai hukum perdata pada

intinya bersumber pada Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPer) dan juga peraturan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang. Selain itu ada pula peraturan perundang-undangan yang

lainnya misalnya seperti undang-undang. Berkaitan dengan hukum waris di

Indonesia bahwa sampai pada saat ini di Indonesia, belum ada hukum waris

nasional. Masih berlaku tiga hukum waris, yaitu hukum waris perdata, hukum

waris Islam dan hukum waris adat. Berlakunya hukum waris masih

tergantung pada hukum waris mana yang berlaku bagi yang meninggal dunia

(Eman Suparman, 1991:7). Sehingga penduduk di Indonesia dapat memilih

untuk tunduk pada salah satu hukum waris yang ada tersebut.

Pada zaman Hindia Belanda terdapat penggolongan penduduk menurut

Pasal 163 Indische Staatsregeling (I.S.) yang terbagi dalam tiga golongan

yaitu golongan pribumu (Indonesia Asli), golongan Eropa (Barat), dan

golongan Timur Asing, maka hukum perdata yang berlaku juga terbagi dalam

beberapa golongan sebagaimana yang terdapa dalam Pasal 131 Indische

Staatsregeling yaitu:

1. Bagi golongan Eropa, berlaku hukum perdata yang ketentuannya terdapat

di dalam Burgerlijke Wetboek/B.W. (Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata), Wetboek Van Koophandel/W.v.k (Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang) dan Failsementverordering (Peraturan Kepailitan);

2. Bagi Golongan Timur Asing, mula-mula berlaku hukum adanya masing-

masing, kemudian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Kitab

1

Page 17: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Undang-Undang Hukum Dagang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur

Asing;

3. Bagi golongan Bumi Putera, pada pokoknya berlaku hukum adatnya

masing-masing (Kussunaryatun, dkk. 2008:21-22).

Mulanya Hukum Perdata Barat hanya berlaku bagi golongan Eropa

saja. Bagi golongan Timur Asing dan Indonesia masing-masing berlaku

Hukum Perdata Timur Asing dan Hukum Perdata Adat. Kemudian diadakan

ketentuan dalam peraturan-perundang-undangan Hindia Belanda menurut

Pasal 131 ayat (3) dan (4) I.S. yang mana membuka peluang atau

kemungkinan bagi golongan yang bukan Eropa untuk menikmati Hukum

Perdata Barat di Indonesia yang berlaku pula bagi golongan Eropa. Terdapat

beberapa cara bagi golongan selain eropa untuk tunduk pada Hukum Perdata

Barat di Indonesia yaitu antara lain dengan Persamaan Hak, Pernyataan

Berlakunya Hukum, serta penundukan sukarela Kepada Hukum Perdata Eropa

(Vrijwillige Onderwerping aan het Europese Privaatrecht). Pasal 131 I.S. ayat

(4) menyebutkan bahwa “Bagi orang Indonesia asli dan orang Timur Asing,

sepanjang mereka belum diletakkan di bawah suatu peraturan bersama dengan

bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku

untuk Eropa”. Sehingga dibentuk Stb. 1917/No. 12 tentang Penundukan

Sukarela Kepada Hukum Perdata Eropa melalui Lembaga Penundukan Diri.

Dalam peraturan ini menentukan adanya 4 macam Penundukan Dengan

Sukarela kepada hukum Perdata Barat di Indonesia yaitu melalui Lembaga

Penundukan Diri yang terdapat dalam Buku I Hukum Perdata Barat.

Penundukan tersebut terdiri dari:

1. penundukan diri untuk seluruh hukum perdata Eropa;

2. penundukan untuk sebagian hukum perdata Eropa,;

3. penundukan mengenai suatu perbuatan tertentu; dan

4. penundukan diri anggapan, yang mana merupakan penundukan tidak

sengaja untuk suatu perbuatan tertentu (secara diam-diam) (C.S.T. Kansil,

1992:8-9).

Page 18: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia ditentukan bahwa “segala badan negara dan

peraturan yang masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan yang baru

menurut Undang-Undang Dasar”. Adanya peraturan perlaihan tersebut

dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan hukum. Akan tetapi di Indonesia

pada saat ini terdiri dari 2 golongan warga Negara, yaitu Warga Negara

Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Mengenai Warga Negara Indonesia (WNI) itu sendiri berdasarkan dari

aspek biologis dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok Warga

Negara Indonesia Asli (Bumi Putera) serta Warga Negara Indonesia keturunan

Tionghoa dan keturunan yang lain. Untuk keturunan asing seperti Tionghoa

dan keturunan yang lain dapat berkewarganegaraan Indonesia dengan cara

proses naturalisasi yang diatur sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No 3

Tahun 1946 sehingga Warga Negara Asing tersebut Indonesia dapat menjadi

Warga Negara Indonesia.

Oleh karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 tidak mengenal adanya pembagian penduduk menjadi golongan-

golongan (tetapi hanya mengenal warga Negara dan bukan warga Negara),

maka di Indonesia sekarang ini sedang bersaha untuk membentuk hukum

perdata nasional. Sementara belum terbentuk hukum perdata nasional di

Indonesia sehingga BW/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih berlaku

jika tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dengan maksud agar tidak terjadi kekosongan

hukum. Dengan demikian bagaimanapun juga Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata masih diperbolehkan dan berlaku terlebih dalam hal ini hukum waris

selama belum ada hukum waris nasional maka dapat memilih untuk

menggunakan salah satu dari tiga hukum waris yang ada di Indonesia.

Hukum di Indonesia menganut asas lex specialis de rograt lex

generalis yang berarti peraturan hukum yang khusus mengenyampingkan

peraturan hukum yang umum. Sebagai contoh dalam Kitab Undang-Undang

Page 19: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Hukum Perdata memuat pengaturan tentang perkawinan yang diatur dalam

Titel Buku IV mulai dari Pasal 26. Selanjutnya perkawinan diatur lebih lanjut

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata sebagai sumber hukum umum dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai sumber hukum

umum sehingga isi dan muatan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang harus

didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak, yang bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal atas dasar Ketuhanan Yang

Maha Esa. Akan tetapi berdasarkan pada Aturan Peralihan Pasal II Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa apabila telah

ada hukum yang baru, maka peraturan hukum yang lama menjadi tidak

berlaku, sehingga dalam hal ini lahirnya Undang-Undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan sebagai hukum nasional yang menyebabkan tidak

berlakunya lagi Pasal-pasal yang mengatur tentang Perkawinan di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tersebut

berlaku bagi siapapun yang berada di Indonesia.

Berdasarkan aspek culture atau budaya di Indonesia, dalam suatu

perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, selain itu tujuan untuk

terciptanya kebahagiaan dalam perkawinan salah satunya dengan memiliki

anak dari pasangan suami istri. Harapan untuk memiliki anak tersebut dengan

maksud bahwa memiliki anak sebagai penerus keturunan dari pasangan suami

istri. Mayoritas penduduk di Indonesia beranggapan bahwa tidak lengkap

suatu keluarga tanpa memiliki anak dalam budaya Indonesia.

Sebagai contoh di suku Batak, dikenal sebuah filosofi kuno yang

sampai saat ini masih dipegang teguh dalam kehidupan generasi-generasi

penerusnya yaitu, anakkonhi do hamoraon di au yang secara sederhana dapat

diberi arti, anaklah kekayaanku. Berkaca dari filosofi itu, kehadiran anak

Page 20: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

mempunyai makna yang sangat penting dalam keluarga-keluarga Batak.

Tanpa anak, maka tak lengkap sebuah keluarga inti. Kehadiran anak pulalah

yang membuat orangtua dipandang hormat di tengah-tengah masyarakat.

Meski dalam masyarakat Batak tak dikenal sistem kasta, anak secara tidak

langsung ikut menopang posisi orangtua (http://sosbud.kompasiana.com/

2011/07/23/anak-harta-bagi-orang-batak/> [21 September 2011, pukul

03:25]). Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan dari pernikahan adalah

membentuk keluarga yang bahagia yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak serta

keturunan.

Arti penting kehadiran anak dalam suatu keluarga juga dapat

dipandang dalam ketentuan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu

pada Pasal 852 yang menyebutkan tentang anak dalam hal waris. Adanya

pengaturan khusus tentang anak terutama dalam hal waris menunjukkan

bahwa kehadiran anak sangatlah penting, terlebih lagi anak dalam hal waris

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikategorikan dalam

golongan 1 yang hanya berdiri sendiri, tidak disatukan dengan janda, bapak,

ibu, kakek, nenek, atau ahli waris yang lain. Akan tetapi tidak semua keluarga

dapat memiliki anak atau keturunan.

Mayoritas dari pasangan suami istri di dunia ini mengalami

kemudahan untuk memiliki anak. Akan tetapi sekitar ada juga pasangan suami

istri yang mengalami masalah dalam memiliki anak atau keturunan. Kesulitan

dalam memiliki keturunan dikarenakan berbagai macam faktor dan kelainan

sistem reproduksi yang mungkin dimiliki, diantaranya yang disebut dengan

infertilisasi (kelainan) yang dapat mencegah pasangan suami istri yang ingin

memiliki anak (Wiryawan Permadi, 2008:2).

Fenomena yang terjadi bahwa atas alasan ketidakmampuan atau

kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki anak menjadi pemicu untuk

melaksanakan program poligami atau bahkan perceraian. Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki anak.

Sebagai contoh, menurut Wiryawan Permadi (2008, 4) bahwa faktor yang

sering tidak dapat dihindari dan memiliki peran besar dalam menentukan

Page 21: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

mampu tidaknya pasangan suami istri untuk memiliki anak yakni faktor usia.

Dalam beberapa dekade terakhir, ilmu kedokteran telah berupaya untuk dapat

mengatasi setiap penyebab yang menghalangi impian pasangan suami istri

dalam memiliki keturunan (infertilisasi). Hasil yang diperoleh para ahli dan

penulis kedokteran dalam mengatasi infertilisasi adalah penerapan Fertilisasi

In Vitro (FIV) atau program bayi tabung. Teknologi bayi tabung di Indonesia

dapat diterapkan atas dasar adanya proses alih teknologi dari luar negeri ke

dalam negeri, sehingga Indonesia dapat menikmati penemuan baru di bidang

kedokteran yaitu adanya proses bayi tabung. Proses alih teknologi tersebut

dapat diterapkan di Indonesia asalkan tidak bertentangan dengan nilai luhur

bangsa dan konstitusi di Indonesia. Namun demikian, adanya proses alih

teknologi yang memunculkan teknologi bayi tabung tersebut belum ada suatu

ketentuan hukum yang mengatur mengenai bayi tabung terlebih dahulu

sebelum diberlakukannya proses bayi tabung di Indonesia. Sehingga hukum

menjadi tertinggal atas fenomena yang terjadi dalam bidang kedokteran itu

yang mana anak bayi tabung telah terlahir lebih dahulu dari pada hukum yang

mengatur bayi tabung di Indonesia. Dengan demikian baik dilihat dari aspek

culture di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maupun

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 bahwa keberadaan anak sangat penting di

dalam suatu keluarga.

Pada mulanya program pelayanan bayi tabung bertujuan untuk

mengatasi pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan

secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang

permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan yang mana program

atau teknologi bayi tabung ini diterapkan pula pada pasangan suami istri yang

memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak

dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Otto Soemarwoto dalam

bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global” dengan tambahan

dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H. yang dikutip oleh

bayitabung.blogspot.com, menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak

merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi

Page 22: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai

anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar

tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini

kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena

merupakan keturunan genetik suami dan istri (http://bayitabung.blogspot.com

/2007/11/bayi-tabung-dari-sudut-pandang-hukum.html> [20 September 2011

pukul 01:29 WIB]).

Setelah adanya penemuan baru mengenai bayi tabung menjadi kaitan

dalam hukum positif di Indonesia yakni menyangkut tentang kepentingan

manusia yang perlu mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum

yang terkait dengan bayi tabung ialah mengatur hubungan dalam hukum

keluarga dan pergaulan di dalam masyarakat. Dalam hubungan keluarga

antara lain tentang kedudukan yuridis anak, perkawinan, dan warisan.

Sedangkan yang termasuk dalam pergaulan di dalam masyarakat yang

menyangkut dengan bayi tabung ialah dalam hal perikatan (Salim HS,

1993:74). Problematik yang terjadi pada anak bayi tabung dalam hukum

positif di Indonesia yang menjadi acuan ialah dalam penentuan status dan

kedudukan yuridis atas anak bayi tabung, apakah termasuk dalam kategori

anak sah ataukah anak luar kawin.

Hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum serta hak mewaris

bayi tabung di Indonesia belum ada, sedangkan hukum yang mengatur tentang

status hukum anak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga terjadi

kekosongan hukum dalam hal hukum atas anak bayi tabung, baik terkait

dengan hubungan hukum atas perkawinan menurut Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun mengenai hak mewaris atas anak

bayi tabung dalam hukum waris di Indonesia.

Berdasarkan atas arti penting dari kehadiran anak sebagai penerus

keturunan keluarga berdasarkan pada aspek culture dan juga pada Pasal 852

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Disamping itu atas pertimbangan

Page 23: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

bahwa di dalam aturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan

mengenai hak dan kewajiban anak bayi tabung terhadap pewarisan orang tua.

Berdasarkan problematik yang ada bahwa di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata tentang hak waris maupun Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tantang Perkawinan tidak menyebutkan pengaturan tentang anak

bayi tabung, maka penulis tertarik untuk mengadakan penulisan dalam bentuk

karya ilmiah skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI

TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang

mengidentifikasikan mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti,

sehingga dapat menemukan pemecahan masalah dengan tepat dan sesuai

dengan tujuan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membuat rumusan masalah

yang berhubungan dengan penulisan yang dilakukan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan

menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

2. Bagaimana hak waris atas anak bayi tabung dalam pewarisan menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

C. TUJUAN PENULISAN

Penulisan dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuannya adalah

memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan rumusan

masalah. Karena itu tujuan penulisan sebaiknya dirumuskan berdasarkan

rumusan masalahnya. Tujuan penulisan dicapai melalui serangkaian

metodologi penulisan (Subana dan Sudrajat, 2001: 71). Tujuan penulisan

diperlukan guna memberikan arahan dalam melangkah pada waktu penulisan.

Adapun tujuan dari dilakukannya penulisan ini antara lain sebagai berikut:

Page 24: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui kedudukan hukum anak bayi tabung dalam

perkawinan orang tua menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan;

b. Untuk mengetahui hak waris atas anak bayi tabung dalam pewarisan

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Tujuan Subyektif

a. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun

penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam

meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret;

b. Menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan

pemahaman penulis mengenai aspek hukum di dalam teori maupun

praktek pada lapangan hukum.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini yaitu sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penulisan ini dapat memberikan kegunaan guna pengembangan

ilmu hukum, khususnya hukum perdata;

b. Memberikan jawaban atas rumusan masalah yang sedang diteliti oleh

penulis;

c. Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi

penulisan lain yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis sehingga dapat

mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang

dipelajari;

Page 25: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

b. Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dan memberikan

sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam

penanganan perkara waris;

c. Dapat memperluas cakrawala berpikir dan pandangan bagi civitas

akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya mahasiswa

fakultas hukum yang menerapkan penulisan hukum ini.

E. METODE PENULISAN

Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana

tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya

penulis tidak bekerja secara acak-acakan. Langkah-langkah yang diambil

harus jelas serta ada pembatasan-pembatasan tertentu untuk menghindari jalan

yang menyesatkan dan tidak terkendalikan. Oleh karena itu metode ilmiah

timbul dengan membatasi secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu

(Johnny Ibrahim, 2005:294).

1. Jenis penulisan

Jenis penulisan hukum ini adalah jenis penulisan hukum normatif

atau penulisan hukum doktrinal. Penulisan hukum normatif adalah suatu

prosedur penulisan ilmiah untuk menemukan pendapat berdasarkan logika

keilmuan hukum berdasarkan ilmu hukum itu sendiri sebagai objeknya,

dalam hal ini yaitu peraturan–peraturan hukum (Johnny Ibrahim, 2006:57).

Penulis memilih penulisan hukum normatif dikarenakan sesuai dengan

objek kajian dan isu hukum yang diangkat dan dianalisis melalui peraturan

hukum yang terkait dengan isu.

2. Sifat Penulisan

Sifat penulisan hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu

sendiri yakni ilmu hukum yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang

bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum , nilai-nilai

keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-

Page 26: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008:22). Penulisan hukum ini

bersifat preskriptif karena berusaha menjawab isu hukum yang diangkat

dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam penulisan hukum ini

penulis menjawab isu hukum hak waris atas anak bayi tabung menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan konsep anak bayi tabung

sebagai anak sah dalam hubungan hukum dengan perkawinan menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3. Pendekatan Penulisan

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penulisan

hukum terdapat lima pendekatan yaitu pendekatan undang-undang (statue

approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach)

dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud

Marzuki, 2008: 93).

Pendekatan (approach) yang digunakan dalam satu penulisan

normatif akan memungkinkan seseorang penulis untuk memanfaatkan

hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk

kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter

ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penulisan

normatif dapat digunakan beberapa pendekatan berikut: pendekatan

perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual

approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan

perbandingan (comparative approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), pendekatan

kasus (case approach) (Johnny Ibrahim, 2005:300).

Dalam penulisan hukum ini, Penulis akan menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan

konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan

dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan peraturan yang

Page 27: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

bersangkut paut dan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 93). Isu

hukum yang diangkat oleh penulis dalam penulisan hukum ini yaitu

mengenai hak mewaris dari anak bayi tabung menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yang mana berkaitan dengan kedudukan hukum

anak bayi tabung, sehingga penulis meninjau perundang-undangan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai hukum warisnya,

Undnag-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penulisan ini juga

menggunakan pendekatan konsep dengan salah satu fungsi logis dari

konsep ialah memunculkan objek-objek yang menarik perhatian dari sudut

pandangan praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut

tertentu (Johnny Ibrahim, 2005: 306). Penulisan ini menggunakan

pendekatan konsep dengan alasan di dalam hukum positif Indonesia belum

ada suatu peraturan perundangan yang mengatur mengenai status dan

kedudukan hukum atas anak hasil bayi tabung yang dikategorikan dalam

anak sah atau anak tidak sah.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penulisan hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penulisan yang berupa bahan-bahan hukum primer dan

bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan

hukum autoritatif yang artinya bahan hukum primer merupakan bahan

yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Yang

termasuk bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan,

catatan resmi yang berkaitan dengan hukum. Publikasi hukum tersebut

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,jurnal-jurnal hukum dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,

2008: 141).

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sumber

data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam

hal ini dibedakan menjadi 2 yaitu:

Page 28: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

a. Bahan Hukum Primer

Semua bahan hukum yang mempunyai kedudukan mengikat

secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undangan dalam hal ini:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Bahan Hukum Sekunder

Semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap

bahan hukum primer meliputi:

1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum;

2) Buku-buku ilmiah di bidang kedokteran;

3) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana;

4) Kamus-kamus hukum dan ensiklopedia;

5) Jurnal-jurnal hukum;

6) Literatur dan hasil penulisan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan hukum

sekunder, misalnya; bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia,

indeks kumulatif dan sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan data dalam suatu penulisan merupakan hal yang

sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam

penulisan ini adalah menggunakan teknik studi pustaka atau “collecting by

library” yang mana menurut Lexy.J.Moleong (2005: 216-217) teknik ini

untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan. Dalam

penulisan ini teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan jalan

membaca perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum

Page 29: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Perdata, Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-

Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Peraturan Menteri

Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi

Reproduksi Buatan, selain itu pengumpulan bahan hukum dengan

mempelajari literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang

dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut

kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang

dalam penulisan ini.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulisan normatif menggunakan teknik analisis dengan metode

silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola pikir induktif.

Silogisme dengan teknik analisis induksi yaitu proses analisis bermula dari

penarikan kesimpulan dari permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan khusus yang diteliti. Penulisan hukum ini juga

menggunakan interpretasi berdasarkan Undang-Undang, interpretasi

berdasarkan Undang-Undang yaitu merupakan suatu “interpretasi

berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam undang-undang.

Interpretasi ini dapat dilakukan dengan singkat, padat, serta akurat

mengenai makna yang dimaksud dalam undang-undang tersebut nantinya

tidak mengandung multitafsir atau arti yang bermacam-macam” (Peter

Mahmud Marzuki, 2008:112).

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika

penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan

hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab

yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum

ini yaitu sebagai berikut:

Page 30: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan menguraikan mengenai

latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan hukum

yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari

penulisan ini secara garis besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan dibahas kajian pustaka berkaitan dengan judul dan isu

hukum yang diteliti yang memberikan landasan teori terhadap

penulisan hukum. Pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka

teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tentang

tinjauan umum tentang Undang-Undang No 1 tahun 1974; tinjuan

umum tentang perkawinan di Indonesia; tinjauan umum tentang

hukum waris di Indonesia; tinjauan umum tentang anak, tinjauan

umum tentang bayi tabung; dasar hukum, status, dan kedudukan

atas anak bayi tabung terhadap harta warisan; dan tinjauan umum

tentang penafsiran hukum.

Kerangka pemikiran berisi tentang landasan berpikir penulis

terhadap permasalahan yang diteliti untuk mendapatkan jawaban

atas permasalahan tersebut.

BAB III HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan membahas sekaligus menjawab permasalahan

yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu mengenai kedudukan

hukum anak bayi tabung dalam perkawinan orang tua berdasarkan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

hak mewaris atas anak bayi tabung dalam pewarisan menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran penulis

atas pembahasan setelah melakukan penulisan atau penulisan

hukum ini.

Page 31: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

a. Tinjauan Umum tentang Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan

dan ditandatangani Presiden Republik Indonesia Jenderal

TNI Soeharto di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 dan hari itu juga

diundangkan yang ditandatangani Menteri/Sekretaris Negara Republik

Indonesia, Mayor Jenderal TNI Sudarmono, S.H., serta dimuat dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 no. 1 dan penjelasannya

dimuat dalam tambahan lembaran Negara Republik Indonesia no. 3019

(Hilman Hadikusuma, 2003:4).

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan antara lain dinyatakan bahwa:

Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-Undang perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi barbagai golongan dalam masyarakat.

Diberlakukannya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan berarti bahwa keanekaragaman hukum perkawinan yang

selama ini menjadi pegangan dan berlaku bagi berbagai golongan warga

Negara dalam masyarakat dan dalam berbagai daerah dapat diakhiri.

Namaun demikian ketentuan hukum perkawinan sebelumnya masih tetap

berlaku selama belum diatur sendiri oleh Undang-Undang No 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Rachmadi Usman, 2006:230).

Peraturan perundangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan bahwa Perkawinan adalah

16

Page 32: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan memuat

kaidah-kaidah yang berhubungan dengan perkawinan dalam garis besar

secara pokok, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam berbagai

peraturan pelaksananya. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan berfungsi sebagai paying hukum dan sumber pokok bagi

pengaturan hukum perkawinan, perceraian, dan rujuk yang berlaku bagi

semua warga Negara di Indonesia (Rachmadi Usman, 2006:245).

Menurut Racmadi Usman (2006:247) kandungan materi Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur persoalan-

persoalan pokok yaitu:

1) Meletakkan kerangka dan prinsip dasar pengaturan perkawinan yang

meliputi pengertian, tujuan dan dasar perkawinan, kesahan dan

pencatatan perkawinan, serta asas monogami dan poligami sebagai

pengecualian (syarat-syarat dan alasan berpoligami), diatur dalam

Pasal 1-5;

2) Syarat-syarat perkawinan, larangan perkawinan, waktu tunggu bagi

seorang wanita yang putus perkawinannya dan pelaksanaan

perkawinan, diatur dalam Pasal 6-12;

3) Mengatur perkawinan yang dapat dicegah, pihak-pihak yang dapat

mengajukan pencegahan perkawinan, dan penolakan perkawinan

pencatat perkawinan, diatur dalam Pasal 13-21;

4) Pembatalan perkawinan, pihak-pihak yang dapat mengajukan

pembatalan perkawinan, tempat mengajukan pembatalan perkawinan,

saat mulai berlakunya batalnya suatu perkawinan dan keputusan

pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap beberapa hal,

diatur dalam Pasal 22-28;

5) Kemungkinan mengadakan perjanjian perkawinan pada waktu atau

sebelum perkawinan dilansungkan, diatur dalam Pasal 29;

Page 33: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

6) Mengatur mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam rumah

tangga , diatur dalam Pasal 30-35;

7) Pengaturan mengenai harta bersama dan status penguasaan harta

bawaan, tanggung jawab suami istri terhadap harta bersama maupun

harta bawaan, dan pengaturan penyelesaian harta bersama bila

perkawinan putus karena perceraian, diatur dalam Pasal 35-37;

8) Mengatur mengenai sebab-sebab putusnya perkawinan, tempat

mengajukan permohonan atau gugatan perceraian dan alasan-alasan

perceraian, dan akibat-akibat hukumnya, diatur dalam Pasal 38-41;

9) Hal menyangkut pengerian anak sah dan anak tidak sah, hubungan

nasab anak serta hak suami untuk mengingkari sahnya anak yang

dilahirkan oleh istrinya, diatur dalam Pasal 42-44;

10) Hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban antara orang tua dan

anak dalam rumah tangga, kekuasaan orang tua terhadap anak, dan

pencabutan kekuasaan orang tua, diatur dalam ada Pasal 45-49;

11) Hal-hal yang berkaitan dengan perwalian anak, penunjukan wali,

kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab wali, dan pencabutan

kekuasaan wali, diatur dalam Pasal 50-54;

12) Pembuktian dan penetapan asal usul seorang anak, diatur dalam Pasal

55;

13) Perkawinan di luar Indonesia, diatur dalam Pasal 56;

14) Pengertian perkawinan campuran, akibat hukum perkawinan campuran

terhadap kewarganegaraan suami dan istri, syarat-syarat perkawinan

campuran, sanksi pelanggaran ketentuan perkawinan campuran dan

kedudukan anak dalam perkawinan campuran, diatur dalam Pasal 57-

62;

15) Kewenangan pengadilan dalam hubungan dengan perkawinan, diatur

dalam pasal 63;

16) Ketentuan yang berhubungan peralihan berlakunya Undang-Undang

No 1 tahun 1974, yaitu pernyataan sahnya perkawinan yang terjadi

sebelum Undang-Undang No 1 tahun 1974 berlaku dan dijalankan

Page 34: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

menurut peraturan yang lama serta poligami yang dilakukan

berdasarkan hukum lama manapun, diatur dalam Pasal 65;

17) Ketentuan pernyataan tidak berlakunya ketntuan-ketentuan hukum

perkawinan yang lama dan pernyataan mulai berlakunya Undang-

Undang No 1 Tahun 1974, diatur dalam Pasal 66-67.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut

asas-asas atau prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Perkawinan bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal;

2) Perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya

dan kepercayaannya itu;

3) Perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan;

4) Perkawinan berasas monogami;

5) Calon suami istri harus sudah masuk jiwa raganya untuk

melangsungkan perkawinan;

6) Batas umur perkawinan adalah bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16

tahun;

7) Perceraian dipersulit dan harus dilakukan dimuka siding pengadilan;

8) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang (Hilman Hadikusuma,

2003:6).

b. Tinjauan Umum tentang Perkawinan di Indonesia

Perkawinan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur

dalam titel buku IV Pasal 26 dan seterusnya. Setelah berlakunya Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan beserta peraturan pelaksana

yaitu Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975 perkawinan yang diatur

dalam buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagian besar sudah

tidak berlaku lagi. Hal ini diatur pada Pasal 66 Undang-Undang No 1

Tahun 1974 yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ordonansi Perkawinan

Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Cristen Indonesiers St. 1993

Nomor 74), Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken

Page 35: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

St. 1898 Nomor 198), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur

perkawinan sejauh telah diatur dari dalam Undang-Undang ini, dinyatakan

tidak berlaku (Kussunaryatun, 2011:31).

Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batn antara

seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Menurut Mark Kammack menjelaskan ada dua tujuan dari

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu :

1) Untuk mengurangi frekuensi perkawinan, perceraian dan perkawinan

dibawah tangan;

2) Untuk menyeragamkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan di Indonesia sebagai bagian program persatuan Indonesia

dibawah Ideologi Negara Pancasila (Baharuddin Ahmad 2008:51).

Legalitas perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terkait dengan sahnya perkawinan

yang dilakukan di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi

perkawinan adalah sah, apabila dailakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian dalam Pasal 2 ayat

(2) menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) dan (2)

secara tegas dikatakan bahwa sahnya perkawinan di Indonesia adalah

berdasarkan agama. Sedangkan pencatataan merupakan aspek

administratif demi ketertiban sebagai warga Negara (Mudiarti

Trisnaningsih 2007:55-56).

Perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

adalah pertalian yang sah antara laki-laki dan seorang perempuan untuk

waktu yang lama. Undang-Undang memandang perkawinan hanya dari

hubungan keperdataan (Pasal 26 Burgerlijk Wetboek).

Page 36: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

c. Tinjauan Umum Hukum Waris di Indonesia

Di Indonesia, belum ada hukum waris nasional. Masih berlaku tiga

hukum waris, yaitu hukum waris perdata, hukum waris Islam dan hukum

waris adat. Berlakunya hukum waris masih tergantung pada hukum waris

mana yang berlaku bagi yang meninggal dunia. Jika yang meninggal dunia

atau pewaris termasuk golongan penduduk Indonesia maka yang berlaku

adalah hukum waris adat, sedangkan jika pewaris termasuk golongan

Eropa atau Timur Asing Cina, berlaku hukum waris Barat. Jika pewaris

termasuk golongan penduduk Indonesia yang beragama Islam maka

mempergunakan peraturan hukum waris berdasarkan hukum waris Islam.

Jika pewaris termasuk golongan penduduk Timur Asing Arab atau India,

maka berlaku hukum adat masing-masing penduduk Timur Asing Arab

maupun India (Eman Suparman, 1991:7).

Dalam penulisan hukum ini, penulis akan meneliti tentang anak

dengan proses bayi tabung sebagai ahli waris dalam perspektif hukum

perdata sehingga pembahasan terfokus pada hukum waris berdasarkan

Hukum Perdata di Indonesia. Hukum waris ini merupakan bagian dari

hukum perdata dimana menurut Salim HS dalam buku yang dikutip oleh

Titik Triwulan Tutik (2006:212) bahwa:

Hukum Perdata pada dasarnya merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis/tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

Menurut Idris Ramulya yang dikutip oleh Eman Suparman

(1991:1), bahwa:

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana kepengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Istilah waris sendiri berarti “orang yang berhak menerima pusaka

(peninggalan) orang yang telah meninggal” (Eman Suparman, 1991:2).

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta

kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya

bagi para ahli warisnya (Effendi Perangin, 2005:3).

Definisi hukum waris menurut Pitlo yang dikutip oleh Eman

Suparman (1991:21):

Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai peminahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. Kekayaan yang dimaksud dalam rumusan Pitlo adalah mengenai

sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal

dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Pewarisan baru akan terjadi jika

terpenuhi tiga persyaratan, yaitu:

1) ada seseorang yang meninggal dunia;

2) ada orang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh

warisan pada saat pewaris meninggal dunia;

3) ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris (Eman

Suparman, 1991:21).

Berdasarkan Pasal 830 disebutkan bahwa “Pewarisan hanya

berlangsung karena kematian”. Terdapat dua cara untuk mendapat suatu

pewarisan menurut Undang-Undang yaitu:

1) Secara ab intestato (ahli waris menurut Undang-Undang);

2) Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat

dalam Pasal 899).

Dalam penulisan ini penulis akan membahas tentang ahli waris

mengenai anak sebagai ahli waris ab intestato atau ahli waris menurut

Undang-Undang. Ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata terdiri atas 4 (empat) golongan, yaitu:

Page 38: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

1) Golongan pertama

Ahli waris golongan pertama terdiri dari suami atau istri yang

hidup terlama ditambah anak atau anak-anak serta sekalian keturunan

anak-anak. Ahli waris golongan pertama diatur dalam 852, 852 a Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Ketentuan di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata mengenai anak hanya mengatur tentang anak

sah, anak yang disahkan dan anak luar kawin yang diakui. Tentang

anak luar kawin diatur dalam Pasal 863 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Akan tetapi dalam hal ini tidak ada pengaturan mengenai anak

dengan proses bayi tabung.

2) Golongan kedua

Ahli waris golongan kedua terdiri atas ayah dan ibu yang masih

hidup, ayah atau ibu yang salah satunya telah meninggal dan saudara

serta keturunan saudara. Ahli waris golongan kedua ini diatur dalam

Pasal 854, 855, 856, dan 857 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Golongan ketiga

Ahli waris golongan ketiga terdiri atas kakek nenek garis ibu

dan kakek nenek garis ayah. Menurut Pasal 853 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, jika yang meninggal dunia tidak meninggalkan

keturunan maupun suami atau istri maupun saudara, maka harta

warisan dikloving (dibagi dua), satu bagian untuk sekalian keluarga

sedarah dalam garis bapak lurus keatas dan satu bagian lainnya untuk

sekalian keluarga sedarah dalam garis ibu lurus keatas.

4) Golongan keempat

Ahli waris golongan keempat terdiri atas sanak keluarga

pewaris dalam garis menyimpang sampai derajat keenam dan derajat

ketujuh karena penggantian tempat (Anisitus Amanat, 2001:7).

d. Tinjauan Umum tentang Anak

Dalam lingkungan hukum Perdata Indonesia, anak-anak dari si

peninggal warisan merupakan golongan yang terpenting dan yang utama.

Page 39: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Menurut Dr. Wirjono dalam buku Hukum Waris di Indonesia yang dikutip

oleh Soedharyo Soimin (2002:31) menyebutkan bahwa “oleh karena

mereka (anak-anak) pada hakikatnya merupakan satu-satunya golongan

ahli waris, artinya sanak keluarga tidak menjadi ahli waris apabila si

peninggal warisan meninggalkan anak-anak”. Pengertian anak dalam tata

hukum negara Indonesia antara lain:

1) Pasal 250 KUHPerdata

Anak sah adalah tiap-tiap anak yang dilahirkan atau

ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai

bapaknya.

2) Pasal 42 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai

akibat dari perkawinan yang sah.

3) Pasal 280 dan 862 KUHPerdata dan Pasal 43 Undang-Undang No. 1 tahun 1974)

Anak yang lahir di luar perkawinan menurut istilah yang

dipakai atau dikenal dalam Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),

dinamakan natuurlijk kind (anak alam). Anak luar kawin itu dapat

diakui oleh ayah atau ibunya. Anak luar kawin berstatus sebagai anak

yang diakui atau istilah hukumnya natuurlijk kind. Menurut sistem

yang dianut Burgerlijk Wetboek dengan adanya keturunan di luar

perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak

dengan orang tua. Setelah ada pengakuan, baru terbitlah suatu pertalian

kekeluargaan dengan segala akibat-akibat dari pertalian kekeluargaan

tersebut (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang

mengakuinya, demikian menurut Prof Subekti yang dikutip oleh

Soedharyo Soimin (2004:40).

Fenomena yang ada mengenai perkawinan bahwa adanya

perkawinan yang hanya dilangsungkan menurut hukum adat atau

perkawinan-perkawinan yang tidak dicatat menurut ketentuan Undang-

Undang Perkawinan. Dengan tidak dilangsungkannya perkawinan

menurut ketentuan hukum yang berlaku mengakibatkan anak-anak

Page 40: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

yang dilahirkan di dalam perkawinan tersebut berstatus sebagai anak

luar kawin.

Sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal

280 dan 862) anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata

dengan orang tua yang mengakui dan hanya berhak mewaris dari orang

tua yang mengakui tersebut. Sehingga sepanjang tidak terdapat

pengakuan anak luar kawin oleh ayah dan atau ibu maka anak luar

kawin tersebut tidak berhak mewaris dari orang tuanya.

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal

43 menentukan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibu dan keluarga ibu dari anak luar kawin. Berdasarkan

ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan maka seorang anak

luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu

dan juga berhak mewaris dari ibu dan keluarga ibu.

Berkaitan dengan pengakuan anak luar kawin bahwa jika kedua

orang tua yang telah melangsungkan perkawinan belum memberikan

pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum perkawinan,

pengesahan anak hanya dapat dilakukan dengan surat pengesahan dari

Kepala Negara. Dalam hal ini Presiden harus meminta pertimbangan

dari Mahkamah Agung. Pengakuan anak tidak dapat dilakukan secara

diam-diam, tetapi semata-mata dilakukan di hadapan Pencatatan Sipil

dengan catatan dalam akta kelahiran anak tersebut atau dalam akta

perkawinan orang tua atau dalam surat akta tersendiri dari pegawai

Pencatatan Sipil bahkan dibolehkan juga dalam akta notaris

(Soedharyo Soimin, 2006 :40).

Ditinjau dari Hukum Perdata akan terlihat adanya tiga

tingkatan status hukum dari anak di luar perkawinan yaitu:

a) Anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua ibu-

bapak dari anak luar kawin itu;

b) Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau

kedua orang tua dari anak luar kawin tersebut;

Page 41: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

c) Anak di luar perkawinan yang menjadi anak sah, sebagai akibat

kedua orang tua melangsungkan perkawinan yang sah (Soedharyo

Soimin, 2006:40-41).

Mengenai pengesahan anak luar kawin menurut Soetojo

Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan (2000: 188-189) adalah status

upaya hukum (rechtmiddel) untuk memberikan suatu kedudukan

(status) sebagai anak sah melalui perkawinna yang dilakukan orang

tuanya. Pengesahan dapat dilakukan melalui perkawinan orang tua

anak yang bersangkutan atau dengan surat-surat pengesahan

berdasarkan pengakuan terlebih dahulu oleh orang tua yang

bersangkutan. Pengesahan hanya dapat terjadi oleh:

a) Karena perkawinan orang tuanya (Pasal 272 BW);

Pasal 272 BW menyatakan anak-anak yang dibenihkan diluar

perkawinan akan menjadi anak sah jika:

(1) Orang tua melangsungkan perkawinan;

(2) Sebelum orang tua melangsungkan perkawinan terlebih dahulu

telah mengakui anaknya atau pengakuan tersebut dilakukan

dalam akta perkawinan.

b) Adanya surat-surat pengesahan (Pasal 274 BW).

Pengesahan dengan surat-surat pengesahan dapat dilakukan karena

dua hal yaitu:

(1) Jika orang tuanya lalai untuk mengakui anak-anaknya sebelum

perkawinan dilangsungkan atau pada saat perkawinan

dilangsungkan (Pasal 274 BW); atau

(2) Jika terdapat masalah hubungan intergentil (Soetojo

Prawirohamidjojo dan Martalena Pohan, 2000: 188-189).

e. Tinjauan Hukum tentang Bayi Tabung

Berdasarkan P.C. Steptoe dan Dr. R.G. Edwards dalam buku Birth

After Reimplantation of Human Embryo yang dikutip oleh Salim HS

(1993:6) bahwa:

Page 42: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Proses bayi tabung pertama kali berhasil dilakukan oleh Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G. Edwards atas pasangan suami istri John Brown dan Leslie. Sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasangan suami istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istrinya, sehingga pada tanggal 25 Juli 1978 lahirlah bayi tabung yang pertama yang bernama Louise Brown di Oldham Inggris dengan berat badan 2.700 gram.

Momentum awal penemuan bayi tabung di Indonesia pada tanggal

2 Mei 1988 dengan lahirnya bayi tabung bernama Nugroho Karyanto,

hasil dari pasangan suami istri Markus dan Chai Lian yang mana sperma

dan ovum yang digunakan berasal dari Markus dan Chai Lian dan embrio

ditanamkan kembali ke rahim istri. Anak bayi tabung Nugroho Karyanto

merupakan hasil karya dari Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita

Jakarta (Salim HS, 1993:19).

Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta dan Rumah

Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo ditunjuk oleh pemerintah

Indonesia sebagai pusat pelayanan program bayi tabung di Indonesia,

maka jenis bayi tabung yang dikembangkan di RSAB Harapan Kita

Jakarta dan Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo adalah jeni

bayi tabung yang sperma dan sel telurnya diambil dari pasangan suami

istri yang sah dan embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri yang

menanamkan benih tersebut. Hal demikian sesuai dengan Pasal 16

Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang sekarang

diberlakukan dengan Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan (Salim HS, 1993:19).

Menurut John David Gordon dan Michael DiMattina (2011:98)

bahwa bayi tabung atau in vitro fertilization secara harfiah berarti

“pembuahan telur dengan sperma dalam kaca” yang diterjemahkan

menjadi pembuahan di luar tubuh di dalam laboratorium. Menurut Hanifa

Wiknjosastro (1999:497), Fertilitas ialah kemampuan seorang istri untuk

menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu

menghasilkan istri. Fertilitas merupakan fungsi satu pasangan yang

sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Pada beberapa

Page 43: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

pasangan suami istri, ada yang mengalami berbagai macam faktor dan

kelainan sistem reproduksi (infertilisasi) yang mungkin dimiliki sehingga

pasangan suami istri yang mengalami masalah infertilisasi dapat

mengalami pencegahan atau hambatan untuk memiliki keturunan.

Teknologi reproduksi buatan atau program bayi tabung merupakan

bagian dari pengobatan infertilitas. Infertilitas dikatakan sebagai kelainan

atau kondisi sakit dalam masalah reproduksi. Manusia pada dasarnya

mempunyai hak untuk bebas dari sakit. Apabila infertilitas merupakan

manifestasi dari sakit maka semua manusia mempunyai hak untuk bebas

dari kondisi infertil atau dengan kata lain berhak untuk bereproduksi.

Teknologi reproduksi buatan dalam program bayi tabung digunakan untuk

mengatasi infertilitas ini, dimana apabila reproduksi secara alami tidak

memungkinkan dilakukan maka teknik reproduksi buatan dapat

diterapkan. (http://yendi.blogdetik.com/2011/02/17/hukum-teknologi-

reproduksi-buatan/> [29 November 2011 pukul 09:45 WIB]).

Berdasarkan Hanifa Wiknjosastro (1999:497), disebutkan bahwa

infertilisasi memiliki dua jenis, yakni:

Disebut infertilisasi primer apabila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemunginan kehamilan selama 12 bulan. Infertilisasi sekunder terjadi apabila istri pernah amil, akan tetai kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.

Bayi tabung itu sendiri di dalam istilah kedokteran dikenal dengan

Fertilisasi In Vitro atau In Vitro Fertilization. Menurut John David

Gordon, Michael DiMattina (2011:98) bahwa “IVF secara harfiah berarti

pembuahan telur dengan sperma kaca yang diterjemahkan jadi

pembuahan di luar tubuh di dalam laboratorium”.

Di Indonesia, salah satu program bayi tabung juga dilakukan oleh

pasangan Inul Daratista dan Adam. Pasangan suami istri Inul Daratista dan

Adam berhasil menjalani program bayi tabung di Rumah Sakit Siloam

Surabaya dan melahirkan anak hasil program bayi tabung yang diberi

Page 44: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

nama Yusuf Ivander Damares di Rumah Sakit Medistra Jakarta pada hari

Selasa tanggal 19 Mei 2009 pukul 21.29 WIB (http://showbiz.liputan6.

com/read/230068/bayi-rp-400-juta-inul-daratista-lahir, [12 September

2011 pukul 12:17 WIB])

Program bayi tabung dilakukan dengan berbagai alasan yang

menjadi sebab serta syarat diperbolehkannya pelayanan program bayi

tabung. Teknik Bayi Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami istri

yang mengalami masalah infertilitas. Pasien Bayi Tabung umumnya

wanita yang menderita kelainan sebagai berikut :

1. kerusakan pada saluran telurnya;

2. lendir rahim istri yang tidak normal;

3. adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma

di tubuh istri;

4. tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh

dilakukan pengobatan endometriosis;

5. sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya

gelembung cairan yang berisi sel telur; dan

6. sebab-sebab lainnya yang belum diketahui.

Sedangkan alasan yang menjadi sebab pada suami untuk

menjalankan program bayi tabung, teknik ini diperuntukkan bagi pasien

pria atau suami yang pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang

kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit

sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya pembuahan

(http://pendidikanagamaislam07.blogspot.com/2009/12/setatus-anak-zina-

anak-angkat-bayi.html, [5 September 2011 pukul 01:54 WIB]).

Dewasa ini ilmu kedokteran berupaya untuk mengatasi setiap

penyebab yang menghalangi impian pasangan suami istri dalam memiliki

keturunan. Salah satu hasil kerja keras yang didapat para ahli dan penulis

kedokteran yang menjadi andalan dalam rangka mengatasi masalah

infertilisasi pada pasangan suami istri adalah Fertilisasi In Vitro (FIV).

Page 45: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Wiryawan Permadi (2008:1) istilah “bayi tabung” atau yang

dikenal masyarakat, pada dasarnya mengacu pada proses Fertilisasi In

Vitro (FIV) dalam dunia kedokteran. Fertilisasi berarti pembuahan sel

telur wanita ole spermatozoa pria, sedangkan In Vitro berarti di luar tubuh.

Sehingga Fertilisasi In Vitro berarti proses pembuahan sel telur wanita

oleh spermatozoa pria (bagian dari proses reproduksi manusia), yang

terjadi di luar tubuh.

Latar belakang dilakukan proses bayi tabung atau Fertilisasi In

Vitro dibagi menjadi dua bagian:

1) Faktor Pria

a) Gangguan pada saluran keluar spermatozoa;

b) Kelumpuhan fisik yang menyebabkan pria tidak mampu

melakukan hubungan seksual seperti kelumpuhan tubuh bagian

pinggang ke bawah setelah terjadinya kecelakaan;

c) Sangat terbatasnya jumlah spermatozoa yang mampu membuahi

sel telur (yang mengalami bentuk tubu spermatozoa normal dan

bergerak secara aktif);

d) Hal lain yang masih belum dapat dijelaskan secara ilmiah.

2) Faktor Wanita

a) Gangguan pada saluran reproduksi wanita seperti pada

perlengketan atau sumbatan tuba;

b) Adanya antibody abnormal pada saluran reproduksi wanita,

sehingga menyebabkan spermatozoa pria yang masuk ke dalam

saluran reproduksi wanita tidak mampu bertahan hidup;

c) Hal lain yang masih belum dapat dijelaskan secara ilmiah

(Wiryawan Permadi, 2008:4).

Proses bayi tabung yang dilakukan yaitu pertama dilakukan

pengumpulan atau pengambilan spermatozoa dan sel telur yang telah

matang dari organ reproduksi pria dan wanita yang hendak memiliki anak,

dalam hal ini pasangan suami istri yang sah. Kedua, spermatozoa dan sel

telur yang memiliki kualitas baik ditempatkan dalam sebuah cawan

Page 46: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

khusus, berisi cairan yang serupa dengan cairan dalam saluran reproduksi

wanita. Dengan cara demikian, fertilisasi dapat berlangsung layaknya

dalam saluran reproduksi wanita, yang karena suatu penyebab tidak dapat

berlangsung secara spontan pada pasangan suami istri yang bersangkutan.

Kelanjutan proses setelah terciptanya embrio sebagai hasil dari sel telur

yang dibuahi oleh spermatozoa pada kehamilan spontan (tanpa bantuan

teknologi kedokteran) dan kehamilan dengan Fertilisasi In Vitro adalah

sama yakni embrio yang terbentuk akan tertanam dalam dinding rahim

(istilah kedokteran : Implantasi). Jika tidak terdapat gangguan, proses bayi

tabung atau Fertilisasi In Vitro akan terus berlangsung hingga lahirnya

seorang bayi (Wiryawan Permadi, 2008:6).

Setiap upaya untuk mencapai keberhasilan selalu memiliki resiko

akan terjadinya kegagalan, seperti pada hal proses bayi tabung atau

Fertilisasi In Vitro. Berdasarkan waktu terjadinya maka resiko proses

pelaksanaan bayi tabung atau Fertilisasi In Vitro terdiri dari:

1) Resiko saat pelaksanaan tahap-tahap fertilisasi in vitro

a) Sindrom Hiperstimulasi Ovarium

Pada tahap awal fertilisasi in vitro, ovarium istri dirangsang

untuk memproduksi sel telur matang dalam jumlah yang lebih

banyak dibandingkan siklus reproduksi normal. Sekitar 5% dari

wanita yang mengalami stimulasi ovarium terjadi kelainan yang

disebut syndrome hiperstimulasi ovarium dengan gejala seperti

perut mual, diare, kenaikan berat badan, warna utin lebih gelap,

nyeri dada, serta dinding perut menjadi tegang.

b) Resiko kegagalan embrio untuk tumbuh di laboratorium, hingga

siap ditanamkan kembali ke dalam rahim

Meskipun tata laksana proses Fertilisasi In Vitro dilakukan

dengan baik akan tetapi masih ada kemungkinan akan gagalnya

pertumbuhan embrio di laboratorium yang penyebab kegagalannya

belum diketahui.

Page 47: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

c) Resiko kegagalan embrio untuk menanamkan diri dalam dinding

rahim, setelah dilakukan transfer embrio

Setelah dokter menempatkan embrio yang dihasilkan dari

fertilisasi sel telur oleh spermatozoa di laboratorium ke raim istri,

maka kelanjutan hubungan antara embrio dan dinding rahim

bergantung pada embrio dan rahim istri.

2) Resiko kegagalan embrio untuk tumbuh di laboratorium, hingga

ditanamkan kembali ke dalam rahim

a) Resiko keguguran

Keguguran berarti keluarnya buah kehamilan secara

spontan (tanpa penyebab yang jelas), sebelum usia kehamilan

mencapai 20 minggu, atau sebelum bayi dapat hidup di luar

kandungan (Wiryawan Permadi, 2008:52-57).

b) Resiko kehamilan lebih dari 1 janin/kembar

Menurut pendapat dari David Orentlicher (2010: 2, Vol 40,

No 3) bahwa, any multiple birth raises health risks. Among twins,

more than 60% are born prematurely; among triplets or other

multiples, more than 95 % are premature. IVF twins, triplets, and

other multiples are more likely than singletons to require neonatal

intensive care, to develop cognitive and physical disabilities, and

to die. Kehamilan lebih dari satu dalam fertilisasi in vitro sangat

rawan sekali dalam kesehatan, dapat membahayakan kesehatan

bahkan dampak yang terjadi dapat berupa kematian.

f. Dasar Hukum, Status, dan Kedudukan atas Anak Bayi Tabung

terhadap Harta Warisan

Adanya alih teknologi dari luar negeri ke dalam negeri di bidang

kedokteran yang menghasilkan program bayi tabung yang akan diterapkan

sesuai dengan budaya dan hukum di Indonesia. Dasar hukum yang

digunakan telah dipertegas dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Undang-Undang Kesehatan yang berbunyi:

Page 48: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh

pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang

bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum

berasal;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu; dan

c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Menurut pandangan dari Sudikno Mertokusumo (Salim HS,

1993:77):

Dengan lahirnya teknologi canggih yang menghasilkan bayi tabung, sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak dan menginginkannya makin lama akan makin lebih suka memperoleh bayi tabung daripada mengangkat orang lain (hal ini tergantung pada pendidikan dan kesadaran). Kedudukan yuridis bayi tabung pun seperti halnya anak angkat, yaitu “menggantikan” atau sama dengan anak kandung. Jadi anak yang dilahirkan melalui bayi tabung hak dan kewajibannya sama dengan anak kandung. Ia berhak atas pemeliharaan, pendidikan dan warisan dari orang tuanya.

Di Indonesia belum ada pengaturan mengenai bayi tabung secara

spesifik, akan tetapi sudah ada suatu persyaratan umum untuk

dilakukannya proses bayi tabung sesuai dengan Pasal 127 Undang-Undang

No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu yang berhak untuk melakukan

program bayi tabung di Indonesia yakni suami istri dari perkawinan yang

sah dan ditanamkan pada rahim si istri yang bersangkutan.

g. Tinjauan Umum tentang Penafsiran Hukum

Penafsiran (interpretasi) menurut Soedjono Dirjosisworo yang

dikutip oleh Ishaq (2008:254) adalah “menentukan arti atau makna suatu

teks atau bunyi pasal berdasar pada kaitannya”. Berdasarkan pendapat dari

Page 49: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

R. Soeroso dalam buku Ishaq (2008:254) menjelaskan bahwa penafsiran

atau interpretasi ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil

yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki

serta dimaksud oleh pembuatan undang-undang.

Tujuan perbuatan penafsiran undang-undang itu sendiri selalu

untuk menentukan arti sebenarnya dari putusan kehendak pembuat

undang-undang, yaitu seperti tertulis di dalam rumusan dari ketentuan

pidana di dalam undang-undang. hakim berkewajiban untuk menafsirkan

ketentuan pidana dengan setepat-tepatnya, yakni apa yang sebenarnya

dimaksud dengan rumusan mengenai ketentuan pidana tersebut.

Dalam praktik penggunaan undang-undang sehari-hari, tidak selalu

ditemukan pengertian dari suatu istilah terdapat dalam suatu perumusan

undang-undang yang sedang dihadapi. Akan tetapi, bagaimanapun juga

harus ditemukan tafsir atau pengertiannya. Adapun mengenai macam-

macam penafsiran antara lain:

1) Penafsiran menurut tata bahasa (grammatical interpretative), yaitu

memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan tata

bahasa;

2) Penafsiran secara sistematis, yaitu apabila suatu istilah atau perkataan

dicantumkan dua kali dalam satu pasal, atau pada undang-undang,

maka pengertiannya harus sama pula;

3) Penafsiran mempertentangkan (argentums acontrario), yaitu

menemukan kebalikan dari pengertian suatu istilah yang sedang

dihadapi;

4) Penafsiran memperluas (extensieve interpretative), yaitu memperluas

pengertian dari suatu istilah berbeda dengan pengertiannya yang

digunakan sehari-hari. Contohnya aliran listrik ditafsirkan sebagai

benda;

5) Penafsiran mempersempit (restrictieve interpretative), yaitu

mempersempit pengertian dari suatu istilah. contoh Kerugian

Page 50: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

ditafsirkan tidak termasuk kerugian yang “tidak terwujud”, seperti

sakit, cacat, dan sebagainya;

6) Penafsiran historis (rects/wets-istoris), yaitu mempelajari sejarah

yang berkaitan atau mempelajari pembuatan undang-undang yang

bersangkutan akan ditemukan pengertian dari suatu istilah sedang

dihadapi. Contoh: Seseorang yang melanggar hukum atau melakukan

tindak pidana dihukum denda Rp 250,00 denda sebesar itu jika

ditetapkan saat ini jelas tidak sesuai, maka harus ditafsirkan sesuai

dengan keadaan harga saat ini;

7) Penafsiran theologies, yaitu mencari tujuan atau maksud dari suatu

peraturan undang-undang. Misalnya tujuan dari pembentukan

Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), Undang-undang No 16

Pnps Tahun 1963, ialah untuk mempercepat proses penyelesaian suatu

perkara khusus;

8) Penafsiran logis, yaitu mencari pengertian dari suatu istilah atau

ketentuan berdasarkan hal-hal yang masuk di akal. Cara ini tidak

banyak dipergunakan;

9) Penafsiran analogi, yaitu memperluas pengertian atau cakupan dari

ketentuan undang-undang.

10) Penafsiran komparatif, yaitu penafsiran dengan cara membandingkan

dengan penjelasan berdasarkan perbandingan hukum, agar dapat

ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang;

11) Penafsiran futuristis, yaitu penafsiran dengan penjelasan undang-

undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum

mempunyai kekuatan hukum, yaitu rancangan undang-undang (Ishaq,

2008:255-256).

Sedangkan menurut Soedjono Dirdjosisworo (2005:157), beberapa

macam penafsiran hukum yang lazim diterapkan yaitu:

1) Penafsiran gramatikal atau konteks, dengan cara mempelajari dan

menggunakan hubungan kalimat;

Page 51: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2) Penafsiran sistematis, konteks, dengan cara mempelajari sistem dan

rumusan undang-undang, yang meliputi:

a) Penalaran analogi dan penalaran a kontrario. Penggunaan a

kontrario yaitu memastikan sesuatu yang tidak disebut oleh pasal

undang-undang secara kebalikan. Sedangkan analogi berarti

pengluasan berlakunya kaidah undang-undang;

b) Penafsiran ekstensif dan restriktif (bentuk-bentuk yang lemah

yang terdahulu secara logis tak ada perbedaan);

c) Penghalusan hukum atau rechsverfijning atau pengkhususan

berlakunya undang-undang.

3) Penafsiran historis dengan cara mempelajari:

a) Sejarah hukum, konteks, perkembangan yang telah lalu dari hukum

tertentu seperti KUHP dan BW;

b) Sejarah undang-undang, konteks, penjelasan-penjelasan dari

pembentuk undang-undang pada pembentukan undang-undang

yang bersangkutan.

4) Penafsiran teleologis, konteks, dengan cara pergaulan sosial.

Menurut Soeroso (2007:97) bahwa penafsiran hukum dapat

dilakukan dengan cara:

1) Dalam pengertian subjektif dan objektif

Penggunaan cara penafsiran secara subjektif apabila ditafsirkan

seperti yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang, sedangkan

pengertian objektif digunakan apabila penafsirannya lepas dari

pendapat pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa

sendiri;

2) Dalam pengertian sempit dan luas

Dalam pengertian sempit (restriktif) yakni apabila dalil yang

ditafsirkan diberi pengertian yang sangat dibatasi sedangkan dalam

pengertian secara luas (ekstensif) yaitu apabila dalil yang ditafsirkan

diberi pengertian seluas-luasnya.

Page 52: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Selanjutnya menurut Soeroso (2007:98), dilihat dari sumbernya

penafsiran hukum dapat bersifat:

1) Otentik, ialah penafsiran seperti yang diberikan oleh pembuat undang-

undang seperti yang dilampirkan pada undang-undang sebagai

penjelasan. Penafsiran otentik mengikat umum;

2) Doktrinair atau ilmiah, ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku

dan lain-lain hasil karya para ahli. Hakim tidak terikat karena

penafsiran ini hanya mempunyai nilai teoritis;

3) Hakim, penafsiran yang bersumber pada pendapat dan pertimbangan

hakim dalam peradilan yang hanya mengikat pihak-pihak yang

bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu (Pasal 1917 ayat

(1) KUHPerdata).

Dalam penulisan hukum ini, penulis akan menggunakan penafsiran

gramatikal atau konteks, penafsiran hukum sistematis, dan penafsiran

analitik. Penggunaan penafsiran hukum gramatikal atau konteks dalam

penulisan ini dengan alasan bahwa penulisan hukum ini perlu

menggunakan penafsiran menurut tata bahasa atau kata-kata dalam

peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penulisan hukum ini.

Penafsiran gramatikal ini digunakan dengan mempelajari dan

menggunakan hubungan kalimat yang terdapat ada pasal-pasal yang

diperlukan untuk penulisan ini baik dalam Undang-Undang No 1 Tahun

1974 beserta peraturan pelaksanaannya seperti pasal yang berkaitan

dengan sahnya suatu perkawinan atau pencatatan perkawinan di Indonesia,

selain itu pada Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

seperti pada pasal yang mengatur mengenai kehamilan diluar cara alami.

Penafsiran secara gramatikal juga akan digunakan dalam memelajari tata

bahasa pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai pengaturan

tentang hukum warisnya.

Sedangkan penafsiran hukum secara sistematis digunakan apabila

suatu istilah atau perkataan dicantumkan dua kali dalam satu pasal atau

pada undang-undang, maka pengertiannya harus sama pula. Selain itu,

Page 53: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

penafsiran sistematis itu memiliki arti bahwa suatu penafsiran yang

menghubungkan pasal yang satu dengan yang lain dalam suatu perundang-

undangan yang bersangkutan atau pada peundang-undangan hukum

lainnya atau membaca penjelasan suatu perundang-undangan sehingga

dapat dimengerti apa yang dimaksud (Soeroso, 2007:102). Pada Undang-

Undang Perkawinan, bahwa yang dimaksud perkawinan dalam beberapa

pasal pengertian dan maknanya sama, selain itu mengenai hal pencatatan

perkawinan mengandung arti yang sama pula dalam undang-undang

perkawinan dan juga dalam peraturan pelaksana dari undang-undang

perkawinan itu.

Penafsiran selanjutnya yang digunakan dalam penulisan hukum ini

yaitu penafsiran analogi dengan cara memperluas pengertian atau cakupan

dari ketentuan undang-undang. Penafsiran analogi ini diterapkan dengan

cara memperluas pengertian dan maksud dari anak sah yang diatur dalam

Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pada Pasal 42

Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perluasan

pengertian dan cakupan dari anak sah tersebut selanjutnya dihubungakan

dengan pengaturan mengenai anak dengan proses bayi tabung atau

kehamilan diluar cara alami yang termuat dalam Pasal 127 Undang-

Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sifat penulisan hukum ini

bersifat doktinair dimana penafsiran yang dilakukan menggunakan buku-

buku dan literatur lain hasil karya para ahli sehingga penafsiran ini

mempunyai penafsiran teoritis.

Page 54: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Kerangka pemikiran penulisan hukum ini berdasarkan atas kedudukan

hukum anak bayi tabung dalam hubungan hukum perkawinan menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang selanjutnya

menyangkut tentang hak mewaris atas anak bayi tabung menurut hukum

perdata di Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada penelitan

hukum ini meninjau pasal-pasal yang berkaitan dengan hukum warisnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan suatu sumber hukum

perdata yang memuat mengenai pengaturan tentang perkawinan dengan

ketentuan pada pasal-pasal yang masih berlaku. Mengenai perkawinan diatur

selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

yang sebagai Undang-Undang Perkawinan nasional lebih menitikberatkan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Hukum Waris)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Anak Bayi Tabung

Kedudukan Hukum atas Anak Bayi Tabung

Hak Mewaris atas Anak Bayi Tabung

(KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan

Alih Teknologi Perkawinan Sah dan Anak Sah

Anak

Page 55: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

pada perkawinan sah. Tujuan dari perkawinan yaitu memperoleh kebahagiaan

dan kekal atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa serta bertujuan untuk

memiliki keturunan atau anak. Perkawinan yang sah menurut Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut menghasilkan anak yang sah

pula menurut hukum. Tujuan perkawinan erat sekali dengan hal memiliki anak

sebagi penerus keturunan. Namun ada beberapa pasangan suami istri di

Indonesia yang tidak dapat memiliki keturunan atau anak karena suatu hal

seperti kelainan alat reproduksi dan juga faktor usia. Ketidakmampuan untuk

memiliki keturunan atau anak menjadi suatu permasalahan yang sering timbul

dalam keluarga.

Perkembangan zaman yang semakin canggih menuntut para ahli dan

kedokteran untuk memecahkan permasalahan pasangan suami istri yang tidak

mampu memiliki anak. Indonesia sebagai suatu negara berkembang

menyadari juga bahwa ilmu pengetahuan dan alih teknologi mempunyai

peranan penting dalam mempercepat pembangunan nasional (Dewi Astutty

Mochtar, 2001:51). Sehingga dirasa perlu untuk menerima teknologi karya

dari negara lain yang belum dimiliki dan belum dikuasai oleh Indonesia yang

disebut dengan alih teknologi. Selanjutnya para ahli kedokteran Indonesia

mengadopsi teknologi luar negeri yakni program fertilisasi in vitro atau yang

lebih dikenal dengan bayi tabung. Program bayi tabung ini merupakan salah

satu cara penanggulangan kesulitan memperoleh anak secara biologis dari

pasangan suami istri yang sah di Indonesia. Adanya Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

tentang Undang-Undang Kesehatan maka menjadi dasar diperbolehkan

program alih teknologi dari luar negeri ke dalam negeri.

Berdasarkan program alih teknologi tersebut maka melalui teknologi

bayi tabung para ahli dan kedokteran dapat mengatasi permasalahan pasangan

suami istri atas ketidakmampuan memiliki anak atau keturunan. Program bayi

tabung merupakan upaya pasangan suami istri untuk memperoleh anak

dengan cara diluar alamiah dengan maksud bahwa pembuahan atas proses

reproduksi menggunakan bantuan teknologi. Akan tetapi dengan timbulnya

Page 56: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

program bayi tabung ini menjadikan problematika dalam tata hukum di

Indonesia sebab sebelumnya belum diatur mengenai bayi tabung, terutama

mengenai kedudukan yuridis dari anak hasil bayi tabung. Penting untuk

menelaah mengenai status dan kedudukan hukum, hak waris anak hasil bayi

tabung, serta hak dan kewajibannya dengan melihat dari sudut pandang

ketentuan dalam sistem hukum di Indonesia.

Melalui kerangka pemikiran tersebut, maka dianggap perlu untuk

melakukan penulisan mengenai anak bayi tabung dalam hukum waris

berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

yaitu tentang kedudukan hukum atas anak bayi tabung dan hak waris atas

anak bayi tabung berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Page 57: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hukum Anak Bayi Tabung dalam Perkawinan Orang Tua

menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

1. Aturan Yuridis dan Problematika tentang Anak Bayi Tabung

Dewasa ini muncul beberapa penemuan baru di berbagai bidang di

Indonesia, salah satunya di bidang ilmu kedokteran yang mana para ahli

kedokteran di luar negeri menemukan suatu solusi untuk mengatasi

ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan.

Penemuan yang dimaksud tersebut ialah adanya program bayi tabung atau

dalam istilah kedokteran disebut dengan Fertilisasi in Vitro (in vitro

fertilization). Kemudian para ahli kedokteran di Indonesia mempelajari

pula penemuan program bayi tabung untuk diterapkan di Indonesia. Untuk

dapat diterapkan di Indonesia maka pelayanan program bayi tabung

memerlukan perlindungan hukum oleh karena semua tindakan dan

perilaku yang dilakukan di Indonesia harus berdasar pada hukum.

Hukum yang mengatur tentang bayi tabung di Indonesia belum

ada, sedangkan dalam hukum perdata yang mengatur tentang status hukum

anak, baik anak sah maupun anak luar kawin diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Pengertian anak sah yang disebutkan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tersebut bertitik tolak dari hasil hubungan seksual yang

dilakukan secara alami antara pasangan suami istri dan pasangan suami

istri tersebut terikat dalam perkawinan yang sah sedangkan mengenai hal

yang berkaitan dengan intervensi manusia yakni intervensi dokter atau ahli

seperti dalam hal membantu pasangan suami istri yang mandul belum

pernah terpikirkan oleh pembuat Undang-undang pada saat itu. Sehingga

dalam pasal 4 ayat (2c) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan diatur tentang kewenangan Pengadilan untuk memberikan izin

42

Page 58: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kepada suami untuk melangsungkan perkawinan lebih dari satu apabila

istri tidak dapat melahirkan keturunan (Salim HS, 1993:74-75). Namun

selain ranah pada hukum perdata, terdapat pengaturan mengenai status

hukum anak bayi tabung yang menegaskan bahwa anak bayi tabung

tersebut dikatgorikan dalam anak sah yaitu dalam hukum Islam pada Pasal

99 Kompilasi Hukum Islam bahwa “Anak yang sah adalah :

a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;

b. hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh

istri tersebut”.

Sampai saat ini belum ada ketentuan khusus dalam hukum positif

di Indonesia mengenai bayi tabung. Akan tetapi telah ada ketentuan dalam

peraturan perundangan-undangan Republik Indonesia yang telah

menyinggung tentang kehamilan diluar cara alamiah. Kehamilan diluar

cara alamiah tersebut yakni kehamilan yang ada turut campur dengan

teknologi atau dengan bantuan medis. Campur tangan teknologi atau

bantuan medis tersebut terjadi pada kehamilan dengan hasil anak bayi

tabung yang mana tertuang dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan pada Pasal 127 yang berbunyi:

(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh

pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang

bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum

berasal;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu; dan

c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 127 Undang-Undang No 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan membolehkan pelaksanaan kehamilan

Page 59: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

diluar cara alamiah atau dengan program bayi tabung yang menggunakan

sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah kemudian embrionya

ditransplantasikan ke dalam rahim istri (Salim HS, 1993:76). Sehingga

unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan yaitu:

1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah yang hanya dapat dilakukan oleh

pasangan suami istri yang sah;

2) Hasil pembuahan ditransplantasikan ke dalam rahim istri yang

bersangkutan;

3) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk program bayi tabung;

4) Dilakukan dengan fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Meskipun dalam Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang No 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa “ketentuan mengenai

persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah” akan tetapi sampai pada saat

ini belum ada pengaturan lebih lanjut atau pengaturan khusus dalam

hukum positif di Indonesia mengenai program bayi tabung di Indonesia

khususnya mengenai status dan kedudukan hukum dari anak bayi tabung,

melainkan baru ada pedoman pelayanan bayi tabung di rumah sakit.

a. Anak menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan selain

mengatur mengenai perkawinan itu sendiri juga mengatur mengenai

anak yang dilahirkan sebagai hasil dari perkawinan. Berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 250 bahwa anak yang

dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan memperoleh suami

sebagai ayah dari anak yang dilahirkan atau dibesarkan tersebut.

Sedangkan dalam Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari

keseratus delapan puluh (6 bulan) hari perkawinan dapat diingkari oleh

Page 60: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

suami. Sehingga berdasarkan pada Pasal 250 sampai dengan pasal 251

Kiab Undang-Undang Hukum Perdata tersirat untuk dapat menentukan

status dan kedudukan seorang anak untuk dikategorikan sebagai anak

sah atau anak yang tidak sah.

Dengan demikian suatu perkawinan yang sah akan menentukan

kedudukan anak, peranan, dan tanggung jawab anak dalam keluarga.

Mengenai kedudukan hukum anak diatur dalam Pasal 42 sampai

dengan 44 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Dalam hal ini perlu diketahui Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan membedakan anak dalam perkawinan

atas anak yag sah dan anak yang tidak sah. Keduanya mempunyai

kedudukan hukum yang berbeda dalam keluarga. Ketentuan Pasal 42

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menentukan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam

atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Ini berarti bahwa anak sah

meliputi:

a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, yakni anak-

anak yang dilahirkan sesudah perkawinan yang sah dilangsungkan

termasuk pula kawin hamil;

b. Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah, yakni

anak-anak yang dilahirkan sesudah perkawinan yang sah dilakukan

tetapi kemudian orangtua dari anak yang dilahirkan tersebut

bercerai (Rachmadi Usman, 2006:347).

b. Proses Lahirnya Anak Bayi Tabung

Perkembangan global ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran secara nyata telah sangat mempengaruhi perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan pelayanan atau asuhan

kedokteran di Indonesia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran dalam upaya penyembuhan di Indonesia (Akademi Ilmu

Pengetahuan Indonesia Komisi Bidang Ilmu Kedokteran, 1997:50).

Page 61: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Upaya penyembuhan suatu penyakit yang dilakukan oleh para ahli

kedokteran dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

memerlukan biaya, tenaga dan waktu. Dalam upaya penyembuhan

tersebut ada yang memerlukan biaya yang banyak atau mahal dan ada

pula yang memerlukan biaya yang relatif sedikit murah atau

terjangkau. Sehingga diperlukan cara pendekatan dalam rangka

pemberian pelayanan kedokteran.

Cara pendekatan dalam pemberian pelayanan atau asuhan

kedokteran harus disesuaikan dengan keadaan atau tingkat

perkembangan golongan masyarakat. Selain itu juga disesuaikan

dengan kebutuhan dari setiap golongan masyarakat yang

memerlukannya tersebut. Ditinjau dari perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedoteran, pada perkembangan upaya

penyembuhan di Indonesia terdapat variasi rentang yang sangat lebar

dari penyembuhan yang sifatnya sederhana dengan penyembuhan atau

pemberian solusi yang sifatnya lebih kompleks atau rumit, seperti

diterapkannya teknologi di bidang reproduksi manusia dengan

dikembangakannya Assisted Reproductive Technology (ART) pada

fertilisasi in vitro (IVF-in vitro fertilization) memberi tanggung jawab

kepada ilmuwan bidang kedokteran untuk memahami berbagai

masalah hukum, etik, dan agama, sebelum dimanfaatkan dalam

pelayanan kedoteran (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Komisi

Bidang Ilmu Kedokteran, 1997:53). Dengan adanya pemahaman

mengenai penyembuhan atau solusi di bidang reproduksi manusia

dalam bentuk teknologi bayi tabung yang berkaitan dengan masalah

hukum, etik, dan agama maka besar kemungkinan bahwa penerapan

teknologi bayi tabung di Indonesia akan disesuaikan dengan nilai luhur

budaya bangsa Indonesia.

Adanya teknologi sebagai bantuan dalam bidang kedokteran

yang berkaitan dengan program pelayanan bayi tabung maka dapat

membantu pasangan suami istri yang tidak dapat memiliki keturunan

Page 62: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

atau mengalami kendala untuk memperoleh keturunan, salah satu

penyebabnya mengenai ketidaksuburan sistem reproduksi pada istri.

Bila saluran telur seorang istri sedemikian rusaknya sehingga tidak

mungkin lagi diatasi dengan pembedahan, atau yang tubanya rusak

atau tertutup, masih ada harapan melalui teknik pembuahan dalam

tabung atau IVF (in Vitro fertilization) atau yang lebih dikenal dengan

teknik bayi tabung (Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto, 2007:69).

Akan tetapi ketidaksuburan sistem reproduksi tersebut tidak hanya

terjadi pada pihak wanita atau istri melainkan terjadi pula pada pihak

pria atau suami yang biasanya adalah sperma yang cacat. Penyebab

sperma yang cacat atau adanya masalah dengan pemindahan sperma ke

dalam alat reproduksi wanita (Anne Charlish dan Kim Davies,

2005:66). Ketidaksuburan dalam sistem reproduksi yang terjadi pada

pria/suami ataupun wanita/istri diperlukan suatu solusi penyembuhan

atau jalan keluar untuk mengatasi ketidaksuburan sistem reproduksi

tersebut. Sehingga ahli kedokteran beserta ilmu pengetahuan teknologi

kedoteran sangat diperlukan dan berperan besar untuk penanganan

masalah sistem kesuburan reproduksi manusia.

Untuk mengatasi ketidaksuburan yang ada maka perawatan

kesuburan buatan akan disarankan oleh dokter spesialis kepada

pasangan suami istri yang tidak mungkin mendapatkan kehamilan

secara alami. Perawatan ini berupa inseminasi buatan atau fertilisasi in

vitro atau yang lebih dikenal dengan teknologi bayi tabung. Pasangan

suami istri harus memahami secara pasti mengenai hal-hal yang

termasuk dalam perawatan fertilisasi in vitro dan memahami

kesempatan keberhasilan serta beban finansial yang harus ditanggung.

Inseminasi buatan itu sendiri merupakan suatu proses pemasukan

sperma ke dalam saluran serviks (leher rahim) wanita atau langsung

ke dalam rahim wanita. Semua prosedur tersebut dilakukan di rumah

sakit dengan menggunakan alat suntik. Inseminasi buatan ini berguna

untuk pasangan suami istri yang memiliki masalah antibodi

Page 63: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

penghancur sperma pada tubuh si wanita serta bagi pasangan yang

mengalami kesulitan seksual. Prosedur dalam teknologi bayi tabung ini

juga digunakan untuk kasus-kasus ketidaksuburan yang tidak diketahui

sebabnya (Anne Charlish dan Kim Davies, 2005:69).

Teknologi bayi tabung adalah hasil dari pembuahan in vitro

yaitu mempertemukan sel telur dengan sperma di luar tubuh wanita.

Program bayi tabung ini berguna bagi pasangan yang memiliki

masalah antibodi penghancur sperma pada tubuh wanita serta bagi

pasangan yang mengalami kesulitan seksual, seperti impotensi atau

ejakulasi dini, produksi sperma yang rendah, atau penyumbatan dalam

organ-organ reproduksi pria (Anne Charlish dan Kim Davies, 2005:69-

70).

Bagi pasangan tidak subur (infertil) dengan kasus adanya lendir

mulut rahim yang abnormal, saluran telur mengalami kerusakan, mutu

sperma yang kurang baik, adanya antibodi terhadap sperma, tidak

hamil juga meskipun endometriosis telah diobati, serta adanya

gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya akan

disarankan oleh ahli kedokteran untuk melakukan program inseminasi

buatan atau prosedur bayi tabung. Namun karena pertimbangan

masalah etika yang berkaitan dengan pembuahan dalam tabung atau

fertilisasi in vitro dan transfer embrio (IVF-TE), dan inseminasi buatan

dengan sperma donor, prosedur tersebut hanya dilakukan di pusat-

pusat perawatan tertentu yang mempunyai pengawasan ketat (Syamsir

Alam dan Iwan Hadibroto, 2007:66).

Pada dasarnya program bayi tabung adalah pelaksanaan proses

pembuahan yang seharusnya terjadi di dalam saluran telur tatapi

karena satu dan lain hal proses tersebut tidak dapat terjadi secara

alamiah, maka proses demikian dilakukan secara in vitro. Yang

diperlukan dalam pelayanan program bayi tabung adalah wanita yang

bersangkutan mempunyai indung telur (ovarium) yang sehat dan dapat

berfungsi, serta rahim yang sehat pula. Teknik ini pertama kali

Page 64: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

dilakukan di Inggris pada tahun 1978 dan setahun kemudian banyak

Negara lain yang ikut berhasil melakukan pelayanan teknik bayi

tabung. Tetapi dalam In Vito Fertilization yang dilakukan hanya satu

kali, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 15%. Jika diulangi dua atau

tiga kali pada wanita yang sama, maka tingkat keberhasilannya

meningkat menjadi 20%. Prosedur bayi tabung dimulai dengan

perangsangan indung telur dengan hormon. Hal ini dilakukan untuk

memacu perkembangan sejumlah folikel agar menghasilkan sel telur.

Perkembangan pematangan sel telur tersebut dipantau secara teratur

dengan alat ultrasonografi dan dilakukan juga pengukuran kadar

hormon ekstradional dalam darah (Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto,

2007:68).

Perkembangan yang terakhir pengambilan sel telur matang dari

permukaan indung telur tidak perlu lagi melalui operasi kecil tetapi

cukup lewat pengisapan cairan folikel dengan tuntunan alat

ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian dibawa

ke laboratorium dan seluruh sel telur yang diperoleh kemudian

dieramkan dalam inkubator. Beberapa jam kemudian kepada setiap sel

telur ditambahkan sejumlah sperma yang telah dioleh dan dipilih yang

terbaik mutunya agar terjadi inseminasi. Telur-telur tersebut dilihat

dengan mikroskop untuk memastikan bahwa proses pembuahan

berjalan secara normal. Sekitar 18-20 jam kemudian akan terlihat

proses pembuahan berhasil atau tidak. Sel telur yang telah dibuahi

sperma disebut zigot, dan akan dipantau lagi selama 22-24 jam untuk

melihat perkembangan prosesnya menjadi embrio. Biasanya dokter

akan memilih empat embrio yang terbaik untuk ditanamkan ke dalam

rahim wanita. Jumlah tersebut adalah maksimal karena apabila

keempatnya berhasil dan terjadi kehamilan, risikonya akan besar bagi

calon ibu dan janin yang dikandungnya. Embrio yang terbaik itu

kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke

dalam rahim. Terjadinya kehimlan dapat diketahui melalui

Page 65: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

pemeriksaan air seni 14 hari setelah pemindahan embrio. Walaupun

umumnya hanya satu yang hidup. Langkah-langkah selanjutnya adalah

melakukan pemantauan kondisi wanita itu untuk memastikan embrio

sudah tertanam atau belum dan apakah kehamilan dapat berlangsung

dengan normal (Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto, 2007:69).

Dalam beberapa kasus, seorang wanita yang sedang

mengandung mengalami keguguran tanpa menyadarinya. Sangat

banyak kasus terjadi dalam sua bulan pertama kehamilan, bahkan

sebelum wanita tersebut menyadari bahwa dirinya sedang

mengandung. Keguguran pada tahap-tahap awal kehamilan lenih

sering terjadi dari yang diduga. Hal inilah yang kemudian dalam

beberapa kasus dianggap sebagai tertundanya kehamilan. Bisa

dikatakan bahwa lebih dari 50% kehamilan mengalami keguguran.

Gejala-gejala keguguran mencakup pendarahan vagina, kram di bagian

perut, dan rasa pegal pada punggung seperti yang biasa terjadi ketika

menstruasi. Muntah berlebihan juga bisa merupakan gejala atau tanda-

tanda awal keguguran. Hampir tidak ada yang bisa dilakukan untuk

menghentikan keguguran akan tetapi seseorang yang mengalami

keguguran harus segera mendapatkan saran medis untuk mencegah

infeksi dan komplikasi (Anne Charlish dan Kim Davies, 2005:62).

c. Legalitas Anak Bayi Tabung Melalui Akta Atau Pencatatan

Kelahiran Anak

Menurut pendapat dari Jonathan Todres dalam jurnalnya yang

berjudul Birth Registration: An Essential First Step toward Ensuring

the Rights of All Children (2003:1) mengenai pencatatan kelahiran

yaitu:

Birth registration is the process by which a child’s birth is recorded in a civil register by the applicable government authority. This step provides the first legal recognition of the child, and generally is required for the child to obtain a birth certificate. A child’s birth record typically includes the name of the child, the names of his or her parents, the name of the

Page 66: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

attending healthcare professional or birth attendant, and the date and place of birth. Once this information is provided, the birth record is signed by the local registrar and filed with the relevant government agency for that region. The birth record may also include the name, address, and nationality of each parent. Such additional information, along with the child’s place of birth, can help establish the nationality of the child. Although birth registration can be achieved in a variety of ways, the registration of a newborn child typically is facilitated by the local hospital where the child is born or the community healthcare worker present at the birth. If the birth does not take place in a hospital or is not presided over by a community health worker, the parents are expected to take their child to the local government office to register the child as soon as possible after the birth. Pendaftaran kelahiran merupakan suatu proses dimana

kelahiran anak dicatat dalam register sipil oleh pemerintah yang

berlaku otoritas. Langkah ini memberikan pengakuan hukum pertama

dari anak, dan umumnya diberlakukan bagi anak untuk mendapatkan

akta kelahiran. Catatan kelahiran seseorang anak biasanya mencakup

nama anak, nama orang tuanya, nama dari professional kesehatan yang

menghadiri atau bidan, dan tanggal serta tempat lahir. Setelah

informasi ini diberikan, catatan kelahiran ditandatangani oleh

pendaftar lokal dan diajukan dengan instansi pemerintah yang relevan

untuk kawasan tersebut. Kelahiran juga dapat mencakup nama, alamat,

dan kebangsaan dari setiap orang tua. Seperti tambahan informasi

bersama dengan tempat anak lahir dapat membantu menentukan

kewarganegaraan dari anak. Walaupun pencatatan kelahiran dapat

dicapai dalam beragam cara, pendaftaran bayi yang baru lahir biasanya

difasilitasi oleh rumah sakit setempat dimana anak lahir atau

masyarakat pekerja kesehatan hadir pada kelahiran. Jika kelahiran

tidak terjadi di rumah sakit atau tidak dipimpin oleh suatu komunitas

petugas kesehatan, orang tua diharapkan untuk mendatangi kantor

pemerintah daerah untuk mendaftarkan anak sesegera mungkin setelah

kelahiran mengingat begitu pentingnya akta kelahiran bagi anak.

Page 67: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

2. Korelasi Alih Teknologi berdasarkan Konsep Kedokteran dan

Mekanisme Pengaturannya

Teknologi menurut United Nations Conference on Transnational

Corporations (UNCTC) dapat diartikan secara sempit dan secara luas.

Dalam arti sempit teknologi adalah “technical knowledge or know-how

that is knowledge related to the method and techniques of production of

goods and services”. Dalam pengertian ini keahlian manusia yang

diperlukan untuk penerapan teknik-teknik itu dapat dianggap sebagai

teknologi. Sedangkan dalam arti luas teknologi meliputi barang-barang

modal yaitu alat-alat, mesin-mesin, dan seluruh system produksi yang

boleh dikatakan sebagai teknologi berwujud (Dewi Astutty Mochtar,

2001:46). Terkait dengan program bayi tabung di Indonesia, bahwa bayi

tabung dapat dilaksanakan di Indonesia dengan adanya proses alih

teknologi. Proses alih teknologi ini termasuk dalam beralihnya teknologi

atas keahlian dari ahli kedokteran di luar negeri kepada ahli kedokteran di

dalam negeri dengan mempelajari pelaksanaan program bayi tabung.

Dengan adanya proses alih teknologi tersebut maka program bayi tabung

dapat diterapkan di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum positif yang

ada di Indonesia dan disesuaikan dengan nilai luhur budaya Indonesia.

a. Konsep Alih Teknologi Anak Bayi Tabung Berdasarkan Ilmu

Kedokteran

Adanya penerapan teknologi bayi tabung di Indonesia diterima

baik oleh masyarakat Indonesia, terlebih oleh pasangan suami istri

yang tidak kunjung memiliki keturunan dikarenakan mengalami suatu

infertilitas. Infertilitas tersebut menyebabkan pasangan suami istri

tidak dapat memiliki keturunan secara alami. Lahirnya teknologi

canggih mengenai bantuan untuk kehamilan yang dibantu dengan

campur tangan teknologi salah satunya timbul program pelayanan bayi

Page 68: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

tabung. “Menurut John C. Fletcher membagi jenis bayi tabung

(fertilisasi in vitro) menjadi dua macam, yaitu:

1) In vitro (outside the human body) fertilization (IVF) using sperm of

husband or donor; and

2) Egg of wife or surrogate mother” (Salim HS, 1993:8).

Apabila ditinjau dari segi sperma dan ovum serta tempat

embrio ditransplantasikan maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8

(delapan) jenis, yaitu:

1) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan

suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim

istri;

2) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan

suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim

ibu pengganti (surrogate mother);

3) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum yang

berasal dari donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam

rahim istri;

4) Bayi tabung yang menggunakan sperma yang berasal dari donor

dan ovum dari istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam

rahim istri;

5) Bayi tabung yang menggunakan sperma yang berasal dari donor

dan ovum dari istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam

rahim ibu pengganti (surrogate mother);

6) Bayi tabung yang menggunakan sperma suami dan ovum dari

donor, kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu

pengganti (surrogate mother);

7) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor,

kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim istri

8) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor,

kemudian embrio ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti

(surrogate mother) (Salim HS. 1993:8).

Page 69: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Sedangkan menurut Dr. Yendi bahwa berdasarkan asal sumber

sperma pada proses bayi tabung maka secara teknis teknik bayi tabung

terdiri dari empat jenis, yaitu:

1) Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang

dimasukkan kedalam rahim isterinya sendiri;

2) Teknik bayi tabung dari sperma dan ovum suami isteri yang

dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Atau disebut juga

sewa rahim (Surrogate Mother);

3) Teknik bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari

bukan suami/isteri;

4) Teknik bayi tabung dengan sperma yang dibekukan dari suaminya

yang sudah meninggal (http://yendi.blogdetik.com/2011/02/17/

hukum-teknologi-reproduksi-buatan/> diakses pada tanggal 29

Desember 2011, jam 1:47 WIB).

Pelayanan bayi tabung mempergunakan teknologi mutakhir

yang cukup rumit dengan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu

pasangan suami istri yang diterima untuk ikut pelayanan ini harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) telah dilakukan pengelolaan pelayanan infertilitas selengkapnya di

rumah sakit tersebut;

2) mempunyai indikasi yang sangat jelas;

3) memahami, menyadari dan menyetujui seluk beluk prosedur

pelayanan FIV secara umum dengan segala akibatnya termasuk

kemungkinan untuk mendapatkan kahamilan ganda dengan segala

akibatnya;

4) mampu membiayai prosedur pelayanan dan kalau berhasil mampu

membiayai pemeliharaan kehamilan, persalinan serta membesarkan

bayinya;

5) dinyatakan bebas setelah diuji terlebih dahulu terhadap Hepatitis

V, HIV dan penyakit menular lainnya;

Page 70: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

6) mampu memberikan izin atas dasar sukarela dengan mengisi

formulir persetujuan terhadap tindakan medis (informed consent)

dan ditangani ileh suami istri tersebut (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,

1993:11-12).

Dalam melakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dilakukan

dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :

1) Wanita diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk

merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan

setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel

telurnya matang;

2) Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan

darah dan pemeriksaan ultrasonografi;

3) Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi)

melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi;

4) Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut

dibuahi dengan sel sperma suami yang telah diproses sebelumnya

dan dipilih yang terbaik;

5) Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung

petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan

dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan

sudah terjadi pembuahan sel;

6) Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini kemudian

diimplantasikan ke dalam rahim wanita. Pada periode ini tinggal

menunggu terjadinya kehamilan;

7) Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak

terjadi menstruasi dilakukan pemeriksaan air kemih untuk

kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan

pemeriksaan ultrasonografi (http://yendi.blogdetik.com

/2011/02/17/hukum-teknologi-reproduksi-buatan/> diakses pada

tanggal 29 Desember 2011, jam 1:47 WIB).

Page 71: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian

berbagai elemen masyarakat,berkaitan dengan kedudukan dan hak

anak dalam keluarga dan perlakuan orang tua terhadap seorang anak,

bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui

kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ada berbagai cara

pandang dalam menyikapi dan memperlakukan anak yang terus

mengalami perkembangan seiring dengan semakin dihargainya hak-

hak anak, termasuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) (Aris

Bintania, 2008:153, Vol III). Pengertian anak dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung

pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada

hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan

tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.

Asal-usul seorang anak bisa dibuktikan dengan adanya akta

kelahiran autentik oleh pejabat yang berwenang, jika akta autentik

tidak ada maka asal-usul anak ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan

pembuktian yang memenuhi syarat untuk kemudian dibuatkan akta

kelahiran pada instansi pencatat kelahiran. Akan tetapi pada

kenyataannya masih ada penduduk Indonesia yang dalam peristiwa

kelahirannya tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil atau tidak

mempunyai akta kelahiran melainkan hanya memiliki surat keterangan

lahir dari pejabat setempat atau dari bidan yang turut membantu dalam

proses melahirkan anak. Surat keterangan lahir ini hanya merupakan

akta di bawah tangan yang mana dalam surat keterangan lahir ini

prosesnya belum diregisterkan ke Kantor Catatan Sipil sehingga surat

keterangan lahir ini tidak menjadi akta autentik.

Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil

teknologi modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk

kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki

daya guna tinggi teknologi ini juga rentan terhadap penyalahgunaan

dan kesalahan etika. Teknologi bayi tabung merupakan upaya

Page 72: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

kehamilan di luar cara alamiah. Dalam hukum Indonesia, upaya

kehamilan di luar cara alamiah diatur dalam pasal 127 Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan demikian

yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode pembuahan

sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam

rahim istri dari mana ovum berasal. Metode ini dikenal dengan metode

bayi tabung. Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara

alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 Undang-Undang

Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa atau penitipan

rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia yang mana

dalam hukum Islam sudah diatur mengenai pelarangan sewa rahim

(surrogate mother) di Indonesia seperti yang terdapat dalam Pasal 99

Kompilasi Hukum Islam.

b. Mekanisme Pengaturan Anak Bayi Tabung

Kehadiran teknologi bayi tabung lebih banyak diterima oleh

berbagai kalangan di Indonesia seperti kaum agamawan, moralis,

saintis, yuris, dan lainnya. Hal ini bisa dimaklumi karena proses

kejadian dan kelahiran bayi tabung masih dianggap berada pada batas

kewajaran. Lebih dari itu juga banyak memperhatikan logika dan etika

kedokteran (Halid Alkaf, 2003:26). Apabila dikaitkan dengan

peraturan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa dasar

adanya alih teknologi yaitu dalam Pasal 1320 serta Pasal 1338 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Di Indonesia, hukum dan

perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:

1) Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009, pasal 127

menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya

dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan

ketentuan:

2) Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan:

Page 73: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan,

Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.

Pertimbangan atas Keputusan MenKes RI tersebut atas dasar

adanya Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit, oleh

Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang

menyatakan bahwa:

1) Pelayanan teknik reproduksi buatan hanya dapat dilakukan dengan

sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan;

2) Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan

infertilitas, sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan

bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan;

3) Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak

lebih dari 3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:

a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru

lahir;

b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-

kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal;

c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.

4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun;

5) Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ova atau embrio;

6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk

penulisan, Penulisan atau sejenisnya terhadap embrio manusia

hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah dirumuskan dengan

sangat jelas;

7) Dilarang melakukan penulisan dengan atau pada embrio manusia

dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi;

8) Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh

dibiakkan in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan

beku);

Page 74: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

9) Dilarang melakukan penulisan atau eksperimen terhadap atau

menggunakan sel ova, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari

siapa sel ova atau spermatozoa itu berasal;

10) Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-

spesies tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau

mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hibrid yang terjadi

akibat fertilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada

tahap 2 sel;

Setelah adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai

program bayi tabung seperti dalam Pasal 127 Undang-Undang No 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan No.

72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi

Reproduksi Buatan dan Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah

Sakit yang dibuat oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Direktoran Jenderal Pelayanan Medik maka praktek bayi tabung di

Indonesia sudah mulai mendapatkan pedoman dasar dalam

penyelenggaraannya. Dengan demikian dampak yang dapat dilihat

adalah meningkatnya populernya praktek atas program bayi tabung

yang dilakuan di Indonesia.

Menurut pendapat dari Dr. Yendi dalam blogdetik.com bahwa

teknologi bayi tabung jika ditinjau dari segi hukum perdata di

Indonesia yang mana benihnya berasal dari pasangan suami istri yang

sah, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan

diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak tersebut baik secara

biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah

(keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Sehingga akibat yang

ditimbulkan yaitu memiliki hubungan mewaris dan hubungan

keperdataan lainnya. Sedangkan berdasarkan asas leg spesialis

retrograde leg generale dalam ketentuan hukum maka berdasarkan

hukum yang berlaku di Indonesia teknologi bayi tabung yang

diperbolehkan adalah yang sesuai dengan ketentuan pasal 127 Undang-

Page 75: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana sperma dan sel

telur berasal dari pasangan suami istri dan ditanamkan dalam rahim

istrinya tersebut. Dengan demikian, walaupun terdapat ketentuan lain

yang mengatur mengenai hubungan perdata dalam proses inseminasi

buatan dan teknologi bayi tabung selain yang diatur Undang-Undang

No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ketentuan tersebut akan batal

dengan sendirinya demi hukum karena bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan lain yang lebih spesifik mengatur masalah

tersebut, dalam hal ini Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

Semakin berkembangnya teknologi Reproduksi Buatan dan dan

semakin berkembangnya dinamika pemikiran masyarakat mengenai

etika, norma, nilai dan keyakinan yang dianut. Dalam satu sisi

perkembangan teknologi tidak dapat dibendung sedangkan perangkat

yang mengatur etika dan hukum belum dapat mengikuti. Sebagai

hasilnya, penilaian benar atau tidak hanya didasarkan pada sisi

kepentingan saja. Gap yang terjadi ini memerlukan diskusi dan

pemikiran dari para ahli dari lintas disiplin sehingga hal-hal yang dapat

menurunkan derajat dan martabat manusia yang mungkin terjadi dalam

penyelenggaraan teknik reproduksi buatan dapat dihindari

(http://yendi.blogdetik.com/2011/02/17/hukum-teknologi -reproduksi-

buatan/, diakses pada tanggal 29 November 2011 jam 9:29 WIB).

3. Perkawinan Sah sebagai Syarat Pelaksanaan Program Bayi Tabung

di Indonesia

Berdasarkan pada Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan dapat terlihat bahwa salah satu syarat pelaksanaan

program bayi tabung hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri

yang memiliki ikatan perkawinan yang sah. “Sahnya suatu perkawinan

akan menentukan kedudukan anak, peranan, dan tanggung jawab anak

dalam keluarga” (Rachmadi Usman, 2006:347). Setelah lahirnya Undang-

Page 76: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai hukum perkawinan

nasional, maka keabsahan suatu ikatan perkawinan harus berdasarkan

peratuan perundangan yang ada di Indonesia, yaitu Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai hukum perkawinan nasional di

Indonesia. Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.. Kalimat ‘berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’ sesuai

dengan falsafah Pancasila yang menempatkan ajaran Ketuhanan Yang

Maha Esa diatas segala-galanya. Terlebih menyangkut masalah

perkawinan yang merupakan perbuatan suci (sakramen) yang mempunyai

hubungan erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan

bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur batin

atau rohani mempunyai peranan yang penting (Hilman Hadikusuma,

2003:7). Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

merupakan suatu peraturan perkawinan nasional yang menentukan sah

atau tidaknya atas pelaksanaan suatu perkawinan.

Sahnya suatu perkawinan menurut perundangan diatur dalam Pasal

2 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menyatakan ‘perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu’. Perkawinan yang sah

menurut hukum perkawinan nasional adalah perkawinan yang

dilaksanakan menurut tata tertib aturan hukum yang berlaku dalam agama

Islam, Kristen/Katolik, Hindu/Buddha. Kata ‘hukum masing-masing

agamanya’ berarti hukum dari salah satu agama itu masing-masing bukan

berarti hukum agamnya masing-masing yaitu hukum agama yang dianut

oleh kedua mempelai atau keluarganya.perkawinan yang sah jika terjadi

perkawinan antar agama adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut

tata tertib aturan salah satu agama, agama calon suami atau agama calon

istri, bukan perkawinan yang dilaksanakan oleh setiap agama yang dianut

Page 77: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

oleh kedua calon suami istri dan atau keluarganya. Jika perkawinan itu

telah dilaksanakan menurut hukum Islam kemudian dilaksanakan lagi

menurut hukum Kristen dan atau Hukum Hindu/Buddha maka perkawinan

itu menjadi tidak sah, demikian sebaliknya (Hilman Hadikusuma,

2003:26).

Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal

2 ayat (2) ditentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pencatatan

perkawinan dimaksud untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi

jelas, baik bagi yang bersangkutan, maupun bagi orang lain dan

masyarakat, hal ini dapat dibaca dalam suatu surat yang bersifat resmi dan

termuat pula dalam daftar khusus yang disediakan untuk itu sehingga

sewaktu-waktu dapat digunakan dimana perlu terutama sebagai alat bukti

tertulis yang autentik. Pelaksanaan pencatatan perkawinan menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (Peraturan Pelaksana) Pasal 2

dinyatakan bahwa bagi yang beragama Islam dilakukan oleh Pegawai

Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

1945 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk sedangkan bagi masyarakat

yang tidak beragama Islam pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud

dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan.

Sahnya perkawinan menurut hukum perkawinan nasional di

Indonesia apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan calon suami dan calon istri, serta harus dilakukan pencatatan

perkawinan menurut perundangan yang berlaku. Apabila suatu perkawinan

dilaksanakan hanya di hadapan pegawai pencatatan sipil maka perkawinan

tersebut tidak sah menurut hukum perkawinan nasional Indonesia oleh

karena tidak dilaksanakan menurut tata tertib hukum agama.

Dalam menentukan status seseorang maka diperlukan 5 buah

kejadian yaitu:

a. Kelahiran;

Page 78: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

b. Pengakuan (terhadap kelahiran);

c. Perkawinan;

d. Perceraian;

e. Kematian (Koerniatmanto Sutropawiro, 1996:142).

Kelima kejadian tersebut merupakan hal yang penting dan perlu

karena dengan demikian orang dapat dengan mudah memperoleh

kepastian akan suatu kejadian-kejadian tersebut sehingga perlu diadakan

lembaga Catatan Sipil (Burgerlijke Stand = BS). Menurut pendapat dari

Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin (1984:23) bahwa:

Lembaga Catatan Sipil bertujuan untuk memungkinkan dengan selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya memberikan kepastian yang sebenar-benarnya mengenai kejadian-kejadian seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan sebagainya. Semua kejadian dibukukan seingga baik yang bersangkutan sendiri maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti tentang kejadian-kejadian tersebut. Oleh karena orang ketiga mempunyai juga kepentingan untuk mengetahui tentang kelahran, perkawinan, perceraian, dan kematian orang itu, maka dafar kejadian-kejadian itu terbuka untuk umum.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ketentuan-

ketentuan tentang Catatan Sipil dimuat dalam 14 pasal yang berlaku hanya

untuk warga negara keturunan Eropa dimana ke-14 pasal itu terdiri atas 3

bagian yakni:

a. Tentang daftar-daftar Catatan Sipil (Pasal 4 dan 5 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata);

b. Tentang nama, penggantian nama, dan penggantian nama depan (Pasal

5a-12 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

c. Tentang pembetulan akta-akta Catatan Sipil dan tentang penambahan

diktumnya.

Disamping itu hal yang perlu dikemukakan akan daftar-daftar atau

akta-akta Catatan Sipil yaitu tentang kekuatan pembuktian atas Catatan

Sipil yang tidak dijelaskan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Berdasarkan pendapat dari Asser-Scholten yang dikutip oleh

Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin (1982:23) menyatakan

Page 79: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

bahwa “pembentukan undang-undang sengaja tidak menyebutkannya oleh

karena hendak diberikan suatu kekuatan pembuktian khusus terhadap

kutipan-kutipan daftar Catatan Sipil itu”.

Pasal 25 ayat 1 Reglement Burgerlijke Stand menentukan bahwa

suatu kutipan atas dasar Catatan Sipil itu merupakan suatu kekuatan

pembuktian menurut hukum. Menyimpang dari apa yang ditetapkan dalam

pasal 1888 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dinyatakan

bahwa kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan terletak pada akta yang

asli sedang dalam kutipan daftar Catatan Sipil itu kutipan yang

mempunyai kekuatan pembuktian menurut hukum Soetojo

Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin (1982:24).

4. Konsep dan Legalitas Anak Bayi Tabung sebagai Anak Sah

Makin majunya masyarakat dan makin berkembangnya teknologi

berakibat makin terlihatnya kepentingan hukum di dalam masyarakat luas.

Di dalam hubungan hukum satu sama lain orang harus mengetahui

kedudukan, hak, dan kewajiban seseorang sebagai anggota masyarakat

(Soeroso, 2007:52). Menurut Aristoteles dalam bukunya “Rhetorica” yang

dikutip oleh Soeroso (2007:58) bahwa teori hukum menghendaki keadilan

semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis

mengenai hal yang dikatakan adil dan yang tidak adil. Dalam teori ini

hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan

memberikan kepada tiap-tiap orang atas hal yang berhak diterima yang

memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus.sehingga hukum

harus membuat “Algemeene Regels” (peraturan atau ketentuan-ketentuan

umum). Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi

kepentingan kepastian hukum. Terkait dengan kaidah hukum, bahwa

adanya kaidah hukum diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan

perorangan maupun umum sehingga terdapat tata tertib dalam masyarakat.

Munculnya penemuan baru di bidang kedokteran yaitu bayi tabung

atau in vitro fertilization dengan kenyataan bahwa sampai pada saat ini

Page 80: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

belum ada pengaturan tentang kedudukan yuridis anak bayi tabung pada

hukum positif di Indonesia. Akan tetapi hukum positif di Indonesia hanya

mengatur mengenai kedudukan yuridis anak yang dilahirkan secara

alamiah yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan

masalah bayi tabung sendiri merupakan kepentingan manusia yang perlu

mendapat perlindungan hukum (Salim HS, 1993:74). Hal demikian

dikarenakan anak bayi tabung juga sebagai subjek hukum di Indonesia.

Perlu adanya suatu peraturan khusus tentang bayi tabung di

Indonesia dalam rangka untuk mencapai kepastian hukum serta

perlindungan hukum di Indonesia, khususnya mengenai hal yang

menyangkut dengan kedudukan yuridis dari anak hasil bayi tabung di

Indonesia. Dalam hukum positif di Indonesia berkaitan dengan anak hanya

terdapat pengaturan tentang anak sah, anak yang disahkan dan anak luar

kawin yang diakui. Pengertian anak sah tertuang dalam Pasal 250 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa “anak sah

adalah tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang

perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya”. Selain itu dalam Pasal

42 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan

bahwa “anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

dari perkawinan yang sah”.

Sedangkan Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan menyebutkan bahwa “upaya kehamilan di luar cara alamiah

hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan

ketentuan hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang

bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal”.

Pengertian anak sah pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat diperluas

berdasarkan penafsiran secara luas ke dalam Pasal 127 Undang-Undang

No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa

pengertian pasangan suami istri yang sah adalah pasangan suami istri yang

Page 81: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

dianggap perkawinannya sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

Selain itu anak sah dapat diperluas dengan pengertian anak yang

dihasilkan atas pembuahan sperma dan ovum dari suami istri memiliki

status perkawinan sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Perluasan pengertian anak sah dapat diartikan anak yang lahir

dari perkawinan suami istri yang sah baik secara alami dan anak yang lahir

dengan proses bayi tabung (in vitro fertilization) berdasarkan Undang-

Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dengan adanya salah satu unsur dalam Pasal 127 Undang-Undang

No 36 Tahun 2009 bahwa kehamilan diluar cara alami hanya dapat

dilaksanakan dari perkawinan yang sah. Sehingga syarat dilaksanakan

program bayi tabung di Indonesia yaitu dengan menunjukkan akta

perkawinan autentik dari pasangan suami istri baik akta perkawinan yang

yang disahkan oleh Pegawai Catatan Sipil maupun oleh Kantor Urusan

Agama. Akta perkawinan tersebut sebagai bukti bahwa perkawinan yang

telah dilangsungkan oleh pasangan suami istri tersebut adalah sah menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. “Sedangkan

proses teknis dalam pelayanan teknologi bayi tabung dengan cara

mengambil sperma dari suami dan ovum dari istri yang selanjutnya sperma

akan diproses sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja yang akan

dipertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di laboratorium.

Sel-sel telur istri dan sel-sel telur suami yang sudah dipertemukan itu

kemudian dibiakkan dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya

dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya

diharapkan sudah terjadi pembelahan sel” (Salim HS, 1993:34). Setelah

diproses dalam tabung gelas untuk laboratorium untuk proses fertilisasi

maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa

sel yang disebut dengan embrio. Embrio tersebut kemudian dipindahkan

melalui vagina ke dalam rongga rahim istri 2 sampai 3 hari kemudian.

Pelayanan program pelayanan bayi tabung di Indonesia tetap

berasal dari sperma suami dan ovum dari istri atas perkawinan yang sah

Page 82: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

untuk diadakan pembuahan. Selanjutnya embrio di letakkan pada rahim

istri untuk proses kehamilan. Pelayanan program bayi tabung ada campur

tangan dari teknologi dan tenaga ahli kedokteran yakni dalam hal

membantu proses pembuahan saja. Untuk proses kehamilan tetap pada

rahim istri. Sperma dan ovum yang digunakan berasal dari suami dan istri

yang sah. Hal demikian telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 127

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Problematika yang ada yaitu diperlukannya suatu perlindungan

hukum mengenai kedudukan yuridis atas anak bayi tabung yang sampai

pada saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang status dan

kedudukan anak bayi tabung. Menilik dari pengertian anak sah menurut

Pasal 42 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menyebutkan bahwa “anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

sebagai akibat dari perkawinan yang sah”. Dari bunyi Pasal tersebut maka

anak bayi tabung dapat dikategorikan ke dalam anak sah sebab telah

memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 42 Undang-Undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, yaitu:

a. Anak sah;

b. Dilahirkan dalam perkawinan yang sah; atau

c. Dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan sah yang dibuktikan dengan

akta perkawinan.

Anak bayi tabung telah memenuhi unsur “dilahirkan dalam

perkawinan yang sah”. Saat proses pelayanan program bayi tabung salah

satu syaratnya harus dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga

pembuahan embrio yang dihasilkan berasal dari sperma dan ovum dari

pasangan suami istri yang sah, bukan dari donor. Sedangkan unsur

“dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan yang sah” juga telah dapat

terpenuhi atas anak bayi tabung. Kelahiran seorang anak ditujukan unutk

meneruskan keturunan dari darah daging pasangan suami istri dari

perkawinan yang sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Page 83: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Perkawinan dimana dalam Perkawinan dalam Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan ditujukan untuk mewujudkan keluarga

yang kekal dan bahagia. Kehadiran anak dapat mewujudkan kebahagiaan

dalam suatu keluarga. Sehingga kehadiran anak merupakan buah atau hasil

dari suatu perkawinan yang sah. Dapat dikatakan bahwa anak sebagai

akibat dari perkawinan yang sah yang mana sesuai dengan salah satu unsur

dari ketentuan dalam Pasal 42 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan

bahwa “anak sah adalah anak yang dilahirkan atau tumbuh sepanjang

perkawinan sehingga memperoleh suami ibunya sebagai ayahnya”. Dalam

hal ini berarti anak tersebut adalah anak sah dari ibu dan suami ibu dari

anak tersebut sehingga untuk dapat disebut anak sah harus memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. Dilahirkan;

b. Tumbuh sepanjang perkawinan (Soetojo Prawirohamidjojo dan

Marthalena Pohan, 2000:166).

Unsur atau syarat untuk dapat disebut sebagai anak sah ialah anak

yang dilahirkan. Program pelayanan bayi tabung mengenai

keberhasilannya untuk dapat terlahirkannya anak ialah sekitar 15%,

sehingga apabila program pelayanan bayi tabung berhasil maka anak anak

tersebut dapat dilahirkan setelah dikandung ibu dari anak tersebut atau

pihak istri yang melaksanakan program pelayanan bayi tabung. Dengan

demikian jika anak hasil dari program bayi tabung tersebut dapat terlahir

di dunia maka telah memenuhi unsur yang pertama dalam pasal 250 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan unsur atau syarat untuk dapat

dikatakan sebagai anak sah menurut Pasal 250 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata ialah “tumbuh sepanjang perkawinan”. Anak bayi tabung

merupakan anak yang tumbuh sepanjang perkawinan sebab anak bayi

tabung yang berhasil dilahirkan tersebut tumbuh dalam perkawinan yang

sah. Oleh karena di dalam Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009

Page 84: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

tentang Kesehatan telah mengatur mengenai syarat yang boleh melakukan

program pelayanan bayi tabung hanya pasangan suami istri yang sah

menurut hukum perkawinan nasional di Indonesia yaitu sesuai dengan

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga anak

bayi tabung yang dilahirkan merupakan hasil dari perkawinan yang sah

dan tumbuh sepanjang perkawinan dari pasangan suami istri yang sah.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Pasal 251 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata keabsahan seorang anak yang dilahirkan sebelum

hari yang ke-180 setelah perkawinan dilangsungkan maka sebagai suami

boleh menyangkal keabsahan anak tersebut.

Masa kehamilan (zwangerschapsperiod) yang dianggap paling

pendek yaitu 180 hari, sedangkan Pasal 255 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “anak yang dilahirkan 300

hari setelah perkawinan dibubarkan, adalah tidak sah”. Menurut ilmu

kedokteran sejak zaman Romawi masa kehamilan paling panjang adalah

300 hari sehingga logikanya anak tersebut ditumbuhkan setelah

perkawinan bubar. Sehingga suami dianggap sebagai ayah sah dari anak-

anak yang dilahirkan oleh istrinya diantara hari dilangsungkannya

perkawinan sampai dengan hari ke-300 atau terhitung dari bubarnya

perkawinan (Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 2000:166).

Pengertian anak sah yang disebutkan dalam Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata bertitik tolak dari hasil hubungan seksual yang dilakukan secara

alami antara pasangan suami istri dan pasangan suami istri tersebut terikat

dalam perkawinan yang sah. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan

intervensi manusia (dokter), misalnya dalam membantu pasangan suami

istri yang mandul belum pernah terpikirkan oleh pembuat undang-undang

(Salim HS, 1993:75).

Anak hasil bayi tabung memenuhi persyaratan dalam pengertian

mengenai anak sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 meskipun

dalam Pasal 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Page 85: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

tidak menyebutkan kedudukan tentang anak sah dengan proses kehamilan

di luar cara alami. Selain itu di dalam Pasal 250 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang mengatur tentang anak sah juga tidak mengatur

mengenai kedudukan anak bayi tabung atau anak yang dilahirkan dengan

proses kehamilan di luar cara alamiah. Menurut Rachmadi Usman

(2006:347) pengertian anak yang sah ini hendaknya termasuk pula anak-

anak yang dilahirkan dari hasil pembuahan suami istri yang sah diluar

rahim dan dilahirkan oleh istri yang melangsungkan perkawinan secara sah

dengan suaminya. Sehingga ketika pasangan suami istri yang sah secara

hukum telah sepakat untuk melakukan progam bayi tabung yang mana

dalam prosesnya tidak melibatkan pihak ketiga sebagai pendonor sperma

atau tidak mengambil sperma dari bank sperma, kemudian tidak menyewa

rahim orang lain, maka program bayi tabung telah sesuai dengan peraturan

perundangan kesehatan yang ada di Indonesia. Dengan sesuainya

penerapan program bayi tabung menurut Undang-Undang Kesehatan di

Indonesia maka berarti program bayi tabung tersebut diperbolehkan dan

sah untuk dipraktekkan menurut hukum positif di Indonesia.

Menurut Salim HS (1993:76) bahwa anak yang dilahirkan melalui

teknik bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan

suami istri yang sah kemudian embrionya ditransplantasikan ke rahim istri

yang bersangkutan maka secara hukum dapat dikatakan sebagai anak sah.

Oleh karena anak yang dilahirkan dengan bantuan teknologi bayi tabung

itu dilahirkan dalam perkawinan yang sah, sperma dan ovum berasal dari

suami dan istri yang sah, serta yang mengandung dan melahirkan adalah

istri dari suami yang bersangkutan. Sedangkan intervensi teknologi adalah

semata-mata untuk membantu proses pembuahannya saja. Proses

selanjutnya embrio yang dihasilkan tetap berada dalam rahim istri.

Berdasarkan pendapat dari Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh

Salim HS (1993:77) bahwa:

Dengan lahirnya teknologi canggih yang menghasilkan bayi tabung, sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak dan menginginkannya makin lama akan makin lebih suka memperoleh

Page 86: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

bayi tabung dari pada mengangkat orang lain (hal ini tergantung pada pendidikan dan kesadaran). Kedudukan yuridis bayi tabung pun seperti halnya anak angkat, yaitu menggantikan atau sama dengan anak kandung. Jadi anak yang dilahirkan melalui bayi tabung hak dan kewajibannya sama dengan anak kandung. Ia berhak atas pendidikan, pemeliharaan dan pewarisan dari orangtuanya.

Pendapat serupa yang menyatakan bahwa anak bayi tabung dalam

kadudukan hukumnya terkait dengan hokum waris di Inonesia merupakan

anak sah juga dikemukakan oleh Aris Bintania (2008:155) pada definisi

anak sah dari jurnal Hak dan Kedudukan Anak Dalam Keluarga dan

Setelah Terjadi Perceraian Volume VIII No. 2 bahwa “anak yang sah

adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari, perkawinan

yang sah atau hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan

dilahirkan oleh istri tersebut”.

B. Hak Waris atas Anak Bayi Tabung dalam Pewarisan menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

1. Konsep Hukum Waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata

Pasal 2 dalam Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bawa

Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tingkah laku yang

dilakukan di Indonesia memiliki ketentuan hukum atau dasar hukum

sebagai pedoman untuk berperilaku. Dalam hukum perdata yang berlaku

di Indonesia sampai saat ini masih memakai ketentuan-ketentuan yang

terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUH Perdata

(Burgerlijk Wetboek/BW). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

hukum waris merupakan bagian dari hukum harta kekayaan sehingga

pengaturan hukum terdapat dalam Buku Ke II Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata tentang Benda.

Hukum waris merupakan satu peraturan-peraturan yang mengatur

mengenai perpindahan harata kekayaan seseorang yang telah meninggal

dunia kepada ahli waris dari orang yang meninggal dunia atau pewaris

Page 87: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

tersebut yang mana asas dalam hukum waris bahwa yang berpindah di

dalam suatu pewarisan adalah kekayaan dari pewaris (Satrio, 1992:9).

Dalam suatu kehidupan seseorang pasti terjadi proses kelahiran dan juga

proses kematian. Proses kelahiran dan kematian tersebut menuntut Negara

untuk menciptakan peraturan atau ketentuan dalam rangka mengatur hal-

hal yang berkaitan dengan kelahiran sampai pada kematian seseorang

dalam suatu Negara. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kematian

diatur dalam hukum waris.

Pengertian secara umum mengenai hukum waris adalah hukum

yang mengatur mengenai peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh

seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya atau

keluarganya. Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena

pada saat ini berlaku 3 (tiga) sistem hukum waris, yaitu Hukum Waris

Adat, Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), dan Hukum Waris Islam. Semua yang berhubungan

dengan perkara warisan khususnya di Indonesia merupakan perkara

perdata yang kompleksitas masalahnya sangat beragam di dalam

masyarakat. Hal ini dikarenakan perkara waris merupakan perkara yang

menyangkut hubungan antara pribadi yang satu dengan yang lain yang

masing-masing bertindak sebagai ahli waris, yang mana semua itu

berujung pada satu masalah yaitu pembagian harta warisan, yang

seringkali menimbulkan perselisihan di dalam satu keluarga (Taufiq Tri

Kustanto, 2007:1).

Sistem hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata mengikut pada sistem keluarga inti dengan pembagian harta secara

individual. Pokok-pokok kewarisan yang diatur dalam hukum perdata

dapat dilihat dalam Pasal 1066 KUH Perdata, hal- hal yang ditentukan

yaitu:

a. Tidak seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan

diwajibkan menerima langsung harta peninggalan itu dalam keadaan

yang tak terbagi;

Page 88: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

b. Pemisahan harta itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan

untuk melakukannya;

c. Namun dapat diadakan persetujuan untuk selama suatu waktu tertentu

tidak melakukan pemisahan;

d. Perjanjian ini dapat mengikat selama lima tahun, tetapi setelah

tenggang waktu lewat, perjanjian itu dapat diperbaharui.

Berdasarkan pokok-pokok sistem hukum waris menurut Pasal 1066

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ketentuan hukum yang

mengutamakan kepentingan perorangan atas harta warisan ini sering

menimbulkan konflik diantara para ahli waris. Pada dasarnya semua harta

peninggalan baik aktiva maupun pasiva berpindah kepada ahli warisnya.

Para ahli waris sebelum dilakukan pembagian warisan dapat menentukan

salah satu sikap diantara tiga kemungkinan:

a. Menerima harta warisan secara penuh atau secara murni;

b. Menerima harta warisan dengan syarat;

c. Menolak harta warisan (Satrio, 1992:359).

Asas yang terdapat dalam Pasal 836 dan 899 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata bahwa orang yang bertindak sebagai ahli waris,

harus ada (sudah lahir) pada saat terbukanya warisan. Asas tersebut

selanjutnya harus ditafsirkan bahwa orang yang akan mewaris selain

daripada ahli waris telah ada (telah lahir) ahli waris pun harus masih ada

(masih hidup) pada saat matinya pewaris. Oleh karena saat kematian dan

kelahiran seseorang sangat penting dan bersifat sangat menentukan. Saat

tersebut menentukan siapa saja yang berhak mewaris dan sejak kapan hak

dan kewajiban pewaris berpindah kepada ahli waris. Disamping itu saat

meninggalnya pewaris mempunyai pengaruh yang penting sekali

berhubung dengan adanya ketentuan yang mana sesuai dengan Pasal 1083

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa tiap ahli waris setelah

diadakan pembagian dan pemecahan warisan dianggap menerima

langsung pada saat pewaris mati. Dengan demikian disini ada dikenal

tindakan hukum yang berlaku surut (terugwerkende kracht). Ketentuan

Page 89: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

yang demikian itu berlaku pula bagi pembeli barang warisan menurut

Pasal 1076 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Satrio. 1992:23).

Sedangkan asas hukum waris menurut Pasal 832 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata pada asasnya bahwa untuk dapat mewaris orang

harus mempunyai hubungan darah dengan si pewaris. Hubungan darah

tersebut dapat sah atau luar kawin, baik melalui garis ibu maupun garis

bapak. Hubungan darah yang sah adalah hubungan darah yang

ditimbulkan sebagai akibat dari suatu perkawinan yang sah. Hubungan

darah yang tak sah timbul sebagai akibat pengakuan anak secara sah.

Mengenai syarat suatu perkawinan yang sah dan mengenai keturunan luar

kawin diatur dalam Hukum Keluarga (Satrio. 1992:29). Selain anak sah,

anak luar kawin, serta anak luar kawin yang diakui, terdapat pula

fenomena pengangkatan anak, adopsi anak, serta memperoleh anak dengan

teknis anak bayi tabung.

Mengenai anak yang diangkat oleh suami istri sebagai anak mereka

dianggap sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan suami istri yang

diatur dalam Pasal 12 ayat (1). Sehingga anak tersebut dianggap sebagai

anak orang tua biologisnya. Demikian pula hubungan perdata antara orang

tua biologis dan sanak keluarganya di satu pihak, dengan anak tersebut di

lain pihak menjadi putus sesuai dama Pasal 14. Bilamana anak adoptif

tersebut mempunyai nama keluarga lain maka karena hukum memperoleh

nama keluarga ayah adoptifnya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 11.

Jika seseorang duda mengadopsi seorang anak setelah perkawinannya

putus maka anak itu dianggap dilahirkan dari perkawinan duda tersebut

yang terputus karena kematian istrinya (Soetojo Prawirohamidjojo,

1998:112-113).

Ditinjau dari segi biologis setiap orang pasti mempunyai ayah dan

ibu. Ibu dari anak tersebut adalah wanita yang melahirkan, sedangkan

ayahnya ialah yang membenihkan dia atau dalam hal inseminasi buatan

(konjugatige inseminatie) dengan benih/sperma dan ovum siapa anak itu

dibenihkan. Apabila seorang anak mempunyai ayah dan ibu yuridis, maka

Page 90: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

terdapat hubungan hukum kekeluargaan terhadap ayah dan ibu dari anak

yang dilahirkan tersebut. Hubungan hukum kekeluargaan ini dapat

menunjukkan gradasi yang berbeda-beda. Hubungan yang paling kuat

ialah antara anak yang sah terhadap orang tua dari anak itu, misalnya

seorang anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tuanya (Soetojo

Prawirohamidjojo, 1998:103). Anak mempunyai kedudukan yang penting

dalam keluarga, terlebih dalam hal pewarisan yang terkait dengan ahli

waris oleh karena anak merupakan keturunan langsung dari orangtuanya

dan sebagai ahli waris dari orangtuanya. Akan tetapi ada pula anak yang

tidak dapat menjadi ahli waris menurut ketentuan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

Dalam pembahasan sebelumnya pada penulisan hukum ini, anak

bayi tabung dikategorikan ke dalam anak sah sehingga pewarisan dari

anak bayi tabung tersebut sama dengan anak sah menurut Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Sehingga anak bsaayi tabung mempunyai status, kedudukan

hukum, hak, serta kewajiban yang sama dengan anak sah. Dengan

demikian dalam sistem hukum waris menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata termasuk dalam ahli waris pada golongan pertama.

2. Penggolongan Warisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pewarisan berdasarkan Undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan

dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan

antara Pewaris dengan ahli waris. Berdasarkan ketentuan dalam Kitab

Undang-Undang Hukumm Perdata ada 2 cara mewaris yaitu berdasarkan

Undang-undang (ab-intestato) yang mana cara mewaris ini berdasarkan

kedudukan dari ahli waris itu sendiri (Uit Eigen Hoofde) dan cara yang

selanjutnya yaitu mewaris berdasarkan penggantian (Bij Plaatsvervuling).

Cara mewaris bedasarkan kedudukan dari ahli waris itu senditi (Uit Eigen

Hoofde) disebut juga dengan pewaris langsung. Ahli waris dari Uit Eigen

Hoofde adalah mereka yang terpanggil untuk mewaris berdasarkan

Page 91: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

haknya/kedudukan dari ahli waris sendiri. Dalam pewarisan berdasarkan

kedudukan sendiri pada asasnya ahli waris mewaris kepala demi kepala

(Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah 2005:17-18).

Menurut pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berhak

menjadi ahli waris adalah keluarga sederajat baik sah maupun luar kawin yang

diakui, serta suami istri yang hidup terlama. Dalam bagian II bab XII diatur

tentang pewarisan dari keluarga yang sah dan suami istri. Dalam bagian III

diatur tentang pewarisan dalam hal adanya anak luar kawin yang diakui. Para

ahli waris yang sah karena kematian terpanggil untuk mewaris menurut urutan

dimana mereka itu terpanggil untuk mewaris. Urutan tersebut dikenal ada 4

macam yang disebut golongan ahli waris, terdiri dari golongan pertama adalah

suami atau istri dan keturunan. Golongan kedua orangtua, saudara dan

keturunan saudara. Golongan ketiga adalah leluhur lain . golongan empat

adalah sanak keluarga lainnya dalam garis menyimpang sampai derajat ke

enam. Mereka ini diukur menurut jauh dekatnya darah dengan si pewaris

dimana golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh (Surini

Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah 2005:50).

Hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata berkaitan dengan cara ahli waris untuk mewaris terbagi menjadi:

a. Ahli Waris menurut Undang-Undang (Ab Intestato).

Ahli waris menurut undang-undang, yang merupakan ahli waris

dalam garis lurus kebawah, yang dibedakan menjadi empat golongan ahli

waris yaitu :

1) Golongan pertama,

Ahli waris golongan I menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata diatur dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Menurut ketentuan dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata ini, maka yang berhak menerima bagian warisan adalah para

keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri

yang hidup terlama. Ahli waris golongan I ini terdiri dari:

Page 92: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

a) Suami /istri yang hidup terlama;

b) Anak, dan keturunannya.

Golongan 1 terdiri dari anak-anak dan atau sekalian

keturunannya. Yang dimaksud anak adalah anak sah karena mengenai

anak luar kawin diatur sendiri dalam bab bagian 3 buku ke dua pasal

862 KUH perdata dan seterusnya. Termasuk golongan anak sah adalah

anak yang disahkan yang diatur dalam pasal 277 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Anak- anak mewaris dalam derajat pertama

artinya mereka mewaris kepala demi kepala mereka masing-masing

mempunyai bagian yang sama besar diatur dalam pasal 852 ayat 2

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Surini Ahlan Sjarif dan Nurul

Elmiyah 2005:51).

Kategori anak yang dimaksud dalam golongan I ini meliputi

anak sah, anak yang disahkan dan anak luar kawin yang diakui. Akan

tetapi mengenai anak bayi tabung tidak disebutkan secara tersurat

dalam golongan I menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sehingga yang menjadi permasalahan disini bahwa permasalahan atas

bayi tabung untuk dapat menjadi ahli waris atau tidak. Namun dalam

pembahasan sebelumnya telah disampaikan bahwa anak bayi tabung

memiliki kedudukan hukum sebagai anak sah dan sama dengan anak

kandung. Anak bayi tabung tersebut dapat dimasukkan dalam kategori

anak sah sehingga anak bayi tabung memiliki hak bagian atas harta

kekayaan dari pewaris sama dengan anak sah.

2) Golongan kedua

Golongan kedua terdiri dari :

a) Ayah dan Ibu;

b) Saudara.

3) Golongan ketiga yang terdiri dari :

a) Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun ibu;

Page 93: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

b) Orang tua;

c) Kakek dan nenek itu, dan seterusnya keatas.

4) Golongan keempat yang terdiri dari :

a) Paman dan bibi baik dari pihak bapak maupun ibu;

b) Keturunan Paman dan bibi sampai derajat keenam;

c) Saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai

derajat keenam dari si meninggal.

b. Ahli Waris menurut Wasiat (Testamentair).

Ahli waris yang mendapat warisan berdasarkan penunjukan

(erfstelling) pewaris (pembuat wasiat) pada waktu pewaris masih hidup.

Ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal

empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta peninggalan.

Artinya, apabila golongan pertama masih ada, maka golongan kedua dan

seterusnya tidak berhak atas harta peninggalan, demikian pula jika golongan

pertama tidak ada sama sekali, yang berhak hanya golongan kedua, sedangkan

golongan ketiga dan keempat tidak berhak. Bagian masing-masing ahli waris

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

a. Bagian golongan pertama yang meliputi anggota keluarga dalam garis

lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka, dan janda atau

duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu bagian

yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, mereka masing-

masing mendapat 1/5 bagian. Apabila salah seorang anak telah meninggal

dunia terlebih dahulu dari pewaris akan tetapi mempunyai empat orang

anak, yaitu cucu pewaris, maka bagian anak yang 1/5 dibagi di antara

anak-anak yang menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal

itu (plaatsvervulling), sehingga masing-masing cucu memperoleh 1/20

bagian. Jadi hakikat bagian dari golongan pertama ini, jika pewaris hanya

meninggalkan seorang anak dan dua orang cucu, maka cucu tidak

memperoleh warisan selama anak pewaris masih ada, baru apabila anak

Page 94: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

pewaris itu telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, kedudukannya

digantikan oleh anakanaknya atau cucu pewaris.

b. Bagian golongan kedua yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus

ke atas yaitu orang tua, ayah dan ibu, serta saudara, baik laki-laki maupun

perempuan beserta keturunan mereka. Menurut ketentuan BW, baik ayah,

ibu maupun sudara-saudara pewaris masing-masing mendapat bagian yang

sama. Akan tetapi bagian ayah dan ibu senantiasa diistimewakan karena

mereka tidak boleh kurang dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan. Jadi

apabila terdapat tiga orang saudara yang mewaris bersama-sama dengan

ayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan memperoleh ¼

bagian dari seluruh harta warisan. Sedangkan separoh dari harta warisan

itu akan diwarisi oleh tiga orang saudara, masing-masing dari mereka akan

memperoleh 1/6 bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal

dunia, yang hidup paling lama akan memperoleh bagian sebagai berikut:

1) ½ (setengah) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris

bersama dengan seorang saudaranya, baik lakilaki maupun perempuan,

sama saja;

2) 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama

dengan dua orang saudara pewaris;

3) ¼ (seperempat) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris

bersama-sama dengan tiga orang atau lebih saudara pewaris

(http://darusnal.blogspot.com/search?q=waris+perdata>, [10 Januari

2012, pukul 17.57 WIB])

Jika ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia, maka harta

peninggalan seluruhnya jatuh pada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli

waris golongan dua yang masih ada. Apabila di antara saudara-saudara

yang masih ada itu ternyata hanya ada yang seayah atau seibu saja dengan

pewaris, maka harta warisan terlebih dahulu dibagi dua, bagian yang satu

bagian saudara seibu. Jika pewaris mempunyai saudara seayah dan seibu

di samping saudara kandung, maka bagian saudara kandung itu diperoleh

dari dua bagian yang dipisahkan tadi.

Page 95: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

c. Bagian golongan ketiga yang meliputi kakek, nenek, dan leluhur

selanjutnya ke atas dari pewaris, apabila pewaris sama sekali tidak

meninggalkan ahli waris golongan pertama maupun kedua. Dalam

keadaan seperti ini sebelum harta warisan dibuka, terlebih dahulu harus

dibagi dua (kloving). Selanjutnya separoh yang satu merupakan bagian

sanak keluarga dari pancer ayah pewaris, dan bagian yang separohnya lagi

merupakan bagian sanak keluarga dari pancer ibu pewaris. Bagian yang

masing-masing separoh hasil dari kloving itu harus diberikan pada kakek

pewaris untuk bagian dari pancer ayah, sedangkan untuk bagian dari

pancer ibu harus diberikan kepada nenek.

d. Bagian golongan keempat yang meliputi anggota keluarga dalam garis ke

samping sampai derajat keenam, apabila pewaris tidak meninggalkan ahli

waris golongan ketiga sekalipun, maka cara pembagiannya, bagian yang

separoh dari pancer ayah atau dari pancer ibu jatuh kepada saudarasaudara

sepupu si pewaris yakni saudara sekakek atau saudara senenek dengan

pewaris.

Apabila dalam bagian pancer ibu sama sekali tidak ada ahli waris

sampai derajat keenam, maka bagian pancer ibu jatuh kepada para ahli waris

dari pancer ayah, demikian pula sebaliknya. Dalam pasal 832 ayat (2) BW

disebutkan: ”Apabila ahli waris yang berhak atas harta peninggalan sama

sekali tidak ada, maka seluruh harta peninggalan jatuh menjadi milik negara.

Selanjutnya negara wajib melunasi hutang-hutang peninggal warisan,

sepanjang harta warisan itu mencukupi”.

Bagian warisan untuk anak yang lahir di luar perkawinan antara lain

diatur sebagai berikut :

a. 1/3 dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan

mewaris bersama-sama dengan anak yang sah serta janda atau duda yang

hidup paling lama;

b. ½ dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan

mewaris bersama-sama dengan ahli waris golongan kedua dan golongan

ketiga;

Page 96: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

c. ¾ dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan

mewaris bersama-sama ahli waris golongan keempat, yaitu sanak keluarga

pewaris sampai derajat keenam.

d. ½ dari bagian anak sah, apabila ia mewaris hanya bersamasama dengan

kakek atau nenek pewaris, setelah terjadi kloving

(http://darusnal.blogspot.com/search?q=waris+perdata>, [10 Januari 2012,

pukul 17.57 WIB]).

Dengan demikian, bagian anak yang lahir di luar nikah bukan ¾, sebab

untuk ahli waris golongan keempat ini sebelum warisan dibuka terlebih dahulu

diadakan kloving/ dibagi dua, sehingga anak yang lahir di luar nikah akan

memperoleh ¼ dari bagian anak sah dari separoh warisan pancer ayah dan ¼

dari bagian anak sah dari separoh warisan pacer ibu, sehingga menjadi ½

bagian. Apabila pewaris sama sekali tidak meninggalkan ahli waris sampai

derajat keenam sedang yang ada hanya anak yang lahir di luar nikah, maka

harta peninggalan seluruhnya jatuh pada tangan anak yang lahir di luar

pernikahan, sebagai ahli waris satu-satunya (http://darusnal.blogspot.com/

search?q=waris+perdata>, [10 Januari 2012, pukul 17.57 WIB])

Anak yang lahir dari zina dan anak yang lahir dari orang tua yang tidak

boleh menikah karena keduanya sangat erat hubungan kekeluargaannya,

menurut sistem BW sama sekali tidak berhak atas harta warisan dari orang

tuanya, anak-anak tersebut hanya berhak memperoleh bagian sekedar nafkah

untuk hidup seperlunya diatur dalam Pasal 867 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

3. Tinjauan Yuridis Anak Bayi Tabung dalam Hukum Waris Menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada suatu

ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai warisan anak yang

dilahirkan melalui proses bayi tabung akan tetapi yang ada hanyalah ketentuan

yang mengatur tentang warisan anak yang dilahirkan secara alamiah seperti

Page 97: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

warisan anak sah dan anak luar kawin yang diakui. Menurut Salim SH

(1993:89) tidak berarti bahwa ketentuan yang mengatur mengenai warisan

atas anak yang dilahirkan secara alamiah tidak dapat diterapkan terhadap anak

yang dilahirkan melalui proses bayi tabung sesuai dengan Pasal 127 Undang-

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Caranya yaitu dengan

mengkaitkan dengan kedudukan yuridis anak yang dilahirkan tersebut. Karena

kedudukan yuridis mempunyai pengaruh dalam menentukan berhak atau

tidaknya seorang anak terhadap warisan yang ditinggalkan oleh orang tua.

Dengan adanya bagian yang berbeda-beda hak atas harta kekayaan

yang diperoleh anak, maka sangat perlu adanya kepastian hukum mengenai

kedudukan hukum dari anak tersebut. Dengan demikian akan dapat ditentukan

mengenai berhak atau tidaknya seorang anak memperoleh harta kakayaan

pewaris serta dapat ditentukannya besar bagian harta kekayaan pewaris untuk

anak. Begitu pula dengan anak bayi tabung yang membutuhkan kepastian

hukum dalam hal kedudukan hukum anak bayi tabung untuk mewarisi harta

kekayaan dari pewaris. Oleh karena anak bayi tabung ini mendapatkan

kedudukan yang sama dengan anak sah maka anak bayi tabung ini juga

mendapatkan hak yang sama pula dengan anak sah.

Page 98: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Dasar hukum diterapkannya pelayanan bayi tabung di Indonesia

berdasarkan dengan pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Akan tetapi di dalam pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan tersebut tidak menyebutkan mengenai kedudukan

hukum dari anak bayi tabung melainkan hanya menyebutkan tentang

syarat umum dilaksanakannya teknologi bayi tabung. Dengan menggunaan

penafsiran analogi maka kedudukan hukum dari anak bayi tabung ialah

sebagai anak sah oleh karena anak bayi tabung merupakan anak hasil dari

pasangan suami istri yang memiliki ikatan perkawinan yang sah menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dikandung oleh

istri sah yang menanamkan ovum untuk anak bayi tabung tersebut. Selain

itu teknologi bayi tabung hanya merupakan bantuan kehamilan dalam

proses pembuahannya saja yaitu diluar cara alamiah dengan menggunakan

in vitro;

2. Hak waris atas anak bayi tabung dalam hukum waris menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai ahli waris ab intestato

golongan I oleh karena kedudukan anak bayi tabung sebagai anak sah.

Dengan demikian anak bayi tabung tersebut memiliki hak untuk mewaris

yang sama dengan anak sah. Anak bayi tabung berhak atas harta kekayaan

yang ditinggalkan pewaris sebesar yang diterima oleh anak sah.

B. Saran

1. Sebaiknya di Indonesia harus memiliki peraturan yang khusus mengatur

tentang bayi tabung yang disertai pula dengan kedudukan hukum anak

bayi tabung sehingga dapat tercapai kepastian hukum dan dalam rangka

menerapkan perlindungan hukum terhadap anak bayi tabung. Dengan

adanya kepastian hukum mengenai kedudukan hukum atas anak bayi

83

Page 99: TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM …/Tinjauan... · perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

tabung maka dapat ditentukan pula mengenai hal pewarisan untuk anak

bayi tabung menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Sebaiknya Indonesia segera membentuk peraturan mengenai hukum waris

anak bayi tabung yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata sehingga dapat diberlakukan untuk warga negara Indonesia yang

tunduk pada hukum yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata atau di dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata segera

dilengkapi pula dengan hak waris atas anak bayi tabung dalam hukum

warisnya.