tinjauan pustaka.doc

24
TINJAUAN PUSTAKA 1. Sediaan Apus Darah Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakanuntuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain.Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untukmendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau kapiler dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebihdulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaandarah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright- Giemsa. Berbagai macam sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarna Pappenheimpada film darah (pewarna May-Grunwald dan pewarna Giemsa). Struktur nukleus lebihkurang bersifat sangat basofil dibandingkan sitoplasma, dengan cara tersebut granuladapat diperhatikan dengan baik (Martoprawiro 1986).Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dansel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volumedarah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira- kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.(Evelyn C. Pearce, 2006) Dalam sediaan apus darah diperlukan pengamatan yang baik untukmengidentifikasi jenis sel darah, beberapa sel darah yang perlu

Upload: timothy-johnson

Post on 19-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA.doc

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sediaan Apus Darah

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel

darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakanuntuk

mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain.Sediaan apus yang

dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untukmendapatkan hasil pemeriksaan

yang baik.

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau kapiler

dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebihdulu tidak dapat dipulas

sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaandarah menggunakan prinsip

Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa.

Berbagai macam sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarna Pappenheimpada film

darah (pewarna May-Grunwald dan pewarna Giemsa). Struktur nukleus lebihkurang bersifat

sangat basofil dibandingkan sitoplasma, dengan cara tersebut granuladapat diperhatikan dengan

baik (Martoprawiro 1986).Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma

darah dansel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.

Volumedarah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter.

Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.(Evelyn C. Pearce,

2006)

Dalam sediaan apus darah diperlukan pengamatan yang baik untukmengidentifikasi jenis sel

darah, beberapa sel darah yang perlu diamati yaitu:Eritrosit, tampak seperti bangunan bundar

berwarna merah dengan bagiantengahnya pucat tersebar di seluruh permukaaan sajian. Lihatlah

sajian secarakeseluruhan dengan perbesaran kecil lalu carilah bagian yang selnya agak jarang

untukmempelajari unsur darah yang lain. Eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter

7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis dengan

ketebalan 1 μm. bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas

antara sel-sel dan plasma darah. Jumlahnya sekitar 5 juta sel per mm 3darah.Sel darah putih

(leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar biladibandingkan dengan sel darah merah

(eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalamsetiap 1mm3 darah terdapat 6000-9000 sel darah

putih. Sel ini berisi sebuah inti yangberbelah banyak dan protoplasmanya berbulir (granulosit)

(Irianto 2004).

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA.doc

Leukosit merupakan sel darah yang berinti yang berfungsi sebagai pertahananseluler dan

humoral terhadap benda-benda asing. Pada darah normal jumlahnya sekitar 6000-10000

sel/mm. Sel netrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih. Sel golongan inimewarnai

dirinya dengan pewarna netral atau campuran pewarna asam dan basa sertatampak bewara

ungu. Seleosinofil hanya sedikit dijumpai pada sel darah putih. Sel inimenyerap pewarna yang

bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah, sedangkan selbasofil menyerap pewarna basa dan

menjadi biru (Irianto 2004).Neutrofil, selnya cukup besar, hampir 1,5 kali ukuran eritrosit. Intinya

berlobusbanyak, 2-5 buah; satu sama lain dihubungkan dengan benang kromatin halus.Kromatin

intinya kasar dan padat. Pada sajian darah wanita, kadang dapat dilihat bangunan kecil mirip

palu gendang (”drumstick”) menonjol dari salah satu lobus intinya dan berhubungan

dengan inti melalui benang kromatin halus. Dapat pula ditemukanneutrofil muda dengan inti

berbentuk batang bengkok, tidak berlobus, yang disebutneutrofil batang.

Sitoplasma neutrofil mengandung granula spesifik halus, berwarnamerah muda. segmen

(tembereng) yang merupakan prekursor bagi neutrofil dapat dijumpai dengan penampakan 2

lobus. Lobus-lobus ini nampak dihubungkan oleh serabut kromatin halus. Neutrofil dapat

melakukan fagositosis, menunjukkan gerakanamuboid dan kesanggupan hidup dalam keadaan

anaerob bermanfaat dalammemerangi bakteri jahat. Tingginya kadar neutrifil dalam tubuh

mengindikasikan tubuhorang tersebut memilki sistem pertahanan yang kuat

Eosinofil, sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Bentuk intiumumnya mirip

gagang telepon atau kaca mata dengan kromatin yang tidak sepadatneutrofil. Sitoplasmanya

bergranula kasar dengan ukuran yang kurang lebih seragamdan bewarna merah jingga. Sel ini

agak sukar ditemukan karena jumlahnya lebih sedikitdari neutrofil. Banyaknya jumlah granul

membuat sel ini berwarna lebih gelap. Bentukinti sel ini merupakan bentuk pada fase eusinofil

yang telah dewasa. Granul pada sel inimengandung protein yang mampu membunuh cacing

seperti Schistosoma.Basofil, Sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Namun sel

iniagak sukar dicari karena jumlahnya dalam keadaan normal sedikit, bahkan lebih sedikitdari

eosinofil. Bentuk intinya tidak menentu, bahkan sering tidak jelas karena tertutup granula. Kadang

juga terlihat berlobus atau berbentuk batang bengkok.

Granulasitoplasma berwarna biru kehitaman, ukuranya tidak seragam, dan tersebar

menutupiinti.Limfosit, Ukuran sel ini beragam. Ada yang seperti eritroeit dan ada yangsebesar

neutrofil. Limfosit dengan garis tengah 6-8 mikrometer dikenal sebagai limfositkecil. Di dalam

peredaran darah, terdapat sedikit limfosit berukuran sedang dan besar dengan garis tengah

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA.doc

mencapai 18 mikrometer. Limfosit yang lebih besar diyakinisebagai sel yang telah diaktifkan oleh

antigen spesifik. Pada sediaan apus darah, anakinti leukosit tidak terlihat, namun dapat terlihat

dengan pulasan khusus denganmikroskop elektron. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah, dan

berwarna biru mudapada sediaan yang terpulas. Sitoplasma ini mungkin mengandung granul

azurofilik. Intiselnya kebanyakan bulat atau seperti kacang bogor, atau kadang mirip ginjal.

Kromatininti amat padat dan bewarna biru gelap. Sitoplasma sel ini relatif sedikit dan berwarnabiru

langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil,yang jika

pulasannya baik akan bewarna ungu kemerahan. Nilai normal beberapa komponen sel dalam

darah manusia:

2. Penentuan Kadar Haemoglobin

Bentuk sel darah berasal dari sel induk (Stem Cells) dalam sumsum tulang

belakang serta memasuki aliran darah guna memenuhi kebutuhan tertentu pada

hewan. Pigmen merah pembawa oksigen di dalam eritrosit merupakan hemoglobin.

Hemoglobin suatu molekul globulin dibentuk menjadi 4 sub unit. Pada tiap sub unit

mengandung suatu gugusan heme yang dikonjungsi ke suatu peptida. Heme adalah

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA.doc

suatu turunan porifrin (merah) yang mengandung besi dan globin yang merupakan

protein globular yang terdiri dari 4 rantai asam amino. Fungsi hemoglobin dalam

eritrosit sebagai pengangkut gas, baik oksigen maupun karbondioksida. Hemoglobin

darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih banyak apabila dibandingkan

dengan air pada saat dalam kondisi dan jumlah yang sama. Hemoglobin dapat

bergabung dengan oksigen udara yang terdapat dalam paru-paru karena

mempunyai daya afinitas yang tinggi, sehingga terbentuklah oksihemoglobin yang

kemudian oksigen tersebut dilepaskan ke sel-sel jaringan tubuh. Kadar hemoglobin

diukur dalam gram per 100mL darah atau dalam gram persen (Poejiadi, 1994).

Eritrosit merupakan sarana transportasi gas oksigen dan karbondioksida. Hal ini

disebabkan karena eritrosit memiliki pigmen hemoglobin. Hemoglobin mampu

mengikat O2 dan CO2 (Praseno,2003). Hemoglobin merupakan zat padat dalam

eritrosit yang menyebabkan warna merah. Dibandingkan dengan sel-sel lain dalam

jaringan, eritrosit kurang mengandung air. Tekanan osmosis dalam sel sama dengan

tekanan osmosis pada plasma. Bila terjadi perubahan tekanan osmosis pada larutan

diluar sel darah merah akan berpengaruh terhadap besar sel. Larutan hipotonik

menyebabkan air masuk ke dalam sel dan sel akan bertambah besar kemudian

pecah dan hemoglobin akan keluar dari sel. Proses ini disebut hemolisis. Proses ini

dapat disebabkan oleh faktor lain seperti adanya pelarut lemak misalnya eter dan

kloroform (Poejiadi, 1994).

Sel darah merah mengandung sekitar 35% berat hemoglobin. Hemoglobin ini

mengandung dua rantai α dan dua rantai β serta empat gugus heme, yang masing-

masing berikatan dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat

mengikat 1 molekul oksigen karena sejumlah besar hemoglobin yang terdapat dalam

sel darah merah, 100 mL darah mamalia, jika dioksigenasi penuh, dapat membawa

21 gas O2. Jumlah O2 yang diikat oleh hemoglobin bergantung kepada empat faktor

yaitu tekanan parsial, pH, konsentrasi 2,3-difosfogliserat DPG dan konsentrasi CO2

(Lehninger, 1995).

Pada paru-paru dimana tekanan parsial oksigen tinggi (90-100 mmHg) dan pH

dan juga pH relatif tinggi (25-40 mmHg) dan pH juga relatif rendah (7,2-7,3), terjadi

pembebasan oksigen yang terikat ke dalam massa jaringan yang melakukan

respirasi. Vena darah yang meninggalkan jaringan, mengandung hemoglobin yang

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA.doc

tingkat kejenuhannya 65%. Oleh karena itu, hemoglobin berdaur diantara kejenuhan

oleh oksigen 65% dan 97%, dalam sirkuit berulang diantara paru-paru dan jaringan

perifer (Lehninger, 1994).

Suatu pengatur derajat hemoglobin yang penting adalah 2,3-difosfogliserat

(DPG). Konsentrasi DPG yang tinggi didalam sel menyebabkan afinitas hemoglobin

terhadap oksigen yang lebih rendah. Jika pengiriman oksigen ke jaringan sangat

terbatas seperti pada orang yang mengalami defisiensi sel darah merah atau orang

yang hidup didataran tinggi, konsentrasi DPG didalam sel menjadi lebih tinggi

daripada individu normal yang hidup normal didaerah permukaan laut. Hal ini

menyebabkan hemoglobin membebaskan oksigen yang diikatnya segera ke dalam

jaringan untuk mengimbangi penurunan oksigenasi hemoglobin didalam paru-paru

(Praseno, 2003).

Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut gas baik oksigen (O2) maupun

karbondioksida (CO2). Selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke sel-sel jaringan

yang terdapat di dalam tubuh. Proses ini disebut oksigenasi, yang membutuhkan

besi dalam bentuk ferro dalam molekul hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju

sumsum tulang sehingga menjadi bagian dari molekul heme guna membentuk

eritrosit (Frandson, 1992). Kadar hemoglobin pada umumnya diukur dalam gram per

100mL darah. Karena adanya hemogobin, darah dapat mengangkut sekitar 60 kali

oksigen lebih banyak apabila dibandingkan dengan air dalam jumlah dan kondisi

yang sama (Smith, 1998).

PH darah menggambarkan konsentrasi ion hidorgen, yang menentukan

keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. Dalam air destilasi, ion hidrogen (H+)

(yang bersifat asam) setara dengan ion hidroksil (OH-) (yang bersifat basa atau

alkalis); pH nya 7, yang menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam dan

tidak bersifat basa. Larutan dengan pH antar 1 sampai 7 adalah larutan asam;

semakin kecil angka itu, semakin asamlah sifatnya. pH untuk larutan basa berkisar

dari 7 sampai 14; semakin besar angkannya, semakin basalah larutan itu. Dalam

keadaan normal pH terletak diantara 7,35 dan 7,45, sedikit berada didaerah yang

basanya netral. pH darah dipertahankan didalam suatu batas-batas yang relatif

sempit oleh adanya buffer kimia, terutama natrium bikabornat. Buffer bereaksi

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA.doc

dengan asam kuat atau basa kuat hingga menghasilkan garam netral dan asam atau

basa lemah. Suatu contoh adalah natrium bikabornat atau sistem asam karbonat :

HCL + NaHCO3 NaCl + H2CO3

NaOH + H2CO3NaHCO3 + H2O

H2CO3CO2 + H2O

Kemampuan untuk menetralkan asam ini didapatkan dari metabolisme yang

mengarah ke istilah cadangan alkali sebagai sinonim bikabornat yang tersedia

didalam darah. Karbon dioksida yang dihasilkan dikeluarkan dari darah melalui paru.

Hiperventilasi dengan cara membuang banyak karbon dioksida, dapat menyebabkan

timbulnya alkalosis sementara di dalam darah. Dalam beberapa keadaan dan

penyakit, cadangan alkali menurun demikian rupa sehingga menimbulkan keadaan

asam dalam darah (asidosis) yang ditimbulkan oleh karena banyaknya CO2

(Frandson,1992).

3. Penentuan Jumlah Kadar Eritrsoit dan Leukosit Eritrosit

Eritrosit (sel darah merah) pada dasarnya adalah suatu kantong hemoglobin

yang terbungkus plasma, berupa lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8µm, tepi

luar tebalnya 2 µm, dan tengahnya setebal 1 µm. Setiap millimeter darah

mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (5 juta sel per µl).

Perhitungan eritrosit secara klinis dilakukan dengan mengencerkan darah

dengan larutan tertentu. Jumlah sel darah dalam volume pengenceran tersebut

dihitung dengan menggunakan kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume

tertentu, dengan menggunakan factor konversi, jumlah eritrosit per µl darah dapat

dihitung. Larutan pengencer yang dipakai adalah larutan Hayem yang berisi natrium

sulfat 5 g, natrium klorida 1 g, merkuri klorida 0,5 g dan aquadest 200 ml (Tim

Dosen, 2012).

Struktur eritrosit terdiri atas membrane sel yang merupakan dinding sel

substansi seperti spons yang stroma.Sel darah merah berisi substansi yang

bermacam-macam diantaranya enzim, glukosa, garam-garam organic dan anorganik

(Dahelmi, 1991).

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA.doc

Sel darah merah memiliki jumlah yang sangat banyak disbanding sel darah

putih. Wanita normal mempunyai kira-kira 4,5 juta sel darah dalam tiap ml³ darah.

Pada laki-laki normal rata-rata jumlahnya paling tinggi sekitar 5 juta (Kimball, 1996).

Pada sumsum tulang, terdapat sel-sel stem hemopoietik pluripoten, yang

merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Kemudian terbentuk

suatu jalur sel khusus yang dinamakan sel stem commited, sebagai unit pembentuk

koloni atau disebut juga Coloni Form Unit(CFU). Sel stem commited yang

menghasilkan eritrosit disebut unit pembetuk koloni eritrosit yang disingkat menjadi

CFU-E. Pertumbuhan dan reproduksi sel stem diatur oleh bermacam-macam protein

yang disebut penginduksi pertumbuhan, salah satunya adalah interleukin-3.

Penginduksi pertumbuhan akanmemicu pertumbuhan tetapi tidak membedakan sel-

sel. Protein lain yang berfungsi memicu deferensiasi sel disebut penginduksi

diferensiasi. Masingmasing dari protein ini akan menghasilkan satu tipe sel stem

untuk berdeferensiasi menuju tipe akhir pada sel darah dewasa (Guyton dan Hall

1997).

Selpertama yang termasuk dalam rangkaian sel darah merah adalah

proeritoblas yang

akan membelah membentuk basofil eritoblas. Sel-sel generasi pertama ini disebut

basofil eritoblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa, sel ini mengumpulkan

sedikit sekali hemoglobin.Tahapan berikutnya, sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin

dengan konsentrasi 34%, maka nukleus memadat menjadi kecil. Pada saat yang

sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Pada tahap ini, sel disebut retikulosit

karena masih mengandung sedikit bahan basofilik yang secara normal akan

menghilang dan kemudian sel menjadi eritrosit matur (Guyton dan Hall 1997). Limpa

bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk eritrosit, yang akan dikeluarkan ke

sistem sirkulasi sebagaimana yang dibutuhkan (Bell 2002).

Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin yang

selanjutnyahemoglobin ini mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton

dan Hall, 1997). Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara

lainhormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu

produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin B12

dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA.doc

eritrosit.Sedangkan hemolisis dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yang berada

dalam sirkulasi (Meyer dan Harvey 2004).

Hematocrit adalah penentu utama seluruh viskositas darah, peningkatan

hematocrit berhubungan dengan penurunan laju aliran darah ke otak dan berperan

terhadap kecenderungan trombotik di PV.Selain peningkatan kekentalan darah,

Migrasi aksial sel darah merah terjadi dengan perpindahan trombosit ke zona

plasma mural, Erythrocytosis meningkatkan interaksi platelet-vaskular, Terutama

pada shear rate yang tinggi ditemukan di arteriol dan vascular. Peningkatan masa

sel darah merah di PV juga dapat menyebabkan aktivasi trombosit meningkat.

Namun demikian, efek dari hemorrheologic erythrocytosis tidak bisa menjadi

satu-satunya penjelasan untuk kecenderungan trombotik di PV; Derajat sebanding

atau lebih besar dri kedua erytrocytosis tidak berhubungan dengan trombosit, dan

bahkan normalisasi hematocrit di PV tidak sepenuhnya melindungi terhadap risiko

thrombosis (Adel Gourl et al, 2013)

Anemia pada remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena

prevalensinya di atas 20% ( I ) . Beberapa penelitian menemukan prevalensi anemia

tinggi pada remaja, antara lain hasil penelitian Saidin (2), Permaesih (3), dan

Leginem (4)yaitu masing-masing mendapatkan 4 1 %, 25% dan 88%. Anemia pada

remaja adalah suatu keadaan kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai

normal. Nilai batas ambang untuk anemia menurut WHO 200 1 (') adalah untuk umur

5-1 1 tahun <11,5 g/L, 11-14 tahun 5 2,O g/L, remaja diatas 15 tahun untuk anak

perempuan <12,O g/L dan anak laki-laki <3,O g/L, (Puslitbang Gizi dan Makanan,

Badan Litbangkes Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 4, ,2005: 162-171)

Faktor utama penyebab anemia adalahasupan zat besi yang kurang. Sekitar

dua per tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah hemoglobin ( 5 ). Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup

seperti merokok, minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, sosial ekonomi

dan demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur dan wilayah (6). Wilayah perkotaan

atau pedesaan berpengaruh melalui mekanisme yang berhubungan dengan

ketersediaan sarana fasilitas kesehatan maupunketersediaan makanan yang pada

gilirannya berpengaruh pada pelayanan kesehatan dan asupan zat besi.Remaja laki-

laki maupun perempuan dalam masa pertumbuhan membutuhkan energi, protein

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA.doc

dan zat-zat gizi lainnya yang lebih banyak dibanding dengan kelompok umur lain.

Pematangan seksual pada remaja menyebabkan kebutuhan zat besi

meningkat.Kebutuhan zat besi remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-

laki, karena dibutuhkan untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi

(7).Anemia dapat menyebabkan lekas lelah, konsentrasi belajar menurun sehingga

prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Disamping itu

juga menurunkan daya talian tubuh sehingga mudah terkena infeksi ( I ) . Anemia

dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang (Dewi&Susilowati, 2001)

Jumlah sel darah merah yang melebihi batas normal disebut Polisitemia.

Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi

sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan

hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi

6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl, ( Wiwik, 2008). Peningkatan jumlah

eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima

kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat kental, dan

aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban. Penyebab dari polisitemia

terbagi atas primer dan sekunder. Primer dalam hal ini adalah kondisi dimana

sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah dan disebut dengan

polisitemia vera akibat dari mutasi genetik. Kondisi ini jarang terjadi dan predileksi

usia adalah usia separuh baya dan orang tua

Leukosit

Kurang dari 1 % darah manusia adalah leukosit. Ukuran leukosit lebih besar

daripada eritrosit. Leukosit tidak mengandung haemoglobin, memiliki nucleus dan

pada dasarnya dijumpai dalam keadaan tidak berwarna (Kimball, 1996).

Ada 2 macam tipe leukosit yaitu granular dan agranular. Granulosit adalah

leukosit sirkular dan memiliki granule pada sitoplasmanya. Sedangkan agranulosit

tidak memiliki granule pada sitoplasmanya. Granulosit terdiri atas 3 tipe yaitu sel

metrofil, dimana paling banyak dijumpai, mewarnai dirinya dengan pewarna netral

atau campuran pewarna asam basa dan tampak berwarna ungu; sel eusinofil,

dimana sel ini sedikit dijumpai, penyerap warna yang bersifat asam atau eosin dan

kelihatan merah; sel basofil yang menyerap pewarna basa dan menjadi biru.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA.doc

Sedangkan agranulosit terdiri atas monosit, yang berfungsi untuk menutup daerah

luka, membungkus dan memfagosit setelah netrofil dan basofil (Pearce, 2002).

Diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai sel stem

commited. Selain sel-sel commited untuk membentuk sel darah merah, terbentuk

pada dua silsilah utama dari sel darah putih, silsilah mielositik dan limfositik. Silsilah

mielositik dimulai dengan mieloblas dan silsilah limfositik yang dimulai dengan

limfoblas (Guyton, 1997).

Granulosit dan monosit hanya ditemukan pada sumsum tulang. Limfosit dan sel

plasma teritama diproduksi dalam organ limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa,

timus, tonsil dan berbagai kantung jaringan limfoid dimana saja dalam tubuh,

terutama dalam sumsum tulang dan plak player dibawah epitel dinding usus(Guyton,

1997).

Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, terutama granulosit,

disimpan dalam sumsum sampai mereka diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian

bila kebutuhannya meningkat, bermacam-macam factor menyebabkan granulosit

dikeluarkan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh

darah kira-kira 3X jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan

persediaan granulosit dalam 6 hari (Guyton, 1997).

Limfosit sebagian besar disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali

pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah. Megakariosit juga

dibentuk dalam sumsum tulang dan merupakan bagian dari kelompok mielogenosa

dalam sumsum tulang. Megakariosit ini lalu pecah dalam sumsum tulang, menjadi

fragmen kecil yang dikenal dengan platelets atau trombosit yang selanjutnya masuk

ke dalam darah (Guyton, 1997).

Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Luekosit

ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit)

dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk,

sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan.

Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan ditranspor

secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi,

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA.doc

menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang

mungkin ada (Guyton, 1995).

Komposisi sel darah putih dengan nilai normalnya yaitu Leukosit pada manusia

memiliki nilai normalnya 5000 – 10.000/μL, dimana leukosit terdiri dari granular

meliputi netrofil 60 – 70%, eosinofil 2 – 4%, basofil 0.5 – 1%; dan Agranular meliputi

limposit 20 – 25% dan monosit 3 – 8% (Azhar, 2009).

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan

lain-lain . Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000—30.000/μl.

Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 — 38.000 /μl.

Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah

leukosit berkisar antara 4500 — 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada

orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.0004/μ1.’ Jumlah leukosit meningkat

setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl4

(Miale, 1972).

Penyakit yang disebabkan akibat kelebihan sel darah putih yaitu leukemia atau

kanker darah yang merupakan sekelompok penyakit neoplastik yang beragam,

ditandai oleh perbanyakan secara tak normal dari sel-sel pembentuk darah di

sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang

digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum

dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia

mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan

imunitas tubuh penderita. Pada leukemia, sel darah putih membelah diri tidak

terkendali dan sel darah muda yang normalnya hanya hidup di sumsum tulang dapat

keluar dan bertahan hidup (Azhar, 2009).

Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni. Pada

kondisi ini seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya tahan

dan keamanan tubuh. Apabila tidak, maka orang tersebut dapat meninggal dunia.

Pada orang yang terkena kanker darah atau leukemia, sel darah putih bisa

mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di mana jumlah sel darah putih naik

di atas jumlah normal disebut leukositosis (Ahmadi, 2010)

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA.doc

CARA KERJA

A. Membuat Sediaan Apus Darah

1.    Mengambil darah vena dan mencampurkan dengan EDTA, lalu meneteskan 1

tetes darah dengan menggunakan pipet (garis tengah tetesan tidak lebih dari

2 mm). Meletakkan gelas objek tersebut di atas meja dengan tetes darah di

sebelah kanan.

2.    Mengambil objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus, memilih yang

bertepi benar-benar rata.

3.    Meletakkan kaca penghapus di sebelah kiri tetesan darah dengan tangan

kanan, menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan membiarkannya hingga

darah menyebar ke seluruh sisi kaca tersebut. Menunggu sampai darah

mengenai titik ½ cm dari sudut kaca.

4.    Mengatur sudut kaca penghapus antara 30° - 40° dan segera Menggerakkan

kaca ke arah kiri sambil memegangnya dengan sudut. Jangan menekan kaca

pembesar itu ke bawah. Mengusahakan darah telah habis sebelum kaca

penghapus mencapai ujung lain dari gelas objek. Hapusan darah tidak boleh

terlalu tipis atau terlalu tebal. Ketebalan dapat diatur dengan mengubah sudut

antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau

makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan.

Membiarkan sediaan kering di udara.

5.   Meletakkan sediaan yang akan dipulas di atas rak tempat memulas dengan

lapisan darah ke atas.

6.    Meneteskan methanol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis

darah tertutup seluruhnya. Membiarkan selama 5 menit atau lebih lama.

7.    Menuang kelebihan methanol dari kaca.

8.    Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan

penyanggah dan membiarkan selama 20 menit. Membilas dengan air suling.

9.    Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan mengering pada

udara.

B.   Memeriksa Sediaan Apus Darah1.    Meneteskan satu tetes minyak emersi pada bagian sediaan apus yang baik

untuk diperiksa dan menutup dengan kaca penutup (Deck Glass).

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA.doc

2.    Melihat sediaan dengan pembesaran lemah (lensa objektif 10x dan lensa

okuler 10x) untuk mendapat gambaran menyeluruh.

3. Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang telah cukup merata, dan

jumlah leukosit dan kelompok trombosit.

4.    Selanjutnya melihat dengan lensa objektif 40x dengan pembesaran ini

diberikan penilaian terhadap eritrosit, leukosit, trombosit, dan ke lain-lain yang

ada.

5.    Bila diperlukan melakukan penilaian lebih lanjut pada sediaan apus dengan

menggunakan lensa objektif 100x menggunakan minyak emersi dengan

menyingkirkan kaca penutup, mendorongnya ke tepi dan mengangkatnya.

meneteskan 1 tetes minyak emersi pada sediaan apus, menggunakan objektif

yang sesuai.

6.    Melakukan penilaian terhadap ukuran, bentuk, warna eritrosit. Penilaian

dilakukan pada daerah pandangan dimana eritrosit terletak saling berdekatan

tetapi tidak saling menumpuk, jangan menilai pada tempat dimana eritrositnya

jarang-jarang.

7.    Melakukan penilaian terhadap jumlah, dihitung jenis dan morfologi leukosit.

Saat dilakukan hitung jenis leukosit, sediaan digerakkan sedemikian rupa

sehingga satu lapang pandang tidak dinilai lebih dari satu kali. Mencatat

semua jenis leukosit yang dijumpai. Perlu diingat bahwa kebenaran

perihitungan jenis sel dipengaruhi oleh jumlah total sel yang dihitung,

mengikuti hukum Poisson. Makin banyak leukosit yang dihitung, makin kecil

kesalahan yang terjadi. Biasanya perhitungan dilakukan atas 100 leukosit.

8.    Melakukan penilaian terhadap jumlah dan morfologi trombosit. Dalam

keadaan normal dapat dijumpai 4 – 8 trombosit per 100 eritrosit.

Percobaan 2. Menentukan Kadar hemoglobin

• Mencari terlebih dahulu pembuluh darah arteria branchialis dan kelurkan darahnya

+ 1,0 ml (jika menggunakan manusia) atau keluarkan darah melalui intra cardiac

(jika menggunakan hewan coba tikus), meletakkan darah dalam botol penampung

• Mengisi tabung pengencer / pengukur hemometer dengan 0,1 N HCl sampai

menunjukkan angka 2

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA.doc

• Menghisap darah dengan pipet Hb sampai angkanya menunjukkan 20, menghapus

darah yang melekat pada ujung pipet

• Sebelum mengalami penjedalan, memasukkan darah kedalam tabung pengencer

hemometer yang telah berisi 0,1 N HCl

• Menghisap HCl dalam tabung kedalam pipet dan dikeluarkan lagi, ulangi sampai 3

kali.

• Mendiamkan selama 8-10 menit.

• Mengencerkan dengan menambahkan akuades setetes demi setetes sambil

diaduk dengan batang pengaduk, sampai warnanya sesuai dengan warna standart.

• Membaca angka yang sesuai dengan tinggi permukaan larutan darah

( menunjukkan kadar Hb ).

PRAKTIKUM PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT

1.      Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah

2.      Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet

3.  Menghisap larutan Hayem (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)

sampai menunjukkan angka 101

4.     Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet

dengan jari dan  mengocoknya selama 2 menit

5.    Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan

menuangkan cairan darah ke Improved Neubauer

6.      Mencari bilik hitung Improved Neubauer di bawah mikroskop

7.      Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada

masing-masing pojok.

Jumlah bujur sangkar yang dihitung                 : 80 kali

Volume tiap bujur sangkar                              : 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan                                   : 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung                          : E

Maka jumlah eritrosit per mm3                        : E/80 x 4000 x 100

1.      Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah

2.      Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA.doc

3.  Menghisap larutan Hayem (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)

sampai menunjukkan angka 101

4.     Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet

dengan jari dan  mengocoknya selama 2 menit

5.    Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan

menuangkan cairan darah ke haemacyometer

6.      Mencari bilik hitung di bawah mikroskop

7.      Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada

masing-masing pojok.

Jumlah bujur sangkar yang dihitung                 : 80 kali

Volume tiap bujur sangkar                              : 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan                                   : 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung                          : E

Maka jumlah eritrosit per mm3                        : E/80 x 4000 x 100

MENGHITUNG JUMLAH LEUKOSIT

1.      Menusuk salah satu ujung jari dengan jarum suntik hingga mengeluarkan darah

2.      Menghisap darah menggunakan kapiler sampai angka 1 pada mikropipet

3.  Menghisap larutan Turk (yang sudah dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)

sampai menunjukkan angka 101

4.     Melepaskan pipet karet dari mikropipet kemudian menutup kedua ujung mikropipet

dengan jari dan  mengocoknya selama 2 menit

5.    Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, meletakkan ujung mikropipet dan

menuangkan cairan darah ke haemacyometer

6.      Mencari bilik hitung di bawah mikroskop

7.      Menghitung semua jumlah eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pada

masing-masing pojok.

Jumlah bujur sangkar yang dihitung                 : 80 kali

Volume tiap bujur sangkar                              : 1/4000 mm3

Darah yang diencerkan                                   : 100 kali

Jumlah eritrosit yang terhitung                          : E

Maka jumlah eritrosit per mm3                        : E/80 x 4000 x 100

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA.doc

DAFTAR PUSTAKA

Adel, Gourl et al. 2013. Polycythemia Vera and Acute Coronary Syndromes:

Pathogenesis, Risk Factors and Treatment. Journal of Hematology &

Thromboembolic Diseases http://dx.doi.org/10.4172/jhtd.1000107 ( diakses tanggal 20/10/2013, pukul 13.20 )

Bell, DD. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell DD and Weaver Jr WD, editor.

Commercial Chicken Meat and Egg Production.Fifth edition. USA:

Springer Science+Business Media, Inc.

Dahelmi.1991. Fisiologi Hewan. UNAND Padang

Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Stiawan,

penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical

Physiology.

Handayani,Wiwik.2008.Asuhan Keperawaan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Jeyaratnam, J.2009. Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : EGC

Kimball, J.W. 1996. Biologi. Jakarta: Erlangga

Meyer D J and Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation &

Diagnosis.Third edition. USA: Saunders.

Permaesih, Dewi dan Susilowati Herman. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Anemia pada Remaja.

Syaifuddin.1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC

Tim Dosen. 2012.Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisologi Manusia. Jakarta:

Universitas Negeri Jakarta