proposal+daftar pustaka.doc

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa. Akibat diare bagi bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair (watery) bulky dan bau asam meteorusmus, flatulens dan kolik abdoment, maka akibat dari gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. Bagi keluarga secara psikologis akan berdampak adanya rasa cemas pada orang tua bila anaknya terus menerus menderita diare, sebab diare bila terjadi akut tidak jarang akan mengakibatkan kematian. Faktor-faktor yang menyebabkan diare dapat meliputi faktor infeksi yaitu infeksi bakteri, infeksi virus, 1

Upload: alisha-travis

Post on 19-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang PenelitianDiare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa. Akibat diare bagi bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair (watery) bulky dan bau asam meteorusmus, flatulens dan kolik abdoment, maka akibat dari gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. Bagi keluarga secara psikologis akan berdampak adanya rasa cemas pada orang tua bila anaknya terus menerus menderita diare, sebab diare bila terjadi akut tidak jarang akan mengakibatkan kematian.

Faktor-faktor yang menyebabkan diare dapat meliputi faktor infeksi yaitu infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit, atau infeksi kandida. Faktor parentel ialah infeksi dibagian tubuh lain, faktor makanan (makanan basi, makanan beracun, makanan terlampau banyak lemak, sayur yang di masak tidak matang). Faktor lain yaitu : keadaan gizi, sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan kepadatan penduduk.

Penyakit diare menurut epidemiologi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu host, agent dan environment. Status gizi merupakan salah satu factor host yang paling penting hubungannya dengan kejadian diare. Pada status gizi buruk atau gizi kurang, sistem kekebalan tubuh manusia rentan terhadap penykit maupun infeksi, termasuk diare. Penyakit diare pada balita yang status gizinya lebih sulit disembuhkan karena vili mukosa usus yang rusak mengalami proses repitelisasi yang lebih lama sehingga penyerapan makanan oleh vili-vili mukosa usus berkurang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diberikan rumusan masalahnya adalah adakah hubungan status gizi dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo?C. Tujuan

(1). Tujuan Umum

Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten.

(2). Tujuan Khusus

1. Mengetahui beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare.

2. Mengetahui status gizi anak di wilayah kerja Puskesmas Sukodono yang yang mengalami diare.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

(1). Masyarakat

a.Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diare.

b. Dapat digunakan sebagai informsi dalam memberikan motivasi kepada masyarakat guna mencegah terjadinya diare.

(2). Peneliti

a. Sebagai salah satu kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu dalam bidang penelitian, disamping menambah pengalaman dalam bidang penelitian.

b. Sebagai tambahan informasi bagi peneliti mengenai hubungan status gizi terhadap kejadian diare.

(3).Instansi Terkait

a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabuapten Sidoarjo, khususnya bagi Puskesmas Sukodono dalam melakukan intervensi selanjutnya dalam program mengurangi kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kedungsolo.

b. Sebagai tambahan data dasar untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan BBLR.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gambar1. Pendekatan umum Diare infeksi Bakteri. Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunokompomise. Untuk pemberian obat anti diare terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Dalam kelompok opiat tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.Kelompok absorbent missal arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.Zat hidrofilik yang termasuk ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.Penyakit diare ini sebenarnya dapat dicegah kejadiannya dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

Dalam proposal ini kami juga membahas mengenai status gizi. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi essential, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesihatan yang normal. Jadi zat gizi esensial yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya adalah zat gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari unsur-unsur pangan di antaranya adalah asam amino essensial. Semua zat gizi essential diperlukan untuk memperoleh dan memelihara pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang baik. Oleh karena itu, pengetahuan terapan tentang kandungan zat gizi dalam pangan yang umum dapat diperoleh penduduk di suatu tempat adalah penting guna merencanakan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan seimbang.Pada umumnya zat gizi dibagi dalm lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sedangkan sejumlah pakar juga berpendapat air juga merupakan bahagian dalam zat gizi. Hal ini didasarkan kepada fungsi air dalam metabolism makanan yang cukup penting walaupun air dapat disediakan di luar bahan pangan.Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan gizi, mereka menderita gizi kurang.

Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIANA. Kerangka Konsep

Keterangan:

= Variabel yang akan diteliti

= Variabel yang tidak ditelitiB. Hipotesis Penelitian

Adakah hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita?

BAB IV

METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian Observasional cross-sectional analitik yang digunakan adalah menggunakan metode survey, dimana penelitian yang observasianya dilakukan terhadap variable kontinyu dan deskrit menurut keadaan apa adanya. Dalam penelitian ini akan mencari hubungan status gizi balita terhadap angka kejadian diare bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo pada bulan September 2013.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo yang diwakili oleh 20 orang balita.

Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah total populasi balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Objek penelitian adalah status gizi balita dan responden adalah balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo.D. Variabel

A. Dependent

DiareB. Independent

Status gizi

E. Definisi Operasional

No.VariabelDefinisi OperasionalAlat ukurMetode ukurSkala UkurHasil Ukur

1.DiareBalita menderita diare atau tidak-Survey data puskesmasRasio1:Diare2:Tidak diare

2. Status giziPengukuran antropometri balitaMengukur berat badan dengan timbangan dacin, mengukur tinggi dengan meteran, dan menghitung usia dari tangal kelahiranSurvey data puskesmasInterval1:Buruk 2:Normal3:Lebih

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini memanfaatkan data sekunder, yaitu data kejadian diare yang ada di Puskesmas Sukodono dan pengukuran langsung untuk berat badan dan tinggi badan responden.G. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing data

Kriteria inklusi :

Semua balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo dengan melakukan pengukuran status gizi.

Kriteria eksklusi:

Balita yang menderita diare Balita yang menderita diare namun tidak dilakukan pengukuran antropometri.

Balita yang menderita diare bukan pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013

Balita yang menderita diare bukan di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

Balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo, namun saat didatangi di rumahnya tidak ada.

Balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo, namun pindah keluar wilayah kerja Puskesmas Sukodono.b. Tabulasi

Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan analisis tabel dengan distribusi frekuensi untuk memberikan gambaran tentang karakteristik responden sesuai dengan masalah yang akan dipecahkan.

Daftar PustakaAfolabi,B. B., (2004). What is the Optimum Maternal Haemoglobin Concentration Level for A Normal Birth Weight in Lago?.Trop J Obstet Gynaecol, 2004;21:4-6Ahmad, M. O., et all. (2011). Effect of Maternal Anemia on Birth Weight.J Ayub Med Coll Abbottabad: PakistanBoston Childrens Hospital.(2011).Low Birth Weight in Newborns.Tersedia di http://www.childrenshospital.org/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.Depkes.(2013). Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Kematian Bayi Perlu Kerja Keras. Tersedia di http://www.depkes.go.id/ diakses tanggal 25 Agustus 2013

Kliegman, R. M. (2006). Intrauterine Growth Restriction Fanaroff and Martins Neonatal Perinatal Medicine 8th ed. Elsevier: Mosby.

Rana, S.S., et all. (2013). Relationship between Maternal Haemoglobin and Fetal Weight. NJOG vol 8, 37-40

Rasmussen, K. M. (2001). Is There a Causal Relationship between Iron Deficiency or Iron-Deficiency Anemia and Weight at Birth, Length of Gestation and Perinatal Mortality?.J. Nutr. Vol 131 no2, 590S-603S

Scanlon K.S., et all. (2000). High and low haemoglobin levels during pregnancy: differential risks for preterm birth and small for gestational age.Tersedia di http://www.ncbi.nlm/nih.gov/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.Setiawan, A., dkk. (2013). Hubungan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir I Kota Pariaman.Tersedia di http://jurnal.fk.unand.ac.id/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.UNICEF.(2004). Low Birth Weight.New York: United Nations Childrens Fund.

Wang J., et all. (2007). Study on the third trimester haemoglobin concentrations and the risk of low birth weight and preterm delivery. Tersedia di http://www.ncbi.nlm/nih.gov/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.

WHO.(2013). Development of a Strategy towards Promoting Optimal Fetal Growth. Tersedia di http://www.who.int/ diakses tanggal 25 Agustus 2013

DAFTAR PUSTAKA

18