proposal+daftar pustaka

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa. Akibat diare bagi bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair (watery) bulky dan bau asam meteorusmus, flatulens dan kolik abdoment, maka akibat dari gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. Bagi keluarga secara psikologis akan berdampak adanya rasa cemas pada orang tua bila anaknya terus menerus menderita diare, sebab diare bila terjadi akut tidak jarang akan mengakibatkan kematian. 1

Upload: alisha-travis

Post on 24-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sdfhjk

TRANSCRIPT

Page 1: proposal+Daftar pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram

atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer

lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan

darah.

Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk

Indonesia dan 2/3nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa.

Akibat diare bagi bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair (watery) bulky 

dan bau asam meteorusmus, flatulens dan kolik abdoment, maka akibat dari gejala

tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. Bagi 

keluarga secara psikologis akan berdampak adanya rasa cemas pada orang tua bila

anaknya terus menerus menderita diare, sebab diare bila terjadi akut tidak jarang akan

mengakibatkan kematian.

Faktor-faktor yang menyebabkan diare dapat meliputi faktor infeksi yaitu infeksi

bakteri, infeksi virus, infeksi parasit, atau infeksi kandida. Faktor parentel ialah infeksi

dibagian tubuh lain, faktor makanan (makanan basi, makanan beracun, makanan

terlampau banyak lemak, sayur yang di masak tidak matang). Faktor lain yaitu : keadaan

gizi, sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan kepadatan penduduk.

Penyakit diare menurut epidemiologi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu host, agent

dan environment. Status gizi merupakan salah satu factor host yang paling penting

hubungannya dengan kejadian diare. Pada status gizi buruk atau gizi kurang, sistem

kekebalan tubuh manusia rentan terhadap penykit maupun infeksi, termasuk diare.

1

Page 2: proposal+Daftar pustaka

Penyakit diare pada balita yang status gizinya lebih sulit disembuhkan karena vili

mukosa usus yang rusak mengalami proses repitelisasi yang lebih lama sehingga

penyerapan makanan oleh vili-vili mukosa usus berkurang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat diberikan

rumusan masalahnya adalah adakah hubungan status gizi dengan kejadian diare di

wilayah kerja puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo?

C. Tujuan

(1). Tujuan Umum

Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian diare di wilayah kerja

Puskesmas Sukodono Kabupaten.

(2). Tujuan Khusus

1. Mengetahui beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare.

2. Mengetahui status gizi anak di wilayah kerja Puskesmas Sukodono yang yang

mengalami diare.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

(1). Masyarakat

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diare.

b. Dapat digunakan sebagai informsi dalam memberikan motivasi kepada

masyarakat guna mencegah terjadinya diare.

(2). Peneliti

2

Page 3: proposal+Daftar pustaka

a. Sebagai salah satu kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu dalam bidang

penelitian, disamping menambah pengalaman dalam bidang penelitian.

b. Sebagai tambahan informasi bagi peneliti mengenai hubungan status gizi terhadap

kejadian diare.

(3).Instansi Terkait

a. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabuapten Sidoarjo, khususnya

bagi Puskesmas Sukodono dalam melakukan intervensi selanjutnya dalam program

mengurangi kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kedungsolo.

b. Sebagai tambahan data dasar untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang

berkaitan dengan BBLR.

3

Page 4: proposal+Daftar pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3

kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14

hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat

disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare

infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat

keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek

dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena

infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah

sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di

negara berkembang lebih dari itu.

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut

yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non

inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di

kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.

4

Page 5: proposal+Daftar pustaka

Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,

mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja

rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan

diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya

minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama

pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak

ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi

kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila

ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air

dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat

defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang

dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai

pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive

intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus

maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat

non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat

radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit

usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel

atau diabetes melitus.

5

Page 6: proposal+Daftar pustaka

Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan

terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit

dalam feses.

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan

lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gambar1. Pendekatan umum Diare infeksi Bakteri.

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Karena kehilangan cairan seseorang

6

Page 7: proposal+Daftar pustaka

merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi

menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan

deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan

asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal

dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul

anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus

ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan

asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan

pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana

harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare

hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,

karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi

seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi

7

Page 8: proposal+Daftar pustaka

lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan

pasien immunokompomise.

Untuk pemberian obat anti diare terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya

secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase

sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Dalam kelompok opiat tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom

disentri obat ini tidak dianjurkan.

Kelompok absorbent missal arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,

kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan

infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak

langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat hidrofilik yang termasuk ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago

oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk

kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi

feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam

jumlah yang adekuat.

Penyakit diare ini sebenarnya dapat dicegah kejadiannya dengan menjaga higiene

pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan

khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah

pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air

8

Page 9: proposal+Daftar pustaka

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang

keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus

diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air

rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak

diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging

dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh

dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak

dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan

ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.

colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering

memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya

memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral

telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan

efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

Dalam proposal ini kami juga membahas mengenai status gizi. Status gizi adalah

keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi

dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis:

(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya). Status

gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau

perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.

Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses

dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh.

Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi essential, mengingat

kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya

dalam jumlah yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesihatan yang normal. Jadi zat gizi

9

Page 10: proposal+Daftar pustaka

esensial yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya adalah zat

gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari unsur-unsur pangan di

antaranya adalah asam amino essensial. Semua zat gizi essential diperlukan untuk

memperoleh dan memelihara pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang baik. Oleh

karena itu, pengetahuan terapan tentang kandungan zat gizi dalam pangan yang umum dapat

diperoleh penduduk di suatu tempat adalah penting guna merencanakan, menyiapkan dan

mengkonsumsi makanan seimbang.

Pada umumnya zat gizi dibagi dalm lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak,

protein, vitamin dan mineral. Sedangkan sejumlah pakar juga berpendapat air juga

merupakan bahagian dalam zat gizi. Hal ini didasarkan kepada fungsi air dalam metabolism

makanan yang cukup penting walaupun air dapat disediakan di luar bahan pangan.

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan

yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan

tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna

makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila

terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan

dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka

ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat

pengatur.

Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan

standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk

yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka

menderita lapar pangan dan gizi, mereka menderita gizi kurang.

Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka

waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi

yang nyata, tetapi akan timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang

tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi.

10

Page 11: proposal+Daftar pustaka

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Keterangan:

= Variabel yang akan diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

B. Hipotesis

Penelitian

Adakah

hubungan

antara

status gizi

dengan

kejadian

diare pada

balita?

11

Page 12: proposal+Daftar pustaka

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian Observasional cross-sectional analitik yang digunakan adalah

menggunakan metode survey, dimana penelitian yang observasianya dilakukan

terhadap variable kontinyu dan deskrit menurut keadaan apa adanya. Dalam penelitian

ini akan mencari hubungan status gizi balita terhadap angka kejadian diare bulan

Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten

Sidoarjo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten

Sidoarjo pada bulan September 2013.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang menderita diare pada

bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono

Kabupaten Sidoarjo yang diwakili oleh 20 orang balita.

Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah total populasi balita

yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di Wilayah kerja

Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Objek penelitian adalah status gizi balita

dan responden adalah balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli

2013 di Wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo.

D. Variabel

A. Dependent

Diare

12

Page 13: proposal+Daftar pustaka

B. Independent

Status gizi

E. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat ukur Metode

ukur

Skala

Ukur

Hasil

Ukur

1. Diare Balita

menderita diare

atau tidak

- Survey

data

puskesmas

Rasio 1:Diare

2:Tidak

diare

2. Status gizi Pengukuran

antropometri

balita

Mengukur

berat badan

dengan

timbangan

dacin,

mengukur

tinggi

dengan

meteran,

dan

menghitung

usia dari

tangal

kelahiran

Survey

data

puskesmas

Interval 1:Buruk

2:Normal

3:Lebih

F. Teknik Pengumpulan Data

13

Page 14: proposal+Daftar pustaka

Pengumpulan data dalam penelitian ini memanfaatkan data sekunder, yaitu

data kejadian diare yang ada di Puskesmas Sukodono dan pengukuran langsung untuk

berat badan dan tinggi badan responden.

G. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahapan

sebagai berikut :

a. Editing data

Kriteria inklusi :

Semua balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di

wilayah kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo dengan melakukan

pengukuran status gizi.

Kriteria eksklusi:

- Balita yang menderita diare

- Balita yang menderita diare namun tidak dilakukan pengukuran antropometri.

- Balita yang menderita diare bukan pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013

- Balita yang menderita diare bukan di wilayah kerja Puskesmas Sukodono

Kabupaten Sidoarjo.

- Balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah

kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo, namun saat didatangi di

rumahnya tidak ada.

- Balita yang menderita diare pada bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 di wilayah

kerja Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo, namun pindah keluar wilayah

kerja Puskesmas Sukodono.

14

Page 15: proposal+Daftar pustaka

b. Tabulasi

Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan analisis tabel dengan

distribusi frekuensi untuk memberikan gambaran tentang karakteristik responden

sesuai dengan masalah yang akan dipecahkan.

Daftar Pustaka

Afolabi,B. B., (2004). What is the Optimum Maternal Haemoglobin Concentration Level for

A Normal Birth Weight in Lago?.Trop J Obstet Gynaecol, 2004;21:4-6

15

Page 16: proposal+Daftar pustaka

Ahmad, M. O., et all. (2011). Effect of Maternal Anemia on Birth Weight.J Ayub Med Coll

Abbottabad: Pakistan

Boston Children’s Hospital.(2011).Low Birth Weight in Newborns.Tersedia di

http://www.childrenshospital.org/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.

Depkes.(2013). Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Kematian Bayi Perlu Kerja

Keras. Tersedia di http://www.depkes.go.id/ diakses tanggal 25 Agustus 2013

Kliegman, R. M. (2006). Intrauterine Growth Restriction Fanaroff and Martin’s Neonatal

Perinatal Medicine 8th ed. Elsevier: Mosby.

Rana, S.S., et all. (2013). Relationship between Maternal Haemoglobin and Fetal Weight.

NJOG vol 8, 37-40

Rasmussen, K. M. (2001). Is There a Causal Relationship between Iron Deficiency or Iron-

Deficiency Anemia and Weight at Birth, Length of Gestation and Perinatal

Mortality?.J. Nutr. Vol 131 no2, 590S-603S

Scanlon K.S., et all. (2000). High and low haemoglobin levels during pregnancy: differential

risks for preterm birth and small for gestational age.Tersedia di

http://www.ncbi.nlm/nih.gov/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.

Setiawan, A., dkk. (2013). Hubungan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan

Berat Bayi Lahir I Kota Pariaman.Tersedia di http://jurnal.fk.unand.ac.id/

diakses tanggal 25 Agustus 2013.

UNICEF.(2004). Low Birth Weight.New York: United Nations Children’s Fund.

16

Page 17: proposal+Daftar pustaka

Wang J., et all. (2007). Study on the third trimester haemoglobin concentrations and the risk

of low birth weight and preterm delivery. Tersedia di

http://www.ncbi.nlm/nih.gov/ diakses tanggal 25 Agustus 2013.

WHO.(2013). Development of a Strategy towards Promoting Optimal Fetal Growth. Tersedia

di http://www.who.int/ diakses tanggal 25 Agustus 2013

17

Page 18: proposal+Daftar pustaka

DAFTAR PUSTAKA

18