tinjauan pustaka tinjauan pustaka - usu-irrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30215/4/chapter...
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein ikan
menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan
oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15-25%/100 g
daging ikan. Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan
daging putih ikan. Jumlah mineral pada daging ikan hanya sedikit. Ikan juga
dipandang sebagai sumber kalsium, besi, tembaga, dan yodium (Junianto, 2003).
Ada beberapa faktor yang harus dihadapi oleh industri ikan tradisional
yaitu:
Kualitas bahan baku yang rendah
Ketersediaan bahan baku yang rendah
Tidak ada infrastuktur yang mendukung
Rendahnya pengeluaran untuk peningkatan mutu dan proses produksi.
Rendahnya pengetahuan dalam proses produksi
Rendahnya informasi dan standar keamanan produk.
(Suhartini dan Nur, 2005).
Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan terutama oleh aktivitas
enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan itu sendiri, aktivitas mikroorganisme
atau proses oksidasi pada lemak tubuh oleh oksigen dari udara. Kelemahan-
Universitas Sumatera Utara
kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha
pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian besar,
terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan
usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada
pasca panen melalui proses pengolahan maupun pengawetan
(Afrianto dan Evi, 1991).
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian
penting dari mata rantai industri perikanan. Adapun tujuan utama proses
pengawetan dan pengolahan ikan adalah:
1) Mencegah proses pembusukan pada ikan, terutama pada saat produksi
melimpah
2) Meningkatkan jangkauan pemasaran ikan
3) Melaksanakan diversifikasi pengolahan produk-produk perikanan
4) Meningkatkan pendapatan
Tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya yaitu untuk memperpanjang
daya tahan dan daya simpan ikan (Afrianto dan Evi, 1991).
Kendala yang dihadapi dalam memproduksi ikan pindang, antara lain:
Daya awet ikan pindang relatif rendah, terutama bila dibandingkan dengan
produk ikan asin, karena kadar cairan didalam tubuh ikan pindang masih
terlalu tinggi, sehingga bakteri pembusuk dan mikroorganisme lain masih
dapat tumbuh dengan baik.
Ikan pindang umumnya masih dihasilkan oleh industri rumah tangga yang
sebagian besar berupa skala usaha kecil dengan tingkat ketrampilan yang
hanya diperoleh secara turun temurun.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembuatan ikan pindang kurang memperhatikan faktor sanitasi
maupun higienis, sehingga mutu dan daya awet ikan pindang yang
dihasilkan akan berpengaruh.
(Afrianto dan Evi, 1991).
Keberhasilan proses pemindangan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-
bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
adalah:
a. Ikan harus segar
Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang berbeda-beda dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah
busuk sebaiknya tidak digunakan.
Adapun ciri-ciri ikan segar itu adalah sebagai berikut:
Mata: pupil hitam menonjol dengan kornea jerni, bola mata cembung
dan cemerlang atau cerah.
Insang: warna merah cemerlang atau merah tua tanpoa adanya lender;
tidak tercium bau yang menimpang.
Tekstur daging: elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat
atau kompak.
Keadaan kulit dan lender: warnanya sesuai dengan aslinya dan baunya
segar sesuai khas menurut jenisnya.
Keadaan perut dan sayatan daging: perut tidak pecah masih utuh dan
sayatan ikan jika dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama
rusuknya.
Bau: spesifik menurut jenisnya dan segar seperti bau rumput laut.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan
menghasilkan produk akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual
rendah. Selain itu, penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan
menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin. Hal ini terjadi karna proses
penetrasi garam kedalam daging ikan yang kurang segar berlangsung
terlalu cepat.
Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya sisik, insang dan
isi perut ikan dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat didalam tubuh
ikan berkurang. Setelah dibersihkan, ikan dicuci dengna air bersih yang
mengalir agar semua kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Ikan yang
telah dibersihkan dapat segera diolah menjadi ikan pindang. Bila tidak
segera diolah, ikan harus ditaburi dengan es batu agar tetap segar.
b. Mutu garam harus baik
Mutu garam akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam
kedalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan
sangat tergantung pada kadar NaCl yang dikandungnya. Semakin tinggi
kadar NaCl yang dikandung semakin cepat pula penetrasi berlangsung.
Selain ditentukan oleh kadar NaCl, kecepatan penetrasi garam
kedalam tubuh ikan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel (butiran) garam.
Semakin halus butiran garam yang digunakan, semakin cepat pula
penetrasi. Bila digunakan garam berukuran besar, proses penetrasi garam
kedalam tubuh ikan menjadi lambat sehingga sering timbul kerusakan
tubuh ikan yang dipindang.
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisi lingkungan harus sehat
kondisi lingkungan harus benar-benar diperhatikan karena dapat
mempengaruhi produk ikan pindang. Agar ikan pindang yang dihasilkan
bermutu baik dan mempunyai daya awet yang tinggi, faktor-faktor sanitasi
harus diperhatikan. Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, demikian
pula halnya tempat penyimpanan ikan hasil pemindangan.
(Afrianto dan Evi, 1991).
Dalam buku Afrianto dan Evi (1991) dikatakan bahwa ikan pindang dapat
dibuat dengan berbagai cara, tergantung jenis ikan dan wadah yang digunakan.
Namun demikian, proses pembuatan ikan pindang mempunyai prinsip yang sama
yaitu:
1) Penyiangan dan pencucian
Ikan yang akan digunakan sebaiknya dikelompokkan terlebih
dahulu berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya. Kemudian
ikan disiangi dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan
kotoran lain. Sebagian petani ikan atau nelayan sengaja tidak membuang
isi perut ikan, karena hal ini dapat menyebabkan hancurnya daging ikan
dan menurunnya harga jual ikan pindang.
2) Penyusunan ikan
Setelah disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun
secara teratur dalam periuk. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu
wadah mempunyai ukuran yang relatif seragam, agar diperoleh ikan
pindang dengan mutu dan rasa yang seragam pula.
Universitas Sumatera Utara
Kadang-kadang nelayan atau petani ikan sengaja meletakkan ikan
kecil dibagian dasar wadah dan ikan besar dibagian atas untuk mengecoh
pembeli. Sebenarnya hal ini sangat merugikan, sebab proses perebusan
ikan pindang ukuran besar membuuhkan waktu yang lebih lama, sehingga
pada saat ikan berukuran besar belum masak ikan kecil biasanya telah
hancur. Dengan demikian konsumen akan merasa ketipu sehingga tidak
mau membeli lagi.
3) Penyiapan wadah
Wadah yang digunakan untuk membuat ikan pindang adalah periuk
yang terbuat dari tanah liat atau aluminium. Besarnya wadah hendaknya
disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan diproses. Wadah yang terlalu
kecil mempersulit penyusunan ikan, bahakan dapat mengakibatkan tubuh
ikan menjadi bengkok dan patah sehingga harga jual ikan pindang
menurun.
Bagian dalam periuk biasanya dilapisi jerami atau anyaman bambu
setebal 1-2 cm. Alas ini berfungsi untuk mencegah melekatnya ikan
kedasar atau tepi wadah dan mencegah hangusnya ikan pindang. Pada
dinding periuk bagian bawah sebaiknya dibuat lubang kecil yang dapat
dibuka dan ditutup dengan mudah untuk mengalirkan cairan yang
terbentuk akibat proses hidrolisa selama perebusan.
Universitas Sumatera Utara
4) Penggaraman ikan
Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk
memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan didalam tubuh
ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusukan
maupun organisme lain.
Garam yang digunakan dapat berbentuk kristal atau larutan. Jumlah
garam kristal yang digunakan berkisar antara 5-40% dari berat total ikan,
tregantung selera. Garam ditaburkan diatas lapisan ikan hingga seluruh
tubuh ikan tertutup garam. Tebal lapisan garam adalah 0,5 cm.
Proses penggaraman ikan pindang dengan menggunakan larutan
garam dapat dilakukan dengan cepat, yakni cukup dengan menuangkan
larutan garam pada susunan ikan yang ada dalam wadah dan yang ada
didalam wadah. Konsentrasi larutan garam yang digunakan dapt dibuat
sesuai dengan selera.
5) Perebusan ikan
Setelah proses penyusunan dan penggaraman ikan selesai
dilakukan, wadah segera ditutup dengan alat penutup yang dilengkapi
dengan pemberat. Proses perebusan yang berlangsung hingga ikan masak
menggunakan kayu bakar atau minyak tanah sebagai sumber panas. Api
yang digunakan untuk merebus sebaiknya tidak terlalu besar agar seluruh
bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang dan tidak hangus. Lama
perebusan tidak dapat ditentukan secara pasti. Bila terlalu cepat hasil
pemindangan kurang sempurna, tetapi bila terlalu lama sering
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan tubuh ikan menjadi kering, hangus atau periuk menjadi
pecah.
6) Penyimpanan
Penyimpanan produk hasil pemindangan harus mendapat perhatian
pula, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan selama ikan pindang dalam
penyimpanan. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan
pindang diletakkan diruangan yang kering dan bertemperatur lingkungan
cukup rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan didalam
ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan
bakteri maupun mikoroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan
kualitas ikan pindang.
Sebenarnya, ikan pindang sama dengan ikan rebus yakni dengan
penggaraman dan mengukus atau merebus ikan. Bedanya, ikan pindang itu biasa
disebut di Pulau Jawa dan ikan yang diolah dalam pemindangan di Jawa ini adalah
ikan bandeng atau tongkol serta dalam perebusan ikan langsung diberi bumbu.
Sedangkan ikan rebus itu biasa dikenal dipropinsi Sumatera Utara (Medan) tetapi
bumbu tidak diberi dan ikan yang diolah biasanya ikan kembung
(Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Medan, 2009).
Harga ikan laut di beberapa pasar tradisional di Medan, Sumatera Utara
dalam beberapa hari ini meningkat hingga lebih dari 50 persen akibat terbatasnya
pasokan dari daerah sentra produksi. Ikan gembung kuring merupakan salah satu
jenis ikan ekspor, namun karena harganya sudah melambung tinggi untuk di
Universitas Sumatera Utara
pasaran lokal, maka para pelaku perikanan lebih memilih untuk menjualnya di
pasaran lokal (Anonimous, 2009).
Landasan Teori
a. Ketersediaan Bahan Baku
Ikan yang akan diproses sebaiknya dipisahkan dahulu berdasarkan jenis,
tingkat kesegaran dan ukuran ikan. Hal ini dimaksudkan untuk menyeragamkan
proses penetrasi pada saat penggaraman berlangsung. Penyediaan garam sebanyak
10-35% dari berat totak ikan yang akan diolah, tergantung tingkat keasinan yang
diinginkan. Sebaiknya digunakan garam murni agar diperoleh produk ikan asin
yang berkualitas baik dari segi warna, aroma dan rasa (Afrianto dan Evi, 1991).
Jumlah produksi ikan hasil pengeringan dan penggaraman dipengaruhi
langsung oleh sifat perikanan yang musiman. Pada saat musim ikan jumlah bahan
baku melimpah dan harga relatif turun, sedangkan pada musim biasa (paceklik)
bahan baku agak sulit didapatkan dan harga tinggi. Besarnya perbedaan musim
diatas menyebabkan kegiatan pengeringan dan penggaraman ikan bervariasi
sepanjang waktu (Jamal, 1991).
b. Sifat Usaha
Umumnya merupakan usaha rumah tangga (home industry), usaha
pengolahan ikan rebus ini masih banyak menggunakan pengolahan secara
tradisional. Suplai bahan baku atau bahan mentahnya berasal dari tangkapan
nelayan atau pembelian melalui pasar-pasar ikan (Dinas Perikanan dan Kelautan
Kota Medan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
c. Tenaga Kerja
Pengolahan ikan secara tradisional, khususnya perebusan ikan kembung,
banyak dilakukan oleh masyarakat biasa terutama di Sumatera Utara. Secara
umum kegiatan pengolahan ikan rebus cukup mampu menolong dalam
meningkatkan nilai tambah terhadap ikan yang dihasilkan.
Kegiatan pengolahan ikan rebus ini biasanya dikelola oleh beberapa rumah
tangga yang bergabung secara berkelompok, misalnya: 1 kelompok ada 3-5 KK
atau tergantung jumlah keluarga dan ada juga yang melakukannya tanpa
berkelompok (dilakukan per rumah tangga)
(Dinas Perikanan Dan Kelautan Kota Medan, 2009).
d. Permintaan
Hasil dari pengolahan ikan rebus ini sangat diminati oleh masyarakat
terutama di Sumatera Utara khususnya. Dimana-mana, ikan rebus digemari oleh
masyarakat, walaupun permintaannya tidak begitu banyak (besar) tetapi sehari-
hari tetap ada yang mengkonsumsinya (Dinas Perikanan Dan Kelautan Kota
Medan, 2009).
e. Harga
Harga adalah salah satu aspek penting dalam kegiatan marketing mix.
Penentuan harga menjadi sangat penting untuk diperhatikan, mengingat harga
merupakan salah satu penyebab laku tidaknya produk dan jasa yang ditawarkan.
Salah dalam menentukan harga akan berakibat fatal terhadap produk yang
ditawarkan dan berakibat tidak lakunya produk tersebut dipasar. Menurut data
Universitas Sumatera Utara
Dinas Perikanan (2009) secara finansial usaha pengolahan ikan rebus cukup
menguntungkan.
f. Teknologi
Teknik yang dilakukan dalam usaha pengolah ikan rebus ini masih sangat
sederhana (tradisional), belum berkembang serta hampir tidak dijamah oleh
kemajuan teknologi dan modernisasi. Ikan pindang merupakan salah satu contoh
ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam
hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebusnya dalam larutan
garam jenuh.
Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan ikan secara
tradisional yang telah lama dikenal dan dilakukan di negara kita. Ikan pindang
sangat digemari oleh masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas dan tidak
terlalu asin. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus
atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan
tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas
enzim (Afrianto dan Evi, 1991).
h. Nilai Tambah
Digunakan untuk mengetahui berapa besar nilai manfaat yang diperoleh
dari proses pengolahan ikan rebus. Nilai tambah merupakan selisih nilai penjualan
produk olahan dikurangi harga bahan baku dan pengeluaran-pengeluaran lain
yang bersifat eksternal (Anonimous, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Suatu produk akan memiliki nilai tambah setelah diolah menjadi produk
lain. Produk olahan dihasilkan dari suatu proses produksi, yaitu pengolahan bahan
baku sebagai bahan utama dan bahan penunjang lainnya yang membantu proses
produksi sehingga akan dihasilkan suatu produk olahan yang akan menentukan
nilai tambah produk tersebut (Suryana, 1990).
i. Kelayakan Usaha
Dalam rangka mencari sutu ukuran yang menyeluruh sebagai dasar
persetujuan atau penolakan maupun pengurutan suatu proyek/ usaha, telah
dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan Investment Criteria/ kriteria
kelayakan, seperti:
a = Revenue Cost
= Penerimaan Total Biaya Produksi
Dimana usaha dikatakan layak apabila R/C ratio lebih besar dari 1
(Soekartawi, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Pemikiran
Pengolah ikan rebus disini dominan banyak dilakukan/ dikerjakan oleh
para ibu-ibu, Hampir semua penduduk disini mengusahakan ikan rebus untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya terutama untuk kebutuhan keluarga.
Dalam usaha pengolahan ikan rebus ini banyak ditemui masalah-masalah.
Oleh karena itu, sangat diperlukan jalan keluar untuk memecahkan masalah yang
sudah dan sedang berlangsung. Dengan bekerjasama antara pengolah ikan rebus
dengan pemerintah setempat untuk memecahkan masalah yang berhubungan
dengan pengolahan ikan rebus.
Pengolahan ikan ini juga masih dilakukan secara tradisional atau masih
sangat sederhana sekali. Bahan baku yang dipakai dalam usaha ini adalah ikan
kembung yaitu kembung kuring dan kembung aso. Dan bahan penunjang yang
dipakai misalnya: kayu bakar, garam, serai, dsb.
Biaya-biaya yang dikeluarkan seperti: membeli bahan baku dan bahan
penunjang setiap harinya tetapi bahan penunjang itu tidak semuanya dibelanjakan
setiap harinya tapi ada juga yang mingguan, bulanan, bahkan tahunan.
Hasil olahan ikan tersebut, nantinya akan dipasarkan kepajak-pajak
tradisional misalnya: pajak sambu, pajak Melati, pajak Sei Kambing, pajak
Brayan, pajak Aksara, pajak di Sidikalang, dll.
Sebagaimana kita ketahui pengolahan ikan rebus ini dilakukan supaya
memperlambat pembusukan daripada ikan hasil laut yakni dengan pengawetan
ikan. Ikan rebus ini banyak diminati oleh masyarakat khususnya Sumatera Utara,
buktinya ditiap pajak tradisional masih ada ditemukan ikan rebus. Nilai tambah
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh dari bahan baku dan bahan penunjang. Apabila tinggi bahan
bakunya dan bahan penunjang rendah maka semakin besar nilai tambahnya.
Penerimaan dipengaruhi oleh harga jual. Semakin tinggi harga jual maka
semakin tinggi pula penerimaannya. Termasuk juga didalamnya pendapatan
bersih dari hasil penjualan ikan tersebut. Pendapatan bersih itu dipengaruhi oleh
besarnya penerimaan (revenue) terhadap biaya produksi (cost).
Dari pendapatan bersih ini maka dapat dilihat apakah usaha itu layak atau
tidak layak untuk dikembangkan atau diusahakan.
Dari alur pemikiran di atas dapat disusun skema pemikiran sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan: : Menyatakan hubungan
Pengolah Ikan
Pengolahan Ikan Rebus
Biaya Produksi Nilai Tambah
Penerimaan
Produksi
Harga Jual
Layak Tidak Layak
Kelayakan Usaha Pengolahan Ikan
Rebus
Masalah
Upaya
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan landasan teori yang telah diuraikan, maka berikut ini
disajikan beberapa hipotesis yaitu:
1. Persentase biaya produksi terbesar dalam usaha pengolahan ikan rebus
adalah untuk bahan baku.
2. Ada nilai tambah yang diperoleh sebagai akibat proses pengolahan ikan
rebus.
3. Usaha pengolahan ikan rebus layak diusahakan.
Universitas Sumatera Utara